• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan dan Pembidangan Hukum Perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perbedaan dan Pembidangan Hukum Perdata"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Perbedaan dan Pembidangan Hukum Perdata

Hukum dan Pembangunan

Kelompok 6

1. Anggi Ade Primawan (1306402684) 2. Eko Galih Saputro (1306415541) 3. Imas Qurhothul Ainiyah (1306383155) 4. Mirna Rahmadia Gumati (1306383211)

5. Rysa Yulianda (1306383275)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(2)

Perbedaan dan Pembidangan Hukum Perdata

1. Hukum Perdata materiil a. Hukum Pribadi

b. Hukum Harta Kekayaan c. Hukum Keluarga

(3)

Perbedaan dan Pembidangan Hukum Perdata

1. Hukum Perdata Materiil

Sistematika Hukum Perdata Menurut Ilmu Pengetahuan

Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata saat ini lazimnya dibagi ke dalam empat bagian, yaitu :

A. Hukum tentang orang atau Hukum Pribadi/Perorangan (Persoonenrecht). Antara lain mengatur tentang :

i. Orang sebagai subjek hukum

ii. Orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.

B. Hukum Keluarga (familierecht). Yaitu hukum yang memuat antara lain : i. Perkawinan, perceraian, beserta hubungan hukum yang timbul di dalamnya ii. Hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orangtua

(ouderlijke macht) iii. Perwalian (voogdij) iv. Pengampuan (curatele)

C. Hukum Kekayaan atau Hukum Tentang Harta Kekayaan (vermogensrecht) yaitu hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.

D. Hukum Waris (erfrecht) merupakan hukum yang mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan yang ditinggalkan seseorang.

1. Hukum Pribadi/Perorangan

Hukum pribadi, pada dasarnya mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari subjek hukum. Menurut hukum Adat, di samping pribadi

(natuurlijk persoon), diakui juga pribadi (badan) hukum (rechtspersoon) sebagai

(4)

sebagai subjek hukum (pasal 2 ayat (1) KUH Perdata). Tetapi bila lahir dalam keadaan meninggal, maka ia dianggap tidak pernah ada (pasal 2 ayat (2) KUH Perdata).

Badan hukum yang berstatus sebagai pembawa hak dan kewajiban (sebagai subjek hukum), misalnya negara, kabupaten, perseroan terbatas, yayasan, wakaf, gereja, dan lain-lain. Suatu perkumpulan dapat dijadikan badan hukum asalkan memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh hukum, yaitu : a. Didirikan dengan akta notaries

b. Didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri setempat c. Anggaran Dasarnya (AD) disahkan oleh Menteri Kehakiman d. Diumumkan dalam berita negara

Orang pribadi dan badan hukum sebagai subjek hukum dapat melakukan perbuatan hukum sebagai pelaksanaan hak dan kewajibannya. Dalam melaksanakan perbuatan hukum, badan hukum diwakili oleh pengurusnya. Bagi orang pribadi, untuk dapat melakukan perbuatan hukum harus sudah dewasa atau sudah menikah sebelum umur tersebut. Batas usia dewasa menurut UU No.1/1974 adalah 18 tahun. Orang yang sudah dewasa berarti dianggap sudah cakap untuk melakukan perbuatan hukum/bertindak sendiri (cakap hukum). Bagi orang pribadi yang belum dewasa, maka ia akan ditaruh dalam pengampuan

(curatele) dan dianggap belum cakap hukum.

Perbuatan hukum yang dapat dilakukan oleh orang atau bada hukum sebagai subjek hukum, misalnya :

a. Mengadakan perjanjian jual beli tanah b. Mengadakan perjanjian pinjam-meminjam c. Mengadakan perjanjian kerja

Setiap orang menurut hukum harus memiliki tempat tinggal atau domisili, begitu pula dengan badan hukum. Arti pentingnya domisili bagi subjek hukum ialah untuk mengurus urusan-urusan tertentu, seperti :

a. Di wilayah hukum mana pernikahan harus dilakukan bila seseorang mau menikah

(5)

c. Pengadilan mana yang berwenang untuk menyelesaikan perkara yang melibatkan orang/badan hukum tersebut.

d. Tempat dilaksanakannya pembagian warisan yang ditinggalkan oleh orang yang bersangkutan di mana ia tinggal sampai mati.

Domisili seseorang biasanya tempat tinggal pokoknya. Badan hukum biasanya menggunakan kantor pusat badan hukum dimana badan hukum itu berada.

2. Hukum Harta Kekayaan

Hukum Harta kekayaan merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hubungan antara subjek hukum dan objek hukum dalam suatu peristiwa hukum. Yang dimaksud “objek hukum” yaitu benda (zaak) ialah segala sesuatu yang menjadi bagian dari keadaan yang dapat dikuasai dan mempunyai nilai uang.

Ruang lingkup hukum kekayaan terdiri dari hukum benda dan hukum perikatan.

1. Hukum Benda

Hukum benda ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hal yang diartikan dengan benda dan hak-hak yang melekat diatasnya.

Hukum adat membedakan benda yaitu benda tetap (tanah) dan benda lepas atau bergerak (bukan tanah). Benda tetap yang diatur di dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Undang undang ini mengatur mengenai hak-hak atas tanah Indonesia. Hak-hak itu diuraikan dibawah ini.

a. Hak milik ialah hak turun temurun, yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik itu dapat berpindah atau dipindahkan kepada pihak lain dari setiap warga negara Indonesia.

b. Hak guna usaha ialah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu paling lama 25 tahun.

(6)

d. Hak pakai ialah hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain dengan memberikan wewenang dan kewajiban tertentu. Hak pakai ini diberikan dalam jangka waktu selama digunakan untuk keperluan tertentu, baik dengan sewa maupun tanpa sewa.

e. Hak sewa untuk bangunan ialah penyewaan tanah dari orang lain untuk keperluan bangunan melalui perjanjian sewa menyewa tanah.

f. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan dapat dilakukan oleh setiap warga negara Indonesia yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah tanpa dapat memiliki tanahnya.

g. Hak guna air, pemeliharaan dan penagkapan ikan. Hak guna air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan atau mengalirkan air itu diatas tanah orang lain.

h. Hak guna ruang angkasa, memberikan wewenang untuk menggunakan tenaga dan unsur-unsur lainnya dalam usaha memelihara kepentingan tanah, air, dan kekayaan alam Indonesia.

i. Hak-hak tanah untuk kepentingan suci dan sosial. Hak milik tanah dari lembaga keagamaan dan sosial sepanjang digunakan untuk usaha dalam bidangnya, diakui dan dilindungi.

Hukum benda bergerak sebagai benda lepas yang menciptakan hak-hak diatasnya menurut hukum adat. Hak-hak itu meliputi:

a. Hak atas rumah

b. Hak atas tumbuh-tumbuhan c. Hak atas ternak

d. Hak atas benda bergerak lainnya

2. Hukum Perikatan

(7)

Semua orang dapat mengadakan perjanjian, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat-syarat itu antara lain:

a. Kata sepakat antara mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

c. Suatu hal tertentu d. Suatu sebab yang halal

Menurut hukum perdata adat, bentuk-bentuk hukum perjanjian (Purnadi, Soerjono Soekanto, 1979) diuraikan dibawah ini.

a. Perjanjian kredit, yaitu perjanjian meminjam uang dengan atau tanpa bunga, atau barang-barang tertentu yang harus dikembalikan sesuai dengan nilai masing-masing pada saat yang telah disepakati.

b. Perjanjian kempitan, yaitu perjanjian menitipkan barang untuk dijual yang setelah jangka waktu tertentu dikembalikan dalam bentuk uang atau barang.

c. Perjanjian tebasan yaitu untuk membeli hasil tumbuh-tumbuhan kelak pada saat panen.

d. Perjanjian perburuhan yaitu mencangkup perjanjian kerja dengan upah atau tanpa upah.

e. Perjanjian panjer yaitu perjanjian untuk melakukan sikap tindak hukum tertentu kelak dikemudian hari.

f. Perjanjian pemegangkan merupakan perjanjian dengan penyerahan benda-benda tertentu sebagai jaminan “gadai”.

g. Perjanjian pemeliharaan merupakan suatu kontrak berupa suatu pihak wajib mengurus pihak lain pada hari tuanya.

h. Perjanjian pertanggungan kerabat yaitu perjanjian untuk menanggung utang seorang sahabat.

i. Perjanjian tolong menolong

j. Perjanjian serikat yaitu perjanjian antar kelompok-kelompok tertentu untuk mengerjakan sesuatu atau tukar menukar barang.

k. Transaksi yang bersangkutan dengan tanah.

l. “Deelwinning” yaitu perjanjian untuk memlihara ternak dan hasilnya.

3. Hukum Keluarga

(8)

Semua anak yang berada di bawah umur atau belum menikah berada di bawah kekuasaan orangtua. Artinya, bahwa selama si anak itu belum dewasa, orangtua memiliki kewajiban alimentasi, yaitu kewajiban untuk memelihara, mendidik, dan memberi nafkah hingga anak tersebut dewasa atau sudah menikah. Sebaliknya, si anak tersebut juga wajib patuh terhadap orangtua. Dan apabila telah berkeluarga wajib membantu perekonomian orangtua menurut garis lurus ke atas.

Dalam melakukan kekuasaan orangtua, bapak/ibu mempunyai hak menguasai kekayaan anaknya dan berhak menikmati hasil kekayaan tersebut. Kekuasaan orangtua berakhir apabila :

a. Anak telah dewasa atau telah menikah b. Perkawinan orangtua putus

c. Kekuasaan orangtua dicabut oleh hakim karena alasan tertentu d. Anak dibebaskan dari kekuasaan orangtua karena alasan tertentu

2. Perwalian (voogdij)

Pada dasarnya anak yatim piatu atau anak di bawah umur yang tidak berada dalam kekuasaan orangtua memerlukan bimbingan dan pemeliharaan. Oleh karena itu perlu ditunjuk wali, yaitu orang atau yayasan yang akan mengurus keperluan dan kepentingan hukum anak-anak itu. Hakim biasanya menetapkan seorang wali yang masih memiliki hubungan darah terdekat dengan si anak. Hakim juga dapat menetapkan seseorang atau perkumpulan, misalnya yayasan, sebagai wali. Perwalian dapat terjadi karena :

a. Perkawinan orangtua putus baik karena perkawinan atau perceraian b. Kekuasaan orangtua dicabut atau dibebaskan

3. Pengampuan (curatele)

(9)

kejaksaan. Pengampuan terhadap kurandus berakhir apabila alasan-alasan untuk dimasukannya seseorang di bawah curatele sudah tidak ada.

4. Perkawinan

Perkawinan menurut hukum perdata adalah hubungan keperdataan antara seorang pria dengan seorang wanita dalam hidup bersama sebagai suami istri. Menurut KUH Perdata, perkawinan itu sah apabila memenuhi syarat-syarat antara lain :

a. Laki-laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun b. Dilakukan di kantor pencatatan sipil

c. Tidak ada hubungan darah yang terlarang antara kedua calon mempelai

Hubungan keperdataan ini menimbulkan hak dan kewajiban suami istri, antara lain :

a. Suami memiliki kekuasaan material. Artinya suami sebagai kepala keluarga dan bertanggung jawab terhadap istri dan anaknya.

b. Adanya kewajiban alimentasi.

c. Istri wajib mengikuti tempat tinggal suami

Perkawinan dapat putus oleh sebab-sebab tertentu, yaitu : a. Kematian salah satu pihak atau dua-duanya

b. Karena kepergian salah satu pihak selama 10 tahun berturut-turut tanpa ada pemberitahuan

c. Karena perceraian

Perceraian sah setelah diumumkan dan didaftarkan pada kantor pencatatan sipil di tempat dimana perkawinan itu berlangsung. Setelah terjadi perceraian, segala hak dan kewajiban yang berhubungan dengan perkawinan sudah tidak ada lagi. Perceraian juga mengakibatkan akibat hukum bagi anak-anak yang masih di bawah umur dan terhadap harta kekayaan.

4. Hukum Waris

(10)

yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari turunan ke keturunan. Selanjutnya Prof. Mr. A. Pitlo juga memberikan pendapat bahwa yang disebut hukum waris itu adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnyaa seseorang. Dan juga Prof. Subekti berpendapat bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hukum waris adalah hukum yang mengatur dan menangani apa yang harus terjadi terhadap harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, mengenai cara-cara peralihan harta dari seseorang yang meninggal dunia atau pewaris kepada ahli warisnya.

Didalam urusan pewarisan, terdapat prinsip-prinsip kewarisan dalam hukum perdata. Diantaranya yaitu (1) yang berpindah di dalam pewarisan adalah kekayaan si pewaris (2) pewarisan hanya terjadi karena kematian (3) ahli waris harus ada atau sudah lahir disaat terbukanya warisan (4) tidak memandang asal barang-barang dalam suatu peninggalan.

Selanjutnya untuk menjadi seorang ahli waris tidak mudah begitu saja. Terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk menjadi seorang ahli waris. Diantaranya seorang ahli waris harus ada dan masih ada pada saat warisan terbuka. Yang kedua yaitu ahli waris harus mempunyai hubungan darah atau ia adalah duda atau janda. Yang ketiga yaitu ahli waris tidak menolak untuk menerima warisan.

Didalam melakukan pewarisan ini, tentunya juga terdapat cara-cara dalam mewarisinya. Adapaun cara-caranya yaitu bisa berdasarkan undang-undang dan juga bisa berdasarkan surat wasiat. Pertama mewariskan menurut undang-undang atau disebut juga sebagai mewaris Ab-instentato. Sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat. Mewaris berdasarkan undang-undang terdiri atas, mewaris berdasarkan kedudukan sendiri dan mewaris berdasarkan penggantian tempat atau hanya karena kematian. Dengan syarat orang yang digantikan harus meninggal dunia terlebih dahulu dari si pewaris, orang yang menggantikan harus keturunan sah dari orang yang digantikan, dan yang terakhir orang yang menggantikan harus memenuhi syarat umum untuk mewaris.

(11)

1. Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta keturunannya 2. Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunanya 3. Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya keatas

4. Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya

Sedangkan pewarisan menurut surat wasiat atau testament yaitu suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjaddi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Sebuah testament harus berbentuk tulisan yang dapat dibuat dengan akte dibawah tangan ataupun otentik yang berisikan pernyataan kehendak yang dapat diartikan sebagai tindakan hukum sepihak.

Adapun untuk membuat testement, terdapat syarat-syaratnya juga. Yaitu, sudah mencapai usia 18 tahun, sudah dewasa, dan sudah menikah sekalipun belum berusia 18 tahun. Tidak semua orang bisa menerima warisan melalui surat wasiat. Yaitu seperti mereka yang telah dihukum karena membunuh si pewaris, mereka yang telah mengelapkan, membinasakan, dan atau memalsukan surat wasiat, dan mereka yang dengan paksaan atay kekerasan mencegah pewaris mencabut atau mengubah wasiatnya.

Isi dari surat wasiat yang dibuat oleh si pewaris yaitu perintah mengenai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau larangan melakukan sesuatu terhadap si penerima waris, pencabutan mengenai testament terdahulu. Dimana jika si pewaris dulunya telah membuat surat wasiat, tetapi dcabut dan digantikan dengan surat wasiat baru. Dan yang terakhir surat wasiat berisi tentang pengangkatan seorang wali ata pelaksana wasiat.

A. Hukum Waris Menurut Hukum Adat

Untuk Indonesia, hukum waris adat sangat dipengaruhi oleh sistem keturunan pada masyarakat yang bersangkutan. Didalam hukum adat, terdapat tiga sistem kewarisan:

1. Sistem individual, dimana para ahli waris mewarisi secara perorangan. Daerah yang menganut sistem ini diantaranya Batak, Jawa, dan Sulawesi). 2. Sistem kolektif, dimana para ahli waris secar kolektif mewarisi harta warisan

yang tidak dapat dibagi pewaris kepada masing-masing ahli waris. Contohnya pada masyarakat Minangkabau.

(12)

a. Mayorat laki-laki, apabila anak laki-laki tertua atau anak sulung pada saat pewaris meninggal adalah ahli waris tunggal. Sistem ini dianut oelh masyarakat Lampung.

b. Mayorat perempuan, apabila anak perempuan pada saat pewaris meninggal adalah ahli waris tunggal. Sistem ini dianut oleh masyarakat Tanah Semendo.

Menurut hukum adat, untuk menentukan siapa yang akan menjadi ahli waris, digunakan dua macam garis pokok. Yaitu garis pokok keutamaan dan garis pokok penggantian. Garis pokok keutamaan adalah garis hukum yang menetukan orang yang lebih diutamakan diantara golongan-golongan dalam keluarga pewaris. Dan tentunya orang-orangnya saling memiliki hubungan darah. Sedangkan untuk garis pokok penggantian adalah garis hukum yang bertujuan menentukan siapa diantara orang-orang yang didalam kelompok keutamaan tertentu tampil sebagai ahli waris. Orang yang berada dalam kelompok ini adalah orang yang tidak memiliki penghubung dengan pewaris, dan orang yang tidak ada lagi penghubungnya dengan pewaris.

Subjek dalam hukum waris menurut hukum adat yaitu pewaris dan ahli waris. Yang dimaksud pewaris adalah seseorang yang meninggalkan harta warisannya. Sedangkan yang disebut ahli waris yaitu seeorang atau beberapa orang yang menerima harta warisan. Dan pada dasarnya yang menjadi obejk hukum waris adalah harta warisan tersebut atau harta keluarga.

Peristiwa hukum waris yaitu kejadian-kejadian yang berhubungan dengan hukum waris. Diantaranya yaitu:

a. Saat dan proses peralihan harta waris

Mengenai hal ini, masing-masing daerah menetapkan cara yang berbeda-beda. Misalkan bagi masyarakat yang menganut sistem kewarisan individual, harta warisan akan dibagikan pada saat orang tua atau pewaris masih hidup. Lain lagi pada daerah yang menganut sistem mayorat, beralihnya harta warisan dari pewaris kepada ahli waris dilakukan saat pewaris sudah meninggal dunia.

(13)

berlebih dari yang sudah ditetapkan. Sehingga pembagian warisan bisa berjalan dengan lancar tanpa ada perkelahian. Dan juga dengan hibah wasiat, pewaris menyatakan secara mengikat sifat harta yang ditinggalkan seperti barang pusaka.

b. Bagian dan pembagian harta warisan

Pada umumnya, harta warisan itu dibagikan kepada ahli warisan yang bersangkutan dengan pewaris. Untuk pembagiannya biasanya sudah ditentukan oleh si pewaris.

B. Hukum Waris Menurut Hukum Barat

Didalam hukum barat, yang menjadi subjek hukum waris adalah pewaris, ahli waris, dan pihak ketiga yang tersangkut dalam warisan. Yang disebut pewaris adalah orang yang akan mewariskan hartanya kepada ahli waris. Dimana syarat-syarat menjadi seorang pewaris yaitu adanya hak-hak dan atau sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak ketiga sebagai penerima waris, dan juga yang diwariskan yaitu sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. Subjek yang kedua yaitu ahli waris. Yaitu orang-orang tertentu yang akan menerima warisan. Didalam KUHP diatur yang menjadi ahli waris adalah:

 Ahli waris yang mewaris berdasarkan kedudukan sendiri atau mewaris secara langsung. Misalnya seorang orang tua yang meninggal dunia. Maka anaknya akan menjadi ahli waris.

 Ahli waris berdasarkan penggantian atau ahli waris tidak langsung. Dimana jika seorang ahli waris meninggal terlebih dahulu sebelum warisan dibuka, maka yang akan mendapatkan warisannya adalah anak dari ahli waris yang telah meninggal tadi.

KUHP merinci ahli waris berdasarkan penggantian diantaranya:

1. Dalam garis lancang kebawah. Yaitu jika ahli waris meninggal lebih dahulu dari pewaris, maka warisan digantikan oleh cucu dari pewaris atau anak ahli waris yang meninggal tadi.

2. Dalam garis ke samping. Yaitu tiap saudara kandung atau saudara tiri yang meninggal terlebih dahulu digantikan oleh sekalian anaknya.

(14)

 Penggantian yang ketiga yang bukan ahli waris dan dapat menikmati harta peninggalan.

Dan subjek hukum waris yang ketiga adalah pihak ketiga yang tersangkut dalam warisan. Dimana pada KUHP dikenal juga sebutan:

 Fidei Comis, suatu pemberian yang diberikan kepada seorang ahli waris dengan ketentuan bahwa ia berkewajiban menyimpan warisan itu dan setelah lewatnya suatu waktu, warisan itu harus diserahkan kepada orang lain. Menurut undang-undang, cara pemberian warisan seperti ini disebut pemberian warisan secara melangkah.

 Executeur Testamenteir, pelaksana wasiat yang ditunjuk oleh si pewaris bertugas untuk mengawasi pelaksanaan surat wasiat secara sungguh-sungguh sesuai dengan yang diminta pewaris.

 Bewindvoerder atau pengelola adalah seseorang yang ditunjuk atau ditentukan didalam surat wasiat untuk mengurus harta wasiat sehingga para ahli waris hanya menerima penghasilan dari harta peninggalan tersebut. Dan hal ini dilakukan agar harta peninggalan tersebut tidak habis dalam waktu yang dekat oleh ahli waris.

Untuk pewaris dan ahli waris tentunya mempunyai hak dan kewajibannya terkait dengan harta yang diwariskan. Adapun hak-hak dari pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan yang dituangkannya dalam surat wasiatnya. Isi dari sebuah surat wasiat adalah:

a. Erfstelling: penunjukkan satu atau beberapa orang untuk menjadi ahli warisyang menerima sebagian atau seluruh harta peninggalan.

b. Legaat: pemberian hak kepada seseorang atas dasar wasiat yang khusus. Pemberian dapat berupa: hak atas satu atau beberapa benda tertentu, hak atas seluruh dari satu macam benda tertentu, hak vruchtgebruik atas sebagian atas seluruh warisan.

Terdapat tiga macam dari testamen atau surat wasiat:

(15)

2. Olographis testament: surat wasiat yang ditulis langsung oleh si pewaris dan kemudian diserahkan kepada notaris untuk disimpan dan disaksikan oleh dua orang saksi.

3. Testament rahasia: surat wasiat yang dibuat oleh pewaris kemudian disegel dan diserahkan kepada notaris dengan disaksikan oleh empat orang saksi.

Kewajiban pewaris yaitu dimana ia harus mengindahkan legitieme portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta warisan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.

Dalam hal pembagian harta warisan sendiri telah diatur oleh KUHP dalam pasal 1006 KUHP yang berisi, tidak seorang ahli waris yang dapat dipaksa membiarkan harta warisan tidak terbagi, harta warisan dapat dibagi sewaktu-waktu, dan terdapat kemungkinan untuk mempertangguhkan pembagian harta warisan dengan jangka waktu lima tahun, dan dapat diperpanjang lagi lima tahun dengan persetujuan ahli waris.

Didalam pembagian warisan, terdapat hal yang berkaitan erat dengan ini. Yaitu inbreng yang merupakan pengembalian benda-benda kedalam boedel1 Para ahli waris

dalam garis lurus kebawahlah yang diwajibkan untuk melakukan inbreng. Dalam hal ini, para ahli waris tidak dapat membedakan apakah mewaris secara penuh atau menerima dengan catatan tetapi pewaris berhak menentukan bahwa ahli waris yang telah menerima pemberian pada saat pewaris hidup dibebaskan dari inbreg. Dasar dari adanya inbreng ini adalah agar pewaris bisa berlaku adil terhadap anak dan cucunya selaku ahli waris lainya.

Harta peninggalan juga bisa digunakan untuk melunasi utang-utang pewaris. Jika seluruh utang pewaris telah lunas, barulah harta peninggalan itu dibagi kepada ahli waris. Dalam hal ini juga telah ditetapkan oleh KUHP Pasal 1079 yang berisi tentang, masing-masing ahli waris menerima barang tertentu dengan harga atau nilai yang sama rata untuk setiap ahli waris, jika seorang ahli waris menerima barang atau harta waris yang berlebih dari ahli waris lainnya, maka ahli waris yang menerima lebih harus membayar sejumlah uang tunai kepada ahli waris yang mendapatkan ahli waris yang kurang.

(16)

Mengenai objek hukum waris dalam hukum barat yaitu harta kekayaan yang dipindahkan pewaris kepada ahli waris. Serta harta yang ditinggalkan berupa:

1. Aktiva, sejumlah benda yang nyata dan atau berupa tagihan atau piutang pada pihak ketiga, hak immaterial seperti hak cipta.

2. Pasiva, sejumlah utang pewaris yang harus dilunasi kepada pihak ketiga.

3. Legitieme portie, yaitu suatu bagian warisan tertentu yang harus diterima oleh seorang ahli waris dari harta peninggalan yang tidak dapat diganggu gugat. Ahli waris yang berhak menerima ini adalah ahli waris dalam garis lancang keatas ataupun bawah.

Harta warisan yang tak terurus bisa terjadi apabila terdapat suatu warisan yang tidak seorangpun mau jadi ahli warisnya. Dengan kata lain, ahli waris menolak terhadap warisan tersebut. Dalam hal ini, maka yang akan mengurus harta tadi adalah Balai Harta Peninggalan (BHP). Dan pada saat akan mengurusnya, BHP harus melaporkan kepada Kejaksaan Negeri tentang pengambilalihan pengurusan.

2. Hukum Perdata Formil atau Hukum Acara Perdata

A. Pengertian Hukum Acara Perdata

Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim. Dapat pula dikatakan bahwa hukum acara perdata merupakan peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Dalam hukum ini diatur bagaimana caranya mengajukan serta melaksanakan putusan tersebut. Mengajukan tuntutan hak berarti meminta perlindungan hukum terhadap haknya yang dilanggar oleh orang lain.

Tuntutan hak meliputi dua hal, yaitu

a. Tuntutan hak yang didasarkan atas sengketa yang terjadi, dinamakan gugatan. Dalam tuntutan semacam ini minimal ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak penggugat (yang mengajukan tuntutan hak) dan pihak tergugat (orang yang dituntut).

b. Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa lazimnya disebut permohonan. Dalam tuntutan hak yang kedua ini lazimnya hanya ada satu pihak saja.

(17)

1. Tahap pendahuluan, merupakan persiapan menuju ke penentuan atau pelaksanaan.

2. Tahap penentuan, diadakan pemeriksaan peristiwa dan sekaligus pembuktian serta keputusannya.

3. Tahap pelaksanaan, tahap diadakannya pelaksanaan dari putusan.

B. Sumber Hukum Acara Perdata

Sumber Hukum Acara Perdata yang paling utama antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999.

2. Herziene Irlands Reglemen (HIR) atau Regelmen Bumi Putera yang diperbarui yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda Staadblad No. 44 Tahun 1941 serta Hukum Acara bagi masyarakat Jawa dan Madura (Recht Buiten gewesten (RBg) Tahun 1943).

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. 5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. 6. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

C. Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Perdata

Hukum acara bertujuan untuk melindungi hak seseorang. Perlindungan terhadap hak seseorang diberikan oleh hukum acara perdata melalui peradilan perdata. Dalam peradilan perdata, hakim akan menentukan mana yang benar dan mana yang tidak benar setelah pemeriksaan dan pembuktian selesai.

Dengan peradilan tersebut sudah barang tentu seseorang yang menguasai atau mengambil hak seseorang dengan melawan hukum akan diputuskan sebagai pihak yang salah, oleh karenanya dia diwajibkan menyerahkan kembali apa yang telah dikuasai itu kepada pemegang hak yang sah menurut hukum. Dengan demikian, apa yang termuat dalam hukum perdata materiil dapat dijalankan sebagaimana mestinya.

(18)

bagaimana Negara melalui aparatnya memeriksa dan memutuskan perkara perdata yang diajukan kepadanya. Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa fungsi hukum acara perdata sebagai sarana untuk menuntut dan mempertahankan hak seseorang.

D. Asas-Asas Hukum Acara Perdata

Asas-asas hukum acara perdata adalah sebagai berikut. 1. Hakim bersifat menunggu

Proses peradilan perdata terjadi apabila ada permintaan dari seseorang atau sekelompok orang yang menuntut haknya, entah karena ada sengketa atau tidak dengan sengketa.

Jadi, Hakim menunggu datangnya permintaan atau tuntutan atau gugatan dari masyarakat. Penyelenggara proses peradilan adalah Negara. Hakim tidak diperbolehkan menolak suatu perkara perdata yang diajukan kepadanya untuk diperiksa dan diputuskan. Meskipun Hakim belum menemukan hukumnya untuk perkara yang diajukan, dia harus mencari dan menemukannya agar perkara itu dapat diselesaikannya.

2. Hakim bersifat pasif

Hakim dalam memeriksa perkara perdata bersifat pasif. Artinya, bahwa luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara, bukan oleh hakim.

Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Para pihak dapat mempelajari perkaranya sendiri menurut kehendaknya. Artinya, bahwa bila yang bersengketa mencabut gugatannya karena telah tercapai penyelesaian melalui perdamaian, hakim tidak akanmenghalangi (Pasal 130 HIR, 154 Rbg).

Hakim hanya dibenarkan untuk memutuskan apa yang diminta oleh para pihak, tidak boleh lebih dari tuntutan para pihak (Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR, 189 ayat (2) dan (3) Rbg).

(19)

Dalam kenyataannya, hakim dalam pemeriksaan perkara perdata pun aktif, yaitu dia memimpin persidangan, member petunjuk kepada para pihak, berusaha mendamaikan mereka dan mencari jalan penyelesaian perkara yang diperiksanya. Hal ini juga sesuai dengan asas yang dianut oleh HIR.

3. Persidangan bersifat terbuka

Pada dasarnya, proses peradilan dalam persidangan bersifat terbuka untuk umum, artinya semua orang boleh menghadiri persidangan asalkan tidak mengganggu jalannya persidangan dan berlaku tertib. Hal ini bertujuan agar persidangan berjalan secara fair, objektif, dan hak manusia pun terlindungi, serta diharapkan putusan pengadilan pun adil bagi masyarakat.

Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 17 dan 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 (Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman). (Sekarang diatur dalam Pasal 19 dan 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang diubah menjadi UNdang-Undang Nomor 48 Tahun 2009). Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa setiap pemeriksaan dalam siding terbuka untuk umum, tetapi dapat dilakukan pemeriksaan tertutup apabila undang-undang menentukan lain, misalnya dalam pemeriksaan perceraian atau perkosaan dalam perkara pidana.

Walaupun pemeriksaannya dilakukan secar tertutup, namun pembacaan keputusan Hakim harus dilakukan dalam siding terbuka sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970. (Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004).

4. Mendengar kedua belah pihak

Dalam hukum acar perdata, kedua belah pihak yang bersengketa harus didengar, diperhatikan dan diperlakukan sama (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970) (Sekarang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004).

Proses peradilan dalam hukum acara perdata wajib memberikan kesempatan yang sama kepada para pihak yang bersengketa. Kesempatan yang dimaksud adalah kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya.

Asas bahwa kedua belah pihak harus didengar, dikenal dengan asas audi

et alteram parten. Hakim tidak boleh menerima keteragan dari salah satu pihak

(20)

Dengan demikain, pengajuan alat-alat bukti harus dalam persidangan yang dihadiri oleh dua pihak yang bersengkata.

5. Putusan harus disertai alasan-alasan

Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar untuk mengadili (Pasal 23 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970) (Sekarang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004); Pasal 84 ayat (1), 319 HIR, 195, 618 Rbg.

Alasan-alasan tersebut dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban hakim atas putusannya terhadap masyarakat, sehingga mempunyai nilai-nilai objektif. Dengan adanya alasan-alasan itulah, putusan mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang menjatuhkan.

6. Beracara dikenakan biaya

Pada asasnya, berperkara dikenakan biaya (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun1970)(Sekarang Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004), 121 (4) HIR, 182 HIR, 183 HIR, 145 (4), 192, 194 Rbg). Biaya perkara meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk panggilan, pemberitahuan kepada para pihak, serta biaya materai.

Para pihak yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara secara cuma-cuma (prodeo), dengan mendapatkan izin untuk dibebaskan dari kewajiban membayar biaya perkara, dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh kepala polisi (Pasal 237 HIR, 273 Rbg).

Dalam praktik, surat keterangan itu dibuat oleh camat setempat. Permohonan perkara secara prodeo akan ditolak hakim bila ternyata pemohon bukan orang yang tidak mampu.

7. Tidak ada keharusan mewakilkan

HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan diri kepada orang lain, sehingga pemeriksaan dipersidangan terjadi secar langsung terhadap para pihak yang langsung berkepentingan. Namun, para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya apabila dikehendakinya (Pasal 123 HIR, 147 Rbg).

(21)

Biaya beracara secara langsung dipengadilan lebih ringan jika dibandingkan dengan jalan perwakilan. Tidak ada ketentuan bahwa seorang wakil harus sarjana hukum, akan tetapi jika ditinjau dari kenyataan beracara dengan kuasa/wakil yang sarjana hukum lebih lancer daripada kuasa yang bukan sarjana hukum.

E. Pihak-Pihak dalam Hukum Acara Perdata

Di dalam proses peradilan perdata, sekurang-kurangnya ada dua pihak, yaitu penggugat dan tergugat. Baik penggugat maupun tergugat yang tergolong mampu untuk melakukan perbuatan hukum dapat beracara sendiri untuk kepentingan sendiri, tetapi ia juga mewakilkan kepada kuasanya.

Seorang kuasa untuk penggugat maupun tergugat harus memenuhi salah satu syarat sebagai berikut.

1. Harus mempunyai surat kuasa khusus, sesuai dengan bunyi Pasal 123 ayat (1) HIR atau Pasal 147 ayat (1) Rbg.

2. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil badan persidangan (Pasal 123 ayat (1) HIR (1) Rbg).

3. Memenuhi syarat dalam Peraturan Menteri Kehakiman 1/1965 Tanggal 28 Mei 1965 jo Keputusan Menteri Kehakiman No. j.p 14/2/11 Tanggal 7 Oktober 1965 tentang Pokrol.

4. Telah terdaftar sebagai advokat.

5. Undang-Undang advokat yang baru Tahun 2003.

F. Alat-Alat Bukti dalam Perkara Perdata

Alat-alat bukti dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 164 HIR, 284 Rbg, dan 1866 BW. Alat-alat bukti yang dimaksud adalah alat-alat bukti yang sah, sehingga Hakim dalam acara pembuktian untuk memutuskan perkara yang diperiksa hanya dibenarkan menggunakan alat-alat bukti yang ditentukan oleh Undang-Undang saja.

Alat-alat bukti yang ditentukan oleh Undang-Undang adalah 1. bukti tertulis (surat)

2. bukti saksi

3. bukti persangkaan 4. bukti pengakuan 5. bukti sumpah

(22)

Alat-alat bukti (surat) adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati seseorang untuk pembuktian.

Alat bukti surat dibedakan menjadi dua yaitu akta autentik dan akta di bawah tangan. Akta adalah surat yang dibubuhi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan yang dibuat dengan sengaja oleh para pihak sebagai alat pembuktian.

Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh/di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan baik dengan ataupun tanpa bantuan yang berkepentingan untuk dicatat di dalamnya. Contoh : akat notaries. Akta autentik merupakan alat bukti tertulis yang sempurna.

Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan seorang pejabat. Jadi, pembuatnya hanyalah para pihak yang berkepentingan saja. Contoh : surat perjanjian di bawah tangan dan kuitansi.

2. Bukti Saksi (Kesaksian)

Bukti saksi (kesaksian) adalah kepastian yang diberikan kepada hakim, dalam persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi di bawah sumpah oleh orang yang bukan pihak dalam perkara.

Saksi adalah orang yang di bawah sumpah member keterangan di depan siding pengadilan tentang peristiwa yang disengketakan dengan mengalami, melihat, dan mendengar sendiri.

3. Persangkaan

Persangkaan adalah alat bukti yang bersifat tidak langsung. Persangkaan menurut ilmu pengetahuan adalah alat bukti yang tidak langsung, dan dibedakan menjadi :

a. Persangkaan berdasarkan kenyataan b. Persangkaan berdasarkan hukum 4. Pengakuan

(23)

5. Sumpah

Sumpah adalah pernyataan khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu member janji atau keterangan dengan mengingat akan dari Tuhan Yang Maha Esa dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan tidak benar akan dihukum oleh Tuhan. Dalam hukum acar perdata, dikenal tiga macam sumpah, yaitu

a. Sumpah suppletoir yaitu sumpah pelengkap, yang diperintahkan hakim karena

jabatannya kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasar putusan.

b. Sumpah estimator yaitu sumpah penaksiran, yang diperintahkan oleh hakim

kepada penggugat untuk menentukan jumlah ganti kerugaian.

c. Sumpah decisoir yaitu sumpah penentu atau sumpah pemutus, yang dimintakan

oleh salah satu pihak kepada pihak yang lain. pihak yang meminta pihak lain menyatakan sumpah disebut deferent, sedangkan pihak yang menyatakan sumpah disebut delaat.

G.Perbedaan Antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana

Perbedaan Antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana adalah sebagi berikut.

Hukum Acara Perdata Hukum Acara Pidana

1. Mengatur cara-cara mengadili perkara perdata di muka Pengadilan

5. Perkara dapat ditarik kembali oleh pihak-pihak yang bersangkutan sebelum ada putusan hakim.

6. Hakim bersifat pasif.

7. Putusan Hakim cukup mendasarkan pada kebenaran formil.

1. Mengatur cara-cara mengadili perkara pidana di muka Pengadilan

3. Inisiatif datang dari penuntut umum. 4. Ada lima alat bukti, tidak termasuk

sumpah.

5. Perkara tidak dapat ditarik kembali, kecuali delik aduan.

6. Hakim bersifat aktif.

(24)

8. Tergugat yabg dikalahkan dihukum

1. cara mengajukan gugatan, yaitu tertulis. 2. tempat mengajukan gugatan, dan 3. dapat mewakilkan.

(1) gugatan perdata yang pada tingkat pertama masuk wewenang Pengadilan Negeri dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya menurut Pasal 123, kepada Ketua Pengadilan Negeri di daerah hukum siapa tergugat berdomisili atau jika tidak diketahui domisilinya, tempat tinggal yang sebenarnya.

Tempat mengajukan gugatan:

a. Tingkat pertama = hakim sehari-hari di Pengadilan Negeri. b. Tingkat kedua = tingkat banding di Pengadilan Tinggi. c. Tingkat Kasasi= hakim kasasi di Mahkamah Agung.

Hal ini menunjukkan pengadilan bertingkat/hierarki.

Isi Gugatan

Gugatan pada pokoknya memuat hal-hal berikut. 1. Identitas para pihak (penggugat dan tergugat)

identitas adalah cirri-ciri dari penggugat dan tergugat, yaitu nama, tempat tinggal, umur, serta status kawin atau tidak.

2. Dalil-dalil konkret yang ada hubungan hukum, yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari tuntutan (middelen van den eis) atau lebih dikenal dengan

fundamentum petendi.

Fundamentum petendi atau dasar tuntutan terdiri atas dua bagian, yaitu bagian

(25)

hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar, yaitu dasar tuntutan harus jelas dan lengkap.

hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di persidangan nanti, harus dimuat dalam fundamentum petendi sebagai dasar tuntutan yang memberi gambaran kejadian materiil yang merupakan dasar tuntutan itu.

3. Petitum atau tuntutan

Petitum atau tuntutan adalah apa yang oleh penggugat minta atau diharapkan agar

diputuskan oleh hakim. jadi, petitum akan mendaptkan jawaban di dalam dictum

atau amar putusan.

Pihak yang berperkara adalah

1. Pihak materiil, yaitu pihak yang berkepentingan (penggugat dan tergugat). 2. Pihak Formil, yaitu pihak yang menghadap, terdiri atas :

a. pihak materiil sendiri, yaitu penggugat dan tergugat. b. kuasa, dan

c. wali/curator.

H.Jenis-Jenis Putusan

Dalam Pasal 185 ayat (1) HIR dibedakan antara putusan akhir dan bukan putusan akhir. putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri suatu perkara dalam suatu tingkatan peradilan tertentu. Jenis-jenis putusan akhir adalah sebagai berikut.

1. Putusan Condemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi atau membayar sejumlah uang tertentu. Putusan Condemnatoir memberi hak eksekutorial, berarti mempunyai kekuatan mengikat dan dapat dipaksakan.

2. Putusan Constitutief adalah putusan yang meniadakan atau menciptakan suatu keadaan hukum baru. Misalnya, pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, pemberian pengampuan, pernyataan pailit dan pemutusan perjanjian.

(26)

Putusan yang bukan putusan akhir (Putusan Sela atau Putusan Antara) adalah putusan yang berfungsi untuk memperlancar jalannya persidangan. Putusan Sela hanya dimintakan banding bersama-sama dengan banding Putusan Akhir perkara yang sama.

Selain itu, dikenal pula Putusan Praeparatoir dan Putusan Interlocutoir. Putusan Praeparatoir adalah putusa sebagai persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai pengaruh atas poko perkara atau putusan akhir. Contoh: putusan untuk menggabungkan dua perkara atau untuk menolak diundurnya pemeriksaan saksi. Putusan Interlocutoir adalah putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, misalnya pemeriksaan untuk pemeriksaan saksi atau pemeriksaan setempat. Putusan Interlocutoir berpengaruh terhadap putusan akhir.

Di samping itu, ada pula Putusan Gugur dan Putusan Verstek. Putusan Gugur merupakan putusan yang dijatuhkan oleh hakim apabila penggugat tidak datang pada sidang meskipun telah dipanggil secara layak. Putusan Verstek adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim tanpa hadirnya tergugat, meskipun telah dipanggil secara layak (sebagaimana mestinya).

I. Upaya Hukum

Upaya hukum adalah cara untuk memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan. Verstek (perlawanan) adalah upaya hukum terhadap putusan Verstek (Pasal 125 ayat (3) jo 129 HIR, 149 ayat (3) jo 153 Rbg). Verstek diperuntukkan bagi tergugat, karena pada umunya tergugat adalah pihak yang dikalahkan dalam Putusan Verstek, dan dapat digunakan juga terhadap pelaksanaan Putusan Hakim.

Banding adalah permohonan untuk diadakan pemeriksaan ulang terhadap putusan pengadilan yang tidak memuaskan salah satu pihak yang berperkara dengan alas an putusa keliru, putusan kurang adil dan diajukan pada pengadilan yang lebih tinggi. Banding diatur dalam Pasal 188-194 HIR.

Kasasi adalah pemeriksaan ulang dari suatu perkara tertentu oleh Mahkamah Agung.

Peninjauan Kembali Putusan (PK)

(27)

Peninjauan kembali putusan diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 1980, Pasal 21 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 (sekarang diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004) dan dalam Bab XVIII KUHAP.

Menurut Pasal 263 ayat (2) KUHAP, peninjauan kembali diajukan dengan alasan: a. karena terdapat keadaan baru yang menimbulakn dugaan kuat, bahwa bila keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berjalan, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima;

b. karena dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu bertentangan satu sama lain;

c. karena putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.

Menurut Pasal 263 ayat (3) KUHAP, putusan dapat dimintakan peninjauan kembali apabila suatu putusan terhadap perbuatan pidana yang telah dinyatakan terbukti tetapi tidak diikuti dengan pelaksanaan hukuman.

Tata cara peninjauan kembali diatur dalam Pasal 264 KUHAP. Dalam peninjauan kembali putusan, Mahkamah Agung dapat memutuskan:

1. menolak permohonan peninjauan kembali bila alas an tidak dibenarkan oleh Mahkamah Agung.

2. bila Mahkamah Agung memebenarkan alas an permohonan, putusan Mahkamah Agung dapat beruppa :

a. putusan bebas,

b. putusan lepas dari segala tuntutan hukum,

c. putusan tidak menerima tuntutan penuntut umum, dan d. putusan yang menerapkan pidana yang lebih ringan.

3. Hukum Perdata Internasional

Hukum Internasional sering disebut sebagai hukum antarnegara, hukum antarbangsa, atau hukum bangsa-bangsa. J.G. Starke dalam bukunya An Introduction to

(28)

“Hukum Internasional dapat dirumuskan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas asas-asas dan peraturan tingkah laku yang mengikat negara-negara, dan karena itu ditaati dalam hubungan negara-negara.” Hukum Internasional Hukum internasional terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Hukum Publik Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur negara yang satu dengan lainnya dalam hubungan internasional (Hukum Antarnegara).

2. Hukum Perdata Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antara warga negara di suatu negara dengan warga negara dari negara lain (hukum antar bangsa)

Kedua hukum internasional tersebut memiliki kesamaan dalam mengatur subjek hukum yang melintasi batas-batas negara (hubungan internasional). Perbedaan kedua hukum internasional tersebut terletak pada subjek hukumnya. Pada hukum publik internasional, subjek hukum yang terdapat di dalamnya merupakan negara atau badan hukum public. Sedangkan hukum perdata internasional subjek hukumnya adalah individu perorangan atau badan hukum perdata.

3.3.1. Asas-asas Hukum Perdata Internasional

Hukum perdata internasional memiliki asas hukum sendiri yang mengatur di Indonesia. Asas-asas tersebut merupakan asas teritorial, asas kebangsaan, dan asas kepentingan umum. Menurut asas teritorial, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang berada dalam wilayahnya. Sedangkan Menurut asas kebangsaan, setap warganegara dimanapun dia berada, tetap mendapat perlakuan hukum dari nearanya. asas ini memiliki kekuatan ekstrateritorial, artinya hukum negara tetap berlaku bagi seorang warganegara walaupun ia berada di negara lain. Kemudian menurut asas kepentingan umum, negara dapat menyesuaikan diri dengan dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.

Ketiga asas tersebut dapat digunakan dalam menyelesaikan peristiwa (sikap, tindak.,kejadian internasional, misalnya :

Bidang Hukum Harta Kekayaan :

(29)

b) Segi Hukum Perjanjian, contohnya apabila seorang W.N. Belanda menyewa rumah milik W.N. Indonesia

c) Segi Hukum Penyelewengan, contohnya apabila seorang W.N. Rusia merusak barang milik W.N. Jepang

Catatan : utang-piutang Antar-Negara itu pun merupakan Peristiwa Perdata Internasional karena Negara sebagai Pribadi hukum Publik sekaligus juga Pribadi Hukum Perdata

Bidang Hukum Keluarga :

a) Segi Hukum Perkawinan, contohnya apabila seorang W.N. Malaysia menikah dengan W.N. Philipina

b) Segi Hukum Adopsi, contohnya apabila seorang W.N. Jerman mengadopsi seorang anak W.N. Thailand

Bidang Hukum Waris :

a) Hukum Pewarisan, contohnya apabila seorang pewaris W.N. Kanada mempunyai ahliwaris W.N. Indonesia (melalui hubungan perkawinan campuran internasional) b) Hukum Harta Pewarisan, contohnya apabila ahliwaris maupun pewaris sama-sama

W.N. Indonesia sedang harta warisan berupa rumah di Jepang dan Amerika Serikat.

3.3.2. Subjek Hukum Internasional

Yang termasuk subjek-subjek hukum Internasional adalah sebagai berikut;

1. Negara. Negara yang menjadi subjek hukum internasional yaitu negara yang merdeka, berdaulat dan tidak merupakan bagian dari suatu negara. negara yang berdaulat artinya negara yang mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh, yaitu kekuasaan penuh terhadap warganegara dalam lingkungan kewenangan negara itu. 2. Tahta Suci (vatikan), yang dimaksud tahta suci (Heilige Stoel) ialah Gereja katolik

Roma yang diwakili oleh Paus di vatikan. walaupun Vatikan bukan sebuah negara seperti pada umumnya, tahta suci mempunyai kedudukan sama dengan sebuah negara sebagai subjek hukum internasional.

(30)

4. Organisasi Internasional, dalam pergaulan internasional yang menyangkut hubungan antar negara, banyak sekali organisasi yang diadakan (dibentuk) oleh negara-negara itu. Bahkan sekarang dapat dikatakan telah menjadi lembaga hukum. Menurut perkembangannya, suatu organisasi internasional timbul pada tahun 1815 dan menjadi lembaga hukum internasional sejak Kongres Wina.

5. Orang Perseorangan (individu), manusia sebagai individu dianggap sebagai subjek hukum internasional jika dalam tindakan atau kegiatan yang dilakukannya memperoleh penilaian positif atau negatif sesuai kehendak damai kehidupan masyarakat dunia.

6. Pemberontak dan pihak dalam sengketa.. ini dianggap sebagai salah satu subjek hukum internasional karena mereka memiliki hak yang sama untuk menentukan nasibnya sendiri; memilih sistem ekonomi, politik, sosial sendiri; menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didudukinya.

3.3.3. Sumber Formil Hukum Internasional

Sumber hukum dapat dipergunakan dalam beberapa arti. Secara material sumber hukum dapat diartikan sebagai sumber isi hukum atau dasar berlakunya hukum dan atau tempat di mana kaidah-kaidah hukum itu diciptakan. Sedangkan secara formal, sumber hukum dapat diartikan sebagai sumber yang memuat tentang ketentuan-ketentuan hukum secara formal yang dapat diterapkan sebagai kaidah dalam suatu persoalan yang konkrit.

Menurut J.G.Starke3 bahwa sumber hukum material (maksudnya

sumber-sumber hukum formal) adalah “Bahan-bahan aktual yang dipergunakan oleh sarjana-sarjana hukum internasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi hal-hal tertentu.” Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Starke mengemukakan sumber-sumber hukum material (maksudnya formal) sebagai berikut:

1. Kebiasaan; 2. Traktat;

3. Keputusan Pengadilan atau Badan Arbitrasi; dan 4. Karya-karya Yuridis.

Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja4 mengemukakan bahwa

(31)

2. Kebiasaan-kebiasaan Internasional; 3. Prinsip-prinsip Hukum Umum; dan

4. Keputusan-keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara.

Menurut Pasal 38 (1) Status Mahkamah Internasional yang selanjutnya sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB, tanggal 26 Juni 1945 pada pokoknya mengatakan bahwa: Dalam mengadili perkara-perkara yang diajukan, Mahkamah Internasional akan mempergunakan:

1. Perjanjian-perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus yang mengandung ketentuanketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negaranegara yang bersengketa;

2. Kebiasaan-kebiasaan Internasional sebagai bukti dari pada sesuatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum;

3. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab; dan 4. Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka

(32)

Daftar Pustaka

Bisri, Ilham. 2004. Sistem Hukum Indonesia : Prinsip-prinsip dan Implementasi Hukum

di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Daliyo, J.B. 2001. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta. PT. Prenhallindo.

Djamalie, Andoel. 2005. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Djamalie, Andoel. 1984. Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan IV, Bandung. PT RajaGrafindo Persada

Masriani, Yulies Tiena. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Penerbit Sinar Grafika.

Nursadi, Harsanto. 2008. Sistem Hukum Indonesia. Jakarta : Universitas Terbuka.

www.file.upi.edu

http://mariamahsulaiman.blogspot.com/ (diakses pada 07 Oktober 2014 pukul 21.00)

Referensi

Dokumen terkait

Taj je odlomak važan ne samo radi svjedočanstva o tome kada se počelo razmišljati o uvođenju radničkih savjeta već i zbog toga što se može ra­ zabrati da se velik naglasak

Selanjutnya, bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki karakteristik cendikia, lugas dan jelas, menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari gagasan, formal dan objektif, ringkas

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nadya Purwanita (2009) yang menyatakan bahwa pekerja yang bekerja pada parkir basement berpendapat

z Cluster 3: Di masing-masing RT terpilih, didaftar populasi keluarga, dan dipilih secara random 2 keluarga. z Cluster 4: Di masing-masing keluarga terpilih, kemudian didaftar

Penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001 mampu meningkatkan kinerja karyawan secara signifikan melalui budaya kualitas perusahaan sebagai mediasinya, dengan demikian

For the fl avonols, myricetin-3- O -hexoside was present at low concentration in immature fruit (green-yellow to light-purple), but increased in concen- tration as the fruit

Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan tugas dan fungsi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

Arikunto (2010) menyatakan bahwa semakin mirip karakteristik sampel yang diambil, semakin baik hasil yang diperoleh dari penelitian. Pihak yang dianggap paling tepat