PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKA SI DAN PENALARAN MATEMATIK PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG SISWA SMA N. 1 SUNGGAL
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
JUNI SUSANTI BANUREA NIM : 8146172033
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
JUNI SUSANTI BANUREA. Perbedaan Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematik pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Langsung.” Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Pembelajaran Langsung, Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematik
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: (1)perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi pembelajaran langsung. (2) perbedaan kemampuan penalaran matematik antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi pembelajaran langsung. (3) gambaran proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal-soal komunikasi setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah dibanding dengan pembelajaran langsung. (4) gambaran proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal-soal penalaran setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah dibanding dengan pembelajaran langsung.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Sunggal. Kemudian secara acak dipilih dua kelas dari empat kelas. Kelas eksperimen 1 (XI MIA 3) diberi pembelajaran berbasis masalah dan kelas eksperimen 2 (XI MIA 4) diberi pembelajaran Langsung. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes kemampuan komunikasi matematik, dan (2) tes kemampuan penalaran matematik. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,831 dan 0,836 berturut-turut untuk kemampuan komunikasi dan penalaran matematik.
ii ABSTRACT
JUNI SUSANTI BANUREA. The differences in Communication Ability and Mathematical Reasoning Students In Problem Based Learning and Direct Learning. Thesis. Medan: Mathematics Education Program Post-Graduate Studies, State University of Medan, 2016.
Keywords: Problem Based Learning, Direct Learning, Communication Ability and Mathematical Reasoning
The purpose of this study to determine: (1) differences in the ability of communication between students who were given a mathematical problem-based learning with the students who were given direct learning , (2) the difference between the mathematical reasoning skills students are given a problem-based learning with students given direct learning, (3) the process of settlement of the answers that the students in solving problems of communications after obtaining a problem-based learning compared with direct learning, (4) the process of settlement of the answers that the students in resolving problems of reasoning after acquiring problem-based learning compared with direct learning.
This study is a quasi-experimental research. This study population is class XI SMA Negeri 1 Sunggal. Then randomly selected two classes of four classes. Given the experimental class one and class- based learning problems (XI MIA 3) given the experiment direct learning (XI MIA 4). The instrument used consisted of: (1) test mathematical communication skills, and (2) tests of mathematical reasoning abilities. The instrument has been declared eligible content validity, and reliability coefficient of 0.831 and 0.836 respectively for communication skills and mathematical reasoning.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penusampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Dalam proses penyusunan tesis terdapat beberapa hal yang harus dilalui, diantaranya menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang terwujud dalam motivasi dari beberapa pihak.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. W. Raja Gukguk, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED 3. Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, MS sebagai narasumber I, Ibu Dr. Ani
Minarni, M.Si sebagai narasumber II dan Ibu Dr. Yulita Moliq Rangkuti, M.Sc sebagai narasumber III.
4. Bapak/ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi pengembangan wawasan keilmuan selama mengikuti studi dan penulisan tesis ini, Bapak Dapot Tua Manullang, SE., M.Si sebagai staf Prodi Pendidikan Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam administrasi perkuliahan di Unimed.
5. Bapak Drs. Anwar selaku PKS bagian Kurikulum yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah, termasuk dalam pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah, dan Ibu Amin Natalia Sianipar,S.Pd selaku guru bidang studi matematika serta guru-guru dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.
iv
keluarga besar yang senantiasa memberikan motivasi dan doa restu kepada penulis.
7. Teman-teman mahasiswa angkatan XXIII khususnya kelas B-2 executive dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Tuhan membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, April 2016 Penulis
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Rubrik penskoran komunikasi matematik siswa.………34
Tabel 2.2 Tabel Hubungan Panjang Rusuk dan Panjang Diagonal Sisi… 39 Tabel 2.3 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah……… 49
Tabel 2.4 Sintaks Pembelajaran Langsung ... 52
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 74
Tabel 3.2 Weiner tentang Keterkaitan antaraVariabel Bebas dan Variabel Terikat ... 75
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 79
Tabel 3.4 Bobot Skor Setiap Komponen Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematik ... 80
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Penalaran Matematik ... 82
Tabel 3.6 Bobot Skor Setiap Komponen Jawaban Kemampuan Penalaran Matematik ... 82
Tabel 3.7 Daftar Nama-Nama Validator ... 84
Tabel 3.8 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 85
Tabel 3.9 Hasil Validasi Instrumen Tes ... 85
Tabel 3.10 Interpretasi Koefisien Korelasi Validasi ... 87
Tabel 3.11 Klasifikasi Derajat Reliabilitas ... 89
Tabel 3.12 Rangkuman Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas ... 89
Tabel 3.13 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematik 92 Tabel 3.14 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Penalaran Matematik . 93 Tabel 3.15 Rancangan Analisis Data untuk ANACOVA... 95
Tabel 3.16 Katerkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis Statistik, Dan Uji Statistik ... 105
Tabel 4.1 KAM Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 108
Tabel 4.2 Data KAM Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah... 109
Tabel 4.3 Post Test Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 110
Tabel 4.4 KAM Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Pembelajaran Langsung Secara Kuantitatif ... 111
Tabel 4.5 Data KAM Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Pembelajaran ... 112
Tabel 4.6 Post Test Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Pembelajaran Secara Kuantitatif ... 114
Tabel 4.7 KAM Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 121
x
Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 123 Tabel 4.10 KAM Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas
Pembelajaran Langsung Secara
Kuantitatif ... 124 Tabel 4.11 Data KAM Kemampuan Penalaran Matematik Siswa
Kelas Pembelajaran Langsung ... 125 Tabel 4.12 Post Test Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas
Pembelajaran Secara Kuantitatif ... 126 Tabel 4.13 Deskripsi KAM Kemampuan Komunikasi Matematik di
Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas
Pembelajaran Langsung ... 134 Tabel 4.14 Deskripsi Post Test Kemampuan Komunikasi Matematik di
Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas
Pembelajaran Langsung... ... ...135 Tabel 4.15 Hasil Uji Homogenitas Varians KAM Kemampuan
Komunikasi Matematik Kelas Pembelajaran Berbasis
Masalah dan Kelas Pembelajaran Langsung ... .. 137 Tabel4.16 Hasil Uji Homogenitas Varians Post Test Kemampuan
Komunikasi Matematik Kelas Pembelajaran Berbasis
Masalah dan Kelas Pembelajaran Langsung ... ... 138 Tabel 4.17 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Komunikasi Matematik Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah. .139 Tabel 4.18 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Komunikasi Matematik Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah..143 Tabel 4.19 Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi
Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Pembelajaran
Berbasis Masalah ... 144 Tabel 4.20 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Komunikasi Matematik Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah 144 Tabel 4.21 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Komunikasi Matematik Kelas Langsung ... 145 Tabel 4.22 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Komunikasi Matematik Kelas Pembelajaran Langsung…. .... 149 Tabel 4.23 Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi
Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Pembelajaran
Langsung ... 150 Tabel4.24 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Komunikasi Matematik Kelas Pembelajaran Langsung ... 151 Tabel 4.25 AnalisisKovariansuntukKesamaanDua Model Regresi
Kemampuan Komunikasi Matematik ... 154 Tabel 4.26 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Komunikasi Matematik ... 158 Tabel 4.27 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan
Komunikasi Matematik
Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model
xi
Tabel 4.28 Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model
Regresi Kemampuan Komunikasi Matematik... 159 Tabel 4.29 Kofesien Analisis Kovarians Kemampuan Komunikasi
Matematik untuk Kesejajaran Model Regresi ... 170 Tabel 4.30 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Komunikasi Matematik ... 171 Tabel 4.31 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Kemampuan Komunikasi Matematik pada Taraf Signifikan
5% ... 173 Tabel 4.32 Deskripsi KAM Kemampuan Penalaran Matematik di
Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas
Pembelajaran Langsung ... 175 Tabel 4.33Deksripsi Post Test Kemampuan Penalaran Matematik di Kelas
Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Pembelajaran
Langsung... 176 Tabel 4.34 Hasil Uji Homogenitas Varians KAMKemampuan Penalaran Matematik Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas
Pembelajaran Langsung... 178 Tabel 4.35 Hasil Uji HomogenitasVarians Post Test Kemampuan Penalaran
Matematik Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah...178 Tabel 4.36 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Penalaran Matematik Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah 182 Tabel 4.37Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Penalaran Matematik Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah 183 Tabel 4.38 Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi
Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Pembelajaran
Berbasis Masalah ... 183 Tabel 4.39Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Penalaran Matematik Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah ..187 Tabel 4.40 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Penalaran Matematik Kelas Pembelajaran Langsung ... ..191 Tabel 4.41 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Penalaran Matematik Kelas Pembelajaran Langsung ... ..192 Tabel 4.42 Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi
Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Pembelajaran
Langsung ... 192 Tabel 4.43 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Komunikasi Matematik Kelas Pembelajaran Langsung ... 195 Tabel 4.44 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Penalaran Matematik ... 199 Tabel 4.45 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
xii
Tabel 4.46 Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model
Regresi Kemampuan Penalaran Matematik ... 200 Tabel 4.47 Analisis Kovarians Kemampuan Penalaran Matematik
Untuk Kesejajaran Model Regresi ... 211 Tabel 4.48 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Penalaran Matematik ... 212 Tabel 4.49 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Kemampuan Penalaran Matematik pada Taraf Signifikan
5% ... 214 Tabel 4.50Skor Perolehan Tes Kemampuan Komunikasi Matematik
Pada Indikator Penjelasan Matematik ... 219 Tabel 4.51 Skor Perolehan Tes Kemampuan Komunikasi Matematik
Pada Indikator Menggambar Matematik ... 224 Tabel 4.52 Skor Perolehan Tes Kemampuan Komunikasi Matematik
Pada Indikator Ekspresi Matematik ... 229 Tabel 4.53 Skor Perolehan Tes Kemampuan Penalaran Matematik
Pada Indikator Analogi ... 232 Tabel 4.54 Skor Perolehan Tes Kemampuan Penalaran Matematik
Pada Indikator Generalisasi... 234 Tabel 4.55 Skor Perolehan Tes Kemampuan Penalaran Matematik
Pada Indikator Kondisional ... 238 Tabel 4.56 Skor Perolehan Tes Kemampuan Penalaran Matematik
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Salah satu jawaban siswa ... ..9
Gambar 1.2 Salah satu jawaban siswa ... .13
Gambar 3.1 Bagan Prosedur Penelitian ... .77
Gambar 4.1 Tingkat KAM Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah ... 109
Gambar 4.2 Tingkat Post Test Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah ... 111
Gambar 4.3 Tingkat KAM Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada Kelas Pembelajaran Langsung ... 112
Gambar 4.4 Tingkat Post Test Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada Kelas Pembelajaran Langsung ... .114
Gambar 4.5 Tingkat KAM Kemampuan Penalaran Matematik Siswa pada Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah ... 121
Gambar 4.6 Tingkat Post Test Kemampuan Penalaran Matematik Siswa pada Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah ... 124
Gambar 4.7 Tingkat KAM Kemampuan Penalaran Matematik Siswa pada Kelas Pembelajaran Langsung ... 125
Gambar 4.8 Tingkat Post Test Kemampuan Penalaran Matematik Siswa pada Kelas Pembelajaran Langsung ... 127
Gambar 4.9 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa pada Indikator 1 ... 217
Gambar 4.10 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa pada Indikator 2 ... 222
Gambar 4.11 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa pada Indikator 3 ... 227
Gambar 4.12 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa pada Indikator 1 ... 230
Gambar 4.13 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa pada Indikator 2 ... 233
Gambar 4.14 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa pada Indikator 3 ... 236
1
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena
pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang.
