• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Distribusi Spasial dan Temporal Turbulen Menggunakan Data di 15 Lokasi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Distribusi Spasial dan Temporal Turbulen Menggunakan Data di 15 Lokasi di Indonesia"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL TURBULEN

MENGGUNAKAN DATA DI 15 LOKASI

DI INDONESIA

JEANNETTE VICTORIA TONGGAL

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Distribusi Spasial dan Temporal Turbulen Menggunakan Data di 15 Lokasi di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

JEANNETTE VICTORIA TONGGAL. Kajian Distribusi Spasial dan Temporal Turbulen Menggunakan Data di 15 Lokasi di Indonesia. Dibimbing oleh AHMAD BEY.

Turbulensi adalah aliran fluida yang berbentuk acak, tidak beraturan dan menjadi salah satu fenomena cuaca penting antara lain untuk penerbangan dan polusi udara. Pola distribusi turbulensi dapat dilihat berdasarkan pola harian dan musiman serta dapat dibuat klasifikasi untuk memahami seberapa kuat kejadian turbulensi. Parameter turbulensi yang dikaji yakni ketinggian lapisan pencampur, bilangan Richardson yang menunjukkan kriteria ada atau tidaknya turbulen, besar energi kinetik dan intensitas turbulensi. Kajian turbulensi menunjukkan bahwa perbedaan nilai beberapa parameter lebih terlihat pada pola harian (pagi dan siang) dibandingkan pola musiman. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa turbulensi di lima belas lokasi kajian dominan pada kategori turbulensi lemah ditinjau dari intensitas turbulensi konvektif, dan berdasarkan kekuatan energi kinetik setiap lokasi tergolong kategori turbulensi lemah hingga kuat.

Kata kunci: lapisan pencampur, Richardson, energi kinetik, intensitas, kategori turbulensi

ABSTRACT

JEANNETTE VICTORIA TONGGAL. Study of Spatial and Temporal Turbulent Distribution Using Data on 15 Location in Indonesia. Supervised by AHMAD BEY.

Turbulence is a type of chaotic and irregular fluid flow which is one of significant weather phenomenon for aviation and air pollution. The distribution pattern of turbulence can be observed by the daily and seasonal patterns and can be classified to understand how strong turbulence events. Turbulence parameters studied were mixed layer height, Richardson number indicating the presence or absence of turbulent, kinetic energy, and turbulence intensity. The study showed that the daily pattern has more significant differences of turbulence parameters than seasonal pattern. Based on the result, turbulence in the fifteen locations are classified as weak turbulence based on convective turbulence intensity and weak to strong turbulence category by the kinetic energy approache.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL TURBULEN

MENGGUNAKAN DATA DI 15 LOKASI

DI INDONESIA

JEANNETTE VICTORIA TONGGAL

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Kajian Distribusi Spasial dan Temporal Turbulen Menggunakan Data di 15 Lokasi di Indonesia

Nama : Jeannette Victoria Tonggal

NIM : G24100057

Disetujui oleh

Prof Dr Ahmad Bey Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Juni 2014 ini ialah turbulensi, dengan judul Kajian Distribusi Spasial dan Temporal Turbulen Menggunakan Data di 15 Lokasi di Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ahmad Bey selaku pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan ide, kritik, saran dan bimbingannya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Ibu Dr Ir Tania June, MSc yang telah memberi saran dan masukan bagi kelancaran penulisan tugas akhir ini.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan bagi segenap staf pengajar dan pegawai Departemen GFM, Pak Azis, Pak Nandang, Pak Pono yang telah banyak membantu selama penulis menjalani perkuliahan di IPB. Terima kasih pula tak lupa diucapkan kepada Zevy Augrind Limin yang dengan setia memberi semangat dan dukungan bagi penulis, Em, Himma, Enggar, Uni, Givo, Alan, Mani, Aret, Thaisir, Ernat, Arisal dan seluruh teman-teman GFM 47, 48, dan 49 atas semangat serta doanya selama ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, motivasi, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Turbulensi 2

Pendekatan Statistik untuk Perhitungan Turbulensi 3

Peran Kajian Turbulen di Berbagai Aspek 4

METODE 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Bahan 4

Alat 5

Prosedur Penelitian 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Deskripsi Wilayah Kajian 10

Analisis Ketinggian Lapisan Pencampur 11

Identifikasi Keberadaan Turbulensi Berdasarkan Bilangan Richardson 14 Analisis Kekuatan Turbulensi Berdasarkan Besar Energi Kinetik Turbulensi 16 Intensitas Turbulensi dan Klasifikasi bagi Turbulensi Konvektif 19

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

(11)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi intensitas turbulensi di penerbangan 4 2 Kriteria turbulensi dan kestabilan atmosfer berdasar nilai Ri 8 3 Klasifikasi intensitas turbulensi berdasarkan nilai ΔT dengan

metode tephigram 10

4 Persentase bilangan Richardson berdasarkan jumlah data pada

satu hari di lima belas lokasi untuk bulan Juni dan Desember 14 5 Nilai kuartil turbulensi berdasarkan distribusi data energi

kinetik di lima belas lokasi pengamatan 17

6 Kaitan antara besarnya intensitas turbulensi dengan

klasifikasinya pada daerah kajian Manado dan Kupang 20

DAFTAR GAMBAR

1 Profil vertikal suhu potensial dengan panas kumulatif sebagai

area di bawah kurva(modifikasi dari Stull 2000). 3 2 Peta sebaran lima belas lokasi pengamatan kajian turbulensi 5 3 Tabel klasifikasi panjang kekasapan (z0) dengan pendekatan

koefisien gesekan Cd (Modifikasi dari Stull 2000) 9

4 Diagram tahapan metode tephigram 10

5 Ketinggian lapisan pencampur (km) di lima belas lokasi pengamatan pada siang hari (06 UTC) di musim hujan (bulan

Desember) 13

9 Profil vertikal bilangan Richardson antara ketinggian permukaan dan 20 Km pada jam pengamatan siang (13.00 WIB atau 14.00 WITA) dan malam (22.00 WIB atau 23.00

