• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lama Perebusan terhadap Kandungan Gizi dan Komponen Bioaktif Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Lama Perebusan terhadap Kandungan Gizi dan Komponen Bioaktif Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMA PEREBUSAN TERHADAP KANDUNGAN

GIZI DAN KOMPONEN BIOAKTIF KEONG MATAH

MERAH (Cerithidea obtusa)

MUHAMMAD IZZATI AMRULLAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Lama Perebusan terhadap Kandungan Gizi dan Komponen Bioaktif Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya limpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Muhammad Izzati Amrullah

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD IZZATI AMRULLAH. “Pengaruh Lama Perebusan terhadap Kandungan Gizi dan Komponen Bioaktif Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)” Di bawah bimbingan SRI PURWANINGSIH dan IETJE WIENTARSIH.

Indonesia sangat potensial dengan biota lautnya, salah satu biota laut yang banyak dimanfaatkan dengan mengkonsumsinya adalah keong matah merah. Masyarakat umumnya menyajikan keong matah merah dengan cara perebusan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perebusan terhadap gizi dan komponen bioaktif keong matah merah. Rancangan penelitian yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor dan 4 taraf yaitu daging keong matah merah segar (M0), mendidih (M1), mendidih + 10 menit(M2), mendidih +20 menit (M3) dengan 2 kali ulangan. Analisis yang dilakukan adalah analisis proksimat, analisis fitokimia dan analisis BSLT. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam jika analisis sidik ragam memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5%, maka pengujian dilanjutkan dengan uji beda nyata. Berdasarkan hasil analisis statistik sidik ragam faktor perlakuan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air, abu dan lemak. Hasil analisis statistik terhadap kandungan protein memberikan pengaruh yang nyata dan dilanjutkan dengan uji Duncan, hasilnya adalah perlakuan M0 berbeda nyata terhadap perlakuan M1,M2 dan M3. Hasil uji fitokimia, ekstrak metanol M0 terdeteksi senyawa ninhidrin, flavonoid, alkaloid, tanin dan terpen. Pada M1 dan M2 terdeteksi senyawa ninhidrin, flavonoid, alkaloid, tanin dan terpen, sedangkan pada M3 terdeteksi flavonoid, ninhidrin, alkaloid dan terpen. Ekstrak etil asetat pada M0 terdeteksi flavonoid, ninhidrin, alkaloid dan terpen. Pada M1 terdeteksi ninhidrin, polifenol dan terpen, sedangkan pada M2 dan M3 terdeteksi senyawa ninhidrin, alkaloid dan terpen. Ekstrak heksana pada M0 terdeteksi flavonoid, terpen dan saponin, sedangkan pada M1,M2 dan M3 terdeteksi terpen dan saponin. Nilai LC50 pada ekstrak metanol M0,

M1, M2, dan M3 adalah 15,58; 22,54; 25,68; 39,8 ppm. Ekstrak etil asetat nilai LC50 M0, M1, M2, dan M3 sebesar 40,08;364,58; 146,12; 130,27 ppm. Ekstrak

n-heksana M0, M1, M2, dan M3 mempunyai nilai LC50 sebesar 1100,43; 352,5;

90,49;14,95 ppm.

Kata Kunci: gastropoda, gizi, keong matah merah, senyawa bioaktif

ABSTRACT

MUHAMMAD IZZATI AMRULLAH. Effect Boiling Time on Nutrition and Bioactive Components of Matah merah Snail (Cerithidea obtusa) Supervised by

SRI PURWANINGSIH and IETJE WIENTARSIH.

(5)

was fresh (M0), boiling (M1), boil + 10 minutes (M2), boil + 20 minutes (M3) with 2 replications. The test that conducted was proximate test, phytochemical test and BSLT test . Data were analyzed by analysis of variance, if the analysis of variance significant effect on the level of 5%, then the test is continued by real difference test. Based on the results of the statistical analysis of variance factor treatment were not significant effect on moisture, ash and fat. The significant results of statistical analysis on the protein content gained followed by Duncan test, the results are treatment M0 is significantly different to the treatment M1, M2, and M3. Phytochemical test results, the M0 metanol extract compounds contains ninhydrin, flavonoids, alkaloids, tanins and terpenes. Compounds that Contained on M1 and M2 are ninhydrin, flavonoids, alkaloids, tanins and terpenes, while the M3 contains flavonoids, ninhydrin, alkaloids and terpenes. The M0 ethyl acetate extract containing flavonoids and ninhydrin, alkaloids and terpenes weak. M1 contains ninhydrin, polyphenols and terpenes, whereas in M2 and M3 contains ninhydrin, alkaloids and terpenes. Hexan extract M0 contains flavonoids, terpenes, saponins, while the M1, M2 and M3 contains terpenes and saponins. LC50 values in the M0, M1, M2, and M3 metanol extract are 15.58; 22.54; 25.68; 39.8 ppm. Ethyl acetate extract M0, M1, M2, and M3 LC50 values at 40.08; 364.58; 146.12; 130.27 ppm.

N-hexane extract M0, M1, M2, and M3 have LC50 values of 1100.43; 352.5; 90.49;

14.95 ppm.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

PENGARUH LAMA PEREBUSAN TERHADAP KANDUNGAN

GIZI DAN KOMPONEN BIOAKTIF KEONG MATAH

MERAH (Cerithidea obtusa)

MUHAMMAD IZZATI AMRULLAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)
(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh lama Perebusan terhadap kandungan gizi dan komponen bioaktif Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi disusun dalam rangka sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr Ir Sri Purwaningsih, M Si dan Dr Dra HjIetje Wientarsih, Apt, M Sc selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan selama penyelesaian tugas akhir.