Pendidikan juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan
kualitas sumber daya manusia. Perkembangan dan kemajuan teknologi dewasa
ini tidak terlepas dari perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Seiring
dengan kemajuan IPTEK yang bergerak secara dinamis, tentu mengakibatkan
perlunya suatu tuntutan kepada matematika untuk mengikuti gerak dinamis
tersebut. Hal ini dikarenakan ilmu matematika adalah salah satu ilmu mendasar
yang dapat menumbuhkan kemampuan penalaran siswa dan sangat diperlukan
perkembangan teknologi pada saat ini. Peran matematika sangat penting bagi
kehidupan. Besarnya peran matematika tersebut menuntut siswa harus mampu
menguasai pelajaran matematika.
Karnasih (Marpaung, 2009:1) mengatakan bahwa matematika adalah kunci
untuk mendapatkan kesempatan atau peluang. Matematika bukan hanya sebagai
sains tetapi matematika memberikan sumbangan langsung dan cara yang
fundamental terhadap bisnis, keuangan, kesehatan, pertahanan dan bidang lainnya.
Bagi siswa, pengetahuan matematika membuka kesempatan untuk meningkatkan
karir. Bagi warga Negara dan bangsa, penguasaan matematika akan memberikan
2
Untuk itu matematika sebagai disiplin ilmu perlu dikuasai dan dipahami
oleh siswa sekolah agar dapat memudahkan siswa untuk mengikuti perkembangan
ilmu dan teknologi. Dalam merealisasikannya diperlukan SDM yang handal dan
mampu bersaing secara global. Untuk itu diperlukan kemampuan tingkat tinggi
(high order thinking) yaitu berpikir logis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerjasama secara produktif. Cara berpikir seperti itu dapat dikembangkan
melalui pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan
Ansari(2009 : 1)
“Hakekat pendidikan matematika adalah membantu siswa agar berpikir kritis, efisien, bersikap ilmiah, disiplin, bertanggung jawab, percaya diri, disertai dengan iman dan taqwa”.
Namun pada kenyataannya mutu pendidikan di Indonesia khususnya
matematika masih rendah. Beberapa ahli matematika seperti Russefendi (dalam
Hutagalung, 2009) mensinyalir kelemahan matematika pada siswa Indonesia
karena pelajaran matematika disekolah ditakuti bahkan dibenci siswa. Menurut
Soedjono (dalam Hutagalung, 2009):
“Kesulitan belajar siswa dapat disebabkan beberapa faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti fisiologi, faktor sosial dan faktor pedagogik. Selain itu terdapat pula kesulitan khusus dalam belajar matematika seperti: 1) kesulitan dalam menerapkan konsep, 2) kesulitan dalam belajar dan menggunakan prinsip, 3) kesulitan dalam memecahkan soal berbentuk verbal”.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bambang R (2008) bahwa faktor yang
menyebabkan matematika sebagai pelajaran sulit adalah karakteristik matematika
yang bersifat abstrak, logis, sistematis dan penuh dengan lambang-lambang dan
rumus-rumus yang membingungkan serta matematika itu penuh dengan hitungan
3
Di dalam penerapannya, seringkali matematika yang diajarkan kepada
siswa dilakukan dengan pemberitahuan, tidak dengan cara ekplorasi matematika
(Rusffendi dalam Ansari: 2009). Oleh karena itu kondisi pembelajaran di dalam
kelas membuat siswa menjadi pasif. Salah satu cara yang sering dipakai seorang
guru dalam menyampaikan pembelajaran adalah metode ekspositori. Dimana
proses pembelajaran berlangsung satu arah yaitu penyampaian informasi dari guru
ke siswa. Metode inilah yang dapat membuat siswa menjadi kurang aktif dalam
proses belajar karena siswa belajar dengan cara menonton guru dalam
menjelaskan dan memecahkan masalahnya sendiri, Brooks & Brooks (dalam
Ansari, 2009) menamakan pembelajaran seperti pola ini sebagai konvensional,
karena suasana kelas masih didominasi guru dan menitikberatkan pembelajaran
pada keterampilan tingkat rendah.
Sementara Cockroft (Abdurrahman, 2003:253) mengemukakan bahwa
matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalama
segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan
matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan
jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5)
meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian , dan kesadaran kekurangan;
(6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Hal ini sejalan dengan penyataan Ruseffendi (1991:208) bahwa :
4
sebagian besar perguruan tinggi matematika diberikan sebagai mata pelajaran yang harus diketahui oleh semua siswa.
Pembelajaran konvensional atau mekanistik ini menekankan pada latihan
mengerjakan soal atau drill dengan mengulang prosedur serta lebih banyak
menggunakan rumus atau algoritma tertentu. Paling tidak ada dua akibat dari
pembelajaran ini.Pertama, siswa kurang aktif pada pola pembelajaran ini karena
kurang menanamkan pemahaman konsep sehingga kurang mengundang sikap
kritis.Kedua, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan latihan soal, mereka
kebingungan karena tidak tahu harus mulai dari mana mereka bekerja.
Menurut Ansari (2009:3) bahwa model pembelajaran pemberian informasi
secara konvensional dapat mendidik siswa menjadi kurang baik, dan juga dapat
mendidik siswa bersikap apatis dan individualistik.Mereka melihat matematika
sebagai suatu kumpulan aturan-aturan yang dapat mendatangkan bosan, karena
aktivitas siswa hanya mengulang prosedur atau menghafal algoritma tanpa diberi
peluang lebih banyak berinteraksi dengan sesama.Pembelajaran seperti ini tidak
memberi kebebasan berfikir siswa, melainkan belajar hanya untuk tujuan
singkat.Apabila pembelajaran matematika menekankan pada aturan dan prosedur,
ini dapat memberi kesan bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang
dihapal, hal inilah yang dapat membuat siswa tidak bebas dalam berpikir dan
menyampaikan ide-idenya.Rendahnya kemampuan komunikasi matematika
merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa.Matematikamerupakan
bidang ilmu yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SMA dan bahkan di
5
Sumarmo (2005) mengemukakan bahwa pendidikan matematika pada
hakikatnyamempunyai dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan
masa kini dan kebutuhan masa yang akan datang. Kebutuhan masa kini yang
dimaksud yaitu mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep
dan ide matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah
matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan
kebutuhan masa yang akan datang adalah pembelajaran matematika memberikan
kemampuan menalar yang logis, sistematik, kritis dan cermat, menumbuhkan rasa
percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta
mengembangkan sikap objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam
menghadapi masa depan yang senantiasa berubah.
