• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Strategi Pengendalian Ekonomi dalam Pengelolaan Hama Wereng secara Terpadu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Strategi Pengendalian Ekonomi dalam Pengelolaan Hama Wereng secara Terpadu"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

V

MODEL STIPATEGI PENGENDALIAN EKONOMI

DALAM

PENGEEOLAAN HAMA WERENG SECARA TERPADU

Oleh :

Affendi A n w r *)

Sejak dinlulainya pembangunan nasional, - dan bahkan sebelum itu - masalah pangan merupakan masa- 1ah yang paling mendesak (urgent) karena setiap peristi- wa yang mengarah pada kejadian krisis pangan akan me- nimbulkan masalah sosial politik yang gawat. Hal ini di- sebabkan karena pangan merupakan kebutuhan pokok yang ketersediaannya pada setiap saat dibutuhkan dalam tingkat yang mencukupi, sehingga setiap faktor yang me- nimbulkan gangguan kepada tingkat ketersediaannya, baik yang disebabkan oleh faktor fisik-biologis maupun sosial ekonomis akan menarik perhatian banyak pihak

- baik oleh peinerintah maupun masyarakat luas. Perhatian dari para pengelola kebijakan masalah penyediaan pangan untuk kepentingan masyarakat ter- utama dipusatkan kepada dua aspek kekuatan ekonomi yaitu dari sisi permintaan di satu pihak dan penyediaan- nya di lain pihak. Penelaahan kebijakan biasanya di- pusatkan kepada sistem interaksi antara faktor-faktor yang mempengaruhi kedua sisi tersebut dimana hasil dari interaksinya dinilai dari sudut peningkatan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu distribusi dari manfaat mau- pun beban yang harus dipikul oleh masing-masing pihak yang terlibat turut dinilai karena yang belakangan u ~ i menyangkut aspek pemerataan dari setiap tindakan ke- bijakan.

Dari sejarah kebijaksanaan yang diambil oleh pe- merintah selama ini telah dititik beratkan pada kebijak- sanaan yang dipusatkan kepada usaha menanggulangi terjadinya rumpang pangan (food gap) baik dalam kea- daan defisit maupun silrplus pangan (yang kebetulan be- lakangan ini baru dalam jumlah relatif kecil) terutama untuk jenis padilberas. Tetapi pemusatan kebijakan pa- ngan terhadap jenis pangan padilberas yang selama ini menjadi sumber pangan yang utama, telah mengarah ke- pada langkah-langkah tindakan pengadaan pangan yang terlalu tnemperhatikan kepada pengadaan pangan dari jenis tersebut. Kecenderungan ini mempunyai berbagai alasan Oustification) seperti teknologi bibit unggul dan pemupukan yang tersedia, peningkatan pendapatan pe- tani serta penyerapan tenaga kerja. Namun de~nikian perhatian yang berlebihan terhadap program pengadaan jenis pangan padilberas telah menimbulkan konsekuensi sosial-ekonomis seperti baik ditinjau dari sudut beban biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah dan ma-

*) Staf Pengajar Jurusan Sosek, Fakultas Pertanian IPB

syarakat serta kemungkinan pincangnya pemerataan manfaat yang ditimbulkannya. Kepincangan ini dari su- dut agronomis-ekologis menimbulkan konsekuensi se- perti timbulnya peledakan hama a f i i r - a h i r ini y m g pada gilirannya akan menimbulkan dampak sosial-eko- nomis juga.

Dalan keadaan lingkungan ekosistem tropis yang mempunyai karakteristik iklim tertentu serta kondisi habitat dan asosiasi kehidupan biologisnya yang tertentu pula telah memungkinkan tumbuh hidupnya berbagai mahluk hidup di sekitarnya yang sangat beragam yang eecara alamiah telall mengalami keseimbangan. Oleh ka- rena itu setiap perubahan yang kurang berarti seperti tin- dakan carnpur tangan manusia berupa budidaya pertani- an pangan padi yang sen~ula berbentuk tradisional tidak mengubal~ keadaan lingkungan hidup terlalu banyak. Oleh karenanya pada waktu dulu kurang terdengar le- dakan hama yang cukup berarti. Tetapi setelah diper- kenalkannya teknologi baru berupa bibit-pupuk yang serba unggul pada sistein pertanian irigasi luas secara be- sar-besaran demi kebijaksanaan untuk mencukupi kebu- tuhan pangan yang marnpu melipat gandakan hasil, rupa- nya keseimbangan ala~niah telah sangat terganggu karena telah dan sedang mengalami perubahan yang menuju ke- pada keadaan yang cukup gawat. Kegawatan ini dalam wujudnya berupa berbagai serangan hama secara besar- besaran pula yang secara ekonomis mempunyai kon- sekuensi biaya pemberantasannya yang tinggi pula.

