• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PEMBUATAN MINUMAN JELLY BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN DAN SUBSTITUSI HIGH FRUCTOSE SYRUP (HFS) ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PEMBUATAN MINUMAN JELLY BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN DAN SUBSTITUSI HIGH FRUCTOSE SYRUP (HFS) ABSTRACT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEMBUATAN MINUMAN JELLY BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN

DAN SUBSTITUSI HIGH FRUCTOSE SYRUP (HFS) A. Herry Cahyana1', Hardoko2', Fendy Setiawan3'

ABSTRACT

Belimbing wuluh is one high in vitamin and mineral that believed to have some medicine function. This research observes the effect of the additional carrageen an with different concentration and the substitution of HFS which added in belimbing wuluh jelly juice. The belimbing wuluh jelly juices were chemically, physically, and sensory evaluated. The result shows that belimbing wuluh jelly juice with sucrose plus 0,15% carrageenan and belimbing wuluh jelly juice with HFS plus 0,20% carrageenan are the most preferable by the panelist. The product's viscosity depends on the carrageenan's concentration and the type of sweeteners. The type of sweeteners also affects the total solid content and water content. The belimbing wuluh jelly juice contains 52-56 mg vitamin C per 100 g sample.

Keywords: Belimbing wuluh, Minuman jelly, Karagenan, HFS

PENDAHULUAN

Dalam pembuatan jelly juice, gel yang terbentuk akan sangat mem-pengaruhi mutu dan jelly juice yang dihasilkan (Nelson, 1980). Pembentukan gel ini dipengaruhi oleh adanya senyawa hidrokoloid. Beberapa jenis buah-buahan memiliki kandungan pektin yang cukup rendah, apabila buah-buah-buahan ini digunakan sebagai bahan baku pembuatany'e//y maka diperlukan penambahan bahan pengental atau hidrokoloid, seperti karagenan (Gliksman, 1983).

Belimbing wuluh memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi, serta memiliki fungsi lain yang bermanfaat bagi kesehatan manusia (Achyad et al, 2000, Rukmana.1995). Saat ini, pemanfaatan belimbing wuluh masih dapat dikatakan sangat sedikit, karena adanya rasa asam yang tinggi. Untuk memper-luas pemanfaatannya, perlu dilakukan pengembangan produk-produk pangan dengan menggunakan belimbing wuluh sebagai bahan bakunya.

1) Dosen tidak tetap Jurusan Teknologi Pangan UPH 2) Dosen tetap Jurusan Teknologi Pangan UPH 3) Alumni Jurusan Teknologi Pangan UPH

(2)

Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk membuat mi-numan jelly belimbing wuluh dengan menggunakan karagenan dan HFS, serta mengetahui penganjh dari substitusi gula dengan HFS temadap mutu organoleptik dari minuman )e//y yang dihasilkan.

METODOLOGI Bahan dan Alat

Bahan-bahan utama yang dibutuhkan dalam penelitian adalah buah be-limbing wuluh diperoleh dari pasar tradisional "Pasar Malabar", Lippo Karawaci. Bahan-bahan penunjang yang dibutuhkan dalam percobaan adalah soda kue, air, /cappa-karagenan, gula pasir dan HFS. Peralatan yang digunakan untuk proses pengolahan adalah juice extractor, neraca, kompor, pisau, talenan, gelas ukur, gelas piala, panci, spatula, dan pengaduk. Dan peralatan yang digunakan untuk analisis adalah pH meter (Metroohm), hand refractometer (Atago), Visco-meter Brookfield R/S RheoVisco-meter, dan alat-alat gelas lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui konsentrasi karagenan yang tepat untuk setiap jenis pemanis yang digunakan dalam pembuatan minuman jelly belimbing wuluh yang sesuai dengan penerimaan konsumen seperti pada

Tabel 1 dan dengan formulasi seperti Tabel 2.