Berdasarkan dua arah pengembangan yaitu matematika memegang peran
penting untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang maka
tidaklah mengherankan jika pada akhir-akhir ini banyak pakar matematika, baik
pendidik maupun peneliti yang tertarik untuk mendiskusikan dan meneliti
kemampuan berpikir matematik. NCTM (2003) menyatakan bahwa ada beberapa
aspek yang termasuk dalam kemampuan berpikir matematik di antaranya yaitu
kemampuan pemecahan masalah matematik, komunikasi matematik, penalaran
dan pembuktian matematik, koneksi matematik dan representasi matematik.
Sulvivan (dalam Ansari:2009) mengatakan bahwa peran dan tugas guru
sekarang adalah memberi kesempatan belajar maksimal pada siswa dengan jalan
(1) melibatkan secara aktif dalam eksplorasi matematika; (2) mengkonstruksikan
6
agar mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi; (4)
mendorong agar berani mengambil resiko dalam menyelesaikan soal; (5) memberi
kebebasan berkomunikasi untuk menjelaskan idenya dengan mendengarkan ide
temannya.
Lindquist dan Elliott (1996) menyatakan bahwa matematika itu adalah
bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasan terbaik dalam komunitasnya, maka
mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan
meng-asses matematika. Selanjutnya Ruseffendi (1988:261) menyatakan hal yang
serupa yaitu, “Matematika adalah bahasa, agar dapat dipahami dengan tepat kita
harus menggunakan simbol dan istilah yang cermat yang disepakati secara
bersama.” Dari pernyataan ini kita bisa melihat betapa pentingnya kemampuan
komunikasi matematik dimiliki oleh siswa karena kemampuan komunikasi
matematik ini merupakan esensi dari belajar-mengajar matematika.
Sementara itu, kenyataannya para siswa masih merasa asing untuk
membicarakan matematika, yang merupakan akibat sangat jarangnya para guru
memberikan kesempatan para siswa untuk mengemukakan atau menjelaskan
gagasan atau ide-idenya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Cai (1996)
yang menyatakan bahwa sebagai akibat dari sangat jarangnya para siswa dituntut
untuk menyediakan penjelasan dalam pelajaran matematika, mengakibatkan para
siswa merasa sangat asing untuk berbicara tentang matematika, dengan demikian
menjadi mengejutkan bagi mereka untuk memberikan pertimbangan atas
7
mampu memberikan penjelasan atas jawaban yang diberikannya pada waktu
kegiatan belajar mengajar dilakukan.
Sumarmo (2005) merinci kemampuan yang tergolong pada komunikasi
matematik di antaranya adalah: Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau
benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematik; menjelaskan
ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan; mendengarkan,
berdiskusi, dan menulis tentang matematika; membaca dengan pemahaman suatu
representasi matematika tertulis; membuat konjektur, menyusun argumen,
merumuskan definisi, dan generalisasi; dan mengungkapkan kembali suatu uraian
atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.
Menurut NCTM (dalam Nuraini, 2013:189) dikatakan bahwa:
Komunikasi adalah wahana antara guru dan siswa untuk saling menghargai ketika proses pemecahan masalah dan penalaran terjadi. Tetapi komunikasi dengansendirinya juga menjadi penting, karena siswa harus belajar untuk mendeskripsikan fenomena atau masalah melalui berbagai cara, baik tulisan, lisan dan bentuk-bentuk visual lainnya dalam pembelajaran matematika.
Sedangkan indikator kemampuan komunikasi matematik menurut NCTM
(dalam Husna, 2013:85), adalah:
a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis,
dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.
b. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide
matematika baik secara lisan, tertulis, maupun dalam bentuk lainnya.
c. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika
dan struktur-strukturnya, untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan salah satu kesulitan untuk
mempelajari matematika adalah rendahnya kemampuan komunikasi matematika
8
pembelajaran matematika. Kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh pandangan
guru terhadap makna belajar.Makna dan hakekat belajar seringkali diartikan
sebagai penerimaan informasi dari sumber informasi.Artinya masih ada sebagian
guru memaknai kegiatan mengajar sebagai kegiatan memindahkan informasi dari
guru atau buku kepada siswa.Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (dalam
Ansari, 2009:2) bahwa: “Bagian besar dari matematika yang dipelajari siswa di
sekolah tidak diperoleh melalui eksplorasi matematik, tetapi melalui
pemberitahuan”.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti (Senin, 20 Agustus 2015)
di SMA Negeri 1 Sunggaal pada Kelas XI Mia 3 Tahun Ajaran 2015/2016,
peneliti menemukan beberapa fakta. Diberikan soal untuk mengukur komunikasi
matematik siswa, yaitu :
“Diketahui matriks
memenuhi AX = B, tentukan matriks X!”
9
Gambar 1.1. Salah Satu Jawaban Siswa untuk Mengukur Kemampuan Komunikasi
Pada gambar 1.1 dapat dilihat beberapa kesalahan proses jawaban siswa, yaitu
menggunakan huruf abjad kecil dalam menuliskan determinan “A”, penulisan
rumus dalam menentukan matrik X masih salah (Seharusnya X=A-1B), dan hasil
untuk perkalian 2 buah matriks salah. Untuk kesalahan menggunakan huruf abjad
kecil dalam menetukan invers, Terdapat 15 siswa yang melakukan kesalahan
penulisan rumus dalam menentukan matriks X dan terdapat 20 siswa yang
melakukan kesalahan pada perkalian matriks. Nilai rata-rata siswa kelas XI Mia 3
yang berjumlah 40 orang adalah 46,73.
