• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Bahan Pengisi dan Penstabil terhadap Antioksidasi Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Bawang Merah (Allium ascalonicum L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Bahan Pengisi dan Penstabil terhadap Antioksidasi Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Bawang Merah (Allium ascalonicum L)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI BAHAN PENGISI

DAN

PENSTABIL TERHADAP

ANTIOKSIDASI FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK

TEPUNG BAWANG MERAH (

Allium ascalonicum

L)

WAHYU SRIMADANI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Bahan Pengisi dan Penstabil terhadap Antioksidasi Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Bawang Merah (Allium ascalonicum L) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian Bawang Merah dengan penanggung jawab Dr Ir Setyadjit MAppSc, dkk. Penelitian ini didanai oleh DIPA BB Pascapanen 2013 dengan nomor DOK-INT-RE-3.2/032/2013. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)

ABSTRAK

WAHYU SRIMADANI. Optimasi Bahan Pengisi dan Penstabil terhadap Antioksidasi Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Bawang Merah (Allium ascalonicum L). Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan SETYADJIT.

Salah satu cara pengawetan bawang merah segar dengan mengolah menjadi tepung. Tujuan dari penelitian adalah mengoptimasi penambahan bahan pengisi dan bahan penstabil pada proses pembuatan tepung bawang merah (Allium ascalonicum L) varietas Bima untuk mencegah kerusakan bawang merah sehingga dapat mempertahankan kandungan antioksidan, serta parameter mutu lainnya selama proses pengeringan. Optimasi dilakukan dengan Respon Surface Method (RSM). Formula yang terpilih adalah formula 4 dengan penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 6.50%, dan asam sitrat 225 ppm. Formula 4 menghasilkan nilai rendemen 15.44 %, kadar air 2.63%, kadar abu 2.14%, kadar lemak 0.45%, kadar protein 8.02%, kadar serat kasar 4.42%, vitamin C 150.23 mg/100g, konsentrasi total fenol 6327.42 ppm Gallic Acid Equivalence (GAE), konsentrasi aktivitas antioksidan 902.71 ppm Ascorbic Acid Equivalent (AAE) dan inhibisi radikal bebas 94.74%. Perlakuan terbaik menurut parameter organoleptik adalah penambahan maltodekstrin 1%, tapioka 10%, dan asam sitrat 300 ppm dan warna dari tepung bawang merah berdasarkan nilai °Hue adalah kuning kemerahan.

Kata kunci: asam sitrat, maltodekstrin, tapioka, tepung bawang merah (Allium ascalonicum L)

ABSTRACT

WAHYU SRIMADANI. The Optimization of Fillers Ingredients and Stabilizer on antioxidative physicochemical and organoleptic of Shallot Powder ((Allium ascalonicum L). Supervised by MARIA BINTANG and SETYADJIT.

One way of preserving the fresh shallot is by processing it into the powder-form. The purpose of this study is to optimize the addition of fillers ingredients and the stabilizer on the making process of Bima-variety of shallot (Allium ascalonicum L) powder to avoid damage on shallot in order to keep antioxidant containts and other quality parameters during dryng process. The optimization was conducted by Response Surface Methode (RSM). The selected formula is the fourth (4th) formula with addition of maltodextrin 0.65%, tapioca, 6.50%, and citric acid 225 ppm with the value yield 15.44 %, water content 2.63%, ash content 2.14%, fat content 0.45%, protein content 8.02%, crude fibre content 4.42%, vitamin C 150.23 mg/100g, total phenols 6327.42 ppm Gallic Acid Equivalence (GAE), antioxidant activity 902.71 ppm Ascorbic Acid Equivalent (AAE) with 94.74% inhibition of free radical. The best treatment according to the organoleptic-parameters is using addition of maltodextrin 1%, tapioca 10% and citric acid 300 ppm and the color of shallot powder based on the Hue°-value is a reddish yellow.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

OPTIMASI BAHAN PENGISI

DAN

PENSTABIL TERHADAP

ANTIOKSIDASI FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK

TEPUNG BAWANG MERAH (

Allium ascalonicum

L)

WAHYU SRIMADANI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Optimasi Bahan Pengisi dan Penstabil terhadap Antioksidasi Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Bawang Merah (Allium ascalonicum L)

Nama : Wahyu Srimadani NIM : G84100037

Disetujui oleh

Prof Dr drh Maria Bintang, MS Pembimbing I

Dr Ir Setyadjit, MAppSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika MAppSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah inovasi pangan, dengan judul Optimasi Bahan Pengisi dan Penstabil terhadap Antioksidasi Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Bawang Merah (Allium ascalonicum L) .

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr drh Maria Bintang dan Bapak Dr Ir Setyadjit MAppSc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran terhadap penelitian ini. Di samping itu, terimakasih kepada Ibu Dini, Pak Idris, Pak Tri, Mba Ika, beserta staf, teknisi Di BB-Pascapanen, Teman-teman praktik lapang dan penelitian di BB-Pascapanen yang telah membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Apa, Ama, keluarga tercinta, GM-Bells, Keluarga Biokimia 47 serta kakak-kakak dan teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya hingga karya ilmiah ini selesai.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Metode 3

HASIL 8

PEMBAHASAN 18

SIMPULAN DAN SARAN 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 31

(10)

DAFTAR TABEL

1 Formula hasil kombinasi perlakuan dengan metode RSM 3 2 Hasil analisis organoleptik tepung bawang merah 16 3 Nilai prediksi variabel respon dari formula optimal 17

DAFTAR GAMBAR

1 Hasil optimasi variabel respon rendemen 8

2 Hasil optimasi variabel respon chromameter 9

3 Hasil optimasi variabel respon kadar air 10

4 Hasil optimasi variabel respon kadar abu 10

5 Hasil optimasi variabel respon kadar lemak 11

6 Hasil optimasi variabel respon kadar protein 12 7 Hasil optimasi variabel respon kadar serat kasar 12 8 Hasil optimasi variabel respon kadar vitamin C 13 9 Hasil optimasi variabel respon konsentrasi total fenol 14 10 Hasil optimasi variabel respon konsentrasi aktivitas antioksidan 14

11 Grafik persentase inhibisi radikal bebas 15

12 Hasil optimasi variabel respon persentase inhibisi radikal bebas 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambaran umum penelitian 31

2 Contoh Hasil analisis sidik ragam variabel respon chromameter

dengan RSM 32

3 Rendemen dan uji warna tepung bawang merah 32

4 Analisis proksimat tepung bawang merah 33

5 Analisis antioksidan, aktivitas, dan inhibisi radikal bebas 35

(11)

1

PENDAHULUAN

Bawang merah termasuk komoditas sayuran dataran rendah yang digunakan oleh konsumen rumah tangga sebagai bumbu masak sehari-hari, bahan baku industri makanan, dan obat-obatan (Rukmana 1994). Komposisi gizi bawang merah sangat kompleks dan bawang merah menjadi salah satu sumber utama flavonoid di banyak negara. Flavonoid lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi adalah flavon dan flavonol dengan C- dan glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C- dan O-O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida dan dihidroflanonol O-glikosida (Waji et al. 2009). Flavonoid berperan sebagai antioksidan. Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh radikal bebas yang terbentuk sebagai hasil metabolisme oksidatif, yaitu hasil reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi di dalam tubuh (Rohmatussolihat 2009). Antioksidan memiliki fungsi memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh, sehingga dapat menyelamatkan sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas (Hernani 2005). Antioksidan dapat melindungi tubuh dari penyakit degeneratif dan kerusakan sel (Winarsi 2007).

Bawang merah mengandung kuersetin dan turunan kuersetin lainnya. Selain itu, bawang merah memiliki senyawa bioaktif lainnya seperti fruktooligosakarida dan senyawa sulfur (Roldan et al. 2008). Berdasarkan penelitian Soebagio et al.(2007), ekstrak umbi bawang merah (Allium cepa L) mengandung senyawa flavonoid selain senyawa alkaloid, polifenol, seskuiterpenoid, monoterpenoid, steroid, dan terpenoid, serta kuinon. Senyawa aktif yang terdapat dalam bawang merah turut berperan dalam menetralkan zat-zat toksik yang berbahaya, sebagai antioksidan alami, mampu menekan efek karsinogenik dari senyawa radikal bebas, dan membantu mengeluarkan zat toksik yang ada di dalam tubuh (Jaelani 2007).

