• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat Di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat Di Kabupaten Bogor"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PROGRAM

PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

(Studi UPT Puskesmas Cirimekar Kecamatan Cibinong)

TEUKU IQBAL MIZA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi Pengembangan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

TEUKU IQBAL MIZA. Strategi Pengembangan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING dan DEDI BUDIMAN HAKIM.

Pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah berupaya melakukan program-program dalam menanggulangi masalah gizi buruk-kurang. Setiap daerah diharapkan mencapai indikator-indikator yang telah ditentukan baik dalam Standar Pelayanan Minimal, Indikator Pembangunan Daerah, dan Millenium Development Goals.

Gizi buruk-kurang merupakan masalah yang dihadapi oleh pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah. Kasus gizi buruk-kurang di Indonesia diharapkan dapat turun sesuai dengan kesepakatan MDG’s yang jumlahnya dibawah 15% pada tahun 2015. Indonesia telah mampu menurunkan prevelensi balita gizi buruk pada tahun 2013 sebesar 5,7 persen namun untuk kasus gizi kurang naik 0,9 persen.

Kekurangan gizi dapat menyebabkan kematian dan penyakit infeksi serta berdampak pada perkembangan intelektual, produktivitas dan tumbuh kembang anak. Hal ini akan berdampak pada kualitas SDM dimasa mendatang. Permasalahan gizi buruk-kurang dipengaruhi oleh bermacam hal seperti masalah ekonomi, keadaan sosial, tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat.

Kemajuan perekonomian suatu wilayah tidak berdampak secara nyata dengan tingkat kesejahteraan. Kecamatan Cibinong sebagai wilayah yang masuk dalam laju pertumbuhan ekonomi tertinggi ketiga dan sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Bogor mengalami peningkatan jumlah kasus gizi buruk dan termasuk yang tertinggi.

Pemerintah Kabupaten Bogor telah menjalankan kebijakan-kebijakan pusat dan berupaya dalam mencapai indikator-indikator tersebut. Dalam upaya penanggulangan gizi buruk-kurang peran stakeholder sangat penting. Dengan adanya UKBM dapat membantu tugas pemerintah dalam menjalankan program perbaikan gizi masyarakat yang bertujuan melakukan pencegahan dan penanggulangan gizi buruk-kurang. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Menganalisis implementasi kebijakan Perbaikan Gizi masyarakat. 2) Menganalisis

dan mengidentifikasikan pelaksanaan program Perbaikan Gizi Masyarakat. 3) Merumuskan strategi penguatan kelembagaan Program Perbaikan Gizi

Masyarakat. Pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan kuesioner selanjutnya dilakukan analisis.

(5)

Stretegi menyusun kebijakan peraturan daerah, menggerakan kelompok masyarakat, meningkatkan jumlah anggaran untuk fasilitas dan pelayanan, meningkatkan kegiatan penyuluhan lintas sektor, bekerjasama dengan kelompok masyarakat dan perguruan tinggi, mengambil langkah kebijakan yang mengarahkan masyarakat untuk mengikuti program keluarga berencana, meningkatkan peran masyarakat, kader posyandu dan para relawan, dan meningkatkan alokasi anggaran program perbaikan gizi. Dalam menjalankan strategi disusun program-program untuk mencapai tujuan pemerintah daerah yaitu : 1) program penanggulangan gizi masyarakat, program permberdayaan usaha kesehatan bersama masyarakat, program peningkatan fasilitas dan pelayanan gizi masyarakat, program penyuluhan kesehatan dan gizi masyarakat lintas SKPD, program peningkatan kapasitas kader dan kerjasama antar lembaga, program keluarga berencana, program promosi kesehatan dan gizi ibu, bayi dan anak, dan program pencegahan dan penanggulangan gizi buruk-kurang.

(6)

SUMMARY

IQBAL TEUKU MIZA. Strategy of Institutional Strengthening for Community Nutrition Improvement Programs in Bogor. Supervised by LALA M. KOLOPAKING and DEDI BUDIMAN HAKIM.

The Government through the Ministry of Health has made effort in carrying out programs to deal with the problem of malnutrition. Each region is expected to reach the indicators already set up in terms of in Minimum Service Standards, Indicators of Regional Development, and the Millennium Development Goals.

Malnutrition is a problem faced by both the central and local governments. Cases of malnutrition in Indonesia are expected to decline in accordance with the agreement in MDG's, namely below 15% by 2015. Indonesia was able to reduce the prevalence of undernourishment among children aged below five years in 2013 to 5.7 percent, but cases of poor nutrition rose by 0.9 percent.

Nutritional deficiency can cause death and infectious diseases as well as intellectual development, productivity and development of the child. This will have an impact on the quality of human resources in the future. Problems of malnutrition is influenced by various factors such as economic, social, educational aspects and community awareness.

The economic progress of a region do not affect significantly the level of welfare. Cibinong Ddistrict as the region included in the third-highest rate of economic growth and as the center of Bogor regency administration has experienced an increase in malnutrition cases, and it is considered the highest.

Bogor Regency government has carried out the central policies and made effort to achieve these indicators. In dealing with malnutrition, the role of stakeholders is very important. With the presence of UKBM, the government can be assisted with the community nutrition improvement programs aimed at the prevention and eradication of malnutrition.

This study aimed to: 1) analyze the implementation of the Community Nutrition Improvementpolicies , 2) analyze and identify the implementated programs of Community Nutrition Improvement, 3) formulate a strategy of institutional strengthening for the Community Nutrition Improvement Program. Data were collected by observation, interview and questionnaire, followed by an analysis.

The results showed that 1) the problem of malnutrition could be prevented by conducting extension, opening consultation and health examination at both Puskesmas (Community Health Centers) and Posyandu (Integrated Service Center). In dealing with malnutrition, the government collaborated with the community or community groups. 2) The role of Puskesmas in getting information from the Posyandu cadres is aimed to detect malnutrition cases. Health workers also actively visited families having problems of nutrition and monitored their condition or development. 3) the efforts in achieving the SPM indicators need synergic cooperation across SKPD in improving community nutrition.

(7)

cross-sector extension activities, collaborating with community groups and universities, taking actions that encourage people to follow family planning programs, enhancing the role of community, Posyandu cadres and volunteers, and increasing the allocated budget for the nutrition improvement programs. In carrying out the strategies, some programs are created to achieve the goals of local governments, namely: 1) community nutrition programs, health empowerment program with community, improvement of facilities and community nutrition services, health and community nutrition extension programs across SKPD, cadre capacity building and cooperation among institutions, family planning programs, health and nutrition promotion program for mothers, infants and children, and malnutrition prevention and control program

Keywords: malnutrition, prevention and control, UBKM, strategy of institutional strengthening for community nutrition improvement programbitor. Supervised by ELLY SURADIKUSUMAH and IRMA HERAWATI SUPARTO.

Eugenia polyantha known as salam in Indonesia is widely used as herbal medicinal plant to treat various diseases, including diabetes. The objectives of this research are to obtain the active fraction of ethanolic salam leaves extract, which is inhibitory against -amylase activity, and to identify phytochemical constituents of the fractions. Crude ethanolic extract fractionated by liquid-liquid extraction gave 3 fractions, namely n-hexane, ethyl acetate, and water fractions. All fractions showed inhibitory activity against -amylase and water fraction showed the highest activity with the inhibition of 22.52%. Subsequent fractionation of the water fraction using silica gel column chromatography with gradient elution produced 4 fractions. All fractions showed inhibitory activity against -amylase; fraction 2 showed the highest activity with the inhibition of 57.57%. Phytochemical screening showed that alkaloids, flavonoids, and saponins were the chemical constituents of the active fraction.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Mauris ultrices tellus vel risus tempus non consequat massa sollicitudin. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas. Proin eget interdum velit. Vestibulum quis justo eu arcu elementum bibendum. Proin venenatis eleifend fermentum. Vivamus ullamcorper dictum quam non mollis. Morbi cursus dolor ut tellus faucibus rutrum. Duis nibh nibh, psum purus tristique risus, id aliquam libero nunc non neque. Praesent vel massa purus, sed gravida ligula.