Sementara itu, berdasarkan temuan di lapangan dari beberapa hasil
penelitian, dapat diketahui bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa
masih rendah. Wihatma (2004) menyatakan dari hasil observasi di lapangan yang
dilakukan olehnya diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa dalam
mengkomunikasikan ide-ide masih kurang sekali. Sejalan dengan pernyataan ini,
10
kualifikasi kurang.Hasil penelitian Sribina (2011:6), menyimpulkan bahwa ketika
proses belajar mengajar berlangsung banyak siswa yang masih belum mampu
mengungkapkan ide matematikanya dengan baik. Begitu pula saat siswa diberikan
soal latihan untuk materi integral.Siswa tidak mampu menyampaikan ide-ide
untuk menyajikan penyelesaian dalam bentuk grafik seperti saat disuruh
menentukan luas daerah yang dibatasi sebuah kurva.Hanya sedikit siswa yang
mampu menunjukkan luas daerah yang dicari dalam grafik.
Kemampuan yang tidak kalah pentingnya yang harus dimiliki oleh siswa
adalah kemampuan penalaran matematik.Salah satu alasan ketidakberhasilan
siswa dalam mata pelajaran matematika adalah karena siswa tidak mampu
menggunakan nalarnya secara baik dalam menyelesaikan persoalan
matematika.Wahyudin (1999: 191-192) mengemukakan bahwa “salah satu
kecendrungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik
pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu siswa kurang menggunakan nalar
yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang
diberikan.”Sejalan dengan itu penelitian yang dilakukan oleh Syofni (Alamsyah,
2000) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dengan sangat
signifikan antara kemampuan penalaran dalam matematika dengan prestasi belajar
matematika.
Kemampuan penalaran merupakan dasar untuk memiliki sikap dan
kebiasaan berpikir kritis.Kemampuan berpikir matematis telah banyak mendapat
perhatian para peneliti maupun pendidikan. Gagasan aktivitas matematis yang
11
sebagai proses aktif, dinamik, generatif, dan eksporatif. Henningsen dan Stein
(Utari-Sumarmo, 2000: 6) menamakan proses matematika itu dengan istilah
bernalar dan berpikir matematika tingkat tinggi (high-level mathematical thinking
and reasoning). Permana (2007:116) mengungkapkan bahwa : “Penalaran adalah suatu cara berpikir yang menghubungkan antara dua hal atau lebih berdasarkan
sifat dan aturan tertentu yang telah diakui kebenarannya hingga mencapai suatu
kesimpulan”. Kemampuan penalaran matematik siswa merupakan aspek penting,
karena dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah lain, baik masalah
matematika maupun masalah kehidupan sehari-hari.Selanjutnya Jhonson dan
Rising (dalam Riyanto, 2011:113) menyatakan bahwa: “Mathematics is a creation
of the human mind,concened primarily with idea processes andreasoning”. Ini berarti bahwa matematika merupakan kreasi pemikiran manusia yang pada intinya
berkait dengan ide-ide, proses-proses danpenalaran.
Setiap hari manusia menggunakan pikiran.Karena seringnya berpikir
dilakukan oleh manusia, maka biasanya hal tersebut dianggap mudah.Namun
kalau kita selidiki lebih lanjut dan mendalam terutama bila dipraktekkan dengan
sungguh-sungguh, ternyata berpikir dengan teliti dan tepat merupakan kegiatan
yang cukup sukar dilakukan (Dahlan, 2004). Menurut Galloti berpikir (thinking)
terdiri dari tiga bagian yaitu problem solving, logical reasoning dandecision
making (Matlin, 1994: 379). Lebih lanjut dikatakan oleh Gosev dan Safuanov (Dahlan, 2004: 2) kegiatan berpikir memerlukan pamahaman terhadap masalah
yang berhubungan dengan materi yang sedang dipikirkan, kemampuan kita
12
dari pikiran yang merentang ke dalam hasil pemikiran. Sesungguhnya terdapat
hubungan antara proses berpikir dengan matematika. Plato (Dahlan, 2004: 2)
menyatakan bahwa seseorang yang baik dalam matematika akan cederung baik
dalam berpikir dan seseorang yang dilatih dalam belajar matematika, maka akan
menjadi seorang pemikir yang baik dalam kaitan dengan pemunculan ide dan
konsep matematika.
Sumarmo (dalam Bani, 2011:15), memberikan indikator kemampuan yang
termasuk pada kemampuan penalaran matematik, yaitu: “(1) membuat analogi dan
generalisasi, (2) memberikan penjelasan dengan menggunakan model, (3)
menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika, (4)
menyusun dan menguji konjektur, (5) memeriksa validitas argument, (6)
menyusun pembuktian langsung, (7) menyusun pembuktian tidak langsung, (8)
memberikan contoh penyangkalan, dan (9) mengikuti aturan inferensi”.
Begitu pentingnya proses berpikir dalam kehidupan manusia terutama
dalam pembelajaran matematika, tetapi kenyataan yang ada siswa masih
mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan penalarannya.
Menurut Shadiq (2009: 14), kemampuan penalaran matrematik dapat
dilihat dari indicator-indikator berikut: (1) mengajukan dugaan (conjectutes); (2)
melakukan manipulasi matematik; (3) menarik kesimpulan, menyusun bukti,
memberikan alasan atau bukti terhadadap beberapa solusi; (4) menarik
kesimpulan dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penalaran juga
13
berpikir untuk menkonstruk pengetahuan matematika hingga menemukan suatu
kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan sifat dan aturan tertentu
yang telah diakui kebenarannya.
Observasi yang dilakukan (Senin, 20Agustus 2015) di kelas XI Mia 3
SMA Negeri 1 Sunggal menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematik
siswa masih rendah dilihat dari proses jawaban yang dibuat siswa pada soal
berikut:
“Buktikan apakah dua matriks A dan B yang memenuhi persamaan (A+B)2 = A2 +
B2!”
Gambar 1.2Salah Satu Jawaban Siswa Untuk Mengukur Kemampuan Penalaran Matematik Siswa
Dari proses jawaban yang ditulis siswa pada gambar di atas dapat dilihat
14
penguadratan matriks atau tidak. Siswa hanya menjawab soal tanpa melihat
apakah penguraian persamaan yang dibuatnya telah sesuai atau tidak dengan
aturan matriks (bahwa AB≠BA).Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 40
orang siswa, 13 orang tidak menjawab soal, 22 orang menjawab dengan salah, dan
5 menjawab dengan benar. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran
matematik siswa masih rendah.
