• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Ekowisata di Kebun Raya Cibodas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Ekowisata di Kebun Raya Cibodas"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA DUKUNG EKOLOGIS DAN PSIKOLOGIS

EKOWISATA DI KEBUN RAYA CIBODAS

WULANDARI DWI UTARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Ekowisata di Kebun Raya Cibodas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesisi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

(4)
(5)

RINGKASAN

WULANDARI DWI UTARI. Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Ekowisata di Kebun Raya Cibodas. Dibimbing oleh RICKY AVENZORA dan TUTUT SUNARMINTO.

Kebun Raya Cibodas (KRC) sebagai salah satu target tujuan wisata terutama oleh penduduk kota besar di sekitarnya seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Karawang serta pengunjung dari berbagai negara. KRC tidak hanya berfungsi sebagai tempat konservasi eksitu berbagai jenis tumbuhan, tetapi juga memiliki sumberdaya rekreasi yang menarik minat orang untuk berekreasi. Selain karena sumberdaya rekreasinya, posisi KRC yang strategis di kawasan Puncak dan berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menjadikan KRC memiliki keunikan dan kelengkapan daya tarik yang membuat wisatawan tidak pernah bosan untuk kembali berkunjung ke KRC sehingga jumlah wisatawan di KRC tetap terus meningkat.

Peningkatan jumlah wisatawan yang terjadi di Kebun Raya Cibodas (KRC) dalam satuan waktu yang sama, akan mempengaruhi kondisi ekologis kawasan dan psikologis wisatawan, sehingga bila daya dukung area ekowisata KRC tidak diperhatikan, dipastikan dalam jangka waktu panjang secara terus menerus akan timbul kerusakan kondisi ekologis kawasan dan gangguan kondisi psikologis wisatawan yang dapat dicirikan dari sisi kepuasan wisatawan yang semakin menurun dan untuk itulah penelitian ini dilakukan. Penelitian bertujuan untuk menganalisis karakteristik, motivasi dan persepsi wisatawan KRC, kemudian menganalisis dampak ekologis langsung pada tapak KRC sebagai kawasan ekowisata dengan tingkat kunjungan yang tinggi serta menganalisis dan merumuskan nilai daya dukung fisik dan riil tapak kawasan KRC, dengan pendekatan ekologis dan psikologis wisatawan.

Metode pengamatan langsung digunakan untuk mengetahui kondisi ekologis tapak (biotik dan abiotik) dan pengamatan wisatawan baik pengamatan jumlah keluar-masuk wisatawan, luas penggunaan ruang serta lama waktu setiap aktivitas wisatawan di dalam KRC berdasarkan periode waktu yang telah ditentukan. Data psikologis wisatawan (karakteristik, motivasi, dan kepuasan) menggunakan kuesioner close-ended, secara random sampling dengan jumlah minimal 30 responden dalam setiap periode waktu dan hari pengamatan. Analisis daya dukung mengacu pada Cifuentes (1992) dalam Ceballos-Lascurain (1996), yang mengukur nilai daya dukung dari suatu tapak wisata berdasarkan daya dukung fisik (Physical Carrying Capacity/PCC) dan daya dukung riil (Real Carrying Capacity/RCC).

(6)

udara segar, demikian juga tingkat kepuasan wisatawan pada peak visit dan condensed visit. Tetapi pada low visit, tingkat kepuasan tertinggi wisatawan adalah untuk menikmati pemandangan alam. Berdasarkan analisis ternyata tingkat kepuasan wisatawan tidak dipengaruhi oleh perubahan periode waktu yang berkaitan dengan perubahan jumlah wisatawan atau kepadatan wisatawan di dalam area KRC.

Rerata keseluruhan kebutuhan ruang wisatawan KRC untuk kegiatan rekreasi dan wisata, berdasarkan keenam kegiatan yaitu piknik, duduk, makan, bermain, berkumpul dan foto-foto, adalah 2.3395 m2/wisatawan, sehingga nilai Physical Carrying Capacity (PCC) KRC dalam satu hari dapat menampung hingga 346 717 orang wisatawan. Adapun nilai daya dukung riil (Real Carrying Capacity/RCC) KRC dengan hanya memperhitungkan faktor koreksi ekologis saja menjadi 150 683 orang wisatawan/hari. Apabila dengan memperhitungkan kedua faktor koreksi yaitu faktor koreksi ekologis dan psikologis, nilai RCC menjadi 141 822 orang wisatawan/hari. Total jumlah wisatawan KRC per harinya masih belum melampaui nilai RCC tersebut. Berdasarkan data total jumlah wisatawan tertinggi KRC pada tanggal 1 Januari 2013 adalah 5 996 wisatawan dan nilai tersebut masih dibawah nilai RCC, sehingga nilai RCC dapat menjadi batas maksimal jumlah wisatawan yang masuk ke dalam KRC dalam satu hari dengan pertimbangan kondisi ekologis dan psikologis wisatawan. Pengelola KRC masih dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang masuk ke KRC dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi ekologis kawasan dan psikologis dari wisatawan KRC.

(7)

SUMMARY

WULANDARI DWI UTARI. The Ecological and Psychological Carrying Capacity of Ecotourism in Cibodas Botanical Garden. Supervised by RICKY AVENZORA and TUTUT SUNARMINTO.

Cibodas Botanical Garden (CBG) as one of the target tourism destinations primarily by residents of the surrounding major cities such as Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi and Karawang, also visitors from various countries. Cibodas Botanical Garden (CBG) not only as an exsitu conservation area of various species of plants, but it also have recreational resources that attract people for recreation. In addition to its recreational resources, CBG strategic position at the Puncak region and directly adjacent to the Gunung Gede Pangrango National Park (TNGGP), and CBG has unique and completeness of attraction that makes tourists never bored for a return visit so that the number of tourists in CBG still continue to increase.

Number of tourists increase in the same time unit, such as that occurred in CBG, would affect ecological condition of the area and the psychological condition of tourists. Continuous ignorance of CBG carrying capacity would destruct ecological condition of the ecotourism area, and disturb the psychological condition of the tourists or, in terms of tourists’ satisfaction, would decrease their satisfaction and for which the study was conducted. The research was aimed at analyzing of the characteristics, motivations, and satisfaction perception of CBG tourists, analyzing of the ecological impact directly at the CBG site as ecotourism area with high-level visits, and also analyzing and calculating of the Physical Carrying Capacity (PCC) and Real Carrying Capacity (RCC) of CBG based on ecological and psychological approach.

The direct observation methods are used to determine the condition of the ecological footprint (biotic and abiotic), to observe the number of tourists coming in and out, the widely used space, and also the time of every tourist activity in CBG based on the predetermined period of time. The data of tourist psychological used method of close-ended questionnaires, random sampling with a minimum of 30 respondents in each time period and days of observation. Analysis of the carrying capacity used in the study refers to Cifuentes (1992) in Ceballos-Lascurain (1996), which measures the value of carrying capacity of a tourist site based on Physical Carrying Capacity (PCC) and Real Carrying Capacity (RCC).

(8)

time period that relating to the changes in the number of tourists or the density of tourists in the CBG area.

Average number of tourists’ need of space was 2.3395 m2 per tourist. The number was calculated based on six activities: picnic, sitting, eating, playing, gathering and photography. Therefore, in terms of PCC, CBG could take in 346 717 tourists per day. The RCC of CBG, which was calculated using the ecological correction factor, was 150 683 tourists per day and if using both the ecological and psychological correction factor, was 141 822 tourists per day. The total number of CBG tourists per day was still not beyond the value of the RCC. Based on the total number of tourists in the CBG on January 1, 2013 were 5,996 tourists and the value was still under the value of the RCC, so the value of the RCC could be set as the maximum limit number of tourists per day for the CBG, considering the ecological condition of the area and the psychological condition of the tourists. Managers of CBG can still increase the numbers of tourists who entered CBG while maintaining to the condition development of area ecological and psychological of the CBG tourists.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

DAYA DUKUNG EKOLOGIS DAN PSIKOLOGIS

EKOWISATA DI KEBUN RAYA CIBODAS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(12)
(13)

Judul Tesis : Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Ekowisata di Kebun Raya Cibodas

Nama : Wulandari Dwi Utari NIM : E352100071

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF Ketua

Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 hingga Maret 2013 ini berjudul Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Ekowisata di Kebun Raya Cibodas. Kesadaran mengenai masalah lingkungan yang meningkat, sehingga membuat perubahan paradigma pembangunan pariwisata konvensional menjadi ke arah pariwisata berkelanjutan, yang dalam konsepnya memperhatikan daya dukung kawasan wisata. Kapasitas maksimum daya dukung kawasan wisata perlu diketahui agar keberlanjutan dari daerah tujuan wisata tetap terjaga.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ricky Avenzora, MScF dan Bapak Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan banyak masukan dalam membangun kerangka berpikir dan analisis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr Frans Teguh, MA selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelaraskan hasil penelitian dengan perkembangan pariwisata. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sutono dari Laboratorium Fisik Tanah Bogor, dan Ibu Sri Astutik beserta staf LIPI Kebun Raya Cibodas yang telah membantu selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orangtua dan suami tercinta serta seluruh keluarga besar, rekan-rekan, dan semua pihak yang telah mendoakan, memotivasi, dan membantu menyelesaikan tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

