• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kinerja Kelompok Peternak Program Sarjana Membangun Desa (SMD) Di Kabupaten Bogor.

Evaluasi tingkat kinerja kelompok peternak program SMD di Kabupaten Bogor mencakup beberapa hal sebagai berikut: 1) teknis, 2) ekonomis, 3) tujuan, fungsi dan peran kelembagaan, 4) keinovatifan, dan 5) keberlanjutan. Jumlah kelompok yang jadikan sampel sebanyak 15 kelompok peternak program SMD, dengan responden per kelompok 4 orang, sehingga total responden 60 orang.

Tabel 15. Karakteristik anggota kelompok peternak responden di Kabupaten Bogor Kategori dan

Pengelompokan Responden

Jumlah (orang) Persentase (%)

Umur 30-40 tahun 28 46,7 41-50 tahun 29 48,3 >50 tahun 3 5,0 60 100,0 Jenis Kelamin Laki-laki 49 81,7 Wanita 11 18,3 60 100,0 Pendidikan SD 7 11,7 SLTP 15 25,0 SLTA 21 35,0 D3/S1 17 28,3 60 100,0 Pekerjaan Peternak 25 41,7 Pegawai Swasta 18 30,0 Wiraswasta 4 6,7 Lainnya 13 21,7 60 100,0

Sumber : Data Primer 2015, diolah

Pada Tabel 15, secara umum responden terdiri 46,7% umur antara 30 – 40 tahun, 48,3% umur antara 41 – 50 tahun, sedangkan diatas 50 tahun 5,0%. Sehingga anggota kelompok peternak program SMD di dominasi umur diatas 40 tahun. Jumlah responden di dominasi oleh anggota kelompok peternak dengan jenis kelamin laki-laki 81,7%, namun juga terdapat anggota kelompok peternak dengan jenis kelamin wanita 18,3%. Salah satu kelompok peternak adalah kelompok peternak wanita yaitu kelompok peternak krida andhini, dengan usaha peternakan sapi perah.

Kategori tingkat pendidikan, didominasi oleh responden dengan tingkat pendidikan SLTA 35,0%, selanjutnya D3/S1 28,3%, SLTP 25,0% dan SD 11,7%. Komposisi tingkat pendidikan anggota kelompok peternak sudah cukup baik, dapat dilihat prosentase D3/S1. Hal ini disebabkan, pada program SMD, pendamping/SMD ikut sebagai anggota kelompok peternak dan bersama-sama kelompok melakukan usaha peternakan. Sedangkan kategori pekerjaan didominasi oleh peternak 41,7%, selanjutnya pegawai swasta 30,0%, wiraswasta yang bergerak di bidang peternakan 6,7% dan lainnya 21,7%. Umumnya, anggota kelompok dengan pekerjaan utama sebagai peternak adalah anggota kelompok peternak sapi perah, hal ini disebabkan sebelum mengikuti program SMD telah memiliki ternak sapi perah dan bekerja sebagai peternak sapi. Mereka telah berada di sentra pengembangan sapi perah Kabupaten Bogor. Sehingga program SMD telah memperkuat modal usaha peternakannya.

Tabel 16 Nama kelompok, komoditi ternak, tahun alokasi, dan jumlah populasi ternak kelompok peternak program SMD Kabupaten Bogor per maret 2015

Nama Kelompok Jenis Ternak

Tahun Alokasi Program SMD Ketua Populasi Ternak Awal Populasi Ternak Akhir 2015

Berkah Sapi Perah 2011 Hj. Nurul 18 18

Marga Mulya Kambing/Domba 2011 Rohman 90 30

Mekar Mandiri Sapi Perah 2011 Ahmad C 18 18

Sumber Wijaya Tani Sapi Perah 2011 Hendrayanoor 20 32

Al Kautsar Sapi Perah 2012 H. Rosikin 18 18

Krida Andhini Sapi Perah 2012 Rukmini 16 17

Mulus Rahayu Sapi Perah 2012 Mulyadi 16 7

Utari Kelinci 2012 Yayan M 180 120

Fajar Rabitry Kelinci 2012 Nur fajar 180 103

Bina Tani MandirI Kelinci 2012 Saki 180 80

Cimanglid Sejahtera Kambing Perah 2011 Aceng 23 20

Maju Bersama Kerbau 2011 Saiful H 30 7

Mitra Tahoga Itik 2011 Imad 600 -

Setia Unggas Lokal 2012 Iding 5750 -

Sehati Unggas Lokal 2012 Mahpuddin 5750 -

Sumber : Data Primer 2015, diolah

Hasil observasi lapang terlihat pada Tabel 16 bahwa umumnya kelompok peternak sapi perah dapat berkembang baik, walaupun terdapat satu kelompok sapi perah tidak berkembang disebabkan adanya konflik lokasi peternakan dengan masyarakat sekitarnya. Sehingga populasi ternak tidak berkembang. Kelompok peternak kelinci, juga cukup berkembang, kelompok kelinci program SMD telah bergabung dengan koperasi peternak kelinci (Kopnakci). Populasi ternak kelinci cukup fluktuatif, pada saat observasi lapang, jumlah populasi menurun disebabkan adanya penjualan yang cukup besar, sehingga populasi menurun. Begitu pula dengan kelompok kambing/domba masih aktif. Sedangkan kelompok peternak unggas lokal, itik dan kerbau tidak berkembang.

Hasil evaluasi tingkat kinerja kelompok peternak program SMD dengan menggunakan metode importance performance analysis (IPA) seperti terlihat pada

Tabel 17 adalah data antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja kelompok peternak program SMD yang secara rata-rata adalah masing-masing 3,97 pada kepentingan dan 2,78 pada kinerja. Sehingga terdapat selisih sebesar 1,18.

Tabel 17. Perbandingan tingkat kepentingan dan tingkat kinerja kelompok peternak program SMD

Variabel Indikator Kepentingan Tingkat Tingkat Kinerja

Teknis Dinamika Populasi Ternak hasil usaha peternakan 4,10 3,27 Penggunaan teknologi pengolahan pakan ternak 4,08 3,07 Penggunaan teknologi pengolahan kotoran ternak 3,82 2,67 Pengelolaan pemeliharaan ternak yang sesuai 4,10 3,27 Pengelolaan Kesehatan ternak dalam pengendalian penyakit 4,02 3,07 Pengelolaan pakan ternak berdasarkan sumberdaya local 4,20 3,12 Ekonomis Akses modal usaha kelompok 3,98 2,82

Diversifikasi usaha kelompok sebagai bentuk pengembangan usaha

3,88 2,85

Pemasaran Hasil usaha peternakan dalam memperoleh harga terbaik

4,35 3,57

Pemeliharaan Aset kelompok seperti kandang 4,05 2,98 Pengembangan Aset kelompok seperti ternak 4,12 3,13 Memiliki mitra usaha peternakan 4,25 3,37 Tujuan, Peran

dan Fungsi Kelembagaan

Kejelasan Tujuan Kelompok peternak 4,03 2,58 Kesesuaian tujuan kelompok dengan kebutuhan anggota 3,92 2,67 Tingkat pemenuhan kebutuhan anggota 3,83 2,28 Penyelesaian Konflik internal 4,02 2,80 Pengelolaan Informasi Keuangan 3,97 2,97 Pengelolaan Informasi Teknis 3,95 2,77 Keinovatifan Peran kepemimpinan dalam kelembagaan 4,17 2,90 Nilai-nilai yang mendasari kerjasama 3,93 2,37 Pembagian peran anggota 4,03 2,78 Sarana yang dimanfaatkan oleh seluruh anggota kelompok 3,73 2,63 Status kelas kelompok 3,52 2,17 Peningkatan kemampuan teknis anggota 3,88 2,48 Keberlanjutan Kesadaran anggota dalam memelihara partisipasi kelompok 4,05 2,67 Kekompakan anggota untuk mengembangkan usaha 3,98 2,60 Terbangunnya Kepercayaan antar anggota kelompok 4,02 2,43 Pola komunikasi antar anggota 3,92 2,67 Kerjasama dengan pihak lain 3,97 2,57 Sebagai tempat magang/pelatihan bagi masyarakat sekitarnya 3,33 2,08

Rata-rata 3,97 2,78

Sumber : data primer diolah, 2015

. Berdasarkan diagram IPA pada Gambar 7, maka indikator yang berkaitan dengan tingkat kepentingan dan kinerja kelompok peternak Program SMD di Kabupaten Bogor dapat dikelompokkan dalam kuadran A, B, C dan D.

Gambar 7. Kuadran analisis importance performance analysis Analisis kuadran IPA dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Kuadran A : tingkatkan kinerja.

Pada kuadran A terdapat lima indikator (16,67%) yang dinilai penting dan atau diharapkan oleh peternak tetapi kondisi persepsi yang ada pada saat ini belum memuaskan, sehingga instansi terkait bersama kelompok dipandang perlu untuk meningkatkan kinerja pada indikator tersebut. Indikator tersebut sebagai berikut :

a. Kejelasan tujuan kelompok peternak. Pada sebagian besar kelompok peternak SMD menganggap tujuan membentuk kelompok menjadi penting dalam mempertahankan keberlanjutan kelompok. Peternak tidak akan pernah berpastisipasi dalam suatu kegiatan yang menurut mereka tidak memberikan dampak positif terhadap usaha dan rumah tangganya (Suradisasatra,2006). Sehingga tujuan yang jelas dalam berkelompok dan dapat dicapai hendaknya menjadi perhatian.

b. Pembagian peran anggota. Pembagian peran anggota diawal pelaksanaan program SMD masih berjalan dengan baik namun, setelah berjalan setahun, pemeliharaan ternak, pemberian pakan, dan pencacatan dilakukan oleh ketua kelompok ataupun SMD.

c. Kesadaran anggota dalam memelihara partisipasi kelompok. Selain pembagian peran anggota kelompok, kesadaran anggota dalam memelihara partisipasi kelompok sangat diperlukan. Sehingga semangat membangun kelompok terus ada. Pembinaan dari penyuluh lapang serta pembina teknis perlu ditingkatkan, sehingga kelompok peternak mengganggap adanya kebersamaan dalam melaksanakan program SMD.

d. Kekompakan anggota untuk mengembangkan usaha. Kekompakan anggota masih perlu ditingkatkan, utamanya dalam mengembangan usaha peternakan yang telah disepakati bersama. Kekompakan hanya terlihat pada tahun pertama program, selanjutnya menurun, sehingga hal ini perlu menjadi perhatian.

e. Terbangunnya kepercayaan antar anggota kelompok. Terbangunnya

kepercayaan sesama anggota kelompok adalah penting. Kepercayaan antar anggota kelompok pada program SMD belum sesuai harapan. Intensitas penyuluh lapang, sebagai petugas pemerintah dalam melakukan pembinaan kelompok perlu ditingkatkan. Kelompok peternak difasilitasi melakukan studi banding pada kelompok peternak yang telah maju. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan anggota kelompok dalam membangun kepercayaan antar anggota.

2) Kuadran B : Pertahankan kinerja.

Pada kuadran B terdapat dua belas indikator (40,0%), yang di nilai telah optimal dalam pelaksanaannya. Indikator kinerja yang terletak pada kuadran ini dianggap penting dan diharapkan sebagai faktor penunjang kepuasan responden, sehingga instansi terkait bersama peternak dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai. Indikator yang sudah cukup baik dan perlu terus dipertahankan tersebut adalah :

a. Dinamika Populasi Ternak. Populasi ternak yang dibudidayakan oleh kelompok peternak SMD menunjukkan cukup berkembang utamanya ternak sapi perah, kambing, dan kelinci. Walaupun, terdapat pula kelompok peternak unggas lokal, yang tidak berkembang disebabkan terserang penyakit hewan.

b. Penggunaan teknologi pengolahan pakan ternak. Penggunaan teknologi pakan seperti pakan pellet, silase, pemanfaatkan limbah untuk pakan ternak, dan hijauan pakan lokal sudah dapat diimplementasikan oleh kelompok peternak bersama-sama dengan SMD.

c. Pengelolaan pemeliharaan ternak. Pengelolaan budidaya ternak dapat dilaksanakan dengan baik oleh kelompok peternak SMD. Pengetahuan peternak meningkat cukup baik.

d. Pengelolaan kesehatan ternak dalam pengendalian penyakit. Pengelolaan kesehatan ternak dalam pengendalian penyakit cukup baik diterapkan oleh kelompok. Peternak telah dapat mengusai pencegahan penyakit hewan, utamanya pada sapi perah, kelinci dan kambing/domba. Namun, serangan penyakit pada unggas lokal, belum dapat dikendalikan dengan baik.

e. Pengelolaan pakan ternak berdasarkan sumberdaya lokal. Pemanfaatkan limbah kedelai, limbah sayur, limbah pertanian lainnya sebagai bahan pakan lokal dapat diterapkan dengan baik. Pakan tersebut, dapat menekan biaya pakan sehingga menambah keuntungan peternak.

f. Akses modal usaha kelompok. Akses modal, utamanya pada kelompok peternak SMD komoditi sapi perah sudah berkembang baik, dengan adanya koperasi peternak sapi perah. Modal pembelian dara, pakan dan obat-obatan dapat dengan mudah diakses oleh peternak. KKPE, dapat diakses juga oleh peternak sapi perah, walaupun dalam jumlah terbatas.

g. Pemasaran hasil usaha peternakan. Pemasaran hasil usaha peternakan seperti produk susu, bibit kelinci, hasil olahan kotoran, kambing/domba sudah terbentuk.

h. Pemeliharaan aset kelompok. Aset kelompok ternak seperti kandang, peralatan kandang, dan lainya sebagai modal yang cukup pengembangan budidaya kelompok peternak.

i. Pengembangan aset kelompok. Pengembangan aset berupa ternak sudah dapat menghasilkan tambahan pendapatan cukup baik bagi peternak. Sapi perah telah berkembang menghasilkan pedet, dara, ataupun dijual untuk membeli dara siap produksi. Begitu pula pada budidaya ternak kelinci sudah dapat berkembang dengan baik.

j. Memiliki mitra usaha peternakan. Kelompok peternak SMD utamanya pada ternak sapi perah sudah memiliki koperasi peternak sapi perah, kelompok peternak kelinci dengan koperasi ternak kelinci (kopnakci). k. Penyelesaian konflik internal. Konflik yang terjadi diantara anggota

kelompok umumnya dapat diselesaikan secara internal, walaupun ada konflik antara SMD dan ketua kelompok yang masih sulit diselesaikan. Pertemuan yang secara periodik dilakukan, yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok, menjadi penting untuk menjaga kebersamaan dan partisipasi kelompok peternak.

l. Peran kepemimpinan dalam kelembagaan. Peran kepeminpinan dalam kelompok peternak SMD menjadi penting, bagi keberlanjutan usaha budidaya ternak yang dilakukan oleh kelompok peternak penerima bantuan melalui program SMD. Kepemimpinan tersebut bisa dari ketua kelompok maupun dari SMD pula.

3) Kuadran C : Prioritas rendah.

Pada kuadran C terdapat sebelas indikator (36,67%) yang dinilai tingkat kepentingan dan kinerjanya rendah. Indikator ini memiliki tingkat kepuasan yang rendah cenderung belum dianggap penting oleh peternak/responden, sehingga tidak menjadi prioritas bagi pengambil kebijakan. Indikator tersebut adalah kelompok sebagai lokasi tempat magang, status kelas kelompok, tingkat pemenuhan kebutuhan anggota kelompok, peningkatan teknis anggota, penggunaan teknologi pengolahan kotoran, nilai-nilai yang mendasari kerjasama, kerjasama dengan pihak lain, pola komunikasi antar anggota, sarana yang dimanfaatkan oleh semua anggota kelompok, pengelolaan informasi teknis, dan kesesuaian tujuan kelompok dengan kebutuhan.

4) Kuadran D : Cenderung Berlebihan.

Pada kuadran D terdapat dua indikator (6,67%) yang dinilai tingkat kepentingan rendah dengan kinerjanya tinggi, dengan kata lain pada kuadran ini beberapa varibel dilaksanakan secara berlebihan. Indikator yang terletak pada kuadran ini dianggap sudah baik namun tidak dianggap penting oleh peternak/responden, sehingga tidak efektif bagi pengembangan kelembagaan peternak. Hal ini menjadi pertimbangan pengambil kebijakan, tidak menjadikannya sebagai prioritas. Indikator tersebut adalah pengelolaan informasi keuangan dan diversifikasi usaha kelompok sebagai pengembangan usaha.

Sehingga dalam tiga aspek yakni teknis, ekonomis; tujuan, kelembagaan (tujuan peran dan fungsi kelembagaan; keinovatifan dan keberlanjutan) dapat dilihat bahwa aspek kelembagaan kelompok peternak masih memerlukan perhatian dibandingkan aspek teknis dan ekonomis. Hal ini juga, didukung oleh masalah kelembagaan merupakan salah satu mata rantai yang terlemah dalam memajukan peternakan di Indonesia (Makka, 2004). Masalah kelembagaan sangat ditentukan oleh budaya, adat – istiadat dan nilai yang ada dalam masyarakat setempat. Oleh karena itu masih sangat perlu dilakukan perubahan sikap dan pola perilaku petani secara terus menerus. Begitu pula sodiq (2010), yang menyatakan bahwa kelembagaan kelompok menjadi salah satu aspek yang masih harus ditingkatkan untuk mencapai keberlanjutan program SMD.

Analisis Peran Stakeholders dalam Penguatan Kelembagaan Kelompok

Peternak Program Sarjana Membangun Desa (SMD)

Analisis ini dimulai dengan menyusun stakeholders berdasarkan keterlibatan langsung maupun tidak langsung dalam program SMD yang berpengaruh terhadap upaya penguatan kelembagaan Peternak. Stakeholders adalah semua pihak baik secara individu maupun kelompok yang dapat dipengaruhi dan/atau memengaruhi pengambilan keputusan serta pencapaian tujuan suatu kegiatan (Kadir, 2014). Tadjudin (2000) dalam Butolo (2014) membedakan stakeholders yang berkaitan dengan program/kegiatan sebagai berikut: 1) stakeholders primer, yaitu pelaku yang terlibat langsung dalam program/kegiatan ; 2) stakeholders sekunder yaitu pelaku yang tidak bertanggung jawab langsung dalam hal namun berkepentingan terhadap program/kegiatan.

Pada Tabel 18 menunjukkan stakeholders primer atau yang terkait langsung dengan program SMD terdiri dari tujuh yaitu Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Ditjen PKH, SMD, Petugas UPT Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Penyuluh Lapangan, dan Perguruan Tinggi.

Tabel 18. Kategorisasi stakeholders pada program SMD Kabupaten Bogor

Kategori Stakeholders

Primer

Sekunder

Ditjen PKH

Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sarjana Membangun Desa (SMD)

Petugas UPT Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Penyuluh lapang

Perguruan Tinggi BP4K Kabupaten Bogor Asosiasi SMD

Koperasi Susu

Koperasi Peternak Kelinci (Kopnakci) Pasar/Pedagang Ternak

Kepala Desa

Lembaga Pembiayaan Sumber data: Data primer, 2015

Sedangkan stakeholders sekunder atau tidak langsung yakni BP4K Kabupaten Bogor, Asosiasi SMD, Koperasi Susu, Koperasi Peternak Kelinci (Kopnakci), Pasar/pedagang ternak, kepala desa/lurah dan lembaga pembiayaan. Ketujuh stakeholders ini, belum seluruhnya dan belum mewakili semua stakeholders yang berpotensi membangun kelembagaan kelompok peternak, karena masih terdapat stakeholders sekunder yang belum terlibat langsung padahal mempunyai pengaruh dan kepentingan dalam memberikan penguatan kelembagaan peternak.

Langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan stakeholders pada matriks menurut seberapa penting dan pengaruhnya terhadap pengembangan kelembagaan kelompok peternak. Menurut Suporahardjo (2005), pengukuran derajat pentingnya dinilai dari besarnya peran dalam mencapai hasil dan tujuan proyek, sedangkan pengaruh dinilai kekuatan yang dapat mereka keluarkan untuk proses dan hasil proyek.

Tabel 19 Analisis kepentingan dan pengaruh stakeholders pada program SMD Kabupaten Bogor

Stakeholders Kepentingan (interest) Pengaruh (power)

Ditjen PKH ++ ++

Dinas Nak Prop ++ ++

Dinas Nak Kab ++ ++

Kelompok ++ ++ SMD ++ ++ Kades ++ + PT ++ ++ Petugas UPT ++ ++ Penyuluh ++ ++ Asosiasi SMD ++ + Lembaga Pembiayaan ++ +

Koperasi Peternak Sapi Perah ++ +

Kopnakci + ++

Pasar/pedagang + ++

BP4K ++ +

Keterangan : ++ = tinggi, + = rendah

Berdasarkan Tabel 19 hasil analisis, kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam program SMD diuraikan sebagai berikut:

1) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH).

Ditjen PKH sangat berkepentingan dan berpengaruh dalam program SMD, karena melakukan tugas : a) menyusun petunjuk pelaksanaan Pengembangan Sarjana Membangun Desa, b) melakukan koordinasi dan sosialisasi dengan Perguruan Tinggi, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan, c) membuka dan menerima pendaftaran calon SMD, d) melakukan seleksi dan penilaian terhadap peserta calon SMD dan Kelompok. e) menyampaikan calon SMD terpilih kepada Direktur Budidaya Ternak, dan selanjutnya kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian untuk ditetapkan sebagai Sarjana Membangun Desa terpilih,

f) melaksanakan workshop SMD, dan g) melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi.

2) Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat.

Dinas peternakan propinsi Jawa Barat adalah pembina kelembagaan kelompok peternak ditingkat propinsi, juga melakukan fungsi koordinatif dalam pelaksanaan pembangunan peternakan di Propinsi Jawa Barat. Sehingga pengembangan peternakan di Kabupaten Bogor yang juga termasuk dalam Kebijakan Umum pembangunan peternakan Propinsi Jawa Barat, menjadi tanggungjawabnya. Pengaruh dan kepentingan terhadap keberhasilan program SMD di wilayah Kabupaten Bogor cukup besar. Selain itu, Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat juga melakukan pembinaan askes pemasaran dan pembiayaan terhadap kelompok peternak yang didalamnya termasuk kelompok peternak program SMD diseluruh Kabupaten/kota di Jawa Barat termasuk Kabupaten Bogor.

3) Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor adalah pelaksana langsung di lapangan program-program yang terkait dengan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan termasuk program SMD sehingga mempunyai kemampuan untuk memobilisasi sumberdaya dalam keberhasilan program SMD serta upaya penguatan kelembagaan peternak.

4) Kepala Desa

Sebagai pucuk pimpinan tertinggi sekaligus wakil pemerintah di Desa, kepala desa berkepentingan terhadap manfaat langsung dari program SMD untuk kemakmuran warga desanya, namun belum nampak pengaruh dalam pembinaan terhadap pada program SMD. Selain itu, dalam pembentukan kelompok peternak, kepada desa hanya dianggap sebagai instansi yang memberikan legalitas kelompok, sehingga pengaruhnya belum terlihat dalam program ini.

5) Sarjana Membangun Desa

SMD merupakan pelaksana program SMD selain kelompok peternak terpilih, yang bersama-sama kelompok peternak melakukan usaha agribisnis peternakan sesuai komoditi yang disepakati bersama. Membina dari aspek teknis, ekonomis dan kelembagaan kelompok peternak, sehingga kelompok dapat maju dan lebih mandiri.

6) BP4K Kabupaten Bogor

Badan Penyuluh mempunyai kaitan yang cukup erat dengan pembinaan kelompok petani, utamanya peternak karena sesuai dengan tupoksinya dalam melaksanakan pembinaan teknis terhadap pengembangan mekanisme dan tata cara pengembangan kelembagaan petani peternak. Namun, pengaruhnya belum terlihat dalam hal kebijakan penyuluhan bagi kelompok peternak program SMD. Kebijakan penyuluh lebih di dominasi oleh bidang pertanian utamanya tanaman pangan. Sehingga hal, ini menjadi perhatian bagi pemda Kabupaten Bogor untuk mendorong kebijakan meningkatkan intensitas penyuluhan bagi kelompok peternak, utamanya pembinaan dalam hal membangun kelembagaan kelompok peternak.

7) Perguruan Tinggi

Tri Dharma perguruan tinggi mewajibkan lembaga pendidikan tinggi sebagai centre of excellence dalam hal pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Dalam program SMD, perguruan tinggi mempunyai tugas melakukan penerimaan pendaftaran calon SMD, seleksi SMD bersama-sama Ditjen PKH dan Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, menyediakan paket teknologi yang siap untuk ditransfer. Selain itu, Perguruan tinggi berkepentingan untuk melakukan penelitian

dan memberikan saran-saran serta arahan dalam bentuk tulisan ataupun laporan tentang pengembangan program Sarjana Membangun Desa. Sehingga pengaruh yang cukup besar terhadap pengembangan kelembagaan peternak, walaupun masih diperlukan optimalisasi monitoring pelaksanaan program SMD.

8) Petugas UPT Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor,

Petugas UPT Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor yang ditugaskan oleh Kadis selaku pendamping program SMD di lokasi wilayah kerjanya. Petugas UPT ini melakukan pembinaan dari aspek teknis peternakan dan kesehatan hewan, sehingga mempunyai pengaruh dan kepentingan dalam program SMD.

9) Penyuluh Lapangan.

Penyuluh pertanian lapangan merupakan petugas yang berkompeten dalam membina kelompok petani/peternak di Desa. Penyuluh lapang memberikan pengaruh terhadap perkembangan kelompok peternak. Penyuluh lapang pengetahuan administrasi kelompok, pencatatan kelompok, organisasi kelompok, informasi teknologi sederhana, dan sebagainya terkait pengembangan kelembagaan kelompok peternak. Sehingga penyuluh, juga memiliki kepentingan dalam keberhasilan kelompok peternak dalam mengelola usaha peternakan. Setiap penyuluh juga telah memiliki wilayah kerja, sehingga kelompok petani atau peternak dalam wilayah kerjanya harus dilakukan pembinaan. Permasalahan yang ditemukan adalah intensitas kunjungan pembinaan dan penguatan kelembagaan kelompok peternak masih perlu ditingkatkan.

10) Asosiasi SMD,

Asosiasi SMD merupakan wadah berkumpul para sarjana yang terlibat sebagai pendamping pada program SMD dalam membangun komunikasi, koordinasi dan jaringan dalam membangun peternakan di Indonesia, utamanya pada program SMD. Pengaruh terhadap pengembangan kelembagaan peternak ditingkat kelompok peternak utamanya di Kabupaten Bogor masih perlu ditingkatkan.

11) Koperasi Peternak Sapi Perah.

Koperasi Peternak Sapi Perah adalah koperasi yang mewadahi peternak sapi perah, dalam melakukan agribisnis peternakan sapi perah mulai dari bibit sapi perah, pakan ternak, obat-obatan, menjual produksi susu, serta pengolahan susu. Kelompok peternak program SMD juga menjadi anggota koperasi, sehingga ada kepentingan dalam hal ini. Namun, pengaruh koperasi terhadap program SMD masih belum terlihat. Hal ini disebabkan, koperasi belum pernah diundang dalam forum koordinasi dengan Dinas Kabupaten Bogor untuk bersama-sama membangun kelembagaan kelompok peternak program SMD.

12) Koperasi Peternak Kelinci (Kopnakci).

Koperasi Peternak Kelinci merupakan wadah peternak kelinci, utamanya di Kabupaten bogor dalam membangun kelembagaan peternak kelinci. Secara konsep pembentukan koperasi, telah memberikan pembagian tugas dan melaksanakan promosi kepada masyarakat dalam memperkenalkan daging kelinci. Terdapat kelompok yang fokus pada pembibitan kelinci, pemasaran produk olahan, dan pengembangan ternak. Sehingga pengaruhnya terhadap kelompok peternak pada program SMD cukup besar, namun dalam turut memberikan kontribusi bagi keberhasilan program SMD utamanya kelompok yang mengusahakan budidaya kelinci belum memberikan dampak. Pada saat, observasi lapang, pertemuan antar anggota koperasi sudah tidak dilakukan, dan kepengurusan koperasi tidak aktif.

13) Pasar/pedagang ternak.

Pasar/pedagang ternak adalah salah satu pelaku peternakan dalam tata niaga produk ternak. Pengaruh terhadap pemasaran produk hasil ternak maupun ternak dari kelompok peternak SMD. Namun, secara kepentingan terhadap program SMD belum terlihat, hanya sebatas proses jual beli produk yang dihasilkan oleh kelompok.

14) Lembaga pembiayaan.

Institusi yang mempunyai kewenangan dalam membantu memberikan pembiayaan usaha peternakan. Lembaga ini mempunyai kepentingan dalam menyalurkan pinjaman yang mudah dan cepat bagi peternak. Pemanfaatan lembaga

Dokumen terkait