Sejalan dengan pendapat tersebut, hasil penelitian Utari-Sumarmo (1987:
297) menemukan bahwa keadaan skor kemampuan siswa dalam pemahaman dan
penalaran matematika masih rendah.Siswa masih banyak mengalami kesukaran
dalam pemahaman relasional dan berpikir derajat kedua. Penelitian Wahyudin
(1999: 251-252) menemukan lima kelemahan yang ada pada siswa antara lain:
kurang memiliki pengetahuan materi prasyarat yang baik, kurang memiliki
kemampuan untuk memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika
(aksioma, definisi, kaidah, teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang
sedang dibicarakan, kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak
atau mengenali sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan
dengan pokok bahasan tertentu, kurang memiliki kemampuan menyimak kembali
sebuah jawaban yang diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak), dan
kurang memiliki kemampuan nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan
atau soal-soal matematika.
Dari hasil wawancara dengan salah satu siswa yang bernama Adrian
Markus Gintingkelas XI Mia 3 SMA Negeri 1 Sunggaldiperoleh keterangan
15
yang kurang disenangi dan matematika merupakan pelajaran yang sulit, terutama
menyelesaikan soal-soal yang berbentuk masalah dalam kehidupan sehari-hari
dengan alasan soal tersebut tidak sama yang diberikan oleh guru sehingga siswa
kurang termotivasi untuk belajar matematika. Hasil pengamatan di kelas, siswa
hanya menjadi pendengar saja,sedikit tanya jawab, siswa mencatat materi yang
diajarkan dari papan tulis, mengerjakan latihan dan hasilnya ditulis di papan
tulis.Hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas,
guru hanya memfokuskan pada penghafalan konsep, memberikan rumus-rumus
dan langkah-langkah serta prosedur matematika guna menyelesaikan soal.
Untuk mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan komuniksai dan
penalaran matematik siswa maka guru perlu mengusahakan perbaikan model
pembelajaran sebagai suatu strategi untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
dan penalaran matematik siswa dengan cara bagaimana siswa turut aktif dalam
proses pembelajaran. Pembelajaran yang digunakan selama ini belum mampu
mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk mengemukakan ide
dan pendapat mereka, dan siswa masih enggan untuk bertanya pada guru jika
mereka belum memahami materi yang disajikan guru.Siswa hanya menghapal
konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah
dalam kehidupan nyata.
Sriyono (1992) mengatakan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan
mutu pendidikan adalah dengan mengaktifkan siswa dalam belajar. Menyadari
betapa pentingnya faktor pendekatan dalam mengajar untuk menumbuhkan atau
16
dalam penelitian proposal ini dicoba memberikan suatu alternatif pembelajaran
yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatih kemampuan
komunikasi dan penalaran matematik siswa.Namun, selain faktor model
pembelajaran, faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi dan
penalaran matematik siswa adalah kemampuan awal siswa. Kemampuan awal
merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti materi
pelajaran selanjutnya. Hodoyo (1990:4) berpendapat “Matematika berkenaan
dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan
penalarannya deduktif, sehingga konsep-konsep matematika pada jenjang
sebelumnya sangat berkaitan dengan pemahaman konsep matematika pada
jenjang selanjutnya”. Ini berarti bahwa pengetahuan matematika yang dimiliki
siswa sebelumnya menjadi dasar pemhaman untuk mempelajari materi
selanjutnya. Ruseffendi (1991:112) menyatakan bahwa dari sekelompok siswa
yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah.
Perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan
bawaan dari lahir, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan.Oleh karena itu,
pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat
penting untuk dipertimbangkan.Artinya pemilihan model pembelajaran harus
dapat mengakomodasi kemampuan matematik siswa yang heterogen sehingga
dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.
17
Kurikulum 2013 menganut pandangan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik.Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Pada kurikulum 2013 juga terjadi pergeseran pola pikir perumusan kurikulum, seperti menggunakan konteks dunia nyata, pembelajaran berbasis tim, kooperatif (hubungan tidak satu arah), pertukaran pengetahuan, dan lain-lain. Maka berdasarkan kurikulum yang ada saat ini, guru dituntut dalam memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat tiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya.
Sehingga model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkan sesuai
dengan kurikulum 2013 adalah pembelajaran berbasis masalah. Arends (dalam
Hosnan, 2014:295) mengungkapkan bahwa: “Pembelajaran berbasis masalah
adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah
autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi, memandirikan siswa, dan
meningkatkan kepercayaan diri sendiri.”
Nurdalilah (2013:112) menyatakan bahwa: “Pembelajaran berbasis
masalah dapat mempresentasikan masalah tersebut dalam objek, gambar,
kata-kata, atau simbol matematika”. Salah satu ciri utama pembelajaran berbasis
masalah yaitu berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, dengan maksud
masalah yang disajikan dalam pembelajaran berbasis masalah berpusat pada
pelajaran tertentu tetapi siswa dapat meninjau masalah tersebut dari banyak segi
disiplin ilmu yang lain untuk menyelesaikannya. Dengan diajarkannya
pembelajaran berbasis masalah ini akan mendorong siswa belajar secara aktif,
penuh semangat, serta menyadari manfaat matematika karena tidak hanya
18
pendapat Hosnan (2014:300) bahwa: “Masalah yang diajukan dalam pembelajaran
berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu”.
Penelitian dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah telah
diteliti oleh Abbas, dkk (2006:1) dalam penelitiannya pada siswa SMP Negeri 10
Gorontalo yang menyatakan hasil belajar siswa mengalami peningkatan.dari hasil
pada siklus I dari 35 orang siswa ada 26 orang siswa (74,19%) mencapai
ketuntasan belajar dan pada siklus II ada 32 orang siswa (91,43%) mencapai
ketuntasan belajar dengan menggunakan model pembeurulajaran berbasis masalah
dengan penilaian portofolio siswa.