Etiam vel suscipit erat. Aliquam erat volutpat. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas. Sed vulputate neque sit amet nibh gravida scelerisque. Nam mattis euismod facilisis. Ut sit amet nunc sem, vel imperdiet risus. Pellentesque iaculis tempus nunc accumsan porttitor. Sed eget odio nec enim ornare feugiat. Quisque viverra sapien a felis molestie dictum. Donec malesuada porttitor sagittis. In hac habitasse platea dictumst. Morbi at justo at tellus tincidunt volutpat sed vel enim.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

STRATEGI PPENGEMBANGAN KELEMBAGAAN

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

DI KABUPATEN BOGOR

(Studi UPT Puskesmas Cirimekar Kecamatan Cibinong)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)

Judul Tesis : Strategi Penguatan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat Di Kabupaten Bogor

Nama : Teuku Iqbal Miza NIM : H252124045

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS. Ketua

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil disusun. Kajian penelitian yang dilaksanakan adalah “Strategi Penguatan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Kabupaten Bogor”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Lala M. Kolopaking, MS dan Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, Mec. selaku pembimbing, atas bimbingan, saran dan masukan kepada penulis selama penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor dalam hal ini Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas dan Tenaga Kesehatan UPT Cirimekar, Camat serta para Kader Posyandu di wilayah Cibinong. Terima kasih penulis sampaikan kepada tenaga pengajar dan sekretariat MPD IPB. Serta ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, istri, keluarga dan sahabat atas segala motivasi, dukungan dan doa kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan 4

Status Gizi 5

Peran Kelembagaan Puskesmas dan Posyandu 6

Aspek Kesehatan Masyarakat Pada Gizi Kurang 10

Kebijakan Perbaikan Gizi di Indonesia 11

Strategi Pengembangan Organisasi 11

Penelitian Terdahulu 12

3. Metode Penelitian 13

Kerangka Pemikiran 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 14

Jenis dan Sumber Data 15

Teknik Pengambilan Sampel 15

Metode Analisis Data 16

4 Kondisi Umum Wilayah 18

Kondisi Fisik Wilayah Administrasi Pemerintahan 18

Sarana Kesehatan Kabupaten Bogor 19

Kondisi Demografi 21

Kondisi Perekonomian 22

Kondisi Sosial, Pendidikan dan IPM 23

5 Hasil dan Pembahasan 26

Analisis Mapping Puskesmas 26

Analisis Mapping Sumber Daya Manusia 28

Pencapaian MDG’s Terhadap Kasus Gizi-Buruk di Kabupaten Bogor

31

Pencapaian Indikator SPM 34

Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat 35 Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat

38

6. Perumusan Strategi dan Program 40

Analisis Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal 40 Perumusan Strategi berdasarkan Analisis SWOT 42 Program Penguatan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat

46

7. Simpulan dan Saran 50

Simpulan 50

(14)

Daftar Pustaka 51

Lampiran 53

Riwayat Hidup 61

DAFTAR TABEL

1. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian 15

2. Daftar Responden dan Informan 16

3. Nilai persepsi, nilai interval, nilai interval konversi IKM, mutu dan kinerja

17 4. Jumlah Rumah Sakit, Tempat Tidur dan Jumlah

TT/100.000 Penduduk Di Kabupaten Bogor Tahun 2008-2013

19

5. Jumlah Kunjungan Rawat Inap dan Rawat Jalan RS Tahun 2009-2013

20

6. Indikator Kependudukan Kabupaten Bogor 21

7. Statistik Industri Kabupaten Bogor 22

8. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor 23 9. Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Bogor Tahun

2011-2013

23 10. Indikator Pendidikan Kabupaten Bogor Tahun 2011-2013 24

11. Indeks Pembangunan Manusia 25

12. Jumlah Kunjungan Rawat Inap dan Rawat Jalan Puskesmas

Tahun 2009-2013

26

13. Perkembangan Posyandu di Kabupaten Bogor Tahun 2011-2013

27 14. Jumlah Tenaga Medis Sarana Kesehatan di Kecamatan

Cibinong Tahun 2013

31

15. Pencapaian Indikator MDG’s Kabupaten Bogor 32

16. Status Gizi Balita Kecamatan Cibinong 32

17. Pencapaian Indikator SPM Kabupaten Bogor Tahun 2012-2013

34

18. Jumlah Bayi Yang diberi ASI Eksklusif 38

19. Karakteristik Responden 39

20. Distribusi persepsi responden berdasarkan pekerjaan utama kepala keluarga

39 21. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) 41 22. Matriks EFE (External Factor Evaluation) 42 23. Strategi, program dan kegiatan penguatan kelembagaan

program perbaikan gizi masyarakat

(15)

DAFTAR GAMBAR

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto perkapita kecamatan

2

2. Model Konseptual UNICEF 6

3. Proporsi rumah tangga yang mengetahui keberadaan posyandu menurut provinsi

8 4. Proporsi kelahiran yang melakukan pemeriksaan

kehamilan menurut tenaga dan tempat mendapat pelayanan ANC

9

5. Kecenderung frekuensi pemantauan pertumbuhan anak umur 6-59 bulan dalam enam bulan terakhir.

10 6. Kerangka pemikiran penelitian Analisis Implementasi

Program Peningkatan Gizi Masyarakat.

14

7. Matriks SWOT 18

8. Presentase Jenis Rumah Sakit di Kabupaten Bogor 19 9. Persentase penduduk 15 tahun keatas yang bekerja

menurut lapangan usaha di Kabupaten Bogor tahun 2012-2013

11. Persentase penduduk miskin Kabupaten Bogor Tahun 2002-2012

25 12. Formasi Tenaga Kesehatan, hasil analisis dan perekrutan

CPNS dan PTT

29 13 Presentase belanja pegawai dalam APBD Kabupaten

Bogor tahun 2009-2013

29

14. Total Skor Evaluasi Faktor Internal 42

15. Matriks Analisis SWOT dan Perumusan Alternatif Strategi 43

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara Mendalam 53

2. Kuesioner responden masyarakat 55

3. Kuesioner narasumber Dinas Kesehatan 57

4. Kuesioner narasumber Puskesmas 58

5. Alokasi Anggaran Program Perbaikan Gizi Masyarakat Terhadap Total Anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2008-2013

59

6. Nilai IKM 59

6. Penentuan Bobot Internal 60

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permasalahan gizi buruk dan terhambatnya pertumbuhan anak menjadi permasalahan di Indonesia. Berdasarkan data Unicef (2012) bahwa 1 dari 3 anak balita Indonesia terhambat pertumbuhannya. Untuk mendukung inisiatif tersebut telah dilakukan gerakan sadar gizi dan mendukung pengembangan regulasi tentang pemberian ASI eksklusif. Selain itu dalam kesepakatan global Millenium Development Goals (MDGs), setiap negara secara bertahap diharuskan mampu mengurangi balita gizi buruk-kurang sebesar 15% pada tahun 2015 (Bappenas, 2011).

Berdasarkan data WHO (2007), balita yang mengalami kekurangan gizi selain dapat menyebabkan kematian juga dapat mudah terkena penyakit infeksi. Di negara berkembang balita kurang gizi yang meninggal karena infeksi mencapai 53%. Kekurangan gizi pada balita juga berdampak pada pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas. Depkes RI (2005) menyebutkan kekurangan gizi berdampak pada pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80 persen terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun.

Keadaan gizi buruk merupakan ancaman bagi upaya peningkatan kualitas generasi penerus bangsa, karena kurang energi protein erat kaitannya dengan gagal tumbuh kembang anak balita termasuk rendahnya tingkat kecerdasan (Mursalim dalam Mustafa dkk, 2013). Penanganan pangan dan gizi menjadi agenda nasional, hal ini terkait langsung dengan status kesehatan masyarakat. Hal yang ingin dicapai adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan daya saing sumber daya manusia dan daya saing bangsa

Secara bertahap Indonesia telah mampu menurunkan prevalensi balita gizi buruk 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen tahun 2010, dan 5,7 persen tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9 persen dari 2007 dan 2013. Untuk mencapai sasaran MDGs tahun 2015, maka prevelensi gizi buruk secara nasional setidaknya harus diturunkan sebesar 4,1% dalam periode 2013 sampai 2015 (Kemenkes, 2013).

Berdasarkan Data Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013 jumlah balita gizi buruk pada tahun 2013 sebanyak 3.013 balita atau 0,69 persen. Jumlah kasus balita gizi buruk terendah berada di Kecamatan Leuwisadeng dan Cigudeg, sedangkan jumlah kasus balita gizi buruk tertinggi adalah Kecamatan Cibinong. Sedangkan untuk gizi kurang mencapai 27.006 balita atau 6,21 persen dari total 435.024 balita yang ditimbang.