Tabel 1. Perlakuan Minuman Jelly Belimbing Wuluh yang dibuat Pemanis (A) Sukrosa (A1) HFS (A2) Konsentrasi karagenan (%) (B) 0,10 (B1) 0,10 (B1) 0,15 (B2) 0,15 (B2) 0,20 (B3) 0,20 (B3) 0,25 (B4) 0,25 (B4) Adapun rancangan percobaan yang digunakan adalah pola rancangan acak lengkap faktorial 2x4 dengan 4 kali ulangan (Mattjik ef a/, 2000). Prosedur pembuatan dari minuman jelly belimbing wuluh seperti pada Gambar 1. Para-meter yang diamati meliputi pH, viskositas, total padatan terlarut (AOAC, 1995), dan nilai organoleptik.

(3)

Tabel 2. Formulasi Minuman Jelly Belimbing Wuluh Bahan

Sari belimbing wuluh (ml) Air (ml) Soda kue (g) HFS / Sukrosa (g) Karagenan (g) Konsentrasi karagenan (%) 0.10 200 200 1,40 100 0,40 0.15 200 200 1,40 100 0,60 0.20 200 200 1,40 100 0,80 0.25 200 200 1,40 100 1,00 Belimbing wuluh dicuci

Dipotong kedua ujungnya dan dibelah V

Dimasukkan kedalam Juice ekstraktor

V

Sari buah

Ditambah 0.7% (w/V) soda kue hingga pH 3-3.5

V

Diendapkan semalam

V

Sari buah jernih V'

V

Diencerkan dengan air 1:1

V

Ditambah Pemanis (sesuai perlakuan)

y

V

Dipanaskan 70°C (30 menit) Y

Ditambah karagenan sesuai perlakuan v

V Diaduk rata

\.

V

Didinginkan pada suhu ruang \.

V

Minuman jelly belimbing wuluh

(4)

Penelitian lanjutan dilakukan untuk menganalisis dan mempelajari karak-teristik kimia minuman jelly belimbing wuluh yang dibuat berdasarkan sampel terbaik yang diperoleh pada penelitian pendahuluan. Analisis dilakukan ter-hadap pH, viskositas, total padatan, organoleptik dan analisis proksimat (AOAC, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai pH

Sari buah belimbing wuluh yang masih murni, memiliki pH yang sangat asam, yaitu sekitar 1,62. Hal ini menyebabkan perlunya beberapa perlakuan pendahuluan dalam pembuatan minuman jelly belimbing wuluh ini, yaitu pe-nambahan soda kue dan pengenceran dengan air. Pepe-nambahan soda kue ini bertujuan untuk menaikkan pH dari sari buah belimbing wuluh murni. Kenaikan pH dari sari buah ini dapat mengurangi rasa asam dari sari buah belimbing wuluh, serta mendukung kerja dari karagenan yangtetap stabil pada pH 3-3,5 (Chaplin, 2003). Nilai pH dari sari buah ini juga berpengaruh pada pembentukan struktur jelly yang dihasilkan, menurut Imeson (1992), pembentukan jelly membutuhkan derajat keasaman antara pH 2,5 hingga 3,5. Hasil pengukuran nilai pH minuman jelly seperti Gambar 2.

pH 4 , 0 0 3 , 5 0 3 , 0 0 2 , 5 0 2 , 0 0 1,50 1,00 0 , 5 0 3 , 2 3 * 3 , 2 3 * ; • ; i 0 , 1 0 % 3 , 2 2 * 3 . 2 8 * 1 , 1 9 * 3 , 2 1 ! 3 , 2 3 * 3 , 2 4 7 0 , 1 5 % 0 , 2 0 % 0 , 2 5 % K a r a g e n a n • S u k r o s a n H F S

Gambar 2. Nilai pH Minuman Jelly Belimbing Wuluh

Dari Gambar 2 dapat dilihat, bahwa pH rata-rata dari minuman jelly yang dihasilkan berkisar antara 3,19-3,28. Berdasarkan hasil ANOVAterlihat bahwa tidak ada perbedaan nilai pH yang nyata (p > 0,05) dari seluruh sampel minuman jelly belimbing wuluh tersebut. Adanya perbedaan konsentrasi karagenan serta

substitusi HFS sebagai bahan pemanis tidak memberikan pengaruh terhadap pH dari minuman jelly belimbing wuluh yang dihasilkan. Hasil pengukuran pH

(5)

dari minuman y'e//y belimbing wuluh yang dihasilkan tidak berbeda jauh dengan pH dari sari buah belimbing wuluh, yaitu 3,22.

Viskositas

Pada pembuatan minuman y'e//yterjadi peningkatan viskositas dari produk akhir yang dihasilkan, hal ini dikarenakan adanya proses pembentukan gel oleh adanya bahan pengental yang ditambahkan. Hasil pengukuran viskositas dari minuman jelly belimbing wuluh dapat dilihat pada Gambar 3.

5,00 ita s (c p Visko s 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00

j=a

ut 0.9/ 1*f # Z,1f

r

J — i DHFS • Sukrosa 0,10% 0.15% 0,20% Karagenan 0,25%

Gambar 3. Hasil Uji Viskositas Minuman Jelly Belimbing Wuluh

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa viskositas dari minumany'e//y belimbing wuluh yang dihasilkan cenderung mengalami kenaikan sejalan dengan semakin tingginya konsentrasi karagenan yang ditambahkan. Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa sampel dari minuman jelly yang dihasilkan memiliki per-bedaaan viskositas yang nyata (p < 0,05). Diketahui pula bahwa beberapa sampel seperti minuman jelly yang menggunakan HFS dan 0,20% karagenan berbeda nyata dengan sampel lainnya, begitujuga dengan minuman jelly yang menggunakan sukrosa dan 0,15% karagenan. Perbedaan viskositas yang nyata ini selain disebabkan oleh adanya perbedaan konsentrasi karagenan yang ditambahkan, juga disebabkan oleh jenis pemanis yang digunakan.

Pada minuman jelly belimbing wuluh yang menggunakan HFS sebagai pe-manis memiliki tingkat viskositas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan minuman jelly belimbing wuluh yang menggunakan sukrosa. Hal ini terjadi karena High Fructose Syrup (HFS) yang ditambahkan memiliki wujud yang sama dengan sari buah belimbing wuluh, yaitu cair, sehingga HFS tidak memiliki kemampuan untuk mengikat air sama sekali. Sedangkan sukrosa, atau gula pasir, yang ber-wujud kristal-kristal kecil dan padat mempunyai kemampuan untuk mengikat air (Buckle era/., 1987).

(6)

Kemampuan sukrosa mengikat air ini mendukung kerja dari karagenan, sehingga minuman;'e//y belimbing wuluh yang menggunakan sukrosa menjadi lebih tinggi nilai viskositasnya. Perbedaan nilai viskositas dari minuman jelly belimbing wuluh yang menggunakan HFS dengan minuman jelly belimbing wuluh yang menggunakan sukrosa dapat mencapai hampir 2 kali lipat, hal ini terlihat pada minuman jelly belimbing wuluh yang menggunakan karagenan dengan konsentrasi 0,25%.

Konsentrasi karagenan yang digunakan mulai dari 0,1% hingga 0,25%. Pada konsentrasi yang paling rendah, gel yang terbentuk sangat rapuh, bahkan cenderung cair. Hal ini dapat disebabkan karena konsentrasi karagenan terlalu rendah untuk membentuk suatu stuktur 3 dimensi yang kokoh (Glicksman, 1983), sehingga gel yang terbentuk kurang kokoh, bahkan cenderung terlalu rapuh. Pada konsentrasi yang paling tinggi, gel yang terbentuk sangat kokoh dan tidak rapuh. Struktur gel yang terbentuk ini kurang cocok digunakan sebagai struktur minuman jelly, karena kurang rapuh.

Total Padatan Terlarut

Nilai yang didapat dari hasil pengukuran total padatan terlarut ini di-pengaruhi oleh besarnya konsentrasi dari sukrosa atau partikel-partikel lain yang tersuspensi di dalam suatu produk. Hasil dari uji total padatan terlarut ini dapat dilihat dalam bentuk grafik pada Gambar 4.

30,00 £ 25,00 CO j l 20,00 c co 15,00 • o CO - 10,00 1 H 5,00 0,00 HFS • 0 , 1 % 20,90 20,45

l

* '1 )i.» 2C ,4 8' 20,3/ -V»w,,' ,, Pemanis 25,39b 25,58"

I

25 33b h 25,21 Sukrosa |0,15% E0,20% [Uo,25% Gambar 4. Hasil Uji Total Padatan Minuman Jelly Belimbing Wuluh

(7)

Dari Gambar 4 diatas dapat dilihat bahwa minuman jelly belimbing wuluh yang dibuat dengan menggunakan HFS memiliki total padatan lebih rendah jika dibandingkan dengan minumanye///belimbing wuluh yang menggunakan

sukrosa.

Minuman jelly belimbing wuluh yang menggunakan HFS memiliki total pa-datan berkisar antara 20,37-21,9%, sedangkan minumanye///belimbing wuluh yang menggunakan sukrosa memiliki total padatan berkisar antara 25,21 -25,58%. Angka ini meningkat dari total padatan sari buah awal, yaitu sebesar 4%. Berdasarkan hasil analisis ANOVA maka dapat dilihat bahwa sampel minuman jelly yang diuji memiliki perbedaan total padatan yang nyata (p < 0,05) antara minumanye///yang menggunakan HFS dengan minumanye///yang menggunakan sukrosa. Adanya perbedaan nilai total padatan terlarut ini dapat dikarenakan oleh kristal-kristal sukrosa yang akan memberikan total padatan lebih banyak jika dibandingkan dengan HFS yang berbentuk cairan. Meskipun HFS yang digunakan memiliki total padatan terlarut 75,8-76,5, tetapi adanya pengenceran dari sari buah dan air yang ditambahkan menyebabkan adanya penurunan total padatan terlarut pada minuman jelly belimbing wuluh yang dihasilkan (Muchtadi, 1997). Hal ini terjadi pula pada minuman jelly belimbing wuluh yang menggunakan sukrosa. Dari Gambar 4 juga dapat dilihat bahwa perbedaan konsentrasi dari karagenan yang ditambahkan tidak mempengaruhi total padatan dari minuman jelly belimbing wuluh yang dihasilkan, karena setiap sampel yang memakai jenis pemanis yang sama tidak memiliki perbedaan total padatan yang nyata.

Uji Organoleptik Hedonik Penerimaan Keseluruhan

Hasil dari uji organoleptik hedonik kesukaan panelis terhadap penerimaan keseluruhan dari minuman jelly belimbing wuluh dapat dilihat dalam bentuk diagram pada Gambar 5.

6,00 t . 5,00

1

4

'°°

§ 3.00 I 2.00 1.00 0,00 3,64 A 4,00 B ab 5,11 C a 4,56 D Sa be m| 4,61 E >el M 5,50 F a 4,83 G bed 4,94 H CXJ

(8)

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai uji organoleptik hedonik terhadap penerimaan keseluruhan panelis akan minuman jelly belimbing wuluh, berkisar antara 3,64 (agak tidak suka mendekati netral) hingga 5,50 (agak suka mendekati suka). Dua sampel minuman jelly belimbing wuluh yang paling disukai oleh panelis adalah sampel F dan C. Dari hasil analisis ANOVA, menunjukkan bahwa ada perbedaan penerimaan keseluruhan yang nyata dari beberapa sampel minuman jelly yang dihasilkan. Untuk kedua sampel minuman jelly yang terbaik, yaitu sampel F dan C, tidak terdapat perbedaan penerimaan keseluruhan yang nyata. Penerimaan keseluruhan dari sampel F dan C berbeda nyata dengan penerimaan keseluruhan dari sampel A dan B. Perbedaan penerimaan ke-seluruhan yang nyata dari sampel-sampel tersebut dipengaruhi oleh perbedaan tingkat kesukaan panelis akan beberapa faktor, seperti penampakan dari mi-numan jelly, kekentalan dari mimi-numan jelly, warna mimi-numan jelly, rasa, aroma, serta faktor-faktor lain yang ada pada minuman jelly belimbing wuluh tersebut. Adanya perbedaan jenis pemanis serta perbedaan konsentrasi karagenan yang ditambahkan juga mempengaruhi penerimaan keseluruhan dari minumany'e//y belimbing wuluh yang dihasilkan.

