• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PERGURUAN SULTAN AGUNG PEMATANG SIANTAR SEBAGAI SEKOLAH PEMBAURAN (1909 – 2013).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SEJARAH PERGURUAN SULTAN AGUNG PEMATANG SIANTAR SEBAGAI SEKOLAH PEMBAURAN (1909 – 2013)."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH PERGURUAN SULTAN AGUNG PEMATANG SIANTAR SEBAGAI SEKOLAH PEMBAURAN (1909 – 2013)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memproleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

OKTORA FERONIKA DAMANIK 3113321025

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)

iv ABSTRAK

Oktora Feronika Damanik, NIM 3113321025, Sejarah Perguruan Sultan Agung Pematang Siantar Sebagai Sekolah Pembauran 1909-2013. Jurusan Pendidikan Sejarah. Program Studi Pendidikan Sejarah/S1 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang dibentuknya Perguruan Sultan Agung dan peranannya pada perang kemerdekaan di tanah karo pada tahun 1943-1946. Penelitian ini dilakukan di kota Pematang Siantar, karena Perguruan Sultan Agung didirikan oleh Etnis Tionghoa pada tahun 1909 yang tepatnya di Jalan Surabaya Kota Pematangsiantar.

Untuk memperoleh data-data tersebut, peneliti mengadakan penelitian dengan menggunakan data yang non statistik. Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, serta nara sumber yang digunakan adalah orang-orang yang terlibat di sekolah tersebut, selain itu penelitian ini juga menggunakan studi kepustakaan dengan menggunakan berbagai buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian.

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan menunjukkan bahwa latar belakang berdirinya Perguruan Sultan Agung yang dahulu bernama Chung Hua School di latar belakangi karena salah seorang pendiri Chung Hua School yang tinggal di Pematang Siantar tidak perna mengecap dunia pendidikan, sehingga beliau tidak ingin generasi berikutnya merasakan seperti apa yang beliau rasakan, sehingga dibukalah sekolah khusus Tionghoa, dengan berjalannya waktu pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwasanya sekolah yang berlandaskan kesekuan harus ditutup, siswa yang bersekolah harus seimbang antara pribumi dan non pribumi, dan nama sekolah pun harus berdasarkan nama pahlawan, segingga sekolah Sultan Agung Mengalami Pembauran.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa Perguruan Sultan Agung telah berubah menjadi sekolah pebauran terlihat antara guru degan siswa, siswa dengan siswa, hingga sampai dengan hubungan percintaan dikalangan pribumi dengan non pribumi.

(5)

1 KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah

dan hidayahnya sehingga skripsi ini dapat terlaksana dengan baik. Dan do’a

beriring salam penulis tidak lupa pula mengirimkan kepada junjungan Nabi besar

Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam gelap gulita kea lam

yang terang menderang dari alam kebodohan kea lam yang berilmu pengetahuan

seperti yang telah kita rasakan saat sekarang ini.

Skripsi ini berjudul “Sejarah Perguruan Sultan Agung Pematangsiantar

Sebagai Sekolah Pembauran (1909 –2013)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu

Sosial UNIMED.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari banyak mengalami

kesulitan dan hambatan, karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis

dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Dalam kesempata ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –

besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik M.Si, Selaku Rektor Universitas

Negeri Medan beserta staf – stafnya yang telah membantu kelancaran

urusan akademik maupun administrasi selama menjalani perkuliahan.

2. Bapak Dr. H. Restu M,S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial beserta

(6)

2 3. Ibu Dra. Flores Tanjung, MA, selaku ketua Jurusan Pendidikan Sejarah.

4. Bapak Dra. Yushar Tanjung, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidika

Sejarah.

5. Bapak Dr. Phil Ichwan Azhari, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi.

6. Ibu Dra. Syarifah, M.Pd delaku dosen pembimbing akademik sekaligus

dosen penguji skripsi.

7. Bapak Pristi Suhendro, S.Hum, M.Si dan Ibu Dr. Samsidar Tanjung, M.Pd

selaku dosen penguji skripsi.

8. Seluruh dosen – dosen dan staf administrasi di Jurusan Pendidikan

Sejarah, terima kasih yang sebesar – besarnya atas jasa – jasa yang telah

kalian berikan kepada penulis, selaku mahasiswa di Pendidikan Sejarah.

9. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Darwin Lie, SE, MM selaku

Koordinator Perguruan Sultan Agung, Ibu John Lidya, S.Pd selaku

Sekretaris Bidang Pendidikan Perguruan Sultan Agung, Ibu Hj. Junaidah

Nasution, S.Pd selaku kepala sekolah SMP Perguruan Sultan Agung,

Bapak Irwansyah Saragih selaku Tata Usaha SMP Perguruan Sultan

Agung, dan seluruh guru – guru, staf maupun pegawai yang berada di

dalam lingkungan Perguruan Sultan Agung yang telah memberikan izin

dan membantu selama penulis melakukan penelitian dan menyelsaikan

skripsi.

10.Teristimewa kepada Ayahanda Alm. Effendi Damanik dan Ibu Ami Barida

Saragih sebagai rasa hormat, saying dan terima kasih ananda yang tidak

(7)

3 yang telah diberikan kepada ananda selama ini mulai dari lahir sampai

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S1 Pendidikan Sejarah di

Universitas Negeri Medan.

11.Teristimewa buat kakanda dan Adinda Putri Dewi Sartika Damanik S.Si,

Asmawati Halilah Damanik SE, Novita Sari Damanik dan Rizky Ananda

Damanik, dan sudara – saudara dari pihak Ayahanda dan Ibunda yang

slalu member do’a dan dukungan kepada penulis selama menyelesaikan

studi di Universitas Negeri Medan.

12. Teman seperjuangan Stambuk 2011 khususnya buat (Ekstensi Sejarah).

Fitria, lia Munthe, Fitri Andriani, Fadlah, Gadis, Dayah, Putri Pusva,

Rima, Enda, Masta, Senti, Natalia, Sefti, Fitri Roma Ito, Suci, Iin, Yeka,

Pipit, Wiena, Ziza, Tri Ananda, Tuti, Pinta, Eko, Fadhil, Royhan, Adit,

Repianter, Fahri, Herwinsah, Ilman, Agung, Catur, Samsul, terima kasih

atas kebersamaan selama ini di FIS UNIMED.

13.Teman seperjuangan PPLT UNIMED 2014 di SMANSARA Kabupaten

Simalungun. Derni Pasaribu, Sri Ertina Siregar, Mayfin Sagala, Rida

Novalisa Siregar, Melda Turnip, Grace Simanjuntak, Sari Marcella

Sitompul, Rika Mardatillah, Dian Raesita Sitio, Devi Sainar Purba,

Maryam, Linda Sihotang, Sanhot Simaremare, Tuni Siburian, Nofrendi

Sipayung, Rhodo Siagian, Perdana Pebrio Jawak, Wanhar Apriadi.

(8)

4 14.Terima kasih penulis ucapkan kepada kepala sekolah, guru – guru ,

maupum adik SMANSARA yang telah memberikan semangat, motivasi

dan dukungan selama penulis berada di SMANSARA.

Medan, Maret 2015

Penulis

(9)
(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……… 27

4.1.1 Keadaan Wilayah Lokasi Penelitian ... 27

4.1.2 Sejarah Singkat Kota Pematangsiantar ... 27

4.1.3 Keadaan Penduduk ... 29

4.1.5 Pendidikan di Pematangsiantar... 31

4.1.6 Biografi Pendiri Perguruan Sultan Agung ... 39

4.1.7 Sejarah Perkembangna pERguruan Sultan Agung Sebagai Sekolah Pembauran... 43

4.1.8 Daya Tarik Perguruan Sultan Agung Sebagai Sekolah Pembauran ... 51

4.1.9 Pengolahan Pendidikan Perguruan Sultan Agung ... 52

4.1.10 Yayasan Perguruan Sultan Agung ... 58

4.1.11 Interaksi Sosial Pribumi dan Non Pribumi……… ... 69

4.1.12 Interaksi Sosial Guru Dengan Siswa………. ... 69

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan media yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

juga dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi

baru bangsa yang lebih baik. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi

muda dalam aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab dan berbagai masalah

dan karakter bangsa.

Pendidikan merupakan suatu yang penting dalam perkembangan masyarakat dewasa ini.