(18)

2

Sumber : BPS Kabupaten Bogor Tahun 2014

Permasalahan gizi buruk-kurang dipengaruhi oleh kondisi perekonomian, sosial, tingkat pendidikan dan pola asuh. Kemajuan perekonomian suatu wilayah tidak serta merta membawa dampak positif bagi tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Permasalahan gizi buruk terjadi di daerah perkotaan khususnya wilayah Cibinong yang merupakan pusat Pemerintahan Kabupaten Bogor. Pada tahun 2013 kasus gizi buruk sebanyak 249 balita dan menduduki urutan pertama di Kabupaten Bogor meningkat dibandingkan tahun 2012 yang hanya 210 balita. Untuk gizi kurang pada tahun 2013 mencapai mencapai 1.206 balita menurun dibandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai 1.451 balita.

Pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan terkait dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada tahun 2008 di bidang kesehatan yang merupakan implementasi dari UU No. 36/2009 tentang Kesehatan. SPM ini penyelenggaraanya diserahkan kepada daerah kabupaten/kota, sesuai dengan asas desentralisasi yang diamanatkan dalam UU No. 32/2004 junto UU No. 23/2014. Dalam pelaksanaan program-program pembangunan, SPM bidang kesehatan menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pemerintah kabupaten/kota.

(19)

3 maupun Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang turut terlibat dalam penanggulangan gizi buruk-kurang.

Puskesmas sebagai salah satu kelembagaan dalam program perbaikan gizi masyarakat memiliki peranan penting. Sebagai lembaga kesehatan yang dekat dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan baik berupa penyuluhan maupun penanganan masalah gizi buruk-kurang. Puskesmas juga berperanan dalam melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada kader posyandu dalam melaksanakan kegiatan posyandu. Data Dinas Kesehatan tahun 2013 menunjukan dari 4.729 posyandu hanya 1300 atau 27,5 persen yang termasuk posyandu Aktif. Selain itu terkait dengan tenaga gizi dari 101 puskesmas hanya terdapat 42 orang yang merupakan tenaga gizi.

Berdasarkan data Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban Akhir Masa Jabatan Bupati Bogor tahun 2008-2013, anggaran Program Perbaikan Gizi Masyarakat mengalami penurunan yang sigifikan pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 yang berjumlah Rp. 6.361.771.072,-. Sedangkan pada tahun 2011 jumlah anggaran Rp. 3.462.346.000,- dan merupakan jumlah anggaran yang terendah dibandingkan dengan tahun 2010, 2012 dan 2013.

Dari uraian tersebut menjadi menarik untuk dikaji upaya penanggulangan gizi buruk-kurang pada balita yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Program Perbaikan Gizi Masyarakat. Mengingat bahwa masalah gizi buruk-kurang merupakan salah satu permasalahan dalam pembangunan, maka pertanyaanya adalah bagaimana strategi penguatan kelembagaan program Perbaikan Gizi masyarakat.

Perumusan Masalah

Pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui dinas kesehatan dan puskesmas serta melibatkan peran masyarakat dalam kegiatan UKBM. Tujuan yang ingin dicapai dari program tersebut adalah untuk menurunkan serta penanggulangan jumlah kasus gizi buruk-kurang sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dalam SPM, IPD dan

MDG’s. Sehingga perlu dikaji bagaimana peran dan pencapaian pemerintah daerah saat ini dalam penanggulangan gizi buruk-kurang ?

Pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat sangat bergantung pada efektifitas kelembagaan yang terlibat di dalamnya maupun dukungan lintas sektor. Sebagai salah satu peran kunci keberhasilan program ini adalah kelembagaan puskesmas dalam melakukan penyuluhan, penanganan maupun pembinaan posyandu sebagai wadah UKBM. Sehingga perlu dikaji bagaimana pelaksanaan program yang dijalankan oleh puskesmas dalam penanggulangan kasus gizi buruk-kurang ?

(20)

4

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah :

1. Menganalisis implementasi kebijakan Perbaikan Gizi masyarakat.

2. Menganalisis dan mengidentifikasikan pelaksanaan program Perbaikan Gizi Masyarakat.

3. Merumuskan strategi penguatan kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk :

1. Memberikan informasi berdasar pada hasil kajian secara akademis kepada Pemerintah Kabupaten Bogor mengenai penguatan kelembagaan program perbaikan gizi masyarakat dalam penanggulangan masalah gizi buruk-kurang.

2. Menjadi bahan perumusan kebijakan strategis yang menyeluruh bagi Pemerintah Kabupaten Bogor dan menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam rangka menambah khazanah akademis, sehingga berguna untuk pengembangan ilmu terutama strategi penguatan kelembagaan program perbaikan gizi masyarakat.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat sebagaimana yang di amanatkan dalam Pancasila dan UUD pada pasal 34 ayat 3. Jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka meningkatkan ketahanan dan daya saing bangsa. Penjelasan tentang kesehatan dalam UU No. 36/2009 menyebutkan suatu keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Kebijakan SPM didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 65/2005, dimana ketentuan yang ada dalam SPM tersebut harus dipenuhi atau dijalankan oleh pemerintah kabupaten/kota dalam penyedian pelayanan publik. SPM terkait dengan hak-hak konstitusional perorangan maupun kelompok masyarakat yang berhak mereka peroleh dan wajib disediakan pemerintah dalam wujud pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar.

(21)

5 mendekati 100%, dimana dalam pencapaian target tersebut tidaklah mudah karena dibutuhkan perencanaan yang matang.

Dalam SK Menkes No 282/2008 dapat diartikan bahwa SPM kesehatan merupakan bagian integral dalam pembangunan di daerah yang memiliki kesinambungan dan keterpaduan dengan perencanaan daerah yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), RKPD, Renstra-SKPD dan Renja-SKPD. Dalam pencapaian SPM dilakukan melalui pelaksanaan program atau kebijakan yang didalamnya terdapat kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber daya untuk mencapai hasil yang terukur. Indikator kinerja SPM adalah tolak ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian SPM.

Status Gizi

Status gizi merupakan ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan cakupan nilai zat gizi. Status gizi yang baik atau optimal apabila tubuh manusia memperoleh cakupan zat-zat gizi yang digunakan secara efesien sehingga memungkinkan pertumbuhan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin, sedangkan status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekuarangan satu atau lebih zat-zat esensial (Almatseir,2002).

Dalam metode penilaian status gizi adalah dengan melihat masalah utama gizi, yaitu : pertama, Kurang Energi Protein (KEP) khususnya pada anak-anak dan ibu hamil. Kedua, obesitas pada semua kelompok umur (Hartiyanti,2007). Sedangkan menurut Supriasa (2001), penilaian status gizi yang biasa digunakan salah satunya adalah antropometri yakni penilaian status gizi yang dilakukan dengan mengukur tubuh atau organ tubuh seseorang sehingga mendapatkan gambaran keadaan status gizi seseorang. Penilaian dapat dilakukan dengan cara pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan dan tebal lapisan kulit.

Kajian WHO bahwa gizi buruk merupakan kelainan medis yang timbul karena masalah sosial yang ada dirumah. Gizi buruk adalah hasil akhir gizi kronik dan emosional yang berasal dari kurangnya pengetahuan pola asuh, kemiskinan dan masalah keluarga yang menyebabkan anak tidak mendapatkan makanan dan perawatan yang diperlukan (Rubiyanto, 2008).

(22)

6

Gambar 2. Model konseptual UNICEF

Peran Kelembagaan Puskesmas dan Posyandu

Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang berada dekat dengan masyarakat menjadi harapan pemerintah pusat agar program-program kesehatan yang ditetapkan dapat dijalankan. Dalam Sistem Kesehatan Nasional yang merupakan upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung untuk menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, maka puskesmas memiliki peranan yang sangat strategis.

(23)

7 pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Dalam Perbaikan Gizi masyarakat, Puskesmas memiliki kegiatan yang menunjang untuk mencapai sasaran tersebut, yakni Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). UPGK adalah usaha perbaikan gizi masyarakat yang berintikan penyuluhan gizi melalui peningkatan peran masyarakat dan didukung kegiatan yang bersifat lintas sektoral dan dilaksanakan oleh berbagai sektor terkait. Secara rinci UPGK merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh anggota keluarganya, dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader yang mendapatkan bimbingan dari petugas kesehatan gizi (Depkes RI, 2000).