Hasanah (2004) dalam penelitiannya pada siswa SMPN 6 Cimahi berkatan
dengan proses belajar mengajar menyimpulkan pemahaman siswa yang
memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pembelajaran biasa,
rata-rata kemampuan pemahaman matematika dengan pembelajaran berbasis
masalah adalah 86,05% sedangkan dengan pembelajaran biasa 78,43%. Analisis
terhadap penelitiannya mengimplikasikan bahwa pendekatan berbasis masalah
dengan menekankan representasi matematika dapat dijadikan guru sebagai salah
satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan
penalaran matematika.
Sedangkan model pembelajaran langsung adalah suatu model pembelajaran
yang bersifat teaching center. Menurut Arends (2008;294) “Model pembelajaran
langsung adalah salah satu model mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang
proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
19
bertahap selangkah demi selangkah”.Pembelajaran langsung menurut Kardi (dalam
Trianto, 2009:43) dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktik, dan kerja
kelompok. Pembelajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang
ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas, pembelajaran berbasis masalah dan
pembelajaran langsung dinilai dapat memacu semangat tiap siswa untuk secara
aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Pembelajaranyang diterapkan
dalam kelas menggunakan kelompok belajar sehingga diharapkan siswa dapat
mengkomunikasikan ide-ide mereka dan menggunakan daya nalarnya dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan. Melalui kelompok belajar ini, siswa akan
menyampaikan pendapat yang mereka peroleh berdasarkan hasil pemikirannya
dan siswa yang lain mendengarkan serta menggunakan pikirannya untuk
menerima pendapat siswa yang memberikan masukan. Karena langkah-langkah
atau sintaks pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan pembelajaran
langsung, maka hasil dari kemampuan komunikasi dan penalaran siswa pada
masing-masing pembelajaran akan berbeda, maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan mengangkat judul :“Perbedaan Kemampuan
Komunikasi dan Penalaran Matematik pada Pembelajaran Berbasis
Masalah dan Pembelajaran Langsung.”
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi
20
1. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal komunikasi
matematik.
2. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal penalaran
matematik.
3. Proses jawaban yang diberikan siswa masih kurang tepat.
4. Pembelajaran yang digunakan di kelas belum mampu mengaktifkan siswa
dalam belajar, memotivasi siswa untuk mengemukakan ide dan pendapat
siswa.
5. Pembelajaran berbasis masalah masih jarang diterapkan dalam
pembelajaran.
6. Pembelajaran langsung masih jarang diterapkan dalam pembelajaran.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas,
maka perlu adanya pembatasan masalah agar penelitian ini lebih terfokus pada
permasalahan yang akan diteliti. Peneliti hanya meneliti antara siswa yang diberi
pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran langsunguntuk melihat
perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa, kemampuan penalaran
matematik siswa dan proses jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah yang
21
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
masalah di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi perhatian penulis untuk
dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara
siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang
diberi pembelajaran langsung?
2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematik antara siswa
yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi
pembelajaran langsung?
3. Bagaimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal
komunikasi setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah dibanding
dengan pembelajaran langsung?
4. Bagaimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal
penalaran setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah dibanding
dengan pembelajaran langsung?
1.5. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
perbedaan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsungterhadap
kemampuan komunikasi dan penalaran matematik siswa. Sedangkan secara
22
1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa
yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi
pembelajaran langsung.
2. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan penalaran matematik antara siswa
yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi
pembelajaran langsung.
3. Untuk mendeskripsikan proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam
menyelesaikan soal-soal komunikasi setelah memperoleh pembelajaran
berbasis masalah dibanding dengan pembelajaran langsung.
4. Untuk mendeskripsikan proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa
dalam menyelesaikan soal-soal penalaran setelah memperoleh pembelajaran
berbasis masalah dibanding dengan pembelajaran langsung.
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi dalam memperbaiki
proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran
berbasis masalah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Memberikan bahan pertimbangan kepada guru sebagai tenaga pendidik dalam
memilih model pembelajaran yang paling tepat untuk menyampaikan materi
pelajaran di kelas.
2. Dapat dijadikan sebagai dasar bagi peneliti untuk mengembangkan model
23
3. Memberikan manfaat berupa variasi pembelajaran matematika yang baru yang
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan
komunikasi dan penalaran siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.
4. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran bagi
kebutuhan siswa, serta sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang
1
1
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung dengan menekankan pada kemampuan komunikasi dan penalaran matematik, diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari hasil analisis covarians (ANACOVA) untuk Fhitung adalah = 0,130lebih kecil dari Ftabel adalah 3,996 dan konstanta regresi
untuk pembelajaran berbasis masalah adalah 17,525 lebih besar dari pembelajaran pembelajaran langsung yaitu 16,547. Nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah adalah 82,031 dan nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran langsung adalah 77,232.
2. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematik antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari hasil analisis covarians (ANACOVA) untuk Fhitung adalah 0,136 lebih kecil dari Ftabel adalah 3,996 dan konstanta regresi
2
untuk pembelajaran berbasis masalah adalah lebih besar 8,826 dari pembelajaran langsung yaitu 6,102. Nilai rata-rata kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah adalah 90,781, dan nilai rata-rata kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran langsung adalah 73,906.
3. Proses penyelesaian jawaban siswa pada kemampuan komunikasi matematik dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada pembelajaran langsung. Hal ini dapat dilihat dari aspek komunikasi yaitu penjelasan matematika, menggambar matematika, dan ekspresi matematika, skor perolehan siswa pada pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada skor perolehan siswa pembelajaran langsung.
4. Proses penyelesaian jawaban siswa pada kemampuan penalaran matematik dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada pembelajaran langsung. Pada aspek analogi, aspek analogi , generalisasi, kondisional dan silogisme proses penyelesaian jawaban siswa pada pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada pembelajaran langsung. Proses penyelesaian jawaban siswa pada pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada pembelajaran langsung.