Oleh karena pentingnya dari sudut ekonomi yang menyangkut pemberantasan hama, maka uraian makalah di bawah ini akan mencoba sedikit mengulas pentingnya suatu kerangka berfikir tentang bagaimana sebaiknya tin- dakan pemberantasan hama dalam sistem produksi padi. Sistem pemberantasan tersebut terutama yang dapat me- ngarah kepada penentuan strategi (rangkaian tindakan) pemberantasannya dengan menggunakan teori apa yang disebut "optimal control theory" yang sering dipakai da- lam sistem pengelolaan berbagai bentuk sistem dinamik. Disamping landasan teori dasar, juga akan diuraikan sedi- kit tentang model yang aperasional dari teori tersebut.

PERNYATAAN MASALAN PENGENDALIAN

(2)

but mengalami perubahan secara dinamik dimana per- ubahan hi tingkatan besarnya tergantung kepada unsur- unsur endogen

di

dalam sistem maupun faktor exogen

yang datang dari Iuar sistem. Faktor endogen dalam sis- tem pertanaman padi dapat difikrkan sebagai unsur- unsur yang menentukan tumbuhnya tanaman padi se- perti jenis kultivar, jenis tanah, dan unsur-unsur agrono- rnis lainnya. Unsur-unsur endogen ini dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang berupa faktor exogen seperti

,

serangan hama dan tingkat campur tangan manu- sia yang sering dinmakan tindakan budidaya. Unsur liar yang bersifat ekonomik dicerminkan oleh harga padi yang ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawar- an ddam sistem pasar padi, keadaan iklim dan faktor ri- siko serta unsur-unsur ketidak tentuan lainnya. Selanjut- nya unsur exogen lain yang dapat berupa tindakan budi- daya lain seperti tindakan pemberantasan h m a . Demi- kianlah, agar dapat menyederhanakan persoalan yang kompleks dalam sistem produksi padi menjadi lebih se- derhana, maka guna menjadikan permasalahan tersebut lebih "managable" perhatian akan dipusatkan kepada subtindakan kegiatan produksi yang berupa tindakan pengendalian hama wereng (Mlapamata lugens).

Tiap tindakan budidaya manusia yang rasional su- dah barang tentu akan mempertimbangkan biaya dan harapan hasil manfaatn)ra yang akan diperoleh dari tin- dakan tersebut. Karenanya untuk setiap tindakan pem- berantasan hama wereng baik akan menyangkut ketepat- an waktunya maupun intensitas tindakan pemberantas- annya. Hal ini pada gilirannya akan meminta biaya yang beragam menurut jurnlah tentang berapa ba. nyak material d m alat pemberantas hama serta te- naga kerja yang dipakainya. Selanjutnya tiap tindakan pemberantasan harna akan menimbulkan Inanfaat ke- pada perubahan unsur endogen yang menyebabkan per- tumbuhan yang lebil~ baik dari sistem produksi padi. Dalam sistem produksi padi karenanya akan menyang- kut serangkaian tindakan pemberantasan hama wereng serta aliran harapan manfaat hasil padi yang diperoleh- yang mempakan sebagai hasil dari rangkaian tindakan pemberantasan hama seIama horizon waktu (rotation cycle) sistern pertanaman padi. Rangkaian tindakan budidaya pemberantasan hama akan menimbulkan alir- an-aliran biaya dan manfaat yang menyangkut kegiatan pengelolaan sistem produksi padi. Tetapi dalam sistem produksi padi manfaat dari tindakan %pemberantasan hama dalam sistem ini rupanya terpusat kepada waktu panen akhir (terminal harvest).

Oleh karena aliran-aliran manfaat maupun biaya terjadi ddam periode-periode yang berlairlan, maka untuk dapat membuat indeks sebagai ukuran keber- hadan pemberantasan hama pedu diambil tit& waktu sebagai acuan bersama. Titik waktu acuan tersebut biasa-

nya diambil dari kiwari. Sedang indeks penilai yang di- gunakan disebut nilai kiwari.

Besarnya panen akhir di atas ditentukan bukan hanya oleh ketepatan besarnya tingkat intensitas pembe- rantasan tetapi juga oleh ketepatan waktu pemberan- tasannya. Dengan perkataan lain besarnya hasil panen pada akhir waktu rotasi pertanaman sangat ditentukan oleh rangkaian keadaan-keadaan kesehatan tanaman (sta- tes) yang mengikhtisarkan hasil interaksi unsur endogen dengan unsur exogen tingkat serangkaian hama pada sis- tem produksi padi dari waktu (tahap atau stage) ke wak- tu berikutnya. Rangkaian hasil interaksi yang dicermin- kan oleh perubahan state dari sistem pada waktu-waktu yang berlainan disebut "state trajectory" dari sistem yang bersangkutan. Bentuk dari state trajectory ini dipe- ngaruhi oleh serangkaian tindakan (decision) pemberan- tasan selama waktu siklus rotasi pertanamannya. Sedang bentuk "trajectory" dari kondisi serangan hama yang menentukan kesehatan tanaman akan menentukan besar kecilnya hasil padi y ang diharapkan.

(3)
(4)

secara empirik dengan menyajikan has3 solusi numerik, tetapi lebih jauh dari itu dapat dipergunakan sebagai alat analitik-matematikal untuk menentukan sifat-sifat peri- laku sistem yang kita pelajari sehingga solusi analitik hasilnya akan dapat mengurangi pekerjaan solusi dengan komputer yang mempunyai beberapa keterbatasan se- perti besarnya "storage memory" yang dipakai untuk menghitung perubahan state dari waktu ke waktu baik secara determinist& maupun probabilistik.

Penggunaan Program Dinamika untuk memecah- kan persoalan optirnisasi untuk pengendalian, pada prin- sipnya sangat sesuai dengan perurnusan persoalan pe- ngenddian dengan bentuk fungsi tuj;an maupun persa- maan kendala yang bagaimanapun juga bentuknya (linear ataupun non-linear), asalkan fungsi-fungsi terse- but memenuhi persyaratan apa yang disebut "decompo- sition property". Disarnping itu masalah risiko d m ke- tidak tentuan dalam tindakan pengendalian dapat dica- kup dengan memasukan Rantai Markov. Kombinasi an- tara Programa Dinamika dengan Rantai Markov dirnung- kinkan karena pada dasarnya hubungan rekursif dari

Richard Bellman 1957, 1961) yang didasarkan pada "the principle of optimality" liarus memenuhi persyarat- an Markoviall seperti yang dibuktikan ole11 R.A. Howard

dari MIT (1 960).

Tetapi ada suatu ha1 yang perlu diperhatikan da- lam setiap penggunaan alat analisa Programa Dinamika, yaitu bahwa perurnusan masalah Programa Dinamika, meskipun mempunyai bentuk yang bersifat umum, te- tapi untuk diterapkan kepada persoalan tertentu me- meriukan kreativitas yang tinggi -- jadi tidak seperti Programa Linear biasa yang perurnusannya dapat dipa- ketkan dalam suatu program komputer yang dapat ber- bentuk umuin. Hal ini telah diperingatkan oleh Oscar R. Burt (komunikasi pribadi secara lisan) yang katanya bah- wa: "Jangan terlalu bergairah dalanl ~netnecahkan per- soalan pengendalian dengan rnenggunakan Programa Di- namika sebelum kelayakan dari pendugaan peluang tran- sisinya dapat dilakukan yang merupakan bagian yang tidak mudah". Namun demikian penulis percaya bahwa apabila ada kesempatan untuk melakukall penelitian de- ngan bekerja sarna dalan suatu team interdisiplin agro-

norni-entomologi-meteorlogi-ekonomi, pengendalian hama untuk mencapai strategi pemberantasan yang opti- mal dapat dilakukan dengan biaya sekecil mufigkin (cost effective).

Penulisan makalah singkat hi dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana model "Optimal Control", dari segi teori maupun ernpirik mempunyai potensi kemam- puan yang tinggi dalam memecahkan masalah pengenda- lian secara konsepsional maupun operasional. Model-mo- del empirik dalam menghadapi berbagai masalah pertani- an dan sumberdaya a i m terrnasuk masalah pengendalian hama menunjukan tentang kegunaan untuk menentukan arah dan strategi yang nyata bagi keperluan peramalan dan tindakan pengendalian hama baik dalam jangka pen- dek maupun jangka panjang. Di dalarn menyusun mode1 pengendalian untuk persoalan hama wereng dengan jelas dapat ditunjukkan tentang perlunya kerjasama yang erat antara berbagai disiplin terutama agronomi-entomologi- ekonomi.

Hal yang menyangkut solusi model empirik yang operasional secara potensial adalah dengan solusi Pro- grama Dinamika a'la Bellman dan Rantai Markov. Untuk sementara peubah state (tahapan pemberantasan) dapat berkonsultasi dengan para entomolog dan agronomis khususnya yang menyangkut penentuan panjang perioda pemberantasan yang paling berarti. Kernudian penentuan state yang dapat menggambarkan keadaan sistem dari waktu (stage) ke waktu dapat diambil umur tananan padi. dan tingkat serangan hama. Keadaan stage ini akan berubah-ubah dari waktu ke waktu sesuai dengan tindak- an yang diambil dalam pemberantasan hama, termasuk lnembiarkannya sampai penanaman berikutnya, apabila pemberantasan dipandang tidak ekonomis lagi. Dengan demikian ambang ekonomis pemberantasan dengan menggunakan simulasi komputer dapat juga memberi sumbangan kepada pengarahan pengorganisasian para pengarnat dan penyuluh hama yang paling baik dan efi- sien.

(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar, Affendi "Optimal Economic Control Stra- tegies in Forest Resource Management". MSU Dissertation, USA, 1974.

2. Bellman, R.E. "Adaptive Control Processes: A Guided Tour". New Jersey: Princepton Uni- versity Press, 1 9 6 1.

3. -- "Dynamic Programming. New Jersey: Prin- ceton University Press,

i

962.

4. Burr, CAR. "Dynamic Econoruic Model of Pasture and Range Management". AJAE, LIII, No. 2 (!971), 197-205.

5. -- "Control Theory for Agricultural Policy: Method and Problems in Operational Model" AJAE, LI, No. 2 (1969). 394404.

6. --- "Dynamic Programming in Farm Mariagc- ment Extention". Dept or Agric. Econ., llni- versity of Missouri, Colunibia, 1970.

7. --- "Economic Control of Ground Water". J F t

.

XLvrrr,

NO. 3 (19661,623-647.

8. --- "Optimal Resource Use Over Time with a n Application to Ground Water". Management Science, XI. No. 1 (1964), 80-83.

9. Caswell, H "The Validation Probleni". In: B.C. Patten (Editor), System Analysis and Simu- lation in Ecology, Vol. I i : Acadeiny Press. New York, 3-77. 1972.

10. Howard, R.A. "Dynaniic Programming and Mar- kov Process". Cambridge, Massachusset t. The MIT Prcss, 1 960.

1 1 . PIwang, C.L. andFat2,L.T. "ADiscrctcVcrsionof Po11 tryagirt Maximuni Principle". Operation liesearclt, XV, No. 1 (19671, 139-146.

1 2. Itzlri~iggator, M.D. "R/latlic~natical Optiliiiz2c tion and Econoniic Tlieory". l<rlglcwood Cliffs, N.J.: Printice-I-fall. Inc., 107 1

.

13. Pontryagi~z, L.L. ct ul. "The Matlieniatical Tltcory of Optiliial Processes". New York: Intci- science, 1962.

Bunasor: Apakah rnodel ini (optinial control niodel) da- pat diterapkan dalam sistem pertanian rakyat yang kecil. kecil?

Affendi Anwar: Dalanl banyak persoalan yang dikadapi, pada prinsipnya model ini dapat diterapkan. Uktiran pe- milikan lahan petani yang kecil-kecil tidak akan menirn- bulkan persoalan, karena pemberantasan Itama wereng secara terpadu tidak didasarkan kepada individual peta- ni, melainkan didasarkan kepada hamparan sawah yang rnempunyai kesaliaan dalam siste~n pengairan.

G u n a w n Sirrari: Model yang dikemukakan sepertinya harus diterapkan pada keadaan ekosistem yang sama. Apakah pada sistem pertanian yang berlainan model ini dapat diterapkan? Meskipun ternyata untuk beberapa tempat, komoditi non-beras akan lebih nienguntungkan dengan tingginya nilai "Comparative advantage" untuk jenis pangan lain, tetapi pemerintah da11 ~nasyarakat ina- sih h a u s tertarik menanam padi karena komoditi beras penting ditunjau dari dampak politiknya kepada masya- rakat.

Affendi Anluar: Model ini dapat saja diterapkan pada ke-

adaan lingkungan yang berlainan. Perbedaan ekosistem

dapat ditariipung ke dalam perbedaarl paranictet- yang mencirikan keadaan lingkungan terteiitu.

Analisa c k o w m i iiiengenai "coliiparativc advantage" rltc- rupakan alat analisa untuk rnengacu lokasi wilayali Iliaria saja untuk dapat mengarahkan kegiatan usalia taiii yang lebih nienguntungkan. Sedang tuj~ian ~~criibarigti~~ari cla- lam ha1 pengenibangan tanamaii pangait Icbili dicil-ika~i oleh keinginan (preference) iliasyarakat. Apabiia iiiasya- rakat lebih menyenangi tanaman patli. ilicskilxi~i h~aya pengadaa~unya maltal, tct:~pi indeks "coriil~arativu atlva~i- tagc" yang diturijukan olcli apa yang tlischut "doi~iostic resource cost" akan nieiijadi pegangan berapa "biay3 politik" yang harus dibayar memenul~i keinginari tersc- but.

~ ~ ~ ~ ~ ~ e ' o & , S a d j a d : Apakali niodcl "Optitiial control" yang dxemukakan dapat diterapkari pada suatu keloni- pok tani dalatn suatu kelompok, bukannya untuk indivi- dual petani.

(6)
(7)

TEKNOLOGl PANEN

DAN

PASCA PANEN

PAD!

Teknologi panen dan pasca panen padi telah mengalami

perkembangan dari cara tradisional secara manual sejak zaman

sebelum revolusi kemerdekaan Republik Indonesia (1945) sampai

diterapkannya mekanisasi pertanian dengan masuknya mesin-mesin

dari Jepang, Taiwan, Amerika Serikat, Thailand, Korea Selatan, dan

Eropah dan berkembangnya industri manufakturing di dalam negeri

sejak awal tahun 1960-an.

Makalah ini akan memaparkan keadaan teknologi panen dan

pasca panen padi di Indonesia pada saat ini, kendala penerapan yang

terjadi di lapangan dibandingkan dengan perkembangan teknologi

serupa di Thailand dan Vietnam sebagai negara pengekspor beras

utama untuk Indonesia.

PERMEMBANGAN

TEKNOLOGI

Teknofogi

Panen

dan Perontokan

Padi

Panen dan perontokan padi merupakan kegiatan yang

berjalan seiring dan rnenjadi satu kesatuan. Panen dengan ani-ani

yang diikuti oleh perontokan manual: gebot dan iles (diinjak) telah

ditinggalkan diganti dengan sabit dan gebot (Gambar 1 dan 2)

kemcldian dibersihkan oleh alat panampi manual tipe Ohya desain

eks-Jepang. Panen dengan sahit dan perontokan manual masih

9 Kepala Pusat lnkubator Agribisnls dan Agroindustri IPB P.O. Box 220, Bogor 16002, e-mail: t ~ p h ~ , @ ~ n d o net.~d

(8)

diterapkan secara meluas dl Indonesia, mencapai masing-masing

90% dan 70% luasan persawahan.

Mesin perontok (thresher) dalarn Gambar

3 diperkenalkan

sejak tahun 1970-an dan dipakai di seluruh wilayah Indonesia tetapi

baru mencapai sekitar 30% dari produksi padi. Mesin perontok yang

digunakan adalah mesin kecil dengan berat 120-150 kg dan kapasitas

900 kg gabah/jam.

Reaper

(Gambar 4), mesin penyisir (Gambar

5 ) ,

dan mesin penyisir-perontok (Gambar 6) diperkenalkan sejak akhir

tahun 1990-an, masing-masing mernpunyai kapasitas sekitar 0.5-1

ha/hari.

Peningkatan jumlah mesin panen yang diproduksi dan

dipakai dalam 2 tahun terakhir dicapai oleh reaper.

Pada saat yang sama diperkenalkan pula

combine hawester

buatan Jepang dan Gina (Gambar 7) dengan kapasitas 0.5-1 halhari,

tetapi penerapannya tidak berlanjut di lapangan.

Thailand dan

Vietnam telah berhasil mencapai mekanisasi penuh untuk perontokan

padi sejak awal 1990-an dengan mesin perontok besar berkapasitas

2-3 tonljam (Gambar

a),

kemudian diikuti dengan pemakaian

combine

hawester

buatan lokal (Gambar 9 dan 10) yang berkapasitas 2

hafhari. De~vasa ini,

combine hawester

di Thailand sudah dipakai

sekitar 60% luasan persawahan dan rnenggeser kedudukan rnesin

perontok. Indonesia perlu berusaha lebih keras untuk meningkatkan

penggunaan mesin perontok sampai mencapai 100% produksi gabah.

Teknologi Pengeringan

Padi

Pengeringan padi masih dilakukan secara penjemuran

(70-

80%) terutama di kalangan petani dengan luasan tanam lebih kecil

atau sama dengan 1 ha (Gambar 11). Wlesin pengering (20-30%)

kebanyakan digunakan oleh penggilingan padi swasta, industri benih,

(9)

pakan dan pangan.

Penggilingan padi kecil dan industri benih

memakai

flat bed dryer

atau

box dryer

dengan kapasitas

3-10

tonlproses (Gambar

12)

yang umumnya sudah dibuat industri lokal.

Penggilingan padi besar dan industri benih menggunakan pula

recirculation dryer

(kapasitas

10-1

5

tonljam) dan

cross flow dryer (1

5

tonljam) yang dapat dibuat oleh industri lokal (Gambar

12)

maupun

diimpor (Gambar

13).

Mesin pengering lain yang dipakai di lndonesia

adalah

in-bin dryer

pada kebanyakan industri pangan dan pakan yang

menyimpan biji-bijian dalarn silo,

LSU

dryer

di ternpat penyimpanan

beras kernasan hampa

BULOG di Sidoarjo dan beberapa

penggilingan padi besar, serta

fluidized bed dryer

dengan kapasitas

15-20

tonljam di penggilingan padi besar (Gambar 14).

Pengeringan biasanya dilakukan dalarn dua tahapan yaitu

pengeringan tahap pertarna dari kadar air gabah di atas

20%

sarnpai

kadar air

18%,

dan pengeringan tahap kedua dari kadar air gabah

18% rnenjadi kadar air 14%.

Pemilihan jenis dan tipe rnesin

penge;ing perlu diperhatikan berdasarkan proses ini, seperti

fluidized

bed dryer

lebih tepat digunakan untuk pengeringan tahap pertama.

Jumlah pernakaian mesin pengering di Indonesia perlu ditingkatkan.

Untuk penggilingan padi kecil dengan kapasitas kurang dari 5 tonlhari,

lantai jernur perlu ditarnbah dengan

flat

bed dryer,

sedangkan untuk

penggilingan padi skala besar (lebih dari

5 tonlhari), penggunaan

mesin pengering lain disarankan bersama lantai jernur. Disamping

itu perlu dipertimbangkan pemaka~an

in-store dryer

(Gambar

1 5 )

yang mengeringkan gabah dari kadar air

18%

rnenjadi 14% dengan

sekaligus penyimpanan secara curah dalarn gudang semi permanen

setengah terbuka yang berlantai palsu.

In-store dryer

hanya

menggunakan kipas untuk aerasi yang dijalankan sekitar

6 jarnlhar~

(10)

tetapi dapat menurunkan kadar air gabah dari 18% menjadi 14%

dalam waktu satu bulan.

Penggilingan padi di Thailand menggunakan mesin pengering

cross

flow

dryer, fluidized bed dryer,

diikuti dengan

in-store dryer,

sedangkan Vietnam menggunakan jasa

flat bed dryer

yang dibawa

berkeliling termasuk dengan perahu,

fluidized bed dryer, cross flow

dryer, dan in-store dryer.

Teknologi

Penggilingan

Padi

Penggilingan padi besi tipe Engelberg yang menghasilkan

beras patah lebih dari 35% menghilang setelah digantikan oleh mesin

penggiling batu pada awal 1950-an dan mesin penggiling karet pada

pertengahan 1960-an. Pada saat ini, penggilingan padl di Indonesia

pada umumnya menggunakan mesin

'

penggiling karet yang telah

marnpu dibuat di dalam negeri bahkan sudah diekspor. Meskipun

demikian, mesin penggiling karet impor juga banyak diperdagangkan.

lRRl melepas desain mesin penggiling besi mikro dengan kapasitas

100-300 kgljam yang dipakai terutama di pedesaan pada periengahan

1 990-an.

Penggilingan padi dengan mesin penggiling karet

(rubber roll

husker)

disebut pula RMU

(rice

milling unit)

dan dapat digolongkan

menjadi RMU kompak (< 500 kgljam) seperti Gambar 16, RMU kecil

(500-1000 kgljam) dan

R M U

besar

(>

1000 kgljam). Rangkaian

mesin dalam RMU, selain mesin penggiling karet yang dapat

meningkatkan nilai tambah yang nyata adalah mesin pembersih

(kotoran ringan, kotoran berat, batu dan besi) pada Gambar 17,

penyosoh (polisher) atau pemutih (whitener) pada Gambar 18 dan

pengkilap (shinning machine) dengan pengabut uap air pada Gambar

(11)

19, serta mesin sortasi (trieur).

Aneka ragam RMU besar

diperlihatkah dalam Garnbar 20.

Thailand dan Vietnam menggunakan teknologi yang sama

dengan kecenderungan menambah sensor untuk pengendalian

otomatik pada rnesin penggiling karet, penyosoh dan pemutih.

Teknslogi Penyimpanan

Padi

Penyimpanan padi kebanyakan dilakukan secara karung, baik

untuk gabah maupun beras, yang ditaruh dalam gudang.

Penyimpanan ini dikenakan fumigasi apabila terserang serangga.

Disamping itu dikenal penyimpanan beras dalam kemasan hampa 1

ton

di tempat penyirnpanan DOLOG di Sidoarjo yang tidak

dioperasikan lagi. Kemasan lain adafah kemasan

C 0 2

yang juga

dilakukan oleh BULOG dalam beberapa gudang DOLOG secara

terbatas. lndustri pangan dan pakan menyimpan produk rnereka

dalam silo secara curah yang umumnya dikeringkan selarna

penyimpanan atau didinginkan apabila ada permasalahan.

Vietnam dan Thailand melakukan penyimpanan dengan cara

yang sama ditarnbah dengan in-store

dryer

yang telah diuraikan di

muka.

Penyimpanan biji-bijian di udara terbt~ka baru-baru

ini

diperkenalkan pula terutarna di negara-negara Airika (Gambar 21).

IRR1

(Gambar 22) mernperkenalkan penyimpanan tertutup rapat

(hermetically

sealed storage) dalam wadah kaleng, keramik dicat

akrilik dan film kedap gas agar tidak terjadi perpindahan

O2

dan uap

air baik dari dalam maupun luar kernasan. Bijian disimpan pada

tingkat kadar air 13%.

(12)

Penurunan kadar O2 dalam kernasan te jadi dalam

10-21 hari

sampai

mencapai

di

bawah

5%

sehingga

menghambat

perkembangbiakan serangga dan jasad renik. Diperkirakan kemasan

dengan cara ini dapat benlahan satu lahun, tetapi buka tutup kemasan

yang terlalu sering selama penyirnpanan dapat menyebabkan

kerusakan pada bijian.

KENDAEA PENERAPAN TEKNOLOGI

Kendala penerapan teknologi di Indonesia antara lain sebagai

berikut

1.

Pernerintah kurang menciptakan iklim usaha yang kondusif, faktor

yang rnenimbulkan disparitas harga tidak dibenahi

2. Kurang penyuluhan teknologi (peranan PPL dan PPS dialihkan

dari pemerintah pusat ke pemda)

.

3. Banyak infrastruktur dan sarana perlanian tidak diperbaiki

4.

Peraturan impor dan perpajakan tidak mendukung

5. Ketidakstabilan keamanan dan politik menimbulkan

overhead cost

yang tinggi

6.

Sebaliknya, pemerintah melakukan pengadaan mesin

7 .

Bantuan perkreditan tidak menciptakan sistem usaha tani dan

manufakturing mesin yang berkelanjutan

8.

Contoh alternatif: kredit lunak untuk industri kecil mesin dapat

menghasilkan penjualan mesin secara cicilan kepada pengguna

Teknologi tidak dapat berkembang secara berkelanjutan

apabila:

1. input usaha tani sukar diperoleh dan mahal

2. lnfrastruktur semakin buruk

(13)

3. Penjualan hasil tidak menciptakan insentif untuk pemakaian

teknologi

4.

Realisasi kredit uaha tani tidak berdasarkan kredibilitas

perorangan

5. Manajemen yang dapat menangani input usaha tani dan

infrastruktur, serta kelembagaan masyarakat petani dalarn RPC

)<OMENTAR TENTANG RICE PROCESSING COMPLEX

Kompleks pengolahan beras (Rice Processing Complex, RPC)

adalah suatu pabrik pengolahan beras yang lengkap yang meliput

suatu kawasan usaha tani yang cukup untuk memasok gabah sebagai

bahan baku RPC. Jiwa RPC adalah kawasan usaha tani yang

dikelola secara serentak, terorganisasi baik. dengan masukan (input)

usaha tani yang lancar dan teratur termasuk pengairan, benih, pupuk,

obat-obatan, dan penggunaan mesin budidaya. RPC merupakan

suatu usaha murni komersial yang menguntungkan karena itu

memberikan nilai tambah juga kepada petani peserta RPC.

Vietnam sudah lama mulai dengan RPC, menggunakan

mesin-mesin buatan sendiri, ketika masih di embargo AS yaitu di

kawasan pengolahan beras Song I-fau. Apabila RPC akan diterapkan

di Indonesia, beberapa ha1 berikut perlu diperhatikan:

1.

Perlu ada sistem ketergantungan antara pengelola dengan petani

2. Manajemen RPC sama dengan manajemen bisnis komersial

3. RPC memiliki akses terhadap pasar (perlu diingat bahwa

pemerintah tidak dapat mendikte pasar)

4.

Manajemen yang dapat menangani input usaha tani dan

infrastruktur, serta kelembagaan masyarakat petani dalam RPC.

(14)

,

1.

Teknologi panen dan pasca panen di Indonesia sebenarnya telah

tersedia di pasaran, baik buatan domestik maupun impor.

2.

Penggilingan padi dapat memilih dari teknologi tersebut mesin

yang tepat guna bagi skala usaha mereka, sesuai dengan sasaran

pasar beras produksi mereka, dan rencana keuntungan yang akan

diperoleh.

3. Jumlah produksi dan pemakaian mesin perontok seda mesin

pengering disarankan ditingkatkan dengan tetap mengacu pada

usaha pengolahan padi yang komersial dan menguntungkan.

(15)

Gambar 1. Panen dan perontokan padi manual.

[image:15.595.112.409.160.333.2]
(16)

Garnbar 2. Perontokan dan pembersihan gabah secara manual.

(17)

Gambar 3. Mesin perontok padi buatan lokal.

[image:17.595.106.398.214.408.2]
(18)

Garnbar 4.

Mesin pernanen padi tipe reaper

(19)

Garnbar 5. Mesin penyisir gabah.

Gambar 6. Mesin penyisir

-

perontok gabah

[image:19.595.114.400.132.292.2]
(20)

Garnbar 7.

Combine-harvester

tipe kecil buatan Cina.

Garnbar 8. Mesin perontok Thailand. kapasitas 2-3 tonijarn.

(21)

Garnbar 9. Combine-hawester Thailand, kapasitas

2

haljam.

(22)
[image:22.595.96.389.93.557.2]

Gambar

10. Combine-harvester Vietnam

Kalau periu diangkut

dengan rakit.

(23)
[image:23.595.102.508.74.682.2]

Gambar 11. Penjemuran dan flat

bed dryer

(24)

Garnbar 12.

Recirculating dryer

dan

cross flow d y e r

buatan lokal.

(25)
[image:25.595.100.371.140.551.2]

Lokakarya Nasronal "Upaya Pen~ngkatan Nilat Tambah Pengolahan pad^"

(26)

Garnbar 14.

Fluidized bed dryer

buatan

Thailand.

(27)

Garnbar 15. In-store dryer di Thailand.

[image:27.595.91.375.60.580.2]

.*

RICE

MILLING

UNIT

Gambar 16. RMU kompak.

(28)

Garnbar 17. Mesin pernbersih kotoran dan pernisah batu

(29)

Garnbar 18. Mesin penyosoh dan pemutih.

(30)

Garnbar 19. Mesin pengkilap irnpor.

Garnbar 20. Aneka

RMU

besar buatan dornestik dan irnpor.

(31)

Garnbar 21. Penyirnpanan

bijian

di udara terbuka.

(32)

-

Garnbar

22.

Penyirnpanan bijian tertutup rapat rancangan lRRl

(33)

GMP dasam lndustri Penggilingan Padi

Oleh:

FG ~ i n a r n o "

PENDAMULUAN

Pangan dan masalah kearnanan pangan telah menjadi isu

utarna dalam kehidupan masyarakat modern. Hal itu menjadi lebih

penting khususnya bila kita harus menangani pangan pokok, seperti

halnya dengan beras. lndustri pangan di dunia banyak yang telah

menerapkan sistem HACCP (

Hazard Analysis Critical Contol Points).

HACCP

merupakan sistem proaktif yang dianjurkan oleh lembaga

kesehatan dunia dan

Codex Alimenla~us Commission

(FAO-WHO)

dalarn melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya

resiko keamanan pangan, bagi produk yang akan diproduksi oleh

industri pangan yang bersangkutan.

.

Sebelurn industri pangan menerapakan sistem HACCP,

diperlukan suatu persyaratan atau

pre requisite

agar industri yang

bersangkutan melakukan langkah langkah penertiban yang disebut

cara cara berproduksi yang baik atau dalam istilah internasionalnya

disebut sebagai

GMP

(Good Manufacturing Practices).

Sebelurn

membahas GMP terlebih dahulu perlu dibahas mengenai beberapa

hal yang erat kaitannya dengan praktek penggilingan padi di

Indonesia, yaitu rnutu dan standard mutu yang ada, dengan harapan

agar GMP yang akan dilakukan dapat mencapai tujuan proses

penggilingan padi yang baik, yang berarti dapat mencegah tejadinya

penyimpangan rnutu dan yang paling penting produk yang dihasilkan

aman untuk dikonsumsi.

10 Senior Scientist-Embrio Biotekindo & duru Besar Bioteknologi Unika Atmajaya, Jakarta

(34)

&lam makalah ini, penulis terlebih dahulu akan membahas

grading beras periode sesudah Perang Dunia

I I ,

karena data-data

mengenai standardisasi dan grading beras pada waktu sebeium

Perang Dunia

I I

sangat kurang, dimana hanya satu penerbitan saja

yang ditemukan yaitu dari

"Orgaan Algemeene Rqstbond"

mengenai

berbagai kualitas beras pada tahun 1937. Sebagai pembanding,

penulis akan sajikan sistern standardisasi dan

grading

beras di

negara tetangga, khususnya Thailand.

I.-

Perkembangan peralatan pengolahan padi-beras sangat

rnempengaruhi mutu beras yang dihasilkan, sehingga akan banyak

pengaruhnya terhadap standard dan

grading

beras. AIat yang

sederhana atau yang lebih modern serta umur alat pengolahan itu

sendiri juga langsung mempengaruhi kedua ha! tersebut diatas

Kalau kita lihat data persentase produksi beras giling

dibandingkan dengan total produksi padi

(equivalent

beras giling) di

Puiau Jawa dari tahun 1932

-

1936 adalah

hanya 10 -15 persen

saja beras yang diolah di pabrik penggilingan padi, sedangkan

sisanya sebesar

85 -

90 % diolah melalui pengolahan lain yang Jebih

sederhana seperti

huller

sederhana, kincir dan alat tumbuk.

Selanjutnya MEARS (1961) mengutarakan bahwa rata-rata

kapasitas penggilingan-penggilingan padi besar dibandingkan dengan

total produksi

di

pulau Jawa dan Madura adaiah

9,4 %.

Ini

berarii

bahwa sisanya sebanyak 90% dari total produksi rnasih diolah secara

tumbuk. Adanya bermacam-macam alat pengolahan yang ada

tersebut sudah tentu akan mempengaruhi mutu beras yang dihasilkan

khususnya dalam komponen mutunya seperti derajat sosoh, kadar air,

Gambar

Gambar 1. Panen dan perontokan padi manual.
Gambar 3. Mesin perontok padi buatan lokal.
Gambar 6. Mesin penyisir - perontok gabah
Gambar 10. Combine-harvester Vietnam
+4

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu Renja OPD disusun dengan berpedoman kepada Rencana Strategis Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Grobogan Tahun 2016–2021, memuat

Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagaimana ditetapkan Peraturan

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam melestarikan sastra daerah- khususnya sastra lisan- adalah menjadikan seni tradisi tersebut sebagai salah satu bahan

Serta untuk mengembangkan kemampuan berkarya ilmiah guna mengungkapkan kajian yang lebih dalam terhadap undang-undang atau peraturan lainnya yang bertujuan

Dalam percobaan kloning &#34;Bintje&#34; yang mengandung gen thionin dari daun barli (DB4) yang memakai promoter 35S cauliflower mosaic virus (CaMV), dengan

Hasil pengamatan preparat histopatologi pankreas dari hewan coba tikus yang diberi ekstrak Curcuma longa L menunjukkan adanya pulau Langerhans yang lebih baik daripada

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dukungan sosial suami

[r]