Tujuan kegiatan UPGK diantaranya adalah ; 1) setiap balita naik berat badannya setiap bulan (tubuh kembang) yang ditandai dengan diberi cukup makanan sehat dan tidak sakit serta semakin bertambah umur maka makin bertambah berat dan tinggi serta bertambah kepandaian dan keterampilannya, 2) tidak ada balita penderita kekurangan energi dan protein (KEP), 3) tidak ada ibu hamil menderita kekurangan darah, 4) tidak ada bayi lahir kekurangan kretin atau gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), 5) tidak ada penderita kekurangan vitamin A (KVA), 6) tidak ada lagi wanita usia subur (WUS) menderita kekurangan energi kronis (KEK).

Sedangkan pada lingkup yang lebih kecil untuk mencapai sasaran dalam mendukung perbaikan gizi keluarga maka setidaknya ada beberapa hal yang menjadi perhatian, yakni :

a. Setiap ibu hamil memeriksakan diri secara teratur kepada dukun terlatih, bidan desa atau petugas puskesmas.

b. Setiap ibu hamil makan 1-2 piring hidangan bergizi lebih banyak dari biasanya (saat tidak hamil).

c. Setiap ibu hamil minum 1 tablet tambah darah setiap harinya. d. Setiap wanita subur (WUS) minum 2 kapsul yodium setiap tahun. e. Setiap ibu hamil mendapat 2 kali imunisasi Tetanus Toxoid.

f. Setiap ibu nifas minum 1 kali kapsul vitamin A 200.000 SI (warnah merah). g. Semua bayi 0-4 bulan diberi hanya ASI Eksklusif. Semua anak diatas 4 bulan

disusui sampai usia 2 tahun dan mendapat makanan pendamping ASI. Setiap ibu yang menyusui makan 1-2 piring hidangan bergizi lebih banyak dari biasanya.

h. Setiap ibu menimbangkan balitanya setiap bulan.

i. Setiap anak umur 0-12 bulan memperoleh imunisasi lengkap.

j. Setiap bayi 6-12 bulan memperoleh kapsul vitamin A 1 kali dosis 100.000 SI (warna biru), sirup besi ½ sendok takar/hari berturut-turut selama 60 hari. Setiap anak 1-5 tahun memperoleh vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah) selama 6 bulan, sirup besi ½ sendok takar/hari berturut-turut selama 60 hari.

(24)

8

Terkait dengan kegiatan UPGK, posyandu merupakan sebagai salah satu wahana kegiatan yang efektif dan efesien. Posyandu merupakan pelayanan terpadu KB kesehatan, yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat, dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan. Partisipasi masyarakat dibangun dalam rangka meningkatkan efektivitas dan pemerataan kegiatan.

Di posyandu diperkenalkan berbagai inovasi yang berkenaan dengan pemeliharaan kesehatan dan keadaan gizi balita, ibu hamil dan menyusui. Adapun kegiatannya adalah penimbangan anak balita, pemberian paket pertolongan gizi (yang berisi vitamin A, zat besi dan oralit), pemberian makanan tambahan, imunisasi, pemeriksaan ibu hamil, pelayanan KB dan penyuluhan gizi.

Posyandu mengalami pasang surut dalam perjalanannya, perubahan sistem pemerintahan menjadi desentralisasi mengakibatkan kegiatan posyandu sangat bergantung pada kemampuan dan komitmen pemerintahan daerah. Program revitalisasi posyandu dilakukan pada tahun 2001, yang bertujuan dapat meningkatkan fungsi kerja dan kinerja posyandu sehingga dapat mengurangi dampak krisis ekonomi terhadap status gizi dan kesehatan ibu dan anak. Kemudian pada tahun 2007 dikeluarkan Peraturan Menteri tentang Peodman Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembina Posyandu. Dimana pembinaan penyelenggaraan/pengelolaan posyandu harus dibantu oleh kelompok kerja (pokja) yang berada pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Penyelenggaraan posyandu dilakukan oleh kader yang merupakan anggota masyarakat yang dipilih, bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk melakukan kegiatan posyandu (Depdagri, 2007).

Berdasarkan hasil survei nasional tahun 2013 menunjukan bahwa selain puskesmas, posyandu merupakan sarana kesehatan yang penting bagi masyarakat. Berdasarkan data Riskesdas (2013) sebanyak 65,2% masyarakat mengetahui keberadaan posyandu.

Sumber : Riskesdas 2013

Gambar 3. Proporsi rumah tangga yang mengetahui keberadaaan posyandu menurut provinsi.

(25)

9 kandungan, dokter umum, bidan dan perawat. Fasilitas kesehatan disediakan untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil dari rumah sakit hingga posyandu. Bidan merupakan tenaga kesehatan yang memiliki peran 87,8% dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil dan fasilitas kesehatan yang banyak dimanfaatkan ibu hamil adalah praktek bidan (52,5%), Puskesmas/Pustu (16,6%) dan Posyandu (10%).

Sumber : Riskesdas 2013

Gambar 4. Proporsi kelahiran yang melakukan pemeriksaan kehamilan menurut tenaga dan tempat mendapat pelayanan ANC.

Untuk pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan pertumbuhan (growth faltering) sejak dini. Untuk mengetahui hal tersebut, maka pemantauan balita setiap bulan sangat diperlukan. Pemantauan perkembangan balita dapat dilakukan diberbagai tempat seperti posyandu, polindes, puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan yang lain. Pada Riskesdas 2013, informasi tentang pemantauan pertumbuhan anak diperoleh dari frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir. Idealnya dalam enam bulan anak balita ditimbang enam kali.

Sumber : Riskesdas 2013

(26)

10

Grafik diatas menunjukan kecenderungan frekuensi pemantauan pertumbuhan anak umur 6-59 bulan dalam enam bulan terakhir pada tahun 2007 dan 2013. Dari gambar tersebut terlihat bahwa frekuensi penimbangan > 4 kali sedikit menurun pada tahun 2013 (44,6%) dibanding tahun 2007 (45,4%). Anak umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir meningkat dari 25,5% (2007) menjadi 34,3% (2013).

Aspek Kesehatan Masyarakat Pada Gizi Kurang

Keadaan gizi kurang umumnya ditemukan hampir setiap kelompok masyarakat. Anak-anak dalam masa pertumbuhan menghadapi resiko terbesar yang mengalami resiko gizi kurang, namun hal itu dapat terjadi juga terhadap orang dewasa. Hal ini diantaranya disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi normal atau hilangnya nutrisi tersebut dalam jumlah besar dibandingkan dengan yang didapatnya.

Keadaan gizi kurang dalam konteks kesehatan masyarakat biasanya menggunakan kriteria antropometri yang berhubungan dengan jumlah makronutrien yang ada dalam makanan : protein dan energi. Menurut Gibney et al. (2008) Definisi kekurangan gizi digambarkan suatu keadaan berat badan kurang (underweight) dimana situasi seseorang yang berat badannya lebih rendah daripada berat adekuat menurut usianya.

Terdapat dua sindrom klinis gizi kurang yang parah atau kekurangan energi protein, yaitu maramus dan kwashiorkor. Maramus ditandai dengan pelisutan tubuh yang ekstrim; tubuh penderita maramus tampak hanya tulang dan kulit. Penderita maramus akan membatasi aktivitas fisiknya dan memiliki laju metabolisme serta pergantian protein yang menurun dalam rangka menghemat nutrien. Penderita meramus juga lebih rentan terhadap infeksi sehingga memiliki kemungkinan besar meninggal dunia atau mengalami disabilitas. Sedangkan kwashiorkor merupakan kumpulan klinis gejala edema dan gizi kurang, yang sering terlihat pada anak usia dibawah usia 5 tahun. Penderita kwashorkor disertai dengan iritabilitas (keadaan rewel), anoreksia serta ulserasi pada kulit (Gibney et al : 2008).

Dalam aspek sosial dan perilaku yang terkait dengan gizi kurang juga dapat dilihat dari frekuensi pemberian ASI yang tidak cukup dan menjadi faktor resiko terjadinya difisiensi makronutrien dan mikronutrien. Umumnya pada masa sekarang terlihat dengan banyaknya ibu yang bergantung pada susu formula sebagai pengganti ASI, meskipun demikian tidak setiap orang mampu beli susu sehingga berdampak pada keadaan gizi bayi. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan angka mortalitas yang tinggi akibat sebagian besar penyakit yang terjadi pada masa kanak-kanak.

(27)

11

Kebijakan Perbaikan Gizi Di Indonesia

Scaling Up Nutrition (SUN) Movement” merupakan gerakan global di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa sebagai respon negara-negara dunia terhadap kondisi pangan dan gizi disebagian besar negara berkembang (Bappenas, 2013). Hal ini disebabkan melambatnya dan tidak meratanya pencapaian sasaran Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Gerakan ini merupakan respon yang bertujuan meningkatkan penanganan masalah gizi dengan fokus pada 1000 hari pertama kehidupan yaitu janin dalam kandungan, bayi dan anak pada usia 6-23 bulan, dan termasuk ibu hamil dan menyusui. Yang menjadi indikator dalam SUN Movement adalah penurunan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), anak balita pendek (stunting) kurus (wasting) gizi kurang (underweight) dan gizi lebih (overweight).

Indonesia sepakat bergabung pada Desember 2011 untuk menjadi salah satu dari 43 negara yang tergabung dalam SUN Movement. Setiap anggota dari negara-negara tersebut berkewajiban melaporkan perkembangan pelaksanaan kebijakan tersebut serta secara bersama-sama ikut berkontribusi dalam menyusun dan memberi arahan langkah-langkah global dari SUN Movement. Yang menjadi indikator proses tersebut yaitu : meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan dalam berbagai pengalaman pelaksanaan, terjaminnya kebijakan yang koheren dan adanya kerangka legalitas program, menyelaraskan program-program sesuai dengan kerangka program SUN Movement dan teridentifikasinya sumber-sumber pembiayaan.

Berdasarkan indikator proses diatas Negara Indonesia telah melakukan langkah-langkah : (i) penyusunan dokumen Kerangka Kebijakan dan Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi; (ii) melakukan soft launching Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi; (iii) penetapan Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi; (iv) kegiatan sosialisasi di tingkat pusat dan daerah melalui workshop Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi pada tanggal 28 Oktober 2013 di Jakarta yang mengawali pencanangan dan pemantauan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi di provinsi regional barat dan timur; (v) harmonisasi Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi dan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi dengan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi melalui penyusunan suplemen integrasi indikator rencana aksi dan gerakan nasional tersebut (Bappenas, 2013).

Strategi Pengembangan Kelembagaan

(28)

12

a. Mengakui dan menghargai harkat dan martabat manusia, hal ini merupakan pandangan manusia adalah makhluk yang memiliki rasa tanggung jawab, melakukan berbagai hal dalam hidupnya berdasarkan keyakinan tertentu serta menunjukan kepedulian kepada sesama.

b. Saling mempercayai dan mendukung, di dalam organsiasi yang efektif dan sehat adalah organisasi yang memiliki ciri saling mempercayai, saling mendukung, keterbukaan, kesungguhan yang jujur dalam berinteraksi.

c. Pemerataan kekuasaan, gejala yang kuat struktur organsasi hirarki piramida yang merupakan bukti adanya stratifikasi kekuasaan yang dirubah menjadi struktur yang datar seperti dalam bentuk organisasi matriks yang dipandang sebagai bagian upaya pemerataan kekuasaan.

d. Kesiapan menghadapi masalah secara terbuka, merupakan kesiapan para anggota organisasi menghadapi berbagai masalah secara terbuka dan tidak justru menutupinya.

e. Partisipasi, berbagai pihak dalam organisasi yang terkena dampak perubahan turut serta mengambil keputusan tentang arah, bentuk dan sifat perubahan yang akan terjadi. Dampak dari hal tersebut adalah tumbuhnya rasa tanggung jawab yang lebih besar dalam melaksanakan keputusan yang diambil.

Pengembangan organisasi merupakan perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana menuju perbaikan. Kesadaran bahwa perubahan terjadi sebagai akibat timbulnya masalah atau terjadi ketidakseimbangan dalam organisasi maupun kondisi diluar organisasi. Untuk itu dalam melakukan perubahan perlu dilakukan identifikasi kesenjangan antara situasi yang dihadapi sekarang dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan. Kesenjangan tersebut dimaksudkan dikurangi dengan melalui peningkatan efesiensi dan efektivitas kerja organisasi.

Perubahan paradigma dalam organisasi atau instansi pemerintahan menjadi tantangan bagi kepala daerah maupun kepala instansi/kelembagaan. Pengembangan organisasi menjadi salah satu alat bagi kepala daerah dan instansi untuk melakukan perubahan dan pembaharuan organisasi sehingga mampu menghadapi tuntutan lingkungan yang bergerak dinamis. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai bentuk seperti peningkatan kreativitas, inovasi, visi tentang masa depan, pemanfaatan teknologi serta orientasi baru dalam interaksi dengan pihak yang berkepentingan.

Penelitian Terdahulu

Rubiyanto (2008) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa kondisi posyandu di Kecamatan Pekanbaru Kota secara keseluruhan belum baik, dimana terlihat dari pelaksanaan peran dan fungsi posyandu yang belum optimal. Hal ini disebabkan belum terwujudnya peran dan fungsi posyandu, sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan petugas posyandu dalam mendapatkan pelayanan dasar, terutama bagi kesehatan ibu dan anak. Selain itu juga terdapat sebagian besar kader posyandu belum mandiri karena tergantung dengan petugas puskesmas sebagai pembina serta jumlah kader dengan cakupan pelayanan kepada masyarakat masih kurang.

(29)

13 sedang, sedangkan di perkotaan mayoritas tinggi. Terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pengetahuan dan sikap gizi ibu di pedesaan dan perkotaan. Presentase ASI eksklusif di pedesaan lebih besar dibandingkan dengan perkotaan. Selain itu mayoritas bayi di pedesaan belum pernah mengonsumsi susu non-ASI, sedangkan mayoritas bayi di perkotaan telah mengonsumsi susu formula sejak lahir.

Iswarawanti (2010) dalam penelitianya tentang peran kader posyandu dalam memberdayakan masyarakat untuk menurunkan tingkat kematian bayi dan balita di Indonesia memiliki peran penting. Untuk itu perlu adanya peningkatan motivasi dan komitmen kader yang diberikan tidak hanya dalam bentuk insentif materil namun juga apresiasi dan dukungan moral. Setiap kader harus memiliki persyaratan dasar, baik pengetahuan dan keterampilan agar mereka dapat melaksankan perannya dengan efektif.

Utari (2011) mengemukakan bahwa hasil analisis hubungan antara prevalensi gizi kurang dengan parameter pembangunan ekonomi dan sosial menunjukkan bahwa : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara prevalensi gizi kurang dengan tingkat kemiskinan, terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara prevalensi gizi kurang dengan PDB/kapita, dan tidak terdapat hubungan antara prevalensi gizi kurang dengan rata-rata lama sekolah penduduk 15 tahun ke atas. Kemudian terdapat hubungan prevalensi gizi kurang dengan anggaran perbaikan gizi menunjukan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan sigifikan antara prevalensi gizi kurang dengan anggaran perbaikan gizi per balita.

Jasmawaty dkk (2012) berdasar hasil penelitian menunjukan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang disebut Kelompok Gizi Masyarakat (KGM) memberikan dampak positif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat diantaranya meningkatnya jumlah kunjungan ibu hamil ke posyandu, cakupan pemberian Fe1 dan cakupan ASI eksklusif.

Tanan dkk (2013) menyatakan bahwa pelayanan Puskesmas Bara Permai Kota Polopo dinilai sangat memuaskan oleh masyarakat/pasien. Puskemas diharapkan mampu memperahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan terkait faktor ambiance, sistem hubungan antar manusia, waktu pelayanan dan kenyamanan. Pihak puskesmas diharapkan dapat melakukan survei kepuasan masyarakat secara berkala guna mengetahui sejauhmana layanan kesehatan yang diberikan telah memenuhi harapan pasien demi upaya meningkatkan mutu layanan kesehatan.

3

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

(30)

14

tugas pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang diantaranya adalah penanggulangan balita gizi buruk-kurang.

Peran puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat juga memiliki fungsi dan tanggung jawab dalam melaksanakan program dan kegiatan, sosialisasi serta pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan adalah dengan melakukan pembinaan terhadap kader-kader posyandu yang ada di wilayah kerjanya. Selain itu juga terdapat peran puskesmas dalam memberikan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang gizi.

Permasalahan balita gizi buruk-kurang merupakan permasalahan yang terjadi di hampir setiap daerah. Namun perlu adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menurunkan kasus gizi buruk-kurang. Dimulai dari pada saat kehamilan ibu dengan pemberian table Fe, sedangkan untuk balita dapat dilakukan dengan pemberian vitamin A maupun edukasi tentang pentingnya ASI serta makanan pengganti.