2. Dr Kustiariyah SPi MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan selama penyelesaian tugas akhir.

3. Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4. Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

5. Dekan Fakultas Petanian Universitas Tanjungpura dan ketua Laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah yang telah memberi izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian

6. Staf Laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura yang telah membantu penulis

7. Keluarga terutama Bapak (Ir A Komar) dan Bunda (Zakiatulyaqin), serta Adik (Marisza R.E) yang telah memberikan doa dan dukungannya terhadap penulis.

8. Sahabat dalam suka dan duka teman-teman Teknologi Hasil Perairan 44 yang telah membantu penulis dalam penelitian.

Pihak lain yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat

Bogor, Agustus 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah... 1

Tujuan Penelitian... 1

METODE PENELITIAN... 2

Bahan... 2

Alat... 2

Prosedur Penelitian... 2

Preparasi sampel... 3

Perlakuan dengan perebusan... 4

Ekstraksi bahan aktif... 4

Prosedur Analisis... .. 4

Analisis proksimat... 4

Analisis fitokimia... 6

Analisis toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)... 8

Rancangan percobaan... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN... 8

Morfometrik dan Rendemen Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)... 8

Komposisi Kimia Keong Matah Merah... 11

Komponen Aktif Ekstrak Keong Matah Merah... 13

Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah... 16

KESIMPULAN DAN SARAN... 16

Kesimpulan... 16

Saran... 16

DAFTAR PUSTAKA... 17

LAMPIRAN... 19

(14)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik fisik keong matah merah yg diamati secara morfometrik... 9

2 Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa) pada setiap perlakuan... 11

3 Hasil analisis fitokimia ekstrak metanol... 13

4 Hasil analisis fitokimia ekstrak etil asetat... 14

5 Hasil analisis fitokimia ekstrak n-heksana... 15

6 Pengukuran nilai LC50 menggunakan metode BSLT... 16

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian... 3

2 Diagram alir LC50... 8

3 Sampel keong matah merah... 10

4 Rendemen keong matah merah... 10

(15)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah laut seluas 2/3 dari total luas teritorialnya, sedangkan luas wilayah Zona Ekonomi Eksklusif seluas 5,8 juta kilometer persegi merupakan potensi sumber daya alami yang sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu spesies dari kekayaan alam biota laut Indonesia adalah keong matah merah (Cerithidae obtusa). Jenis biota perairan laut ini umumnya disajikan sebagai pangan hewani, untuk mencukupi kebutuhan akan gizi, juga masyarakat pesisir pantai Indonesia yang mengonsumsi keong matah merah berkeyakinan bahwa bahan pangan tersebut dapat digunakan sebagai obat (Purwaningsih 2012).

Kandungan gizi yang tinggi dari keong matah merah berdasarkan hasil penelitian Purwaningsih (2006) adalah protein sebesar 11,8%. Protein merupakan sumber energi dan asam amino yang penting untuk pertumbuhan dan perbaikan sel. Fungsi protein antara lain digunakan sebagai pembangun struktur utama dalam sel, enzim dalam membran, hormon dan alat pembawa. Selain hal tersebut protein hewani pada keong matah merah merupakan bahan pangan yang mudah dan murah bagi masyarakat pesisir sehingga mereka dapat menyajikannya sebagai bahan pangan.

Berdasarkan hasil penelitian Prabowo (2009) bahwa keong matah merah mempunyai aktivitas antioksidan yang mengandung komponen kimia golongan alkaloid dan flavonoid. Antioksidan yang terkandung dalam bahan pangan dapat berupa sebagai substansi nutrisi maupun non nutrisi, yang mampu mencegah atau memperlambat terjadinya kerusakan oksidatif dalam tubuh. Cara kerja antioksidan adalah menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas yang merupakan molekul sangat reaktif. Menurut Winarsi (2007) Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan status imunologi dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan.

Umumnya masyarakat menyajikan keong matah merah sebagai bahan pangan dengan melakukan perebusan. Kandungan gizi dan komponen bioaktif yang terkandung pada keong matah merah dapat dipengaruhi oleh perlakuan seperti pemasakan dengan perebusan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi dan komponen antioksidan akibat adanya perlakuan perebusan.

Perumusan Masalah

(16)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh lama perebusan terhadap komposisi kandungan gizi (kadar air, kadar lemak, kadar protein dan kadar abu) dan komponen bioaktif (alkaloid, steroid, flavonoid, saponin/terpenoid, polifenol, tanin, kardenolin dan antra kuinon) serta penetuan LC50 dari senyawa

bioaktif yang dikandung keong matah merah.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2014. Penelitian bertempat di Laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong matah merah (Cerithidaea obtusa) yang dibeli di Pasar Flamboyan, Pontianak. Bahan-bahan untuk analisis, yaitu bahan untuk uji proksimat keong matah merah yang meliputi akuades, n-heksana, H2SO4, NaOH 40%, H3BO3, methyl red, brom cresol green,

HCl 0,1N. Bahan untuk uji fitokimia pereaksi Dragendorff, Meyer, Wagner, kloroform, anhidrida asetat, asam sulfat pekat, magnesium, HCl 37%, etanol 95%, HCl 2N, benzena, heksana, FeCl3, H2SO4, Na2S04, NaCl 10%, ninhidrin 0,1%.

