• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Kelembagaan Kelompok Peternak Program Sarjana Membangun Desa (Smd) Di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Kelembagaan Kelompok Peternak Program Sarjana Membangun Desa (Smd) Di Kabupaten Bogor"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

DI KABUPATEN BOGOR

FAROUK MOCHTAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi Pengembangan Kelembagaan Kelompok Peternak Program Sarjana Membangun Desa (SMD) di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(4)

Peternak Program Sarjana Membangun Desa (SMD) Di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN M BAGA dan ALLA ASMARA.

Program SMD ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan peternak mengembangkan usaha berkelompok dan meningkatkan kapasitas usaha, dengan menempatkan sarjana/lulusan perguruan tinggi bidang ilmu peternakan dan kedokteran hewan sebagai manager dan pendamping serta ikut berusaha bersama kelompok. Adanya interaksi dan kerjasama yang harmonis antara tenaga terdidik dengan petani peternak diharapkan dapat mengelola usaha agribisnis peternakan secara efektif dan efisien.

Kekuatan dari sarjana peternakan dan kedokteran hewan serta jumlah rumah tangga peternak yang cukup besar serta potensi ternak yang tersedia, sehingga program ini menjadi strategis dalam mendorong pembangunan peternakan utamanya peternakan rakyat. SMD merupakan salah satu program strategis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian yang dimulai sejak tahun 2007. Sampai dengan tahun 2012 telah dapat direalisasikan sebanyak 2.694 kelompok yang tersebar di 30 Propinsi, melibatkan 32 perguruan tinggi peternakan maupun kedokteran Hewan. Berdasarkan jenis ternak, sapi potong 1467 (54,45%), sapi perah 124 (4,60%), Kerbau 43(1,60%), Kambing/domba 669 (24,83%), Unggas lokal 344 (12,77%), dan kelinci 47 (1,74%)

Pelaksanaan program tentunya tidak semulus yang diharapkan, masih terdapat permasalahan dihadapi. Permasalahan tersebut antara lain dana yang telah diberikan pemerintah tidak digunakan sebagaimana rencana usaha kelompok, adanya konflik antara SMD dan Kelompok, SMD sangat dominan dibandingkan dengan kelompok peternaknya begitupula sebaliknya, peran pemerintah setempat yang belum optimal, pelaporan perkembangan kegiatan SMD sebagai kewajiban tidak dilaksanakan, usaha kelompok tidak berkembang. Hal tersebut, yang mendasari perlunya dilakukan kajian program tersebut, untuk melihat sejauhmana dampak yang dirasakan oleh kelompok peternak di suatu daerah. Salah satunya adalah Kabupaten Bogor.

Tujuan kajian adalah untuk :1) mengevaluasi kinerja kelompok peternak pada program SMD di Kabupaten Bogor; 2) menganlisis peran stakeholders dalam pengembangan kelembagaan peternak melalui program SMD di Kabupaten Bogor, dan ; 3) merumuskan strategi pengembangan kelembagaan peternak melalui program SMD di Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara, observasi dilapangan dan kuesioner, kemudian data dianalisis dengan menggunakan analisis importance performance analysis (IPA), stakeholders, dan SWOT.

(5)

dilibatkan dalam proses program SMD namun dari hasil identifikasi ada beberapa stakeholders sekunder yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap pengembangan kelembagaan peternak. Upaya membangun komunikasi dan koordinasi antar stakeholders kedepan menjadi perhatian khusus untuk dapat dilakukan dalam program kerja sub sektor peternakan berikutnya, sehingga akan tercipta sebuah kelembagaan yang proaktif dan mempunyai sinergi upaya meningkatkan kesejahteraan peternak program pembangunan peternakan; dan 3) Strategi pengembangan kelembagaan peternak dalam program SMD berdasarkan hasil analisis SWOT kemudian dirumuskan kedalam beberapa program yang kemudian dipetakan kedalam rencana aksi pengembangan kelembagaan peternakan. Dalam program kerja yang disusun beberapa perhatian adalah sinergi, komunikasi, dan koordinasi sebagai upaya penguatan kelembagaan peternak dalam program pendampingan dan pemberdayaan peternak tahun mendatang di Kabupaten Bogor.

(6)

FAROUK MOCHTAR. Strategy Of Institutional Development of Breeders Group Bachelor Village Building Program (SMD) in Bogor Regency. Supervised by LUKMAN M BAGA and ALLA ASMARA.

SMD program is an effort to improve the ability of farmers to develop business groups and increase the capacity of business, by placing an undergraduate / graduate college field husbandry and veterinary science as a manager and companion and join in efforts with the group. Interaction and harmonious cooperation between educated personnel with livestock farmers are expected to manage agribusiness farms effectively and efficiently.

The strength of the Bachelor husbandry and veterinary medicine as well as the number of farming households is large enough and the potential of livestock available, so that the program becomes strategic in encouraging the development of primary livestock farms.

SMD is one of the strategic program of the Directorate General of Livestock and Animal Health, Ministry of Agriculture, which began in 2007. Until the year 2012 has to be realized as many as 2,694 groups spread across 30 provinces, involving 32 medical colleges and Animal husbandry. Based on the type of cattle, beef cattle in 1467 (54.45%), 124 dairy cows (4.60%), Buffalo 43 (1.60%), goat / sheep 669 (24.83%), local Poultry 344 (12, 77%), and rabbit 47 (1.74%).

Implementation of the program is certainly not as smooth as expected, there are still problems faced. Those problems include the funds that have been given by the government is not used as the business plan of the group, the conflict between SMD and Group, SMD is dominant compared with the farmer nor vice versa, the role of local government is not optimal, reporting the progress of the SMD as the obligation not implemented, businesses the group did not develop. That is, underlying the need to study the program, to see the extent of the impact is felt by a group of farmers in a region. One is the Bogor Regency.

The purpose of the study was to: 1) evaluate the level of success of a group of farmers in the SMD program in Bogor; 2) examine the role of Stakeholders in the institutional development of farmers through SMD program in Bogor, and; 3) formulate a strategy for institutional development of farmers through SMD program in Bogor. Data were collected through interviews, field observations and questionnaires, and the data analyzed using Importance Performance Analysis (IPA), Stakeholders, and SWOT.

(7)

sector, that will create an institution that is proactive and have synergy efforts to improve the welfare of farmers livestock development programs; and 3) Institutional Development Strategy Breeders in SMD program based on the results of SWOT analysis is then formulated into a number of programs which are then mapped into an action plan for institutional development farms. In the work program drawn some attention is the synergy, communication, and coordination as the efforts to strengthen farmers in mentoring programs and the empowerment of farmers coming year in Bogor.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)
(10)
(11)

Tugas akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN KELOMPOK

PETERNAK PROGRAM SARJANA MEMBANGUN DESA (SMD)

DI KABUPATEN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(12)
(13)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Kelembagaan Kelompok Peternak Program Sarjana Membangun Desa (SMD) Di Kabupaten Bogor

Nama : Farouk Mochtar

NRP : H252124065

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lukman M Baga, MAEc Ketua

Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, Mec

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.ScAgr

(14)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ini dapat kami diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah pengembangan kelembagaan kelompok peternak, dengan judul Strategi Pengembangan Kelembagaan Kelompok Peternak Program Sarjana Membangun Desa (SMD) di Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M Baga, MAEc dan Bapak Dr Alla Asmara, S,Pt, MSc atas bimbingan dan ilmunya. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dirjen Peternakan dan kesehatan Hewan atas ijin belajar yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf Dinas Peternakan dan perikanan Kabupaten Bogor, Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, UPT Peternakan Ciomas, SMD Kabupaten Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data, dan teman-teman angkatan MPD14 .

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri, anak, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR i

DAFTAR LAMPIRAN ii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Kelembagaan 7

Pemberdayaan Peternak 9

Evaluasi 10

Sarjana Membangun Desa 11

Evaluasi Program SMD terdahulu 12

Stakeholders 13

Kerangka Pemikiran 14

3 METODE 17

Lokasi dan Waktu 17

Jenis dan Teknik Pengumpulan 17

Populasi dan Sampel 18

Variabel Penelitian 18

Analisa Data 20

4 GAMBARAN UMUM 24

Gambaran Umum Program SMD 24

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 28

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Kinerja Kelompok Peternak Program SMD 36

Analisis Peran Stakeholders dalam Penguatan Kelembagaan Kelompok

Peternak Program SMD 40

6 PERUMUSAN STRATEGI 49

Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal 49

Strategi Pengembangan Kelembagaan Program SMD 52

Perumusan Program 55

7 SIMPULAN DAN SARAN 59

Simpulan 59

Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 60

LAMPIRAN 62

(16)

DAFTAR TABEL

1 Keragaan jenis ternak, populasi dan laju pertumbuhan ternak Kabupaten

Bogor 2011-2013 3

2 Jumlah paket program SMD berdasarkan Kabupaten/Kota di Propinsi

Jawa Barat 2008-2012 4

3 Jenis ternak dan jumlah realisasi kegiatan SMD di Kabupaten Bogor

2008-2012 5

4 Populasi dan sampel penelitian pada kelompok peternak 18

5 Daftar variabel dan indikator kelembagaan peternak 19

6 Matriks SWOT 23

7 Matriks tujuan, jenis data, sumber data, responden dan metode

penelitian 23

8 Komponen kegiatan yang dapat dibiayai dari dana Bansos SMD 26

9 Matriks tugas dan peran tim pelaksana SMD 27

10 Jumlah kelompok peternak dan SMD 2010-2012 Kabupaten Bogor 28

11 PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha Kabupaten

Bogor 2012-2013 30

12 PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha Kabupaten

Bogor 2012-2013 31

13 Perkembangan produksi asal ternak Kabupaten Bogor 2008-2013 33

14 Zona pengembangan ternak di Kabupaten Bogor 35

15 Karekteristik responden anggota kelompok peternak program SMD

2015 34

16 Nama kelompok, komoditi ternak, tahun alokasi, dan jumlah populasi ternak kelompok peternak program SMD Kabupaten Bogor per Maret

2015 35

17 Perbandingan tingkat kepentingan dan kinerja kelompok peternak

program SMD 2015 36

18 Kategorisasi stakeholders pada Program SMD Kabupaten Bogor 2015 37

19 Analisis kepentingan dan pengaruh stakeholders pada program SMD

Kabupaten Bogor 42

20 Matriks keterkaitan antar stakeholders pada program SMD 2015 47

21 Matriks SWOT strategi pengembangan kelembagaan peternak program

SMD di Kabupaten Bogor 2015 52

22 Matriks strategis, program, sasaran, dan penanggungjawab program

pengembangan kelembangaan peternak SMD 2016-2018 57

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir kajian strategi pengembangan kelompok peternak

melalui program SMD di Kabupaten Bogor 16

2 Klasifikasi stakeholders menurut pengaruh dan pentingnya 21

3 Mekanisme pelaksanaan program SMD 24

4 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor tahun 2001-2013 32

5 PDRB perkapita pertahun Kabupaten Bogor tahun 2011-2013 32

6 Perkembangan konsumsi protein hewan Kabupaten Bogor 2008-2013 34

(17)

8 Klasifikasi stakeholders pada program SMD di Kabupaten Bogor

menurut kepentingan dan pengaruhnya 2015 45

9 Arsitektur strategi dan program pengembangan kelembagaan kelompok

peternak SMD di Kabupaten Bogor 59

DAFTAR LAMPIRAN

(18)
(19)

1 PENDAHULUAN

Latar belakang

Pembangunan peternakan secara umum adalah upaya meningkatkan produksi ternak untuk meningkatkan taraf hidup peternak dan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang berasal dari ternak. Salah isu strategis pembangunan peternakan adalah jumlah rumah tangga peternak rakyat yang cukup besar (90%), skala usaha yang belum ekonomis, dan tersebar (Ditjen PKH, 2013). Selain itu, isu penting lainya adalah lemahnya kelembagaan dan posisi peternak serta produktivitas masih rendah. Upaya pemerintah yang dilakukan dengan penguatan modal dan kelembagaan peternak masih belum optimal, sehingga nilai tambah dan margin keuntungan yang diterima peternak masih rendah. Salah satu yang menjadi kelemahan dalam pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan peternak yang dilakukan pemerintah adalah pemberian bantuan baik ternak maupun transfer dana ke kelompok, masih belum optimalnya pendampingan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan penyuluh pertanian.

Setidaknya ada empat masalah pokok pembangunan perdesaan yang saling terkait satu sama lain – ibarat lingkaran yang tak berujung pangkal yakni kemiskinan, kependudukan dan ketenagakerjaan, keterbatasan infrastruktur, dan masalah kelembagaan. Menurut North (1990), kelembagaan mencakup aturan main atau prosedur yang mengatur bagaimana agen (masyarakat) berinteraksi dan organisasi (players) yang mengimplementasikan aturan-aturan tersebut untuk mencapai hasil yang diinginkan. Aturan main mencakup peraturan perundang-undangan pemerintah, aturan-aturan tertulis yang digunakan oleh organisasi-organisasi privat, dan organisasi-organisasi-organisasi-organisasi publik dan privat yang beroperasi di bawah hukum public (institusi formal) dan aturan perilaku sosial tak tertulis seperti norma sosial, sanksi sosial, adat istiadat dan budaya masyarakat (institusi formal). Masalah ini bukan hanya berkaitan dengan ketersediaan lembaga-lembaga di bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya tetapi juga yang lebih penting adalah apakah lembaga-lembaga tersebut berfungsi dengan baik ataukah tidak. Selain itu, perhatian dan penghargaan terhadap modal sosial (mutual trust, co-operativeness, networks) yang merupakan aspek budaya yang mendukung proses pembangunan yang selama ini rendah atau bahkan kadang-kadang diabaikan sama sekali harus segera diakhiri. Pembangunan bukan dilakukan di ruang hampa tetapi di dalam suatu wilayah yang memiliki selain manusia dan sumberdaya fisikal juga memiliki system nilai, adat istiadat, dan budaya.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan, telah mengamanatkan pada Pasal 32 (2) “pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan membina pengembangan budidaya yang dilakukan oleh peternak …” dan Pasal 76 (1) “Pemberdayaan peternak, usaha di bidang peternakan dan usaha di bidang kesehatan hewan dilakukan dengan memberikan kemudahan bagi kemajuan usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan serta peningkatan daya saing “.

(20)

Dilain pihak banyaknya anak muda berbasis ilmu peternakan dan kedokteran hewan lulusan perguruan tinggi belum punya pekerjaan yang menopang hidupnya. Disinilah titik temu kebutuhan peternak terhadap pendampingan, disisi yang lain kebutuhan lapangan pekerjaan bagi generasi muda terdidik. Melihat kondisi pembangunan peternakan tersebut, upaya pemerintah yang telah dilakukan belum optimal, serta adanya lulusan perguruan tinggi yang terdidik sehingga diwujudkanlah program Sarjana Membangun Desa (SMD).

Program SMD ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan peternak mengembangkan usaha berkelompok dan meningkatkan kapasitas usaha, dengan menempatkan sarjana/lulusan perguruan tinggi bidang ilmu peternakan dan kedokteran hewan sebagai manager dan pendamping serta ikut berusaha bersama kelompok. Adanya interaksi dan kerjasama yang harmonis antara tenaga terdidik dengan petani peternak diharapkan dapat mengelola usaha agribisnis peternakan secara efektif dan efisien.

Keinginan untuk merubah pola beternak dari sambilan menjadi usaha berorientasi bisnis dipercaya merupakan jalan yang dapat meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas ternak. Oleh karenanya peternak harus di dampingi seorang “manajer” yaitu mereka yang menguasai ilmu beternak yang dilengkapi dengan kemampuan melihat potensi yang dimiliki, menghadapi tantangan dan peluang yang dihadapi, serta mampu mengakses informasi, teknologi, permodalan, pemasaran dan jaringan usaha/bisnis. Peranan tersebut hanya mampu dilakukan oleh seorang wirausaha, oleh karena itu SMD harus selalu memperbaiki diri sejalan dengan perkembangan usahanya. Upaya mendorong lahirnya wirausaha perlu dilakukan secara sistematis, program SMD ini diharapkan dapat melahirkan wirausaha yang berkarir bersama kelompok, maju dan berkembang bersama peternak. SMD tidak hanya didorong menjadi wirausaha tapi harus dapat

menggerakkan pengembangan peternakan, meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan kelompok.

Output yang diharapkan terwujud setelah ada pendampingan adalah peningkatan produktivitas, pengembangan usaha sampai melampaui skala ekonomis, peningkatan produksi dan peningkatan nilai tambah produk ditingkat peternak, peningkatan pendapatan, serta harga produk diatas harga dasar yang didukung oleh adanya perbaikan mutu. Secara kelembagaan, output rekayasa sosial komunitas petani tersebut seharusnya menghasilkan (1) kelembagaan petani berdaya sebagai wadah dan pedoman pemenuhan usaha tani petani dan pertanian; (2) kelembagaan agribisnis terpadu nondominatif berfungsi efektif dan sinergis, dan (3) berkembangnya system agribisnis efektif, simetris dan berkelanjutan (Sumarjo,2012). Kekuatan dari Sarjana peternakan dan kedokteran hewan serta jumlah rumah tangga peternak yang cukup besar serta potensi ternak yang tersedia, sehingga Program ini menjadi strategis dalam mendorong pembangunan peternakan utamanya peternakan rakyat.

(21)

Kambing/domba 669 (24,83%), Unggas lokal 344 (12,77%), dan kelinci 47 (1,74%) (Ditjen PKH, 2012).

Pelaksanaan program tentunya tidak semulus yang diharapkan, masih terdapat permasalahan dihadapi. Permasalahan tersebut antara lain dana yang telah diberikan pemerintah tidak digunakan sebagaimana rencana usaha kelompok, adanya konflik antara SMD dan kelompok, SMD sangat dominan dibandingkan dengan kelompok peternaknya begitupula sebaliknya, peran pemerintah setempat yang belum optimal, pelaporan perkembangan kegiatan SMD sebagai kewajiban tidak dilaksanakan, usaha kelompok tidak berkembang (Luthan, 2012). Hal tersebut, yang mendasari perlunya dilakukan kajian program tersebut, untuk melihat sejauhmana dampak yang dirasakan oleh kelompok peternak di suatu daerah. Salah satunya adalah Kabupaten Bogor.

Kabupaten Bogor mempunyai letak yang strategis, karena salah satu daerah penyangga dan penyeimbang ibukota Jakarta. Sebagai informasi Kabupaten Bogor adalah salah satu Kabupaten di provinsi Jawa Barat, yang Ibukotanya Cibinong. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Tangerang (Banten), Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi di utara ; Kabupaten Karawang di timur, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di selatan, serta Kabupaten Lebak (Banten) di barat. Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan yang terdiri dari 410 desa dan 16 kelurahan. Luas wilayah administratif Kabupaten ini adalah 2.071,21 km 2, dengan jumlah penduduk 4.771.932 jiwa (2010). Sehingga selain sebagai daerah penyangga Jakarta, untuk menyediakan produk peternakan, juga sebagai wilayah konsumen, dengan jumlah penduduk yang cukup besar. (Laporan Kabupaten Bogor, 2012).

Tabel 1. Keragaan jenis, populasi dan laju pertumbuhan ternak Kabupaten Bogor tahun 2011-2013 Sumber data : Data Ditjen. PKH, diolah tahun 2013

(22)

sapi perah, kambing, ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging dan kelinci. Sehingga potensi mensuplai produk hasil ternak ke Jakarta dan sekitarnya cukup besar, utamanya daging ayam dan daging kambing/domba. Sedangkan produksi susu selain untuk konsumsi masyarakat Kabupaten bogor, sebagian hasil pengolahannya dikirim ke Jakarta.

Tabel 2. Jumlah paket program SMD berdasarkan Kabupaten/Kota di propinsi Jawa Barat 2008-2012

No Kabupaten/Kota Jumlah Paket

1 Bandung 30

2 Bandung Barat 21

3 Bogor 80

4 Ciamis 31

5 Cianjur 21

6 Garut 37

7 Kuningan 22

8 Majalengka 16

9 Subang 10

10 Sukabumi 25

11 Sumedang 31

12 Tasikmalaya 23

Sumber data : Data Ditjen. PKH, diolah tahun 2013

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa Kabupaten Bogor mendapatkan jumlah paket penerima program SMD merupakan Kabupaten yang terbanyak menerima program SMD di propinsi Jawa Barat dan telah mendapat program tersebut sejak tahun 2008. Permasalahan yang dihadapi adalah peran pemerintah utamanya Dinas Peternakan belum optimal dalam melakukan pembinaan kelompok SMD, adanya kelompok SMD, pelaporan kegiatan SMD yang tidak lancar dan terkadang sama sekali tidak melapor, SMD gagal membina kelompok sehingga usaha peternakannya tidak berkembang. Untuk itu, kajian ini untuk menjawab kondisi, potensi dan permasalahan program SMD yang telah diutarakan diatas “Bagaimana strategi pengembangan kelembagaan kelompok peternak melalui program SMD dapat meningkatkan populasi dan produksi ternak, peran stakeholders, usaha peternakan dan pendapatan kelompok peternak di Kabupaten Bogor? ”

Perumusan Masalah

Penguatan kelembagaan ekonomi peternak melalui SMD adalah upaya pemanfaatan potensi sumber daya lokal yang dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah melalui program budidaya atau perbibitan ternak sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan kelompok peternak dan masyarakat sekitarnya.

(23)

masyarakat di suatu wilayah tidak hanya cukup dimaknai dengan tingkat pertumbuhan dan produktivitas ekonomi serta kemajuan-kemajuan di bidang fisik saja, tetapi juga harus mempertimbangkan kinerja sosial budaya masyarakatnya, seperti interaksi sosial, akses masyarakat pada pendapatan, pendidikan, kesehatan dan proses demokrasi.

Program SMD di Kabupaten Bogor menerima paket sejak tahun 2008 dan telah dapat direalisasikan sebanyak 80 kelompok (Tabel 3). Paket program tersebut terdiri dari paket jenis ternak sapi potong, sapi perah dan kerbau 21 kelompok, jenis ternak kambing/domba 34 kelompok, dan jenis ternak unggas lokal dan kelinci 25 kelompok.

Tabel 3. Jenis ternak dan jumlah realisasi kegiatan SMD di Kabupaten Bogor tahun 2008-2012

No Jenis Ternak Jumlah SMD %

1 Sapi Potong/Kerbau/Sapi

Perah

21 26

2 Kambing/Domba 34 43

3 Unggas Lokal dan Kelinci 25 32

Total 80 100

Sumber data : Ditjen PKH diolah, 2013

Penguatan kelembagaan kelompok peternak melalui program SMD adalah upaya pemanfaatan potensi sumber daya lokal yang dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah melalui program budidaya atau perbibitan ternak sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan SMD, kelompok peternak dan masyarakat sekitarnya. Dana bantuan sosial penguatan ekonomi petani melalui program SMD adalah stimulasi dana untuk mengatasi kendala modal dan kemampuan dalam usaha budidaya ternak agar selanjutnya mampu mengakses modal dari lembaga permodalan secara mandiri.

(24)

Program SMD adalah program yang melibatkan dinas peternakan atau yang membidangi peternakan di propinsi dan Kabupaten/kota dan perguruan tinggi, oleh karena itu sebagai elemen yang ikut terlibat langsung dalam program ini, harus mengambil peran yang terukur sehingga dapat ikut mendukung keberhasilan program. Dinas terkait, selama ini telah mengambil peran, namun masih dirasakan belum optimal. Pembinaan yang seharusnya dilakukan secara rutin oleh Dinas Kabupaten atau propinsi masih minim, bahkan di beberapa daerah dapat dikatakan tidak ada. Dalam pengembangan kelembagaan kelompok peternak di Kabupaten Bogor harus didukung oleh pemangku kepentingan terkait seperti Dinas Peternakan atau membidangi peternakan di Kabupaten Bogor. Perguruan tinggi sebagai bagian dari elemen program SMD tentunya memberikan kontribusi terhadap keberhasilan program ini. Selain itu, juga terdapat lembaga yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja program SMD seperti asosiasi peternakan, koperasi peternak, lembaga pembiayaan/perbankan, pasar ternak, dan pedagang ternak. Karena masih dijumpai posisi tawar kelompok peternak dan jaringan komunikasi yang masih lemah dalam usaha mengakses pasar dan pembiayaan, sehingga diperlukan analisis terhadap “Bagaimana peranan stakeholders dalam pengembangan kelembagaan kelompok peternak program SMD di Kabupaten Bogor?”.

Hasil evaluasi tingkat kinerja dan analisis terhadap peranan stakeholders dalam pengembangan kelembagaan kelompok peternak di Kabupaten Bogor dijadikan acuan untuk perbaikan penyelenggaraan program pada waktu yang akan datang. Pembinaan dan pendampingan kelompok peternak yang telah difasilitasi oleh program SMD harus terus dilakukan, misalnya dengan fasilitasi kelompok peternak yang sudah maju untuk mendapat akses modal melalui perbankan atau dana CSR. Oleh karena itu, hasil kajian ini diharapkan dapat merumuskan strategi pengembangan kelembagaan kelompok peternak Program SMD.

Tujuan dan Manfaat

Tujuan kajian adalah untuk :

1) Mengevaluasi kinerja kelompok peternak pada program SMD di Kabupaten Bogor

2) Menganalisis peran stakeholders dalam pengembangan kelembagaan

kelompok peternak melalui program SMD di Kabupaten Bogor

3) Merumuskan strategi pengembangan kelembagaan kelompok peternak

program SMD di Kabupaten Bogor

(25)

Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian ini adalah penyusunan strategi pengembangan kelembagaan kelompok peternak, sehingga diharapkan evaluasi kinerja kelompok peternak dan analisis peranan stakeholders pada program SMD di Kabupaten Bogor dapat memberikan manfaat agar kelembagaan kelompok peternak berkelanjutan. Untuk menghasilkan strategi tersebut, maka dilakukan evaluasi terhadap tingkat kinerja kelompok peternak yang difasilitasi melalui program SMD periode 2010-2012. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap peran stakeholders terkait dengan kelembagaan kelompok peternak utamanya pada Program SMD. Hasil keduanya, akan dijadikan bahan untuk merumuskan strategi pengembangan kelembagaan kelompok peternak.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kelembagaan.

Kelembagaan adalah kegiatan kolektif dalam suatu control atau yurisdiksi, pembebasan atau liberasi, dan perluasan atau eskpansi kegiatan individu. Kelembagaan menjadi salah satu kunci penting dalam menelusuri aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat, mulai dari kelas organisasi kecil atau kelompok masyarakat di perdesaaan sampai pada organisasi besar suatu Negara yang berdaulat (Arifin, 2013) Definisi kelembagaan mencakup tiga demarkasi penting, yaitu (1) norma dan konvensi, (2) aturan umum, dan (3) hubungan kepemilikan (Bromley , 2006 dalam Arifin, 2013).

Menurut North (1990), kelembagaan mencakup aturan main atau prosedur yang mengatur bagaimana agen (masyarakat) berinteraksi dan organisasi (players) yang mengimplementasikan aturan-aturan tersebut untuk mencapai hasil yang diinginkan. Aturan main mencakup peraturan perundang-undangan pemerintah, aturan-aturan tertulis yang digunakan oleh organisasi-organisasi privat, dan organisasi-organisasi public dan privat yang beroperasi di bawah hukum publik (institusi formal) dan aturan perilaku social tak tertulis seperti norma social, sanksi sosial, adat istiadat dan budaya masyarakat (institusi formal). Masalah ini bukan hanya berkaitan dengan ketersediaan lembaga-lembaga di bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya tetapi juga-yang lebih penting-adalah apakah lembaga-lembaga tersebut berfungsi dengan baik ataukah tidak. Selain itu, perhatian dan penghargaan terhadap modal social (mutual trust, co-operativeness, networks)- yang merupakan aspek budaya yang mendukung proses pembangunan yang selama ini rendah atau bahkan kadang-kadang diabaikan sama sekali harus segera diakhiri. Pembangunan bukan dilakukan di ruang hampa tetapi di dalam suatu wilayah yang memiliki selain manusia dan sumberdaya fisikal juga memiliki system nilai, adat istiadat, dan budaya.

(26)

setempat. Oleh karena itu masih sangat perlu dilakukan perubahan sikap dan pola perilaku petani secara terus menerus.

Pembangunan pertanian pada dasarnya meliputi pengembangan dan peningkatan pada faktor-faktor: teknologi, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan (Uphoff, 1986; Johnson (1985) dalam Pakpahan, 1989). Faktor-faktor tersebut merupakan syarat kecukupan (sufficient condition) untuk mencapai performance pembangunan yang dikehendaki. Artinya, apabila satu atau lebih dari factor tersebut tidak tersedia atau tidak sesuai dengan persyaratan yang diperlukan, maka tujuan untuk mencapai performance tertentu yang dikehendaki tidak akan dapat dicapai. Salah satu permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya pertanian adalah masalah kelembagaan pertanian yang tidak mendukung, salah satunya kelembagaan petani. Untuk itu perlu adanya pembangunan kelembagaan petani yang dilandasi pemikiran bahwa: (a) proses pertanian memerlukan sumberdaya manusia tangguh yang didukung infrastruktur, peralatan, kredit, dan sebagainya; (b) pembangunan kelembagaan petani lebih rumit daripada manajemen sumberdaya alam karena memerlukan faktor pendukung dan unit unit produksi; (c) kegiatan pertanian mencakup tiga rangkaian: penyiapan input, mengubah input menjadi produk dengan usaha tenaga kerja dan manajemen, dan menempatkan output menjadi berharga; (d) kegiatan pertanian memerlukan dukungan dalam bentuk kebijakan dan kelembagaan dari pusat hingga lokal; dan (e) kompleksitas pertanian, yang meliputi unit-unit usaha dan kelembagaan, sulit mencapai kondisi optimal.

Kelembagaan adalah keseluruhan pola pola ideal, organisasi, dan aktivitas yang berpusat di sekeliling kebutuhan dasar seperti kehidupan keluarga, negara, agama dan mendapatkan makanan, pakaian, dan kenikmatan serta tempat perlindungan. Suatu lembaga dibentuk selalu bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia sehingga lembaga mempunyai fungsi. Selain itu, lembaga merupakan konsep yang berpadu dengan struktur, artinya tidak saja melibatkan pola aktivitas yang lahir dari segi sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga pola organisasi untuk melaksanakannya (Roucek dan Warren, 1984).

Kelembagaan petani yang dimaksud di sini adalah lembaga petani yang berada pada kawasan lokalitas (local institution), yang berupa organisasi keanggotaan (membership organization) atau kerjasama (cooperatives) yaitu petani-petani yang tergabung dalam kelompok kerjasama (Uphoff, 1986).

(27)

Kelembagaan merupakan keseluruhan pola-pola ideal, organisasi, dan aktivitas yang berpusat di sekeliling kebutuhan dasar. Suatu kelembagaan pertanian dibentuk selalu bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan petani sehingga lembaga mempunyai fungsi.

Kelembagaan merupakan konsep yang berpadu dengan struktur, artinya tidak saja melibatkan pola aktivitas yang lahir dari segi sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga pola organisasi untuk melaksanakannya. Pengelolaan sumberdaya usahatani oleh petani menyangkut pengaturan masukan, proses produksi, serta keluaran sehingga mencapai produktivitas yang tinggi. Usaha pertanian sendiri meliputi kegiatan-kegiatan in-put, produksi, dan out-put (Uphoff, 1986). Dalam pengelolaan faktor-faktor produksi, proses produksi, sampai dengan pengolahan hasil diperlukan kelembagaan petani. Kegiatan usaha pertanian akan berhasil jika petani mempunyai kapasitas yang memadai. Untuk dapat mencapai produktivitas dan efisiensi yang optimal petani harus menjalankan usaha bersama secara kolektif. Untuk keperluan ini diperlukan pemahaman mengenai suatu kelembagaan di tingkat petani. Secara tradisional, kelembagaan masyarakat petani sudah berkembang dari generasi ke generasi, namun tantangan jaman menuntut suatu kelembagaan yang lebih sesuai dalam memenuhi kebutuhan masyarakat petani.

Kelembagaan petani yang efektif ini diharapkan mampu mendukung pembangunan pertanian. Di tingkat petani lembaga diperlukan sebagai: (a) wahana untuk pendidikan, (b) kegiatan komersial dan organisasi sumberdaya pertanian, (c) pengelolaan properti umum, (d) membela kepentingan kolektif, dan (e) lain-lain. Keberadaan kelembagaan petani didasarkan atas kerjasama yang dapat dilakukan oleh petani dalam mengelola sumberdaya pertanian, antara lain: (a) pemprosesan (processing), agar lebih cepat, efisien dan murah; (b) pemasaran (marketing), akan meyakinkan pembeli atas kualitas dan meningkatkan posisi tawar petani; (c) pembelian (buying), agar mendapatkan harga lebih murah; (d) pemakaian alat-alat pertanian (machine sharing), akan menurunkan biaya atas pembelian alat tersebut; (e) kerjasama pelayanan (cooperative services), untuk menyediakan pelayanan untuk kepentingan bersama sehingga meningkatkan kesejahteraan anggota; (f) bank kerjasama (co-operative bank); (g) kerjasama usahatani (co-operative farming), akan diperoleh keuntungan lebih tinggi dan keseragaman produk yang dihasilkan; dan (h) kerjasa multi tujuan (multi-purpose co-operatives), yang dikembangkan sesuai minat yang sama dari petani. Kegiatan bersama (group action atau cooperation) oleh para petani diyakini oleh Mosher (1991) sebagai faktor pelancar pembangunan pertanian. Aktivitas bersama sangat diperlukan apabila dengan kebersamaan tersebut akan lebih efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkan bersama.

Pemberdayaan Peternak.

(28)

industri, dan kepentingan masyarakat lainnya di suatu tempat tertentu secara terus menerus. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budidaya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya (Peraturan Presiden Nomor 6, 2013).

Pemberdayaan sumber daya manusia SMD bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, kapasitas dan wawasan agar menjadi pengelola usaha budidaya ternak yang berdaya saing melalui proses pembelajaran seperti pelatihan, magang, atau studi banding. Selain itu, pemberdayaan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran SMD dalam memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimilikinya untuk mengembangkan usaha budidaya ternak di kelompok binaannya. Selanjutnya, pemberdayaan ini diharapkan mampu menumbuhkan kepedulian SMD untuk mengembangkan usaha budidaya ternak pada masyarakat petani peternak sekitarnya agar berkembang kawasan usaha budidaya ternak yang berdaya saing secara berkelanjutan. Indikator keberhasilan pemberdayaan tersebut adalah berkembangnya kemampuan SMD dalam mengelola, mengoptimalkan potensi yang ada serta menguatkan kelembagaan kelompok binaannya dalam pengembangan usaha budidaya ternak (Pedoman SMD, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan melalui program SMD yang telah dilakukan memberikan manfaat bagi petani, setidaknya mengubah perilaku dan cara para tani dalam bertani. Keberadaan kelompok tani ternak Bina Harapan berperan memfasilitasi anggotanya dengan berbagai lembaga terkait keuangan, pasca panen, dan penyuluh meskipun belum maksimal. Petani sudah merasakan manfaat bergabung dengan kelompok tani ternak Bina Harapan terutama pada pengelolaan bantuan modal dan akses informasi (Giovanki, 2012).

Evaluasi

Evaluasi adalah suatu penilaian dalam kurun waktu tertentu yang mencoba untuk menilai relevansi secara sistematis dan objektif, efisiensi, efektivitas pelaksanaan, dan dampak/keberhasilan dari program dan kegiatan yang sedang berjalan maupun yang telah selesai. Evaluasi dapat diartikan pula merupakan rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan, keluaran, dan hasil terhadap rencana dan standar. Pemantauan dilakukan pada seluruh program/kegiatan, sedangkan evaluasi dapat dilakukan secara lebih selektif (Kementan, 2011).

(29)

Sarjana Membangun Desa

SMD adalah sarjana lulusan perguruan/kekolah tinggi bidang ilmu–ilmu peternakan dan kedokteran hewan dengan kualifikasi S-2, S-1, D-4 dan D-3, dan mempunyai minat yang tinggi untuk mengembangkan usaha agribisnis peternakan di perdesaaan bersama kelompok. Kelompok adalah kelompok tani yang bergerak dalam usaha budidaya ternak yang memerlukan penguatan modal dan bimbingan untuk pengembangan usahanya. Perguruan Tinggi adalah Universitas Negeri atau Swasta dan Sekolah Tinggi yang memiliki Fakultas atau Jurusan Peternakan, Fakultas Kedokteran Hewan ataupun Fakultas yang membidangi Jurusan Ilmu-ilmu Peternakan dan Kedokteran Hewan di setiap Provinsi yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Usaha budidaya ternak adalah usaha yang dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan ternak, yang dipelihara sesuai dengan perlakuan teknis yang telah ditetapkan, guna menghasilkan ternak dan produk ternak yang berkualitas. SMD terpilih adalah SMD yang sudah lulus dari proses seleksi dan ditetapkan melalui keputusan Menteri Pertanian. Pemberdayaan kelompok peternak adalah upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan peternak sehingga secara mandiri mampu mengembangkan usaha budidaya ternak secara berkelanjutan. Penguatan kelembagaan ekonomi peternak melalui SMD adalah upaya pemanfaatan potensi sumber daya lokal yang dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah melalui program budidaya atau perbibitan ternak sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan SMD, Kelompok peternak dan masyarakat sekitarnya. Dana bantuan sosial penguatan ekonomi petani melalui SMD adalah stimulasi dana untuk mengatasi kendala modal dan kemampuan dalam usaha budidaya ternak agar selanjutnya mampu mengakses modal dari lembaga permodalan secara mandiri. Tim Teknis adalah petugas teknis dari Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan Kabupaten/Kota yang mendampingi dan membina pelaksanaan SMD.

Indikator keberhasilan pelaksanaan program SMD, dapat dilihat dari aspek ekonomis, teknis dan kelembagaan. Aspek ekonomis, dengan indikasi adanya pertambahan modal usaha dari hasil usaha peternakan yang dilaksanakan, dan adanya diversifikasi usaha. Aspek teknis, dengan indikasi berupa pertambahan populasi ternak dari hasil usaha yang dilaksanakan, adanya peningkatan produktivitas ternak

yang diusahakan, dan diterapkannya teknologi budidaya peternakan

(pakan,reproduksi, keswan, pengolahan limbah dll). Sedangkan pada aspek kelembagaan, dilihat dari berkembangnya kelembagaan usaha dan kelompok dijadikan sebagai tempat magang/pelatihan bagi masyarakat sekitar.

Evaluasi Program SMD

(30)

penjualan ternak dapat direalisasikan 1430 ekor dari populasi awal 6370 ekor atau 22,44%.(luthan, 2013)

Evaluasi tahun 2011 secara internal, ruang lingkup SMD 2007 s.d 2010, dengan kriteria penilaian meliputi empat tingkatan : 1) grade A (sangat berkembang), indikatornya adalah produksi dan produktivitas usaha meningkat, skala usaha meningkat, asset kelompok bertambah, manajemen usaha baik, dinamika kelompok berkembang, dan administrasi usaha tertib; 2) grade B (berkembang), indikatornya adalah produksi dan produktivitas baik, skala usaha tetap, asset kelompok tetap, manajemen usaha baik, dinamika kelompok belum berjalan, dan administrasi usaha ada; 3) grade C (kurang berkembang) indikatornya adalah produksi dan produktivitas turun, skala usaha turun, asset kelompok berkurang, manajemen usaha kurang baik, dinamika kelompok tidak berjalan, dan administrasi usaha tidak tertib; 4) grade D (tidak berkembang) indikatornya adalah populasi ternak berkurang, usaha tidak berjalan, asset kelompok berkurang, manajemen usaha tidak baik, dinamika kelompok tidak harmonis, dan administrasi usaha tidak ada. Kesimpulan evaluasinya adalah 1) 70,91% adalah SMD yang berkembang usahanya, 14,71% diantaranya berkembang sangat baik, nilai aset bertambah, akses terhadap permodalan dapat direalisasikan, diversifikasi usaha berhasil dilakukan dan jaringan bisnis sesama SMD maupun pihak lain dapat diwujudkan, 2) sebanyak 24,79% belum memperlihatkan kemajuan, ada kecenderungan nilai asset berkurang, sehingga kelompok ini diperlukan pembinaan dan pengawasan intensif agar dapat dilakukan perbaikan, dan 3) 4,30% usaha tidak jalan dan cenderung bermasalah.

Evaluasi SMD Nasional tahun 2012 yang dilakukan Ditjen PKH, dengan ruang lingkup program SMD 2007 sampai dengan 2010. Tingkat keberhasilan SMD adalah 58,85%, dengan tingkat keberhasilan propinsi Jawa Barat 77%. Kesimpulan evaluasi nasional tersebut memberikan gambaran bahwa 1) program SMD memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penyebaran dan peningkatan populasi ternak, 2) peran SMD, Kelompok ternak, dan dinas cukup tinggi, 3) adanya peningkatan kreativitas anggota kelompok dan transfer ilmu pengetahuan dari SMD, hal ini ditunjukkan dengan penerapan teknologi yang dilakukan seperti fermentasi jerami, pengolahan kompos, dan pengolahan hasil ternak. Selain itu, kelompok semakin aktif dalam mengakses modal baik dari anggaran pemerintah, swasta (Bank dan BUMN), maupun dengan pendanaan secara mandiri (Ditjen PKH, 2012).

(31)

menjalankan program SMD belum ada sanksi yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat (Jayadi, 2011).

(32)

Stakeholders

Menurut Schmeer (1999) dalam Danandjojo (2012), stakeholder dalam suatu proses adalah aktor (perseorangan ataupun kelompok) yang memiliki kepentingan dalam suatu kebijakan atau program yang akan atau sedang dijalankan.

Stakeholders adalah semua pihak baik secara individu maupun kelompok yang dapat dipengaruhi dan/atau memengaruhi pengambilan keputusan serta pencapaian tujuan suatu kegiatan (Kadir, 2014).

Berdasarkan keterkaitannya terhadap suatu keputusan atau suatu kegiatan, Townsley (1998) dalam Kadir (2014) kemudian membedakan stakeholders menjadi dua yaitu stakeholders primer dan stakeholders sekunder. Stakeholders primer adalah pihak yang memiliki kepentingan langsung terhadap suatu sumberdaya, baik sebagai mata pencaharian ataupun terlibat langsung dalam eksploitasi. Stakeholders ini oleh Yang, et al., (2010) dalam Kadir (2014) disebut juga sebagai stakeholders kunci (key stakeholders). Stakeholders sekunder adalah pihak yang memiliki minat/kepentingan secara tidak langsung, atau pihak yang tergantung pada sebagian kekayaan atau bisnis yang dihasilkan oleh sumber daya.

Berdasarkan pengaruh (power) dan kepentingan (interest) yang dimiliki oleh setiap stakeholders maka stakeholders dapat dikategorikan menjadi empat jenis yaitu (Reed et al., 2009; Thompson, 2011; Gardner et al., 1986) dalam Kadir (2014) : 1. Stakeholder dengan tingkat kepentingan (interest) yang tinggi tetapi memiliki pengaruh (power) yang rendah diklasifikasikan sebagai Subyek (Subjects). Stakeholders ini memiliki kapasitas yang rendah dalam pencapaian tujuan, akan tetapi dapat menjadi berpengaruh dengan membentuk aliansi dengan stakeholders lainnya. Stakeholder ini sering bisa sangat membantu sehingga hubungan dengan stakeholders ini harus tetap dijaga dengan baik. 2. Stakeholders dengan tingkat kepentingan (interest) dan pengaruh (power) yang tinggi diklasifikasikan sebagai Pemain Kunci (Key Players). Stakeholders ini harus lebih aktif dilibatkan secara penuh termasuk dalam mengevaluasi strategi baru. 3. Stakeholders dengan tingkat kepentingan (interest) dan pengaruh (power) yang rendah diklasifikasikan sebagai Pengikut Lain (Crowd). Diperlukan sedikit pertimbangan untuk melibatkan stakeholders ini lebih jauh karena kepentingan dan pengaruh yang dimiliki biasanya berubah seiring berjalannya waktu. Stakeholders ini harus tetap dimonitor dan dijalin komunikasi dengan baik. 4. Stakeholders dengan tingkat kepentingan (interest) yang rendah tetapi memiliki pengaruh (power) yang tinggi diklasifikasikan sebagai Pendukung (Contest setters). Stakeholders ini dapat mendatangkan resiko sehingga keberadaannya perlu dipantau dan dikelola dengan baik. Stakeholders ini dapat berubah menjadi key palyers karena suatu peristiwa. Hubungan baik dengan stakeholder ini terus dibina. Untuk itu segala informasi yang dibutuhkan harus tetap diberikan sehingga mereka dapat terus berperan aktif dalam pencapaian tujuan.

Kerangka Pemikiran

(33)

rumah tangga peternak. Lokasi yang tersebar sehingga sulit untuk memperoleh sapi atau kerbau dalam jumlah yang cukup banyak. Selain itu, masih minimnya pendampingan kelompok peternak, keterbatasan dalam melakukan akses terhadap lembaga permodalan/perbankan, informasi dan teknologi, serta masih lemahnya kelembagaan peternak ini sendiri. Hal ini sejalan dengan Uphoff (1986); Johnson (1985) dalam Pakpahan (1989) bahwa salah satu permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya pertanian adalah masalah kelembagaan pertanian yang tidak mendukung, salah satunya kelembagaan petani. Begitu pula North (1990) yang menyatakan bahwa setidaknya ada empat masalah pokok pembangunan perdesaan yang saling terkait satu sama lain – ibarat lingkaran yang tak berujung pangkal yakni kemiskinan, kependudukan dan ketenagakerjaan, keterbatasan infrastruktur, dan masalah kelembagaan.

Disisi lain, banyaknya anak muda berbasis ilmu peternakan dan kedokteran hewan lulusan perguruan tinggi belum punya pekerjaan yang menopang hidupnya. Mereka dengan tingkat pendidikan yang cukup serta ilmu pengetahuan yang dikuasai. Kedua hal tersebut, menjadi titik temu kebutuhan peternak rakyat terhadap pendampingan, modal, informasi dan teknologi serta penguatan kelembagaan, sedangkan disisi yang lain kebutuhan lapangan pekerjaan bagi generasi muda terdidik. Melihat kondisi pembangunan peternakan tersebut, Ditjen PKH Kementerian Pertanian mewujudkannya pada program SMD.

Program ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas ternak dengan potensi ternak lokal yang ada didaerahnya, dengan pendekatan kelompok dan diharapkan memberikan penguatan kelembagaan dan dampak peningkatan bagi pendapatan peternak.

Program Sarjana Membangun Desa merupakan fasilitasi pemerintah dalam pengembangan usaha peternakan dalam bentuk penyaluran dana bansos yang akan dikelola oleh kelompok peternak bersama SMD berdasarkan rencana usaha kelompok.

(34)

berikutnya, menyusun strategi pengembangan kelembagaan kelompok peternak program SMD di Kabupaten Bogor. Strategi yang telah disusun nantinya, dibuat program pengembangan kelembagaan kelompok peternak sebagai rencana aksi perbaikan program, utamanya di Kabupaten Bogor. Kerangka pikir kajian strategi pengembangan kelompok peternak program SMD di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 1.

(35)

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Kajian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan April 2015 dengan lokasi kajian di Kabupaten Bogor. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten Bogor merupakan Kabupaten dengan cukup banyak menerima SMD di Propinsi Jawa Barat, dengan jumlah 80 paket atau 14% dari total alokasi. Komoditas ternak yang cukup lengkap dan juga sebagai wilayah konsumen produk peternakan serta sebagai salah satu penyangga kebutuhan produk peternakan bagi DKI Jakarta.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dilapangan melalui beberapa instrument pendukung seperti kamera dan catatan lapangan. Teknik pengumpulan data dalam data primer ini akan diidentifikasi melalui proses observasi dan wawancara dengan informan yang telah ditentukan. Uraian proses dalam teknik pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:

a. Wawancara, dilakukan dengan mengajukan seperangkat pertanyaan-pertanyaan secara verbal kepada informan melalui sebuah pertanyaan-pertanyaan secara verbal kepada informan melalui sebuah proses interaksi. Wawancara dilakukan ditempat kerja ataupun ditempat tinggal informan. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan data dan informasi baik tentang tingkat keberhasilan, peran stakeholders serta informasi tentang arahan strategi pengembangan kelembagaankelompok peternak. Informan yang terpilih terdiri dari Dinas Kabupaten peternakan atau yang membidangi bidang peternakan dan kesehatan hewan, Dinas teknis terkait, Perguruan Tinggi yang terlibat, Asosiasi terkait peternakan, dan SMD.

b. Kuesioner, merupakan teknik pengambilan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya sehinggga mendapatkan data-data mengenai sikap, cara pandang, pengetahuan, kemampuan dan tingkat kinerja kelompok peternak guna pengevaluasian program. Pengambilan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada SMD, ketua dan anggota kelompok terpilih.

c. Observasi langsung, digunakan untuk melengkapi keakuratan data hasil wawancara melalui program pengamatan langsung mengenai kondisi empirik di lokasi penelitian. Dengan demikian melalui observasi akan diperoleh gambaran nyata atas fenomena yang terjadi secara obyektif. Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk mendapatkan informasi secara langsung dalam mempelajari karakteristik dan aktivitas kelompok sekaligus crosscheck atas kebenaran informasi yang diperoleh dari informan.

(36)

peternakan (Bappeda Kabupaten/provinsi), profil geografis dan administratif dilokasi penelitian serta dokumen lain yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang relevan dalam penelitian ini.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah kelompok peternak yang terdiri dari SMD, ketua kelompok, anggota kelompok terpilih, stakeholders terpilih di Kabupaten Bogor. Dari populasi yang ada, diambil beberapa responden sebagai sampel. Sampel adalah himpunan bagian dari populasi yang dapat mewakili sifat-sifat populasi. Sampel diambil dari perwakilan 15 kelompok peternak program SMD yang terdiri dari 4 orang peternak (ketua dan/atau anggota kelompok) setiap kelompok petermak yang ada di wilayah Kabupaten Bogor. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling. Sampel untuk analisis stakeholders adalah Ditjen PKH, Dinas Peternakan propinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, SMD, Asosiasi SMD, Koperasi Peternak Kelinci (Kopnakci), Pasar Ternak, Koperasi Peternak Sapi Perah (KPS) Kabupaten Bogor, Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K), Penyuluh Lapang, Petugas UPT Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Fakultas Peternakan IPB, sedangkan analisis SWOT adalah Ditjen PKH, Dinas Peternakan propinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, SMD, Petugas UPT Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Fakultas Peternakan IPB. Kriteria dan jumlah responden kelompok peternak program SMD dalam penelitian ini dapat dilihat di Tabel 4.

Tabel 4. Populasi dan sampel penelitian pada kelompok peternak

Uraian Jumlah Anggota Sampel

Kelompok Berkah

(37)

teknologi budidaya peternakan (budidaya, reproduksi, kesehatan hewan, pengolahan limbah, dll), 2) ekonomis pertambahan modal usaha dari hasil usaha peternakan yang dilaksanakan dan diversifikasi usaha (Pedoman SMD, 2012); 3) Tujuan, fungsi dan peran kelembagaan kelompok petani tercapai, artinya: adanya kejelasan tujuan, adanya kesesuaian tujuan dengan kebutuhan anggota, dan tingkat pemenuhan kebutuhan anggota oleh kelembagaan tinggi; adanya kemampuan memperoleh, mengatur, memelihara, dan mengerahkan informasi, tenaga kerja, modal, dan material, serta kemampuan mengelola konflik; 4) Adanya keinovatifan kelembagaan, meliputi: adanya peran kepemimpinan dalam kelembagaan, fungsi kepemimpinan dalam kelembagaan berjalan, adanya nilai-nilai yang mendasari kerjasama, adanya pembagian peran anggota, adanya pola kewenangan dalam kelembagaan, adanya komitmen anggota terhadap kelembagaan, tersedia sumber-sumber pendanaan, tersedia fasilitas-fasilitas fisik, kualitas sumberdaya anggota memadai, dan adanya teknologi yang sesuai; dan 5) Keberlanjutan kelembagaan, meliputi: sentimen anggota baik, kesadaran anggota tinggi, kekompakan anggota terjadi, kepercayaan anggota besar, tersedia bantuan luar, pola komunikasi antar anggota dua arah, dan adanya kerjasama dengan pihak lain, menurut Anantanyu (2009). Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Matriks variabel dan indikator kelembagaan kelompok peternak.

No Variabel Indikator

1. Teknis - Dinamika populasi ternak - Penggunaan teknologi

- Pengelolaan pemeliharaan ternak - Pengelolaan kesehatan hewan

- Pengelolaan pakan ternak berdasarkan sumberdaya lokal

2. Ekonomis - Akses modal usaha

- Diversifikasi usaha kelompok - Pemasaran hasil usaha peternakan

- Pemeliharaan dan pengembangan aset kelompok - Mitra usaha peternakan

2. Tujuan Peran dan Fungsi Kelembagaan Kelompok Peternak

- Kejelasan tujuan,

- Kesesuaian tujuan dengan kebutuhan anggota, dan - tingkat pemenuhan kebutuhan anggota oleh

kelembagaan tinggi.

- Kemampuan memperoleh, mengatur, memelihara, dan mengerahkan informasi, serta

- kemampuan mengelola konflik;

3. Keinovatifan kelembagaan - Peran kepemimpinan dalam kelembagaan,

- Fungsi kepemimpinan dalam kelembagaan berjalan, - Nilai-nilai yang mendasari kerjasama,

- Pembagian peran anggota,

- Pola kewenangan dalam kelembagaan, - Ketersediaan sumber-sumber pendanaan, - Ketersediaan fasilitas-fasilitas fisik, - Kualitas sumberdaya anggota dan - Teknologi yang sesuai.

4. Keberlanjutan Kelembagaan - kesadaran anggota , - kekompakan anggota, - kepercayaan anggota, - Ketersediaan bantuan luar,

(38)

Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam mengungkapkan makna dari data yang telah diperoleh dari proses penelitian yang telah dilakukan. Analisis data dalam penelitian ini adalah upaya menyelidiki secara mendalam tentang data yang berhasil diperoleh peneliti selama penelitian berlangsung, sehingga akan diketahui keadaan yang sebenarnya dari apa yang telah diteliti. Proses analisis data ini dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (Riduwan dan akdon, 2009). Setelah data dan informasi sesuai lingkup permasalahan diperoleh, selanjutnya pengolahan data dengan cara pengklasifikasian dan pentabulasian data sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

1) Tujuan pertama yakni mengevaluasi kinerja kelompok peternak pada program SMD di Kabupaten Bogor.

Analisis kuadran atau importance performance analysis (IPA) adalah sebuah teknik analisis deskriptif yang diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977). IPA adalah suatu teknik analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kinerja penting apa yang harus ditunjukkan oleh suatu organisasi dalam memenuhi kepuasan para pengguna jasa mereka (konsumen). Awalnya, metode ini untuk digunakan dalam bidang riset pemasaran dan perilaku konsumen. Kendati demikian, pada perkembangan selanjutnya, kini penggunaannya telah meluas pada riset-riset pelayanan rumah sakit, pariwisata, sekolah, bahkan hingga analisis atas kinerja birokrasi publik (pemerintahan).

Kerangka konsep yang akan diukur dalam tujuan evaluasi kinerja kelompok peternak ini mencakup beberapa hal yaitu sebagai berikut:

(1) Aspek teknis

(2) Aspek ekonomis

(3) Aspek tujuan peran dan fungsi kelembagaan peternak

(4) Aspek keinovatifan kelembagaan

(5) Aspek Keberlanjutan kelembagaan

(39)

peternak dianalisis kedalam kuadran, dimana kuadran A = tingkatkan kinerja, B = pertahankan kinerja, C = perioritas rendah dan D = cenderung berlebihan.

2) Tujuan kedua adalah menganalisis peran stakeholders dalam pengembangan kelembagaan kelompok peternak melalui program SMD di Kabupaten Bogor. Tujuannya adalah mengidentifikasi dan mendaftar keterlibatan stakeholders dan menggolongkan ke dalam beberapa kelompok serta mengidentifikasi kepentingan stakeholders berdasarkan keterlibatan/peran dan kebutuhan penting dalam program SMD. Hasil identifikasi stakeholders di analisa dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Stakeholders adalah orang-orang yang berarti bagi suatu sistem, sedangkan definisi umum analisis stakeholders menurut Suporahardjo (2005) adalah suatu pendekatan dan prosedur untuk mencapai pemahaman suatu sistem dengan cara mengidentifikasi aktor-aktor kunci atau stakeholders kunci di dalam sistem dan menilai kepentingan masing-masing di dalam sistem tersebut. Dengan istilah stakeholders dimaksudkan semua yang mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan sistem tersebut. Hal itu dapat bersifat individual, masyarakat, kelompok sosial atau institusi dalam berbagai ukuran, kesatuan atau tingkat dalam masyarakat. Dengan demikian istilah ini meliputi pembuat kebijakan, perancang dan administrator dalam pemerintah dan organisasi-organisasi lain serta kelompok pengguna. Tahapan yang dilakukan pada analisis stakeholders adalah sebagai berikut :

a. Mengelompokkan stakeholders dengan kategori. Ini dilakukan menurut penilaian apakah stakeholders tersebut terlibat langsung (primer) atau belum terlibat langsung (sekunder) terhadap program SMD.

b. Mengklasifikasikan stakeholders menurut pengaruh dan kepentingnya.

Kepentingan Tinggi A B

Kepentingan Rendah

C D

Pengaruh Rendah Pengaruh Tinggi

Gambar 2. Klasifikasi stakeholders menurut pengaruh dan kepentingnya

(40)

dan pengaruh (power) yang rendah diklasifikasikan sebagai Pengikut Lain (Crowd) pada kuadran C, 4. Stakeholders dengan tingkat kepentingan (interest) yang rendah tetapi memiliki pengaruh (power) yang tinggi diklasifikasikan sebagai Pendukung (Contest setters) pada kuadran B.

c. Menghubungkan keterkaitan antar stakeholders. Keterkaitan antar

stakeholders yang utama terhadap program SMD.

3) Selanjutnya tujuan ketiga adalah menyusun strategi pengembangan

kelembagaan kelompok peternak melalui analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Setelah dilakukan penilaian terhadap aspek internal dan eksternal, langkah selanjutnya adalah memadukan kedua aspek lingkungan internal dan eksternal berdasarkan analisis SWOT. Proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap analisis, dan (3) tahap pengambilan keputusan (Rangkuti, 2013). Menurut Soesilo (2002), sebelum menjabarkan analisis SWOT maka hal utama yang harus diputuskan adalah siapakah stakeholders utama. Dalam kajian ini, kelompok peternak dan SMD menjadi stakeholders utama. Tahap pengambilan data melalui wawancara dengan pelaksana program SMD di pusat, propinsi dan Kabupaten, hasil analisis IPA dan analisis stakeholders. Hasilnya, kemudian diidentifikasi dalam lingkungan internal dan eksternal. Setelah dilakukan pengidentifikasian terhadap lingkungan internal dan eksternal, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis internal (strengths and weaknesses) dan analisis eksternal (opportunities and threats) yang disajikan dalam tabel IFAS (Internal Strategy Factor Analysis System) dan tabel EFAS (Eksternal Strategy Factor Analysis System).

Menurut David (2002) dalam Hastuti (2014) langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah :

a. Menyusun daftar peluang eksternal b. Menyusun daftar ancaman eksternal b. Menyusun daftar kekuatan internal c. Menyusun daftar kelemahan internal

d. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasil strategi S-O

e. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasil strategi W-O

f. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan

mencatat hasil strategi S-T dan

g. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil strategi W-T.

Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana kekuatan dan kelemahan pada aspek internal kelompok peternak yang dihubungkan dengan peluang dan ancaman pada aspek eksternal, serta bagaimana memilih strategi yang akan menjawab permasalahan dan potensi kelembagaan kelompok peternak program SMD di

Kabupaten Bogor, maka disusun matriks SWOT (

(41)

Tabel 6. Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats)

Uraian metode penelitian ini dapat dirangkum pada Tabel 7, yang dimulai dari tujuan penelitian, jenis data, sumber data, jumlah responden dan metode analisis. Jenis data umumnya adalah data primer, dengan jumlah responden peternak 60 orang, instansi atau responden terpilih dengan tiga metode analisis yaitu IPA, stakeholders dan SWOT.

Tabel 7. Matriks tujuan, jenis data, sumber data, responden dan metode penelitian

No Tujuan Jenis

Primer Dinas Propinsi, Dinas

(42)

4 GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Program Sarjana Membangun Desa (SMD)

Usaha agribisnis peternakan berbasis sumberdaya lokal mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan karena berbagai sarana pendukung seperti agroinput, teknologi, kelembagaan dan tenaga kerja tersedia di seluruh wilayah provinsi. Salah satu potensi yang perlu dikembangkan adalah pemberdayaan potensi tenaga terdidik lulusan perguruan tinggi bidang peternakan dan kesehatan hewan melalui pengembangan SMD.

Pengembangan SMD dilakukan dengan menempatkan para lulusan perguruan tinggi bidang peternakan dan kesehatan hewan di kelompok ternak guna mengatasi kendala rendahnya kualitas SDM peternak di perdesaan melalui transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Keberadaan SMD di kelompok ternak yang berbekal ilmu dan teknologi, kreativitas serta wawasan agribisnis, diharapkan dapat berinteraksi dan bersinergis membangun kerjasama yang harmonis dengan petani peternak yang berpengalaman, namun kurang efektif dan efisien dalam mengelola usaha agribisnis berbasis peternakan. Dengan mengintegrasikan kedua potensi tersebut diharapkan memberikan kinerja usaha peternakan yang lebih optimal.

Berdasarkan masukan dan pertimbangan dari berbagai kalangan, baik internal maupun eksternal Ditjen PKH, dengan memperhatikan: (1) aspek potensi pengembangan pada masing-masing wilayah/provinsi; (2) prospek pasar pada masing-masing komoditas ternak dan; (3) sebaran Fakultas Ilmu-ilmu Peternakan dan Kedokteran Hewan/Fakultas yang membidangi Jurusan Peternakan pada Perguruan Tinggi, maka pelaksanaan kegiatan SMD mencakup beragam komoditas, yaitu sapi potong, kerbau, sapi perah, kambing, domba, unggas lokal (ayam buras, itik dan puyuh), dan kelinci mendukung percepatan pencapaian 4 (empat) sukses pembangunan pertanian, khususnya sub sektor peternakan yaitu (1) pencapaian swasembada daging sapi dan kerbau yang berkelanjutan (2) peningkatan diversifikasi pangan (3) peningkatan daya saing dan nilai tambah, dan (4) peningkatan kesejahteraan peternak.

Kegiatan SMD merupakan fasilitasi dan pemberdayaan kelompok peternak melalui penyaluran dana penguatan modal usaha untuk pengembangan kewirausahaan berbasis peternakan di perdesaaan, dengan tujuan untuk : 1) mendorong tumbuh dan berkembangnya pelaku agribisnis yang terdidik pada usaha peternakan; 2) memperkuat modal usaha, sarana dan prasarana dan terapan teknologi tepat guna di kelompok binaan SMD agar usaha peternakan bisa lebih berkembang; 3) meningkatkan kemampuan aksesibiltas kelompok terhadap permodalan dan pasar; 4) meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan peternak; dan 5) mengembangkan sentra-sentra produksi kawasan usaha peternakan.

Pendaftaran dan Seleksi

(43)

seleksi tahap kedua. Tim pelaksana SMD Ditjen PKH menginformasikan kepada masing-masing perguruan tinggi dan Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi terhadap calon SMD yang lulus seleksi tahap pertama untuk diundang mengikuti seleksi tahap berikutnya sesuai dengan jadual yang telah disepakati. Tahap kedua, yakni tes tertulis. Pelaksanaan seleksi tahap kedua dilakukan apabila calon SMD yang lulus tahap pertama yang dilaksanakan pada masing-masing wilayah perguruan tinggi. Tahap ketiga adalah tes wawancara. Para calon SMD memaparkan program kerjanya, dilanjutkan dengan wawancara oleh Tim seleksi yang terdiri dari unsur Ditjen PKH, perguruan tinggi dan Dinas Peternakan Provinsi setempat. Tim seleksi akan melakukan penilaian meliputi: aspek teknis, aspek usaha, aspek kelembagaan, penerapan teknologi dan aspek pendukung lainnya. Calon SMD yang lulus tahap ketiga ini, segera diinformasikan untuk melakukan persiapan mengikuti seleksi tahap keempat. Tahap keempat adalah verifikasi kelompok. Pelaksanaan verifikasi kelompok di lapangan dilakukan oleh tim seleksi dengan mendatangi langsung lokasi kelompok binaan calon SMD untuk melihat kondisi riil kelompok, melakukan wawancara dengan anggota kelompok dan melakukan tes terhadap ketua kelompok. Tahapan umum dapat dilihat pada Gambar 3 mekanisme pelaksanaan program SMD

Gambar 3. Mekanisme pelaksanaan program SMD

Penggunaan Dana dan Pelaksanaan

(44)

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan dan dituangkan dalam RUK oleh SMD dan kelompoknya melalui pembiayaan yang bersumber dari dana bantuan sosial tersebut adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel 8.

Dana pengembangan usaha budidaya ternak yang dialokasikan ke SMD dan kelompok binaannya, merupakan dana stimulasi yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas usahanya menuju skala usaha yang ekonomis. Untuk memenuhi kebutuhan dana berkaitan dengan adanya kegiatan yang dianggap penting namun diluar dari pada Tabel 8, diharapkan menggunakan dana swadaya kelompok atau sumber dana lainnya.

Apabila terjadi penyalahgunaan dana bantuan sosial sebagai modal usaha diluar dari ketentuan RUK yang disusun pada waktu workshop, maka akan akan diberikan sanksi administratif.

Untuk kelancaran pelaksanaan Program SMD, maka dibentuk Tim Pelaksana SMD, baik di Ditjen PKH Kementerian Pertanian, Perguruan Tinggi, Provinsi dan Kabupaten/Kota, SMD dan Kelompok Peternak dengan tugas dan peran masing-masing sebagaimana pada Tabel 9.

Komponen Kegiatan

Gambar

Gambaran Umum Program SMD
Tabel 2.   Jumlah  paket program SMD berdasarkan Kabupaten/Kota di propinsi
Gambar 1.  Kerangka pikir kajian strategi pengembangan kelembagaan
Tabel 4. Tabel 4. Populasi dan sampel penelitian pada kelompok peternak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan gambaran di atas dapat di jelaskan bahwa solidaritas sosial di antara masyarakat sangat penting khususnya dalam tradisi Ngaruat Jagat yang memiliki

Dimenzije: visina 20 cm, širina 23 cm, dužina 50 cm Mjesto nalaza: Solin, Paraći 41, uzidan u istočnu stranu obiteljske kuće, oko 200 m sjeverozapadno od amfi teatra, evidentiran

4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2009 – 2013 (Menjadikan Kalimantan Timur Sebagai Pusat Energi Terkemuka di

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa karakter jujur dari siswa SD dapat dilihat dari perilaku sehari-hari di

Kalimat yang sesuai dengan kalimat Arab Melayu di atas adalah … A.. Mereka naik bus

menjadi acuan dalam melakukan evaluasi kinerja pembangunan daerah setiap

Phuï tuøng caét tieáp xuùc vôùi daây daãn “coù ñieän” coù theå laøm caùc boä phaän kim loaïi traàn cuûa duïng cuï ñieän “tieáp ñieän” vaø coù theå

Kedua, penerimaan perilaku disfungsional mempunyai perbedaan dalam pengambilan audit judgment, artinya jika auditor menerima perilaku disfungsional maka audit judgment