WITA) di lokasi Medan (a) (b) dan Bali (c) (d) 15 10 Simulasi energi kinetik turbulensi (m2/s2) selama dua hari di

Medan pada bulan Juni (a), dan bulan Desember (b) 16 11 Sebaran pengelompokkan turbulensi berdasarkan nilai energi

(12)

12 Profil udara atas lokasi Manado pada tanggal 1 Juni 2012 pukul 13.00 WIB, cara pengeplotan suhu untuk metode

Tephigram 19

13 Jumlah kejadian intensitas turbulensi selama pengamatan di

lima belas lokasi pada bulan Juni (a) dan Desember (b) 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ketingian lapisan pencampur pada pagi dan siang hari serta

dibedakan pada pola musim di 15 lokasi pengamatan 23 2 Nilai Richardson terhadap ketinggian pada siang dan malam

hari di lokasi Medan dan Bali 23

3 Nilai energi kinetik turbulensi (m2/s2) di lokasi Medan pada

satu hari di bulan Juni dan satu hari di bulan Desember 24 4 Jumlah kejadian turbulensi berdasarkan kategori energi kinetik

turbulen 25

5 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi

Manado pada bulan Juni 2012 26

6 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi

Manado pada bulan Desember 2012 26

7 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi

Kupang pada bulan Juni 2012 26

8 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berbagai aktivitas yang dilakukan di luar ruangan sering kali harus memperhatikan faktor cuaca demi kelancaran aktivitas tersebut. Salah satu fenomena cuaca tersebut yaitu turbulensi. Turbulensi di atmosfer memberikan pengaruh bagi penyebaran polutan serta pencampuran panas, uap air dan momentum secara efektif di udara. Turbulensi menjadi penting bagi penerbangan terkait dengan potensinya dalam menimbulkan gangguan kenyamanan dan keselamatan pesawat (Sasmito 2011).

Turbulensi merupakan pergerakan udara yang acak, kacau dan dihasilkan oleh beberapa faktor penyebab seperti perpindahan panas dari permukaan dan gesekan angin vertikal. Terdapat beberapa jenis turbulensi yang dikelompokkan berdasarkan faktor penyebabnya (Golding 2000). CAT merupakan salah satu jenis turbulensi yang terjadi pada kondisi langit cerah tanpa awan yang terjadi pada ketinggian antara 6 km sampai 15 km, sehingga sangat berpengaruh pada penerbangan baik komersil maupun militer (Widseth 1999).

Pendekatan yang banyak dilakukan untuk menghitung turbulensi adalah dengan menduga besar energi kinetiknya (McCann 1999, Savli 2012). Persamaan energi kinetik turbulensi atau Turbulence Kinetic Energy (TKE) didasari pada hubungan antara pola pengamatan atmosfer yaitu geser angin dan bouyancy dengan kejadian turbulensi (McCann 1999). Hasil penelitian Mccan (1999) menunjukkan adanya hubungan antara intensitas turbulensi dengan besar energi kinetik, lebih lanjut Savli (2012) menyimpulkan bahwa energi kinetik turbulensi sangat berguna bagi ahli meteorologi untuk mengetahui kekuatan turbulensi.

Ada pula perhitungan turbulensi dengan menggunakan bilangan Richardson sebagai kriteria ada atau tidaknya turbulensi (Widseth 1999). (McCann 2001). Selain itu, ketinggian lapisan pencampur juga penting dipahami untuk mengetahui ketinggian terjadinya pencampuran massa udara akibat turbulensi (Stull 2000).

Klasifikasi turbulensi pada bidang penerbangan dibagi berdasarkan intensitas turbulensi yaitu: ekstrim, kuat, sedang, dan lemah. Namun hingga saat ini laporan turbulensi dalam penerbangan masih dilakukan secara subjektif (Overeem 2002).

Distribusi turbulensi di Indonesia akan dikaji melalui perhitungan berbagai karakteristik yaitu ada atau tidaknya terjadi turbulensi, besar energi kinetiknya, ketinggian potensial turbulensi, serta intensitas turbulensi untuk dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi turbulensi pada beberapa titik sebaran di Indonesia.

Tujuan Penelitian

(14)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Turbulensi

Turbulensi adalah jenis aliran fluida yang memiliki perputaran kuat dan menampakkan suatu kekacauan secara jelas (Overeem 2002). Umumnya, fluida ini memiliki kecepatan yang tidak beraturan dan bentuknya berfluktuatif secara acak (Panofsky, Dutton 1983). Di atmosfer, turbulensi tampak sebagai putaran angin tak beraturan (swirl) yang disebut eddies (Savli 2012).

Angin merupakan udara yang bergerak dan dapat sangat bervariasi. Besarnya angin sesaat dapat dinyatakan sebagai jumlah dari nilai rata-rata kecepatan angin dengan parameter turbulensinya (Stull 2000).

(1)

dengan U(t) merupakan komponen angin zonal pada waktu (t), Ū adalah rata-rata pengukuran angin sesaat pada periode waktu tertentu dan u’(t) yaitu simpangan dari nilai rata-rata pada waktu (t) atau disebut sebagai turbulen.

Rata-rata dari persamaan (1) dihitung pada waktu dan jarak tertentu, yang dituliskan sebagai:

(2)

dengan k adalah indeks data dan N adalah jumlah data.

Sedangkan nilai simpangan atau standar deviasi, u’(t) dari persamaan (1) didefinisikan sebagai akar dari keragaman dan diinterpretasikan juga sebagai turbulensi. Secara statistik, untuk menentukan keragaman dapat dituliskan sebagai berikut:

(3)

dan standar deviasi yaitu,

(4)

Berdasarkan penyebab terbentuknya, turbulensi dibagi menjadi beberapa jenis (Golding 2000), yaitu:

 Turbulensi konvektif

Turbulensi ini disebabkan adanya kenaikan udara hangat dari permukaan serta turunnya udara yang lebih dingin dari atmosfer (Stull 2000).

 Turbulensi mekanik

Turbulensi mekanik terjadi karena adanya geser angin (wind shear) yaitu perubahan kecepatan dan arah angin terhadap ketinggian (Golding 2000).  Mountain – wave

Overeem (2002) menyatakan bahwa turbulensi ini disebabkan oleh perubahan aliran udara karena adanya gerakan pengangkatan udara menjadi gerakan udara menurun pada sisi kaki di balik gunung.

(15)

3 Wake turbulence terjadi pada penerbangan pesawat udara yaitu ketika pesawat mengalami pengangkatan yang memicu terbentuknya sepasang rotasi silinder massa udara (Golding 2000).

Clear- air turbulence (CAT)

CAT adalah turbulensi non konvektif dan berada di luar planetary boundary layer (PBL) yaitu pada atmosfer bebas. CAT terjadi tiba-tiba tanpa terjadinya pembentukan awan. Beberapa kondisi yang memicu terbentuknya CAT antara lain adalah KHI (Kelvin-Helmholtz instability), salah satu gelombang gravity yang terbentuk karena geser angin (McCann 2001). Area terjadi CAT berkisar antara ketinggian 6-15 km (Savli 2012).

Pendekatan Statistik untuk Perhitungan Turbulensi

Beberapa ahli meteorologi umumnya menggunakan pendekatan statistik untuk mengukur turbulensi seperti mengidentifikasi keberadaan turbulen dengan bilangan Richardson, menghitung intensitas turbulensi, mengukur besar energi kinetik serta ketinggian terjadinya turbulensi.

Richardson number (Ri) merupakan kriteria yang dapat menunjukkan ada atau tidaknya turbulensi pada tingkat stabilitas lingkungan (Arya 2001). Hubungan antara turbulensi dan Ri yaitu, jika Ri < 0.0 maka terjadi turbulensi konvektif kuat, ketika 0.0< Ri < 0.25 maka yang terbentuk adalah turbulensi dengan konvektif lemah, dan ketika Ri > 0.25 menandakan tidak ada turbulensi yang terjadi (McCann 2001).

Intensitas turbulensi diartikan sebagai rasio standar deviasi dengan nilai kecepatan angin rata-rata (Arya 1999). Lebih lanjut, Arya (2001) menyatakan teori bahwa intensitas turbulensi umumnya lebih besar di dekat permukaan.

Stull (2000) dan Han et al. (2000) mendefinisikan energi kinetik turbulensi sebagai gambaran besarnya kekuatan turbulensi yang biasanya dihasilkan pada skala ketinggian lapisan perbatas (ABL), energi ini dihasilkan secara mekanik oleh geser angin (wind shear) dan gaya apung (bouyancy) oleh pemanasan.

Ketinggian lapisan pencampur (mixed layer) berkaitan dengan ketinggian terjadinya turbulensi karena sifat turbulensi yang mengakibatkan pencampuran dan perubahan massa, momentum, serta panas secara efektif. Ketinggian lapisan pencampur dapat diperoleh melalui pendekatan antara suhu potensial terhadap ketinggian dengan besarnya panas kumulatif sebagai area di bawah kurva.

(16)

4

Peran Kajian Turbulen di Berbagai Aspek

Angin dan turbulensi merupakan parameter cuaca yang vital dalam penyebaran polutan di udara. Keduanya akan menyebabkan dispersi polutan yang bercampur dengan udara sekitar sehingga berpengaruh pada besarnya konsentrasi polutan setempat (Oke 2002).

Kajian turbulensi di atmosfer juga menjadi hal utama yang diwaspadai dalam dunia penerbangan. Menurut Golding (2002), pemahaman turbulensi bagi penumpang pesawat adalah salah satu kemungkinan terjadinya goncangan ketika berada dalam penerbangan yang mengganggu kenyamanan. Turbulensi tidak diharapkan bagi pilot karena menuntut pilot untuk mengendalikan pesawat dengan ketelitian dan kewaspadaan lebih dibanding saat kondisi normal, lebih lagi turbulensi menyebabkan peningkatan kerja mesin sehingga diperlukan bahan bakar tambahan bagi pesawat (Overeem 2002).

Kelas turbulensi yang dikenal di dunia penerbangan digolongkan berdasar intensitas dan pengaruhnya bagi pesawat terbang, yaitu:

Tabel 1 Klasifikasi intensitas turbulensi di penerbangan

(COMET 2013)

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari - Juni 2014 di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian berupa data yang mencakup:

Intensitas Keterangan

Lemah Tubrukan ringan, lebih kecil daripada gangguan akibat kesalahan saat mengendalikan pesawat.

Sedang Frekuensi tubrukan pesawat mendadak namun kecil atau tidak terjadi perbedaan ketinggian atau letak pesawat.

Kuat Perubahan besar mendadak pada ketinggian, kecepatan, dan posisi pesawat. Ada kalanya menyebabkan kehilangan kendali sementara. Turbulensi kuat dapat juga terjadi di dekat badai guntur dan pada gesekan kuat dari angin horizontal-vertikal. Ekstrim Tubrukan hebat pada pesawat, ada kalanya menghasilkan

(17)

5 1. Data koordinat lintang dan bujur setiap lokasi pengamatan yang diperoleh dari

http://www.maps.google.com/.

2. Data radiosonde mencakup parameter tekanan, ketinggian, suhu, suhu titik embun, arah angin, kecepatan angin, dan kelembaban relatif pada bulan Juni dan Desember 2012 di 15 lokasi pada tiap 3 jam pengamatan (00, 03, 06, 09, 12, 15, 18, 21 UTC). (sumber: http://ready.arl.noaa.gov/READYamet.php)

Gambar 2 Peta sebaran lima belas lokasi pengamatan kajian turbulensi Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat komputer yang dilengkapi software RAOB 5.7 (The RAwinsonde Observation Program) untuk memperoleh ketinggian convective condensation level (CCL) dan nilai suhu, software Surfer 9, serta software Microsoft Office 2007 (Word dan Excel).

Prosedur Penelitian

Lapisan yang diteliti mulai dari permukaan bumi sampai ketinggian 20 km dari permukaan. Setiap lokasi memiliki ketinggian awal (permukaan) yang berbeda. Diukur selama 1 minggu setiap harinya, yang terdiri dari 8 kali pengamatan dalam satu hari.

1. Ketinggian turbulensi dengan metode termodinamik

Metode termodinamik merupakan metode untuk menentukan pertumbuhan lapisan pencampuran berdasarkan profil suhu potensial dengan besarnya panas kumulatif sebagai area di bawah kurva (Stull 2000). Beberapa tahapan yang dilakukan dalam metode ini adalah:

Menentukan solar declination angle

(18)

6

Menghitung Sudut elevasi (Ψ)

Sudut elevasi merupakan sudut matahari ketika berada di atas permukaan bumi (Stull 2000).

tUTC : coordinated universal time (jam) td : panjang hari (jam)

Heat flux (ƷH)

Heat flux yaitu jumlah perpindahan kuantitas panas per unit area per unit waktu (Stull 2000)

Menghitung heat flux kinematic (FH)

Heat flux kinematic merupakan nilai fluks panas dibagi dengan massa jenis udara dan panas spesifik yang menghasilkan nilai persamaan untuk satuan suhu dan kecepatan angin (Stull 2000).

(8)

 Menentukan cumulative daytime heating (QAK)

Cumulative daytime heating (QAK) menggambarkan akumulasi panas harian per unit area dalam bentuk kinematik (Stull 2000).

(9) Keterangan:

QAK : cumulative daytime heating (K. km) FHmax : heat flux kinematic maximum (K m s-1) D : total durasi heat flux positif (s)

T : waktu pengamatan (s), pada siang hari t=D; malam hari t=24-D

(19)

7 Menentukan suhu potensial terhadap ketinggian

Suhu potensial adalah suhu parsel udara kering yang dibawa secara

P : tekanan pada ketinggian tertentu (mb) Rd/Cp : 0.286

Menentukan ketinggian lapisan pencampur, zi

Lapisan pencampur adalah bagian dari atmospheric boundary layer yang merupakan lapisan terjadinya pergerakan konvektif akibat pemanasan dari permukaan dan juga turbulensi yang melakukan pencampuran secara efektif (Savli 2012). Persamaannya sebagai berikut:

(11) Keterangan:

zi : ketinggian lapisan pencampur (km) QAK : cumulative daytime heating (K. km)

Δθ/Δz : perubahan suhu potensial terhadap ketinggian (K/km) (Stull 2000).

2. Kriteria kekuatan turbulensi dengan bilangan Richardson

Bilangan Richardson (Ri) merupakan pengukuran intensitas pencampuran (turbulensi) dan menyediakan kriteria yang menunjukkan ada atau tidaknya turbulensi pada tingkat stabilitas lingkungan (Arya 2001).

(12) Keterangan:

T : suhu udara (K)

g : kecepatan gravitasi, 9.8 m/s2

γd : dry adiabatic lapse rate, 9.8°C/km z : ketingggian lapisan

(20)

8

Tabel 2 Kriteria turbulensi dan kestabilan atmosfer berdasar nilai Ri

Nilai Ri Turbulensi Stabil/ tidak stabil

Ri < 0 Ada, konvektif kuat Tidak stabil termal 0.0 < Ri < 0.25 Ada, konvektif lemah

Ri > 0.25 Tidak ada (Stull 2000), (McCann 2001).

3. Energi kinetik turbulensi (TKE)

Energi kinetik turbulensi secara langsung menggambarkan kekuatan turbulensi di dalam aliran (Han J et al. 2000), dan memiliki persamaan secara statitistik sebagai berikut:

(13) Keterangan:

TKE : Turbulence Kinetic Energy (m2s-2)

δu; δv; δw : standar deviasi kecepatan angin (m/s) (Stull 2000)

Persamaan untuk menentukan standar deviasi kecepatan angin berbeda pada kondisi tidak stabil, stabil, dan netral.

Standar deviasi pada kondisi tidak stabil (Stull 2000)

(14) Keterangan:

wB : Bouyancy velocity (m/s) z : ketinggian (m)

zi : ketinggian lapisan pencampur (m)

Bouyancy velocity menyatakan keefektifan panas yang dihasilkan oleh perpindahan panas vertikal, dapat dihitung melalui persamaan:

(15)

Keterangan: g : 9.8 m/s2

Tv : suhu virtual (K)

zi : ketinggian mixed layer (km) ML : mixed layer

sfc : surface (Stull 2000).

(21)

9

(16) Standar deviasi pada kondisi netral (Stull 2000)

(17)

Keterangan:

h : ketinggian lapisan pencampur (m) z : ketinggian (m)

u* : friction velocity (m/s)

Nilai friction velocity yaitu tegangan kinematik yang berlawanan dengan permukaan bumi (Stull 2000) dapat dihitung melalui pendekatan (Arya 2001):

U(z) = (U*/k) ln {(z)/z0} (18)

Keterangan:

U : kecepatan angin (m.s) U* : friction velocity (m/s) k : konstanta Von Karman = 0.4 z0 : panjang kekasapan (m) z : ketinggian (m)

Gambar 3 Tabel klasifikasi panjang kekasapan (z0) dengan pendekatan koefisien gesekan Cd (Modifikasi dari Stull 2000)

4. Intensitas Turbulensi

Intensitas turbulensi merupakan rasio standar deviasi dari fluktuasi kecepatan angin. Secara matematis, nilai intensitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

(19) Keterangan:

iu; iv; iw : intensitas turbulensi longitudinal; lateral; vertikal dengan x sebagai sumbu orientasi.

δu; δv; δw : standar deviasi kecepatan angin (m/s)

(22)

10

5. Klasifikasi turbulensi konvektif dengan metode Tephigram

Metode tephigram merupakan metode yang digunakan ahli meteorologi di Amerika untuk memprediksi turbulensi bagi penerbangan. Asumsi pada metode ini yaitu tanpa melihat pengaruh dinamik sehingga hanya turbulensi pada awan konvektif yang akan diamati (COMET 2013). Prosedurnya adalah sebagai berikut:

Gambar 4 Diagram tahapan metode tephigram

Tabel 3 Klasifikasi intensitas turbulensi berdasarkan nilai ΔT dengan metode

Turbulensi merupakan fenomena cuaca yang besar pengaruhnya oleh faktor lokal sehingga kejadiannya akan berbeda antar lokasi dan antar waktu pengamatan. Kajian turbulensi dilakukan pada lima belas lokasi yakni Medan (3.580 LU, 98.660 BT), Palembang (2.980 LS, 104.730 BT), Jakarta (6.210 LS,

(23)

11 (2.520 LS, 140.720 BT), Manokwari (0.850 LS, 134.060 BT), dan Seram (2.860 LS, 129.470 BT).

Karakteristik rata-rata permukaan pada kelima belas titik adalah lokasi perumahan atau perkotaan yang terdiri atas bangunan dan wilayah padat penduduk, serta pada beberapa lokasi seperti Makassar, Manado, Ambon dan Jayapura merupakan titik lokasi perkotaan yang berdekatan jaraknya dengan laut.

Laporan analisis musim kemarau dan musim hujan tahun 2012 oleh BMKG (2012) menyatakan bahwa sebagian besar wilayah Jakarta, Bali, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Maluku dan Papua mengalami awal musim hujan pada kisaran bulan Oktober - Desember 2012, dan untuk Jawa Timur dan Nusa Tenggara berkisar bulan November 2012. Sedangkan rata-rata awal musim kemarau dilaporkan terjadi pada kisaran bulan April – Mei 2012 untuk wilayah Jakarta, Jawa, Bali dan Sumatra dan untuk wilayah Kalimantan diawali pada bulan Mei- Juli 2012. Berdasarkan laporan awal musim kemarau dan hujan di Indonesia pada tahun 2012 tersebut maka untuk melihat distribusi turbulensi berdasarkan pola musimnya digunakanlah data bulan Juni dan Desember untuk mewakili kondisi pada musim kemarau dan hujan.

Analisis Ketinggian Lapisan Pencampur

Stull (2010) menyatakan bahwa ketinggian turbulensi dapat diukur melalui ketinggian lapisan pencampur karena sifat turbulensi yang menyebabkan pencampuran di atmosfer. Berikut adalah grafik yang menunjukkan ketinggian lapisan pencampur pada pagi dan siang hari di semua lokasi pengamatan dilihat pula pada kondisi musim yang berbeda yaitu musim kemarau (Juni) dan musim hujan (Desember).

(24)

12

Gambar 6 Ketinggian lapisan pencampur (km) di lima belas lokasi pengamatan pada siang hari (06 UTC) di musim kemarau (bulan Juni)

(25)

13

Gambar 8 Ketinggian lapisan pencampur (km) di lima belas lokasi pengamatan pada siang hari (06 UTC) di musim hujan (bulan Desember)

Rata-rata antar lokasi menunjukkan ketinggian lapisan pencampur lebih rendah pada pagi hari dibandingkan pada siang hari, yaitu berkisar antara 2.4 km hingga 3.2 km untuk siang hari di bulan Juni dan Desember, dan pada pagi hari pada kedua bulan yang sama berkisar antara 2.1 km hingga 3.1 km. Oke (2012) menyatakan bahwa ketika siang hari, permukaan bumi akan lebih panas daripada lapisan di atasnya sehingga terjadi kenaikan panas dari permukaan ke lapisan atas yang menimbulkan pencampuran kuat dan memungkinkan ketinggian lapisan pencampur bertambah. Pagi hari, permukaan bumi pada kondisi lebih dingin dibanding lapisan di atasnya karena masih mendapatkan pengaruh dari kondisi malam yaitu suhu permukaan lebih rendah dan juga pada pagi hari sumber panas dari matahari belum mencapai maksimum untuk bisa menimbulkan pencampuran besar.

Ketinggian lapisan pencampur yang ditentukan menggunakan metode termodinamik dipengaruhi tingginya oleh perbandingan pemanasan kumulatif pada siang hari dan gradien suhu potensial (Stull 2000). Sehingga, pada lokasi Palembang yaitu lokasi dengan ketinggian lapisan pencampur siang hari paling tinggi di bulan Juni dan Desember bisa dikatakan memiliki rasio panas kumulatif dengan gradien suhu potensial yang paling besar dibandingkan lokasi lainnya.

(26)

14

Identifikasi Keberadaan Turbulensi Berdasarkan Bilangan Richardson

Ada atau tidaknya turbulensi di atmosfer dapat disimpulkan melalui perhitungan bilangan Richardson. Menurut Mccann (2001) pengamatan lingkungan dan keluaran model prediksi numerik cukup untuk mengkuantifikasi geser angin dan bilangan Richardson, yang merupakan pemicu terjadinya gelombang graviti. Gelombang graviti adalah salah satu penyebab terjadinya turbulensi.

Bilangan Richardson diperoleh melalui rasio antara bouyancy dengan geser angin vertikal. Karena nilai penyebut selalu positif maka hubungan antara bilangan Richardson dengan turbulensi yakni Jika Ri < 0.0 menandakan terjadinya turbulensi konvektif, ketika 0.0< Ri < 0.25 maka kemungkinan turbulensi masih dapat terjadi namun dengan konvektif lemah dan ketika Ri > 0.25 menandakan tidak cukup kuat untuk membentuk terjadinya turbulensi (Panofsky 1983). Dibawah ini adalah persentase nilai bilangan Richardson pada lima belas lokasi pengamatan.

Tabel 4 Persentase bilangan Richardson berdasarkan jumlah data pada satu hari di lima belas lokasi untuk bulan Juni dan Desember

Lat, lon Lokasi

(27)

15 namun tidak demikian pada bulan Desember, meskipun mayoritas lokasi menunjukkan kondisi yang sama namun ada beberapa lokasi seperti Surabaya dan Bali yang memiliki persentase dominan untuk bilangan Richardson lebih besar dari 0.25. Kondisi ini berarti tidak ada turbulensi yang terbentuk. Musim kemarau juga menunjukkan bahwa geser angin lebih kuat membentuk turbulensi dibanding oleh konveksi.

(a) (b)

(c) (d)

(28)

16

Bilangan Richardson yang diplotkan secara vertikal terhadap ketinggian diwakilkan dengan lokasi Medan dan Bali menunjukkan nilai yang dominan pada kisaran antara 0 sampai 0.25 pada ketinggian di dekat permukaan sekitar di bawah 5 km. Ini berarti adanya turbulensi mekanik terjadi yaitu turbulensi akibat geser angin karena besarnya pengaruh permukaan seperti akibat kekasapan permukaan (Oke 2012).

Secara umum pada waktu siang ataupun malam hari di kedua lokasi yakni Medan dan Bali, efek geser angin lebih kuat daripada konvektif untuk membentuk terjadinya turbulensi disebut pula sebagai turbulensi mekanik. Hal ini ditandai dengan nilai Richardson dominan pada kisaran 0 hingga 0.25. Namun persentase kejadian nilai Richardson lebih besar daripada 0.25 yang menandakan tidak terjadinya turbulensi pada waktu tersebut lebih banyak ditemui pada malam hari di kedua lokasi bila dibandingkan dengan kejadian di siang hari.

Analisis Kekuatan Turbulensi Berdasarkan Besar Energi Kinetik Turbulensi

Energi kinetik turbulensi merupakan salah satu parameter penting yang digunakan oleh ahli meteorologi dalam menganalisis kondisi turbulensi di atmosfer. Besarnya energi kinetik secara langsung menggambarkan kekuatan turbulensi dalam aliran (McCann 1999). Bila bilangan Richardson dapat digunakan untuk menentukan keberadaan turbulensi, maka energi kinetik turbulensi digunakan untuk menentukan seberapa besar kekuatan turbulensi tersebut.

(a)

(b)

(29)

17 Energi kinetik turbulensi di lokasi Medan pada siang hari digambarkan memiliki kontur gradien yang lebih rapat ketika waktu menunjukkan tengah hari yaitu bernilai sekitar 0.1 m2/s2. Semakin rapat gradien energi kinetik maka semakin banyak energi turbulensi yang terbentuk pada saat itu. Kontur juga menunjukkan bahwa nilai energi kinetik turbulensi berbeda pada tiap ketinggian. Hari pertama di bulan Juni menunjukkan adanya energi kinetik maksimum pada ketinggian kurang dari 2 km sedangkan pada hari pertama bulan Desember ditemui energi kinetik maksimum pada ketinggian kurang dari 1 km di kisaran jam 7 hingga 13 WIB.

Ketika waktu menunjukkan pagi hari, gradien energi tidak terlalu rapat dan ketinggian turbulensi rendah, namun saat mencapai tengah hari kerapatan energi kinetik meningkat serta ketinggian turbulensi bertambah dikarenakan besarnya geser angin yang terjadi pada siang hari menurut perhitungan Richardson yang memicu pertumbuhan turbulensi yaitu turbulensi mekanik. Pagi hari berikutnya, kerapatan gradien energi kinetik kembali berkurang akibat pengaruh efek bouyancy lebih besar daripada geser angin menurut nilai Richardson yang diperoleh (> 0.25) sehingga besarnya energi bouyancy ini tidak cukup kuat untuk mmbentuk terjadinya turbulensi ditandai dengan energi turbulensi yang teredam pada pagi hari, namun terlihat adanya pertumbuhan turbulensi ketika waktu menunjukkan siang hari yang dinyatakan dengan kerapatan energi turbulensi yang meningkat. Besar energi kinetik turbulensi dalam tampilan kontur menyatakan bahwa pola temporal yakni kondisi pagi dan siang hari memberi pengaruh berbeda bagi terbentuknya turbulensi (Savli 2012).

Berdasarkan perhitungan di lima belas lokasi pada beberapa jam pengamatan, maka nilai energi kinetik turbulensi di tiap lokasi dibagi menurut distribusi data menjadi empat bagian atau kategori berdasarkan nilai kuartilnya:

(30)

18

Kategori turbulensi pada tabel 6 dibuat berdasarkan nilai sebaran distribusi data sehingga nilai kategori untuk setiap lokasi menjadi berbeda. Nilai pada baris q1 merupakan nilai yang membatasi data menjadi 25% frekuensi di bagian bawah dan 75% frekuensi di bagian atas. Nilai q2 berarti nilai yang membagi kelompok data menjadi 50% di atas nilai q2 dan 50% di bawah nilai q2. Dan nilai q3 merupakan nilai yang menjadi batas dari 75% frekuensi di bagian bawah dan 25% frekuensi di bagian atas. Berdasarkan nilai q1, q2, dan q3 yang membatasi data maka dapat diperoleh empat kelas pengelompokkan turbulensi, yaitu nilai di bawah q1 menandakan energi kinetik sangat kecil sehingga bisa dikatakan turbulensi sangat lemah, nilai di antara q1 dan q2 dinyatakan sebagai turbulensi lemah, nilai antara q2 dan q3 sebagai kategori turbulensi sedang, dan nilai di atas q3 yang berarti energi kinetiknya bernilai sangat besar dikelompokkan sebagai turbulensi kuat.

(a)

(31)

19 Gambar 11 Sebaran pengelompokkan turbulensi berdasarkan nilai energi kinetik

pada (a) Juni, (b) Desember

Berdasarkan besarnya energi kinetik turbulensi pada pengukuran Juni dan Desember maka dapat ditentukan kategori turbulensi di setiap lokasi berbeda dari klasifikasi kuartil. Hasil kajian bulan Juni terlihat bahwa persentase kejadian turbulensi dari seluruh pengamatan merata untuk empat kategori yaitu antara 20 sampai 30% menunjukkan masing-masing kondisi turbulensi sangat lemah, lemah, sedang, dan kuat dari semua lokasi pengamatan, namun ada dua lokasi yaitu Manokwari dan Jayapura memiliki lebih dari 40% kejadian turbulensi sangat lemah pada bulan Juni yang bisa disebabkan pengaruh kecilnya nilai geser angin vertikal atau konveksi pada lokasi tersebut sebagai pembentuk terjadinya turbulensi. Hasil perhitungan bulan Desember menunjukkan kondisi yang hampir sama dengan bulan Juni yaitu 20 hingga 30% turbulensi yang terjadi menggambarkan tiap kategori. Namun untuk lokasi Jakarta, 40% dari total kejadian memiliki nilai energi kinetik yang lebih besar dibanding nilai q3 sehingga dikategorikan sebagai lokasi dengan turbulensi kuat pada bulan Desember.

Intensitas Turbulensi dan Klasifikasi bagi Turbulensi Konvektif

Klasifikasi turbulensi konvektif menggunakan metode tephigram merupakan pengelompokkan turbulensi ke dalam empat kategori yaitu lemah, sedang, kuat, dan ekstrim berdasarkan nilai intensitas dengan asumsi tidak ada pengaruh dinamik.

(32)

20

Profil udara pada gambar 12 merupakan prosedur yang dilakukan untuk menentukan klasifikasi turbulensi konvektif dengan metode Tephigram. Selisih antara suhu pada tekanan 400 hPa dengan suhu 400 hPa yang ditarik dari titik CCL kemudian disesuaikan dengan kategori turbulensi yang tersedia pada metode Tephigram. Hasil klasifikasi turbulen pada lima belas lokasi selama bulan Juni dan Desember adalah sebagai berikut:

(a) (b)

Gambar 13 Jumlah kejadian intensitas turbulensi selama pengamatan di lima belas lokasi pada bulan Juni (a) dan Desember (b)

Klasifikasi turbulensi yang dilakukan menggunakan metode Tephigram pada bulan Juni dan Desember menyatakan bahwa lebih dari sembilan puluh persen total kejadian di atmosfer merupakan turbulensi dengan kategori lemah, sedangkan sisanya adalah kejadian turbulensi sedang.

Nilai intensitas turbulensi dapat pula dihitung melalui persamaan statistik yang merupakan rasio standar deviasi dari fluktuasi kecepatan angin. Apabila nilai intensitas turbulensi ini dikaitkan dengan besar intensitas turbulensi berdasarkan klasifikasi metode Tephigram maka akan diperoleh:

(33)

21

Nilai intensitas turbulensi yang diperoleh melalui pendekatan statistik tidak memiliki hubungan berbanding lurus dengan klasifikasi yang digunakan untuk turbulensi konvektif. Hal ini disimpulkan karena nilai intensitas secara statistik tidak menunjukkan perubahan berarti pada klasifikasi intensitas metode Tephigram. Ini bisa jadi disebabkan pada perhitungan statistik, nilai intensitas yang dihitung tidak hanya dilihat dari proses konvektif namun juga dari pengaruh geser angin vertikal yang merupakan parameter turbulensi mekanik (Arya 2001).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil kajian distribusi turbulensi berdasarkan beberapa parameter yaitu parameter ketinggian lapisan pencampur, bilangan Richardson, energi kinetik dan intensitas menunjukkan adanya pola harian dan pola musiman turbulensi. Ketinggian lapisan pencampur yang dihitung pada siang hari berkisar antara 2.2 km hingga 3.2 km, sedangkan pada pagi hari berkisar antara 2.2 km hingga 3.1 km pada semua lokasi pengamatan di bulan Juni dan Desember. Setiap lokasi menunjukkan bahwa ketinggian lapisan pencampur pada pagi hari lebih rendah daripada siang hari. Berdasarkan pengamatan di dua bulan pengamatan yaitu Juni dan Desember, hampir semua lokasi memiliki nilai ketinggian lapisan pencampur yang lebih tinggi pada bulan Desember dibandingkan bulan Juni.

Persentase adanya turbulensi yang ditinjau dari nilai Richardson menunjukkan bahwa lebih dari 50% total pengamatan memiliki nilai Richardson antara 0 hingga 0.25 yang berarti kemungkinan besar terjadi turbulensi dengan konvektif lemah pada tiap lokasi. Berdasarkan energi kinetiknya, maka kekuatan turbulensi maksimum terjadi pada siang hari (lebih dari 0.1 m2/s2 di lokasi Medan), yang diindikasikan dengan rapatnya gradien energi kinetik pada tampilan kontur dibandingkan dengan energi kinetik pada pagi hari. Pola musiman menunjukkan energi kinetik turbulensi lebih besar ditemui pada musim kemarau (bulan Juni) dibanding pada musim hujan (bulan Desember) di setiap lokasi kajian.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa turbulensi di lima belas lokasi kajian dominan pada kategori turbulensi lemah ditinjau dari intensitas turbulensi konvektif, dan berdasarkan kekuatan energi kinetik setiap lokasi tergolong kategori turbulensi lemah hingga kuat.

(34)

22

Saran

Metode Tephigram merupakan metode klasifikasi intensitas turbulensi namun hanya melihat pengaruh konvektif sehingga tidak berkaitan dengan perhitungan nilai intensitas secara statistik yang ditinjau dari faktor angin. Perlu dikembangkan lebih lanjut kajian mengenai klasifikasi turbulensi secara kuantitatif yang dapat menggambarkan kondisi turbulensi di suatu lokasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arya SP. 1999. Air Pollution Meteorology and Dispersion. New York: Oxford University Press.

Arya SP. 2001. Introduction to Micrometeorology Second Edition. San Diego, California: Academic Press.

BMKG. 2012. Analisis Musim Kemarau 2012 dan Prakiraan Musim Hujan 2012/2013. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika

COMET. 2013. Tephygram mastery. New York: University Corporation for Atmospheric Research.

Golding WL. 2000. Turbulence and its impact on commercial aviation. The Journal of Aviation/Aerospace Education & Reseach. 11(2): 19-30

Han J, Arya SP, Shen S, Lin Y. 2000. An Estimation of Turbulent Kinetic Energy and Energy Dissipation Rate Based on Atmospheric Boundary Layer Similarity Theory [NASA Report]. Virginia: Langley Research Center.

McCann DW. 1999. A simple turbulent kinetic energy equation and aircraft boundary layer turbulence. National Weather Digest. 23(1-2): 13-19. McCann DW. 2001. Gravity waves, unbalanced flow, and aircraft clear air.

National Weather Digest. 25(1-2): 3-14.

Oke TR. 2002. Boundary Layer Climates Second Edition. British: Taylor & Francis e-Library

Overeem A. 2002. Verification of clear-air turbulence forecasts [Technisch rapport]. Netherlands: KNMI (Royal Netherlands Meteorological Institute)

Panofsky H, Dutton JA. 1983. Atmospheric Turbulence Models and Methods for Engineering Applications. Pennsylvania: The Pennsylvania State

University

Sasmito A. 2011. Peringatan dini dan diagnosis munculnya turbulensi cuaca cerah dan dampaknya pada pesawat. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 12(3): 291-302

Stull R. 2000. Meteorology for Scientist and Engineers Second Edition. United States of America: Brooks/Cole Thomson Learning

Savli M. 2012. Turbulence kinetic energi – TKE [skripsi]. Ljubljana: University of Ljubljana

(35)

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Ketingian lapisan pencampur pada pagi dan siang hari serta dibedakan pada pola musim di 15 lokasi pengamatan

Lokasi

*WIB: Waktu Indonesia Barat; *WITA: Waktu Indonesia Tengah; *WIT : Waktu Indonesia Timur

(36)

24

Lampiran 3 Nilai energi kinetik turbulensi (m2/s2) di lokasi Medan pada satu hari di bulan Juni dan satu hari di bulan Desember

(37)

25

(38)

26

Lampiran 5 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi Manado pada bulan Juni 2012

Lampiran 6 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi Manado pada bulan Desember 2012

(39)

27 Lampiran 8 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi Kupang

pada bulan Desember 2012

Jam 0 UTC 3 UTC 6 UTC 9 UTC 12 UTC 15 UTC 18 UTC 21 UTC

Tanggal ΔT

1 des 4.5 3 3 1.8 3.1 2 3.1 2.3

2 des 3.2 3.2 3.1 2 3.9 3.5 4.5 5

3 des 3.5 4.1 1.1 3.8 3.6 4.4 2.6 4.1

4 des 3 3.5 2.4 3.8 3.2 4 1.9 2.9

5 des 3.1 4.3 1 4.9 2.8 3.7 4.2 2.9

6 des 4.8 2.8 3.6 2.2 3.4 2.8 5.8 2.6

(40)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Januari 1993 dari ayah Butek Tonggal dan ibu Andryani. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 14 Bandung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Gambar 2  Peta sebaran lima belas lokasi pengamatan kajian turbulensi
Tabel 2  Kriteria turbulensi dan kestabilan atmosfer berdasar nilai Ri
Gambar 3  Tabel klasifikasi panjang kekasapan (z0) dengan pendekatan
Gambar 4  Diagram tahapan metode tephigram
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diagram menu ini menggambarkan menu awal pada aplikasi dimana saat pertama kali user membuka aplikasi, maka aplikasi akan menampilkan opening atau pembuka dengan

Diantaranya yaitu (1) yang berpindah di dalam pewarisan adalah kekayaan si pewaris (2) pewarisan hanya terjadi karena kematian (3) ahli waris harus ada atau sudah lahir

didik termasuk kategori dominan. Peserta didik membeli Smartphone merk terbaru membeli Smartphone merk terbaru mengikuti teman terdapat 101 peserta didik atau 55,5% peserta

Variasi mengajar Guru merupakan proses menantang ide- ide dan cara- cara melakukan hal- hal yang sudah diterima untuk menemukan solusi- solusi atau konsep-konsep baru.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Self-regulated Learning adalah pribadi siswa tersebut dimana didalamnya

Dari Tabel 13 berdasarkan uji klasifikasi teknik dan uji batas-batas konsistensi Atterberg yang dilakukan di beberapa daerah di kota Padang, secara keseluruhan terlihat bahwa dari

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas segala berkat, rahmat dan kasih karunia Nya yang telah diberikan kepada penulis,

Selama ini informasi dan data dasar wilayah belum terorganisir data tersistematis sehingga sulit untuk diakses dan mendapatkan data yang akurat. Kondisi ini juga