Reaksi pencoklatan adalah salah satu yang mengakibatkan kerusakan pada bawang merah. Warna coklat terjadi proses enzimatis yang dikatalisis oleh polifenol oksidase (PPO). Pencoklatan yang terjadi dapat menyebabkan penurunan mutu pada produk pangan (Hidayat et al. 2012). Pencoklatan enzimatis dapat dihambat dengan perlakuan asam, karena sifatnya menurunkan pH, sehingga mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim PPO (Lee 2006).

(12)

2

teknologi pengeringan drum dryer (pengering drum). Produk yang dihasilkan dengan alat ini berupa remahan ataupun bubuk kering (Tang et al. 2003) dan memiliki sifat mudah untuk direhidrasi kembali (Okos et al. 2007). Pengolahan tepung dengan pengering drum memerlukan bahan pengisi dengan tujuan mempercepat pengeringan, mencegah kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavour, meningkatkan total padatan, dan memperbesar volume (Gonnissen et al. 2008). Bahan pengisi yang ditambahkan adalah maltodekstrin dan tapioka. Sifat-sifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain mengalami dispersi cepat, memiliki sifat daya larut yang tinggi maupun membentuk film, sifat higroskopis yang rendah, sifat browning yang rendah, mampu menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat kuat. Tepung tapioka yang baik akan memberikan warna putih bersih pada tepung tersebut. Semakin putih tepung tapioka mutunya akan semakin baik. Tapioka yang lebih putih biasanya lebih diharapkan sebagai bahan baku (Situmorang 2013).

Penstabil yang ditambahkan dalam pengolahan bawang merah menjadi tepung adalah asam sitrat. Asam sitrat adalah asam organik yang ditambahkan dalam makanan yang berperan sebagai bahan pengawet karena mudah dicerna, mempunyai rasa yang menyenangkan, tidak beracun, dan mudah larut (Winarno 1992). Asam sitrat pada makanan juga berfungsi sebagai bahan pengemulsi, antioksidan, antikoagulan darah, dan mencegah adanya pencoklatan enzimatis (Fitriani et al. 2014). Hal inilah yang mendasari penelitian untuk mendapatkan tepung bawang merah dengan proses yang dapat mencegah kerusakan bahan dan meningkatkan nilai ekonomisnya. Tujuan dari penelitian adalah mengoptimasi penambahan bahan pengisi dan bahan penstabil pada proses pembuatan tepung bawang merah (Allium ascalonicum L) varietas Bima untuk mencegah kerusakan bawang merah sehingga dapat mempertahankan kandungan antioksidan, serta parameter mutu lainnya selama proses pengeringan. Penelitian ini bermanfaat menghasilkan konsentrasi maltodekstrin, tapioka, dan asam sitrat yang optimal sebagai bahan pengisi dan penstabil untuk pembuatan tepung bawang merah sehingga dapat meningkatkan harga ekonomis tepung bawang merah.

METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bawang merah segar varietas Bima, maltodekstrin, tapioka, bubuk asam sitrat, akuades, metanol PA, reagen Folin-Ciocalteau (Merck, Darmstadt, Germany), reagen 2.2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) (Sigma-Aldrich), selenium, H2SO4 97%, NaOH 30%, asam borat 4%, indikator brom cresol green dan methyl red (BCG MM), HCl 0.1008N, heksana, H2SO4 1.25%, kertas saring, dan NaOH 3.25% .

(13)

3 Shanghai Qianjian Instrument Co.), dan Kjeltec destilasi (Automatic Nitrogen Determinator, Shanghai Qianjian Instrument Co.).

Metode Pembuatan Tepung Bawang Merah

Pembuatan tepung bawang merah dengan kombinasi bahan pengisi dan penstabil yang ditambahkan adalah maltodekstrin, tapioka, dan asam sitrat. Optimasi dalam pembuatan tepung bawang merah menggunakan Response Surface Method (RSM). Jumlah persentase yang digunakan untuk maltodekstrin berkisar antara 0,3%-1% dari berat bawang merah, tapioka berkisar 3%-10% dari adonan, dan asam sitrat berkisar 150-300 ppm dari bawang merah. Formula yang dihasilkan dari rancangan tersebut dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1 Formula hasil kombinasi perlakuan dengan metode RSM

(14)

4

selanjutnya. Proses selanjutnya bubur bawang merah ditambahkan tepung tapioka dan bubuk asam sitrat, diaduk, dan dikukus menggunakan autoklaf pada suhu 100°C selama 15 menit. Selanjutnya bubur bawang merah dikeringkan menggunakan double drum dryer pada tekanan 1 atm, suhu dalam 180°C, suhu luar 60°C, dan kecepatan 2 rpm.

Uji Warna (Hongyan et al. 2012)

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter. Nilai yang ditunjukan oleh alat tersebut adalah nilai L, a, dan b Hunter yang telah dipergunakan secara luas untuk kolorimetri makanan, L adalah keterangan atau kecerahan, a adalah kemerahan atau kehijauan, dan b adalah kekuningan atau kebiruan. Ruang indeks psikometrik ringan menghasilkan L (0-100 = hitam-putih), a (positif untuk ke arah kemerahan dan negatif untuk arah warna pelengkap hijau), dan b (positif untuk kekuningan dan negatif untuk kebiruan). Nilai a dan b dapat digunakan untuk menghitung sudut ºHue (Hue= arctan (b/a)) dan nilai chromametric (C = (2a+2b) 1/2).

Tepung bawang merah diletakkan pada plastik transparan dengan latar belakang pelat kayu dilapisi warna putih. Alat tersebut mempunyai diameter 8 mm yang berfungsi menyebar iluminasi untuk melihat warna sampel. Alat dikalibrasi dengan lapisan plastik transparan yang dipakai untuk menaruh tepung bawang merah dengan latar belakang piringan putih standar.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap 20 sampel tepung bawang merah. Uji organoleptik dilakukan oleh 30 panelis semi-terlatih. Penilaian mutu organoleptik yang dilakukan pada setiap sampel merupakan uji skaling terhadap warna dan aroma. Dalam pengujian parameter pertama yang digunakan adalah warna tepung bawang merah. Dalam pelaksanaannya, panelis diminta memberikan tanda √ pada garis yang diberi skala 0 (pucat, gelap) sampai 10 (merah bawang, terang). Parameter selanjutnya adalah aroma. Skala yang digunakan adalah 0 (sangat lemah) sampai 10 (sangat kuat). Data organoleptik selanjutnya diolah menggunakan SPSS dan diperoleh tepung terbaik dari masing-masing parameter yaitu warna dan aroma. Tepung terbaik dilihat dari rata-rata tertinggi dari skala yang diperoleh dari 30 panelis.

Pengukuran Rendemen

Pengukuran rendemen dilakukan terhadap bawang merah segar dan tepung bawang merah. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan bobot ekstrak kering dengan bobot bawang merah segar. Rumus perhitungan rendemen dapat dilihat di bawah ini.

Rendemen ekstrak = hi g

w g x 100 %

(15)

5 dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Penimbangan dilakukan hingga diperoleh bobot yang tetap. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut: Pengukuran Kadar Abu (AOAC 2005)

Cawan porselen dikeringkan di dalam oven bersuhu 105°C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram kedalam cawan porselen. Cawan porselen dimasukkan kedalam tanur dan dipanaskan pada suhu 600°C selama 4-6 jam. Setelah proses pengabuan selesai, cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar abu = W1-W2 x 100%

W

Keterangan W = bobot sampel sebelum dikeringkan (g)

W1 = bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

Pengukuran Kadar Protein (AOAC 2012)

Pengukuran kadar protein menggunakan modifikasi dari metode AOAC Official 2001.11 . Sampel sebanyak 0.5-1 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal dan ditambahkan 1 g K2SO4, 0.4 mg HgO, dan 2 ml H2SO4 95%-98%. Sampel dididihkan dengan suhu 420°C selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml akuades. Ditambah larutan NaOH 40%sebanyak 8-10 ml, kemudian didestilasi. Gelas Erlenmeyer berisi 30 ml larutan H3BO3 4% dan 3 tetes indikator BCG-MR (campuran bromcresol green dan methyl red) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dibawah larutan H3BO3. Kondesat akan mengalami perubahan warna dari ungu menjadi hijau. Kondesat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.01 N yang telah distandarisasi. Titrasi dihentikan sampai terjadi perubahan warna menjadi kuning bening. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus:

%N= (ml HCl – ml blanko)x NHClx 14.007 x 100% Mg sampel

Kadar protein = %N x Faktor Konversi Keterangan: Faktor konversi = 6.25

Pengukuran Kadar Lemak (AOAC 2005)

(16)
(17)

7 dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL. Kemudian 12.5 mL metanol 100% (PA) ditambahkan ke dalam labu Erlenmeyer tersebut. Larutan tersebut di-shaker selama 3 jam. Setelah itu, larutan disaring dengan kertas saring tebal sehingga diperoleh larutan ekstrak sampelnya yang diletakkan di tabung reaksi. Uji antioksidan metode DPPH, sebanyak 0.5 mL ekstrak sampel/ standar asam askorbat dengan konsentrasi 6 ppm, 10 ppm, 14 ppm, 16 ppm, dan 18 ppm diletakkan ke dalam tabung reaksi 10 mL. Kemudian 7 mL metanol PA ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi sampel/standar. Reagen DPPH 50 µM sebanyak 2 mL dimasukkan dan dikocok hingga homogen. Inkubasi larutan uji di ruang yang gelap selama 90 menit. Absorbansi dibaca dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Konsentrasi aktivitas antioksidan terhadap asam askorbat ekuivalen sebagai berikut:

Penentuan Konsentrasi Total Fenol (Marinova et al. 2005)

Penentuan konsentrasi total fenol menggunakan modifikasi metode Marianova et al 2005. Persiapan sampel dilakukan dengan sebanyak 0.25 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL, lalu ditambahkan metanol 80% sebanyak 12.5 mL dan labu Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil dan di-shaker selama 30 menit. Setelah itu, larutan disaring dengan kertas saring tebal dan ekstraknya dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ekstrak tepung bawang merah siap dianalisis. Ekstrak diencerkan dengan 2 mL ekstrak ditambahkan akuades 8 mL. Total fenol pada ekstrak tepung bawang merah dengan metode Folin-Ciocalteau. Ekstrak 2 mL atau standar larutan asam gallat (5, 10, 15, 20, 25, 50, dan 75 ppm) dimasukkan ke tabung reaksi 250 mL. Larutan dicampurkan dengan 5 mL akuades. Reagen fenol Folin-Ciocalteu sebanyak 0.5 mL ditambahkan ke dalam larutan dan dikocok. Selama 30 menit didiamkan, 1 mL larutan Na2CO3 7% ditambahkan dan diinkubasi ditempat gelap selama 30 menit. Pengukuran absorbansi pada larutan blanko yaitu akuades dan larutan ekstrak pada panjang gelombang 725 nm dengan alat spektrofotometer UV-Vis. Konsentrasi total fenol terhadap asam gallat ekuivalen sebagai berikut:

Analisis Data

Untuk optimasi variabel respon dilakukan dengan menggunakan Response Surface Method (RSM) Design Expert 7.0®. Analisis dilakukan setelah input data hasil respon dari formulasi. Analisis ANOVA dapat dilakukan untuk melihat perbedaan nyata yang terdapat pada masing-masing variabel respon pada selang kepercayaan 95%. Hasil analisis ragam akan menyatakan variabel respon memiliki nilai yang berbeda nyata jika pada selang kepercayaan 95%, nilai P lebih kecil dari α=0,05. Variabel respon yang hasil analisis ragamnya memiliki perbedaan nyata dapat digunakan sebagai model prediksi dalam tahap optimasi.

Kosentrasi Aktivitas = ((Ablanko-Asampel)+0.002) x Volume total (mL) Antioksidan (ppmAAE) 0.003 x Bobot sampel (g)

(18)

8

Sedangkan variabel respon yang tidak berbeda nyata, tidak menjadi variabel utama dalam optimasi (Nurapriani 2010).

Setelah melakukan analisis berikutnya adalah optimasi formula pada Optimization. Pada bagian Optimization dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Numerical Optimization, Graphical Optimization, dan Point Prediction. Pada bagian Point Optimization terdapat formula yang disarankan program Design Expert 7.0® (Chandra 2011).

HASIL

Rendemen Tepung Bawang Merah

Berdasarkan hasil pengujian rendemen, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 9.699% -20.944%. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan signifikan dengan nilai p-value

“P >F’ e ih eci d i 0.05 (0.0007) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-value

“P <F” = 0.9955 bearti ada lack of fit not significant. Respon Permukaan yang

disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 1. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon rendemen. Warna biru menunjukkan nilai respon rendemen terendah yaitu 9.699% , sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon rendemen tertinggi yaitu 20.944% tetapi karena nilai respon rendemen tertinggi hanya terdapat beberapa nilai maka warna merah tidak begitu terlihat dari grafik. Rendemen tepung bawang merah tertinggi pada formula 12 dengan penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 12.39%, asam sitrat 225 ppm, sedangkan rendemen terendah pada formula 2 dengan penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 6.50%, asam sitrat 225 ppm (Lampiran 3).

Warna Tepung Bawang Merah Hasil Analisis Chromameter

Warna tepung bawang merah ditentukan dengan nilai °Hue. Berdasarkan Nilai °Hue warna tepung bawang merah pada semua formula berwarna kuning

(19)

9 kemerahan. Berdasarkan hasil pengujian chromameter, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 68.81-75.01 derajat. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan signifikan dengan nilai p-value

“P >F’ e ih eci d i 0.05 (0.0405) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-value

“P < F” = 0.4673 bearti ada lack of fit not significant. Respon Permukaan yang

disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 2. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik menunjukkan nilai respon chromameter. Warna biru menunjukkan nilai respon chromameter terendah yaitu 68.86°, sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon chromameter tertinggi yaitu 75.01° tetapi karena nilai respon chromameter tertinggi hanya terdapat beberapa nilai maka warna merah tidak begitu terlihat dari grafik. Chromameter tepung bawang merah tertinggi pada formula 10 dengan penambahan maltodekstrin 0.30%, tapioka 10%, asam sitrat 150 ppm, sedangkan chromameter terendah pada formula 17 dengan penambahan maltodekstrin 1.24%, tapioka 6.50%, asam sitrat 225 ppm (Lampiran 3).

Kadar Air

Berdasarkan hasil pengujian kadar air, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 6.800%-2.632%. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan tidak signifikan dengan nilai p-value

“P <F’ e ih es d i 0.05 (0.0798) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-value

“P < F” = 0.7431 bearti ada lack of fit not significant. Respon Permukaan yang

disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 3. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon kadar air. Warna biru menunjukkan nilai respon kadar air terendah yaitu 2.63%, sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon kadar air tertinggi yaitu 6.80%, tetapi karena nilai respon kadar air tertinggi hanya terdapat beberapa nilai maka warna merah tidak begitu terlihat dari grafik. Kadar air tepung bawang merah tertinggi pada formula 16 dengan penambahan maltodekstrin 0.3 %, tapioka 3 %, asam sitrat 150 ppm, sedangkan kadar air terendah pada formula 4 dengan penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 6.50%, asam sitrat 225 ppm (Lampiran 4).

(20)

10

Kadar Abu

Berdasarkan hasil pengujian kadar abu, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 0.789%-2.637%. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan signifikan dengan nilai p-value “P >F’ e ih eci d i 0.05 (<0.0001) dan untuk uji lack of fit diperoleh

p-v ue “P < F” = 0.0837 bearti ada lack of fit not significant. Respon Permukaan

yang disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 4. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon kadar abu. Warna biru menunjukkan nilai respon kadar abu terendah yaitu 0.789%, sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon kadar abu tertinggi yaitu 2.637%, tetapi karena nilai respon kadar abu terendah hanya terdapat beberapa nilai maka warna biru tidak begitu terlihat dari grafik. Kadar abu tepung bawang merah tertinggi pada formula 14 dengan penambahan maltodekstrin 0.65 %, tapioka 0.61 %, asam sitrat 225 ppm, sedangkan kadar abu terendah pada formula 12 dengan penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 12.39%, asam sitrat 225 ppm (Lampiran 4).