3 METODE 23

Waktu dan Tempat 23

Alat dan Obyek Penelitian 23

Jenis dan Metode Pengambilan Data 23

Analisis Data 27

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Kondisi Umum Wisatawan Kebun Raya Cibodas 30

Kondisi Ekologis Kebun Raya Cibodas 31

Kondisi Psikologis Wisatawan Kebun Raya Cibodas 35

Daya Dukung Fisik Kebun Raya Cibodas 42

Daya Dukung Riil Kebun Raya Cibodas 55

Penetapan dan Penggunaan Nilai Daya Dukung 59

5 SIMPULAN DAN SARAN 61

Simpulan 61

Saran 61

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 66

(18)

DAFTAR TABEL

1 Kelas resistensi penetrasi tanah 14

2 Jenis sumber dan teknik pengambilan data primer dalam penelitian 24 3 Jenis sumber dan teknik pengambilan data sekunder 24 4 Proporsi harian rata-rata jumlah wisatawan KRC 5 tahun terakhir

(2008-2012) 31

5 Skala kriteria nilai tingkat motivasi dan kepuasan wisatawan KRC 35 6 Tingkat motivasi wisatawan pada hari biasa di KRC 36 7 Tingkat motivasi wisatawan pada hari Sabtu di KRC 36 8 Tingkat motivasi wisatawan pada hari Minggu di KRC 37

9 Rerata motivasi wisatawan di KRC 37

10 Tingkat persepsi kepuasan wisatawan pada hari biasa di KRC 38 11 Tingkat persepsi kepuasan wisatawan pada hari Sabtu di KRC 38 12 Tingkat persepsi kepuasan wisatawan pada hari Minggu di KRC 39

13 Rerata tingkat kepuasan wisatawan di KRC 39

14 Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan piknik 44 15 Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan duduk 46 16 Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan bermain 48 17 Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan makan 49 18 Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan berkumpul 51 19 Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan berfoto 53 20 Proporsi luas penggunaan ruang untuk setiap kegiatan per orang di

KRC 53

21 Rincian penggunaan area di KRC 54

DAFTAR GAMBAR

1 Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia 2 2 Kerangka pemikiran penentuan daya dukung ekologis dan psikologis

ekowisata di Kebun Raya Cibodas 6

3 Dampak pada lokasi rekreasi 19

4 Total jumlah wisatawan di KRC dalam 5 tahun terakhir 31 5 Persentase kadar air dalam rumput pada setiap kondisi di KRC 32 6 Rerata tinggi rumput pada setiap kondisi di KRC 33

7 Biomassa rumput pada setiap kondisi di KRC 33

8 Kadar air dalam tanah pada setiap kondisi di KRC 34 9 Tingkat penetrasi tanah dalam setiap kondisi di KRC 34 10 Tingkat motivasi dan kepuasan wisatawan di KRC 40 11 Pola keluar-masuk pengunjung pada hari biasa di KRC 41 12 Pola keluar-masuk wisatawan pada hari Sabtu di KRC 41 13 Pola keluar-masuk wisatawan pada hari Minggu di KRC 42

14 Pola penggunaan ruang untuk kegiatan piknik 43

15 Pola penggunaan ruang untuk kegiatan duduk 45

16 Pola penggunaan ruang untuk kegiatan bermain 47

(19)

18 Pola pengunaan ruang untuk kegiatan berkumpul 50

19 Pola penggunaan ruang untuk kegiatan berfoto 52

20 Rata-rata pola keluar-masuk wisatawan Kebun Raya Cibodas 54 21 Tingkat kepuasan wisatawan dan jumlah wisatawan pada setiap

periode di KRC 58

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambar lokasi penelitian di daerah tujuan wisata Kebun Raya Cibodas 66

2 Karakteristik wisatawan Kebun Raya Cibodas 67

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan paradigma pariwisata internasional, berawal dari pariwisata yang hanya mempertimbangkan dan memperhatikan banyaknya jumlah wisatawan saja, kurang memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan dari masyarakat sekitar, sedangkan permintaan pariwisata saat ini telah menjadi permintaan produk wisata yang mengedepankan faktor lingkungan dan sosial budaya sebagai daya tarik utama. Kehidupan manusia yang berproses dalam waktu, terbukti dipengaruhi oleh cara hidupnya, dengan perilaku yang tidak menghargai dan menjaga kelestarian lingkungan juga akan memberikan dampak terhadap manusia itu sendiri. Telah menjadi fakta bahwa kegiatan pariwisata memberikan dampak pada aspek sosial, budaya, lingkungan dan ekonomi pada daerah tujuan wisata dengan disertai implikasi tertentu (Cooper et al. 1998: 185)

Kebutuhan ruang untuk berekreasi akan bertambah dengan meningkatnya populasi manusia di perkotaan. Kondisi tersebut telah terjadi di negara-negara besar seperti Amerika dan Eropa, dialami juga di Indonesia contohnya di Jakarta sebagai pusat ibukota yang jumlah penduduknya bertambah baik karena jumlah kelahiran tetapi juga urbanisasi. Berdasarkan data BPS Kependudukan di Propinsi DKI Jakarta (2013) terjadi kenaikan jumlah penduduk 16.33% selama 20 tahun yaitu tahun 1990 hingga 2010 dari 8 259 266 jiwa menjadi 9 607 787 jiwa. Propinsi Jawa Barat selama 20 tahun tersebut mengalami kenaikan populasi penduduk 17.81% yaitu 35 384 352 jiwa menjadi 43 053 732 jiwa. Pertumbuhan populasi tersebut akan memberikan dampak terhadap permintaan rekreasi, yaitu rekreasi dengan konsep pariwisata yang lebih luas.

Peningkatan permintaan atau demand akan pariwisata, menurut Cooper et al. (1999: 2-3) di abad keduapuluh telah menjadikan pertumbuhan pariwisata yang berkelanjutan baik sebagai aktivitas dan suatu industri. Hal tersebut sesuai perkiraan WTTC (1996) bahwa pada pertengahan 1990-an pariwisata menjadi suatu industri terbesar di dunia. Pariwisata baik secara langsung maupun tidak langsung menghasilkan dan mendukung 204 juta pekerjaan, yang setara dengan lebih dari 10% tenaga kerja dunia dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 11% tenaga kerja global dalam tahun-tahun awal millennium berikutnya. Berdasarkan data UNWTO (2012) kondisi perkembangan pariwisata dunia saat ini pun telah melebihi tahun-tahun sebelumnya, pada pertengahan tahun 2012 (Januari-Agustus 2012), yaitu jumlah kedatangan wisatawan internasional di dunia telah mencapai 704 juta wisatawan, dan telah meningkat 5% dari tahun 2011. Periode pertengahan tahun sebelumnya yaitu tahun 2011 (Januari-Agustus 2011) jumlah wisatawan internasional mencapai 671 juta wisatawan atau naik 29 juta wisatawan dari tahun 2010 pada periode yang sama yang berjumlah 642 juta wisatawan.

(22)

2

negatif di daerah tujuan wisata. Berhadapan dengan kondisi lingkungan yang juga mengalami perubahan, maka masalah lingkungan semakin mengkhawatirkan karena beban wisata yang semakin berat, selain itu jumlah pendapatan yang diterima masyarakat di daerah tujuan wisata relatif kecil, untuk itu diperlukan model pengelolaan wisata yang tidak merusak sumberdaya alam dan lingkungannya, bahkan diharapkan dapat memberikan nilai yang positif secara ekologi, sosial-budaya dan ekonomi di daerah tujuan wisata.

Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan juga terjadi di Indonesia yaitu peningkatan jumlah total kunjungan wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia dan khususnya di Ibukota Jakarta (Gambar 1), tingkat permintaan pariwisata pun meningkat. Pariwisata yang berkembang di Indonesia memang masih banyak yang mengacu pada wisata masal dan perkembangan untuk menuju konsep pariwisata yang berkelanjutan mengacu pada ecotourism masih dalam proses atau tahapan yang membutuhkan waktu untuk diperbaiki dan disempurnakan. Secara global pariwisata dunia memang telah berubah menjadi konsep pariwisata berkelanjutan, dimana konsep tersebut berasal dari ide dasar pembangunan berkelanjutan yaitu kelestarian sumberdaya alam dan budaya. Setiap orang saat ini membutuhkan sumberdaya, agar dapat hidup dengan sejahtera, tetapi keberadaan sumberdaya tersebut harus dipelihara dan dilestarikan agar generasi di masa yang akan datang masih dapat menggunakannya.