Terkait dengan penanggulangan balita yang mengalami gizi buruk-kurang, di dalam SPM bidang kesehatan telah ditetapkan indikator cakupan balita gizi buruk-kurang yang mendapatkan perawatan dengan target capaian seratus persen. Untuk mencapai hal tersebut, maka peran puskesmas sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan dalam pencapaian SPM yang telah ditetapkan sebagai indikator keberhasilan pemerintah daerah.

Gambar 6 Kerangka pemikiran penelitian Analisis Implementasi Program

Perbaikan Gizi Masyarakat.

Implementasi Program Perbaikan Gizi Masyarakat

Analisis persepsi responden 1. Dinas Kesehatan

2. Pimpinan Puskesmas dan Petugas Gizi 3. Kader Posyandu

(31)

15 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Bogor dengan memfokuskan pada puskesmas sebagai pelayanan kesehatan terdepan dan pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat. Tempat dan wilayah penelitian adalah UPT Puskesmas Cirimekar di Kecamatan Cibinong dengan mempertimbangkan : a. Kecamatan Cibinong sebagai pusat atau ibukota Kabupaten Bogor;

b. Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat dan perubahan struktur sosial dan budaya masyarakat;

c. Kecamatan Cibinong memiliki jumlah kasus balita gizi buruk tertinggi pada tahun 2013.

Penentuan lokasi sebagai tempat penelitian karena ingin melihat peran puskesmas dalam melaksanakan Program Perbaikan Gizi Masyarakat dan penentuan ini dilakukan secara purposive. Waktu penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, yakni bulan April dan Juli 2014.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder dan data primer. Pengumpulan data dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu desk research dan studi lapangan. Metode pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan, sedangkan pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden. Responden yang dipilih untuk instrumen penelitian ini meliputi; dinas kesehatan, pimpinan puskesmas, petugas gizi, kader posyandu dan masyarakat. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh melalui informasi dokumentasi dalam bentuk studi kepustakaan yang dikeluarkan oleh instansi terkait.

Tabel 1. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian

No Tujuan Jenis Data Sumber Metode

(32)

16

Sampel diambil secara purposive sampling, yaitu informan yang terkait dengan penyusun kebijakan dan implementasi program. Penggalian informasi dilakukan melalui wawancara kepada informan dengan panduan wawancara yang terkait dengan penelitian ini. Selain itu juga penentuan populasi penelitian yang dijadikan responden adalah masyarakat yang menggunakan fasilitas kesehatan pada UPT Puskesmas Cirimekar di Kecamatan Cibinong dengan menggunakan kuesioner. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara sengaja dengan jumlah 60 responden. Berikut daftar responden dan informan :

Tabel 2. Daftar Responden dan Informan

No. Jenis Responden Jumlah Keterangan

1. Dinas Kesehatan 1 Responden pakar kesehatan 2. Pimpinan Puskesmas 1 Responden pakar kesehatan 3 Petugas Gizi 1 Responden pakar kesehatan

4 Kader Posyandu 7 Responden

5 Masyarakat 60 Responden

Metode Analisis Data

Penelitian ini merupakan desain metodologi campuran menurut Tashakkori dan Teddlie (2010) bahwa kajian yang merupakan produk pragmatis dan memadukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam perbedaan tahap-tahap proses penelitian. Data primer yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dan dianalisis, sedangkan data sekunder disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan bagan sesuai dengan jenisnya, untuk kemudian diinterpretasikan untuk dapat menunjang dan saling melengkapi dengan data kualitatif agar dapat menjawab permasalahan-permasalahan dalam kajian kemudian diolah dengan menggunakan metode analisis data sebagai berikut :

1. Analisis Data

Metode penelitian ini merupakan kualitatif eksploratif yang disajikan secara deskriptif analitik. Dalam metode ini menggali informasi dan persepsi responden pakar baik Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan UPT Puskesmas Cirimekar melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam yang dilakukan secara simultan dan terintegrasi. Bentuk pertanyaan dalam wawancara adalah pertanyaan terstruktur. Hasil yang diharapkan adalah informasi yang didapat menerangkan secara terperinci dan mengungkapkan fenomena. Alasan memilih metode kualitatif karena untuk dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, membimbing untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga sebelumnya (Moleong, 2007).

(33)

17 masalah penelitian. Kemudian dilakukan verifikasi dan penyajian data melalui pemeriksaan dan telaah ulang terhadap data yang diperoleh, kemudian disajikan dalam bentuk naratif serta menarik kesimpulan.

Dalam pengolahan data kuesioner pertanyaan tertutup dengan responden masyarakat dilakukan analisis kuantitatif, dimana data kualitatif akan diubah menjadi bentuk angka-angka dengan menggunakan teknik “pengkuantifikasian” seperti digambarkan Miles dan Hurman dalam Tashakkori dan Teddlie (2010). Analisis data yang didapat kemudian dimasukan dalam analisis faktor dengan bentuk skala Likert.

Nilai Persepsi dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang masing-masing unsur. Dalam penghitungan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap 10 unsur yang dikaji, maka setiap unsur memiliki penimbang yang sama dengan rumus :

Bobot nilai

rata-rata = Jumlah bobot = 1 =

0,1

tertimbang Jumlah unsur 10

Untuk memperoleh nilai IKM digunakan rata-rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut :

IKM = Total dari nilai persepsi per unsur X Nilai Penimbang Total unsur yang terisi

Untuk interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25 – 100 maka penilaian dikonversikan dengan nilai dasar 25 dengan rumus sebagai berikut :

IKM Unit pelayanan X 25

Tabel 3. Nilai persepsi, nilai interval, nilai interval konversi IKM, mutu dan kinerja

Nilai Persepsi Nilai Interval IKM

Nilai Interval Konversi IKM

Mutu Kinerja 1 1,00 - 1,75 25 43,75 D Tidak baik 2 1,76 - 2,50 43,76 - 62,50 C Kurang baik

3 2,51 - 3,25 62,51 - 81,25 B Baik

4 3,26 - 4,00 81,26– 100,00 A Sangat baik 2. Analisis SWOT

(34)

18

Faktor Internal

Kinerja organisasi dapat ditentukan oleh kombinasi faktor lingkungan internal yang dilihat dari kekuatan dan kelemahan sedangkan faktor lingkungan eksternal dilihat dari peluang dan ancaman. Tujuan analisis SWOT adalah untuk membandingkan antara faktor eksternal dengan internal. Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis organisasi tersebut adalah matriks SWOT. Dimana didalam matriks dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis. Berikut adalah matriks SWOT :

Gambar 7. Matriks SWOT wilayah Propinsi Jawa Barat dengan luas mencapai + 298.838.304 Ha yang secara

geografis terletak di koordinat 6o 18’0” sampai 6o47’10” Lintang Selatan dan 106o 23”45” sampai 107o 13’30” Bujur Timur. Secara administratif Kabupaten Bogor berbatasan :

1. Sebelah Utara dengan Kota Tanggerang Selatan, Kabupaten Tanggerang, Kota Depok dan Kabupaten/Kota Bekasi;

2. Sebelah Barat dengan Kabupaten Lebak;

3. Sebelah Timur dengan Kabupaten Kerawang, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta;

4. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur; 5. Bagian Tengah dengan Kota Bogor.

Secara administratif Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan yang terdiri dari 417 desa dan 17 kelurahan, yang tercakup dalam 3.882 RW dan 15.561 RT.

Kecamatan Cibinong bagian dari wilayah Kabupaten Bogor dibagian tengah yang memiliki luas + 4.611,06 Ha dan didalamnya terdapat 9 pemerintahan tingkat kelurahan yaitu : Keradenan, Nanggewer, Nanggewer

(35)

19 Mekar, Cibinong, Pakansari, Cirimekar, Sukahati, Tengah, Pondok Rajeg, Harapan Jaya, Pabuaran dan Ciriung dengan 159 Rukun Warga dan 958 Rumah Tangga.

Saat ini wilayah Cibinong tumbuh sebagai daerah pusat bisnis, perdagangan dan pemukiman penduduk. Banyak penduduk yang bermigrasi ke Kabupaten Bogor salah satunya adalah karena harga perumahan yang masih relatif terjangkau bagi pekerja di Jakarta dan sekitarnya. Kedepan perencanaan pengembangan wilayah Cibinong Raya yang terdiri dari Kecamatan Cibinong, Citeureup dan Bojonggede menjadi sebagai pusat kota dan pembangunan.

Sarana Kesehatan Kabupaten Bogor

Rumah sakit berfungsi untuk melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2013 menunjukan bahwa terdapat 22 unit rumah sakit (RS), yang terdiri dari 4 RS pemerintah yaitu; RSUD Cibinong, Ciawi, Leuwiliang dan Cileungsi, 1 unit RS Paru, 5 unit RS khusus swasta dan 11 unit RS umum swasta. Menurut UU No. 44/20109 tentang Rumah Sakit mengelompokan RS berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan dibagi 2, yakni rumah sakit umum dan khusus. Rumah sakit umum adalah yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Adapun RS khusus adalah RS yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

Gambar 8. Presentase Jenis Rumah Sakit di Kabupaten Bogor

Sumber : Profil Kesehatan 2013; diolah

Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan dan perorangan di suatu wilayah diantaranya dapat dilihat dari rasio tempat tidur terhadap 1.000 penduduk. Rasio tempat tidur rumah sakit di Indonesia adalah 1,12 per 1.000 penduduk, sedangkan di Kabupaten Bogor untuk RS umum rasionya 4,42. Berikut data sarana kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2008-2013 :

Tabel 4. Jumlah Rumah Sakit, Tempat Tidur dan Jumlah TT/100.000 Penduduk 2008-2013

4, 19%

1, 5%

5, 24% 11, 52%

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Rumah Sakit Paru Pemerintah (Depkes)

Rumah Sakit Khusus Swasta

(36)

20

Indikator 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jumlah RS Umum 8 8 8 8 14 16

Jumlah tempat tidur 820 912 1.068 1.142 1.688 2.052

Rasio TT/100.000 penduduk 19,35 21,01 23,84 23,97 34,29 40,42

Jumlah RS Paru 1 1 1 1 1 1

Jumlah tempat tidur 100 107 130 171 170 170

Rasio TT/100.000 penduduk 2,36 2,46 2,90 3,59 3,45 3,35

Jumlah RSIA/RS Khusus 5 5 4 4 5 5

Jumlah tempat tidur 120 263 177 170 193 208

Rasio TT/100.000 penduduk 4,40 4,24 2,83 3,57 3,92 4,10

Sumber : Profil Kesehatan 2012 dan 2013; diolah

Jumlah RS di wilayah Kabupaten Bogor pada tahun 2008 berjumlah 8 unit meningkat menjadi 16 unit pada tahun 2013, begitu juga dengan RSIA/RS Khusus saat ini terdapat 5 unit sedangkan untuk RS Paru masih tetap 1 unit. Untuk jumlah tempat tidur (TT) dan rasio TT/100.000 penduduk pada RSU meningkat sesuai dengan jumlah rumah sakit dari sebelumnya pada tahun 2008 berjumlah 820 buah sedang pada tahun 2013 sudah menjadi 2.052 buah atau rasionya 19,35 pada tahun 2008 menjadi 40,42 tahun 2013, sedangkan rasio TT/100.000 penduduk untuk RSIA dan RS Khusus meningkat untuk jumlah tempat tidur dari sebelumnya pada tahun 2008 berjumlah 120 buah sedang pada tahun 2013 menjadi 208 buah namun hal tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2009 atau rasionya 4,40 pada tahun 2008 menjadi 4,10 tahun 2013.

Pelayanan kesehatan RS di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 menunjukan 1.045.626 kunjungan yang terdiri dari 113.567 kunjungan rawat inap dan 932.059 kunjungan rawat jalan. Sedangkan jumlah kunjungan rawat jalan rumah sakit mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini dikarenakan adanya penambahan dua RSUD (RSUD Leuwiliang dan RSUD Cileungsi).

Menilai tingkat keberhasilan pelayanan di RS diantaranya dapat dilihat dari segi : tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efesiensi pelayanan. Dalam kurun waktu 2009-2013 kunjungan rawat inap dan rawat jalan dalam grafik berikut :

Tabel 5. Jumlah Kunjungan Rawat Inap dan Rawat Jalan RS Tahun 2009-2013

Kunjungan 2009 2010 2011 2012 2013

Rawat Inap 59.936 88.531 77.281 108.898 113.567 Rawat Jalan 366.568 506.367 502.654 790.298 932.059

Sumber : Profil Kesehatan 2013

Tabel diatas menunjukan bahwa kunjungan rawat inap RS mengalami fluktuasi diantaranya pada tahun 2009 mencapai 59.936 kunjungan dan 2011 mencapai 77.281 kunjungan yang berada pada posisi jumlah yang lebih rendah dibandingkan pada tahun 2010 yang mencapai 88.531 kunjungan, 2012 mencapai 108.898 kunjungan dan 2013 mencapai 113.567 kunjungan.

(37)

21

Kondisi Demografi

Tabel 6. Indikator Kependudukan Kabupaten Bogor

Uraian Sensus

2000

Sensus 2010

Juni 2012 Juni 2013

Jumlah penduduk 3.508.826 4.771.932 5.073.116 5.202.097

Laki-laki 1.830.433 2.452.562 2.598.814 2.663.423

Perempuan 1.678.393 2.319.370 2.474.302 2.538.674

Kepadatan penduduk 1.317 1.791 1.904 1.953

Sex ratio 109 106 105 105

Sumber : BPS Statistik Daerah Kab. Bogor 2014 (BPS tahun 2000 dan 2010 adalah sensus penduduk dan tahun 2012-2013 adalah angka proyeksi DAU

Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2013 menduduki peringkat pertama se-Jawa Barat dengan kontribusi 11,47% dari total penduduk Provinsi Jawa Barat (45.340.799 jiwa). Jumlah penduduk Kabupaten Bogor kondisi Bulan Juni tahun 2013 adalah 5.202.097 jiwa, yang terdiri atas 2.663.423 laki dan 2.538.674 perempuan.

Dengan luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 2.663,82 km2 maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bogor adalah sebanyak 1.953 jiwa/km2. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Ciomas yakni sebanyak 9.973 jiwa/km2, dan yang paling rendah adalah Kecamatan Tanjungsari yakni sebanyak 419 jiwa/km2. Sedangkan jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Cibinong yakni sebanyak 310.415 jiwa dengan kepadatan 6.993 jiwa/ km2.

Sex ratio penduduk Kabupaten Bogor adalah sebesar 105 yang artinya jumlah penduduk laki-laki 5% lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Semua kecamatan di Kabupaten Bogor memiliki data sex ratio diatas 100, kecuali Kecamatan Gunung Putri yang nilai sex rationya sebesar 98, artinya jumlah penduduk perempuan 2% lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki.

Dalam kurun waktu 10 tahun (tahun 2000-2010), laju pertumbuhan penduduk (LPP) Kabupaten Bogor sebesar 3,15%. Kecamatan yang memiliki laju pertumbuhan tertinggi adalah Kecamatan Gunung Putri sebesar 6,27%, sedangkan LPP terendah terdapat di Kecamatan Cariu dengan LPP sebesar 0,69%.

(38)

22

Kecamatan Cibinong memiliki jumlah penduduk 310.415 jiwa yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki 157.204 jiwa dan jenis kelamin perempuan 153.211 jiwa. Menurut data TNP2K jumlah penduduk miskin di Kecamatan Cibinong adalah 3.047 jiwa (478 rumah tangga). Pertumbuhan penduduk Kecamatan Cibinong lebih disebabkan pada pertumbuhan pemukiman. Hal ini karena tumbuhnya jenis usaha industri besar maupun sedang berkembang sehingga menyebabkan penduduk dari luar kecamatan datang dan tinggal. Selain itu aksesbilitas transportasi menuju dan keluar kecamatan yang memiliki hubungan dengan jalur jalan raya pemerintah kabupaten, provinsi maupun jalan nasional cukup baik.

Kondisi Perekonomian

Potensi perekonomian di Kabupaten Bogor yang memberikan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto yang pertama adalah sektor industri pengolahan, dan kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, sedangkan sektor pertanian berada pada urutan kelima dari sembilan sektor yang ada. Ini artinya bahwa pemerintah Kabupaten Bogor memfokuskan pengembangan wilayah industri, dikarenakan memiliki nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian.

Produk Domestik Bruto atas harga berlaku di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 mencapai Rp. 109 triliun dengan Nilai Tambah Bruto terbesar adalah pada sektor industri pengolahan sebesar Rp. 63,2 triliun dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 22,5 triliun, sektor bangunan sebesar 4,9 triliun, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 4,6 triliun dan sektor pertanian 4,4 triliun. Untuk sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah kontruksi (11,30%) dan pertanian (9,38%) sedangkan pertumbuhan terendah adalah sektor listrik (3,99%).