Gambar 3 Hasil optimasi variabel respon kadar air

(21)

11 Kadar Lemak

Hasil pengujian kadar lemak, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 0.3447%-0.6883%. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan tidak signifikan dan untuk uji lack of fit diperoleh

p-v ue “P < F” = 0.1410 bearti ada lack of fit not significant. Respon

Permukaan yang disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 5. Tidak terdapat perbedaan warna yang terdapat pada grafik. Warna biru menunjukkan nilai respon kadar lemak terendah yaitu 0.3447%, sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon kadar lemak tertinggi yaitu 0.6883%, tetapi karena nilai respon kadar lemak sebagian besar terdapat nilai yang rendah maka warna biru yang hanya terlihat dari grafik. Kadar lemak tepung bawang merah tertinggi pada formula 6 dengan penambahan maltodekstrin 0.65 %, tapioka 6.50 %, asam sitrat 351.13 ppm, sedangkan kadar lemak terendah pada formula 8 dengan penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 6.50%, asam sitrat 225 ppm (Lampiran 4)

Kadar Protein

Hasil pengujian kadar protein, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 5.9908%- 9.9474%. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan signifikan dengan nilai p-value “P >F’ e ih eci dari 0.05 (<0.0001) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-v ue “P < F” = 0.5661 bearti ada lack of fit not significant. Respon Permukaan yang disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 6. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon kadar protein. Warna biru menunjukkan nilai respon kadar protein terendah yaitu 5.9908%, sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon kadar protein tertinggi yaitu 9.9474%, tetapi karena nilai respon kadar protein tersebar merata maka hampir semua degradasi warna terlihat pada grafik. Kadar protein tepung bawang merah tertinggi pada formula 14 dengan penambahan maltodekstrin 0.65 %, tapioka 0.61 %, asam sitrat 225 ppm, sedangkan kadar protein terendah pada formula 12 dengan penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 12.39%, asam sitrat 225 ppm (Lampiran 4).

(22)

12

Kadar Serat Kasar

Hasil pengujian kadar serat kasar, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 2.1107%- 8.9244 %. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan tidak signifikan dan untuk uji lack of fit diperoleh p-v ue “P < F” = 0.0798 bearti ada lack of fit not significant (Lampiran 6). Respon Permukaan yang disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 7. Tidak terdapat perbedaan warna yang terdapat pada grafik. Warna biru menunjukkan nilai respon kadar serat kasar terendah yaitu 2.1107%, sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon kadar serat kasar tertinggi yaitu 8.9244%, tetapi karena nilai respon kadar serat kasar sebagian besar terdapat nilai yang rendah maka warna biru yang hanya terlihat dari grafik. Kadar serat kasar tepung bawang merah tertinggi pada formula 16 dengan penambahan maltodekstrin 0.3 %, tapioka 3%, asam sitrat 150 ppm, sedangkan kadar serat kasar terendah pada formula 5 dengan penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 6.50%, asam sitrat 225 ppm (Lampiran 4).

(23)

13 Kadar Vitamin C

Hasil pengujian kadar vitamin C, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 140.048- 325.727 mg/100g. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan signifikan deng n “P > F” e ih kecil dari 0.05 (0.0222) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-v ue “P > F” = 0.0354 bearti ada lack of fit significant . Respon Permukaan yang disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 8. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon kadar vitamin C. Warna biru menunjukkan nilai respon kadar vitamin C terendah yaitu 140.048 mg/100g, sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon kadar vitamin C tertinggi yaitu 325.727 mg/100g, tetapi karena nilai respon kadar vitamin C sebagian besar terdapat nilai yang rendah maka warna biru yang hanya terlihat dari grafik. Kadar vitamin C tepung bawang merah tertinggi pada formula 14 dengan penambahan maltodekstrin 0.65 %, tapioka 0.61%, asam sitrat 225 ppm, sedangkan kadar vitamin C terendah pada formula 7 dengan penambahan maltodekstrin 1%, tapioka 10%, asam sitrat 150 ppm (Lampiran 4).

Total Fenol

Berdasarkan hasil pengujian total fenol, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 4899.144- 10130.276 ppmGAE. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan signifikan deng n “P >

F” e ih eci d i 0.05 (0.0002) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-v ue “P <

F” = 0.1750 bearti ada lack of fit not significant. Respon Permukaan yang

disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 9. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon konsentrasi total fenol. Warna biru menunjukkan nilai respon konsentrasi total fenol terendah yaitu 4899.144 ppmGAE, sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon konsentrasi total fenol tertinggi yaitu 10130.276 ppmGAE, tetapi karena nilai respon konsentrasi total fenol tertinggi hanya terdapat beberapa nilai maka warna merah tidak begitu terlihat dari grafik. Konsentrasi total fenol tepung bawang merah tertinggi pada formula 14 dengan penambahan maltodekstrin 0.65 %, tapioka 0.61%, asam sitrat

(24)

14

225 ppm, sedangkan konsentrasi total fenol terendah pada formula 18 dengan penambahan maltodekstrin 1%, tapioka 10%, asam sitrat 300 ppm (Lampiran 5).

Aktivitas Antioksidan

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antioksidan, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 791.552- 913.856 ppm AAE. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan hw de y ng dih si n signifi n deng n “P ob>

F” e ih eci dari 0.05 (0.0033) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-v ue “P <

F” = 0.3023 bearti ada lack of fit not significant. Respon Permukaan yang

disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 10. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon aktivitas antioksidan. Warna biru menunjukkan nilai respon aktivitas antioksidan terendah yaitu 791.552 ppmAAE, sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon aktivitas antioksidan tertinggi yaitu 913.856 ppmAAE, tetapi karena nilai respon aktivitas antioksidan tersebar merata maka hampir semua degradasi warna terlihat pada grafik. Aktivitas antioksidan tepung bawang merah tertinggi pada formula 10 dengan penambahan maltodekstrin 0.30 %, tapioka 10%, asam sitrat 150 ppm, sedangkan aktivitas antioksidan terendah pada formula 14 dengan penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 0.61%, asam sitrat 225 ppm (Lampiran 5).

Gambar 9 Hasil optimasi variabel respon kosentrasi total fenol

(25)

15 Inhibisi Radikal Bebas

Berdasarkan hasil pengujian persentase inhibisi radikal bebas, rentang nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 83.041- 97.076. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan signifikan deng n “P >

F” e ih kecil dari 0.05 (0.0014) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-v ue “P <

F” = 0.2261 atau lebih besar dari α= 0.05 bearti ada lack of fit not significant. Respon Permukaan yang disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 12. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon inhibisi radikal bebas. Warna biru menunjukkan nilai respon persentase inhibisi radikal bebas terendah yaitu 83.041%, sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon persentase inhibisi radikal bebas tertinggi yaitu 97.076 %, tetapi karena nilai respon persentase inhibisi radikal bebas tersebar merata maka hampir semua degradasi warna terlihat pada grafik. Persentase inhibisi radikal bebas tepung bawang merah tertinggi pada formula 18, sedangkan inhibisi radikal bebas terendah pada formula 16 (Gambar 11).

Gambar 11 Inhibisi radikal bebas (%) 82.000

84.000 86.000 88.000 90.000 92.000 94.000 96.000 98.000

0 5 10 15 20 25

Inhibi

si

ra

dikal be

ba

s

(%

)

Formula

(26)

16

Hasil Analisis Organoleptik

Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan maltodekstrin, tapioka, dan asam sitrat pada pembuatan tepung bawang merah memberikan pengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 6) . Berdasarkan uji Duncan pada parameter warna (pucat-merah bawang), kecerahan (gelap-terang), aroma (sangat lemah-sangat kuat) terdapat beberapa data dari 20 sampel yang memiliki perbedaan nyata pada selang kepercayaan 95% (Tabel 2). Nilai rata-rata skala dari panelis terhadap warna tepung bawang merah berkisar antara 3.33-7.19. Warna tepung bawang merah yang mengarah warna merah bawang (skala tertinggi) dihasilkan oleh formula 15 yaitu dengan penambahan maltodekstrin 0.3%, tapioka 3%, dan asam sitrat 300 ppm.

Nilai rata-rata panelis terhadap kecerahan warna tepung bawang merah berkisar antara 2.29-7.56. Nilai kecerahan warna tepung bawang merah tertinggi (terang) dihasilkan pada formula 18 yaitu penambahan maltodekstrin 1%, tapioka 10%, dan asan sitrat 300 ppm. Nilai rata-rata panelis terhadap aroma tepung bawang merah berkisar antara 4.29-6.21. Nilai aroma tertinggi (kuat) dihasilkan oleh formula 16 dengan penambahan maltodekstrin 0.3%, tapioka 3%, dan asam sitrat 150 ppm.

Tabel 2 Hasil analisis organoleptik tepung bawang merah

Formula Maltodekstrin

(27)

17 Optimasi Penambahan Filler dan Asam Sitrat dalam Pembuatan Tepung Bawang Merah dengan Response Surface Method (RSM)

Hasil optimasi 20 formula yang diolah dengan menggunakan RSM menghasilkan nilai variabel respon yang diinginkan (Tabel 3). Formula yang direkomendasikan oleh RSM adalah formula dengan penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 6.5%, dan asam sitrat 225 ppm.