Bahan untuk uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) A.salina, air laut dan NaCl

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, talenan, saringan, panci, Styrofoam, sendok, timbangan digital (HWH), plastik, label, cawan porselen, mortar, oven (Memmert), desikator, gelas Erlenmeyer, tabung kjeltek, kertas saring Whatman no 42, selongsong lemak, labu lemak, labu evaporator, labu ukur, buret, tabung Sokhlet, pemanas tanur, rotary evaporator, corong, tabung reaksi, pipet tetes.

Prosedur Penelitian

(17)

3 menggunakan metode BSLT. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian.

Preparasi Sampel

Sampel keong matah merah (Cerithidaea obtusa) yang digunakan diperoleh dalam keadaan hidup dan disimpan dalam Styrofoam. Sampel sebanyak 30 ekor dianalisis berat total, panjang, lebar dan tinggi keong matah merah. Sampel yang telah dianalisis kemudian dipisahkan dari cangkang dengan cara memecahkan cangkangnya, kemudian dihitung rendemen terhadap 30 sampel tersebut. Rumus perhitungan rendemen adalah sebagai berikut:

SEGAR PEREBUSAN

MENDIDIH

PEREBUSAN MENDIDIH +10 MENIT

PEREBUSAN MENDIDIH

+20MENIT

Analisis Proksimat

Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Lemak, Kadar Protein

Maserasi dengan pelarut N- Heksana, Etil Asetat dan Metanol

(1:3)b/v

Analisis Fitokimia

Penentuan LC 50 dengan metode

BSLT ( Brine Shrine Lethality Test)

Komponen fitokimia dan LC50

Keong matah merah

Preparasi

(18)

4

Rendemen (%)= ℎ �

� x 100%

Sampel yang digunakan adalah keong matah merah, preparasi yang dilakukan adalah memisahkan daging dan cangkang.

Perlakuan dengan Perebusan

Penentuan waktu pemasakan sampel yang digunakan pada penelitian ini merupakan modifikasi hasil penelitian Insanabella (2012) yaitu keong tanpa direbus, keong direbus sampai mendidih, pemasakan 10 menit setelah keong direbus sampai mendidih, dan pemasakan 20 menit setelah keong direbus sampai mendidih.

Ekstraksi Bahan Aktif

Berat sampel 450 gram kemudian dibagi masing-masing menjadi 150 gram untuk dimaserasi pelarut tunggal. Maserasi tunggal dilakukan tiga kali dengan pelarut yang berbeda-beda yaitu, pelarut non polar yaitu n-heksana, pelarut semi polar etil asetat dan pelarut polar metanol.

Sampel sebanyak 150 gram yang telah dihancurkan, dimaserasi dengan pelarut n-heksana dengan perbandingan 1:3 bobot per volume, sehingga n-heksana yang digunakan sebanyak 450 mL selama 48 jam dengan diberi goyangan menggunakan orbital shaker. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu, kemudian filtrat dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator.

Sampel sebanyak 150 gram yang telah dihancurkan, dimaserasi dengan pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:3 bobot per volume, pelarut etil asetat yang digunakan sebanyak 450 mL selama 48 jam dengan diberi goyangan menggunakan orbital shaker. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu, kemudian filtrat dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator.

Sampel sebanyak 150 gram yang telah dihancurkan, dimaserasi dengan pelarut metanol dengan perbandingan 1:3 bobot per volume, pelarut metanol yang digunakan sebanyak 450 mL selama 48 jam dengan diberi goyangan menggunakan orbital shaker. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu, kemudian filtrat dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator.

Metoda ekstraksi merupakan modifikasi dari penelitian Prabowo (2009). Hasil ekstraksi dari masing-masing pelarut digunakan untuk uji fitokima dan BSLT.

Prosedur Analisis

Analisis Proksimat

Analisis kimia yang dilakukan terhadap semua daging keong adalah analisis proksimat yaitu penentuan kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein. 1) Analisis kadar air (AOAC 2005)

(19)

5 suhu 105°C, kemudian didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan lalu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 100-102°C selama 6 jam atau sampai mendapatkan berat tetap (konstan), kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Kadar air ditentukan dengan rumus:

Kadar air (%) = −

− x 100% Keterangan :

A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

2) Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105°C, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan dan dibakar di atas kompor listrik (diarangkan) sampai tidak berasap lagi selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600°C) selama ± 6 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus :

Kadar abu (%) = −

− x 100% Keterangan :

A = Berat cawan abu porselen kosong (gram) B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)

C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

3) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Daging sampel ditimbang seberat 2 gram (W1) diletakkan di atas kapas bebas lemak lalu diletakkan dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat. kosongnya (W2) dan disambungkan dengan tabung sokhlet dan disiram dengan pelar ut lemak n-heksana sebanyak 150 mL. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi sokhlet, kemudian dipanaskan pada suhu 40° C dengan menggunakan pemanas listrik dan direfluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat estilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu

(20)

6

4) Analisis Kadar Protein (AOAC 2005)

Analisis kadar protein dilakukan untuk mengetahui kadar protein kasar

(crude protein) dalam suatu bahan. Ada 3 tahap yang harus dilakukan dalam analisis ini yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.

a)Tahap destruksi

Sampel ditimbang seberat 1,8 - 3,2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltek. Satu butir tablet kjeltek dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan 10 H2SO4. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam alat

pemanas dengan suhu 410°C. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.

b) Tahap destilasi

Isi tabung dituangkan ke dalam labu destilasi, kemudian ditambahkan akuades sebanyak 50 mL, air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 mL. Cairan di ujung tabung kondensor ditampung dengan labu Erlenmeyer yang berisi 125 mL larutan H3BO3

dan tetes indikator ( methyl red dan brom cresol green) yang diletakkan di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 mL destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam labu Erlenmeyer.

c) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCL 0,1 N sampai warna larutan dalam labu Erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Rumus penghitungan kadar protein adalah sebagai berikut :

Protein (%) = � � � � � � , � , � ��

Sampel sebanyak 1 mL dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer, dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner, dan endapan merah sampai jingga dengan pereaksi Dragendorff.

(b) Steroid/triterpenoid

Sampel sebanyak 1mL dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi yang kering, lalu kedalamnya ditambahkan 10 tetes anhidrida asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali, kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.

(21)

7 Sampel sebanyak 1 mL ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 mL amil alkohol (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan volume sama) dan ditambahkan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

(d) Saponin (uji busa)

Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya senyawa saponin.

(e) Uji antrakuinon dilakukan dengan uji Brontrager dan uji Brontrager termodifikasi. Uji Brontrager dilakukan dengan cara melarutkan 2 mL sampel dengan 10 mL akuades kemudian disaring, filtrat diekstrak dengan 5 mL benzena. Hasil ekstrak dibagi menjadi 2 bagian, A dan B. Filrat A digunakan sebagai blangko dan filtrat B ditambahkan 5 mL ammonia kemudian dikocok, bila terdapat warna merah berarti hasil positif.

(f) Uji Kardenolin dan bufadienol. Uji Kardenolin dan Bufadienol menggunakan 3 metode yaitu metode Keller Killiani, metode Liebeman-Burchard dan metode Kedde.

(i) Metode Keller-Killiani yaitu dengan menguapkan 2 mL sampel, dan mencucinya dengan heksana sampai heksana jernih. Residu yang tertinggal dipanaskan diatas penangas air kemudian ditambahkan 3 mL pereaksi FeCl3 dan 1 mL H2SO4 pekat. Jika terlihat cincin merah bata menjadi biru atau ungu maka identifikasi menunjukkan adanya kardenolin dan bufadienol.

(ii) Metode Lieberman-Burchard yaitu dengan cara menguapkan sampel sampai kering. Kemudian ditambahkan kedalamnya 10 mL heksana, diaduk selama beberapa menit lalu biarkan. Selanjutnya diuapkan diatas penangas air dan ditambahkan 0,1 g Na2S04 anhidrat lalu diaduk. Larutan disaring sehingga diperoleh filtrat. Kemudian filtrat dipisahkan menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko dan filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi asam asetat glasial dan H2SO4, senyawa kardenolin dan bufadienol akan menunjukkan warna merah sampai ungu.

(iii) Metode Kedde yaitu dengan cara menguapkan sampel sampai kering kemudian menambahkan 2 mL kloroform, lalu dikocok dan disaring. Filtrat dibagi menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, dan filtrat B ditambah 4 tetes reagen Kedde. Senyawa kardenolin dan bufadienol akan menunjukkan warna ungu (g) Uji tanin dan polifenol. Sebanyak 3 mL sampel diekstraksi akuades panas kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan disaring. Filtrat dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3, dan ke dalam filtrat C ditambah garam gelatin. Kemudian diamati perubahan yang terjadi.

(22)

8

Analisis Toksisitas Menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Pada uji ini digunakan larva A. salina sebagai hewan uji. Mula-mula telur

A. salina ditetaskan di dalam air laut di bawah lampu TL 40 watt selama 48 jam Sebanyak 10 ekor larva A. salina dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dimasukan larutan ekstrak sampel dan air laut sampai volume 5 mL dengan konsentrasi masing-masing 10 ppm, 100 ppm dan 1000 ppm. Air laut tanpa pemberian ekstrak (0 ppm) digunakan sebagai kontrol. Semua tabung reaksi didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam di bawah penerangan lampu TL 40 watt. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah A. salina yang hidup pada tiap konsentrasi, diagram alir penentuan LC50 pada Gambar 2. Penentuan harga LC50 (ppm) dilakukan menggunakan analisis probit.

Gambar 2 Diagram alir LC50 (McLaughlin et al., 1998). Artemia salina

Penetasan dengan pencahayaan 48jam

10 ekor A. salina dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 mL air laut yang dicampur ekstrak 1000, 100, 10 ppm dan

kontrol

Pencahayaan 24 jam

Pengamatan dan penghitungan

A.salina yang mati

Penentuan LC50

(23)

9

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor dan 4 taraf (segar, mendidih, mendidih + 10 menit, mendidih +20 menit) dengan 2 kali ulangan. Rancangan percobaan ini merupakan modifikasi dari perlakuan yang telah dilakukan Insanabella (2012), yaitu perubusan keong matah merah dengan air suhu 100°C selama 30 menit. Adapun rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut :

M0 = daging keong segar

M1 = daging keong direbus sampai mendidih

M2 = daging keong direbus sampai mendidih + 10 menit M3 = daging keong direbus sampai mendidih +20 menit

Hipotesa terhadap hasil pengujian zat gizi (kandungan proksimat) dan komponen bioaktif keong matah merah pada metode pengolahan adalah sebagai berikut:

H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap zat gizi dan

komponen bioaktif keong matah merah.

H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap zat gizi dan komponen

bioaktif keong matah merah.

Data dianalisis dengan ANOVA (Steel dan Torrie 1993). Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong matah merah, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dengan rumus sebagai berikut:

Duncan = tα/2; dbs √ � Keterangan :

KTS = Kuadrat tengah sisa dbs = Derajat bebas sisa

r = Banyaknya ulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometrik dan Rendemen Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)

Hasil pengamatan 30 buah sampel keong matah merah secara morfometrik didapatkan rerata panjang 4,23 cm, lebar 2,10 cm dan tinggi 1,72 cm sedangkan berat daging 1,17 gram, berat cangkang 4,26 gram dan berat jeroan 1,01 gram. Berat rata-rata didapatkan 6,44 gram (Tabel 1). Data seluruh hasil pengukuran morfometrik tercantum pada Lampiran 1.

(24)

10

Tabel 1 Karakteristik fisik keong matah merah yg diamati secara morfometrik

Keong matah merah yang diperoleh memiliki tubuh yang simetris bilateral, cangkang berbentuk kerucut berwarna hijau kehitaman dengan bercak merah, bentuk kepala jelas serta memiliki mata dan radula. Keong matah merah yang diuji dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3Sampel keong matah merah.

Berdasarkan hasil pengukuran morfometrik, didapatkan setiap individu keong mempunyai panjang, lebar, tinggi dan berat yang berbeda. Hal ini memperlihatkan bahwa pertumbuhan setiap keong berbeda satu sama lainnya, pertumbuhan suatu biota laut dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi genetik, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit sedangkan faktor luar berupa makanan, variabilitas musim, salinitas, derajat keasaman (pH) dan kadar kalsium (Effendie 2002). Rendemen digunakan untuk memperkirakan seberapa banyak tubuh biota yang dapat digunakan sebagai bahan makanan (Hadiwiyoto 1993).

Rendemen merupakan suatu parameter penting yang digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk maupun bahan baku. Persentase rendemen keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Rendemen keong matah merah. Parameter Nilai rerata (n = 30 ekor keong) Panjang 4,23 ± 0,39 cm

Lebar 2,10 ± 0,25 cm Tinggi 1,72 ± 0,13 cm Berat 6,44 ± 1,31 gram

18,69% Daging

66,18% Cangkang 15,13%

(25)

11

Hasil perhitungan rendemen daging sebesar 18,69%, rendemen jeroan 15,13% dan rendemen cangkang sebesar 66,18%. Contoh perhitungan rendemen keong matah merah dapat dilihat pada Lampiran 2.

Hasil perhitungan rendemen yang paling besar nilainya adalah rendemen cangkang sebesar 66,18%. Hal ini disebabkan cangkang keong mempunyai tiga lapisan yang berbeda yaitu lapisan nacre merupakan lapisan paling dalam , tipis dan mengandung CaCO3, lapisan perismatic mengandung 90% CaCO3 dan lapisan periostractum terdiri dari zat tanduk (Suwignyo et al 1997). Gabungan dari ketiga komponen tersebut menyebabkan rendemen cangkang mempunyai nilai terbesar.

Komposisi Kimia Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)

Berdasarkan hasil dari analisis proksimat diperoleh data mengenai kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak dari daging keong matah merah

Berdasarkan hasil analisis proksimat untuk kadar air (Lampiran 3) ditujukan untuk mengetahui jumlah air bebas yang terdapat dalam keong matah merah, kadar air tertinggi didapat pada perlakuan M1 dan nilainya sebesar 75,38% (Tabel 2) tetapi berdasarkan analisis statistik sidik ragam diketahui bahwa pengaruh lama perebusan berpengaruh tidak nyata untuk semua perlakuan, nilai P > 0,05 (Lampiran 4). Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena mempengaruhi penampakan,tekstur, dan cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan (Winarno 2008). Air dalam bahan makanan sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam bahan makanan, kelompok senyawa tersebut membentuk dispersi koloidal yaitu partikel –partikel yang ada dalam air bentuknya tidak begitu besar sehingga tidak dapat mengendap, dan juga tidak cukup kecil untuk dapat membentuk larutan. Air bebas mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi (Winarno 1992).

(26)

12

perebusan terhadap kadar abu berpengaruh tidak nyata dengan nilai P > 0,05 (Lampiran 6). Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi bahan anorganik tidak terbakar, karena itulah disebut abu (Winarno 1992).

Nilai kadar lemak tertinggi didapat pada perlakuan M3, analisis kadar lemak tercantum pada Lampiran 7. Hasil analisis statistik terhadap kadar lemak adalah berpengaruh tidak nyata (Lampiran 8), hampir semua bahan pangan mengandung lemak dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak terbentuk dari asam lemak dan gliserol dan merupakan bahan makronutrien. Lemak merupakan salah satu kelompok golongan lipida yang dicirikan dengan daya larutnya pada pelarut organik seperti eter, benzene, dan kloroform (Winarno 1992). Hampir semua bahan pangan banyak mengandung lemak dan minyak terutama bahan yang berasal dari hewan (Winarno 2008).

Pengukuran protein pada bahan pangan digunakan untuk mengetahui kemampuan bahan pangan sebagai sumber protein atau tidak. Protein merupakan komponen terbesar setelah air pada sebagian besar jaringan tubuh (Winarno 2008). Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien, yang berfungsi dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energi. Pada strukturnya protein mengandung N selain C,H dan O, S, kadang-kadang P,Fe dan Cu. Sehingga untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif dengan penentuan kandungan protein keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Histogram kadar protein daging keong matah merah. Keterangan * pada huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata

Kandungan protein yang tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (Tabel 3) , analisis kadar protein tercantum pada Lampiran 9. Hal ini memperlihatkan bahwa bahan alam yang tidak mengalami perlakuan pemasakan kandungan proteinnya masih terjaga. Semua protein dalam bahan makanan yang mengalami perlakuan dengan pemanasan akan mengalami denaturasi, protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Hal ini dapat disebabkan lapisan molekul bagian dalam bersifat hidrofobik berbalik ke luar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofobik terlipat ke dalam (Winarno 1992).

Penurunan kadar protein ini dapat disebabkan oleh adanya protein larut air

(27)

13 yang terdapat pada keong matah merah, sehingga saat terjadi perebusan protein

akan larut pada air yang digunakan sebagai media perebusan. Erkan dan Ozden (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa protein yang larut

air, misalnya protamin, histon, pepton, dan proteosa.

Hasil analisis statistik terhadap kadar protein (Lampiran 10) menunjukkan nilai P < 0,05 yang berarti bahwa perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein daging keong matah merah. Uji lanjut Duncan terhadap kadar protein (Lampiran 11) menunjukkan bahwa kadar protein segar berbeda dengan kadar protein pada daging keong rebus mendidih, rebus 10 menit

setelah mendidih dan rebus 20 menit setelah mendidih. Menurut Widjanarko et al. (2012), perebusan bahan pangan dalam air panas akan

menurunkan zat gizi karena proses pencucian (leaching) oleh air panas.

Komponen Aktif Ekstrak Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)

Analisis fitokimia dipilih karena dapat mendeteksi komponen bioaktif yang tidak terbatas hanya pada metabolit sekunder saja, tetapi juga terhadap metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional, seperti protein dan peptida (Kannan et al. 2009). Setelah sampel diekstraksi menggunakan pelarut tunggal dengan cara maserasi selama 48 jam menggunakan pelarut, N-Heksana, Etil Asetat dan Metanol dengan perbandingan 1:3(b/v) kemudian dilakukan pemekatan dengan cara evaporasi, kemudian sampel dianalisis fitokimia dan BSLT. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3, 4 dan 5.

Tabel 3 Hasil analisis fitokimia ekstrak metanol

Ekstrak Metanol

Keterangan : + = terdeteksi; - = tidak terdeteksi

(28)

14

daging keong ipong-ipong terdeteksi alkaloid, steroid, molisch, biuret, benedict dan ninhidrin. Komponen alkaloid merupakan substansi dasar yang memiliki satu atau lebih atom nitrogen yang bersifat basa dan bergabung dalam satu sistem siklis, yaitu cincin heterosiklik (Harborne 1984).

Alkaloid berasal dari sejumlah kecil asam amino antara lain ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik; fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin dan triptofan yang menurunkan alkaloid jenis indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi Mannich, dimana menurut reaksi ini suatu aldehid berkondensasi dengan suatu amina menghasilkan suatu ikatan karbon-nitrogen dalam bentuk imina atau garam iminium, diikuti oleh serangan suatu atom karbon nukleofilik yang dapat berupa suatu enol atau fenol (Lenny 2006).

Kutchan (1995) menyatakan bahwa, alkaloid digolongkan sebagai metabolit sekunder karena kelompok molekul ini merupakan substansi organik yang tidak bersifat vital bagi organisme yang menghasilkannya, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa komponen alkaloid pada keong matah merah juga berasal dari makanan yang dikonsumsi oleh keong matah merah sendiri.

Tabel 4 Hasil analisis fitokimia ekstrak etil asetat

Ekstrak Etil Asetat

Keterangan : + = terdeteksi; - = tidak terdeteksi

Ekstrak etil asetat pada M0 terdeteksi flavonoid, ninhidrin, alkaloid dan terpen. Pada M1 mengandung ninhidrin, polifenol dan terpen, sedangkan pada M2 dan M3 mengandung ninhidrin, alkaloid dan terpen. Pada gastropoda lainnya yaitu keong ipong-ipong ekstrak etil asetat terdeteksi alkaloid, steroid dan molisch (Apriyandi 2011).

Triterpenoid memiliki struktur siklik yang kompleks, sebagian besar terdiri atas alkohol, aldehid, atau asam karboksilat. Triterpenoid tidak berwarna, jernih, memiliki titik lebur tinggi dan merupakan komponen aktif yang sulit dikarakterisasi (Harborne 1984).

(29)

15 pembentukan triterpenoid/steroid adalah kolesterol yang bersifat non polar (Harborne 1984), sehingga diduga triterpenoid/steroid dapat larut pada pelarut organik (non polar).

Uji ninhidrin positif menunjukkan bahwa dalam ekstrak mengandung asam amino bebas yang ditandai dengan terbentuknya warna biru atau ungu muda. Warna tersebut merupakan warna khas pada asam amino. Akan tetapi prolin dan hidroksiprolin yang mempunyai gugus amina sekunder menghasilkan warna kuning jika bereaksi dengan ninhidrin, sedangkan asparagin yang mengandung gugus amida bebas bereaksi membentuk warna coklat. Gugus amina dapat bereaksi

dengan pereaksi ninhidrin membentuk amonia, CO2, dan aldehida (Harborne 1987).

Tabel 5 Hasil analisis fitokimia ekstrak n-heksana

Ekstrak Heksana

Keterangan : += terdeteksi; - = tidak terdeteksi

Ekstrak heksana pada M0 terdeteksi flavonoid, terpen dan saponin, sedangkan pada M1, M2 dan M3 mengandung terpen dan saponin. Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi. Senyawa fitokimia merupakan metabolit sekunder dan tidak termasuk kedalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral maupun air ( Harbone 1987).

Metanol merupakan pelarut yang bersifat polar dan mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener, fenolik, karotenoid ,tanin, asam amno dan glikosida. Senyawa semi polar seperti etil asetat mampu mengekstrak senyawa fenol, terpenoid, alkaloid, aglikon dan glikosida. Sedangkan pelarut non polar seperti n-heksana mampu mengekstrak senyawa lilin, lipid dan minyak ( Harbone 1987).

Umumnya senyawa-senyawa fitokimia bersifat sebagai antioksidan yang mampu menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas. Antioksidan merupakan senyawa elektron donor atau pemberi elektron/reduktor. Radikal bebas

adalah senyawa yang mengandung elektron tidak berpasangan. Menurut Fessenden dan Fessenden (1997) radikal bebas bersifat sangat reaktif untuk mencari

(30)

16

antioksidan merupakan senyawa yang mampu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas sehingga dapat menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan. Kecukupan antioksidan diperlukan oleh semua kelompok umur manusia.

Toksisitas Ekstrak Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)

Pengujian Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dimaksudkan untuk menguji efek toksik dan sitotoksik yang terdapat pada suatu senyawa kimia. BSLT merupakan salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik, Kategori toksisitas bahan menurut Meyer (1982) adalah jika nilai LC50 kurang dari

30, maka bahan tersebut sangat toksik, jika nilai LC50 diantara 30-1000 maka bahan

digolongkan ke dalam bahan toksik, dan jika nilai LC50 lebih besar dari 1000 maka

bahan tersebut tidak toksik.

Besarnya aktifitas dari ekstrak ditunjukkan sebagai toksisitas terhadap larva, Hasil analisis BSLT dapat dilihat pada Tabel 6 dan data perhitungan BSLT dapat dilihat pada Lampiran 12.

Tabel 6 Pengukuran nilai LC50 menggunakan metode BSLT

Sampel Segar

sebesar 15,85; 22,54; 25,68 ppm lebih kecil dari 30 sehingga dikategorikan bahwa bahan yang terkandung sangat toksik, pada M3 nilai LC50 sebesar 39,81 ppm

kandungan bahan dikategorikan bersifat toksik. Ekstrak etil asetat M0, M1, M2 dan M3 mempunyai nilai LC50 sebesar 40,08; 364,58; 146,12; 130,27 dengan

demikian maka ekstrak etil asetaat dikategorikan bersifat toksik. Hasil yang didapat pada ekstrak metanol dan etil asetat berbanding lurus dengan penelitian Rita et al. (2008) kadar tertentu dari senyawa alkaloid, steroid, dan flavonoid dapat bersifat toksik, yang dapat menyebabkan kematian terhadap hewan uji larva Artemia salina. Ekstrak n-heksana M0, M1, M2 dan M3 mempunyai nilai LC50 sebesar

1100,43; 352,5; 90,49; 14,95 ppm sehingga eksrak n-heksana mengandung bahan tidak toksik sampai sangat toksik dengan nilai LC50 14,95 – 1100 ppm. Bila bahan

yang diuji memberikan efek toksik terhadap larva Artemia salina, maka hal ini merupakan indikasi awal dari efek farmakologi yang terkandung dalam bahan tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Artemia salina memiliki korelasi positif terhadap ekstrak yang bersifat bioaktif (Meyer 1982).

Hasil penelitian yang dilakukan Purwaningsih (2006), hasil uji BSLT kandungan komponen bioaktif keong matah merah mempunyai nilai LC50 10,84

(31)

17

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Lama perebusan berpengaruh nyata terhadap kadar protein, tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu dan kadar lemak. Kadar protein tertinggi terdapat pada daging keong matah merah segar. Lama perebusan berpengaruh terhadap komponen bioaktif keong matah merah yang terdeteksi pada uji fitokimia yaitu alkaloid, flavonoid, dan tanin. Berdasarkan nilai LC50 ekstrak metanol

mengandung senyawa kimia yang bersifat sangat toksik. Ekstrak etil asetat mengandung senyawa kimia yang bersifat toksik sedangkan ekstrak n-heksana mengandung senyawa kimia yang tidak toksik sampai sangat toksik.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas, disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan pengujian senyawa kimia bioaktif secara in-vitro maupun in-vivo.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyandi A. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) [skripsi] Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc.

Effendie M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusatama.

Erkan N, Ozden O. 2011. A preliminary study of amino acid and mineral profiles of important and estimable 21 seafood species. British Food Journal 4

(113):457-569.

Fessenden RJ, Fessenden JS. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Maun S, Anas K, Sally TS, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Fundamental of Organic Chemistry.

Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta (ID): Liberty.

Harborne JB. 1984. Phytochemical methods. Ed ke-2. New York (US): Chapman and Hall.

(32)

18

Insanabella ZT. 2012. Pengaruh pengolahan terhadap profil protein dan asam amino pada keong matah merah (Certhidea obtusa). [skripsi] Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Kannan A, Hettiarachchy N, Narayan S. 2009. Colon and breast anti-cancer effects of peptide hydrolysates derived from rice bran. The Open Bioactive Coumpounds Journal 2:17-20.

Kutchan TM. 1995. Alkaloid biosynthesis: the basis for metabolic engineering of medical plants. The Plant Cell 7:1059-1070.

Lenny S. 2006. Senyawa flavonoida, fenilpropanoida dan alkaloida. [skripsi] Medan (ID): Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Marliana SD, Suryanti V, Suyono. 2005. Skrining fitokimia dan analisis kromatografi lapis tipis komponen kimia buah labu siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam ekstrak etanol. Biofarmasi 3 (1): 26-31

Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nicholas DE, McLaughlin JL.1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Medica 45(3):31-34.

Padmasari PD, Astuti KW, Warditiani NK. 2013. skrining fitokimia ekstrak etanol 70% rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal Farmasi Udayana

13 (1): 1-6.

Prabowo TT. 2009. Uji aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu

kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Purwaningsih S. 2006. Kajian pemanfaatan keong matah merah (Cerithidea obtusa) dan uji aktivitas antiproliferasi pada sel lestari tumor secara in vitro dan in vivo. [disertasi]. Bogor (ID): Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Purwaningsih S. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Komposisi Kimia Keong Matah

Merah (Cerithidea obtusa).Ilmu kelautan Vol. 17 (1) 39-48

Rita WS, IW Suirta & A Sabikin. 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa yang

Berpotensi sebagai Antitumor Pada Daging Buah Pare (Momordica charantia L.). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana,

Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia 2 : 1907-9850

Setzer WN. 2008. Non-intercalative triterpenoid inhibitors of topoisomerase II: a molecular docking study. The Open Bioactive Compounds Journal 1:13-17. Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Kristanti M. 1997. Avertebrata Air untuk Mahasiswa Perikanan. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Widjanarko SB, Zubaidah E, Kusuma AM. 2012. Studi kualitas fisik-kimiawi dan organoleptik sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) akibat pengaruh perebusan, pengukusan dan kombinasinya dengan pengasapan. Jurnal Teknologi Pertanian 4(3): 193-202.

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press.

(33)

19 Lampiran 1. Pengukuran morfometrik keong matah merah

(34)

20

Lampiran 2. Perhitungan rendemen keong matah merah

Sampel

Contoh perhitungan rendemen cangkang keong matah merah

Rendemen cangkang (%) = e g g

e x 100 %

= , x 100 % = 66,18 %

Lampiran 3. Analisis kadar air daging keong matah merah Keong

(35)

21 Lampiran 4. Hasil Analisis sidik ragam kadar air

Sumber

Lampiran 5. Analisis kadar abu daging keong matah merah Keong

Contoh perhitungan kadar abu keong matah merah segar ulangan 1 Keong segar 1 (bb) = −

− x 100 %

= , – ,

, − , x 100 %

= 1,7812 %

(36)

22

Lampiran 7. Analisis kadar lemak keong matah merah Keong

Contoh perhitungan kadar lemak keong matah merah segar ulangan 1 Keong segar 1 (bb) = W – W

W x 100 %

= ,

, x %

= 4,599 %

Lampiran 8. Hasil Analisis sidik ragam kadar lemak Sumber

Lampiran 9. Analisis kadar protein keong matah merah

Keong Berat sampel

Contoh perhitungan kadar protein keong matah merah segar ulangan 1 Keong segar 1 (bb) = v H x N H x . x . x FP

e x 100 %

(37)

23 Lampiran 10. Hasil Analisis sidik ragam kadar protein

Sumber

Lampiran 11. Hasil Uji Duncan terhadap kadar protein Pengelompokan

Keterangan * huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda

(38)

24

Dari grafik hubungan antara log konsentrasi (sumbu x) dengan nilai probit sumbu y didapatkan persamaan Y=0,525X+4,37

(39)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cimahi pada tanggal 18 September 1989 dari ayah Abdul Komar dan ibu Zakiatulyaqin. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Bandung dan pada Tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB dan diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian.
Gambar 2 Diagram alir LC 50  (McLaughlin et al., 1998).
Tabel 1 Karakteristik fisik keong matah merah yg diamati secara morfometrik
Tabel 2  Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa) pada setiap
+4

Referensi

Dokumen terkait

kalian dapat bertanya kepada orang lain dengan menggunakan pilihan kata yang tepat dan bahasa yang santun.. bertanya kepada orang lain dengan santun

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari dilaksanakan pelatihan dan keterampilan yaitu solusi yang diperlukan yaitu pemberian pelatihan dengan metode training secara praktis

Banyaknya ditemukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kuliner Indonesia di Amerika Serikat dalam berbagai aspek seperti perkembangan dan apa saja yang telah

Lingkungan sekolah merupakan bagian dari suatu kehidupan sosial manusia yang di dalamnya terdapat berbagai status sosial yang berbeda seperti kepala sekolah,

Kesimpulan dari penelitian Putz-Bankuti et al ini yaitu terdapat hubungan signifikan dari 25(OH)D dengan derajat disfungsi hati dan memberi kesan bahwa rendahnya kadar

Penelitian tentang pembelian impulsif berdasarkan pendidikan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kosasi (2014), menunjukkan bahwa seseorang yang tingkat

Guru menerapkan model pembelajaran “ular tangga PAI ( SKI dan Fiqih )” untuk memahami konsep materi sistem yang akan diberikan dengan tahapan sebagai berikut :. • Permainan ini

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Rasa Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi