• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Curah Hujan dengan Model Fungsi Transfer Input Ganda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Curah Hujan dengan Model Fungsi Transfer Input Ganda"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN CURAH HUJAN

DENGAN MODEL FUNGSI TRANSFER INPUT GANDA

YULIANTI HASANAH

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemodelan Curah Hujan dengan Model Fungsi Transfer Input Ganda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)

ABSTRAK

YULIANTI HASANAH. Pemodelan Curah Hujan dengan Model Fungsi Transfer Input Ganda. Dibimbing oleh YENNI ANGRAINI dan DIAN KUSUMANINGRUM.

Banjir merupakan kejadian alam yang memiliki pola tidak menentu. Waktu terjadinya banjir dapat dideteksi salah satu caranya dengan meramalkan curah hujan. Besarnya curah hujan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya suhu dan kelembapan. Data curah hujan, suhu dan kelembapan merupakan data deret waktu yang memiliki karakteristik data yang tidak saling bebas. Peramalan untuk data deret waktu dapat dimodelkan dengan model ARIMA. Hasil peramalan model ARIMA kurang baik karena tidak mendekati data aktual hal ini ditunjukkan dengan nilai MAPE sebesar 37.01%. Oleh karena itu diterapkan model fungsi transfer untuk meramalkan curah hujan sebagai deret output dengan menggunakan suhu dan kelembapan sebagai deret input. Hasil peramalan model fungsi transfer cukup baik digunakan dalam peramalan curah hujan jangka pendek (1 minggu) yang dapat dilihat dari nilai MAPE sebesar 5.28%. Walaupun model fungsi transfer memiliki nilai MAPE yang lebih kecil dibandingkan model ARIMA, model fungsi transfer tidak cukup baik digunakan dalam peramalan curah hujan jangka panjang (1 bulan) yang dapat dilihat dari nilai MAPE sebesar 31.68% sehingga tidak dapat mendeteksi terjadinya banjir dengan baik. Berdasarkan nilai MAPE tersebut dapat disimpulkan bahwa model fungsi transfer lebih baik dibandingkan dengan model ARIMA.

Kata kunci: curah hujan, model ARIMA, model fungsi transfer

ABSTRACT

YULIANTI HASANAH. Modelling of Rainfall by Using Multiple-input Transfer Function Model. Supervised by YENNI ANGRAINI and DIAN KUSUMANINGRUM.

Floods are natural events that have erratic pattern. The time when floods occure are detectable, when we are able to forecast rainfall. The amount of rainfall is influenced by several factors, including temperature and humidity. Rainfall, temperature, and humidity are time series data that have are not independent. Forecasting for time series data can be done by using ARIMA model. Forecasting result from ARIMA models are not satisfying because it is not close to the actual data, which was also showed by its MAPE value of 37.01%. Hence the transfer function model was applied to forecast rainfall as the output variable along with temperature and humuidity factor as the input variable. The result from transfer function model used for short run forecasting (1 week) was quite good which can be seen by its MAPE value of 5.28%. Although transfer function model has a lower MAPE value compared to ARIMA model, transfer function model is not good enough to be used on long-term (1 month) rainfall forecasting, which is showed by its MAPE value of 31.68% and it could not detect flood occurence well. Based on those MAPE values it can be concluded that the transfer function model is still better than ARIMA model.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika

pada

Departemen Statistika

PEMODELAN CURAH HUJAN

DENGAN MODEL FUNGSI TRANSFER INPUT GANDA

YULIANTI HASANAH

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pemodelan Curah Hujan dengan Model Fungsi Transfer Input Ganda.

Penulis mendapatkan banyak inspirasi, ilmu, dan pelajaran selama proses pembuatan tulisan ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Yenni Angraini, SSi MSi dan Ibu Dian Kusumaningrum, SSi MSi sebagai pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan waktu dan sarannya kepada penulis.

2. Bapak Dr Bagus Suhartono, MSi sebagai penguji yang telah memberikan saran kepada penulis.

3. Seluruh dosen Departemen Statistika atas ilmu yang diberikannya selama penulis melaksanakan pendidikan.

4. Mamah, Aa dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya yang tidak pernah putus.

5. Teman-teman Statistika 46 atas kebersamaannya selama kuliah, serta kakak dan adik kelas Statistika IPB.

6. Seluruh staff Departemen Statistika atas segala bantuannya. 7. Seluruh teman-teman penulis di IPB.

Penulis telah berusaha dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODOLOGI 2

Data 2

Metode 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Eksplorasi Data 6

Mempersiapkan Deret Input dan Deret Output untuk Memeriksa

Kestasioneran Data 8

Pembentukan Model ARIMA (p,d,q) 9

Identifikasi Model ARIMA (p,d,q) Data Curah hujan ( ) 9 Identifikasi Model ARIMA (p,d,q) Data Suhu ( 1, ) 10

Identifikasi Model ARIMA (p,d,q) Data Kelembapan ( 2, ) 11

Prewhitening Deret Input dan Deret Output 12

Identifikasi Model Fungsi Tranfer Input Ganda Awal 13

Identifikasi Model ARIMA Deret Sisaan 14

Model Fungsi Transfer Input Ganda Akhir 14

Peramalan 15

Perbandingan Model ARIMA dengan Fungsi Transfer 15

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 18

(10)

DAFTAR TABEL

1. Nilai lambda (λ) dan jenis transformasi 3

2. Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil identifikasi model ARIMA (p,d,q)

untuk data curah hujan ( ) 10

3. Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil overfitting model ARIMA (p,d,q)

untuk data curah hujan ( ) 10

4. Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil identifikasi model ARIMA (p,d,q)

untuk data suhu ( 1, ) 11

5. Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil overfitting model ARIMA (p,d,q)

untuk suhu ( 1, ) 11

6. Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil identifikasi model ARIMA (p,d,q)

untuk data kelembapan ( 2, ) 12

7. Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil overfitting model ARIMA (p,d,q)

untuk data kelembapan ( 2, ) 12

8. Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil identifikasi model fungsi transfer

untuk deret input suhu ( 1, ) 13

9. Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil identifikasi model fungsi transfer

untuk deret input kelembapan ( 2, ) 13

10. Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model ARIMA untuk deret

sisaan 14

DAFTAR GAMBAR

1. Data curah hujan pada periode Oktober-Desember 2007 7

2. Data suhu pada periode Oktober-Desember 2007 7

3. Data kelembapan pada periode Oktober-Desember 2007 8

4. Data curah hujan yang telah stasioner 8

5. Data suhu dan kelembapan yang telah stasioner 9

6. Plot ACF dan PACF data curah hujan yang telah stasioner 9 7. Plot ACF dan PACF data suhu yang telah stasioner 10 8. Plot ACF dan PACF data kelembapan yang telah stasioner 11 9. Plot perbandingan hasil peramalan model fungsi transfer, model

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Flowchart umum penelitian 18

2. Flowchart pemeriksaan kestasioneran data 18

3. Flowchart pembuatan model ARIMA (p,d,q) 19

4. Flowchart pembuatan model fungsi transfer input ganda 20 5. Plot Box-Cox data asli untuk data curah hujan 21 6. Plot Box-Cox data curah hujan yang sudah di transformasi 21