Tabel 3. Hasil Analisis Proksimat Parameter Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat by difference (%) Sampel C 88,29 0,29 0,27 0,43 10,72 Sampel F 81,12 0,26 0,29 0,49 17,84

Dari hasil analisis kadar air pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa minuman jelly belimbing wuluh yang menggunakan HFS dengan 0,20 % karagenan (sampel C) memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada minuman jelly belimbing wuluh yang menggunakan sukrosa dengan 0,15% karagenan (sampel F). Minuman jelly dengan sampel C memiliki kadar air sebesar 88,29%, sedangkan minuman jelly dengan sampel F memiliki kadar air sebesar 81,12%. Kadar air dari minuman jelly ini lebih rendah daripada kadar air jus belimbing wuluh yang digunakan sebagai bahan baku, yaitu 96,75%. Penurunan kadar air ini disebabkan oleh adanya penambahan komponen pembentuk gel, yaitu karagenan. Karagenan yang ditambahkan akan mengikat air sehingga terjadi peningkatan viskositas.

(9)

Perbedaan kadar air antara sampel C dan sampel F disebabkan oleh per-bedaan jenis pemanis yang digunakan, adanya sukrosa pada sampel F juga meningkatkan pengikatan air

Abu merupakan zat anorganik yang tersisa dari hasil pembakaran suatu bahan organik Kadar abu dipengaruhi oleh mineral yang ada dalam suatu bahan. Sebagian besar mineral larut dalam airdan mineral-mineral yang berupa ion bebas akan lebih mudah hilang (Fennema, 1996). Dari hasil analisis pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kedua minuman jelly yang dihasilkan memiliki kadar abu yang hampir sama, yaitu 0,26 % untuk sampel C dan 0,29 % untuk sampel F. Kadar abu dari minuman jelly belimbing wuluh dipengaruhi oleh jus buah belimbing wuluh yang digunakan sebagai bahan baku. Menurut hasil analisis, kadar abu dari jus belimbing wuluh segar adalah 0,65%. Penurunan kadar abu ini terjadi karena adanya proses pemanasan

Protein merupakan rangkaian asam amino yang menjadi bagian dari semua sel hidup (Almatsier, 2001). Menurut Winamo (1997) protein dapat mengalami denaturasi apabila dipanaskan. Dari hasil analisis pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa minuman jelly belimbing wuluh mengandung protein sebesar 0,27% untuk sampel C dan 0,29% untuk sampel F. Protein yang ditemukan ini terutama terdiri dari enzim. Jumlah protein yang ada dalam produk minuman jelly belimbing wuluh tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan jus belimbing wuluh segar (0,50%). Penurunan jumlah protein ini disebabkan oleh adanya proses pe-manasan yang mengakibatkan terjadinya denaturasi protein.

Kandungan lemak dari produk minuman jelly belimbing wuluh yang di-hasilkan tidak terlalu berbeda antara minuman jelly yang menggunakan HFS dengan minuman/e//yyang menggunakan sukrosa. Minuman jelly yang meng-gunakan HFS mengandung lemak sebesar 0,43%, sedangkan minuman jelly yang menggunakan sukrosa mengandung lemak sebesar 0,49%. Keduanya tidak berbeda jauh dengan kandungan lemak dari jus belimbing wuluh segar, yaitu sebesar 0,45%.

