• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Fermentasi dan Penambahan Gula dalam Proses Pembuatan Selai Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Fermentasi dan Penambahan Gula dalam Proses Pembuatan Selai Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L.)."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FERMENTASI DAN PENAMBAHAN GULA

DALAM PROSES PEMBUATAN SELAI BELIMBING WULUH

(

Averrhoa bilimbi.

L.)

NI KADEK WILLI RUSIANA PUTRI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Fermentasi dan Penambahan Gula dalam Proses Pembuatan Selai Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Ni Kadek Willi Rusiana Putri

(4)

ABSTRAK

NI KADEK WILLI RUSIANA PUTRI. Pengaruh Fermentasi dan Penambahan Gula dalam Proses Pembuatan Selai Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L.). Dibimbing oleh BUDIATMAN SATIAWIHARDJA.

Kemampuan tanaman buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) untuk menghasilkan buah sepanjang tahun tidak sebanding dengan pemanfaatannya, sehingga banyak buah segar yang terbuang sia-sia dan sampai membusuk karena berjatuhan diatas tanah. Rasa yang asam menyebabkan buah ini tidak nyaman untuk dikonsumsi langsung. Selai buah dipilih sebagai alternatif aplikasi pengolahannya. Buah belimbing wuluh difermentasi terlebih dahulu sebelum diolah menjadi selai, karena proses fermentasi diharapkan dapat memperbaiki aroma yang dihasilkan dan membuat citarasa yang lebih disukai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh proses fermentasi terhadap citarasa dan aroma secara organoleptik pada selai serta penggunaan gula dalam proses pembuatan selai belimbing wuluh. Selai belimbing wuluh diberikan perlakuan waktu fermentasi dengan tiga taraf yaitu selama dua hari, tiga hari dan empat hari serta tanpa fermentasi sebagai kontrol. Selain itu juga terdapat perlakuan komposisi penggunaan buah dan gula dengan tiga taraf yaitu 55:45, 50:50, dan 45:55. Formula tersebut kemudian diuji secara organoleptik dan menghasilkan formula terbaik dengan waktu fermentasi empat hari dan komposisi buah : gula (55:45). Hasil analisis kimia dan fisik menunjukkan selai belimbing wuluh memiliki pH 2.76-3.06, dengan nilai aw 0.68-0.74, kadar air sebesar 19.47%-27.72% (basis basah) serta total padatan terlarut sebesar 68.75% hingga 73.13%. Hasil dari analisis tersebut menyatakan bahwa semua parameter yang diuji sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa proses fermentasi berpengaruh pada rasa yang dihasilkan, namun tidak berpengaruh terhadap aroma dari selai. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji organoleptik dari selai belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.).

(5)

ABSTRACT

NI KADEK WILLI RUSIANA PUTRI. The Effect of Fermentation and Sugar Addition in Bilimbi Jam Making Proccess (Averrhoa bilimbi. L.). Supervised by BUDIATMAN SATIAWIHARDJA

The ability of bilimbi tree (Averrhoa bilimbi. L.) to produce fruits annually is not proportional with the utilization so that many fresh fruits were fallen and spoiled on the soil. The sour taste makes this fruit is not edible straight away. Fruit jam is thought as an alternative processing product. Bilimbi is fermented before it is processed into jam, because the fermentation process is expected to be better in aroma and taste as well. The purpose of this research is to clarify the effect of fermentation process to the taste and flavour of the product. This bilimbi jam is fermented in three parts or periods, namely two days, three days, and four days in addition to without fermentation as the control. Besides that, there are three different of composition fruit and sugar portion, those are 55:45, 50:50, and 45:55. That formula are tested afterwards by organoleptic test and yield the best formula was that with four days fermentation and composition of fruit: sugar (55:45). The chemistry and physic analysis showed that bilimbi jam has pH 2.76-3.06, with score aw 0.68-0.74, moisten content of 19.47%-27.72% (wet basis) and the total soluble solids of 68.75% until 73.13%. The result of analysis stated that all parameters which have been tested are match with the product standard. The outcome of this research also showed that fermentation process impacts to the taste produced, yet not influenced the flavor of the jam. This can be seen from the organoleptic tests of the product.

(6)
(7)

PENGARUH FERMENTASI DAN PENAMBAHAN GULA

DALAM PROSES PEMBUATAN SELAI BELIMBING WULUH

(

Averrhoa bilimbi.

L.)

NI KADEK WILLI RUSIANA PUTRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Fermentasi dan Penambahan Gula dalam Proses Pembuatan Selai Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L.). Nama : Ni Kadek Willi Rusiana Putri

NIM : F24100029

Disetujui oleh

Dr Ir Budiatman Satiawihardja, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Atas asungkertha waranugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Pengaruh Fermentasi dan Penambahan Gula dalam Proses Pembuatan Selai Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L.)”.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Dr Ir Budiatman Satiawihardja, M.Sc selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dan memberikan saran, arahan dan bimbingan selama penelitian serta penyusunan. Prof Dr Ir Rizal Syarief S. DESS dan Dr Ir Yadi Haryadi, M.Sc selaku dosen penguji sidang akhir yang telah banyak memberikan saran, kritik dan evaluasi. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, Kakak (MokNa) serta adik-adik dan paman, bibi yang selalu setiap saat memberikan doa, dukungan dan kasih sayang. Di samping itu, penulis juga tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada Beasiswa TPG 35 yang telah membantu pembiayaan penelitian serta seluruh teknisi laboratorium yang telah membimbing penulis selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dedi yang telah membantu penulis selama penelitian dan selalu menyemangati penulis, Indra yang telah membantu penulis dalam pengolahan data dan belajar statistika, serta kepada teman-teman KMHD dan ITP 46-47-48 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat serta telah menjadi panelis dalam penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL Vii

DAFTAR GAMBAR Vii

DAFTAR LAMPIRAN Vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODOLOGI 2

Bahan 2

Alat 2

Metode Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan pikel belimbing wuluh 4 2 Diagram alir pembuatan selai belimbing wuluh 5

3 Nilai pH selai belimbing wuluh 10

4 Nilai total padatan terlarut selai belimbing wuluh 11

5 Nilai daya oles selai belimbing wuluh 13

6 Nilai kadar air selai belimbing wuluh 13

7 Nilai aw selai belimbing wuluh 15

8 Visualisasi selai A4B1, A3B1, A2B1 dan A1B1 secara berurutan dari kiri ke kanan

19

DAFTAR TABEL

1 Rancangan percobaan formula selai belimbing wuluh 6

2 Hasil analisis kimia buah belimbing wuluh 7

3 Pengamatan berdasarkan waktu fermentasi belimbing wuluh 9 4 Nilai pH pada buah dan pikel belimbing wuluh 9 5 Hasil analisis total asam tertitrasi selai belimbing wuluh 15

6 Hasil pengukuran warna dengan chromameter 16

7 Hasil uji ranking hedonik selai belimbing wuluh 17 8 Hasil uji rating hedonik selai belimbing wuluh 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lembar kuisioner uji organoleptik 23

2 Skor uji ranking hedonik selai belimbing wuluh 27 3 Skor uji rating hedonik selai belimbing wuluh 31 4 Hasil uji statistik skor organoleptik dengan Chi-square 39 5 Hasil analisis ragam dan uji lanjut skor organoleptik dengan ANOVA 40 6 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pH selai belimbing wuluh 43 7 Hasil analisis ragam dan uji lanjut total padatan terlarut selai belimbing

wuluh

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan dan sesuai dengan iklim di Indonesia. Secara morfologi tanaman ini mampu beradaptasi di lingkungan tropis dan tidak perlu perawatan khusus (Sastrapradja 1977). Kondisi lingkungan yang mendukung menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman optimal, hal ini dapat dilihat dari kemampuan pohon belimbing wuluh yang berbunga dan berbuah sepanjang tahun (Tohir 1981). Kemampuan tanaman ini untuk menghasilkan buah sepanjang tahun tidak sebanding dengan pemanfaatannya, sehingga banyak buah segar yang terbuang sia-sia sampai membusuk dipohonnya dan berjatuhan ke atas tanah.

Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) di kalangan masyarakat sangat jarang dimanfaatkan, namun biasanya digunakan sebagai pelengkap sayur atau bumbu masak. Menurut Lingga (1990), kandungan vitamin C dalam buah belimbing wuluh sebesar 25mg/100g, sehingga sejak dulu masyarakat memanfaatkannya sebagai obat herbal antara lain untuk penawar sariawan, obat batuk, gusi berdarah, tekanan darah tinggi maupun untuk memperbaiki fungsi pencernaan. Inovasi pengolahan buah belimbing wuluh pada masyarakat Indonesia masih sangat rendah hanya terbatas sebagai bumbu masak dan obat tradisional karena buahnya mempunyai rasa yang sangat asam, sehingga orang tidak nyaman untuk mengkonsumsinya langsung (Ashari 1995). Hal tersebut yang menyebabkan rendahnya nilai ekonomi dari buah belimbing wuluh dan bahkan tidak memiliki harga dipasaran.