Tahun

Gambar 1 Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia Sumber: BPS Pariwisata (2013)

Konsep pariwisata berkelanjutan tersebut, bertanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan dan telah menjadi target dalam Agenda 21 For The Travel Tourism Industry, yaitu adanya harmonisasi pengelolaan pariwisata dengan lingkungan lokal, masyarakat dan budaya (Gunawan 2000: xvi). Avenzora (2008: 13) juga mengemukakan bahwa konsep sustainability dalam setiap sektor pembangunan, termasuk pariwisata, mensyaratkan untuk membangun dan memelihara the 3 pilars of sustainability, yaitu pilar ekologi, pilar sosial-budaya dan pilar sosial-ekonomi. Pariwisata tersebut mengacu pada terminologi ekowisata (ecotourism) dan konsep ecotourism menjadi tidak sempurna bila hanya ditujukan pada area destinasi, tetapi pendefinisian ekowisata harus secara holistik,

Bandara

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Jum

lah

(or

ang

(23)

3 bahwa terdapat 5 tahap kegiatan yang harus terkait dengan ecotourism yaitu mulai dari tahap perencanaan, perjalanan menuju destinasi, kegiatan di destinasi, perjalanan pulang dari destinasi hingga rekoleksi. Ecotourism sebenarnya adalah suatu prinsip bahkan roh atau jiwa bagi apapun bentuk kepariwisataan (Avenzora 2008: 14), maka konsep ini dapat menjadi acuan bagi berbagai destinasi wisata di Indonesia. Salah satu destinasi wisata yang telah lama ada dan berkembang di Indonesia adalah Kebun Raya Cibodas (KRC) yang tidak hanya memiliki fungsi sebagai tempat konservasi eksitu berbagai jenis tumbuhan, namun juga memiliki nilai sumberdaya rekreasi. Menurut Avenzora (2008: 243) sumberdaya rekreasi adalah suatu ruang tertentu dengan batas-batas tertentu, yang mengandung elemen dan fenomena ruang tertentu, yang pada waktu tertentu secara satu kesatuan, dapat menarik minat orang untuk berekreasi dan menampung orang untuk melakukan kegiatan rekreasi di tempat tersebut. Melalui pendekatan ruang maka aktivitas pengunjung KRC, baik kebutuhan ruang dan waktu para pengunjung hingga daya dukung dari kawasan KRC dapat diketahui.

Keberadaan KRC sebagai salah satu destinasi tertua, yang dirintis dan dibangun di masa Belanda pada tahun 1830, memiliki peranan penting dalam dunia pariwisata karena menjadi salah satu target tujuan wisata oleh para penduduk dari berbagai kota besar sekitarnya seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang Bekasi dan Karawang, serta pengunjung dari berbagai negara. Posisi KRC yang strategis di Kawasan Puncak dan berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) turut menjadi daya tarik tersendiri. Keunikan dan kelengkapan daya tarik KRC sebagai bentuk kawasan konservasi eksitu yang berbatasan langsung dengan TNGGP sebagai kawasan konservasi insitu, serta disertai dengan keberadaan perkebunan teh di Kawasan Puncak, yang telah ada sejak tahun 1728, membuat pengunjung seakan tidak pernah bosan untuk kembali berkunjung ke KRC. Kondisi tersebut selama puluhan tahun hingga saat ini, telah menimbulkan peningkatan pengunjung ke destinasi wisata Cibodas dimana KRC berada. Hal tersebut terlihat dari problematika kemacetan di jalur jalan menuju destinasi wisata Cibodas, terutama saat akhir pekan atau musim liburan yang selalu berulang dari tahun ke tahun. Secara khusus dalam konteks KRC, peningkatan pengunjung dan keberadaan pengunjung yang terus menerus berulang akan memberikan dampak secara ekologis dan psikologis di lokasi tersebut.

(24)

4

itulah penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur nilai daya dukung fisik KRC sebagai kawasan ekowisata serta menganalisis dan merumuskan nilai daya dukung real KRC dengan pendekatan ekologis dan psikologis pengunjung agar kegiatan wisata yang ada hingga saat ini tidak menurunkan kualitas kawasan dan kenyamanan pengunjung di KRC sebagai kawasan konservasi eksitu yang menjadi bagian dari destinasi kawasan wisata Cibodas.

Perumusan Masalah

Konsep perkembangan pariwisata berkelanjutan yaitu ekowisata yang menjadi bahasan dalam studi ini adalah berawal pada konsep pariwisata yang umumnya kurang memperhatikan kondisi lingkungan. Pariwisata yang telah menjadi industri besar tersebut ternyata dengan berbagai kegiatan wisata yang berkembang hingga saat ini, memberikan dampak negatif baik terhadap lingkungan dan sosial budaya masyarakat pada daerah destinasi wisata. Dengan kesadaran mengenai masalah lingkungan, maka terjadi perubahan paradigma pembangunan pariwisata konvensional menjadi pariwisata yang berkelanjutan yang dalam konsepnya memperhatikan daya dukung kawasan pariwisata. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dapat mengancam kelestarian sumberdaya dalam kawasan pariwisata apabila pemanfaatannya melampaui daya dukung kawasan tersebut. Untuk itu kapasitas maksimum daya dukung perlu diketahui agar keberlanjutan dari daerah tujuan wisata tetap terjaga.

Banyak kasus dari berbagai negara tujuan wisata yang pada intinya bahwa pariwisata konvensional cenderung mengancam kelestarian sumberdaya pariwisata, karena daya dukung (carrying capacity) fisik dan sosial setempat telah diabaikan dalam pembangunan banyak resort eksklusif. Apabila hal tersebut terus berlanjut maka kelestarian obyek daerah tujuan wisata akan terancam dan pariwisata pun tidak dapat berkembang lebih lanjut. Selain itu kepuasan wisatawan sangat bergantung pada sumberdaya yang disajikan dan jasa serta pelayanan para pelaku wisata (stakeholders), yang memang harus menjamin bahwa kepuasan yang diperoleh wisatawan optimal. Dengan kepuasan wisatawan yang diberikan dalam jangka panjang dan dalam bentuk pengalaman yang lengkap (total experience), maka pariwisata tersebut dapat bertahan lama atau berkelanjutan. Menurut Damanik (2006: 25-26) untuk itulah konsep pariwisata berkelanjutan diarahkan pada pembangunan sumberdaya (atraksi, aksesibilitas, amenitas) yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan (stakeholders) dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang.

(25)

5 rekreasi juga menjadi penting karena berkaitan dengan pemaknaan ekowisata yang merupakan roh dan spirit dari semua kegiatan wisata yang ada di KRC.

Penataan ruang yang dilakukan di KRC sesuai misinya yaitu untuk mendukung kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, dan rekreasi. Keberadaan pengunjung di KRC untuk rekreasi ataupun melakukan kegiatan wisata, tentunya menggunakan ruang sebagai tempat berekreasi. Berkaitan dengan ruang di KRC terutama ruang rekreasi, maka menurut Avenzora (2008a: 4) bahwa “suatu ruang tertentu dengan batas-batas tertentu, yang mengandung elemen dan fenomena ruang tertentu yang pada waktu tertentu dapat menarik minat orang untuk berekreasi, menampung orang untuk melakukan kegiatan rekreasi di tempat tersebut dan memberikan kepuasan orang berekreasi, disebut sebagai sumberdaya rekreasi”. Kemampuan untuk menampung orang tersebut sesuai pengertian daya dukung ruang, dalam hal ini daya dukung KRC yang akan berbeda dengan kawasan wisata lainnya, seperti dinyatakan oleh Cooper et al. (1998) bahwa daya dukung bersifat dinamis dan site specific, maka akan saling berbeda di setiap area, karena bergantung pada kondisi ekologis tapak, kondisi psikologis dari wisatawan, serta waktu terjadinya. Waktu terjadinya berkaitan dengan aspek seasonality wisata yaitu mengamati jumlah wisatawan dengan membedakan tipe hari (low, condensed dan peak visits) serta per periode waktu per harinya (Avenzora 2013: 521). Untuk itu menjadi hal penting mengetahui daya dukung ruang rekreasi KRC melalui pendekatan secara ekologis dan psikologis maka analisis daya dukung yang digunakan adalah analisis daya dukung fisik atau Physical Carrying Capacity (PCC) dan analisis daya dukung riil atau Real Carrying Capacity (RCC). Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran dapat terlihat pada Gambar 2 dan berikut yang menjadi detail kajian dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana sebenarnya karakteristik, motivasi dan persepsi wisatawan di KRC?

2. Bagaimana sebenarnya dampak ekologis langsung pada tapak KRC sebagai kawasan ekowisata dengan tingkat kunjungan yang termasuk tinggi?

(26)

6

(27)

7 Tujuan

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis karakteristik, motivasi dan persepsi wisatawan di Kebun Raya Cibodas.

2. Menganalisis dampak ekologis langsung pada tapak Kebun Raya Cibodas sebagai kawasan ekowisata dengan tingkat kunjungan yang tinggi.

3. Menganalisis dan menghitung nilai daya dukung fisik dan riil tapak kawasan Kebun Raya Cibodas secara keseluruhan melalui pendekatan ekologis dan psikologis ekowisata di Kebun Raya Cibodas, sebagai kawasan konservasi eksitu yang menjadi bagian dari destinasi kawasan wisata Cibodas.

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengelolaan ekowisata di Kebun Raya Cibodas sebagai kawasan konservasi eksitu. Dengan demikian diharapkan dapat terselenggara secara optimal, sehingga terbangun keberlanjutan ekologi kawasan dan psikologi wisatawan yang baik, yaitu kepuasan optimum dari wisatawan yang juga berkelanjutan.

Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian dilakukan pada ruang lingkup pengelolaan kawasan Kebun Raya Cibodas dan perilaku wisatawan di dalam lokasi kawasan sebagai berikut:

1. Tapak Kebun Raya Cibodas yaitu area di sekitar pintu gerbang utama Kebun Raya dan Gedung Konservasi, area di sekitar kolam besar dan jalan air yang menjadi tujuan para wisatawan.

(28)

8

2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Ekowisata, Rekreasi dan Pariwisata

Ekowisata atau ecotourism merupakan bentuk tourism dan untuk memahami tourism sebagai bagian dari pembangunan global dan dinamis, menurut Page dan Dowling (2002: 6) adalah penting untuk membedakan diantara tiga hubungan ketekaitan dari: tourism, leisure dan recreation. Avenzora (2008a: 3) menjelaskan bahwa tourism is multy sectoral in nature, dimana berbagai komponen dan aspek pengetahuan dikombinasikan dan diintegrasikan dalam suatu kesatuan dinamika. Penyederhanaan dapat dilakukan guna mempermudah dalam mempelajarinya, yaitu dengan mengenali determinan yang sangat signifikan mempengaruhi berbagai aspek dalam tourism. Determinan tersebut adalah (1) space (ruang) dan (2) time (waktu), sehingga mudah untuk dimengerti bahwa bagaimanapun juga aspek waktu pasti akan selalu mempengaruhi karakteristik setiap komponen dan aspek yang terlibat dalam suatu kegiatan tourism.

Dalam memahami tourism dari variabel waktu Avenzora (2008a: 3) menyatakan bahwa fokus analisis dapat diarahkan pada time-budget, baik dari setiap individu atau populasi, dengan pola yang dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: (1) existence time, (2) subsistence time, dan (3) leisure time. Terminologi existence time digunakan untuk menggambarkan waktu yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar harian mereka, seperti mandi, makan, tidur dan istirahat. Sedangkan terminologi subsistence time digunakan untuk menggambarkan waktu yang digunakan manusia guna melaksanakan aktifitas yang mereka perlukan untuk bisa terpenuhinya kebutuhan dasar mereka tersebut. Untuk leisure time lebih menggambarkan waktu dimana manusia bebas melakukan aktifitas lain setelah berbagai existence and subsistence activities terpenuhi. Setelah gambaran mengenai time-budget jelas, maka terlihat bahwa leisure hanyalah salah satu aktifitas alternatif yang dapat dipilih manusia untuk memanfaatkan leisure time mereka. Kemudian dapat pula dipahami bahwa recreation juga hanyalah bagian dari salah satu pilihan yang dapat manusia pilih diantara berbagai alternatif leisure activities lainnya.

Konteks leisure studies, terdapat dua hal penting yang perlu dimengerti secara baik, yaitu: (1) the leisure time pattern, dan (2) the pattern of leisure activities. Guna mengukur peluang dan/atau kebutuhan rekreasi yang dapat dan/atau dibutuhkan oleh individu/populasi dalam waktu luang mereka, maka pola waktu luang perlu untuk dimengerti. Berikutnya the pattern of leisure activities atau pola aktivitas luang yaitu lebih mengilustrasikan pada tingkat partisipasi secara aktif yang diambil oleh individu dalam memanfaatkan waktu luang mereka. (Avenzora 2008a: 3).

(29)

9 mendefinisikan bahwa: “Recreation is….any activity, either individual or collective, pursued during one’s leisure time. Being relatively free and pleasurable, it has its own appeal” (Neymeyer (1958) dalam Kraus (1977: 4)).

Selanjutnya Kraus (1977: 5) mendefinisikan recreation secara modern dan lebih luas, yaitu: “recreation consists of an activity or experience, usually chosen voluntarily by the participant, either because of the immediate satisfaction to be derived from it, or because he perceives some personal or social values to be achieved by it. It is carried on in leisure time, and has no work connotations, such as study for promotion in a job. It is usually enjoyable and, when it is carried on as part of organized community or agency services, it is designed to meet constructive and socially worthwhile goals of the individual participant, the group, and society at large”. Pengertian recreation (rekreasi) tersebut menggambarkan bahwa rekreasi menjadi kebutuhan setiap pribadi manusia yang dilakukan pada waktu luang (leisure time) untuk menyegarkan kembali secara psikologis dirinya atau mentalnya, karena ada nilai pribadi dan sosial yang dapat dicapainya serta dilakukan dalam kondisi yang menyenangkan. Douglas (1975: 6) mendefinisikan rekreasi lebih khusus pada individu manusia, sedangkan Kraus (1977: 5) selain secara individu manusia tetapi juga lebih luas yaitu pada kegiatan dan nilai yang akan diperoleh secara pribadi dan sosial.

Rekreasi dalam konteks perencanaan menurut Avenzora (2008: 3) dapat disimplifikasikan melalui pengertian yang baik tentang recreation demand dan recreation supply. Dijelaskan bahwa recreation demand tentang (1) siapa yang meminta, (2) apa dan berapa banyak yang diminta, dan (3) kapan diminta. Berikutnya berbicara recreation supply dapat dipahami melalui pengertian tentang (1) apa dan berapa banyak dapat diberikan, (2) kapan dapat diberikan, dan (3) kepada siapa dapat diberikan. Kemudian sejalan dengan pendekatan waktu dan ruang maka Avenzora (2008a: 4) mendefinisikan recreation resources atau sumberdaya rekreasi sebagai: “suatu ruang tertentu dengan batas-batas tertentu yang mengandung elemen dan fenomena ruang tertentu, yang pada waktu tertentu dapat: (1) menarik minat orang untuk berekreasi, (2) menampung orang untuk melakukan kegiatan rekreasi di tempat tersebut, dan (3) memberikan kepuasan orang berekreasi”.

Terdapat perbedaan pengertian antara recreation dengan tourism, dimana Muljadi (2009) menjelaskan bahwa istilah pariwisata (tourism), baru muncul diperkirakan abad ke-18, yaitu sesudah revolusi industri di Inggris. Istilah tersebut berasal dari dilaksanakannya kegiatan wisata (tour), yaitu suatu aktivitas perubahan tempat tinggal sementara dari seseorang, di luar tempat tinggalnya sehari-hari dengan suatu alasan apa pun selain melakukan kegiatan yang bisa menghasilkan upah atau gaji.

(30)

10

leisure, bussines and other purposes”. Dalam Muljadi (2009) dijelaskan juga bahwa “pariwisata” berasal dari dua suku kata, yaitu pari dan wisata, pari berarti banyak, berkali-kali dan berputar-putar, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian, sehingga “pariwisata” berarti perjalanan atau bepergian yang dilakukan secara berkali-kali atau berkeliling. Pariwisata sebagai padanan bahasa Indonesia dari tourism dalam bahasa Inggris.

Definisi ekowisata dalam Cebalos-Lascurain (1996: 20) yang banyak diadopsi oleh penulis yaitu lebih mengacu pada suatu perjalanan ke area yang tidak terganggu dan tidak terkontaminasi, dengan maksud tujuan untuk studi dan menikmati keindahan alam serta satwa dan tumbuhan liar, sesuai kondisi saat ditemukan di area tersebut. Kemudian Beaumont’s (1998) dalam (Page dan Dowling 2002: 59) menjelaskan bahwa: “most definition that subsequently emerged insist that ecotourism must have minimal impact on the environment and host communities and contribute to conservation of natural resources…consequently it should have a nonconsumtive use of wildlife and natural resources. Other specify that ecotourism should foster appreciation of natural environment by providing education or interpretation to participants…Many definition also include a cultural component…[so that it]…provides net benefits to indigeneous and local communities, as well as to local environment”. Sedangkan Page dan Dowling (2002: 65-69) menjelaskan mengenai 5 prinsip dasar ekowisata yaitu: (1) nature based, (2) ecologically sustainable, (3) environmentally educative, (4) locally beneficial dan (5) generates tourist satisfaction.