Produk minuman jelly belimbing wuluh yang dihasilkan memiliki kan-dungan karbohidrat yang cukup besar, khususnya minuman jelly yang gunakan sukrosa, yaitu 17,84%. Minumanye//yyang menggunakan HFS meng-andung karbohidrat lebih rendah, yaitu 10,72%. Apabila dibandingkan dengan kandungan karbohidrat dari jus belimbing wuluh, yaitu sebesar 1,68%, maka produk minuman jelly yang telah mengalami peningkatan karbohidrat yang cukup tinggi.

(10)

KESIMPULAN

Penambahan karagenan pada penelitian pendahuluan menghasilkan pembentukan strukturgel, semakintinggi konsentrasi karagenan, semakin keras staiktur gel yang dibentuk, dengan hasil terbaik pada penambahan karagenan konsentrasi 0,20% untuk HFS dan 0,15% untuk sukrosa. High Fructose Syrup sebagai pemanis dapat menggantikan sukrosa, meskipun hasil organoleptik hedoniknya tidak sebaik sukrosa, terutama dalam hal rasa.

DAFTAR PUSTAKA

Achyad, D. E dan R. Rasyidah. 2000. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi.L).

http://www.asiamaya.com/jamu/isi/belimbingwuluh_averrhoabilimbi. htm. Diakses tanggal: 26 Desember 2003

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar llmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis 1&h edition. Association of Official

Analytical International. Maryland.

Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. llmu Pangan. Penerbit Ul, Jakarta.

Chaplin, M. 2003. Carragenan. http://www.lsbu.ac.uk/water/hycar.html. Di-akses tanggal: 15 Desember 2003.

Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc, New York. Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids. Vol II. CRC Press, Inc. Boca Raton,

Florida.

Imeson, A. 1992. Thickening and Gelling Agents for Food. Blackie Academy & Professiunal, London.

Mattjik, A. Ansori, dan S. Made. 2000. Perancangan Percobaan dengan Apli-kasi SAS dan Minitab Jilid 1. IPB Press. Bogor. .

Muchtadi, Tien R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. IPB. Bogor. Nelson, P. E. dan Tressler, D. K. 1980. Fruit and Vegetable Juice Processing

Technology. AVI Publishing Company, Connecticut.

(11)

Rukmana, R. 1995. Belimbing. Kanisius, Yogyakarta.

Winarno, F.G., 1997, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gambar

Tabel 2. Formulasi Minuman Jelly Belimbing Wuluh  Bahan
Gambar 2. Nilai pH Minuman Jelly Belimbing Wuluh
Gambar 3. Hasil Uji Viskositas Minuman Jelly Belimbing Wuluh
Gambar 4. Hasil Uji Total Padatan Minuman Jelly Belimbing Wuluh
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan observasi awal di Kantor Desa Moncongloe Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros pada hari Kamis, tanggal 23 Juli 2015 diketahui bahwa peran Kepala Desa

Nyaman karena pemegang kartu tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan uang saat pembayaran, dengan kartu kredit yang bersangkutan dapat memanfaatkan fasilitas kredit yang

Pengobatan terhadap Kekurangan Energi Protein adalah ditujukan untuk menambah zat gizi yang kurang, namun dalam prosesnya memerlukan waktu dan harus secara

Berdasarkan hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dapat meningkatkan hasil belajar pada mata

hubungan pengetahuan dengan sikap mahasiswa dalam keputusan pembelian produk halal pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Semarang..

Bukti bahwa teknik akupresur memberikan pengaruh terhadap kemajuan persalinan kala 1 ditunjukkan dari hasil penelitian di KABER Puskesmas Singosari Kecamatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hubungan antara kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap produk Converse “ Chuck Taylor ”, (2) hubungan antara kepuasan dan

Hal ini tidak berlaku untuk media pemutar musik dan interaksi antara preferensi lagu dan media, oleh karena hasil ANOVA menunjukkan media pemutar musik dan interaksi