Sektor industri pengolahan di Kabupaten Bogor memberikan kontribusi pada PDRB Kabupaten Bogor sebesar 57,62%. Pada tahun 2013 jumlah perusahaan industri menengah dan besar tercatat sebanyak 1.024 unit usaha sedangkan industri kecil sebanyak 1.800 unit usaha. Jumlah investasi industri menengah dan besar tumbuh sebesar 2,95% dari Rp. 3,5 triliun pada tahun 2012 menjadi 3,6 triliun pada tahun 2013, sedangkan industri kecil tumbuh sebesar 4,99%. Dari sisi penyerapan tenaga kerja di sektor industri menengah dan besar serta industri kecil mengalami peningkatan.

Tabel 7. Statistik Industri Kabupaten Bogor

Tahun Industri Kecil Menengah Industri Menengah Besar

(39)

23

Sumber : : BPS Statistik Daerah Kab. Bogor 2014 (Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor)

Kemudian menurut data time series tahun 2001-2013, menunjukan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor berada pada 4-6 persen. Pada tahun 2009 mengalami perlambatan pertumbuhan dikarenakan dampak krisis global pada tahun 2008. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 mencapai 6,03 persen meningkat dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 5,99 persen.

Tabel 8. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 3,45 4,50 4,48 5,58 5,85 5,95 6,04 5,58 4,14 5,09 5,96 5,99 6,03

Sumber : Data LKPJ 2008-2013 Kabupaten Bogor

Kondisi Sosial, Pendidikan dan IPM

Tabel 9. Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Bogor Tahun 2011-2013

Uraian 2011 2012 2013

TPAK (%) 62,54 65,11 63,79

Pengangguran (%) 10,73 9,07 7,92

Bekerja (%) 89,27 90,93 92,08

UMK (000) 1.260,30 2.2002,00 2.242,24

Sumber : BPS Statistik Daerah Kab. Bogor 2014 (Sakernas 2012-2013)

Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2013 menunjukan bahwa dari total penduduk usia kerja (15 tahun ke atas), sekitar dua pertiga penduduk Kabupaten Bogor termasuk dalam angkatan kerja (bekerja dan mencari kerja). Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) tahun 2013 (63,79%) mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 (65,11%).

Tingkat pengangguran di Kabupaten Bogor cenderung menurun selama kurun waktu 2011-2013. Pada tahun 2011 tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 10,73% kemudian tahun 2013 menurun menjadi sebesar 7,92%. Untuk upah minimum kabupaten (UMK) terus mengalami peningkatan dari tahun 2001 hingga 2013.

(40)

24

Sumber : BPS Statistik Daerah Kab. Bogor 2014 (Sakernas 2012-2013)

Pasar tenaga kerja Kabupaten Bogor ditandai dengan tingginya dalam kesempatan kerja. Persentase penduduk bekerja terhadap angkatan kerja mencapai 92,08% pada tahun 2013. Ada 4 sektor lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja, yaitu : sektor industri, perdagangan, jasa, dan pertanian. Komposisi penyerapan tenaga kerja pada tahun 2012-2013 mengalami transisi pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri, perdagangan, transportasi dan jasa.

Tabel 10. Indikator Pendidikan Kabupaten Bogor Tahun 2011- 2013

Uraian 2011 2012 2013

Angka Melek Huruf (AMH) 95,09 95,27 96,77

Rata-rata Lama Sekolah 7,99 8,00 8,01

Angka Partisipasi Sekolah (APS)

Usia 7-12 tahun 95,74 97,82 99,36

Usia 13-15 tahun 76,95 82,56 83,59

Usia 16-18 tahun 38,56 53,24 52,11

Sumber : BPS Statistik Daerah Kab. Bogor 2014

Presentase penduduk berusia 15 tahun keatas yang melek huruf di Kabupaten Bogor sebesar 95,09% pada tahun 2011 kemudian meningkat menjadi 96,77% pada tahun 2013. Sedangkan rata-rata lama sekolah dari 7,99 meningkat menjadi 8,01. Untuk angka partisipasi sekolah (APS) menggambarkan proporsi penduduk usia sekolah yang sedang bersekolah. APS pada periode tahun 2011-2013 mengalami kenaikan di semua kelompok umur. Pada tahun 2011-2013, APS penduduk usia 7-12 tahun sebesar 99,36%, APS penduduk usia 13-15 tahun sebesar 83,59% dan kelompok usia 16-18 tahun mencapai 52,11%.

Gambar 10. Persentase penduduk 15 tahun keatas menurut jenis kelamin dan ijazah yang dimiliki di Kabupaten Bogor Tahun 2013

(41)

25

Sumber : BPS Statistik Daerah Kab. Bogor 2014 (Susenas 2013)

Pada tahun 2013, sekitar 55,49% penduduk Kabupaten Bogor yang berusia 15 tahun keatas berpendidikan maksimum tamat SD/MI/Paket A (sebesar 24,41% tidak memiliki ijazah dan 31,08% memiliki ijazah SD/MI/Paket A). Jika dibandingkan antara laki-laki dan perempuan maka data penduduk yang tidak punya ijazah SD maupun yang punya ijazah SD/MI/Paket A menunjukan bahwa perempuan memiliki peresentase yang lebih besar dibandingka dengan laki-laki. Akan tetapi untuk pendidikan SMP ke atas terlihat bahwa laki-laki memiliki angka persentase yang lebih besar daripada perempuan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa pendidikan perempuan masih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Upaya pemerataan pendidikan harus terus diupayakan oleh pemerintah daerah. Gap pendidikan antara laki-laki dan perempuan masih lebar terutama pada pendidikan sangat rendah (tidak memiliki ijazah) dan pada jenjang pendidikan tinggi (SMA dan Perguruan Tinggi).

Tabel 11. Indeks Pembangunan Manusia

Uraian Komponen IPM

Indeks Pembangunan Manusia 72,16 72,58 73,08 73,92

Sumber : BPS Statistik Daerah Kab. Bogor 2014

Kemajuan pembangunan manusia secara umum dapat dilihat dari perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM) yang mencerminkan capaian pemerintah daerah dalam melaksanakan program-program pembangunan. Capaian IPM di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Pencapaian IPM dalam kurun waktu 2010-2013 menunjukan peningkatan. Angka IPM Kabupaten Bogor tahun 2010 sebesar 72,16 kemungkinan meningkat menjadi 73,92 pada tahun 2013. Peningkatan IPM setiap tahun merupakan dampak meningkatnya komponen-komponen penyusun IPM.

Tidak Punya Ijazah SD/MI/Paket A SMP/MTs/Paket B SMA/SMK/MA/Paket C Perguruan Tinggi

Gambar

Gambar 2. Model konseptual UNICEF
Gambar 4. Proporsi kelahiran yang melakukan pemeriksaan kehamilan
Gambar 6 Kerangka pemikiran penelitian Analisis Implementasi Program
Tabel 1. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

ABSTRAKSI - Pemanfaatan Media Audio Visual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dalam Membandingkan Siklus Hidup Beberapa Jenis Makhluk Hidup Serta Mengaitkan

"Artinya : Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari

Sistem pasar keuangan dan lembaga keuangan menyediakan instrumen untuk tabungan bagi masyarakat yang kelebihan dana setelah pemenuhan kebutuhan dasar (konsumsi). Fungsi

Melihat peluang bisnis di bidang kesehatan di Kabupaten Tangerang, untuk itu maka perlu dilakukan analisis kelayakan bisnis untuk mengetahui kelayakan dari

 Jumlah rumah tangga petani gurem di Kabupaten Asahan tahun 2013 sebanyak 30.825 rumah tangga atau sebesar 46,60 persen dari rumah tangga pertanian pengguna lahan,

Maklumkan terdapat sisa radioaktif di PTJ kepada RPO (mengikut lesen masing-masing) melalui surat/memo beserta Borang Daftar Bahan Radioaktif atau Borang Daftar Radas

Proyek pembangunan Kapal Kelas I Kenavigasian dipilih sebagai studi kasus karena kapal ini mengalami keterlambatan pengerjaan selama 1 bulan, maka dilakukan percepatan agar

Selanjutnya, butir soal dijadikan instrument untuk mengukur variable perilaku keagamaan orang tua, 16 butir soal tersebut mempunyai nilai r hitung ( Pearson Correlation) lebih