Buah belimbing wuluh dapat diolah menjadi berbagai bentuk minuman maupun makanan seperti sari buah, sirup, selai, manisan maupun dodol. Pada penelitian ini selai dipilih menjadi salah satu alternatif aplikasi pengolahannya, karena selai merupakan salah satu pengolahan yang mudah untuk dikerjakan, tidak memerlukan peralatan khusus, cukup ekonomis serta banyak diminati. Selai buah adalah produk makanan semibasah yang dapat dioleskan, terbuat dari buah-buahan, gula dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain berupa bahan tambahan pangan lain yang diizinkan (Standar Nasional Indonesia 2008).

(14)

fermentasi buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) sebelum diolah lebih lanjut menjadi produk selai buah. Fermentasi buah pada proses pembuatan selai belimbing wuluh diharapkan dapat memperbaiki citarasa dan aroma pada produk selai yang dihasilkan. Hasil dari penelitian ini juga akan memberikan manfaat dari segi pemanfaatan buah belimbing wuluh yang terbuang sia-sia dan membuka peluang usaha untuk memberikan nilai ekonomi lebih pada buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkajipengaruh proses fermentasi dan penambahan gula terhadap citarasa dan aroma produk selai belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.).

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pemanfaatan buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) sebagai selai. Selain itu memberikan peluang bagi UKM (Usaha Kecil dan Menengah) untuk mengembangkan usaha di bidang ini.

METODOLOGI

Bahan

Bahan yang digunakan untuk memproduksi pikel adalah buah belimbing wuluh, gula, garam dan air. Bahan yang digunakan untuk memproduksi selai belimbing wuluh adalah buah belimbing wuluh dan gula. Bahan yang digunakan untuk analisis kimia adalah pikel belimbing wuluh, selai belimbing wuluh, toluena, NaOH 0.1 N, KHP, indikator PP, akuades, NaOH 1 N, CH3COOH 1 N dan CaCl2 1 N.

Alat

Alat yang digunakan untuk memproduksi pikel adalah toples kaca. Alat yang digunakan untuk memproduksi selai belimbing wuluh adalah blender, kompor, penggorengan, sendok kayu, sealer, cup, timbangan dan pisau. Alat yang digunakan untuk analisis fisik adalah refraktrometer, penetrometer, waring blender dan chromameter Minolta Model CR-310. Alat yang digunakan untuk analisis kimia adalah oven vakum, alat destilasi lengkap dengan kondensor, labu

(15)

aluminium, penangas, buret dan alat-alat gelas. Alat yang digunakan untuk uji organoleptik adalah wadah untuk menaruh sampel dan pisau oles.

Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menetapkan perlakuan penelitian lanjutan. Pada tahap ini dilakukan analisis kimia pada buah belimbing wuluh untuk menentukan kadar air, pH, total asam dan kadar pektin. Metode yang digunakan mengacu pada SNI 01-3181-1992 untuk analisis kadar air metode destilasi azeotropik dan Ranganna (1977) untuk analisis kadar pektin.

Selanjutnya pada tahap ini juga dilakukan penentuan waktu fermentasi buah belimbing wuluh. Pada umumnya, proses fermentasi berlangsung secara alami pada suhu kamar selama dua sampai dengan tiga hari, bahkan ada yang sampai berminggu-mingggu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi. Perendaman dalam larutan garam merupakan cara yang paling umum dan sederhana untuk pembuatan produk fermentasi buah sayuran (Daulay dan Rahman 1989).

Pada penelitian ini dilakukan waktu fermentasi buah belimbing selama dua sampai enam hari dengan larutan garam 2.5% dan gula 1%. Larutan garam yang digunakan adalah larutan garam rendah karena proses fermentasi akan berlangsung cepat pada konsentrasi garam rendah dan akan sangat lambat atau tidak sama sekali pada konsentrasi garam tinggi (Suliawati 1991).

Penambahan gula 1% pada larutan garam bertujuan sebagai sumber karbon siap pakai untuk pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga mempercepat proses fermentasi, karena pada fermentasi asam laktat terjadi perubahan gula menjadi asam. Dengan ditambahkan gula bakteri asam laktat lebih cepat tumbuh (Risfahari 1988).

(16)

Gambar 1 Diagram alir pembuatan pikel belimbing wuluh

Penelitian Lanjutan

Setelah diperoleh waktu fermentasi pada penelitian pendahuluan dilanjutkan dengan penelitian lanjutan yaitu proses pembuatan selai belimbing wuluh dengan perlakuan serta analisis kimia, fisik dan organoleptik. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan sebagai perlakuan dalam penelitian lanjutan adalah waktu fermentasi dan jumlah gula yang ditambahkan. Kontrol merupakan selai yang tidak mendapat perlakuan fermentasi namun mendapat perlakuan jumlah gula yang ditambahkan. Produk selai belimbing wuluh dengan perlakuan jumlah gula yang ditambahkan dianalisis secara organoleptik sehingga setiap perlakuan waktu fermentasi mendapatkan satu produk selai. Selanjutnya empat produk selai terpilih (tiga selai dengan waktu fermentasi berbeda + satu selai kontrol) dianalisis secara organoleptik sebagai hasil analisis secara subjektif dan secara fisik serta kimia sebagai hasil analisis secara objektif.

Belimbing

Penuangan larutan garam dan pemasukan buah Toples kaca bebas sel

vegetatif mikroba

Penutupan toples dengan plastik dan karet gelang

Pikel belimbing

wuluh

Fermentasi pada suhu ruang Belimbing

(17)

Tahapan pembuatan selai belimbing wuluh disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir pembuatan selai belimbing wuluh Pikel sesuai

perlakuan

Pencucian pikel dengan larutan garam 0.85%

Penimbangan dan penghancuran dengan blender

Pencampuran

Pengemasan dalam cup yang sudah terpasteurisasi

Pemasakan sampai TPT min 65%

Bubur buah belimbing wuluh

Garam 0.85% dan air

Larutan garam 0.85%

Gula sesuai perlakuan

Selai belimbing

wuluh

(18)

Rancangan Percobaan Selai Belimbing Wuluh

Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah waktu fermentasi buah belimbing wuluh dan jumlah gula yang ditambahkan dalam proses pembuatan selai belimbing wuluh. Waktu fermentasi yang digunakan adalah dua sampai empat hari sesuai dengan hasil penelitian pendahuluan. Penambahan gula pasir dilakukan dengan tiga perlakuan yang didasarkan pada pendapat Whistler dan Bemiller (1973) bahwa selai terbuat dari bubur buah dan gula dengan komposisi 45 bagian berat buah dan 55 bagian berat gula. Menurut Rankin dan Hildreth (1976), perbandingan gula terhadap berat buah-buahan yang asam adalah 50:50, walaupun formula 45:55 (buah:gula) yang umum digunakan. Penambahan gula juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keasaman buah, kandungan gula buah dan kematangan buah yang digunakan (Woodroof dan Luh 1975). Bila keasaman buah tinggi, kandungan gula tinggi dan kematangan buah cukup maka penambahan gula lebih rendah dari 55 bagian (Woodroof dan Luh 1975). Sehingga tiga perlakuan komposisi antara buah dan gula yang digunakan dalam penelitian ini adalah 55:45, 50:50, dan 45:55. Rancangan percobaan juga dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rancangan percobaan formula selai belimbing wuluh

Waktu fermentasi

Perbandingan buah : gula yang ditambahkan

Tanpa fermentasi (kontrol) A1 A1B1 A1B2 A1B3 2 hari fermentasi A2 A2B1 A2B2 A2B3 3 hari fermentasi A3 A3B1 A3B2 A3B3 4 hari fermentasi A4 A4B1 A4B2 A4B3

Analisis Organoleptik Selai Belimbing Wuluh

Pada penelitian ini digunakan uji ranking dan uji rating hedonik dengan menggunakan skala katagorik dengan tujuh point untuk uji rating. Jumlah panelis yang digunakan adalah sebanyak 30 orang untuk uji ranking hedonik dan 70 orang untuk uji rating hedonik. Ada beberapa tahap analisis organoleptik ini yaitu terdapat empat kali uji ranking hedonik dan terakhir uji rating hedonik untuk empat produk selai terpilih dari uji ranking. Uji ranking hedonik bertujuan untuk mengukur tingkat kesukaan secara keseluruhan (overall) berdasarkan jumlah gula yang ditambahkan pada masing-masing perlakuan waktu fermentasi dan kontrol (tidak diberlakukan proses fermentasi buah). Pada uji ini penyajian terdiri dari empat sampel set dan setiap satu sampel set terdiri dari tiga sampel. Pada setiap satu set sampel panelis diminta untuk mengurutkan tingkat kesukaan mereka secara keseluruhan terhadap selai belimbing wuluh. Sehingga uji ranking ini menghasilkan empat sampel yang selanjutnya diuji rating hedonik.

(19)

yang sudah ditentukan penambahannya dari uji ranking hedonik. Uji rating hedonik menggunakan skala katagorik dengan skala tujuh point.

Hasil dari uji organoleptik ini diolah menggunakan SPSS 17.0 dengan taraf kepercayaan 95% untuk membandingkan hasil uji organoleptik dari keempat produk selai belimbing wuluh. Selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dari keempat produk selai yang diujikan.

Analisis Fisik Selai Belimbing Wuluh

Analisis fisik dilakukan dengan mengukur total padatan terlarut (TPT) dengan menggunakan instrument refraktrometer. Uji daya oles dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer yang pengujiannya menggunakan probe berbentuk corong (cone) berbahan aluminium tanpa beban pada selang waktu dua detik dan tinggi wadah selai 38 mm. Selain itu juga dilakukan pengukuran warna produk selai menggunakan instrument chromameter. Pada pengukuran warna ini hanya dilakukan pada empat sampel yang diuji rating hedonik.

Analisis Kimia Selai Belimbing Wuluh

Analisis kimia yang dilakukan adalah mengukur akivitas air (aw) produk, pH produk, total asam tertitrasi (TAT), dan uji kadar air metode oven vakum yang mengacu pada AOAC 925.45, 1999. Pada pengukuran total asam tertitrasi (TAT) hanya dilakukan pada empat sampel yang diuji rating hedonik. Analisis kimia ini dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara produk selai yang mengalami proses fermentasi dengan kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Penelitian tahap pendahuluan terdiri atas analisis kimia buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) dan penentuan waktu fermentasi buah belimbing wuluh. Data hasil penelitian pendahuluan disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Hasil analisis kimia buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.)

Analisis Satuan Jumlah

pH - 2.67

Total Asam Tertitrasi (TAT) % 1.86

Kadar pektin % 2.44

Kadar air % 85.56

(20)

langsung (Ashari 1995). Hal ini juga didukung oleh data hasil total asam tertitrasi yaitu sebesar 1.86%. Mc Williams (2001) menjelaskan bahwa tingkat keasaman sangat mempengaruhi pembentukan dari gel yang dihasilkan. Pada pH rendah gel sangat mudah terbentuk, namun apabila penambahan asam berlebihan dan pH menjadi sangat rendah akan mengakibatkan air keluar dari gel (sineresis). Sebaliknya pH yang terlalu tinggi menyebabkan gel pecah. Menurut Coultate (1989), nilai pH rentang 2.8-3.4 sudah cukup memungkinkan untuk terbentuknya gel. Sementara Muchtadi (1997) dan Desrosier (1988) pH optimum terbentuk gel berkisar antara 3.1-3.5 dan 3.2. Walaupun demikian pada penelitian tentang pembuatan selai dari kulit jeruk, Lilaharta (2005) mendapatkan nilai pH selai yang dihasilkan berada pada rentang 2.60-3.15. Dengan demikian nilai pH dari buah segar belimbing wuluh masih memungkinkan untuk mendukung pembentukan gel dan tidak perlu penambahan asam kedalam formulasi selai.

Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) memiliki kadar air yang sangat tinggi terlihat dari data hasil analisis yaitu sebesar 85.56%, sehingga ketika dihancurkan dengan blender tidak memerlukan penambahan air lagi. Air yang ditambahkan dalam proses pembuatan selai perlu diperhitungkan agar mencegah terjadinya kegosogan saat pemanasan hingga tercapai total padatan terlarut yang diinginkan dan kandungan air dalam buah mempengaruhi jumlah air yang harus ditambahkan (Desrosier 1988). Oleh karena itu dalam proses pembuatan selai belimbing wuluh dicoba tidak ditambahkan air dari luar.

Dari hasil analisis kimia (Tabel 2), kadar pektin pada buah segar belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) adalah 2.44%. Menurut Desrosier (1988), konsentrasi pektin optimum untuk pembuatan selai adalah 1%. Dengan demikian, untuk pembuatan selai belimbing wuluh tidak perlu ditambahkan pektin dari luar karena kandungan pektin dari buah belimbing wuluh itu sendiri sudah mencukupi.

Pada tahap penelitian pendahuluan ini juga dilakukan penentuan waktu fermentasi untuk buah belimbing wuluh. Hampir semua jenis bahan nabati dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat dengan syarat pada bahan tersebut mengandung karbohidrat dan zat gizi lainnya untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (Suliawati 1991). Menurut Peterson (1977) fermentasi pada sayuran atau buah dapat memperbaiki flavor atau aroma yang dihasilkan pada produk buah maupun sayuran yang difermentasi, dan juga akan membuat citarasa yang lebih disukai. Oleh sebab itu pada tahap ini dilakukan proses fermentasi buah belimbing wuluh sebelum dijadikan selai. Umumnya proses fermentasi berlangsung secara alami pada suhu kamar selama dua sampai dengan tiga hari dan cara yang paling umum digunakan untuk membuat produk fermentasi buah sayuran adalah perendaman dalam larutan garam (Daulay dan Rahman 1989).

(21)

Diagram proses pembuatan pikel dapat dilihat pada Gambar 1 yang disajikan dibagian Metodologi.

Dari hasil pengamatan, proses fermentasi selama dua sampai enam hari menghasilkan aroma yang kuat diikuti oleh penurunan intensitas aroma dan terjadinya kontaminasi produk fermentasi buah belimbing wuluh. Hasil waktu fermentasi buah belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengamatan berdasarkan waktu fermentasi belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.)

Waktu fermentasi Hasil

2 hari Aroma mulai terbentuk seperti aroma manisan

3 hari Terbentuk aroma yang lebih kuat dari 2 hari fermentasi 4 hari Terbentuk aroma yang hampir mirip dengan 3 hari

fermentasi

5 hari Terbentuk aroma yang hampir mirip dengan 3 hari fermentasi dan sudah terkontaminasi

6 hari Terbentuk aroma yang hampir mirip dengan 3 hari fermentasi dan sudah terkontaminasi

Oleh karena itu waktu fermentasi selama dua sampai empat hari dipilih karena sebelum hari keempat belum terjadinya kontaminasi dan penurunan intensitas aroma. Proses fermentasi buah ini dapat memperbaiki aroma dari buah yang difermentasi karena pada tahap ini terjadi fermentasi asam laktat. Bakteri asam laktat heterofermentatif akan menghasilkan aroma yang spesifik pada fermentasi sayuran, aroma tersebut dihasilkan oleh asam asetat dan alkohol yang dibentuk oleh bakteri asam laktat heterofermentatif (Streinkraus 1985).

Hasil Analisis Kimia dan Fisik Selai Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L.)

Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu satu parameter untuk terbentuknya gel pada saat pembuatan selai. Buah belimbing segar memiliki pH 2.67, setelah dilakukan fermentasi buah belimbing wuluh mengalami kenaikan pH. Hal tersebut dikarenakan buah belimbing mengalami kesetimbangan kondisi terhadap lingkungannya. Hasil analisis pH buah dan pikel belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai pH pada buah dan pikel belimbing wuluh

Belimbing Wuluh Nilai pH

Buah Larutan fermentasi

(22)

Nilai pH yang dihasilkan pada pikel mengalami peningkatan setelah dilakukann proses fermentasi yang terlihat dari data pada Tabel 4. Peningkatan pH ini juga diuji dengan analisis ragam dan menunjukkan bahwa peningkatan kenaikan pH berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Hal tersebut terlihat pada pikel hasil fermentasi dua hari yang mengalami kenaikan menjadi 2.78 dari pH buah segar 2.67. Kenaikan pH ini dikarenakan oleh bebarapa faktor diantaranya terjadi proses kesetimbangan antara lingkungan dengan sistem dalam hal ini adalah larutan fermentasi dengan buah belimbing wuluh. Ini ditunjukkan dari nilai pH yang dihasilkan oleh larutan fermentasi hasil fermentasi yang lebih tinggi dari pH buah, sehingga buah mengalami kesetimbangan pH dengan larutan fermnetasi yang menyebabkan pH buah meningkat. Selain itu faktor yang lain adalah pada pengukuran pH dengan pH meter ini hanya berdasarkan ion H+ dan proses fermentasi ini menghasilkan asam laktat yang merupakan asam lemah yang tidak mengalami pengionan sempurna. Asam lemah ini yang dapat meningkatkan nilai pH yang dihasilkan oleh pikel. Selain faktor diatas juga terdapat fakta lain yang dapat dilihat dari segi pH yang umumnya dihasilkan pada produk hasil fermentasi asam laktat. Produk tersebut misalnya yoghurt, vinegar, dadih, kefir maupun wine yang rata-rata memiliki pH sekitar 3-4.5, sehingga kenaikan pH pada pikel belimbing wuluh merupakan hal yang semestinya terjadi.

Buah belimbing wuluh yang telah difermentasi sesuai perlakuan kemudian diolah menjadi selai. Nilai pH yang dihasilkan selai belimbing wuluh berkisar antara 2.76 hingga 3.06. Hasil nilai pH selai disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Nilai pH selai belimbing wuluh

Pada Gambar 3 terlihat bahwa nilai pH yang dihasilkan secara umum mengalami peningkatan baik dari segi perlakuan fermentasi dan komposisi buah:gula yang digunakan. Hasil analisis ragam (Lampiran 6) dari pH menunjukkan bahwa waktu fermentasi, komposisi buah:gula serta interaksi waktu fermentasi dengan komposisi buah:gula berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95% (p<0.05). Artinya waktu fermentasi sangat mempengaruhi pH yang akan dihasilkan oleh selai belimbing wuluh begitu juga dengan komposisi buah:gula

(23)

serta interaksi dari kedua faktor tersebut. Dilihat dari data pada Gambar 3 menunjukkan nilai pH secara umum semakin meningkat dengan semakin lama waktu fermentasi. Hal ini juga terlihat pada hasil analisis ragam (Lampiran 6) yang menunjukkan waktu fermentasi berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan yang menunjukkan masing-masing waktu fermentasi berbeda karena berada pada subset yang berbeda. Hal yang sama juga terlihat pada faktor komposisi buah:gula yaitu komposisi B1 dan B2 berbeda nyata dengan B3 pada taraf kepercayaan 95%. Sehingga hasil interaksi dari kedua faktor tersebut A3B3 memiliki nilai yang paling tinggi dilihat dari hasil uji Lanjut Duncan.

Kenaikan maupun perbedaan yang dihasilkan pada nilai pH disebabkan karena pada tahap pembuatan selai terjadi proses pemekatan bahan oleh penambahan gula maupun oleh pemanasan pada waktu pemasakan. Saat proses pemanasan sebagian air mengalami penguapan, sehingga ion H+ semakin berkurang. Gula merupakan bahan yang dapat mendehidrasi molekul air sehingga saat pemasakan banyak molekul air yang teruapkan (Lilaharta 2005). Fermentasi asam laktat menghasilkan asam laktat yang bersifat asam lemah dan tidak mengalami pengionan sempurna, hal tersebut juga dapat menjadi alasan peningkatan nilai pH selai belimbing wuluh.

Total Padatan Terlarut (TPT)

Standar Nasional Indonesia No 01-3746-2008mensyaratkan padatan terlarut pada selai buah adalah minimal 65%. Selai belimbing wuluh yang dihasilkan memiliki padatan terlarut berkisar antara 68.75% hingga 73.13%. Hasil pengamatan total padatan terlarut selai belimbing wuluh disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Nilai total padatan terlarut selai belimbing wuluh

Menurut Sugandi (1981) penambahan gula akan meningkatkan total padatan terlarut suatu bahan. Dari hasil analisis total padatan terlarut pada Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan komposisi buah:gula berpengaruh terhadap total

(24)

padatan terlarut. Hasil analisis menunjukkan semakin banyak jumlah gula yang ditambahkan total padatan terlarut juga semakin meningkat, sehingga hasil ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Sugandi (1981). Hasil ini didukung oleh hasil analisis ragam total padatan terlarut (Lampiran 7) bahwa komposisi, waktu fermentasi serta interaksi komposisi dan waktu fermentasi berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% (p<0.05). Pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa ketiga komposisi buah:gula berada pada subset yang berbeda, artinya setiap perlakuan komposisi berpengaruh terhadap total padatan terlarut pada selai yang dihasilkan. Hal tersebut diduga terjadi pemecahan senyawa yang lebih sederhana pada gula yang terkandung pada bahan. Total padatan terlarut untuk semua perlakuan sudah memenuhi persyaratan yang ada yaitu minimal 65% (SNI 2008). Hal ini juga dikemukakan oleh Muchtadi (1997) sifat daya tahan selai dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya kandungan gula yang tinggi yang mencapai 65-75% bahan terlarut.

Daya Oles dengan Penetrometer

Pengukuran daya oles secara objektif menggunakan instrument yaitu alat penetrometer dan probe yang digunakan adalah probe berbentuk corong (cone) berbahan aluminium. Waktu pengujian yang digunakan adalah selama dua detik dengan ketinggian wadah sekitar 38 mm. Rata-rata daya oles yang dihasilkan dari semua perlakuan selai berkisar antara 27.80 mm/2detik hingga 29.62 mm/2detik, sehingga jika dipersenkan daya oles yang dihasilkan sekitar 73% sampai 78%. Dari keduabelas selai yang diuji, selai dengan formula A1B2 merupakan selai yang daya olesnya paling tinggi. Daya oles yang dihasilkan oleh selai erat hubungannya dengan tekstur yang dihasilkan. Semakin halus tekstur selai maka daya oles yang dihasilkan akan semakin mudah dan baik (Astawan et al. 2004). Perbandingan nilai daya oles selai belimbing wuluh dapat dilihat pada Gambar 5.

(25)

Gambar 5 Nilai daya oles selai belimbing wuluh

Kadar Air

Kadar air selai belimbing wuluh yang dihasilkan berada pada kisaran 19.47% sampai 27.72% (basis basah). SNI mensyaratkan kadar air selai maksimum 35% karena selai merupakan makanan semi basah. Menurut Potter dan Hotchkiss (1995) umumnya makanan semi basah memiliki kadar air 20-50%, yang biasanya lebih rendah daripada kadar air pada bahan baku alaminya tetapi lebih tinggi dibandingkan produk lain dari bahan baku yang sama yang dikeringkan. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengukuran kadar air yang diperoleh. Kadar air untuk semua perlakuan sudah memenuhi kriteria yang ditentukan. Nilai kadar air selai bobot basah disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Nilai kadar air selai belimbing wuluh

(26)

Komposisi buah:gula serta waktu fermentasi berpengaruh nyata terhadap kadar air selai yang dihasilkan, ini terlihat dari hasil analisis ragam pada Lampiran 9. Pada Gambar 6 dapat dilihat kadar air selai mengalami penurunan karena gula mempunyai kemampuan untuk mendehidrasi molekul air sehingga saat pemasakan banyak air yang teruapkan (Lilaharta 2005). Dari hasil penelitian terlihat penggunaan jumlah gula yang semakin meningkat cenderung menurunkan kadar air selai. Hasil uji Duncan kadar air memperlihatkan komposisi buah:gula B2 dan B3 berbeda nyata dengan B1 pada taraf nyata 0.05 (p<0.05). Hasil analisis ragam (Lampiran 9) juga menunjukkan bahwa waktu fermentasi berpengaruh terhadap kadar air selai yang dihasilkan, ini diduga karena adanya perubahan struktur jaringan buah selama proses fermentasi berlangsung. Saat fermentasi terjadi degradasi senyawa pektin yang larut air, sehingga jaringan buah yang kosong digantikan oleh air atau larutan garam.

Nilai aw

(27)

Gambar 7 Nilai aw selai belimbing wuluh

Total Asam Tertitrasi (TAT)

Empat formula selai yang diuji rating hedonik, selain diukur nilai pH juga dilakukan pengukuran total asam dengan metode titrasi. Analisis total asam tertitrasi dilakukan pada empat formula tersebut karena ingin memastikan jumlah total asam yang terkandung, yang menyebabkan terjadinya perbedaan rasa pada uji rating hedonik (Tabel 8). Terdapat perbedaan prinsip pengukuran dari pH dengan total asam tertitrasi yaitu pada pH meter yang diukur adalah konsentrasi dari ion H+ yang terbentuk sedangkan pada analisis total asam tertitrasi didasarkan terhadap jumlah titran hasil netralisasi asam oleh NaOH. Hasil analisis total asam tertitrasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis total asam tertitrasi selai belimbing wuluh Formula Nilai total asam tertitrasi (TAT) (%)

A1B1 1.73a

A2B1 1.75a

A3B1 1.78a

A4B1 1.79a

“Notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 0.05)

Secara umum dilihat dari tabel 5 nilai total asam belimbing wuluh mengalami peningkatan dengan semakin lamanya waktu fermentasi. Namun hal tersebut bertolakbelakang dengan nilai pH yang dihasilkan. Semakin lama waktu fermentasi secara umum nilai pH akan mengalami peningkatan sehingga seharusnya nilai total asam diperoleh semakin menurun. Sementara hasil nilai total asam tertitrasi mengalami peningkatan. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya prinsip dari kedua analisis ini objek yang diukur berbeda. Pada metode pH meter yang terhitung adalah ion H+ yang berasal dari semua asam baik organik maupun non organik, sementara pada proses ini terjadi pula proses fermentasi asam laktat. Asam laktat merupakan asam lemah yang tidak mengalami pengionan

(28)

sempurna, pengionan yang terjadi pada asam lemah berdasarkan konstanta disosiasi (ionisasi) asam. Sedangkan pada analisis total asam tertitrasi didasarkan terhadap jumlah titran hasil netralisasi asam khususnya asam organik oleh NaOH. Titrasi dilakukan sampai pH asam menjadi netral, dengan demikian nilai analisis total asam tidak sama dengan nilai analisis pH (Kurnia 1992).

Hasil analisis total asam tertitrasi pada Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi total asam yang dihasilkan semakin meningkat, walaupun demikian hasil pengolahan dengan ANOVA menunjukkan bahwa peningkatan total asam tersebut tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Hasil nilai total asam tertitrasi secara berturut-turut adalah 1.75%, 1.78% dan 1.79% dari dua hari sampai empat hari fermentasi. Peningkatan ini disebabkan semakin lama waktu fermentasi semakin banyak bakteri asam laktat yang terbentuk sehingga meningkatkan jumlah asam yang dibentuk. Namun jika dibandingkan dengan nilai total asam pada buah belimbing segar (Tabel 2) selai yang dihasilkan mengalami penurunan total asam. Terjadinya penurunan tersebut antara lain diakibatkan oleh penguapan sebagian asam organik selama pemasakan selai secara langsung pada asam yang bersifat volatil maupun secara tidak langsung saat asam organik mula-mula larut dalam cairan bahan kemudian ikut menguap bersama dengan menguapnya cairan bahan.

Warna dengan Chromameter

Warna selai buah yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia No 01-3746-2008adalah normal. Analisis warna selai secara organoleptik (subjektif) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95% (Tabel 8), walaupun demikian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan terhadap masing-masing perlakuan perlu diadakannya analisis warna secara objektif dengan alat Chromameter. Alat Chromameter menggunakan sistem notasi warna Hunter yaitu sistem L, a, dan b Hunter.

Nilai notasi L menunjukkan nilai kecerahan dari produk dengan rentang nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Notasi a memiliki rentang nilai antara -100 sampai +100, nilai negative pada notasi a menunjukkan warna hijau sedangkan nilai positif a menunjukkan warna merah. Sementara untuk notasi b memiliki rentang nilai antara -70 sampai +70, nilai b negative menunjukkan warna biru sedangkan nilai b positive menunjukkan warna kuning. Pada analisis warna secara objektif formula yang dianalisis hanya formula terpilih saat uji ranking hedonik karena dari keempat formula tersebut yang akan dipilih menjadi satu formula yang paling banyak diminati. Hasil dari pengukuran warna dengan chromameter dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil pengukuran warna dengan chromameter

(29)

Secara umum warna selai yang dihasilkan dari keempat formula adalah merah kekuningan dengan tingkat kecerahan yang cukup. Nilai L atau tingkat kecerahan dari selai pada Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95% yang artinya bahwa secara objektif warna selai untuk setiap perlakuan memang terdapat perbedaan. Hasil ini sesuai dengan hasil yang diperoleh secara subjektif yang menyatakan bahwa keempat selai tersebut memiliki warna yang berbeda (Tabel 8). Dari keempat formula tingkat kecerahan tertiggi terdapat pada formula A3B1 yaitu perlakuan waktu fermentasi tiga hari dengan komposisi buah dan gula 55:45 dengan nilai L sebesar 25.36. Akan tetapi jika dibandingkan dengan hasil pengujian warna secara subjektif terdapat perbedaan hasil yaitu warna selai yang cenderung diminati oleh panelis adalah formula A1B1 (Tabel 8). Hal tersebut bukan berarti salah karena pada uji secara subjektif berdasarkan atas kesukaan dari masing-masing panelis sedangkan uji secara objektif berdasarkan hasil pengolahan suatu alat pengukuran warna. Oleh karena itu selai yang cenderung diminati secara organoleptik adalah selai yang memiliki tingkat kecerahan yang paling rendah atau warna yang paling gelap. Hal tersebut dapat dikarenakan pada pemikiran panelis warna yang gelap menandakan rasa yang lebih manis dan kuat.

Analisis Organoleptik Selai Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L.)

Analisis organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik atau metode uji afektif. Uji ini digunakan untuk menentukan derajat kesukaan suatu produk. Pada analisis ini terdiri dari dua tahap yaitu uji ranking hedonik dan selanjutnya uji rating hedonik. Hasil uji ranking hedonik menunjukkan formula dengan komposisi B1 menjadi formula terpilih untuk diuji rating hedonik. Hal ini berdasarkan ranking yang diperoleh dan komposisi B1 yang lebih ekonomis karena penambahan gulanya paling sedikit. Hasil uji ranking hedonik dapat dilihat pada Tabel 7 dan pada Lampiran 4.

Tabel 7 Hasil uji ranking hedonik selai belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) Formula

Ranking Waktu fermentasi Komposisi buah:gula

A1

(30)

Hasil data uji ranking diatas diperoleh dari pengolahan data menggunakan analisis Chi-square (friedman) dengan program SPSS 17.0. Pengolahan data ini digolongkan berdasarkan waktu fermentasi dengan komposisi buah:gula yang berbeda-beda. Hasil perhitungan SPSS yang menunjukkan nilai Asymp. Sig dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi 0.05. Jika nilainya < 0.05 maka disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata diantara ketiga produk yang diperingkat pada taraf nyata 5% atau pada taraf kepercayaan 95%, begitu pula sebaliknya.

Tabel 7 menunjukkan bahwa pada formula kontrol atau tanpa fermentasi, waktu fermentasi tiga hari dan waktu fermentasi empat hari menghasilkan ranking yang tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%, sehingga formula yang dipilih adalah yang menggunakan jumlah penambahan gula paling sedikit pada masing-masing perlakuan waktu fermentasi. Sementara itu pada formula dengan waktu fermentasi dua hari menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada kepercayaan 95% dan hasil menunjukkan bahwa jumlah penambahan gula paling sedikit yang memiliki urutan pertama. Pemilihan komposisi penambahan gula yang paling sedikit selain karena memiliki hasil ranking yang tertinggi juga karena lebih ekonomis. Dengan demikian pada tahap uji ranking hedonik ini telah dihasilkan empat formula yang terdiri dari satu formula setiap perlakuan waktu fermentasi dan kontrol.

Tahapan selanjutnya adalah uji rating hedonik, pada uji ini panelis tidak boleh membandingkan antar sampel hanya memberikan penilaian intensitas berdasarkan parameter yang diukur. Pengolahan uji rating ini menggunakan program SPSS 17.0 dengan analisis ragam (ANOVA). Hasil uji rating hedonik dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil uji rating hedonik selai belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.)

Formula Warna Aroma Tekstur Daya oles Rasa Overall

A1B1 5.44a 4.54a 4.54a 4.98a 4.53a 4.78a A2B1 4.77b 4.46a 4.70a 5.04a 4.40a 4.77a A3B1 4.68b 4.74a 4.77a 5.00a 4.84ab 4.77a A4B1 5.11ab 4.76a 5.03a 5.48a 5.29b 5.40b “Notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 0.05)

(31)

selai berbeda (Tabel 6). Visualisasi dari keempat formula selai dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Visualisasi selai A4B1, A3B1, A2B1 dan A1B1 secara berurutan dari kiri ke kanan.

Secara umum aroma selai buah yang diterima oleh hidung adalah aroma yang terkesan manis dicampur asam. Hal tersebut karena selai komposisi utamanya terbuat dari campuran buah dengan gula. Aroma yang dihasilkan pada selai belimbing wuluh secara organoleptik memiliki rentang nilai rating pada 4.46 hingga 4.76 yang termasuk dalam katagori netral sampai agak suka. Keempat formula selai belimbing wuluh ini tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% sehingga tidak dilanjutkan uji lanjut Duncan. Tujuan dari diperlakukannya proses fermentasi sebelum diolah menjadi selai untuk memperbaiki aroma dari selai. Hal ini tidak sesuai dengan harapan karena pada kenyataannya proses fermentasi tidak berpengaruh pada aroma selai yang dihasilkan. Walaupun demikian aroma selai belimbing wuluh yang terbentuk masih dapat diterima secara organoleptik oleh masyarakat.

Tekstur dan daya oles pada selai merupakan faktor yang cukup penting pada selai. Karena pada umumnya orang mengkonsumsi selai bersamaan dengan roti yang tentunya terjadi proses pengolesan. Daya oles yang lemah atau rendah menandakan bahwa tekstur dari selai terlalu keras begitu juga sebaliknya. Nilai rating tekstur dan daya oles yang dihasilkan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Namun secara umum tekstur dan daya oles dari selai belimbing wuluh dapat diterima dengan baik dan termasuk katagori netral sampai suka. Karena pada dasarnya proses fermentasi buah belimbing wuluh tidak diharapkan mempengaruhi kualitas tekstur dan daya oles dari selai yang dihasilkan supaya hasilnya sama dengan tekstur dan daya oles selai pada umumnya.

Rasa merupakan salah satu sensori terpenting dalam penerimaan suatu produk pangan. Senyawa cita rasa pada produk pangan dapat memberikan stimulir pada indra penerimaan lainnya saat pengecapan (Winarno 1997). Proses fermentasi buah sebelum diolah menjadi selai bertujuan salah satunya untuk memperbaiki citarasa dari selai yang dihasilkan. Nilai uji rating hedonik rasa selai belimbing wuluh (Tabel 8) berkisar pada 4.40 hingga 5.29 dengan katagori netral sampai suka. Analisis uji rating hedonik selai ini berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%, sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa formula A2B1, A1B1, dan A3B1 tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%, namun berbeda nyata dengan formula A4B1. Sementara formula A4B1 dan A3B1 tidak berbeda nyata akan tetapi

(32)

berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% dengan formula A1B1 dan A2B1. Dilihat dari nilai ratingnya formula A4B1 memilki nilai yang paling tinggi yang artinya selai dengan perlakuan fermentasi empat hari dan komposisi perbandingan buah gula 55:45 cenderung mempunyai rasa yang lebih disukai. Sehingga dapat dikatakan juga bahwa proses fermentasi buah berpengaruh terhadap rasa yang dihasilkan pada selai belimbig wuluh dan tujuan dari proses fementasi pada penelitian dapat tercapai.

Secara keseluruhan selai belimbing wuluh dapat diterima, dilihat dari hasil organoleptik yang diperoleh pada Tabel 8. Nilai uji rating hedonik secara keseluruhan berkisar antara 4.77 hingga 5.40 dengan katagori netral sampai suka. Hasil analisis yang menggunkan SPSS tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95% terhadap penerimaan selai belimbing wuluh secara keseluruhan. Karena terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 5) yang menyatakan bahwa formula A1B1, A2B1 dan A3B1 berbeda nyata dengan formula A4B1 pada taraf kepercayaan 95%. Selain itu kecenderungan penerimaan selai secara keseluruhan lebih kepada formula A4B1 yang terlihat dari nilai rating yang diperoleh yaitu 5.40. Oleh karena itu secara umum proses fermentasi berpengaruh terhadap penerimaan selai belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) secara keseluruhan dan selai ini dapat diterima dengan baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Proses fermentasi buah belimbing wuluh sebelum diolah menjadi selai mampu memperbaiki citarasa secara organoleptik, namun proses fermentasi ini tidak mampu memperbaiki aroma yang dihasilkan dari selai. Selain itu penggunaan penambahan gula dalam proses pembuatan selai belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi. L.) juga dapat dikurangi komposisinya dari formula umum yang biasa digunakan. Hasil organoleptik pada citarasa, selai dengan formula A4B1 (perlakuan waktu fermentasi empat hari dan komposisi buah gula 55:45) merupakan selai yang cenderung lebih disukai. Hasil yang sama juga terlihat pada hasil organoleptik secara keseluruhan bahwa formula A4B1 yang paling cenderung disukai. Selain itu selai belimbing wuluh ini sudah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh SNI maupun penelitian terdahulu tentang selai secara analisis kimia dan analisis fisik.

Saran

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Ashari S. 1995. Hortikultura. Aspek Budidaya. Jakarta (ID): UI Press

Astawan M. Koswara S. Herdiani F. 2004. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pangan pada Selai dan Dodol. Jurnal Teknol. dan Indusrti Pangan. 15(1):61-69.

Belitz H D dan W Grosch. 1999. Food Chemistry Second Edition. Berlin : Springer-Verlag.

Buckle K A. R A Edwards. G H Fleet & Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta (ID): UI Press

Coultate T P. 1989. Food : The Chemistry of Its Component. Second Edition. Chambridge: The Royal Society of Chemistry.

Daulay D dan A Rahman. 1989. Teknologii Fermentasi Sayuran dan Buah-buahan. Bogor (ID): Laboratorium Mikrobiologi Pangan PAU.

Desrosier W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. M Muljohardjo, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Food Preservation Technology.

Kurnia S I. 1992. Pengaruh Penambahan Kultur Bakteri dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Pikel Jahe. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Lilaharta I N. 2005. Studi Pemanfaatan Kulit Jeruk Lemon (Citrus medica Var. Lemon) Menjadi Selai. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Lingga P. 1990. Bertanam Belimbing. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Mc William M. 2001. Food Experimental Perspective. Fourth Edition. New Jersey : Prentice Hall.

Muchtadi D. 1997. Pengolahan Hasil Pertanian II Nabati. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Pertanian. FATETA. IPB

Peterson M S. 1977. Pickles. Di dalam Desrosier N W. (eds). Element of Food Technology. Westport Connecticut : AVI Publ. Co. Inc.

Potter N N. Hotchkiss J H.1995. Food Science. Fifth Edition. New York : Chapman & Hall.

Ranganna S. 1977. Manual of Food Analysis of Fruit and Vegetables Product. New Delhi : Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited

Rankin W M. Hildreth E M. 1976. Food and Nutrition. London : Mills and Bopn, Ltd.

Risfahari. 1988. Pembuatan Pikel Jahe. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah.

Sastrapradja S. 1977. Buah-buahan. Proyek Sumberdaya Ekonomi Lembaga Biologi Nasional. Bogor (ID): LIPI.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2008. Departemen Peridustrian SNI 01-3746-2008 tentang Selai Buah. Jakarta (ID) : BSN

Streinkraus K H. 1985. Handbook of Indigenous Fermented Food. New York and Basel: Marcel Dekker, Inc.

Sugandi S. 1981. Mempelajari Pembuatan Minuman Sari Jahe (Zingiber officinale Roscoe) dan Pengaruh terhadap Mutunya selama Penyimpanan. Karya Ilmiah. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor Suliawati S. 1991. Mempelajari Pengaruh Penambahan CaCl2, Kadar Garam dan

(34)

Tohir Kasalan A. 1981. Pedoman Bercocok Tanam Pohon Buah-Buahan. Jakarta (ID): Pradnya Paramita

Vaughn. 1982. Lactic Acid Fermentation of Cabbage, Cucumber, Olives and Other Product. In Prescott and Dunns Industrial Microbiology. Fourth editions. Texas : AVI Publishing Co.

Whistler R L. James N B. 1973. Industrial Gums : Polysaccharides and Their Derivatives Second Edition. New York: Academic Press.

Winarno F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka. Woodroof J G dan B S Luh.. 1975. Commercial Fruit Processing. Westport

(35)

Lampiran 1 Lembar kuisioner uji organoleptik

Kuisioner Uji Ranking Hedonik

Nama : Tanggal:

Sampel : Selai Belimbing Wuluh Instruksi:

Dihadapan Anda terdapat tiga sampel selai belimbing wuluh. Anda diminta untuk membandingkan secara keseluruhan terhadap ketiga sampel. Cicipilah masing-masing sampel berurutan dari paling kiri ke kanan. Rasakan secara keseluruhan. Kemudian berilah penilaian dengan mengurutkan dari yang paling Anda sukai (tulis angka 1 pada kolom Ranking) hingga yang paling tidak Anda sukai (tulis angka 4 pada kolom Ranking). Anda diperbolehkan mencicip ulang sampel-sampel tersebut sebelum Anda memeberikan penilaian.

Kode Ranking

Komentar :

……… ……… ……… ………

(36)

Lampiran 1. Lembar kuisioner uji organoleptik (lanjutan) Kuisioner Uji Rating Hedonik

Nama : tanggal :

Sampel : Selai belimbing wuluh Instruksi :

1. Dihadapan Anda terdapat 4 sampel selai belimbing wuluh di cawan dan 4 sampel diatas roti.

2. Lakukan penilaian terhadap WARNA, AROMA DAN TEKSTUR pada sampel yang dicawan (satu persatu) dari kiri ke kanan. Dan jangan membandingkan antar sampel.

3. Tuliskan respon Anda terhadap sampel yang diuji dengan memberi tanda √

(centang) pada kolom dibawah kode contoh.

4. Selanjutnya untuk sampel di atas roti lakukan penilaian terhadap RASA DAN DAYA OLES satu persatu dari kiri ke kanan dan jangan membandingkan antarsampel.

5. Tuliskan respon Anda pada kolom dibawah kode contoh dan tuliskan juga respon Anda secara keseluruhan terhadap masing-masing sampel.

6. Lakukan hal yang sama sampai seluruh sampel uji selesai dinilai.

(37)
(38)

Kriteria : Over all ( secara keseluruhan) Penilaian

(Over All)

Kode Contoh

Sangat suka Suka Agak suka Netral

Agak tidak suka Tidak suka

Sangat tidak suka

Komentar :

……… ……… ……… ………

(39)

Lampiran 2 Skor uji ranking hedonik selai belimbing wuluh Uji ranking terhadap kontrol

Panelis Skor

A1B1 A1B2 A1B3

1 3 1 2

2 1 2 3

3 3 2 1

4 3 2 1

5 1 2 3

6 2 3 1

7 1 2 3

8 3 2 1

9 1 2 3

10 1 2 3

11 2 1 3

12 3 2 1

13 1 2 3

14 1 3 2

15 3 1 2

16 3 2 1

17 3 1 2

18 2 3 1

19 2 1 3

20 2 1 3

21 2 1 3

22 2 1 3

23 2 3 1

24 3 2 1

25 2 3 1

26 1 2 3

27 3 2 1

28 1 2 3

29 2 3 1

30 3 2 1

Total 62 58 60

(40)

Lampiran 2 Skor uji ranking hedonik selai belimbing wuluh (lanjutan) Uji ranking terhadap waktu fermentasi dua hari

Panelis Skor

A2B1 A2B2 A2B3

1 1 2 3

2 1 2 3

3 3 1 2

4 3 1 2

5 2 1 3

6 2 1 3

7 2 1 3

8 1 2 3

9 2 1 3

10 1 3 2

11 1 3 2

12 1 3 2

13 2 3 1

14 1 2 3

15 1 2 3

16 1 2 3

17 2 1 3

18 1 3 2

19 2 3 1

20 1 3 2

21 2 1 3

22 1 2 3

23 2 3 1

24 2 3 1

25 2 3 1

26 2 1 3

27 1 2 3

28 1 3 2

29 2 3 1

30 3 1 2

Total 49 62 69

(41)

Lampiran 2 Skor uji ranking hedonik selai belimbing wuluh (lanjutan) Uji ranking terhadap waktu fermentasi tiga hari

Panelis Skor

A3B1 A3B2 A3B3

1 1 2 3

2 3 1 2

3 3 2 1

4 3 1 2

5 3 1 2

6 2 1 3

7 2 1 3

8 3 2 1

9 3 2 1

10 2 1 3

11 1 2 3

12 1 2 3

13 1 2 3

14 1 2 3

15 3 2 1

16 1 3 2

17 1 2 3

18 2 1 3

19 1 2 3

20 2 1 3

21 3 2 1

22 1 2 3

23 3 2 1

24 1 3 2

25 2 1 3

26 2 3 1

27 2 3 1

28 2 1 3

29 2 1 3

30 3 2 1

Total 60 53 67

(42)

Lampiran 2 Skor uji ranking hedonik selai belimbing wuluh (lanjutan) Uji ranking terhadap waktu fermentasi empat hari

Panelis Skor

A4B1 A4B2 A4B3

1 2 3 1

2 1 2 3

3 3 1 2

4 2 1 3

5 2 3 1

6 1 2 3

7 3 1 2

8 1 2 3

9 3 2 1

10 3 1 2

11 1 3 2

12 2 1 3

13 1 3 2

14 3 1 2

15 2 3 1

16 3 2 1

17 2 1 3

18 1 2 3

19 2 3 1

20 3 1 2

21 2 1 3

22 1 2 3

23 2 1 3

24 1 3 2

25 3 1 2

26 2 3 1

27 3 2 1

28 1 2 3

29 2 1 3

30 1 3 2

Total 59 57 64

(43)

Lampiran 3 Skor uji rating hedonik selai belimbing wuluh Uji rating formula A1B1

(44)

Panelis Skor

Warna Aroma Tekstur Daya Oles Rasa Overall

43 5 3 2 3 5 4

44 6 6 4 7 7 6

45 6 3 2 6 3 3

46 7 3 6 4 3 6

47 3 2 2 3 2 3

48 6 5 6 5 5 5

49 6 2 5 5 4 2

50 6 6 6 3 6 6

51 4 6 6 6 5 6

52 6 3 6 7 6 6

53 6 4 5 4 2 4

54 6 6 3 6 6 6

55 3 4 5 6 6 5

56 6 4 2 2 7 7

57 2 2 6 6 6 6

58 7 5 5 7 2 6

59 5 2 5 7 6 3

60 6 3 6 6 3 3

61 6 4 2 6 5 6

62 7 6 5 7 4 5

63 2 7 3 3 3 3

64 6 5 1 4 6 4

65 6 6 4 6 5 5

66 2 6 6 3 2 2

67 3 2 2 2 3 2

68 7 5 4 4 6 6

69 6 6 6 6 2 5

70 7 6 5 5 6 6

Total 381 318 318 349 317 335

(45)

Lampiran 3 Skor uji rating hedonik selai belimbing wuluh (lanjutan) Uji rating formula A2B1

(46)

Panelis Skor

Warna Aroma Tekstur Daya Oles Rasa Overall

43 6 3 5 3 1 2

44 6 6 6 6 6 6

45 3 5 6 3 5 5

46 3 6 2 7 2 4

47 6 6 6 6 6 6

48 3 2 5 5 5 6

49 6 2 5 2 2 2

50 5 7 5 6 4 4

51 4 5 4 2 2 3

52 5 5 6 6 5 5

53 2 5 4 6 3 4

54 6 6 2 3 4 5

55 5 6 7 5 5 5

56 5 2 4 2 6 6

57 2 6 6 6 6 6

58 6 5 3 6 5 5

59 6 5 7 6 7 7

60 6 6 6 6 5 5

61 6 4 2 5 6 6

62 6 6 7 5 7 7

63 3 4 3 3 3 2

64 3 2 4 1 3 2

65 6 6 6 6 5 6

66 1 6 7 7 5 5

67 4 1 5 4 4 4

68 6 4 4 5 3 5

69 6 3 6 5 2 4

70 5 6 3 3 3 5

Total 334 312 329 353 308 334

(47)

Lampiran 3 Skor uji rating hedonik selai belimbing wuluh (lanjutan) Uji rating formula A3B1

(48)

Panelis Skor

Warna Aroma Tekstur Daya Oles Rasa Overall

43 6 2 2 4 2 3

44 6 6 6 6 6 6

45 3 5 3 3 6 5

46 2 7 3 2 4 2

47 5 5 5 6 5 6

48 4 4 6 6 6 6

49 6 2 4 5 3 2

50 5 7 6 5 6 7

51 4 6 4 6 6 6

52 6 5 6 5 6 6

53 4 5 3 5 5 6

54 5 6 4 5 3 4

55 5 4 7 7 6 6

56 5 2 6 6 6 6

57 6 6 6 2 6 7

58 7 5 3 7 7 6

59 6 5 6 3 6 6

60 6 5 6 6 3 3

61 5 4 3 5 6 7

62 6 6 5 6 6 6

63 6 4 7 6 6 6

64 3 4 4 2 5 3

65 5 6 6 5 4 4

66 7 6 7 4 3 4

67 6 4 4 6 7 7

68 6 5 6 3 4 4

69 5 2 7 5 1 3

70 3 3 2 3 6 3

Total 328 332 334 350 339 334

(49)

Lampiran 3 Skor uji rating hedonik selai belimbing wuluh (lanjutan) Uji rating formula A4B1

(50)

Panelis Skor

Warna Aroma Tekstur Daya Oles Rasa Overall

43 6 5 4 6 2 5

44 6 6 4 7 7 6

45 5 6 5 6 6 6

46 6 4 2 2 7 6

47 6 3 5 6 6 6

48 2 2 6 6 5 5

49 6 2 5 7 4 3

50 6 7 6 6 5 6

51 4 3 6 6 3 4

52 5 3 5 6 3 4

53 5 4 6 3 6 5

54 6 5 3 6 6 6

55 6 5 6 6 5 5

56 5 2 3 6 6 6

57 7 2 6 6 6 6

58 6 4 2 6 7 6

59 7 6 2 5 3 5

60 6 6 6 6 7 7

61 6 5 2 6 6 6

62 6 7 6 7 7 6

63 5 7 3 7 6 7

64 5 4 5 3 5 5

65 7 6 7 6 7 6

66 7 6 7 6 3 4

67 5 6 6 5 6 6

68 6 4 3 5 6 6

69 6 2 6 6 2 5

70 5 6 3 5 6 6

Total 358 333 352 384 370 378

(51)

Lampiran 4 Hasil uji statistik skor organoleptik dengan analisis Chi-square

variable: waktu fermentasi dua hari

Mean Rank

A2B1 1.63

A2B2 2.07

A2B3 2.30

Ranks

variable: waktu fermentasi tiga hari

Mean Rank

A3B1 2.00

A3B2 1.77

A3B3 2.23

Ranks

variable: waktu fermentasi tiga hari

Mean Rank

variable: waktu fermentasi dua hari

N 30

variable: waktu fermentasi tiga hari

N 30

variable: waktu fermentasi tiga hari

N 30

Chi-Square .867

Df 2

Asymp. Sig. .648

(52)

Lampiran 5 Hasil analisis ragam dan uji lanjut skor organoleptik dengan ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:WARNA

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 7261.961a 73 99.479 56.411 .000

PANELIS 226.746 69 3.286 1.863 .000

SAMPEL 25.211 3 8.404 4.765 .003

Error 365.039 207 1.763

Total 7627.000 280

a. R Squared = .952 (Adjusted R Squared = .935)

WARNA

Uji lanjut Duncan

SAMPEL N

Subset

1 2

A3B1 70 4.6857

A2B1 70 4.7714

A4B1 70 5.1143 5.1143

A1B1 70 5.4429

Sig. .072 .145

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:AROMA

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 6321.389a 73 86.594 75.439 .000

PANELIS 327.375 69 4.745 4.133 .000

SAMPEL 4.639 3 1.546 1.347 .260

Error 237.611 207 1.148

Total 6559.000 280

(53)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:DAYA_OLES

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 7562.029a 73 103.589 53.881 .000

PANELIS 185.371 69 2.687 1.397 .038

SAMPEL 12.029 3 4.010 2.086 .103

Error 397.971 207 1.923

Total 7960.000 280

a. R Squared = .950 (Adjusted R Squared = .932)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:RASA

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 6761.143a 73 92.618 52.260 .000

PANELIS 372.943 69 5.405 3.050 .000

SAMPEL 32.643 3 10.881 6.140 .001

Error 366.857 207 1.772

Total 7128.000 280

a. R Squared = .949 (Adjusted R Squared = .930)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:TEKSTUR

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 6701.861a 73 91.806 56.705 .000

PANELIS 347.218 69 5.032 3.108 .000

SAMPEL 8.611 3 2.870 1.773 .153

Error 335.139 207 1.619

Total 7037.000 280

(54)

OVERALL

Uji lanjut Duncan

SAMPEL N

Subset

1 2

A3B1 70 4.7714

A2B1 70 4.7714

A1B1 70 4.7857

A4B1 70 5.4000

Sig. .948 1.000

RASA

Uji lanjut Duncan

SAMPEL N

Subset

1 2

A2B1 70 4.40

A1B1 70 4.53

A3B1 70 4.84 4.84

A4B1 70 5.29

Sig. .063 .050

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:OVERALL

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 7039.689a 73 96.434 65.382 .000

PANELIS 207.961 69 3.014 2.043 .000

SAMPEL 20.439 3 6.813 4.619 .004

Error 305.311 207 1.475

Total 7345.000 280

(55)

Lampiran 6 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pH selai belimbing wuluh

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: pH

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 403.202a 12 33.600 91463.699 .000

Waktu .318 3 .106 288.550 .000

Komposisi .032 2 .016 42.941 .000

Waktu * Komposisi .042 6 .007 19.259 .000

Error .013 36 .000

Total 403.216 48

Ph

Uji Lanjut Duncana,,b

Waktu N

Subset

1 2 3 4

1 12 2.7700

2 12 2.8867

4 12 2.9442

3 12 2.9867

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Ph

Uji Lanjut Duncana,,b

Komposisi N

Subset

1 2

1 16 2.8781

2 16 2.8794

3 16 2.9331

(56)

Lampiran 7 Hasil analisis ragam dan uji lanjut total padatan terlarut selai belimbing wuluh

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Total Padatan Terlarut

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 239110.875a 12 19925.906 54653.914 .000

Waktu 53.729 3 17.910 49.124 .000

Komposisi 45.094 2 22.547 61.843 .000

Waktu * Komposisi 16.865 6 2.811 7.710 .000

Error 13.125 36 .365

Total 239124.000 48

TPT

Uji Lanjut Duncana,,b

Waktu N

Subset

1 2

4 12 69.7917

1 12 69.8750

3 12 70.2083

2 12 72.3750

Sig. .118 1.000

TPT

Uji Lanjut Duncana,,b

Komposisi N

Subset

1 2 3

1 16 69.5000

2 16 70.3438

3 16 71.8438

(57)

Lampiran 8 Hasil analisis ragam dan uji lanjut daya oles selai belimbing wuluh

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Daya Oles

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 59054.997a 12 4921.250 16364.769 .000 Waktu 11.703 3 3.901 12.972 .000 Komposisi .336 2 .168 .558 .575 Waktu * Komposisi 12.478 6 2.080 6.915 .000 Error 18.043 60 .301

Total 59073.040 72

Daya Oles

Uji Lanjut Duncana,,b

Waktu N

Subset

1 2

2 18 28.0778

4 18 28.4278

3 18 28.9444

1 (control) 18 29.0833

(58)

Lampiran 9 Hasil analisis ragam dan uji lanjut kadar air selai belimbing wuluh

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Kadar Air

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 26040.489a 12 2170.041 470.406 .000 Waktu 68.106 3 22.702 4.921 .006 Komposisi 140.026 2 70.013 15.177 .000 Waktu * Komposisi 26.061 6 4.343 .942 .478 Error 166.072 36 4.613

Total 26206.562 48

Kadar Air

Uji Lanjut Duncana,,b

Waktu N

Subset

1 2 3

2 12 21.7442

3 12 22.3933 22.3933

1 12 23.8233 23.8233

4 12 24.7867

Sig. .464 .112 .279

Kadar Air

Uji Lanjut Duncana,,b

Komposisi N

Subset

1 2

3 16 21.5931

2 16 22.4119

1 16 25.5556

(59)

Lampiran 10 Hasil analisis ragam dan uji lanjut aw selai belimbing wuluh

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Aw

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 24.600a 12 2.050 5150.856 .000 Waktu .007 3 .002 6.124 .002 Komposisi .005 2 .003 6.714 .003 Waktu * Komposisi .003 6 .001 1.360 .257 Error .014 36 .000

Total 24.615 48

Aw Uji Lanjut Duncana,,b

Waktu N

Subset 1 2

3 12 .7026

2 12 .7066

1 12 .7193 .7193 4 12 .7342

Sig. .058 .077

Aw Uji Lanjut Duncana,,b

Komposisi N

Subset

1 2

3 16 .7007

2 16 .7228

1 16 .7235

(60)

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Diagram alir pembuatan pikel belimbing wuluh
Gambar 2 Diagram alir pembuatan selai belimbing wuluh
Gambar 3 Nilai pH selai belimbing wuluh
Gambar 4 Nilai total padatan terlarut selai belimbing wuluh
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap kadar asam asetat, total asam, kadar alkohol, total gula dan total padatan

Diagram Asam Titrasi buah tomat setelah aplikasi ekstrak Daun Belimbing Wuluh dan perlakuan Tanpa Pelapisan selama 25 hari pengamatan.. Laju Diagram Asam

Penambahan sari belimbing wuluh ke dalam sirup dapat meningkatkan nilai gizi sirup karena belimbing wuluh merupakan bahan pangan bergizi yang banyak mengandung asam-asam

Faktor lain yang dapat mempengaruhi tidak terjadinya penurunan kadar kolesterol total adalah waktu atau durasi pemberian yang kurang lama yaitu hanya dilakukan 14 hari

Faktor lain yang dapat mempengaruhi tidak terjadinya penurunan kadar kolesterol total adalah waktu atau durasi pemberian yang kurang lama yaitu hanya dilakukan 14

Pelayuan merupakan proses awal dalam pembuatan asam sunti, ada dua cara pelayuan yang berkembang di masyarakat yaitu dengan penjemuran langsung belimbing wuluh

Faktor lain yang dapat mempengaruhi tidak terjadinya penurunan kadar kolesterol total adalah waktu atau durasi pemberian yang kurang lama yaitu hanya dilakukan 14

Dari Gambar 4 juga dapat dilihat bahwa perbedaan konsentrasi dari karagenan yang ditambahkan tidak mempengaruhi total padatan dari minuman jelly belimbing wuluh yang