Menurut Avenzora (2008: 12) berdasarkan berbagai definisi dan batasan ecotourism yang telah ditulis oleh berbagai pihak, disimpulkan bahwa pola pendefinisian ekowisata berorientasi pada: (1) tujuan yang ingin dicapai dari konsep yang ditawarkan, (2) sumberdaya wisata yang digunakan, dan (3) bentuk-bentuk kegiatan wisata yang diselenggarakan. Untuk itu harus disadari bahwa ada 5 tahap kegiatan yang tak terpisahkan dalam setiap perjalanan wisata, yaitu: (1) tahap perencanaan, (2) tahap perjalanan menuju destinasi, (3) tahap kegiatan di destinasi, (4) tahap perjalanan pulang dari destinasi, dan (5) tahap rekoleksi. Setiap tahapan tersebut akan menyumbang secara nyata atas tingkat kepuasan wisatawan.

(31)

11 Ekologi

Ekologi dalam Soemarwoto (2004: 22-23) adalah ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Sebagai istilah yang berasal dari bahasa Yunani, ekologi yaitu oikos berarti rumah dan logos berarti ilmu, sehingga secara harfiah berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Konsep sentral dalam ekologi adalah ekosistem, yaitu merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Dimana komponen-komponen yang hidup dan tak hidup di dalam ekosistem tersebut saling berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur, sehingga ekosistem pun terjaga selama tiap-tiap komponen melakukan fungsinya dan bekerjasama dengan baik.

Ekosistem menurut Indrawan et al. (2007) adalah lingkungan fisik dan kimia yang terkait bersama dengan komunitas biologi, yang didefinisikan sebagai sejumlah spesies yang menempati tempat tertentu dan saling berinteraksi (inter-specific interaction). Karakterisitik dari suatu ekosistem seringkali ditentukan proses-proses yang berlangsung, termasuk siklus air, siklus nutrisi dan energi. Berikut gambaran dari siklus air, yaitu air menguap dari daun, tanah dan permukaan lainnya. Air kemudian jatuh di tempat lain sebagai hujan dan salju, lalu masuk kembali ke dalam lingkungan perairan dan daratan. Tanah terbentuk dari materi batuan induk dan pembusukkan bahan-bahan organik. Tumbuhan yang berfotosintesis menyerap energi cahaya, yang kemudian digunakan bagi pertumbuhan tumbuh-tumbuhan. Energi tumbuhan kemudian diambil oleh hewan yang memakan tumbuhan tersebut. Energi itu kemudian dilepas dalam bentuk panas-baik selama siklus hidup hewan maupun setelah tumbuhan dan hewan mati dan membusuk. Demikian sebagian gambaran dari ekosistem, yang mana kompartemen hidup dan tak hidup dalam ekosistem tersebut beredar dalam proses-proses yang terjadi baik pada skala geografi berkisar dari meter persegi, hektar hingga mencapai skala regional yang mencakup puluhan ribu kilometer persegi.

Lingkungan fisik, khususnya siklus tahunan temperatur dan hujan serta karakteristik permukaan tanah, memengaruhi struktur dan karakteristik komunitas biologi. Lingkungan fisik tersebut yang akan menentukan apakah suatu lokasi akan menjadi hutan, padang rumput, padang pasir, atau lahan basah. Sedangkan komunitas biologi juga dapat mengubah ciri-ciri fisik suatu lingkungan, sebagai contoh misalnya pada ekosistem darat, dimana vegetasi setempat dapat mempengaruhi kecepatan angin, kelembaban dan temperatur setempat.

(32)

12

lambat atau dalam jangka waktu yang singkat, akibat aktivitas manusia ataupun oleh alam itu sendiri. Untuk itu, baik buruknya lingkungan hidup yang adalah ruang yang ditempati suatu mahluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya, merupakan penentu keberlangsungan industri pariwisata. Tanpa lingkungan yang baik maka industri pariwisata tidak dapat berkembang, sehingga mempelajari ekologi menjadi penting bagi pariwisata yang berkaitan dengan masalah daya dukung lingkungan untuk penggunaan kegiatan wisata.

Rumput

(33)

13 Produksi hijauan rumput dipengaruhi kadar air yang terkandung didalamnya. Tumbuhan termasuk rumput memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya, sehingga hampir semua proses dalam tumbuhan dipengaruhi oleh ketersediaan air. Berkurangnya air menyebabkan berbagai gejala yang dibedakan dalam skala waktu yaitu beberapa menit akan menyebabkan tumbuhan layu dan stomata menutup, skala hingga mingguan maka terjadi perubahan pertumbuhan dan pembungaan, sedangkan dalam skala bulanan terjadi penurunan biomasa total (Tardieu 1996).

Tanah

Tanah adalah suatu tubuh alami yang tersusun dari bahan-bahan padat (hancuran batu, mineral/pelican dan bahan organik), cairan dan gas, terdapat di permukaan lahan, menempati ruang tertentu, dan dicirikan oleh horison atau lapisan atau horison dan lapisan, yang dapat dipisahkan dari bahan asalnya karena terjadinya penambahan, pelenyapan, pemindahan dan malih wujud enersi dan bahan. Tubuh tanah ini terbentuk oleh adanya saling tindak antara bahan induk tanah di suatu loka dengan lingkungannya, yang melibatkan aneka proses pembentukan tanah (Purwowidodo 2000: 1).

Pemahaman terhadap pembentukan tanah, yang bergantung pada (1) bahan induk, (2) topografi, (3) iklim, (4) gaya biotik, dan (5) waktu, akan memberi gambaran terhadap berbagai fenomena yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Pemahaman terhadap tanah sangat penting tidak hanya dari segi kemampuan rekayasa saja tetapi juga dalam kaitannya dengan sistem sumberdaya alam yang lain. Pemahaman yang ekstensif terhadap kondisi tanah pada sebuah tapak akan membantu untuk menentukan kesesuaian tapak dalam menunjang bangunan gedung dan jalan, demikian pula memberikan wawasan terhadap komunitas tanaman yang ada serta habitat satwa liar yang berkaitan dengannya (Koppelman 1997: 12).

Peristiwa bertambahnya berat volume kering oleh beban dinamis disebut pemadatan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara peristiwa pemadatan dan peristiwa konsolidasi tanah. Konsolidasi adalah pengurangan pelan-pelan volume pori yang berakibat bertambahnya berat volume kering akibat beban statis yang bekerja dalam periode tertentu. Sebagai contoh, pengurangan volume pori tanah akibat berat tanah timbun atau karena beban struktur diatasnya. Dalam tanah kohesif yang jenuh proses konsolidasi akan diikuti oleh pengurangan volume pori dan kandungan air dalam tanahnya yang berakibat pengurangan volume tanahnya. Pemadatan adalah proses bertambahnya berat volume kering tanah sebagai akibat memadatnya partikel yang diikuti oleh pengurangan volume udara dengan volume air tetap tak berubah (Hardiyanto 1992: 53).

(34)

14

adalah tabel nilai standar resistensi penetrasi tanah yang telah diklasifikasikan oleh Soil Survey Division Staff (1993) ke dalam berbagai resistance classes.

Psikologi dan Psikologi Wisata

Psikologi oleh Atkinson et al. (2002: 15) didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan proses mental. Seperti halnya Atkinson, Ross (1998: ix) juga mendefiniskan psikologi sebagai bidang ilmu yang mempelajari perilaku manusia. Atkinson et al. (2002: 19 & 56) menjelaskan bahwa psikologi dapat dipandang dari berbagai sudut pandang atau perspektif yaitu biologi, perilaku, kognitif, psikoanalitik dan fenomenologis. Perspektif biologi mengaitkan tindakan manusia dengan peristiwa yang terjadi di dalam tubuh, terutama otak dan system saraf. Untuk perspektif perilaku mengurusi hanya aktivitas eksternal dari organisme yang dapat diobservasi dan diukur. Sedangkan perspektif kognitif lebih pada proses mental seperti perasaan, pengingatan, penalaran, pemutusan dan pemecahan masalah, dan kaitan proses tersebut dengan perilaku. Perspektif psikoanalitik menekankan motif bawah sadar yang berasal dari impuls seksual dan agresif yang direpresi atau ditekan pada masa anak-anak. Fokus perspektif fenomenologis lebih pada pengalaman subyektif seseorang dan motivasi ke arah aktualisasi diri.