Pengujian formula terpilih diperoleh nilai °Hue pada formula 3, 5, 8 dan 19 (Lampiran 3 ) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal dari nilai prediksi, sehingga masih dapat diterima pada selang kepercayaan 95%. Pengujian formula terpilih diperoleh nilai rendemen pada formula 3, 4, 5, dan 8 (Lampiran 3) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal dari nilai prediksi, sehingga formula ini dapat diterima pada selang kepercayaan 95%. Pengujian formula terpilih diperoleh nilai kadar air, kadar abu, vitamin C, aktivitas antioksidan dan inhibisi radikal bebas pada semua formula terpilih (Lampiran 3,4, Grafik 13) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal dari nilai prediksi, sehingga dapat diterima pada selang kepercayaan 95%.

Pengujian formula terpilih diperoleh nilai kadar lemak, pada formula 2, 3, 4, 8, dan 19 (Lampiran 4) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal dari nilai prediksi, sehingga dapat diterima pada selang kepercayaan 95%. Pengujian formula terpilih diperoleh nilai kadar protein pada formula 3, 4, 5, dan 19 (Lampiran 4) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal dari nilai prediksi, sehingga dapat diterima pada selang kepercayaan 95%. Kadar serat kasar yang diperoleh lebih rendah dari batas minimal prediksi. Pengujian formula terpilih diperoleh nilai kadar serat kasar pada formula 4 (Lampiran 4) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal dari nilai prediksi, sehingga dapat diterima pada selang kepercayaan 95%. Pengujian formula terpilih diperoleh nilai kadar total fenol pada formula 2, 3, 4, 8, dan 19 (Lampiran 5) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal dari nilai prediksi, sehingga dapat diterima pada selang kepercayaan 95%. Sehingga diperoleh formula yang paling optimal adalah formula 4.

Tabel 3 Nilai prediksi variabel respon dari formula optimal

Variabel respon

Prediksi (selang kepercayaan 95%) Nilai

(28)

18

PEMBAHASAN Rendemen

Rendemen tepung bawang merah Bima yang tertinggi sebesar 20.944%. Perlakuan yang diberikan berpengaruh terhadap rendemen tepung bawang merah yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi penambahan maltodekstrin dan tapioka maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Hal ini disebabkan penambahan maltodekstrin mengakibatkan penambahan total padatan yang terdapat pada maltodekstrin, sehingga dapat menaikkan total padatan tepung bawang merah. Semakin tinggi total padatan pada bahan yang dikeringkan maka rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi (Badarudin 2006). Berdasarkan penelitian Kumalla et al. (2013), rendemen tepung santan akan meningkat dengan penambahan maltodekstrin. Hal ini disebabkan sifat maltodekstrin yang memiliki daya ikat yang besar terhadap air.

Tapioka yang ditambahkan pada pembuatan tepung bawang merah dapat meningkatkan rendemen. Penambahan tapioka berarti terjadi penambahan total padatan tepung bawang merah. Sehingga tingginya total padatan bahan yang akan dikeringkan ini meningkatkan rendemen yang dihasilkan. Asam sitrat berperan sebagai bahan pengawet, antioksidan, dan mencegah adanya pencoklatan enzimatis. Penambahan asam sitrat dalam konsentrasi yang kecil sehingga tidak menambah total padatan pada bahan yang akan dikeringkan.

Penentuan Warna

Warna tepung bawang merah Bima adalah kuning kemerahan. Perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh terhadap warna tepung bawang merah yang dihasilkan. Warna produk pangan yang baik adalah warna yang mendekati warna bahan mentahnya (Kadarani 2014). Perlakuan tapioka dapat memberikan warna yang baik pada tepung bawang merah. Hal ini dikarenakan tapioka berwarna cenderung putih, sehingga dapat memberikan warna yang cerah pada tepung bawang merah. Tapioka mampu melindungi antosianin pada bawang merah. Menurut Fellows (1990), antosianin sangat sensitif terhadap proses panas sehingga warnanya hilang dan meningkat menjadi coklat karena degradasi dan polimerisasi. Umumnya suhu lebih tinggi meningkatkan kehilangan dan kerusakan pigmen dalam bahan. Dengan adanya tapioka, maka bahan akan dibungkus oleh tapioka.

Penambahan maltodekstrin dapat meningkatkan kecerahan warna tepung bawang merah. Hal ini disebabkan warna maltodekstrin yang cenderung putih sehingga saat dicampurkan dengan bubur bawang merah akan memberikan warna yang cerah. Berdasarkan penelitian Yuliawaty, Susanto (2014), penambahan konsentrasi maltodekstrin yang semakin banyak maka derajat kecerahan warna juga semakin tinggi.

(29)

19 menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH seperti halnya pada asam asetat sehingga enzim PPO menjadi inaktif (Winarno 1992).

Kadar Air

Kadar air dalam produk pangan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi mutu suatu produk tepung. Semakin rendah kadar airnya, maka produk tepung semakin baik mutunya karena dapat memperkecil media untuk tumbuhnya mikroba yang dapat menurunkan mutu pada produk tepung (Triyono 2010). Kadar air tepung bawang merah varieas Bima terendah sebesar 2.632±0.147 %. Kadar air ini memberikan hasil yang lebih rendah dari penelitian sebelumya yaitu 3.80±0.14% (Kadarani 2014). Diduga penambahan konsentrasi maltodekstrin yang tinggi pada 20 formula menyebabkan kadar air menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena maltodektrin dapat meningkatkan total padatan bahan yang dikeringkan. Sehingga jumlah air yang diuapkan semakin sedikit, akibatnya peningkatan konsentrasi maltodekstrin akan menurunkan kadar air (Badarudin 2006). Jika dalam air (gugus hidroksil) maltodekstrin akan membentuk ikatan hidrogen dengan ikatan gugus hidroksil yang lain sesama monomer. Semakin banyak maltodekstrin yang ditambahkan semakin cepat pengkristalan dan penguapan air semakin cepat, sehingga kadar air bahan akan semakin rendah (Gustavo, Canovas 1999).

Tapioka yang ditambahkan berpengaruh terhadap kadar air pada tepung bawang merah. Semakin tinggi ditambahkan tapioka maka kadar air menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena kemampuan molekul-molekul pati telah mengalami kerusakan, disebabkan proses gelatinisasi sebelumnya (Hartati 2006). Menurut Winarno (1992), jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati yang sangat besar menyebabkan kemampuannya menyerap air sangat besar. Asam sitrat juga berpengaruh terhadap kadar air, karena asam sitrat berbentuk kristal anhidrat yang bebas air atau berupa kristal mohohidrat yang mengandung satu molekul air. Jika dipanaskan diatas suhu 175°C akan terurai (terdekomposisi) dengan melepaskan karbon dioksida (CO2) dan air (H2O), sehingga dapat meningkatkan kadar air (Steven 2013).

Kadar Abu

(30)

20

bervalensi lebih tinggi, namun tidak mempengaruhi nilai gizinya. Meskipun beberapa komponen pangan rusak dalam proses pemanasan pangan, proses tersebut tidak mempengaruhi kandungan mineral dalam bahan pangan (Ramadhia et al. 2012).

Menurut Tjokroadikoesumo (1986) dalam Ariyani (2010), mineral yang ada di dalam tapioka jumlahnya sangat sedikit karena hampir seluruh komponen penyusunnya adalah pati. Tapioka merupakan pati hasil ekstraksi dari ubi kayu yang dalam proses pembuatannya dilakukan pemurniaan, sehingga komponen-komponen selain pati tidak ada. Dan bawang merah 100 gram umbi mengandung mineral kalium 334 mg, zat besi sekitar 0.8 mg, dan fosfornya 40 mg (Wibowo 2007). Penambahan asam sitrat pada penelitian diduga dapat menurunkan kadar abu. Mineral dalam suasana asam mengakibatkan terikatnya mineral pada lemak akan turut berkurang sebanding dengan rusaknya lemak, karena suasana asam tersebut mineral-mineral ini akan bergabung dengan zat organik yang hilang dari bahan (Supirman et al 2013).

Kadar Lemak

Kadar lemak tepung bawang merah Bima tertinggi pada penelitian ini sebesar 0.688±0.220 %. Kandungan lemak pada tepung bawang merah termasuk kecil dibandingkan kadar lemak tepung bawang merah dari penelitian sebelumnya sebesar 1.77±0.23 % (Kadarani 2014). Rendahnya kadar lemak tepung bawang merah ini diakibatkan karena kandungan kadar lemak dari bawang merah segar yang rendah yaitu 0.3 gram (BKPPP 2012). Selain itu kadar lemak pada tepung tapioka juga rendah yaitu sebesar 0.5% (Muller et al. 1975 dalam Situmorang 2013). Menurut Supirman et al. (2013), penambahan asam organik dapat menyebabkan terjadinya hidrolisa asam terhadap lemak. Menurut Wijatmoko (2004), perlakuan kimia dengan penambahan asam organik yaitu asam sitrat dan asam askorbat dapat menurunkan kadar lemak. Selain itu, perbedaan penanganan bahan baku sebelum pengolahan, alat pengering yang digunakan. Menurut Supardjo (2010) jumlah nutrisi dalam tanaman berbeda-beda tergantung pada umur fisiologis, kondisi agronomis, dan lingkungan walaupun tanaman tersebut masih dalam varietas sama.

Menurut Winarno (2002), lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein, maka lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Bahkan lemak dan minyak sering ditambahkan dalam berbagai bahan makanan yang bertujuan untuk menambah kalori, memperbaiki tekstur, dan cita rasa pangan. Menurut Hermanto et al (2011), lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedang karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram (Raharjo 2004).

Kadar Protein

(31)

21 Agency of Japan 2002). Kadar protein yang tinggi dapat menyebabkan viskositasnya menurun. Tingginya protein mengakibatkan granula pati melekat pada matriks protein yang dapat menurunkan kemampuan swelling power granula pati sehingga interaksi pati dan air menurun (Aprianita et al 2009). Kandungan protein menjadi meningkat diduga pengaruh penambahan tapioka, karena tapioka mengandung kadar protein sebesar 1.1% (Muller et al. 1975 dalam Situmorang 2013). Sedangkan kadar protein bawang merah segar hanya 1.5 g (BKPPP 2012) . Berdasarkan penelitian Supirman et al. (2013), penambahan asam sitrat dapat menurunkan pH pada produk. pH asam dapat mempertahankan kadar protein, diduga karena asam dapat menekan reaksi pencoklatan yang dapat merusak protein. Menurut Hawab (2003), semakin banyak asam amino akan meningkatkan kadar protein. Asam sitrat merupakan asam yang mampu menghambat reaksi pencoklatan yang terkandung dalam bawang merah.

Kadar Serat Kasar

Kadar serat kasar tepung bawang merah Bima tertinggi pada penelitian ini sebesar 8.924±1.291 %. Formula yang menghasilkan kadar serat kasar tertinggi mengandung maltodekstrin 0.30%, tapioka 3%, dan asam sitrat 150 ppm. Pada penelitian ini semakin tinggi penambahan bahan pengisi dan asam sitrat maka kadar serat kasar menurun. Hasil yang diperoleh berbeda dengan penelitian Ramadhia et al. (2012) yang menyatakan bahwa peningkatan kasar serat disebabkan karena adanya penambahan maltodekstrin dan tween 80. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada tapioka dan maltodekstrin dapat meningkatkan kadar serat kasar. Menurut Muller et al. (1975) dalam Situmorang (2013), tapioka mempunyai kandungan serat kasar sebesar 3.5%. Kandungan serat per 100 gram yang terdapat pada bawang merah adalah 0.6% (IPB 2013).

Kadar Vitamin C

Kadar vitamin C tepung bawang merah Bima diperoleh sebesar 325.727±18.152 mg/100g. Kadar vitamin C tepung bawang merah yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu sebesar 64.9964±5.3013 mg/100g (Kadarani 2014). Suhu berpengaruh terhadap resistensi vitamin C, bawang merah termasuk sayuran yang mengandung udara di dalamnya dan diproses pada suhu tinggi akan merusak vitamin C-nya (Budiyati, Haryani 2004). Kadar vitamin C paling tinggi terdapat pada penambahan maltodekstrin 0.65 %, tapioka 0.61%, dan asam sitrat 225 ppm. Penambahan maltodekstrin, tapioka, dan asam sitrat dengan konsentrasi yang kecil sudah dapat melindungi vitamin C yang terdapat dalam bawang merah. Semakin banyak penambahan maltodekstrin dan tapioka maka kadar vitamin C akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena komposisi maltodekstrin dan tapioka tidak mempunyai kandungan vitamin C tapi mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi.

(32)

22

Asam sitrat pada keadaan suhu rendah, lemak dan minyak yang terkandung di dalamnya bekerja sebagai penghambat logam katalis oksidasi (Fitriani et al. 2014).

Total Fenol

Tepung bawang merah Bima memiliki konsentrasi total fenol tertinggi sebesar 10130.276±2148.177 ppm GAE. Konsentrasi total fenol yang dihasilkan dari penelitian ini lebih tinggi dibandingkan total fenol tepung bawang merah varietas Sembrani yaitu sebesar 426.98±66.11 ppm (Kadarani 2014). Pengujian aktivitas total fenol dilakukan untuk melakukan pengujian aktivitas antioksidan, karena senyawa fenolik telah terbukti berperan dalam mencegah terjadinya peristiwa oksidasi. Pengukuran antioksidan yang terdapat di dalam tanaman dilakukan dengan mengukur kadar total fenolik menggunakan reagen Folin-ciocalteau (Hardian et al. 2012). Prinsip analisis total fenol didasarkan pada perubahan warna senyawa fosfomolibdat-fosfotungsat (hijau) dari reagen folin mengoksidasi senyawa fenol dalam sampel menghasilkan senyawa molybdenum-tungsen (biru) sehingga dapat ditentukan secara spektrofotometri (Yuliawaty, Susanto 2014).

Konsentrasi total fenol tertinggi terdapat pada penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 0.61%, dan asam sitrat 225 ppm. Penambahan maltodekstrin dan tapioka yang semakin tinggi menyebabkan terjadinya penurunan kadar total fenol karena semakin banyaknya total padatan yang terkandung dalam bahan. Menurut Yuliawaty, Susanto (2014), maltodekstrin dan tapioka berwarna putih sedangkan warna kompleks adanya senyawa fenol berwarna biru sehingga ketika diukur dengan spektrofotometer intensitasnya warna biru menjadi berkurang sehingga kadar total fenol menjadi cenderung menurun. Tapi penambahan maltodekstrin dan tapioka juga melindungi senyawa antioksidan yang terdapat di dalam bahan. Hal ini dibuktikan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian Kadarani (2014) tidak mengunakan bahan pengisi sehingga total fenol yang terukur semakin sedikit.

Asam sitrat yang ditambahkan pada proses pembuatan tepung bawang merah aman untuk kesehatan, selain itu dapat menghambat reaksi pencoklatan. Reaksi pencoklatan terjadi jika terdapat enzim poliphenol oksidase, oksigen, substrat, dan logam tembaga (Cu). Poliphenol oksidase mengandung protein yang terdapat Cu pada sisi aktifnya. Enzim ini termasuk golongan oksidoreduktase, dimana oksigen berfungsi sebagai akseptor hidrogen (Eskin et al. 1990). Dalam reaksi enzim PPO asam sitrat mengkelat yang dapat mengikat logam-logam divalen seperti Cu2+, Mn2+, Mg2+, dan Fe2+. Asam sitrat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga mengalahkan sifat dan pengaruh logam yang buruk terhadap bahan pangan dan dapat menstabilkan warna, cita rasa, dan tekstur (Winarno 1992). Hasil penelitian Hidayat et al. (2012), penggunaan asam sitrat dalam pengolahan lada hijau kering efektif menghambat reaksi pencoklatan. Perlakuan asam sitrat ini dapat menurunkan pH sehingga dapat menurunkan aktivitas enzim PPO. pH optimum enzim PPO berkisar antara 4-7 (Eskin 1990).

(33)

23 pada ikatan fenol. Senyawa fenol digolongkan menjadi tannin, kumarin, kuinon, flavonoid, antosianin, floroglusinol, dan lignan (Lagho 2010).

Aktivitas Antioksidan

Tepung bawang merah Bima memiliki konsentrasi aktivitas antioksidan tertinggi sebesar 913.856±35.599 ppm AAE. Konsentrasi aktivitas antioksidan yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu sebesar 229.2080±1.8106 μg/ L (Kadarani 2014). Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1picryhydrazyl). Radikal DPPH adalah radikal bebas yang stabil yang menerima sebuah elektron atau hidrogen untuk diubah menjadi molekul diamagnetik. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil dengan absorbansi maksimal pada panjang gelombang 515-517 nm (Yuliawaty, Susanto 2014).

Konsentrasi aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada penambahan maltodekstrin 0.30%, tapioka 10.00%, dan asam sitrat 150 ppm. Penambahan maltodekstrin dapat melindungi antioksidan yang terdapat di dalam bahan. Tapi peningkatan maltodekstrin yang ditambahkan akan menurunkan aktivitas antioksidan karena bertambahnya total padatan dalam suatu bahan, maka aktivitas antioksidan yang terukur semakin kecil (Yuliawaty, Susanto 2014). Tapi pada penambahan tapioka yang tinggi pada penelitian ini meningkatkan aktivitas antioksidan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa tingginya penambahan tapioka mengakibatkan aktivitas aktioksidan menjadi kecil sekali hingga tidak terdeteksi. Hal ini mungkin disebabkan karena penambahan tapioka yang tinggi mengakibatkan meningkatnya total padatan sehingga aktivitas antioksidan yang terukur menjadi semakin rendah (Setyadjit 2013).

Asam sitrat yang ditambahkan berlebihan juga tidak bagus untuk produksi tepung bawang. Penambahan asam sitrat yang tinggi dapat menurunkan konsentrasi aktivitas antioksidan. Menurut Supirman et al. ( 2013), penambahan asam jeruk nipis yang bersifat asam yang mengakibatkan rendahnya pH pada bahan dapat menurunkan aktivitas antioksidan yang terkandung dalam bahan. Berdasarkan hasil penelitian Andarwulan et al (2010), meningkatnya pH maka konsentrasi ion hidrogen dalam sampel menurun, sehingga terjadi pelepasan ion hidrogen oleh senyawa fenolik (antioksidan) pada sampel, dimana makin meningkatnya pH maka aktivitas antioksidan makin meningkat.

Persentase inhibisi radikal bebas pada tepung bawang merah Bima tertinggi pada perlakuan maltodekstrin 1%, tapioka 10%, asam sitrat 300 ppm yaitu sebesar 97.076±1.013 %. Hasil penelitian yang diperoleh lebih tinggi dari penelitian sebelumnya, persentase inhibisi radikal bebas pada tepung bawang merah varietas Bima sebesar 84.18±0.98% (Kadarani 2014). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan maltodekstrin, tapioka, dan asam sitrat dapat melindungi antioksidan yang terdapat di dalam bahan.

Analisis Organoleptik

Warna

(34)

24

Panelis memberi skala tinggi pada formula ini karena warna yang dihasilkan mendekati warna bawang merah segar yang digoreng lebih coklat. Semakin banyak penambahan maltodekstrin dan tapioka maka warna tepung yang dihasilkan agak pucat. Hal ini disebabkan karena penambahan maltodekstrin dan tapioka yang sedikit mengakibatkan bahan yang dipanaskan tidak terlindungi sempurna. Perubahan warna tersebut disebabkan karena zat warna alami pada bahan tidak tahan terhadap suhu tinggi. Penambahan bahan pengisi yang tidak maksimal mengakibatkan terjadi reaksi Maillard. Reaksi Maillard dapat terjadi antara amin, asam amino dan protein dengan gula pereduksi, aldehida atau keton. Reaksi Maillard inilah yang terjadi pada reaksi pencoklatan jika makanan dipanaskan (Eskin et al.1990).

Kecerahan warna tepung bawang merah yang mendapat skala tertinggi dari panelis adalah penambahan maltodekstrin 1%, tapioka 10%, dan asam sitrat 300 ppm. Panelis memberi skala tinggi pada formula ini karena kecerahan warna yang dihasilkan mendekati terang atau tidak berwarna coklat gelap. Penambahan bahan pengisi menjadi lapisan pelindung dari bahan yang dikeringkan, sehingga semakin tinggi penambahan bahan pengisi maka pencoklatan non enzimatis dapat diminimalkan. Bahan yang dikeringkan akan terbungkus oleh bahan pengisi.

Penambahan asam sitrat berperan dalam warna tepung bawang merah yang disukai panelis. Peran penting dari asam sitrat disini adalah sebagai penghambat terjadinya pencoklatan enzimatis yang diakibatkan oleh enzim PPO (Winarno 2002). Berdasarkan penelitian Djubaedah et al. (2004), asam sitrat berperan sebagai pengawet selama proses penyimpanan. Asam sitrat menghasilkan derajat warna lebih tinggi dari penambahan jenis asam asetat. Perlakuan asam sitrat menghasilkan pH lebih tinggi sehingga dapat menaikkan pH mendekati basa. Menurut Winarno (2002), kerusakan klorofil dapat dicegah dengan menaikkan pH mendekati basa, sehingga perubahan warna dapat dicegah.

Aroma

Aroma tepung bawang merah yang mendapat skala tertinggi dari panelis adalah penambahan maltodekstrin 0.3%, tapioka 3%, dan asam sitrat 150 ppm. panelis memberi skala tertinggi pada formula ini karena aroma tepung bawang merah yang dihasilkan mendekati sangat kuat. Semakin tinggi penambahan bahan pengisi maka aroma yang dihasilkan menurun. Hal ini disebabkan karena bahan yang dikeringkan terbungkus maksimal oleh bahan pengisi. Sehingga aroma bawang merah menjadi berkurang dikarenakan maltodekstrin dan tapioka mampu melindungi senyawa volatile, melindungi stabilitas flavor selama proses pengeringan. Menurut Susilo (2013) Penambahan bahan pengisi ini akan mempertahankan senyawa volatil pada bahan baku sehingga produk yang dihasilkan memiliki aroma yang baik.

(35)

25

Optimasi Penambahan Filler dan Asam Sitrat dalam Pembuatan Tepung Bawang Merah dengan Menggunakan Response Surface Method (RSM)

Response Surface Method merupakan metode analisis regresi yang digunakan untuk memprediksi nilai variabel respon berdasarkan variabel eksperimental terkontrol (Meilgaard et al. 2007). RSM berperan dalam mengembangkan, meningkatkan atau mengoptimalkan kualitas proses atau produk (Myers et al. 2002). Hasil optimasi dari 20 formula yang diolah menggunakan RSM menghasilkan variabel respon berupa yang paling sesuai dengan nilai variabel respon yang diinginkan.

Optimasi formula pada optimazition pada bagian Point Prediction terdapat formula saran yang disarankan program Design Expert 7.0® yang menyesuaikan sesuai kriteria yang dimasukkan dan desirability. Formula dengan tingkat desirability tertinggi akan menempati posisi teratas dari berbagai saran yang ditawarkan. Semakin tinggi tingkat desirability, maka hasil respon akan semakin mendekati nilai yang diprediksi (Chandra 2011).

Formula yang menempati posisi tertinggi yang disarankan RSM adalah formula penambahan maltodekstrin 0.65%, tapioka 6.5%, dan asam sitrat 225 pmm dengan nilai prediksi pada tabel (3). Berdasarkan hasil optimasi dengan RSM diperoleh formula 4 paling optimal. Hal ini dibuktikan dengan dihasilkannya nilai aktual dari 11 parameter yang diujikan mendekati nilai prediksi. Perlakuan ini memiliki rendemen 15.442 %, kadar air 2.632±0.147 %, kadar abu 2.138±0.106 %, kadar lemak 0.448±0.077 %, kadar protein 8.018±0.534 %, kadar serat kasar 4.416±1.094 %, vitamin C 150.231±5.004 mg/100g, konsentrasi total fenol 6327.420±859.211 ppm GAE, konsentrasi aktivitas antioksidan 902.705±22.933 ppm AAE dengan persentase inhibisi radikal bebas 94.737±1.754 %.

SIMPULAN DAN SARAN

(36)

26

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2012. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc.

[BKPPP] Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan. 2012. Data kandungan gizi bahan pangan dan hasil olahannya. [Internet]. [Diunduh 2014 Juni 03]. Tersedia: http://bkppp.bantulkab.go.id/dokumen/cat/1.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi cabai besar, cabai rawit, dan bawang merah tahun 2012. Berita Resmi Statistik No. 54/08/Th. XVI.

[IPB] Institut Pertanian Bogor. 2013. Serat [Internet]. [2014 Mei 30]. Tersedia: www.klikdokter.com.

[Science and Technology Agency of Japan]. 2002. Standard table of food compotition in Japan. Ministry of Finance Printing Bureau, Inc. Japan.

Andarwulan N, Batari R, Sandrasari DA, Bolling B, Wijaya H. 2010. Flavonoid content and antioxidant activity of vegetables from Indonesia. J Food Chem 121: 1231-1235.

Anjani G. 2003. Perubahan karakteristik fisik dan kimia gel Aloe vera LIIN. Selama penyimpanan pasca panen dan pengaruh penambahan asam askorbat dan asam sitrat terhadap aktivitas enzim poliphenol oksidase (PPO) [skripsi]. Bogor (ID): Gizi masyarakat dan sumberdaya keluarga, fakultas pertanian, IPB. Aprianita A, Purwandari U, Watson B, Vasiljevic T. 2009. Physico-chemical

properties of flours and starches from selected commercial tubers available in Australia. J Internat Food Research 16: 507-520.

Badarudin T. 2006. Penggunaan maltodekstrin pada yogurt bubuk ditinjau dari uji kadar air keasaman, pH, rendemen, reabsorpsi uap air, kemampuan keterbasahan, dan sifat kedispersian [skripsi]. Malang (ID): Program studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya.

Budiyati CS, Haryani K. 2004. Pengaruh suhu terhadap kadar vitamin C pada pembuatan tepung tomat. Di dalam: Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. Semarang (ID): Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Chandra T. 2011. Studi pengaruh jenis bahan pengisi terhadap kelekatan seasoning pada produk kacang oven di PT Tudung Putra-Putri Jaya [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertaniaan, Institut Pertanian Bogor.

(37)

27 Dwihandita N. 2009. Perubahan kandungan antioksidan anggur laut (Caulerpa racemosa) akibat pengolahan [skripsi]. Bogor (ID): Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Eskin NAM, Henderson HM, Towsend J. 1990. Biochemistry of Food (2nded). Canada: Departement of Foods and Nutrition, The University of Mannitoba.

Fellows P. 1990. Dehydration In Encyclopedia of Food Science and Technology.

Volume 1. New York (USA): Jhon Wiley and Sons, Inc.

Fitriani P, Niar F, Alice FM, Pingki CS, Adinda MK. 2014. Asam sitrat sebagai pengawet alami dalam permen [Internet]. [diunduh 2014 Februari 13]. Tersedia pada: www. Ift.or.id.

Gonnissen Y, Remon JP and Vervaet C. 2008. Effect of maltodextrin and superdisintegrant in directly compressible powder mixtures prepared via co-spray drying. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 68:277–282.

Gustavo V, Canovas B. 1999. Food Powders: Physical Properties, Processing,

and Functionality. Texas (USA): Springer publisher.

Hardian R, Rudiyansyah, Zaharah TA. 2012. Aktivitas Antioksidan Senyawa Golongan Fenol dari Beberapa Jenis Tumbuhan Famili Malvaceae. J Kim Khatulist 1(1) :8-13.

Hartati P. 2006. Pengaruh penambahan berbagai jenis bahan pengikat terhadap mutu nugget rajungan. J Agrisistem 2(1): 1-5.

Hawab. 2003. Pengantar Biokimia. Malang (ID): Bayumedia.

Hermanto S, Muawanah A dan Wardhani P. 2011. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan. J Kimia UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 42:262 – 268.

Hernani, Raharjo M. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta (ID): Penebar Swadya.

Hidayat T, Risfaheri, Kailaku SI. 2012. Pengaruh konsentrasi dan waktu perendaman dalam asam sitrat terhadap mutu lada hijau kering. J.Pascapanen 9 (1): 45-53.

Hongyan et al. 2012. Highly pigmented vegetables: anthocyanin compositions and their role in antioxidant activities. J. Food Research Internat. 46(1): 250-259.

Husien HS. 2009. Pengeringan bekatul terstabilisasi menggunakan alat pengering drum dryer dan perubahan mutunya selama penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Jaelani. 2007. Khasiat Bawang Merah. Yogyakarta: Kanisius.

Kadarani D. 2014. Optimasi perendaman natrium bisulfit dan asam askorbat pada proses pembuatan tepung bawang merah (Allium ascalonicum L.) [skripsi].

(38)

28

Kumalla L, Sumardi HS, Hermanto MB. 2013. Uji performansi pengering semprot tipe buchi B-290 pada proses pembuatan tepung santan. J Biopros

Komodit Tropis 1(1): 44-53.

Lagho ABA. 2010. Pembuatan Basis Data Struktur Tiga Dimensi Senyawa Kimia Dari Tanaman Obat Di Indonesia. Depok (ID): Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.

Lee KM. 2006. Inhibitory effect of banana polyphenol oxidase during ripening of banana by onion extract and Maillard reaction products. J Food Chem. 102(2007): 146-149.

Marinova D, Ribarova F, Atanassova M. 2005. Total phenolics and total flavonoids in bulgarian fruits and vegetables. J Univers of Chem Technol and Metal 40(3): 255-260.

Meilgaard MC, Civelle GV, Carr BT. 2007. Sensory Evaluation Technigues 4th edition. Boca Raton (USA): CRC Press.

Muller Z, KC Chou, KC Nuh. 1975. Cassava As A Total Substitute for Cereals In Livestock And Pultry Ratio. Proceeding Of The Conference In Animal Feeds of Tropical And Subtropical Origin Held At London School Of Pharmacy, April 1974. Tropical Products Instiute, 78: 85-95. Dalam : Situmorang TFH. 2013. Memperpanjang Umur Simpan Bakso Sapi dengan Pelapisan Tapioka dan Pati Sagu. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Myers, Raymond H, Montgomery DC. 2002. Response Surface Methodology: Process and Product Optimazation Using Designed Experiment. A Wiley-Interscience Publication.

Okos MR, O Campanella, G Narsimhan, RK Singh, dan AC Weitnauer. 2007. Food dehydration. Di dalam. Heldmand DR. dan DB Lund. (Ed). Handbook of Food Engineering, 2nd Edition. Boca Raton (USA): CRC Press.

Raharjo S. 2004. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Yogyakarta (ID): Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM.

Ramadhia M, Kumalaningsih S, Santoso I. 2012. Pembuatan tepung lidah buaya (Aloe vera L.) dengan metode Foam-mat Drying method. J Teknol Pertanian 13(2): 125-137.

Romatussolihat. 2009. Antioksidan, penyelamat sel-sel tubuh manusia. J BioTrends 4(1): 5-9.

Roldan E, Moreno CS, Acnos Bd, Cano MP. 2008. Characterisation of onion (Allium cepa L.) by-products as food ingredients with antioxidant and antibrowning properties. J Food Chem (108): 907-916.

Rukmana R. 1994. Bawang Merah: Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Gambar

Tabel 1 Formula hasil kombinasi perlakuan dengan metode RSM
Gambar 1 Hasil optimasi variabel respon rendemen
Gambar 3 Hasil optimasi variabel respon kadar air
Gambar 5 Hasil optimasi variabel respon kadar lemak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa implementasi kebijakan adalah melaksanakan undang-undang dalam bentuk program kerja yang lebih operasional oleh aktor/implementor

Maka penulis akan fokus pada pembahasan tentang pemahaman suami di Desa Bandungharjo Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara terhadap sighat taklik talak dan keterkaitan

Rekomendasi umum ini bermaksud memberikan kontribusi bagi pemenuhan kewajiban Negara Peserta untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia perempuan pekerja

Berdasarkan berbagai pertimbangan dan pandangan yang telah disampaikan sebelumnya maka tujuan utama penelitian ini adalah (1) menghasilkan buku berupa PSB de-ngan

Akan tetapi, berbagai riset tentang praktik pilkada selama satu dekade terakhir menemukan bahwa ranah kebebasan politik yang diimpikan tersebut ternyata telah 'dibajak'

Prinsip-prinsip latihan yang telah diterapkan secara optimal oleh setiap pelatih baik untuk latihan penguasaan teknik dasar (kihon) karate akan memperlihatkan suatu hasil

“Morphological, Thermal, and Mechanical Properties of Starch Biocomposite Film Reinforced by Cellulose Nanocrystals From R ice Husks”. Y., John

Glok dan Stark (1966) membagi aspek religius dalam lima dimensi sebagai berikut: 1) Religius belief (aspek keyakinan), yaitu adanya keyakinan terhadap Tuhan dan