Pendidikan menjadi salah satu kebutuhan utama pada perkembangan pendidikan yang baik maka

suatu masyarakat, desa, kota, ataupun negara akan mengalami kemajuan dalam berbagai aspek

kehidupan. Pendidikan merupakan suatu pengaruh dari proses usaha pengajaran, masyarakat

modern, baik di pedesaan maupun di kota-kota Indonesia. Dengan pelatihan, transfer

pengetahuan dan perubahan sikap dalam mengembangkan atau mendewasakan sikap seseorang

sehingga ia mampu melaksanakan kewajiban hidupnya dan juga memberi manfaat bagi

lingkungannya.

Pada zaman kolonial pemerintah Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragam

bagi orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas

dari sekolah-sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah yang

terpisah-pisah itu sehingga terbentuklah hubungan berbagai macam sekolah yang terterpisah-pisah-terpisah-pisah itu

(12)

Pendidikan bagi anak-anak Indonesia semula terbatas pada pendidikan rendah, akan

tetapi kemudian berkembang secara vertikal sehingga anak-anak Indonesia, melalui pendidikan

menengah dapat mencapai pendidikan tinggi, sekalipun melalui jalan yang sulit dan sempit.

Dengan adanya pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat tersebut

(lingkungan alamiah) maka diharapkan akan terbentuk identitas karakter budaya lokal,

masyarakat memiliki jati diri (kepribadian) kedaerahan tersendiri dan tentunya berbeda dengan

daerah lain. Identitas tersebut pastinya menjadi kebanggaan bahwa masyarakat tersebut adalah

masyarakat yang berbudaya dan menjaga budayanya.

Demikian halnya dengan masyarakat di Sumatera Utara, dimana perkembangan

pendidikan masyarakat berlangsung dengan bervariasi. Ada yang cepat ataupun lambat bahkan

tertinggal. Sebelum zaman kemerdekaan di Indonesia tidak semua masyarakat dapat menikmati

pendidikan yang baik, karena masih ada masyarakat yang merasakan pendidikan tersebut.

Walaupun awalnya tidak dirasakan yang sama dan merata, namun hanya pada golongan ataupun

orang- orang dan keturunan tertentu saja.

Salah satunya adalah pelaksanaan pendidikan di Kota Pematang Siantar, pendidikan di

Kota Pematang Siantar tidak terlepas dari peran berbagai unsur lembaga pendidikan, baik formal

maupun non-formal, baik itu lembaga agama maupun lembaga umum. Pelaksanaan

pendidikanpun bervariatif, selain pribumi atau masyarakat setempat yang berpatisipasi sebagai

peserta didik, ada juga yang masyarakat turunan, seperti masyarakat Tionghoa yang turut

berpartisipasi menempuh pendidikan formal. Peran masyarakat Tionghoa termasuk yang

signifikan di Kota Pematang Siantar, hal ini terkait dengan jumlah mereka yang tergolong

(13)

Tumbuh dan berkembangnya pendidikan masyarakat Tionghoa, bergantung pada

identitas masyarakat Tionghoa tersebut yang pada awal kedatangan mereka sendiri bekerja

kepada Pemerintah Kolonial Belanda yang notabennya sebagai penjajah di Indonesia. Oleh

karena itu, pasca kemerdekaan Indonesia, identitas masyarakat Tionghoa menjadi bahan

pertimbangan apakah mereka menjadi warga negara Indonesia atau hanya masyarakat yang

sekedar menumpang di Indonesia dan sewaktu-waktu akan kembali ke Negara asalnya, Tiongkok

(Cina), kemudian adanya berita mengenai peran aktif mereka terhadap beberapa konflik ataupun

kudeta yang terjadi pasca kemerdekaan Indonesia.

Oleh karena itu, pendidikan masyarakat Tionghoa mengalami pasang surut, masyarakat

Tionghoa berada di dalam sekolah milik pemerintah Belanda kemudian di sekolah milik

pemerintah Indonesia. Hal ini berlanjut setelah masyarakat Tionghoa mampu untuk menempuh

pendidikan formal untuk menunjang kehidupan sosial bagi etnis mereka terhadap masyarakat

lokal. Namun di samping pertimbangan identitas masyarakat Tionghoa di Indonesia, pendidikan

masyarakat Tionghoa sendiri berkembang cukup pesat dalam kurun waktu sejak kemerdekaan

Indonesia hingga saat ini. Masyarakat Tionghoa yang pada awalnya datang ke Kota Pematang

Siantar sebagai pekerja maupun pedagang. Dalam perekonomian, masyarakat Tionghoa

mayoritas hampir menguasai perdagangan di setiap sudut Kota Pematang Siantar. Sama halnya

dari segi pendidikan, masyarakat Tionghoa memiliki pendidikan yang cukup baik, hal ini dapat

di lihat dengan partisipasi masyarakat Tionghoa dalam menempuh pendidikan formal yang di

selenggarakan swasta dimana mayoritas siswanya adalah dari masyarakat Tionghoa. Namun

tidak menutup kemungkinan beberapa anak dari masyarakat Tionghoa menempuh pendidikan di

(14)

sekolah agama maupun umum. Pendidikan masyarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar

cukup berkembang dengan baik.

Pendidikan untuk membantu masyarakat juga muncul dari misi pendidikan oleh salah

satu masyarakat Tionghoa yang bernama Tan Soon Tan. Pada tahun 1909 dibukanya sekolah

Chung Hwa School dengan lokasi sekolah tempat belajar siswanya masih menyewa sebuah

rumah dan muridnya pada masa itu berjumlah 15 orang serta perdidikan disekolah itu masih

untuk pendidikan sekolah rakyat. Dan semakin bertambahnya masyarakat Tionghoa di Pematang

Siantar yang bersekolah di Chung Hwa School mengakibatkan ruangan tidak mencukupi

menampung siswa dan Menurut Tan Soon Tan kurangnya pendidikan bagi lokal sehingga ia

mewakafkan tanahnya di Jalan Surabaya Pematang Siantar untuk tempat didirikannya bangunan

sekolah Chung Hwa School, awal sejarah pembangunan Chong Hwa School. Tahun 1977,

dengan banyaknya rintangan serta masalah yang timbul baik dari pemerintah pusat maupun yang

ada di dalam lingkungan sekolah, maka Chung Hwa School mengalami masa pembauran dan

berganti nama menjadi Perguruan Sultan Agung dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia.

Bertitik tolak dari uraian diatas, peneliti merasa tertarik dan bermaksud melakukan

penelitian yang berjudul :

“SEJARAH PERGURUAN SULTAN AGUNG PEMATANG SIANTAR SEBAGAI SEKOLAH PEMBAURAN (1909 – 2013)”

(15)

Untuk memperjelas masalah yang akan diteliti serta memberi arah sebagai pedoman

dalam melaksanakan penelitian ini, maka identifikasi masalah perlu dirumuskan. Adapun yang

menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor yang mendukung perkembangan pendidikan di Pematang Siantar

2. Sejarah Perguruan Sultan Agung di Pematang Siantar sebagai sekolah pembauran

3. Peranan Perguruan Sultan Agung diantara sekolah pembauran di Pematang Siantar.

C. Pembatasan Masalah

Melihat luasnya ruang lingkup yang akan dibahas, sehingga dalam hal ini mengharuskan

peneliti untuk membatasi permasalahan yang ada agar penulisan ilmiah ini akan lebih terarah.

Dengan demikian apa yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik dan sesuai

dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini peneliti membatasi masalah pada Sejarah Perguruan

Sultan Agung Pematang Siantar Sebagai Sekolah Pembauran (1909 – 2013).

D. Rumusan Masalah

Agar penelitian yang dilakukan ini dapat mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan,

penulis merasa perlu merumuskan masalah untuk memperoleh jawaban terhadap masalah dalam

penelitian ini lebih terarah dengan baik. Dengan demikian sebagai rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana sejarah berdirinya Perguruan Sultan Agung di Pematang Siantar

sebagai sekolah pembauran?

(16)
(17)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1.11. Kesimpulan

Setelah penulis mempelajari data dan meneliti Sejarah Perguruan Sultan Agung

Pematang Siantar Sebagai Sekolah Pembauran (1909 - 2013), maka dapat menyimpulkan hasil

penelitian sebagai berikut :

1. Perguruan Sultan Agung pertama sekali didirikan oleh Tan Soon Tan pada tanggal 09

September 1909 di Pematang Siantar yang pada awalnya sekolah ini bernama Chung Hua

School. Perguruan Sultan Agung merupakan institusi pendidikan yang berkontribusi

terhadap perwujudan mencerdaskan anak – anak khusus Tionghoa di Pematang Siantar.

Pada mulanya sekolah khusus Tionghoa pertama sekali didirikan di Jakarta yang bernama

Tiong Hoa Hak Tong (Chung-hua-t’ang, yang berarti ‘Sekolah Tionghoa’) pada tahun

1900 dan setahun kemudian mulai ramai dibukanya sekolah – sekolah khusus Tionghoa

diberbagai daerah terutama di Pematang Siantar.

2. Pendirian Pelaksanaan Perguruan Sultan Agung pada masa akhir penjajahan Belanda dan

memasuki awal penjajahan Jepang di Pematang Siantar Chung Hua School mengalami

tekanan, namun proses belajar mengajar masih tetap berjalan sebagai mana mestinya.

Namun demikian saat itu keadaan telah mempengaruhi pola pikir masyarakat dan

terjadinya perpecahan dan perbedaan pandangan itu juga terjadi dilingkungan masyarakat

Tionghoa yang akhirnya juga terbawa kelingkungan sekolah Zhong Hua. Perbedaan

(18)

sekolah masih tetap berlangsung meskipun era penjajahan Jepang telah berakhir dengan

masuknya era kemerdekaan.

3. Perguruan Sultan Agung berawal dari seorang tokoh yang lahir di Tiongkok pada tanggal

17 November 1874 yang bernama Tan Soon Tan. Semasa hidupnya beliau adalah seorang

Kapitan pada masa penjajahan Belanda, beliau merantau dari Tiongkok sampai ke Hindia

Belanda, memulai karir dan berkeluarga di Pulau Penang, Tanah Melayu. Pertama sekali

datang ke Indonesia melalui Batu Bara (sekarang dikenal dengan Kabupaten Batu Bara)

dan berkuda bersama – sama dengan pasukan Belanda di Siantar membuka pertokoan, dan

akhirnya beliau dipercaya menjadi Kapitan untuk di Kota Pematang Siantar. Kediaman

beliau yang pertama adalah di jalan merdeka, saat ini gedung tersebut adalah sekolah

Kristen Kalam Kudus. Pada masa kejayaan Alm. Tan Soon Tan, beliau adalah orang yang

tidak perna mengecap dunia pendidikan. Oleh karenanya beliau bersama – sama dengan

rekan – rekan bisnis dan seperjuangannya mengambil inisiatif untuk mendirikan suatu

sekolah bagi rakyat, yang mana pada mulanya hanyalah berupa sekolah kursus yang

dimulai di sebuah rumah di jalan Pekan baru (saat ini) pada tahun 1909 yang pada waktu

itu hanyalah 15 orang murid, dan sesuai perkembangan masa jumlah murid semakin

bertambah sehingga rekan – rekan bisnis Alm. Tan Soon Tan mewakafkan tanah yang

dimilikinya untuk dijadikan lahan sekolah, dan ditempat inilah 104 tahun yang lalu

(19)

4. Perguruan Sultan Agung walaupun berlatar belakang sebagai sekolah Tionghoa dan

berubah menjadi sekolah pembauran, namun orang – orang didalamnya tetap seimban

antara pribumi dan non pribumi, terlihat dari tenaga pengajar maupun siswanya.

5. Pendidikan di Perguruan Sultan Agung sebagai sekolah pembauran saat ini sudah baik

dalam arti pendidikan Perguruan Sultan Agung mempunyai kurikulum pendidikan yang

baik dengan moto unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa dengan tujuan untuk

membangun anak didik menjadi manusia yang berprestasi merdeka lahir batin yang

berdasarkan iman dan takwa. Mendidik anak mencari sendiri tambahan pengetahuannya

yang berguna. Pengetahuan yang berguna ialah yang bermanfaat bagi dirinya dan

masyarakat. Adapun masyarakat sekitar Perguruan Sultan Agung merespon positif

terhadap pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan oleh Perguruan Sultan Agung hal

ini terlihat dengan terwujudnya pelaksanaan pendidikan yang bembangun karakter siswa

untuk lebih baik kedepannya.

4.1.12. Saran

Melihat berbagai permasalahan yang telah banyak dipaparkan tersebut penulis

memberikan saran yaitu :

1. Sekolah Perguruan Sultan Agung harus mampu mempertahankan kualitas dan mutu

pendidikan sebagai landasan sudah terbukti di masyarakat dengan tetap

(20)

2 Sekolah Perguruan Sultan Agung harus tetap terjalin hubungan dengan pihak – pihak

atau lembaga dan seluruh lapisan elemen masyarakat yang dapat menjunjung

perkembangan dan kemajuan yang signifikan, karena dari luar juga mampu memberi

pengaruh kepada sekolah Perguruan Sultan Agung.

3 Sekolah Perguruan Sultan Agung harus mampu mengikuti perkembangan zaman dan

kecanggian teknologi terhadap perkembangan dunia pendidikan agar tidak tertinggal,

mengingat banyaknya sekolah – sekolah di kota Siantar. Dengan demikian media dan

cara belajar mengalami peningkatan yang mengarah kearah modernisasi.

4 Sekolah Perguruan Sultan Agung harus mampu menjalankan visi - misi dan tata tertib

serta peraturan sekolah untuk menjadikan Sekolah Perguruan Sultan Agung lebih

terarah dan lebih unggul dengan ciri khas memiliki kedisiplinan yang benar dengan

demikian menghasilkan SDM yang potensial.

5 Sekolah Perguruan Sultan Agung lebih focus mengarahkan ilmu dan pengajaran

yang baik dan benar setiap peserta didik agar memiliki niat dan keinginan untuk

cerdas dan berbudi baik, dimana hal itu dapat menjadikan patokan dan bukti kepada

pihak luar dan masyarakat luas bahwa SDM yang hasilkan Sekolah Perguruan Sultan

Agung siap pakai untuk menjawab tantangan hidup.

6 Tenaga pengajar dan pegawai – pegawai yang terbaik dan bertanggung jawab dan

(21)

kewajiban seutuhnya menjadi alasan untuk memberikan keunggulan disekolah

Perguruan Sultan Agung karena berdampak besar terhadap keberlangsungan dan

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Leli. Album Kenangan 100 Tahun Yayasan Perguruan Sultan Agung. Pematangsiantar :

Yayasan Perguruan Sultan Agung.

Barnadib, Iman. 1996. Dasar – Dasar Kependidikan. Bogor : Ghalia Indonesia.

BPS Pematang Siantar. 2014. Pematang Siantar Dalam Angka 2014. Pematang Siantar: Badan

Pusat Statistik Kota Pematang Siantar.

Eron, Juandaha. 2011. Kerajaan Siantar. Pematang Siantar : Ihutan Bolon Hasadaon Damanik

Boru Pakon Panagalon Siantar Simalungun Pematang Siantar.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Hasbullah. 2012. Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Bentang Budaya.

Nasution, S. 1987. Sejarah Pendidikan Indonesia. Bandung : Jemmars.

Notosusanto, Nugroho. 2008. Mengerti Sejarah. Jakarta : Universitas Indonesia Pres.

Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak.Suryadinata.

Suryadinata, Leo. 1984. Dilema Minoritas Tionghoa. Jakarta: Grafiti Pers.

Tan Sofyan. 2009. Dokter Penakluk Badai. Medan : Solidaritas Tionghoa Center Medan.

Tan Sofyan., 2004. Jalan Menuju Masyarakat Anti Diskriminasi. Medan : Kippas.

Tirtarahardja, Umar. Dkk.1995. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Usman Pelly. 1986. Laporan Penelitian Masalah Assimilasi Antar Pelajar Pribumi dan Non

Pribumi, Pada Sekolah Pembauran yang Belatar Belakang Keagamaan dan Umum di

Kotamadya Medan. Proyek Studi Sektoral Regional dengan Kontak No.

(23)

Pada Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidian dan

Kebudayaan.

Zien,Abdul Baqir. 2000.Etnis Cina dalam Potret Pembauran di Indonesia. Jakarta:

Referensi

Dokumen terkait