7. Plot ACF dan PACF data curah hujan (ln yt) 21

8. Plot Box-Cox untuk data suhu dan kelembapan 21

9. Hasil uji Augmented Dickey-Fuller 22

10. Plot ACF dan PACF data asli suhu dan kelembapan 22 11. Pendugaan parameter akhir untuk curah hujan (zt), suhu ( 1, ) dan

kelembapan ( 2, ) 22

12. Uji Ljung-Box untuk seluruh data 23

13. Hasil korelasi silang 1,t dan 1, 23

14. Hasil korelasi silang 2,t dan 2,t 24

15. Model fungsi transfer input ganda awal untuk deret input suhu ( 1, )

dan kelembapan ( 2, ) 24

16. Plot ACF dan PACF dari deret sisaan model fungsi transfer input ganda

awal 25

17. Pendugaan parameter akhir model fungsi transfer input ganda akhir 26 18. Uji Ljung-Box untuk seluruh data pada model fungsi transfer input

ganda akhir 26

19. Perbandingan hasil peramalan model fungsi transfer, model ARIMA

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banjir disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya tingginya intensitas curah hujan, tersumbatnya saluran air sungai oleh tumpukan sampah, alih fungsi kawasan penampungan air dan sebagainya (BMKG 2013). Pada tahun 2007 terjadi banjir di wilayah Jakarta yang disebabkan karena meningkatnya intensitas curah hujan pada bulan Oktober hingga bulan Maret yang mencapai puncaknya pada bulan Febuari. Banjir tersebut mengakibatkan kerugian materi ditaksir mencapai 8.8 triliun rupiah, 79 korban jiwa dan 590,407 pengungsi (Bappenas 2007).

Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa kerugian yang diakibatkan bencana banjir ini cukup besar. Oleh karena itu sangat dibutuhkan pemberitahuan dini sebelum bencana ini terjadi untuk meminimalisir kerugian yang terjadi, salah satu caranya adalah peramalan terhadap cuaca khususnya curah hujan. Curah hujan adalah banyaknya air yang jatuh ke permukaan bumi dalam satuan milimeter (mm) per satuan luas 1m2 dengan catatan tidak ada yang menguap, meresap atau mengalir (Aldrian et al. 2011). Intensitas curah hujan merupakan ukuran jumlah hujan per satuan waktu tertentu selama hujan berlangsung. Banjir terjadi jika intensitas curah hujan cenderung meningkat dari 125 mm/hari (BMKG 2013).

Salah satu penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tua (2013) mengenai peramalan curah hujan menggunakan metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Penelitian tersebut menyatakan bahwa model ARIMA belum cukup baik digunakan dalam peramalan dikarenakan nilai hasil peramalan belum mendekati nilai data aktual. Sehingga disarankan untuk meramalkan curah hujan dengan mempertimbangkan peubah lainnya seperti suhu, kelembapan, tekanan udara, dan kecepatan angin. Swarinoto dan Sugiyono (2011) melakukan penelitian mengenai prediksi hujan bulanan di Bandar Lampung menggunakan metode regresi. Penelitian tersebut menyatakan adanya hubungan antara curah hujan dengan suhu dan kelembapan. Data curah hujan, suhu dan kelembapan merupakan data deret waktu yang memiliki karakteristik data yang tidak saling bebas. Hal inilah yang mendasari model fungsi transfer untuk diterapkan dalam meramalkan curah hujan.

Model fungsi transfer merupakan suatu model peramalan deret waktu berganda yang menggabungkan beberapa karakteristik dari model ARIMA satu peubah dengan beberapa karakteristik analisis regresi berganda (Makridakis et al. 1995). Model fungsi transfer diharapkan dapat menjelaskan pengaruh dari suhu dan kelembapan terhadap curah hujan sehingga dapat dipertimbangkan dalam peramalan curah hujan.

Tujuan Penelitian

(14)

2

METODOLOGI

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data curah hujan sebagai deret output, suhu dan kelembapan sebagai deret input yang diperoleh dari stasiun klimatologi Pondok Betung. Suhu adalah keadaan panas dan dinginnya udara yang di ukur dengan alat termometer, pengukuran biasanya dinyatakan dalam skala Celcius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit (F) (Soewarno 2000). Kelembapan adalah perbandingan antara massa uap dengan massa uap jenuh dalam satuan volume pada suhu yang sama (Sosrodarsono 2003). Pada penelitian ini data curah hujan menggunakan satuan mm, suhu menggunakan skala pengukuran Celcius (C) dan data kelembapan menggunakan satuan persen (%). Data tersebut merupakan data harian sejak Oktober 2007 sampai Januari 2008. Data tersebut dibagi menjadi dua, yaitu data yang digunakan untuk membuat model (Oktober sampai Desember 2007) dan data untuk validasi model fungsi transfer input ganda dan model ARIMA (minggu ke-1 pada bulan Januari 2008 untuk validasi peramalan jangka pendek, sedangkan untuk validasi peramalan jangka panjang digunakan periode curah hujan pada bulan Januari sampai mingggu ke-1 Februari 2008).

Metode

Dalam penelitian ini dilakukan analisis fungsi transfer. Secara umum prosedur yang digunakan melalui beberapa tahapan diantaranya eksplorasi data, pemeriksaan kestasioneran data untuk deret input suhu dan kelembapan, serta deret output curah hujan. Setelah itu dilakukan pemodelan ARIMA dan pemodelan fungsi transfer (Lampiran 1).

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah:

1. Melakukan eksplorasi data dengan menggunakan plot deret waktu terhadap semua peubah untuk mengetahui pola data.

2. Mempersiapkan deret input suhu dan kelembapan, serta deret output curah hujan untuk memeriksa kestasioneran data yang terdiri dari beberapa langkah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data deret waktu dikatakan stasioner jika perilaku data tersebut berfluktuasi di sekitar nilai tengah dan ragam yang relatif konstan untuk seluruh periode waktu. Perilaku fungsi korelasi diri (ACF) dapat digunakan sebagai dasar penentuan dari kestasioneran data deret waktu. Deret waktu yang stasioner memiliki pola cuts off (memotong garis) atau tails off (turun secara eksponensial menuju nol) pada plot ACF. Selain itu dapat pula digunakan uji Augmented Dickey-Fuller sebagai uji formal untuk menguji kestasioneran data. Jika data tidak stasioner dalam nilai tengah, maka dilakukan pembedaan derajat d yang didefinisikan sebagai ∇d =(1-B)d (Cryer dan Chan 2008). Sedangkan Jika data tidak stasioner dalam ragam maka dilakukan transformasi Box-Cox. Transformasi Box-Cox didefinisikan sebagai berikut:

(15)

3 Dari transformasi Box-Cox, akan didapatkan nilai yang akan menjadi dasar dalam melakukan transformasi yang dapat dilihat pada Tabel 1 (Wei 2006).

Tabel 1 Nilai lambda (λ) dan jenis transformasi

Nilai Lambda ( ) Transformasi

-1.0 1

-0.5 1

0.0 ln

0.5

1.0 , (tidak perlu transformasi)

3. Membuat model ARIMA untuk deret output curah hujan terdiri dari beberapa langkah yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Melakukan identifikasi model ARIMA dengan mengamati fungsi korelasi diri (ACF) dan fungsi korelasi diri parsial (PACF) dari data yang telah stasioner. Model AR(p) dicirikan dengan perilaku cuts off pada plot PACF setelah lag ke-p dan perilaku tails off pada plot ACF. Model MA(q) dicirikan dengan perilaku cuts off pada plot ACF setelah lag ke-q dan perilaku tails off pada plot PACF. Jika pada kedua plot ACF dan PACF menunjukkan perilaku tails off, hal ini mengindikasikan model ARMA(p,q) (Bowerman dan O’Connel 1993). Jika dilakukan pembedaan maka identifikasi model menjadi model ARIMA(p,d,q).

b. Metode pendugaan parameter yang digunakan berdasarkan algoritma Marquardt’s. Prosesnya dilakukan secara iteratif dan berhenti ketika koreksi pada nilai penduga parameter sangat kecil, serta Jumlah Kuadrat Galat (JKG) mendekati nilai minimum (Makridakis et al. 1995). Model ARIMA diperoleh dengan mensubtitusi penduga parameternya ke persamaan umum model ARIMA. Persamaan umum model ARIMA (p,d,q) ialah (Makridakis et al. 1995):

Ø ∇ = �

c. Melakukan uji terhadap masing-masing penduga parameter model ARIMA. Penduga parameter dikatakan berpengaruh jika nilai-t hitung dari penduga parameter tersebut lebih besar daripada nilai-t tabel ( (/2− )pada taraf nyata α dengan derajat bebasnya adalah banyak amatan (n) dikurangi banyak parameter ( ) atau nilai peluang statistik t lebih kecil dari taraf nyata α (Bowerman dan O’Connel 1993). Jika terdapat parameter yang tidak berbeda nyata dengan nol kembali ke Langkah 3a.

d. Melakukan diagnostik model dengan menggunakan uji Ljung-Box untuk menguji kelayakan model. Jika nilai ∗ lebih kecil dari nilai χ2( ) atau nilai peluang statistik ∗ lebih besar dari taraf nyata α, maka dapat disimpulkan bahwa model layak. Persamaan uji Ljung-Box adalah:

= ′ ′+ 2 ( ′ − )−1 2

(16)

4

Dengan n’=n-d, n adalah jumlah pengamatan, d adalah ordo pembedaan. Kemudian m adalah lag maksimum yang diamati, dan 2 adalah nilai kuadrat dari korelasi diri sisaan pada lag-k (Cryer dan Chan 2008). Jika terdapat sekumpulan korelasi diri untuk nilai sisaan tersebut tidak nol kembali ke Langkah 3a.

e. Melakukan overfitting dengan menambahkan penduga parameter yang lebih banyak dari model ARIMA yang telah diperoleh. Overfitting ini bertujuan untuk memperoleh model terbaik (Makridakis et al. 1995). Model terbaik adalah model yang memiliki nilai p penduga parameter yang lebih kecil daripada taraf nyata α serta deret sisaan yang tidak saling berkorelasi. Jika model yang diperoleh bukan model terbaik maka kembali ke Langkah 3d.

f. Peramalan merupakan suatu proses untuk memperoleh data beberapa periode waktu ke depan. Untuk memperoleh sejauh a periode ke depan dari titik waktu ke-t, maka dipilih satu model yang memiliki nilai MSE minimum. Nilai MSE diperoleh dari persamaan �( + − )2, dengan + = ∞=0� Ø −1 +− ; = ∞=0� Ø −1 +−

(Wei 2006).

4. Membuat model fungsi transfer input ganda untuk meramalkan curah hujan terdiri dari beberapa langkah (Lampiran 4). Langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Membuat model ARIMA untuk masing-masing deret input suhu dan kelembapan dengan mengacu pada algoritma yang terdapat pada Lampiran 3.

b. Melakukan prewhitening untuk masing-masing deret input. Prewhitening merupakan proses transformasi deret yang berkorelasi menuju perilaku white noise yang tidak berkorelasi (Makridakis et al. 1995). Proses prewhitening ini menggunakan model ARIMA untuk deret input. Oleh karena itu sebelum proses prewhitening dibangun terlebih dahulu model ARIMA deret inputnya. Jika deret input (xt) mengikuti proses ARIMA,

maka prewhitening deret input dapat didefinisikan dengan persamaan Ø ∇ =� . Deret input (xt) dapat diubah ke dalam bentuk

menjadi =Ø

� ∇ , � ≠0. Dengan � ( ) merupakan

operator Autoregresive dengan ordo q, Ø adalah operator Moving Average dengan ordo p, ∇ adalah operator pembedaan dengan derajat pembeda d dan adalah deret white noise pada waktu ke-t dengan rataan nol dan ragam 2, serta antara dan tidak berkorelasi.

c. Melakukan prewhitening Deret Output (yt). Fungsi transfer merupakan

proses pemetaan terhadap yt. Sehingga apabila diterapkan suatu proses

prewhitening terhadap xt, maka transformasi yang sama juga harus

diterapkan terhadap yt agar dapat mempertahankan integritas hubungan

fungsional sehingga deret output yang telah ditransformasi ( ) menjadi =Ø

� ∇ , � ≠0.

(17)

5 arah hubungan di antara dua peubah acak. Fungsi kovarian silang antara

dan dapat didefinisikan sebagai berikut:

=� − [ − )] dengan = 0,±1,±2,… Fungsi korelasi silangnya dirumuskan:

� = (� � )−1

Dengan � dan � adalah simpangan baku dan (Wei 2006).

e. Mengidentifikasi model fungsi transfer input ganda awal dengan cara melihat plot korelasi silang antara deret input dengan deret output, sehingga diperoleh nilai b, s dan r. Nilai b, s dan r dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:

 Korelasi silang antara deret input ( ) dengan deret output ( ) yang telah di prewhitening yang berbeda nyata dengan nol untuk pertama kalinya pada lag ke-b.

 Untuk s dilihat dari lamanya deret input ( ) mempengaruhi deret output ( ) setelah nyata yang pertama (nilai b).

 Nilai r mengindikasikan lamanya deret output ( ) berhubungan dengan dirinya sendiri. Nilai r dilihat dari plot korelasi diri atau ditentukan berdasarkan pola lag (b + s), jika memiliki pola eksponensial maka r = 1 dan memiliki pola gelombang sinus maka r=2 (Bowerman dan O’Connel 1993).

Jika nilai korelasi antara deret input (suhu dan kelembapan) tinggi, maka ada kemungkinan ketika pembentukan model fungsi transfer input ganda terdapat penduga parameter yang tidak nyata. Oleh karena itu, metode simultaneous reestimation parameter dapat digunakan untuk memperoleh model terbaik (Olason dan Watt 1986).

f. Identifikasi model ARIMA untuk deret sisaan ( , ) dengan cara mengamati plot ACF dan PACF dari deret sisaan. Deret sisaan ini diperoleh dari model fungsi transfer input ganda awal.

g. Melakukan identifikasi model fungsi transfer input ganda akhir dengan cara mengkombinasikan model awal fungsi transfer dengan model ARIMA deret sisaan. Nilai penduga parameternya diperoleh dengan menggunakan algoritma Marquardt’s. Jika terdapat parameter yang tidak nyata pada taraf nyata α maka kembali ke Langkah 4e. Model fungsi transfer secara umum adalah sebagai berikut (Wei 2006):

= +

dengan adalah nilai deret output (nilai yt yang telah stasioner),

adalah nilai deret input (nilai xt yang telah stasioner), adalah gangguan

acak, dan = � ( −1) merupakan fungsi transfer . Model umum model fungsi transfer juga dapat ditulis sebagai berikut:

= � ( )

( ) + atau =

� ( )

( ) +

� ( )

Ø ( ) ;

≠0; Ø ≠0;

� =�0− �1 − ⋯ − � ; = 1− 1 − ⋯ −

r = derajat fungsi ( ) yang mengidikasikan berapa lama deret output berhubungan dengan nilai dirinya sendiri.

(18)

6

s = derajat fungsi �( ) yang menunjukkan seberapa lama deret output dipengaruhi deret inputnya.

= keterlambatan efek

= nilai yt pada waktu ke-t yang telah stasioner

= nilai xt pada waktu ke-t yang telah stasioner

= gangguan acak pada waktu ke-t

h. Melakukan diagnostik model fungsi transfer dengan uji Ljung-Box dapat dilihat pada Langkah 3d. Pemeriksaan kesesuaian model dilakukan dengan melihat perilaku sisaan ( ) dan nilai korelasi silang antara sisaan ( ) dan deret input ( ). Keacakan sisaan serta tidak adanya nilai korelasi silang yang berbeda nyata dengan nol menunjukkan model sudah sesuai.

i. Menghitung nilai peramalan curah hujan a periode kedepan untuk peramalan jangka pendek maupun jangka panjang dengan menggunakan model fungsi transfer input ganda yang terbaik yang memiliki nilai MSE minimum. Nilai MSE diperoleh dari persamaan yang dapat dilihat pada Langkah 3f.

5. Membandingkan hasil peramalan kedua model. Semakin kecil nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error) yang dirumuskan dengan persamaan:

� � = 1/ |( − ) |

=1

100,

menunjukkan data hasil peramalan semakin mendekati nilai aktual. Kemudian, nilai AIC (Akaike Information Criterion) dan SBC (Schwa z’s a esia Criterion). AIC atau SBC adalah kriteria untuk memilih model yang dapat dihitung menurut:

� � = ln�2+ 2

� = ln�2+ ln

dimana �2 merupakan penduga maksimum likelihood untuk �2 (ragam

sisaan model), M adalah banyaknya parameter pada model dan n adalah banyaknya pengamatan efektif yang sebanding dengan banyaknya sisaan yang dapat dihitung dari suatu deret. Model terbaik merupakan model dengan nilai AIC dan SBC terkecil (Wei 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

(19)

7

Gambar 1 Data curah hujan pada periode Oktober-Desember 2007

Dalam siklus hidrologi suhu mempunyai keterkaitan dengan curah hujan. Berdasarkan Gambar 2, suhu mengalami trend menurun dari awal bulan Oktober sampai pertengahan November, sedangkan menjelang akhir November terjadi trend naik dan mengalami trend turun kembali sampai akhir Desember.

Bulan

Gambar 2 Data suhu pada periode Oktober-Desember 2007

Menurut Kartasapoetra (2004) besarnya kelembapan udara merupakan faktor yang menstimulasi curah hujan. Ketika kelembapan udara tinggi, uap air di udara banyak atau bisa dikatakan udara mendekati jenuh. Semakin besar kandungan uap air di udara, potensi terbentuknya butir-butir air akibat adanya pengembunan uap air tersebut juga semakin besar. Dengan demikian potensi terbentuknya awan dan hujan akan semakin besar.

(20)

8

Gambar 3 Data kelembapan pada periode Oktober-Desember 2007

Mempersiapkan Deret Input dan Deret Output untuk Memeriksa Kestasioneran Data

Proses penstasioneran data perlu dilakukan sebelum pembentukan model ARIMA. Transformasi atau pembedaan dapat diterapkan untuk menstasionerkan data tersebut. Transformasi ragam harus dilakukan sebelum proses pembedaan, untuk itu terlebih dahulu akan diperiksa kestasioneran dalam ragam. Gambar 1 menunjukkan data curah hujan harian Oktober sampai Desember 2007 belum stasioner dalam ragam. Hal ini diperkuat dengan transformasi Box-Cox yang menghasilkan nilai lambda (λ) nol (Lampiran 5) sehingga perlu dilakukan transformasi Box-Cox yaitu transformasi logaritma natural. Nilai data aktual ( ) ditransformasikan menjadi ln sehingga data tersebut stasioner dalam ragam (Lampiran 6).

Tahap berikutnya memeriksa kestasioneran ln dalam nilai tengah. Kestasioneran dalam nilai tengah dapat dilihat dari plot ACF (Lampiran 7) yang belum menunjukkan kestasioneran dalam nilai tengah. Oleh karena itu dilakukan uji formal statistik yaitu uji Augmented Dickey-Fuller. Hasil uji Augmented Dickey-Fuller diperoleh nilai p yang lebih besar dari taraf nyata α=0.05 sehingga dilakukan pembedaan. Pembedaan d=1 dilakukan agar data stasioner dalam nilai tengah. Hasil uji Augmented Dickey-Fuller menunjukkan bahwa data curah hujan telah stasioner. Data curah hujan tang telah ditransformasi dan dilakukan pembedaan d=1 menjadi = 1− ln . Plot data curah hujan yang telah

(21)

9 Transformasi atau pembedaan dapat diterapkan untuk menstasionerkan data deret input yaitu suhu dan kelembapan. Transformasi Box-Cox pada Lampiran 8 memperlihatkan nilai lambda sebesar satu, artinya data deret input telah stasioner dalam ragam sehingga tidak perlu dilakukan teransformasi. Plot ACF dan PACF data deret input suhu pada Lampiran 10 menunjukkan data tidak stasioner dalam rataan. Pembedaan d=1 diterapkan untuk menstasionerkan kedua deret input dalam rataan. Hasil uji Augmented Dickey-Fuller (Lampiran 9) menunjukkan nilai p kurang dari taraf nyata α=0.05 sehingga kedua deret input tersebut telah memenuhi asumsi kestasioneran dalam rataan. Data deret input yang telah stasioner menjadi 1, = 1− 1, dan 2, = 1− 2, . Plot data yang

telah stasioner dapat dilihat pada Gambar 5.

Bulan

Gambar 5 Data suhu dan kelembapan yang telah stasioner

Pembentukan Model ARIMA (p,d,q)

Identifikasi Model ARIMA (p,d,q) Data Curah hujan ()

Plot ACF dan PACF dari data curah hujan yang telah stasioner digunakan untuk mengidentifikasi model ARIMA. Langkah-langkah identifikasi model ARIMA dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan Plot ACF pada Gambar 6 menunjukkan nyata pada lag ke-1, sedangkan plot PACF nyata pada lag ke-1, lag ke-2 dan lag ke-3. Identifikasi model awal untuk data curah hujan adalah ARIMA (0,1,1)., ARIMA (1,1,0), ARIMA (2,1,0) dan ARIMA (3,1,0).

(22)

10

uji Ljung-Box yang menunjukkan nilai p yang lebih besar dari taraf nyata α=0.05. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi diri antar sisaan (Lampiran 12). Selain itu model ARIMA tentatif terbaik dipilih dari model yang memiliki nilai AIC, SBC dan MSE terkecil. Tabel 2 menunjukkan bahwa model ARIMA (0,1,1) layak digunakan untuk peramalan.

Tabel 2 Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil identifikasi model ARIMA (p,d,q) untuk data curah hujan ( )

Model AIC SBC MSE

ARIMA (1,1,0)** 348.654 353.676 1.626

ARIMA (2,1,0)* 334.856 342.388 1.499

ARIMA (3,1,0)* 325.942 335.985 1.420

ARIMA (0,1,1) 326.440 331.462 1.439

* Terdapat parameter yang tidak nyata ** Terdapat nilai sisaan yang tidak saling bebas

Langkah selanjutnya melakukan overfitting untuk memperoleh model terbaik. Hasil overfitting yang dapat dilihat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada model yang memiliki penduga parameter yang nyata. Oleh karena itu,

model ARIMA (0,1,1) merupakan model terbaik dengan persamaan = (1- 0.874B) . Hasil pemodelan dapat dilihat pada Lampiran 11.

Tabel 3 Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil overfitting model ARIMA (p,d,q) untuk data curah hujan ( )

Model AIC SBC MSE

ARIMA (1,1,1)* 325.929 333.461 1.427

ARIMA (0,1,2)* 325.230 332.763 1.422

*Terdapat parameter yang tidak nyata

Identifikasi Model ARIMA (p,d,q) Data Suhu (,)

Berdasarkan Plot ACF nyata pada lag ke-1, sedangkan plot PACF nyata pada lag ke-1 dan ke-2 (Gambar 7). Identifikasi model awal untuk data suhu adalah ARIMA (0,1,1), ARIMA (1,1,0) dan ARIMA (2,1,0).

(23)

11 Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan model ARIMA (0,1,1) memiliki nilai penduga parameter yang berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata α=0.05. Hasil uji Ljung-Box pada Lampiran 12 menunjukkan nilai p yang lebih besar dari taraf nyata α=0.05. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi diri antar sisaan. Berdasarkan hasil tersebut model ARIMA (0,1,1) layak digunakan untuk peramalan.

*Terdapat parameter yang tidak nyata

Overfitting untuk model ARIMA (0,1,1) ditunjukkan pada Tabel 5. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada model yang memiliki seluruh penduga parameter yang berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata α=0.05. Oleh karena itu, model

Identifikasi Model ARIMA (p,d,q) Data Kelembapan (� ,)

Plot ACF nyata pada lag ke-1, sedangkan plot PACF nyata pada lag ke-1 dan lag ke-2 (Gambar 8). Identifikasi model awal untuk data kelembapan adalah ARIMA (1,1,0), ARIMA (2,1,0) dan ARIMA (0,1,1).

22

(24)

12

taraf nyata α=0.05, Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi diri antar sisaan. Sehingga, model ARIMA (0,1,1) layak digunakan untuk peramalan (Lampiran 10).

Tabel 6 Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil identifikasi model ARIMA (p,d,q) untuk data kelembapan ( 2, )

Model AIC SBC MSE

ARIMA (0,1,1) 554.896 559.918 5.048

ARIMA (1,1,0)* 561.917 566.939 5.247

ARIMA (2,1,0) 556.744 564.277 5.547

*Terdapat parameter yang tidak nyata

Overfitting untuk model ARIMA (0,1,1) ditunjukkan pada Tabel 7. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada model yang memiliki yang seluruh penduga parameternya nyata. oleh karena itu, ARIMA (0,1,1) ditetapkan menjadi model terbaik. Persamaan model ARIMA (0,1,1) deret input kelembapan ( 2, ) dengan

persamaan 2, = (1−0.520 ) 2, .

Tabel 7 Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil overfitting model ARIMA (p,d,q) untuk data kelembapan ( 2, )

Model AIC SBC MSE

ARIMA (1,1,1)* 556.259 563.792 5.059

ARIMA (0,1,2)* 556.142 563.675 5.062

*Terdapat parameter yang tidak nyata

Prewhitening Deret Input dan Deret Output

Prewhitening dilakukan berdasarkan identifikasi model ARIMA pada masing-masing deret input. Dalam tahap ini digunakan unsur white noise model tersebut. Proses ini bertujuan untuk menghitung korelasi silang, sehingga dapat digunakan untuk menentukan hubungan antara deret input dan deret output. Model prewhitening deret input suhu ( 1, ) adalah sebagai berikut:

1, = 1, + 0.668 1, 1

Dengan cara yang sama, model prewhitening dari deret input kelembapan ( 2, ) adalah sebagai berikut:

2, = 2, + 0.520 2, −1

Prewhitening deret output dilakukan dengan cara yang sama sebagaimana prewhitening deret input. Sehingga prewhitening deret output curah hujan ( ) berdasarkan peubah input suhu ( 1, ) menghasilkan persamaan:

1, = + 0.668 1, −1

Prewhitening deret deret output curah hujan ( )berdasarkan ( 2, ) peubah

kelembapan didapat model dengan persamaan:

(25)

13

Identifikasi Model Fungsi Tranfer Input Ganda Awal

Identifikasi model fungsi transfer awal dilakukan dengan melihat plot korelasi silangnya. Plot korelasi silang antara 1, dan 1, (Lampiran 13) menunjukkan nilai yang signifikan pada lag ke-1 yang berarti bahwa b=1. Nilai s dilihat dari banyaknya lag korelasi silang yang berbeda nyata dengan nol setelah lag ke b, dari Lampiran 14 diperoleh s=3. Selanjutnya untuk memperoleh nilai r dapat dilihat banyaknya lag korelasi diri output yang berbeda nyata dengan nol setelah nyata yang pertama dan diperoleh r=0. Untuk memperoleh model terbaik, maka dilakukan overfitting model. Hasil dari kandidat model beserta nilai AIC, SBC dan MSE modelnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil identifikasi model fungsi transfer untuk deret input suhu ( 1, )

Model AIC SBC MSE

b=1, s=0, r=0* 374.279 379.210 2.056

b=1, s=1, r=0* 371.649 379.012 2.064

b=1, s=2, r=0* 369.632 376.960 2.092

b=1, s=3, r=0* 361.702 368.994 2.047

b=1, s=4, r=0* 358.689 365.946 2.063

b=2, s=0, r=0* 369.226 374.135 2.047

b=3, s=0, r=0* 366.739 371.624 2.068

b=4, s=0, r=0 358.964 363.826 2.026

*Terdapat parameter yang tidak nyata

Hasil dari Tabel 8 menunjukkan bahwa model fungsi transfer dengan b=4, s=0 dan r=0 merupakan model terbaik yang memiliki nilai penduga parameter yang berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata α=0.05 dan memiliki nilai AIC, SBC dan MSE terkecil. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15. Sehingga model fungsi transfer awal untuk deret input suhu ( 1, ) adalah

= −0.517 1, 4+ .

Tabel 9 Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil identifikasi model fungsi transfer untuk deret input kelembapan ( 2, )

Model AIC SBC MSE

b=1, s=0, r=0 295.012 302.450 1.296

b=1, s=1, r=0* 294.426 304.243 1.310

b=1, s=2, r=0* 291.031 300.801 1.310

b=1, s=0, r=1* 294.302 304.120 1.309

b=1, s=0, r=2* 291.185 300.956 1.311

b=2, s=0, r=0 308.346 315.709 1.428

(26)

14

Model fungsi transfer awal untuk 2, diperoleh dengan cara yang sama seperti 1, . Dari plot korelasi silang antara 2, dan 2, (Lampiran 13) dan plot

ACF deret outputnya diperoleh nilai b=1, s=0 dan r=0. Hasil kandidat model yang dicobakan beserta nilai AIC, SBC dan MSE modelnya dapat dilihat pada Tabel 9.

Model fungsi transfer dengan nilai b=1, s=0 dan r=0 memiliki nilai nilai penduga parameter yang berbeda nyta dengan nol pada taraf nyata α=0.05 dan memiliki nilai AIC, SBC dan MSE terkecil. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15. Sehingga model fungsi transfer awal untuk deret input kelembapan udara ( 2, )dengan persamaan = 0.094 2, 1+ .

Setelah diperoleh model awal fungsi transfer untuk masing-masing deret input, dilakukan pendugaan model awal fungsi transfer bersama antara 1, , 2, dan . Hasil pemodelan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15. Model persamaan fungsi transfer untuk kasus dua input atau lebih, yaitu = =1δ-1 B ω B , + nt sehingga diperoleh model fungsi transfer input

ganda awal adalah = −0.517 1, −4+ 0.094 2, −1.

Identifikasi Model ARIMA Deret Sisaan

Model fungsi transfer input ganda awal digunakan untuk menghitung nilai dari model tersebut. Perhitungan nilai diperoleh dengan cara melakukan transformasi terhadap model awalnya. Sehingga nilai diperoleh dengan persamaan = + 0.517 1,4−0.094 2, 1 . Hasil tersebut didapat plot

ACF dan PACF deret sisaan (Lampiran 17). Plot ACF nyata pada lag pertama, sedangkan plot PACF berbentuk tails-off. Tabel 10 menunjukkan hasil pengidentifikasian model ARIMA deret sisaan. Model ARIMA (0,0,1) merupakan model yang memenuhi asumsi penduga parameter yang nyata dan nilai sisaan yang saling bebas. Model ARIMA deret sisaannya adalah = (1− ) .

Tabel 10 Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model ARIMA untuk deret sisaan

Deret Input 1, Deret Input 2, Model ARIMA

Deret Sisaan AIC SBC b=4, s=0, r=0 b=1, s=0, r=0 ARIMA(0,0,0)** 350.138 357.359

ARIMA (1,0,0)* 313.749 323.376

ARIMA (0,0,1) 279.647 289.274

*Terdapat parameter yang tidak nyata **Terdapat nilai sisaan yang tidak saling bebas

Model Fungsi Transfer Input Ganda Akhir

(27)

15 yang lebih besar dari taraf nyata 0.05, nilai tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat korelasi diri antar sisaan. Selain itu, nilai korelasi silang antara sisaan dengan masing-masing deret input tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 0.05, sehingga asumsi kebebasan antar input dan sisaan terpenuhi. Dengan pertimbangan penduga parameter yang berbeda nyata dengan nol, kebebasan sisaan dan kebebasan antara input dan sisaan. Maka model tersebut ditetapkan sebagai model terbaik dan layak digunakan untuk peramalan.

Peramalan

Peramalan dari curah hujan untuk beberapa periode ke depan dihitung dengan menggunakan persamaan = 0.089 2,1 −0.316 1, 4+ − 1 dengan memasukkan nilai-nilai deret input, serta nilai sisaan yang diperoleh dari tahapan sebelumnya. Perhitungannya dilakukan secara rekursif, yaitu menghitung peramalan satu periode kemudian dua periode dan seterusnya. Model tersebut menjelaskan bahwa peramalan curah hujan di masa yang akan datang dipengaruhi oleh suhu empat hari sebelumnya dan kelembapan satu hari sebelumnya. Hasil peramalan curah hujan yang didapat di transformasi kembali ke data asalnya yaitu dengan cara .

Perbandingan Model ARIMA dengan Fungsi Transfer

Plot hasil peramalan dengan model fungsi transfer input ganda pada Gambar 9 pada hari ke-2, ke-3, ke-5, dan ke-6 cenderung mendekati data aktualnya sedangkan dengan model ARIMA untuk semua hari peramalannya tidak mendekati nilai aktualnya. Oleh karena itu, model fungsi transfer input ganda lebih baik dibandingkan dengan model ARIMA pada peramalan jangka pendek terlihat dari plotnya yang mendekati nilai aktual. Kriteria lain dalam menentukan peramalan terbaik dapat dilihat dari nilai MAPE yang terkecil. Lampiran 19 menunjukkan nilai MAPE untuk model fungsi transfer input ganda sebesar 5.28% lebih kecil dibandingkan dengan model ARIMA sebesar 37.01%. Berdasarkan plot tersebut dan kriteria MAPE maka dapat disimpulkan model fungsi transfer input ganda lebih baik dibandingkan dengan model ARIMA pada peramalan jangka pendek.

(28)

16

Gambar 9 Plot perbandingan hasil peramalan model fungsi transfer, model ARIMA dan data aktual

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Data deret waktu dapat dimodelkan dengan model fungsi transfer. Model tersebut diperoleh dengan menggabungkan model fungsi transfer untuk deret input suhu dan kelembapan. Berdasarkan Model tersebut, curah hujan mulai dipengaruhi suhu sejak empat hari yang lalu dan kelembapan sejak satu hari yang lalu. Nilai MAPE hasil peramalan jangka pendek sebesar 5.28% menunjukkan model fungsi transfer yang diperoleh cukup baik dalam melakukan peramalan jangka pendek. Sebaliknya hasil peramalan jangka panjang dengan model tersebut belum baik dalam meramalkan curah hujan untuk periode satu bulan kedepan dapat dilihat dari nilai MAPE sebesar 31.68% sehingga belum bisa mendeteksi terjadinya banjir dengan baik.

Saran

Penelitian ini melakukan peramalan pada jangka pendek dan jangka panjang. Pada peramalan jangka panjang terdapat data yang pencilan sehingga perlu dikaji kembali dengan model intervensi. Model intervensi merupakan rangkaian prosedur deret waktu yang dapat digunakan untuk memodelkan dan meramalkan data yang dipengaruhi oleh suatu kejadian atau intervensi. Kelebihan dari model ini adalah dapat mendeteksi nilai-nilai ekstrim.

(29)

17

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian E, Budiman, Mimin K. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta(ID): BMKG

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Hasil Penilaian Kerusakan dan Kerugian Pasca Bencana Banjir Awal Februari 2007 di Wilayah Jakarta. Jakarta(ID): Bappenas.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Jangan Abaikan Informasi Cuaca. Jakarta(ID): BMKG.

Bowerman BL,O’Connell RT. 1993. Forecasting and Time Series: an Applied Approach. 3rd Ed. California (US): Wadsworth.

Cryer JD KS Chan. 2008. Time Series Analysis with Applications in R Second Edition. New York (US): Springer.

Kartasapoetra AG. 2004. Klimatologi:Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta (ID) : Bumi Aksara.

Makridakis S, SC Wheelwright, VE McGee. 1995. Metode dan Aplikasi Peramalan Jilid 1 Edisi Kedua. Untung SA, Abdul B, Penerjemah; Jakarta (ID): Penerbit Erlagga. Terjemahan dari : Forecasting, 2nd Edition.

Olason T, Watt WE. 1986. Multivariate Transfer Function-Noise Model of River Flow for Hydropower Operation. Nordic Hydrology. 17(1):185-202.

Soerwarno. 2000. Hidrologi Operasional. Jilid kesatu. Bandung (ID): Citra Aditya Bakti.

Sosrodarsono S. 2003. Hidrologi. Jakarta (ID): PT Pradnya Paramita.

Swarinoto YS, Sugiyono. (2011). Pemanfaatan suhu udara dan kelembapan udara dalam persamaan regresi untuk simulasi prediksi total hujan bulanan di Bandar Lampung. Jurnal meteorologi dan geofisika. 3 (12): 271-281. Tua MB, 2013. Aplikasi Change Point Analysis (CPA) pada Data Curah Hujan

Harian [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(30)

18

Lampiran 1 Flowchart umum penelitian

Lampiran 2 Flowchart pemeriksaan kestasioneran data

Mulai Plot data asli untuk 1, ,

2, ,dan

(1) Memeriksa kestasioneran data untuk

1, , 2, ,dan

(2) Membuat model

ARIMA untuk 1, ,

2, ,dan

(3)Membuat model fungsi transfer untuk

1, , 2,,dan Membandingkan hasil validasi

peramalan dari model ARIMA dan Fungsi transfer Selesai

A

Tidak Mulai

Plot ACF dari data asli untuk 1, , 2, ,dan

Apakah data sudah stasioner dalam rataan

dan ragam Uji Augmented

Dickey-Fuller untuk 1, ,

2, ,dan

Lakukan pembedaan (d) untuk rataan dan transformasi untuk ragam

Plot ACF untuk 1, ,

2,,dan

(31)

19 Lampiran 3 Flowchart pembuatan model ARIMA (p,d,q)

A

Identifikasi p,q dari 1, ,

2, ,dan berdasarkan plot ACF dan PACF

Menduga nilai parameter (Ø,θ) dengan algoritma

Marquardt’s

Jika parameter sudah signifikan dan asumsi

sisaan terpenuhi

Pilihlah model ARIMA (p,d,q) dengan nilai parameter yang signifikan, asumsi sisaan yang terpenuhi serta nilai AIC,SBC dan MSE

terkecil

Melakukan peramalan dari model ARIMA yang

terbaik

B

Melakukan uji pada masing-masing parameter (Ø,θ) dan diagnostik model

menggunkan uji Ljung-Box

Melakukan overfitting dari model ARIMA (p,d,q)

yang telah diperoleh

(32)

20

Lampiran 4 Flowchart pembuatan model fungsi transfer input ganda

B

Melakukan prewhitening dari deret input( 1, , 2, ) berdasarkan model

ARIMA yang terbaik menjadi 1,,

2,

Melakukan prewhitening dari deret output ( ) berdasarkan transformasi

yang sama dari deret inputnya menjadi 1, , 2,

Melakukan korelasi silang antara

1,, dengan 1, , dan 2, dengan 2, Identifikasi nilai b,s, dan r

berdasarkan plot korelasi silang untuk model fungsi transfer input ganda

awal

Identifikasi model ARIMA untuk deret sisan ( , ) dari model fungsi

transfer input ganda awal

Jika parameter sudah signifikan dan asumsi

sisaan terpenuhi

Melakukan peramalan dari model fungsi transfer akhir yang terbaik Pilihlah model fungsi transfer dengan nilai

parameter yang signifikan, asumsi sisaan yang terpenuhi serta nilai AIC,SBC dan

MSE terkecil

Selesai Menduga nilai masing-masing parameter (ω,δ)

dari model fungsi transfer akhir

(kombinasi fungsi transfer awal dan model deret sisaan) dan melakukan diagnostik model dengan

uji Ljung-Box

Tidak

(33)

21 Lampiran 5 Plot Box-Cox data asli untuk data curah hujan

1,5

Lampiran 6 Plot Box-Cox data curah hujan yang sudah di transformasi

5

Lampiran 7 Plot ACF dan PACF data curah hujan (ln )

22

Lampiran 8 Plot Box-Cox untuk data suhu dan kelembapan

(34)

22

Lampiran 9 Hasil uji Augmented Dickey-Fuller

Deret p-value

d=0 d=1

Curah Hujan 0.073 0.001

Suhu 0.653 0.001

Kelembapan 0.098 0.001

Lampiran 10 Plot ACF dan PACF data asli suhu dan kelembapan

22

Lampiran 11 Pendugaan parameter akhir untuk curah hujan (wt), suhu ( 1, ) dan

kelembapan ( 2, )

Pendugaan Ragam 2.070 0.779 25.486

Pendugaan Galat Baku 1.439 0.883 5.048

AIC 326.440 237.553 554.896

(35)

23 Lampiran 12 Uji Ljung-Box untuk seluruh data

Pemeriksaan Korelasi Diri Sisaan

Lag db Curah hujan Suhu Kelembapan

Khi-Kuadrat Nilai p Khi-Kuadrat Nilai p Khi-Kuadrat Nilai p

6 5 8.93 0.112 4.31 0.505 5.61 0.346

12 11 14.25 0.220 5.98 0.875 6.82 0.814

18 17 16.00 0.524 9.36 0.928 9.06 0.938

24 23 21.44 0.554 21.36 0.559 13.12 0.949

Lampiran 13 Hasil korelasi silang 1, dan 2,

Lag Kovarian Korelasi -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1

(36)

24

Lampiran 14 Hasil korelasi silang 2, dan 2,

Lag Kovarian Korelasi -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1

0 2.412 0.313 | . |****** | 1 1.699 0.221 | . |**** | 2 -0.577 -.075 | . **| . | 3 -0.041 -.005 | . | . | 4 1.055 0.137 | . |***. | 5 -0.434 -.056 | . *| . | 6 -1.032 -.134 | .***| . | 7 0.792 0.103 | . |** . | 8 -0.408 -.053 | . *| . | 9 0.112 0.014 | . | . | 10 -0.423 -.055 | . *| . | 11 0.376 0.049 | . |* . | 12 -0.948 -.123 | . **| . | 13 0.145 0.018 | . | . | 14 -0.924 -.120 | . **| . | 15 1.754 0.228 | . |***** | 16 -0.344 -.044 | . *| . | 17 0.206 0.026 | . |* . | 18 -0.038 -.005 | . | . | 19 0.923 0.120 | . |** . | 20 -1.354 -.176 | ****| . | 21 -0.485 -.063 | . *| . | 22 -0.481 -.062 | . *| . | 23 -0.347 -.045 | . *| . | 24 -0.528 -.068 | . *| . |

Lampiran 15 Model fungsi transfer input ganda awal untuk deret input suhu ( 1, ) dan kelembapan ( 2, )

Suhu 1, Kelembapan 2,

Parameter SCALE1 SCALE1

Pendugaan -0.517 0.094

Galat Baku 0.237 0.017

t-hitung -2.18 5.49

Nilai p 0.032 <.0001

Lag 0 0

Peubah x1 x2

Shift 4 1

Pendugaan Ragam 4.104 1.681

Pendugaan Galat Baku 2.026 1.296

AIC 358.964 295.012

(37)

25 Lampiran 16 Plot ACF dan PACF dari deret sisaan model fungsi transfer input ganda

awal

a. Korelasi Diri Sisaan

Lag Kovarian Korelasi -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Galat Baku

0 4.039 1.000 | |********************| 0 1 -2.437 -.603 | ************| . | 0.110 2 0.455 0.112 | . |** . | 0.145 3 -0.046 -.011 | . | . | 0.146 4 0.112 0.027 | . |* . | 0.146 5 0.381 0.094 | . |** . | 0.146 6 -0.747 -.185 | . ****| . | 0.147 7 0.164 0.040 | . |* . | 0.149 8 0.202 0.050 | . |* . | 0.150 9 0.070 0.017 | . | . | 0.150 10 -0.348 -.086 | . **| . | 0.150 11 0.192 0.047 | . |* . | 0.150 12 0.025 0.006 | . | . | 0.151 13 -0.185 -.045 | . *| . | 0.151 14 0.305 0.075 | . |** . | 0.151 15 -0.303 -.075 | . **| . | 0.151 16 0.034 0.008 | . | . | 0.152 17 0.288 0.071 | . |* . | 0.152 18 -0.258 -.064 | . *| . | 0.152 19 0.249 0.061 | . |* . | 0.152 20 -0.0012 -.000 | . | . | 0.153 21 -0.433 -.107 | . **| . | 0.153 22 0.223 0.055 | . |* . | 0.154 23 0.173 0.043 | . |* . | 0.154 24 -0.155 -.038 | . *| . | 0.154

b. Korelasi Diri Parsial

Lag Korelasi -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1

(38)

26

Lampiran 17 Pendugaan parameter akhir model fungsi transfer input ganda akhir Parameter Pendugaan Galat

Baku t-hitung Nilai p Lag Peubah Shift

MA1,1 1.000 0.071 14.01 <.0001 1 y 0

SCALE1 -0.316 0.137 -2.31 0.023 0 x1 4

SCALE2 0.089 0.019 4.47 <.0001 0 x2 1

Pendugaan Ragam

Pendugaan

Galat Baku AIC SBC

1.690 1.300 279.647 289.274

Lampiran 18 Uji Ljung-Box untuk seluruh data pada model fungsi transfer input ganda akhir

Pemeriksaan Korelasi Diri Sisaan dengan deret input

Lag db

Fungsi Transfer Suhu Kelembapan

Khi-Kuadrat Nilai p Khi-Kuadrat Nilai p

Khi-Kuadrat Nilai p

5 6 10.04 0.074 1.48 0.961 1.86 0.932

11 12 11.95 0.367 4.91 0.961 3.03 0.995

17 18 13.16 0.726 9.38 0.950 6.80 0.992

23 24 16.77 0.820 11.78 0.982 12.74 0.970

Lampiran 19 Perbandingan hasil peramalan model fungsi transfer, model ARIMA dan data aktual

Periode Hari � � (fungsi transfer) � (ARIMA)

1 01 Januari 2008 10.8 19.194 5.900

2 02 Januari 2008 22.3 20.456 6.005

3 03 Januari 2008 9.5 8.308 6.113

4 04 Januari 2008 18.3 10.695 6.222

5 05 Januari 2008 11.8 12.203 6.333

6 06 Januari 2008 11.0 12.466 6.447

7 07 Januari 2008 17.4 12.734 6.562

(39)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 01 Juni 1991, merupakan putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Asep Rohendi dan Jubaedah. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1, Cibadak pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis diberikan kesempatan untuk belajar menempuh pendidikan sarjana di Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuaan Alam dengan minor Matematika Keuangan dan Aktuaria serta aktif tidak hanya dalam bidang akademik namun juga dalam bidang non-akademik di dalam kampus.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Rancangan Percobaan I Layanan S1 Statistika pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga aktif mengajar mata kuliah Metode Statistika di bimbingan belajar dan privat mahasiswa Statistic Centre. Penulis juga pernah aktif sebagai Lurah A4 Asrama TPB IPB, sekretaris umum di Forum for Scientific Studies (FORCES) pada tahun 2009/2011. Bulan Februari-April 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapang di PT Asuransi Cigna di jakarta pusat dengan judul Pendugaan Biaya Akuisisi Produk Asuransi dengan Pendekatan Teori Kredibilitas.

Gambar

Gambar 2 Data suhu pada periode Oktober-Desember 2007
Gambar 3 Data kelembapan pada periode Oktober-Desember 2007
Gambar 5 Data suhu dan kelembapan yang telah stasioner
Tabel 2  Nilai AIC, SBC dan MSE dari hasil identifikasi model ARIMA (p,d,q) �)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Data penelitian ini diperoleh melalui observasi (pengamatan), wawancara, dan studi dokumentasi. Data dianalisis menggunakan model analisis Spradley, terdiri atas

Perkembangan hukum Islam di Indonesia merupakan cikal bakal lahirnya KHI, dalam sub bahasan perkembangan hukum Islam di Indonesia secara menyeluruh tidak dijelaskan secara

MEDIASI PASCA PERMA NO.1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Semarang) ” dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,

Swimming pool , Tennis court , Public toilet, semua tempat sampah di luar gedung. Seksi ini sangat penting peranannya dalam operasional hotel karena mempunyai tugas

a) oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan hukum adatnya yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat

Dari gambar 4.8 dan 4.9 dapat dilihat bahwa semakin meningkatnya nilai parameter konveksi campuran pada fluida menyebabkan profil kecepatan dan profil temperatur

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan yang diangkat menjadi judul

Dalam rangka penerapan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 dan penyediaan dan pelayanan informasi publik, PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) BPKAD