Psikologi menjadi penting dalam tourism mengingat wisatawan sebagai individu manusia yang mempunyai pola perilaku dan mengalami proses mental dalam hal ini oleh Atkinson et al. (2002: 26-27) bahwa persepsi, daya ingat, pemutusan pilihan dan pemecahan masalah adalah psikologis manusia dari perspektif kognitif. Psikologi tourism juga berkaitan dengan psikologi dari perspektif perilaku dan psikoanalitik, karena berkaitan dengan suatu pengalaman emosional dalam diri tiap wisatawan yang dapat mempengaruhi perilaku mereka. Demikian untuk memahami bagaimana perilaku, persepsi dan motivasi, baik wisatawan ataupun masyarakat, membutuhkan bidang ilmu psikologi. Manner dan Kleber (1997) dalam Mason (2003) yang memberikan contoh motivasi dalam model psikologis yaitu: Orang-orang yang memiliki kebutuhan yang kuat atau keinginan untuk bersama orang lain (motif) mungkin mencoba untuk terlibat dalam kegiatan rekreasi, seperti pergi ke bar dan minum, yang memungkinkan

Tabel 1 Kelas Resistensi Penetrasi Tanah

(35)

15 mereka untuk meningkatkan interaksi mereka dengan orang lain (perilaku) dengan harapan mengembangkan persahabatan yang lebih (tujuan dan kepuasan).

Motivasi menjadi bagian dalam psikologis manusia dan Sumarwan (2002: 34) mencoba menyimpulkan arti motivasi dari beberapa definisi, yaitu: “motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh seseorang. Kebutuhan itu muncul karena mereka merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang dirasakan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan tindakan memenuhi kebutuhan tersebut dan itulah yang disebut sebagai motivasi”. Sedangkan motivasi secara umum dalam dunia pekerja dibedakan menjadi motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Apabila seseorang melakukan suatu kegiatan demi suatu tujuan yang tidak tergantung pada kegiatan tersebut (misalnya upah yang lebih tinggi, promosi, status). Sebaliknya, motivasi intrinsik menunjuk pada kesenangan atau nilai yang dikaitkan dengan kegiatan itu sendiri. Motivasi intrinsik terbagi menjadi dua kategori yaitu: (1) valensi intrinsik, terkait dengan perilaku tugas dan (2) valensi intrinsik, terkait dengan penyelesaian tugas (Ross 1998: 24).

Menurut Warpani (2007: 40) bahwa motivasi orang berwisata sebenarnya tidak selalu beralasan tunggal, bahkan tidak jarang mengandung alasan ganda. Sebagai contoh motivasi berwisata adalah untuk melepaskan diri dari kegiatan rutin sehari-hari, mencari sesuatu yang baru dan berbeda dari yang biasanya misalnya menelusuri gua, mencari suatu tempat untuk menyusun karya tulis, mengadakan kontak sosial dengan masyarakat dan lain-lain. Sedangkan Wearing (2009: 235) menjelaskan bahwa motivasi adalah: “The factors that determine a human’s reasons for doing something, in the context of travel the reasons for someone to travel to a destination.

Seperti halnya motivasi, persepsi dari sisi psikologis oleh Atkinson et al (2002: 276) adalah: penelitian bagaimana kita selanjutnya menggunakan percepts tersebut untuk mengenali dunia (percepts adalah hasil dari proses perceptual). Sedangkan Mowen (1998) dalam Sumarwan (2002: 70) mendefinisikan persepsi adalah: “the process through which individuals are exposed to information, attend to that information and comprehend it”.

Avenzora (2008a: 14) mengingatkan bahwa adanya pola perilaku memaksimumkan kepuasan oleh para wisatawan dari sudut pandang tourism psychology dan dari hasil studipun menunjukkan bahwa untuk mencapai kepuasan maksimum umumnya mereka dengan cara mengkonsumi beragam jasa yang dapat diakses. Untuk itu, pembatasan bentuk tourism activities dalam pendefinisian ecotourism adalah out of reality. Berkaitan dengan kepuasan atau kenikmatan seorang wisatawan, Cohen (1974) dalam Ross (1998: 5) menyatakan konsep tentang apa itu seorang wisatawan adalah seorang pelancong yang melakukan perjalanan atas kemauan sendiri dan untuk waktu sementara saja, dengan harapan mendapat kenikmatan dari hal-hal baru dan perubahan yang dialami selama dalam perjalanan yang relatif lama dan tidak berulang.

Konsep Daya Dukung

(36)

16

Konsep biologi memberikan definisi mengenai daya dukung yaitu sebagai kapasitas suatu ekosistem untuk menyokong kesehatan organisme dan organisme ini masih mampu menjaga penyesuaian produktivitas dan kemampuan berkembang biak (Angammana 1991). Menurut Audesirk (1999) daya dukung adalah maksimum ukuran populasi dimana ekosistem dapat mendukung secara tak terbatas. Kemudian Sayre (2008: 130-134) menyatakan bahwa daya dukung dalam spesies biologi di lingkungan adalah ukuran populasi dari spesies itu dimana lingkungan dapat menopang dengan tak terbatas, makanan tetap tersedia, habitat, air dan komponen yang dibutuhkan yang terdapat di lingkungan. Sedangkan daya dukung untuk populasi manusia lebih komplek lagi seperti faktor sanitasi dan kesehatan diperhatikan lagi. Dengan kata lain carrying capacity adalah jumlah individu dalam lingkungan yang dapat didukung tanpa adanya dampak negatif terhadap organisme dan lingkungan tersebut. Wearing (2009: 230) menjelaskan juga mengenai carrying capacity, yaitu merupakan: “the level of visitor use an area can accommodate with high levels of satisfaction for visitors and few impacts on resources. Carrying capacity estimates are determined by many factors such as environmental, social and managerial”.

Untuk melihat hubungan rekreasi dengan psikologis, berawal dari tujuan pariwisata adalah untuk mendapatkan rekreasi. Dimana secara harfiah pengertian re-kreasi tidak hanya berarti bersenang-senang, melainkan berarti diciptakan kembali atau dipulihkan kekuatan dirinya, baik fisik maupun spiritual, sehingga setelah itu mereka merasa dipulihkan dirinya untuk melakukan tugasnya kembali. Wisatawan datang dengan berbagai macam tujuan, tetapi umumnya bersifat sama yaitu dilakukan di luar tugas pekerjaan mereka untuk mendapatkan hiburan. Hal tersebut merupakan faktor utama dalam penciptaan kembali diri seseorang atau re-kreasi. Tetapi selain ingin mendapatkan hiburan, wisatawan mempunyai tujuan khusus yang tentunya mereka mengharapkan untuk mencapai tujuan khusus itu, sehingga suatu kondisi psikologis tertentu tercipta pada wisatawan tersebut dengan harapan itu. Demikian bahwa daya dukung lingkungan berkaitan erat dengan faktor psikologi tujuan pariwisata tertentu (Soemarwoto 2004: 310-311).

(37)

17 confined state to resist penetration by a rigid object” In addition to soil strength, the penetration resistance also depends on the shape, size, and orientation of the axis of the penetrating object.

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya dukung suatu kawasan rekreasi menurut McCool dan Lime (2001) yaitu:

1. Karakteristik sumberdaya alam, seperti geologi dan tanah, topografi, vegetasi, hewan, iklim dan air.

2. Karakteristik pengelolaan, seperti kebijakan dan metode pengelolaan.

3. Karakteristik wisatawan, seperti psikologi, peralatan, perilaku sosial dan pola penggunaan ruang.

Daya dukung berdasarkan arti ekologi yang spesifik dimana spesies menjaga keseimbangan antara kelahiran dan kematian dan hubungan predator-mangsa dalam ekosistem. Ini adalah faktor manusia dan manipulasi dan eksploitasi sumber daya yang mengimbangi keseimbangan ini. Secara umum, konsep daya dukung dapat longgar didefinisikan atas dasar dari empat elemen berikut yang saling terkait: (1) jumlah penggunaan dari jenis tertentu, (2) lingkungan tertentu yang dapat bertahan; (3) dari waktu ke waktu; (4) tanpa degradasi atas kesesuaian untuk pengunaannya. Konsep daya dukung memang bukanlah hal baru, seperti dikemukakan Butler et al (1992) dalam Fennnel (2008:55) bahwa untuk beberapa waktu orang telah khawatir tentang penggunaan yang berlebihan atas stok sumberdaya mereka dan sumberdaya terbarukan lainnya.

Daya Dukung Ekowisata

Mathieson dan Wall (1982) lebih khusus mendefinisikan carrying capacity dalam konteks wisata yaitu maksimal jumlah wisatawan yang dapat menggunakan sebuah lokasi tanpa ada sebuah perubahan yang tidak diiinginkan terhadap lingkungan fisik dan tanpa ada penurunan yang tidak diinginkan terhadap kualitas pengalaman kunjungan yang didapat oleh wisatawan. Demikian halnya menurut Douglass (1975) bahwa daya dukung sangat penting karena ekowisata sangat tergantung pada kualitas atraksi wisata, bila atraksi wisata alam yang dapat berupa macam, jenis, keadaan dan proses alam dari suatu ekosistem merupakan obyek yang sangat rentan, sehingga kondisi obyek dan daya tarik wisata tersebut menentukan kualitas wisatanya. Douglass (1975) mendefinisikan kualitas wisata adalah tingkat normal dari suatu area wisata agar wisatawan dapat merasakan kenyamanan dari aspek psikologis dan kesegaran dari aspek fisik jasmani.

(38)

18

yang dapat didukung dengan tanpa adanya perubahan kualitas yang diinginkan pada suatu lokasi rekreasi atau dengan kata lain apabila daya dukung fisik diperhitungkan, maka dapat diperoleh angka berapa luas area luas area yang dibutuhkan bagi wisatawan untuk secara leluasa dan memuasakan dalam berwisata. Douglass (1975) juga memperhitungkan kebutuhan area untuk aktivitas wisatawan berdasarkan faktor pemulihan atau keterbalikan atau Turnover Factor (TF), dimana setiap aktivitas yang berbeda, luasannya berbeda karena angka TFnya berbeda. Dalam hal ini daya dukung ekologis sebagai nilai perhitungan angka daya dukung dengan mempertimbangkan faktor pemulihan atau natural recovery atau natural purification. Kemudian daya dukung sosial merupakan tingkatan dari aktivitas yang paling dapat diterima oleh wisatawan, hal ini adalah suatu konsep yang sangat rumit kerena melibatkan materi psikologis dari suasana hati, keterampilan, pengalaman dan harapan dari wisatawan, bersama dengan pertimbangan yang sosial mengenai ilmu dinamika kelompok, cuaca dan peristiwa yang berdampak pada kesenangan. Secara teoritis daya dukung sosial dicapai ketika kepuasan kumpulan mulai merosot dengan masing-masing kenaikan jumlah dari berkerumun. Untuk itu Douglass (1975) juga menyatakan bahwa terdapat tiga hal yang dapat mempengaruhi daya dukung kawasan wisata atau sebagai faktor koreksi yang dapat dijadikan sebagai faktor pembatas tingkat kunjungan, yaitu :

a) Faktor psikologi terkait dengan kenyamanan dan kesesakan areal pemanfaatan.

b) Faktor fisik lingkungan (curah hujan, kecepatan angin, banjir, topografi). c) Faktor manajemen dimana rasio antara wisatawan dan petugas areal

pemanfaatan turut mempengaruhi jumlah tingkat kunjungan.

Sedangkan dalam Kraus (1977: 12-15) dinyatakan ada empat aspek penting yang perlu dicapai dalam pembangunan rekreasi masyarakat, yaitu : (1) psychological aspects, (2) physical aspects, (3) social aspects, dan (4) societal needs in community life. Dimana dalam konteks psikologi, hendaknya kegiatan rekreasi masyarakat harus diarahkan untuk mampu menghasilkan kesehatan emosional mereka.

Menurut Soemarwoto (2004: 210) setiap daerah akan memiliki kemampuan tertentu untuk menerima wisatawan, itulah yang disebut daya dukung lingkungan dan dinyatakan dalam jumlah wisatawan per satuan luas per satuan waktu. Tetapi daya dukung tersebut tidak dapat dirata-ratakan baik dalam luas maupun waktu, karena wisatawan dalam ruang dan waktu penyebarannya tidak merata. Untuk daya dukung lingkungan pariwisata dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu tujuan wisatawan dan faktor lingkungan biofisik lokasi pariwisata. Sedangkan World Tourism Organisation (1993) sendiri, mendefinisikan carrying capacity sebagai jumlah maksimal wisatawan yang dapat mengunjungi sebuah daerah tujuan wisata di waktu bersamaan, tanpa menyebabkan kerusakan fisik, ekonomi, dan sosial budaya serta kualitas kepuasan wisatawan.

(39)

19 dari segi ekologi dan kerusakan daerah. Bagaimanapun, segera menjadi jelas bahwa pandangan yang berorientasi pada sumberdaya harus ditambah dengan pertimbangan nilai-nilai kemanusiaan (Wagar 1964 dalam Cole 2004:23).

Dampak lingkungan biasanya dapat diukur secara obyektif melalui analisis kondisi ekologi. Dalam literatur rekreasi di alam terbuka, pertimbangan nilai telah ditempatkan pada istilah 'dampak', yang menunjukkan perubahan yang tidak diinginkan dalam kondisi lingkungan (Hammitt & Cole 1987). Kepedulian terletak dalam memahami jenis, jumlah dan tingkat dampak pada basis sumber daya melalui penggunaan rekreasi. Sebagai contoh: misalnya perkemahan A, mungkin akan sangat berdampak dari waktu ke waktu dengan mengakomodasi tingkat penggunaan yang tinggi. Perubahan yang signifikan mungkin terjadi pada ekologi dari lokasi seperti terlihat melalui pemadatan tanah (misalnya akar dan mengekspos peningkatan erosi), vegetasi (misalnya menggunakan dahan pohon yang mati dan hidup untuk pembangunan menara kebakaran, dan menginjak-injak anakan tumbuhan), satwa liar (misalnya modifikasi habitat dan kekerasan atau gangguan pada hewan dan air (misalnya bertambahnya limbah manusia dan racun kimia pada lingkungan air). Dampak terberat pada lokasi perkemahan, namun, terjadi selama beberapa tahun pertama penggunaan, dan dampak reda dari waktu ke waktu sebagai lokasi menjadi semakin sulit seperti terlihat pada Gambar 3. Data ini memberikan bukti kuat yang menunjukkan bahwa perkemahan baru tidak seharusnya dikembangkan, dan bahwa penggunaan yang telah ada paling sedikit harus menjamin rendahnya gangguan terhadap sumber daya.

Liu (2003: 459-475) mengatakan bahwa konsep carrying capacity digunakan untuk mengidentifikasikan batas suatu sistem untuk menyerap perubahan. Konsep tersebut didefinisikan sebagai jumlah maksimum wisatawan dalam suatu areal yang dapat diakomodasi tanpa merusak lebih parah lingkungan atau menurunkan kenyamanan wisatawan.

Gambar 3 Dampak pada lokasi rekreasi Sumber: Hammit & Cole (1987) dalam Fennel (2008)

(40)

20

1. Physical carrying capacity mengacu terhadap jumlah maksimum di suatu areal wisata yang secara fisik dapat diakomodasi didasarkan ruang minimal yang dibutuhkan seorang pegunjung, contoh 2 meter persegi di suatu pantai yang padat.

2. Ecological carrying capacity berhubungan dengan dampak wisatawan terhadap lingkungan alam dan keberlangsungan sumberdaya alam dalam jangka waktu yang panjang.

3. Psychological carrying capacity terkait dengan persepsi dan kepuasan wisatawan dimana hal ini berbeda tergantung wisatawan, hari libur dan lokasi wisata.

4. Social carrying capacity melibatkan dampak socio cultural dari wisata yang akan mempengaruhi sikap/budaya komunitas lokal

5. Economic carrying capacity mempunyai hubungan kuat dengan keuntungan dan biaya yang didapat dari pengembangan wisatawan ini.

Soemarwoto (2004: 311-312) yang mendukung bahwa daya dukung lingkungan berkaitan erat dengan faktor psikologi tujuan pariwisata tertentu, sehingga daya dukung pariwisata akan berbeda-beda menurut tujuan pariwisata tersebut. Dijelaskan juga bahwa pada umumnya daya dukung itu berturut-turut dari yang tinggi ke yang rendah ialah tempat hiburan, olah raga, belajar dan istirahat. Untuk itu suatu perencanaan pengembangan pariwisata haruslah memperhatikan dayadukung berdasar atas tujuan pariwisata, sehingga sebaiknya tujuan masing-masing tempat wisata diidentifikasi dan diadakan pengembangan yang teratur sesuai dengan tujuan tersebut.

Cole (2003: 43-44) menyatakan bahwa dampak suatu kegiatan seperti pariwisata, baik pariwisata masal maupun ecotourism terkait erat dengan konsep daya dukung. Kenyataannya adalah aktivitas pariwisata memiliki dampak terhadap karakteristik sosial budaya, lingkungan, serta ekonomi dari daerah yang dikunjungi dan keyakinan bahwa dampak-dampak tersebut dapat meningkat seiring dengan peningkatan volume kunjungan, memberikan gagasan pada kita bahwa mungkin ada suatu garis batas keberadaan wisatawan dimana jika jumlah wisatawan melampaui batas-batas tersebut, maka dampak menjadi tidak dapat diterima. Kemudian bila prinsip garis batas tersebut dipadukan dengan konsep berkelanjutan (sustainability), maka perpaduan itulah dikenal dengan sebagai konsep daya dukung.

Selanjutnya Cebalos-Lascurain (1996: 228) menyimpulkan mengenai carrying capacity bahwa: “any consideration of carrying capacity (visitor impacts) must recognize that this is not simply a function of numbers but rather involves linkages between activities, setting and management. In the context of tourism associated with protected areas this must also take into account the numbers and types of tour operators”.

(41)

21 dilindungi di Termessos National Park, yang mencoba mengacu pada rumus Cifuentes (1992), dengan menggunakan asumsi penggunaan ruang 1 m2/wisatawan. Penelitian tersebut menggunakan faktor koreksi yaitu curah hujan, lama penyinaran matahari, suhu harian, kekuatan angin, gangguan satwa liar, erosi, dan aksesibilitas, serta kapasitas pengelola adalah sebagai faktor koreksi daya dukung efektif.

Simon et al. (2004) memberi gagasan mengenai cara menentukan dan mengimplementasikan konsep daya dukung sebagai aspek kritisi dalam perencanaan pariwisata. Dimana metode yang digunakan adalah metode konten analisis untuk menginterview pelaku kunci dan metode Limit of Acceptable Change (LAC) sebagai metode yang digunakannya dalam menghitung daya dukung dengan indikator lingkungan (luas, tapak, ukuran sampah, tingkat kebisingan, kualitas air, tingkat sedimentasi, jumlah wisatawan) dan indikator rekreasi (pendapatan destinasi, share pengangkatan pegawai untuk keperluan wisata, tingkat kepuasan wisatawan, tingkat kenyamanan, jumlah komplain, yang ditangani) yang diambil menggunakan kuesioner pada pelaku utama.

Kebun Raya

Berbagai kebun raya di dunia menyimpan koleksi tumbuhan hidup serta merupakan sumber penting untuk upaya pelestarian tetumbuhan. Tersebar di dunia 1 600 kebun raya dengan koleksi sekitar 4 juta tumbuhan yang mewakili sekitar 30% flora yang ada di dunia atau 80 000 spesies (Given (1995) dalam Indrawan et al. (2007:253)). Koleksi tumbuhan hidup serta spesimen kering dalam kebun raya merupakan sumber informasi terbaik mengenai sebaran tumbuhan dan kebutuhan habitatnya, karena itulah kebun raya memang memberikan sumbangan berharga bagi upaya konservasi. Diperkirakan bahwa sekitar 150 juta masyarakat yang mengunjungi kebun raya setiap tahunnya telah mendapat informasi dan pendidikan mengenai masalah konservasi. Kebun raya tingkat internasional berprioritas mencakup pengembangan sistem pangkalan data untuk mengkoordinasikan berbagai aktivitas terkait. Kegiatan terkait meliputi pengumpulan, maupun pengenalan spesies yang penting namun tidak terwakili maupun absen dari koleksi tumbuhan hidup. Mengingat kebanyakan kebun raya berada di wilayah beriklim sejuk (dengan 4 musim), sehingga pembentukan kebun raya baru di wilayah tropika juga menjadi perhatian masyarakat botani internasional. Terdapat sejumlah kebun raya di Indonesia yang mewakili berbagai flora hutan tropika humida dataran rendah dan tinggi (Darnaedi & Rifai (1997) dalam Indrawan et al. (2007:254)).

Kebun raya oleh Soemarwoto (2004) dikatakan sebagai koleksi hidup tumbuhan dengan fungsi utamanya adalah untuk menyimpan jenis dalam keadaan hidup. Terdapat dua macam kebun raya, yang pertama adalah kebun raya yang koleksi tumbuhannya tidak mempunyai nilai ekonomi dengan tujuan utamanya ialah ilmiah dan salah satunya yang dikenal di Bogor adalah Kebun Raya Cibodas.

(42)

22

dalam bidang konservasi tumbuhan tropika khususnya tumbuhan tropika dataran tinggi basah, penelitian, pelayanan pendidikan lingkungan dan pariwisata. Sedangkan misi KRC secara lengkap adalah:

1. Melestarikan tumbuhan tropika khususnya tumbuhan tropika dataran tinggi basah.

2. Mengembangkan penelitian bidang konservasi dan pendayagunaan tumbuhan tropika khususnya tumbuhan tropika dataran tinggi basah.

3. Mengembangkan pendidikan lingkungan untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat terhadap arti penting tumbuhan dan lingkungan bagi kehidupan.

4. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

(43)

23

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Destinasi Wisata Cibodas yaitu Kebun Raya Cibodas (KRC), yang berada di wilayah Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat, berikut peta lokasi tersaji dalam Lampiran 1. Kebun Raya Cibodas secara geografis terletak pada 6° 44' 30" LS dan 107° 0' 19" BT, berada di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango, pada ketinggian kurang lebih 1 300 - 1 425 mdpl dan dari Jakarta berjarak sekitar 100 km atau dari Bandung sekitar 80 km. Penelitian secara bertahap telah dilakukan sejak November 2012 sampai dengan Maret 2013.

Alat dan Obyek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat ukur atau meteran, peta lokasi, tallysheet, Global Positioning System (GPS) untuk penentuan titik posisi contoh pengamatan, Penetrometer (jenis Eijkelkamp Penetro Viewer Vs.6.03 cone type 2.0 cm2) sebagai alat ukur penetrasi tanah, tabung atau ring tanah untuk pengambilan contoh tanah, timbangan untuk mengukur berat contoh tanah, oven, kamera sebagai alat dokumentasi gambar obyek penelitian dan kuesioner. Sedangkan obyek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wisatawan, rumput dan tanah.

Jenis dan Metode Pengambilan Data

Data penelitian berupa data primer dan sekunder dengan data primer diperoleh melalui observasi dan pengamatan secara langsung di lapangan seperti data contoh tanah dan rumput, jumlah wisatawan dan aktivitas yang dilakukan serta pengisian kuesioner oleh wisatawan di KRC. Berikut disajikan dalam Tabel 2 mengenai jenis data primer yang digunakan dalam penelitian ini.

Data sekunder berupa data penunjang yang diperoleh dari hasil penelitian, laporan dan publikasi lainnya. Sumber data sekunder tersebut diperoleh dari LIPI Kebun Raya Cibodas, BBTNGGP, Badan Pusat Statistik (BPS), Bappeda, Dinas, Dinas Pariwisata dan Dinas Kehutanan. Data sekunder berupa data penunjang yang diperoleh dari hasil penelitian, Pariwisata dan Dinas Kehutanan. Data-data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terinci dalam Tabel 3.

(44)

24

Tabel 2 Jenis, sumber dan teknik pengambilan data primer dalam penelitian Variabel

Tabel 3 Jenis, sumber dan teknik pegambilan data sekunder

No Jenis Data Sumber Data Teknik

Pengambilan Data 1 Kondisi lokasi

penelitian

Kebun Raya Cibodas Studi Pustaka 2 Jumlah Pengunjung Kebun Raya Cibodas Studi Pustaka 3 Sumberdaya rekreasi Kebun Raya Cibodas Studi Pustaka 4 Sarana prasarana Kebun Raya Cibodas Studi Pustaka 5 Institusi dan kebijakan Kebun Raya Cibodas Studi Pustaka 6 Curah hujan harian Kebun Raya Cibodas

BMKG

Studi Pustaka 7 Peta Kebun Raya

Cibodas

Gambar

Gambar 1  Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia
Gambar 2  Kerangka pemikiran penentuan daya dukung ekologis dan psikologis
Gambar 3  Dampak pada lokasi rekreasi
Tabel 3  Jenis, sumber dan teknik pegambilan data sekunder
+7

Referensi

Dokumen terkait

bangan Kebun Raya Cibodas pada Zona Penyangga Taman Na-. sional Gede Pangrango (Di bawah bimbingan HADI SUSILO

Pengaruh fasilitas dan potensi alam Terhadap tingkat kunjungan wisatawan ke kebun raya cibodasKabupaten cianjur (survei pada pengunjung kebun raya cibodas).. Universitas

Pada Tabel 1 tercatat bahwa jenis-jenis tanaman koleksi/inang di Kebun Raya Cibodas yang paling banyak diparasiti benalu adalah dari suku Moraceae (10 jenis), dan Myrtaceae

Evaluasi kualitas estetika dan ekologi Kebun Raya Cibodas dengan metode Semantic Differential menggunakan responden ahli yaitu mahasiswa semester 8 Arsitektur

Dengan demikian, masih ada 20 jenis Begonia pegunungan Sumatra yang belum terkonservasi di Kebun Raya Cibodas, sehingga perlu adanya eksplorasi yang lebih intensif terutama

Berdasarkan hasil penelitian pada tanaman hias camellia di Kebun Raya Cibodas ditemukan beberapa hama yang menyerang yaitu kutu sisik (Fiorinia theae) dan kutu

MAKALAH I: PENGUJIAN KEMAMPUAN ANTAGONISTIK KHAMIR EPIFIT ASAL KEBUN RAYA CIBODAS TERHADAP KAPANG DARI TANAMAN TOMAT

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menginventarisasi jenis-jenis kayu di Kebun Raya Cibodas yang berikut informasi mengenai sifat fisik, mekanik, keawetan alami,