5.2. Saran
3
hal-hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut :
1. Bagi guru matematika
a. Pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung pada pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan komunikasi dan penalaran matematik siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif khususnya dalam mengajarkan materi aturan pencacahan.
b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung pada materi aturan pencacahan.
c. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.
2. Kepada Lembaga terkait
4
meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan komunikasi dan penalaran matematik siswa.
b. Pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan penalaran matematik siswa pada materi aturan pencacahan sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk materi matematika yang lain.
3. Kepada peneliti lanjutan
a. Melakukan penelitian lanjutan yang bisa mengkaji aspek lain secara terperinci dan memperhatikan kelengkapan pembelajaran agar aspek yang belum terjangkau dalam penelitian ini diperoleh secara maksimal.
101
101 DAFTAR PUSTAKA
Abbas dan Nurhayati. 2006. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Penilaian fortofolio di SMPN 10 Gorontalo
Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:PT Rineka Cipta
Alamsyah. 2000. Prestasi Belajar. Jakarta: Kawan Pustaka.
Ansari. 2009. Komunikasi Matematika : Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh:Pena Arends, R. I. 2008. Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar) Buku Dua. Edisi
Ketujuh. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Arikunto. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta:Bumi Aksara
_______. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta
Astika, Suma dan Suastra. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Sikap Ilmiah dan Keterampilan Berpikir Kritis. Singaraja: E-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Vol 3 Tahun 2013
Bani. 2011. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing, SPS, UPI, Bandung. Jurnal Edisi Khusus No 1 Agustus 2011. Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia
Cai, J., Lane, S., and Jakabcsin, M.S. 1996. “Assesing Students Mathematical
Communication”. Official Journal of the Science and Mathematics. 96(5)
238-246
Campbell dan Stanley. 1966 . Eksperimental And Quasi-Eksperimental Design For Research. USA : Houghton Mifflin Company
Creswell, J. W. 2008. Research Questions and Hypotheses.Chapter Seven.TX: Harcourt Brace
102
Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Edisi Khusus No 1, Agustus 2011
Fergusson, G, A. 1989. Statistical Analisys In Psychology and Education. Sixth Edition, Singapore : Mc. Graw- Hill International Book Co
Gaspersz,V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Bandung: Armico Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Hasanah, A. 2004. Mengemangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematika. Tesis. UPI Bandung. Hergenhahn, Olson. (2008). Theories of Learning (Teori Belajar) Edisi Ketujuh. Jakarta:Kencana
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor:Ghalia Indonesia
Hudoyo, H. 1990. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK. Depdikbud
Ibrahim,M dan Nur. 2003. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unesa Kariadinata. 2012 Menumbuhkan Daya Nalar ( Power of Reason ) Siswa Melalui
Pembelajaran Analogi Matematika. Bandung: Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1 No 1
Lindquist, M dan Elliott, P.C. 1996. “Communication-an Imperative for Change: A Conversation with Mary Lindquist”, dalam Communication in Mathematics K-12 and Beyond. USA: National Council of Teachers of Mathematics. INC
Marpaung, H. 2009. Upaya meningkatkan hasil belajar siswa menggunakan lembar kerja siswa .Skripsi. UNA
Marzuki. 2012. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Antara Siswa yang diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsung. Medan: Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Natalia dan Imanuel. 2007. Model Komunikasi Antarbudaya Ekspatriat
103
Neter, J. 2005. Applied Linier Statistical Model Fifth Edition. New York : McGraw-Hill Companies, Inc
Nuraini, Armanto dan Sinaga. 2013. Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Metakognisi Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar yang Menerapkan Model Pembelajaran CTL dan Konvensional di SMPN 2 Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Paradikma Jurnal Pendidikan Matematika Vol 6 No 2. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan
Nurdalilah, Syahputra dan Armanto. 2013. Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika dan Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan. Paradikma Jurnal Pendidikan Matematika Vol 6 No 2. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan Nurfauziah. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Pengetahuan Prosedural Matematika Siswa SMP. Medan: Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Nurhadi. 2003. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen
Permana dan Sumarmo. 2007. Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Educationist Vol. 1 No.2/Juli 2007. Bandung: Balai Penataran Guru Tertulis dan Universitas Pendidikan Indonesia
Priatna, N. 2003. “Teknik Probing dalam Pembelajaran Matematika untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SLTP”. Proceeding
National Seminar on Science and Mathematics Education, the Role of IT/ICT in Supporting the Implementation of Competensy-Based Curriculum. Bandung: JICA-IMSTEP
Riyanto dan Siroj. 2011. Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Prestasi Matematika dengan Pendekatan Konstruktivisme pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Matematika Vol 5 No 2. Riau: FKIP Universitas Riau
104
Ruseffendi. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
________. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press
Sari dan Devi. 2012. Dampak Pembelajaran Kelompok Investigasi dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Kemampuan Penalaran. Padang : Jurnal Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang
Shadiq, F. 2009. Pembelajaran Ceramah.( http://fadjar3p.wordpress.com/2007/08 /penalaran-mengapa-penting-dipelajari/). Diakses pada tanggal 14 September 2015
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Sribina. 2011. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Departemen Pendidikan Nasional
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Sugiono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sumanto. 2014. Teori dan Aplikasi Metode Penelitian. Yogyakarta: Center of Academic Publishing Service (CAPS)
Sumarmo, U. 2005. “Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan
Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah”. Makalah disampaikan tanggal 7 Agustus 2005 pada Seminar Pendidikan Matematika di FMIPA-Universitas Negeri Gorontalo
Suparno, P. 2000. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius
Trianto. 2011. Mendesain Model-Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
105
Wahyudin. 2008. Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: IPA Abong
Weiner, B. 1985. An Attributional Theory of Achievement Motivation and Emotion. Psychological Review Vol 92 No 4
Wihatma, U. 2003. Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa SLTP dengan Menggunakan Metode INKUIRI. Bandung: Tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan
Wijaya. 2014. Bukti Empirik Keberhasilan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dalam Proses dan Hasil Pembelajaran Matematika SMP. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika