'''"'.; , ., " ( , .
KERACUNAN
KADMIUM PADA HEWAN PERCOBAAN TIKUS PUTIH
(RATS). STUm lITERATUR DAN PERCOBAAN PENDAHULUAN
Oleh
MECHOR BIN JUINIS B. 17 1072
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN eOGOR
SUMMARYi:
.'IiII'
MECHOR BIN JUINIS, 1985. Cadmium Toxicity in White
Rats, Literature Study and Introductionary Experiment. A Script in the Faculty of Veterinary Medicines, Bogor Institute of Agriculture.
Adviser Drs. Harnowo Permadi
Member Drs. Bambang Kiranadi, M.Sc
Cadmium is considered to be a hazardous heavy metal. In industry cadmium is need as material whereas in the
en-vironment it is regards as' pollutant. Cadmium affects
body's organs such as kidney, ャゥセイ@ and the haematopoitic
system.
Sources of cadmium related to health is the
environ-ment. It is mainly found in volcanic emmisions,
extrac-tion from soils by plants, rocks, diffusals from mines, metal productions, metal usages, combustion of coals and
other form of combustion.
The absorption mechanism in the animals' body is
through the gastrointestinal tract as much as ) to
6
cents and the respiratory tract as much as 10 to 50
per-cents. The rates of absorption may reach up to 10 percents
when protein and calcium deficient diets were given.
Ab-sorption through the respiratory tract mainly depends on particles size and chemical form of cadmium in the lungs.
In the body, cadmium is transported by blood. To the
blood itself, cadmium ゥョエ・イヲ・イセウ@ with iron binding,
naemo-globin synthesis and shorten the life of eritrocytes, thus causing anaemia.
As one of the target organ, liver suffer mucn damages due to the cytotoxic and hepatotoxic effect of cadmium. Earlier damages are swelling of hepatocytes and parenchym which ends up with necrOSlS and cirrhosis. As its defence effort, liver synthesizes metallothioneln lMT) to bind with cadmium forming CdMT complex.
Another organ that suffer qUite serious damages lS
the kidney. When the CdMT complex formed in the liver
reach the Kidney, it is breakdown by proteolytic enzymes
in the tubules. Due to the hlgh affim ty of cadmium to
protein espescially MT, after being breakdown cadmium is oind to MT again, thus the accumulation of cadmium occurs causing necrosis that ends up wlth chronic nephritis.
Due to the effects of cadmium on the body's organs either at celluler level or enzymatic level, the growth of
body weight is enhance. .
Therapy might be probable in two ways, that is simp-tomatis by supplementing the diets with Zn and Fe, and
RINGKASAN
MECHOR BIN J.UINIS, 1985. Keracunan Kadmium pada
Hewan Percobaan Tikus Putih (Rats) Studi Literatur dan
Percobaan Pendahuluan. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Drs. Harnowo Permadi .. \
Drs. Bambang Kiranadi, M.Se
Kadmium tergolong sebagai logam berat yang sangat
ber-bahaya. Dalam industri kadmium merupakan bahan sedang
da-lam lingkungan sebagai peneemar. Kadmium mempengaruhi ber-bagai organ tubuh antara lain ginjal, hati dan sistem he-matopoitikus.
Sebagai sumber kadmium da.lam kaitannya dengan
keseha-tan adalah lingkungan. Kadmium antara lain terdapat dalam
buangan gunung api, ekstraksi dari tanah oleh tumbuhan, batu-batuan, pembuangan dari pertambangan, produksi logam, penggunaan logam, pembakaran batubara dan lain-lain pem-bakaran.
Mekanisme penye"apan dalam tubuh hewan adalah melalui saluran peneernaan 5·sampai 6 persen dan saluran pernafasan
10 sampai 50 persen. Persentase penyerapan melalui saluran
peneernaan dapat mencapai 10 persen jika diberi makanan ke-kurangan Ca dan protein. Penyerapan melalui saluran
perna-fasan tergantung kepada ukuran partikel dan bentuk kimia kadmium dalam paru-paru.
Sebagai pengangkut kadmium dalam tubuh adalah darah. Pengaruh kadmium dalam darah itu sendiri antara lain mem-pengaruhi pengikatan zat besi, sintesis hemoglobin dan
memperpendek umur eritrosit yang akhirnya berakibat anemia. Hati yang merupakan salah satu organ sa saran banyak mengalami kerusakan oleh kadmium yang bersifat sitotoksik dan hepatotoksik, bermula dari pembengkakan nepatosit, pa-remkhim dan berakhir nekrosa serta sirrhosis. Seaagai usaha pertahanan, hati menghasilkan metallothionein (MT) untuk mengikat kadmium sehingga teroentuk kompleks CdMT.
Salah satu organ yang mengalami serangan cukUp parah
adalah ginjal. CdMT yang dihasilkan di hati bila sampai
ke ginjal mengalami pemecahan oleh ensim proteolitik dalam
tubuli. UJ.eh karena at'finitas kadmium terhadap protein
terutama MT tinggi, seteJ.ah dipecah akan berikatan kembali sehingga penimbunan kadmium dalam ginjal terJadi dan
menyebabkan nekrosa-nekrosa yang berakhir nefritis kronica. Karena pengaruh kadmium pada organ-organ tubuh baik
itu di tingkat selluler maupun ・ョウゥュ。エセォL@ maka pertumbuhan
tubun tikus pun terhambat.
KERACUNAN KADMIUM PADA HEWAN PERCOBflAN TIKUS lOU'rIH (RATS), STUDI LITERATUR DAN PERCOBAAN PENDAHULUAN
SKRIPSI
Oleh
MECHOR. BIN JUINIS Sarjana Kedokteran Hewan
B. 17 1072
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh Gelar Dakter IloVlDn PUdD
Faku1tas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogar
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTIT,UT. PER'fANIAN BOGOR
KERACUNAN KADMIUM PADA HEWAN PERCOBAAN TIKUS PUTIH (RATS), STUDI liセeratur@ DAN PERCOBAAN PENDAHULUAN
Oleh
MECHOR BIN JUINIS Sarjana Kedokteran Hewan
B. l7 1072
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing.
riwamセZ@ HIDUP
Penulis dilahirkan di Papar, Negara Bagian Sabah,
Malaysia pada tanggal 29 Agustus 1959 sebagai anak ketiga
dari Ayah Juinis bin Majanggil dan Ibu Sinulim bte Ma1ukim.
Pada tahun 1972 tamat Sekolah Dasar di Seko1ah Rendah
st. Mary Papar dan tahun 1974 tamat SMP di Sekolah Menengah
Pertama
st.
Mary Papar. Pada tahun 1976 1ulus SMA diSekolah Menengah Atas st. J;oseph Papar.
Dari tahun 1977 sampai tahun 1979 bekerja di Lembaga
Kemajuan Tanah Negeri Sabah. Selanjutnya mempero1eh
bea-siswa dari Pemerintah Negara Bagian Sabah.
Tahun 1980 penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor dan pada tahun 1981 terdaftar sebagai mahasiswa
Faku1tas Kedokteran Hewan. Penulis lulus sebagai Sarjana
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan bimbinganNya hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Drs. Harnowo Permadi dan Bapak Drs. Bambang Kiranadi MSc. selaku pembimbing utama dan pembimbing anggota atas bim-bingan serta petunjuk yang telah 、ゥ「・イlセ。ョ@ dari awal hingga rampungnya tulisan ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Pegawai Mahasiswa Sabah di Bogor, kepada Bapak Pengarah Jabatan Penuntut-Penuntut Malaysia di Indonesia beserta stafnya, kepada Bagian Latihan dan Kerjaya, Kota Kinabalu bagi pihak Pemerintah Negara Bagian Sabah yang telah memberikan beasiswa kepada penulis dan kepada
Institut Pertanian Bogor sebagai tempat bela jar penulis. Tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada Pegawai Perpustakaan Fakultas Kedokteran Hewan, Balai Penelitian Penyakit Hewan (BPPH) Bogor dan Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi.
Kepada semua pihak yang penulis sebutkan semoga Allah SWT memb.erikan rahmatNya serta membalas segala ke-baikan yang telah diberikan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh yang demikian segala kritik dan saran yang membangun senantiasa diharapkan demi untuk prestasi ilmu dan pengetahuan melengkapi kesempurnaan tulisan selanjutnya. Semoga hasil yang tertuang dalam tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Amin ••• !
DAETAR lSI
KA'llA PENGANTAR
.
.
.
. . .
.
. .
.
.
.
.
.
. . .
.
.
. .
.
. . .
. . .
.
DAFTAR TABEL • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •DAFTAR LAMPIRAN
. .
.
. . . .
.
.
.
.
. .
.
. .
.
.
.
.
. . .
.
. .
. .
.
.
.
DAFTAR GAl-IBAR.
. .
.
.
. .
. . .
.
.
. . . .
. .
. . .
.
. . .
. .
.
PENDAHULUAN
.
. .
.
. .
.
.
. . .
.
. .
.
.
. .
.
.
. . .
.
.
.
.
.
SUMBER KADIHUM.
. .
.
. .
.
. . .
.
. . .
.
. .
. . .
.
.
. . .
MEKANISME PENYEHAPAN.
. . .
. . .
.
.
.
.
. . . .
.
. .
. .
.
.
. . .
,.
.
.
Penyerapan melalui Saluran Pencernaan • • • • • • •
Penyerapan melalui Saluran Perna fa san
...
PENGARUH KADM1UH T]<;RHADAP URGAN TUBUH DAN KEADAAN FISIOLOGIS
. . .
.
. . . .
.
. .
. .
.
. . .
. .
. . . .
.
.
. . .
.
. . .
.
Darah
. .
.
. .
.
.
.
.
. . .
.
.
. .
.
.
. . .
.
.
. . .
. .
.
. .
Hati • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Ginjal
.
. .
.
. .
. .
. . . .
.
.
. . .
.
. . .
.
.
.
.
.
.
. .
.
. .
.
Geja1a Klinis. .
.
.
. . . .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
. . . .
.
.
. .
.
.
.
. . .
P]<;l-(C0 BAAN
PEHCOBAAN pendahuluaャセ@TIKUS .PUTIH (RATS) KERACUNAN KADNIUM PADA HEWAN
.
.
.
.
.
.
.
.
.
. .
. . .
. . . .
.
. .
BAHAN. DAN. METODA • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • HASiL PERCOBAAN·
.
.
.
. . .
.
. . .
.
. . .
.
.
. . .
.
. .
.
.
.
.
.
. .
Berat Badan • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • Pemeriksaan Darah
.
. .
.
. . . .
セ@.
. .
.
.
.
. . .
.
.
.
.
.
.
.
Organ Hati
· . .
. . .
.
.
.
. . .
.
.
. . .
.
. . .
.
. . .
.
Organ Ginja1.
.
. . .
. . .
.
. .
.
.
. .
.
.
.
. .
.
.
. . . .
. .
.
Gejala K1inis
. . .
.
.
. .
.
.
. .
.
.
.
. .
.
.
.
.
. . . .
.
.
.
.
.
. .
PEMBAHASAN • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
KEMUNGKINAN TEHAPI
.
. . . .
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
.
. . .
. . .
.
. . .
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Terapi Simptomatis
Terapi Kausalis • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
kesimセulan@ DAN SARAN
DAFTAR PUS TAKA
. . .
.
. . .
.
.
.
.
. . .
. .
.
. .
.
.
.
.
. . . .
LAHPIRAN.
. .
.
. .
. . .
.
.
.
. . . .
.
. .
.
. .
. . .
.
.
. . .
. .
.
. .
40
40
40
42
44
DAFTAR TABEL
Nomor
1. Sumber-Sumber secara Global Input Logam ke
da-lam Lingkungan (Estimasi secara Kasar dada-lam
Halaman
Ton per Tahun) . . • . • • . . . . • • . . . ... . . . • . . • . . . . • . 5
2. Penurunan Hitungan Eritrosit, Hematokrit dan
Hemoglobin dalam Tikus yang diberi Makanan Ke-kurangan Ca dengan 50 ppm Cd dalam Air Minum,
Menurut Itokawa et ale • . . . 12
3. Komposisi Asam Amino dari Metallothionein dari
Hati Tikus, Menurut Nordberg_ et al. ••••••••• 17
4.
Rata-Rata Berat Badan Tikus Kontrol dan yangdiberi Kadmium •.••. . ..•. .. .. . . . . ... . .. 25
5. Rata-Rata Pemeriksaarr Darah Tikus Kontrol dan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Ha1aman
1. Data Berat Badan Tikus Percobaan • • • • • • • • • • • •
48
2. Data Hasi1 Pemeriksaan Darah Tikus Percobaan •
49
3. Beberapa Rumus Perhitungan dan Pengujian
Sta-tistik yang digunakan •••••...•.•.•...•.••••. 50
4. Pendugaan Geometrik Rata-Rata dari Pertumbuhan Berat Badan Tikus yang diberi Kadmium Dosis
Kr onis . . • • • • . . • • • • • • . . • . • • • . • . • . . . • • • . . . • . • . 51
5.
Pendugaan Geometrik Rata-Rata dari PertumbuhanBerat Badan Tikus Kantral •••.••••••••.••••••
53
6. Ana1isa Sidik Ragam Pertumbuhan Berat Badan
Tikus yang diberi Kadmium Dosis Kronis •••••• 55
7. Analisa Sidik Ragam Pertumbuhan Berat Badan
Tikus Kantral . .• • . . . . . . .. . . . . • . . .. . . . . 56
8. Uji Covariance Pertumbuhan Berat Badan Tikus yang diberi Kadmium Dosis Kronis dan Tikus
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pendugaan Secara Umum Siklus Kadmium ••••••••
6
2. Diagram Beberapa Sifat Metabolisme Kadmium
pa-da セi。ョオウゥ。@ • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • . • • • • . • • • 7 3. Konsentrasi Kadmium dalam Plasma dan Eritrosit
pada Mencit yang diberi Satu Kali Suntikan
Sub-kutan dari 109 CdC12 (1 mg Cd/kg), Menurut
Nordberg et a1.. .. .. ... .. .•••. .••. •.••• .. . .•. 13
4. Kromatografi Gel dari Kompleks Cd Protein da-lam Hemolisat Eritrosit Hencit yang disuntik
Subkutan dengan 109 CdC12 (1 mg Cd/kg);
pemi-sahan atas Sphadex G75 •..••••••••....•.•.•••• 14
5.
Grafik Hubungan antara Berat Badan Rata-Ratadengan Waktu • • . . • . • . . . . • • • . . . • • . . . • . . 26
6. Grafik Regresi ·.Geometrik Berat Badan Rata-Rata
terhadap Waktu Pengamatan •••••..••••.••.•... 27
7.
Hati dari Tikus yang diberi CdC12 Dosis Akut. 308. Hati dari Tikus yang diberi CdC1
2 Dosis RTonis 31
9. Hati dari Tikus Kontrol
.
. . .
.
.
.
. . .
.
3210. Ginjal dari Tikus yang diberi CdC12 Dosis Akut 33
ll. Ginjal dari Tikus yang diberi CdC1
2 Dosis
Kronis • .• . . .. . • . . . . .• . . .. •• . . . • . . . . •. . . . . • 33
[image:14.549.75.491.83.522.2]PENDAHULUAN
Sampai saat ini ilmu pengetahuan menggolongkan kadmium
sebagai salah satu logam berat yang sangat berbahaya.
Kadmium merupakan unsur yang belum diketahui gunanya pada
organisme hidup dan dikatakan sebagai 'unsur hamburan'
dikaitkan dengan lingkungan. Kehadiran kadmium dalam
in-dustri sebagai bahan dan di lingkungan sebagai pencemar
telah mengundang peneliti-peneliti untuk meneliti secara
intensif pengaruhnya pada organisme hidup. Tidak
menghe-rankan bahwa telah banyak publikasi tentang pengaruh
ke-racunan kadmium terhadap organ-organ tubuh misalnya ginjal,
hati, paru-paru, pancreas, limpa, sistem hematopoitikus,
sistem vaskular, susunan syaraf pusat, tulang, traktus
digestivus, testes dan saluran reproduksi betina malah
sampai ke tingkat sellular.
Akumulasi kadmium terjadi pada organ-organ tertentu
terutama dalam ginjal dan hati. Sifat teratogenik dari
kadmium telah terbukti sedangkan sifat karsinogenik masih
merupakan prasangka. Dalam tubuh hewan, kadmium diangkut
serta diedarkan oleh darah mencapai semua organ-organ
tubuh. Mitokondria merupakan target kritis kadmium.
Si-fat dari kadmium sendiri yang mempunyai affinitas tinggi
terhadap protein mempermudah penyusupan ke organ-organ
tubuh. Dengan demikian terjadi beberapa gangguan
pengika-tan unsur-unsur lain yang penting bagi tubuh sehingga
2
Penulis telah pun melakukan percobaan pendahuluan
tentang pengaruh keracunan Kadmium pada hewan percobaan
tikUS putih lrats) dan membicarakan beberapa
kelainan-kelainan yang ditimbulkan. Adapun tujuan dari culisan.
ini adalah untuk lebih mengenal toksisitas kadmium
SUMBEl< KADMIUM'.
Kadmium dalam kaitannya dengan keshatannberasa1 dari
lingkungan. Page (1981) melaporkan kerak bumi mengandung
kurang lebih 0.15 ppm kadmium yang biasanya bercampur
den-gan seng (Zn) dalam perbandinden-gan kurang lebih 1:1000
sam-pai 1:200. Endapan batu mempunyai konsentrasi lebih
ting-gi sampai 11 ppm, malah beberapa serpihan mencapai 90 ppm.
Tanah mengandung 0.05 sampai 1 ppm dan sampai 40 ppm di
sekitar tam bang seng (Zn), plumbum (Pb) dan timah putih
(Sn). Dalam kasus tertentu mencapai 800 ppm.
Mekanisme homeostatik dalam tumbuhan tidak membatasi
kadmium. Padi misalnya mengandung kira-kira 20 ppm seng,
tidak tergantung pada kandungan dalam tanah, sedangkan
konsentrasi kadmium berkisar antara 0.05 ppm (dalam tanah
dengan kandungan kadmium kurang dari 1 ppm) sampai 3 - 4
ppm (dalam tanah terkontaminasi 2 sampai 7 ppm kadmium),
(Sandstead, 1974 dalam Merian, 1984).
Sama halnya dengan berillium, kadmium diproduksi
se-jak kira-kira 50 tahun yang lalu dan sampai sekarang
pro-duksi tiap tahun mencapai 17.000 ton atau lebih, (Nriagu,
1980). Menurut Merian (1984) sekitar 40 persen kadmium
digunakan untuk elektroplating, 25 per sen untuk zat \Varna,
10 persen untuk elektroplating, 20 persen untuk aki dan
yang sisanya untuk logam campuran, sel tenaga matahari
4
hanya sebagian kecil yang kembali dipakai (Friberg et al.,
1979). Juga karena kadmium relatip mudah menguap, kurang
lebih duapertiga dari produksi dunia terbuang ke lingkungan
dalam waktu yang relatip singkat (Friberg et al., 1979;
Nriagu, 1981).
Batubara mengandung kurang dari 1 sampai 9 ppm
kad-mium, dengan rata-rata 1 sampai 2 ppm. Pengeluaran secara
kese1uruhan dari pembakaran batubara mungkin menjadi
seper-tujuh dari arsen yang dike1uarkan atau secara mut1ak
ku-rang 1ebih 7000 ton per tahun (Merian, 1984). Dugaan
se-cara kasar beberapa sumber logam ke dalam lingkungan dapat
dilihat pada tabel 1. Misalnya Sanstead (1974) melaporkan
di Amerika Sarikat saja, 1000 ton kadmium mencemari udara
dari pembakaran batuoara dan sisa-sisa bahan bakar tiap
tahun. Dari semuanya ini 1400 ton per tahun dapat
ditam-bahkan secara global dari pembakaran sampah dan 200 ton
per tahun dari pembakaran kayu (Nriagu, 1980). Suatu
gam-baran pendugaan secara umum siklus kadmium per tahun dapat
dilihat pada gambar 1.
Kadmium dan senyawanya diendapkan sete1ah beberapa
waktu di udara dan umumnya larut da1am air hujan (Brunner
et al., 1982 dalam Merian, 1984). Beberapa jenis senyawa
penting yang terdapat dalam air antara lain Cd++, CdC0
3
,
Cd(OH)a dan CdS dengan kelarutan minimal pada plli9 - 10
(Forstner et a1., 1980). Lebih berbahaya 1agi Lewis et a1.
(1972) me1aporkan bahwa rokok merupakan sumber kadmium
TABEL 1
Sumber-sumber secara global input logam ke dalam lingkungan (estimasi secara kasar dalam ton per tahun)
Natural inputs
Volcanic emissions
Biological cycle
(Extraction from soil by plants)
Weathering of rocks and soils
Anthropogenic emissions into air, waters and soil
Emissions from general ore and metal production Emissions from metal use
Emissions from coal burning and other combustion pro-cesses
Total inputs (100%)
(For comparison: Global Metal Cr small 100,000 15% 100,000 15% 20,000 3% 1100,000 60",6 50,000
7%
670,000Production (incl. Alloy) 7,000,000
Ni small 100,000 30% 50,000 15% 5,000 2% 100,000 32% 75,000 23% 330,000 700,000 Co small 30,000 60% 10,000 20% little 3,000 6% 5,000 10% 50,000 30,000
Sumber: Herian, E. 1984. Toxicol. Environ. Chern. Rev. 8.
Be
small
5,000 36%
smC\ll
l i ttle
200 2% 8,000 57% 14,000 1,000
or some-what more
[image:19.789.63.776.91.466.2]6
mengandung 1 sampai 2 ug kadmium, kira-kira 10 persen
[image:20.548.65.452.100.418.2]di-perkirakan dihirup (De Voogt et al., セセXPI@
Gambar 1
Sumber
Pendugaan secara Umum SiKlus Kadmium Tiap Tahun.
]]]]]]]セ@
00 ria from VOICeDlt ᆪュQDセAgョウ@ "
,.
Dour 7000 r/a from Cua! AUIIOSIlIIl!r!C
セB{AイッuQBARLァMLBAAABBAANNAAイLIᆪBNAABLL・BBAALulqッAANB@ _ _ _ _ _
---:/::::=-_____
セcゥャ|ャュィNQョ@セ@ イサ[[GiセャゥLLHエ@
DllO tId frOIll IrOIlMSree! PrODuCtlon
.
Oセセ@
000 tla frem Non·lroll t'lt:tal ProO(l(:tlon
3500 t/a Into Pli]lr.ems セ@
25:J0 Uti IntO Plastics
セooq@ {fa IntO Baw:r!es. etc.
pサエZセャャャャエBエャuiャ@
I
rOouc.tlon
lOOO lIa Into E!eCtrOD!ar!nt,l --... Wa::.[t:,.
?'[j0lJ t (ala
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ セ@ i13ste Waters
... posal. SOIL IrrmO"-IJlla[!,,1I
lie bluloglcal Ly!..le tt,o;tr<lct!on !tl
ne Oroer of 30'iJ(JO ria ov Plants
10111 :iuliJ IS qultt: !liIourt<lnt
Merian, E. QセXTN@
Rev. 8.
Inpw! Imo tne Sea (500U tlal
MEKANISME PENYERAPAN KADMIliM.
Penyerapan kadmium umumnya melalui makanan, air minum
dan udara. Kadmium masuk ke dalam tubuh newan lewat
salu-ran pencernaan dan salusalu-ran perna1'asan. Sesudah. diserap Ke
dalam darah, kadmium diangkut Ke berbagai bagian tubuh
dan sebagian besar ditimoun di korteks ginjal dan hati
(De Voogt et al., 19BO). Oleh karena laju ekskresi lambat,
akan terlihat pertambahan beban kadmium dalam tubuh sesuai
dengan umur. Suatu diagram sederhana yang menerangkan
be-berapa sifat metabolisme kadmium pada manusia dapat dilihat
pada gambar 2.
Gambar 2
Sumber
Diagram beberapa sifat metabolisme kadmium pada
manusia. Perokok: A
fi,
bukan perokok A B.intake l[afis-o!iJi1Oill1 Jransport. disJribwion
II
excreJion(l ... セイッᆳ
j"tutind
Bオセャャ」ゥャゥ。イケ@
cl.,ar ... cc
,
B
セ[@ MMMセBGZMMMMNZ@
,
..'
o.:po.ilioll Alnorption
I'u.Uo<>nllrY
( ..
セZiiセイ⦅@ セZ\GセZAセイセ@ ZセZB⦅セ⦅サ^@
(uliv., hAir)
" - - - - '
De Voogt, P., B. Van Hattum, J.F. Feenstra and
J.W. Copius Peereboom. 1980. Toxicol. Environ.
[image:21.544.63.492.345.694.2]--8
1. Penyerapan melalui Saluran Peneernaan
Penyerapan melalui saluran peneernaan
diperkira-kan rata-rata
5
sampai6
persen (Friberg et al.,1974
--"
dalam De Voogt et al.,
1980).
Perkiraan tersebutdi-perkuat pula oleh Flanagan et al. (1978) dan Me Dellan
et al.
(1978).
Selain perbedaan individual yang besar,makanan dan faktor fisiologis juga dilaporkan
mempenga-ruhi 1aju penyerapan (Piseator,
1979
dalam De Voogt etal.,
19(0).
Friberg et al. (1979) me1aporkan, pada hewan
per-eobaan laju penyerapan meneapai
10
persen apabilama-kanan yang diberikan.kekurangan protein dan kalsium.
Flanagan et al.
(1978)
mendapatkan laju penyerapan1e-bih tinggi pada hewan betina daripada hewan jantan
ka-rena simpanan zat besi pada hewan betina 1ebih rendah.
Bagian yang tidak diserap Yakni ォセイ。Mォゥイ。@ 95
per-sen dari pemasukan tiap hari diekskresi melalui feses.
Sejumlah keeil kadmium yang berasal dari dahak yang
terkumpul di sa luran pernafasan dan ekskresi empedu
dari hati masuk ke saluran peneernaan (De Voogt et al.,
1980).
Walau bagaimana pun jumlah tersebut dapatdi-abaikan dibandingkan dengan jumlah yang terdapat dalam
makanan.
2. Penyerapan melalui Paru-Paru
Penyerapan kadmium melalui paru-paru dapat eukup
9
tergantung dari distribusi, ukuran parcikel dan bentuk
Kimia dari kadmium beraerosol yang ternirup (DeVoogt
ec セNL@ 1980). Model penimhunan aerosol dalam beberapa
oagian dari paru-paru yang dapat diterima telah
dite-rangkan olen Task Group on Lung Dynamic (1966). Dari
data ukuran parcike1, penimbunan kadmium dari asap
ro-kok dan udara sekitar (ambient) aa1am alveol
diperkira-kan masing-masing 50 persen dan 20 sampai 30 persen.
Laju penyerapan dari kadmium yang ditimbun dalam
alveol berdasarkan pernitungan Commision of the
Euro-pean Communicles (1978) dari hasil yang dilakukan
Lewis et al. (1972) berkisar antara 60 sampai 70
per-sen. Commission of the European Communities (1978)
yang dikutip oleh De Voogt et al. (1980) melaporkan,
dengan kandungan kadmium 1 sampai 2 ug dalam tiap
ba-tang rokok maka menghabiskan 40 baba-tang rokok per hari
menambahkan kandungan kadmium melalui paru-paru 1.3
PENGARUH KADMIUM TERHADAP ORGAN
TUBUH: DAN KEADAAN FISIOLOGIS
Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, unsur kadmium
belum diketahui gunanya untuk organisme hidup. Lebih dari
itu dikatakan sebagai unsur non-essensial (De Voogt et al.,
1980; Zeilhuis, 1971 dalam Pool, 1981). Dengan demikian
sudah barang tentu kehadirannya dalam tubuh menimbulkan
gangguan-gangguan terhadap proses-proses fisiologis tubuh.
1. Darc.h
Sesudah diserap, kadmium akan diangkut aleh darah
dan umumnya ditemukan dalam eritrosit (De Voogt et al.,
1980). Berlin et al. (1961) yang dikutip oleh Copius
Peereboom et al. (1981) melihat adanya pertambahan
aktivitas sumsum tulang pada kelinci dan dalam
eritro-sit yang dibentuk setelah pemberian kadmium.
Pema-sukan kadmium secara kronis (subkutan) menghasilkan
anemia microcytic hipochromic dengan penurunan ィ・ュッセ@
globin darah dan penurunan jumlah eritrosit (Berlin et
al., 1961 dalam Copius Peereboom et al., 1981).
Sebe-lumnya Berlin dan Friberg (1960) yang dikutip oleh
Capius Peereboom et al. (1981) menemukan pemendekan
umur eritrasit setelah pemberian kadmium. Menurut
Minden et al. (1959) dalam Copius Peereboom et al.
11
Tikus mengalami penurunan hemoglobin terutama bila
makanan yang diberikan kekurangan kalsium (Itokawa et
a1., 1974 da1am Copius Peereboom et a1., 1981). Ini
dapat di1ihat pada tabe1 2. Pada hewan percobaan,
kad-mium dalam plasma dan eritrosit terikat pada protein
berbobot molekul tinggi misalnya hemoglobin. Jadi
gangguan pengikatan zat besi akan terjadi dan berakibat
anemia (Webb, 1975 dalam Brown, 1977).
Whanger (1979) me1aporkan bahwa kadmium menekan
konsentrasi besi dalam hati dan ginja1, dan zat besi
yang hilang kebanyakannya berasal dari zat besi yang
tidak terikat pada hemoglobin terutama ferritin.
Me-nurut Copius Peereboom et al. (1981), kandungan kadmium
dan besi dari mukosa duodenal akan berbanding terba1ik
sesudah pemberian kadmium karena kedua ber10mba untuk
memperoleh tempat ikatan (binding site yang sama.
Prigge et al. (1979) meyimpulkan bahwa terjadinya
ane-mia setelah pemberian kadmium secara oral pada tikus
umumnya disebabkan dihambatnya penyerapan zat besi dari
usus.
Nordberg (1972) yang dikutip oleh Copius Peereboom
et al. (1981) melaporkan, sesudah penyuntikan subkutan
dengan CdC1
2 pada mencit (dosis 1 mg CdC12/kg), kadmium
、・ョァ。ョセ@ segera pindah ke dalam plasma. Dalam 「・「・イセー。@
menit kadmium plasma akan tinggi, juga kadmium dalam
eritrosit meningkat. Sesudah peningkatan tersebut,
Grup
1
2
3
4
Tabel 2
Penurunan hitungan eritroBit, hematokrit dan hemoglobin dalam tikuB yang diberi makanan kekurangan Ca dengan 50 ppm Cd dalam air minum, menurut Itokawa et al, 19711
Oa Cd eイゥエイッセゥエ@ Hematokrit Hemoglobin
dalam makanan dalam air minum (10 x 10 mm)
( % )
( mg / dl )cukup 355 ( 28) 115.3 ( 1.5) 17.3 ( 0.6)
Kurang 349 ( 26) 50.0 16.9
cukup 50 ppm 241 ( 25) 31.7 12.8
kurang 50 ppm 183 ( 21) 19.7 10.9
Sumber OOpiUB Peereboom, J. W.,1981. Toxicol. Environ. Chem. Rev. 8
f-'
13
Gambar 3. kッョウ・ョエイ。ウセ@ ォ。、ュセオュ@ dalam plasma dan ・イセエイッウセエ@
pada ュ・ョ」セエ@ yang 、セ「・イゥ@ satu ォ。ャセ@ suntikan sub-kutan dari l09CdC12 (1 mg Cd/Kg), menurut
Nordberg.
E
=
2000
Iqoo
500 300
200
100
50
セ@ 30
"
I:::
c: 20
セ@
o
10
ng/g
T
5
D
1 ________ T ____________
1
o
3 2
4 24
1
48
Walnu
0 - - - - - 0 concentration in blood cells
o 0 concentration In plasma
96 Hours ,
14
Gambar
4.
Kromatograf2 gel dari kompleks Cd protein dalam hem01isat eritrosit mencit yang disuntik sub-kutan dengan l09CdC12 (1 mg/Kg); pemisahan atas Sephadex G75." "
"
"
OJ· " " 00 \.nil: Cd
in 5ml fraction
I',
A "
"
"
"
"
10 iセ@ 1Q Qセ@ )0, 1'> セッ@ セウ@ Fraction
, ,
,.,
""
" '.1 c,10 IS
- - - 0.0. 25"{ nm
No.
ng Cd
in Sml fraction
8
'"
"
"
10 25 )0 U "0 H Fraction
No.
- - ' - - Cd nil: in Sml fraction
A - 20 men2t sesudah penyuntikan; Cd berikatan dengan pro-tein berbobot moleku1 t2nggi.
B - 96 jam sesudah penyuntikan; Cd berikatan dengan meta1-lothionein (CdMT tertinggi pada sebe1ah kanan dari
B).
OD: Opt2ca1 Density pada 254 um. Menurut Nordberg.
15
Dalam jam-jam pertama kadmium terikat pada protein
berbobot molekul "inggi, misalnya hemoglobin (lihat
gambar 4). Dalam waktu 24 sampai 96 jam sesudah
penyun-tikan, 64 persen dari kadmium terikat pada
metallothio-nein. berbobot molekul rendah. Dalam peri ode ini
sin-tesis metallothionein (MT) sudah. mulai dan hasilnya
kompleks kadmium-metallothionein (CdM!If') diangkut
mela-lui darah dari hati ke ginjal dan organ-organ lain.
Kandungan kadmium dalam darah menjadi konstan dan
tidak memperlihatkan variasi .. yang berarti jika diberi
kadmium berikutnya. Oleh. karena itu kandungan kadmium
dalam darah tidak dapat digunakan オョエセセ@ menentukan
be-ban kadmium dalam tubuh tetapi dapat dipakai sebagai
tanda bahwa hewan tadi pernah diberi atau mendapat
kad-mium sebelumnya.
2. Hati
Kotsonis dan Klassen (1977 ; 1978) melaporkan
bahwa hati menimburr banyak kadmium setelah keracunan
akut maupun kronis oleh kadmium. Hatidikatakan
seba-gai organ sasaran dari keracunan akut kadmium (Dudley
et al., 1982), dan mungkin berperan lebih besar dari
dugaan semula terhadap kematian hewan yang terlihatnya
secepatnya (12 jam) sesudah pemberian dosis besar
se-cara parenteral. stowe et al. (1972) yang dikutip oleh
Dudley et al. (1985) telah mengetengahkan bukti
kronis. Pengamatan meliputi fibrosis interlobular dan
periportal, penebalan saluran empedu dan fokal
infil-trasi sel-sel radang dalam hati kelinci yang diberi
makan 160 ppm kadmium selama 200 hari. Dudley et ale
(1985) mengamati adanya pembengkakan dan kepucatan hati
sampai lZ minggw perlakuan. Setelah itu' berlanjut.
fi-brosis. Pada pemeriksaan mikroskopis, kerusakan sel
hati terlihat pada minggu:keempat, yang meliputi
pem-bengkakan sel-sel parenkhim dan sitoplasmik
eosino-filia. Pada akhir minggu keduabelas, nekrosa-nekrosa
fOkal sUdah menyebar, berlanjut nekrosa diffusa dan
fi-brosis interstisialis di sekitar vena sentralis pada
minggu keduapuluh dua atau lebih.
Kadmium dalam hati terse bar diantara
organel-organel sel. Setelah
4
jam penyuntikan secaraintra-vena ZO dan ZOO ug:kadmium, 49 persen berada dalam
mikrosoma (dari endoplasmik retikulum) dan 10 persen
dalam mitokondria (Cherian et al., 1976 dalam Copius
-Peereboom et al., ly8l).
- -
Nitisewojo et: al. (1978)melaporkan konsentrasi kadmium dalam mitokondria dari
hati tikus yang diberi 4 mg c、KKOォセ@ secara suntikan
intravena adalah 3 sampai 5 nmoles/mg mitokondria.
Saperti dalam darah, mula-mula kadmium berikatan
den-gan protein berbobot mols.kul tinggi kemudian setelah
6 jam membentuk kompleks CdMT.yang berbobot molekul
6300 sampai 6800 (Frazier 、。セpオァャ・ウ・L@ 1978 dalam
17
Metallothionein tidak mengandung asam amino aro-matik atau histidine Kandungan asam amino dari metal-lothionein tikus ada1ah saperti da1am tabel
3.
Menurut Suzuki dan Yosikawa (1974) yang dikutip oleh Copius Peereboom et ale (1981), molekul metallothionein secara normal hanya mengandung seng (:6n). 01eh karena daya ikatan kadmium terhadap metallothionein, 3000 kali lebih kuat dari seng maka kadmium dengan cepat akan menggantikan kedudukan seng membentuk kompleks c、mtセ@Toksisitas CdMT:: da1am mencit dan tikus menjadi
5
sampai 8 kali lebih tinggi dari CdCIZ sendiri (Webb dan Etienne, 1977 dalam Copius Peereboom et al., 1981). Satu-dosis kadmium 1.1 mg/kg da1am bentuk c、mセ、。ー。エ@membunuh mencit dalam waktu 7 hari sedangkan
6
mg CdCR Z /kg tidak dapat membunuh_mencit dalam waktu5
hari. Tabel3
Sumber
Komposisi asam amino dari metallothionein dari hati tikus menurut Nordberg et セN@
".
Residues/mol. Rc:.idllcs HセL[I@ To lIea!"c:;1 integerLysine 8.2
Cysteic ncid 22.2
Aspartic acid 4.4
Threonine:: 2.0
Serine: 7.9
Glutamic acid 3.3
Proline 2.3
Glycine 4.6
Alanine 6
Methionine iO
Isoleucine 0.9
Valine 1.3
Calculated mol. wt. of thionein
Copius Peereboom, J..W. Peereboom - Stegeman. Environ. Chem. Rev. 4.
12.8 34.6 6.8 J.2 12.3 5.1 3.5 7.1 9.4 1.6 1.4 2.1 8 22 4 2 8 3 2 5 6 6327
[image:31.549.95.487.418.704.2]18
Aktivitas ensim-ensim hati meninggi setelah
pembe-rian kadmium. Antara lain ensim-ensim yang terpengaruh
adalah alkaline phosphatase dan he.-patic gluconeogenic
saperti pyruvate carboxylase, phosphoenol pyruvate
car-boxykinase, fruktose 1,6 diphosphatase dan glucose
6-phosphatase (Copius Peereboom セ。ャNL@ 1981).
3.
G1njalSejak tahun 1886 Severi.menemukan terjadinya
le-sio pada ginjal setelah penyuntikan subkutan kadmium
secara kronis pada anjing dan kelinci serta menemukan
adanya nekrosa pada tubuli. Proteinuria sebagai tanda
awal kerusakan ginjal telah didemonstrasikan tidak
hanya pada manusia tapi juga pada hewan:. Axelsson dan.
Piscator (1966) memperlihatkan terjadinya degenerasi
dari sel-sel tubuli proksimalis secara histologis
se-telah 11 sampai 17 minggu penyuntikan subkutan G.dCl
z
(0.25 mg/kg, 5 kali seminggu) pada kelinci.
Menurut Dudley et al. HQYセUI@ dari hasi1 pengamatan
sepintas morfologi ginjal belum memperlihatkan
peru-bahan yang je1as sebelum mencapai 10 minggu perlakuan
dimana setelah 10 minggu, ginjal terlihat membengkak
dan pucat yang berlanjut permukaan saperti
berlegok-legok. Setelah pemberian kadmium selama 10 minggu,
tanda-tanda kerusakan ginjal oleh logam tersebut mulai
terlihat. Ihi meliputi nekrosis kadang-kadang satu sel
19
Sesudah itu berlanjut sampai nekrosa sel tubuli,
fibro-sis interstisialis dan atropi tubular sampai minggu ke
duapuluh enam.
Secara histokimia pengumpulan kadmium terjadi pada
epitel tubuli proksimalis dan mengganggu fungsi ginjaR
(Copius Peereboom et al., 1981). Perubahan-perubahan
histokimia mUla-mula terlihat pada tubuli dan
kemungki-nan besar lesio glomerular merupakan sekunder
(Axels-son et セNL@
1968
dalam Copius Peereboom et al.,1981).
Copius Peereboom セ@ al. (1981) menerangkan bahwa
metallothionein yang disintesa di hati ber;katan dengan
kadmium dan diangkut ke ginjal. Daya sintesa
metallo-thionein dalam ginjal jauh lebih kurang daripada dalam
hati. Metallothionein disaring dalam glomerulus dan
diserap kembali di tubuli proksimalis. Dengan ini
ter-jadilah penimbunan kadmium dalam tubuli proksimalis dan
menyebabkan kerusakan. Pada kerusakan yang lebih parah,
akan ditemukan gejala aminoaciduria, glukosuria,
phos-phaturia dan juga calciuria selain proteinuria
(Pisca-tor,
1966
dalam Copius Peereboom et al.,1981).
Menurut. Copius Peereboom セセN@ (1981) dengan
ka-tabolisme thionein dalam ginjal, kadmium dibebaskan dan
terkumpul dalam tubulus. Dengan mengukur aktivitas
peroksidase dari sel-sel tubuli ginjal dari tikus yang
diberi kadmium dan kontrol, didapatkan bukti bahwa
ke-gagalan fungsi tubular bukan semata-mata disebabkan
20
tubuli tetapi penghambatan katabolik yaitu aktivitas
ensim proteolitik yang memecah bagian protein dari
mo-ku1 CdMT.. Squibb dan Cousin (1974) te1ah
menghipotesa-kan bahwa pembebasan kadmium amenghipotesa-kan mengertak sintesis
metallothionein atau akan kembali berikatan dengan
metallothionein yang telah diserap sehingga kembali
di-katabolis. Henurut hipotesa ini dalam ginjal berarti
sela1u terdapat tempat ikatan (binding sites). Hanya
jika jumlah kadmium me1ampaui kapasitas tempat ikatan
maka sel-sel tubuli akan kelelahan menghasilkan ensim
proteolitik dan degenerasi jaringan ginjal akan mulai
berlanjut dengan kerusakan fungsi tubular.
4.
Gejala KlinisKeracunan akut yang ditimbulkan oleh kadmium yang
diberikan secara oral menyebabkan gangKuan
gastrointes-tinal yang parah:, hipersali vasi, muntah, diarre, spasmus,
turunnya tekanan darah dan kolaps. Bilamana hewan
da-bertahan maka akan terjadi kerusakan hati dan ginjal
(Bartik dan Piskac, 1981).
Lebih 1anjut Bartik dan Piskac (1981) me1aporkan
bahwa pemasukan kadmiumsecara inhalasi menyebabkan i
irritasi terhadap traktus respiratorius, batuk, sesak
nafas dan muntah. Oedema pulmonum terbentuk setelah 12
sampai 36 jam diikuti dengan bronchopneumoni dan
Keracunan kronis menurut Bartik dan Piskac (1981)
menyebabkan emphysema pulmonum, batuk kronis, anemia,
anosmia, proteinuria dan gejala-gejala penyakit hati.
Mungkin ulcus-ulcus akan timbul di membrana mukosa dari
traktus gastrointestinal. pertumbuhan testes terhenti
atau mengalami degenerasi sehingga hewan muda akan
tum-buh kerdil. Wilson dan Cox (1941 yang dikutip oleh
Clarke dan Clarke (1967) melaporkan bahwa keracunan
kronis secara percobaan.pada tikus dengan pemberian 62
ppm CdCIZ menimbulkan pengausan gigi taring secara
PERCUBAAN PENDAIWLUAN KERACUNAN KADMIUM. PADA HEWANi PERCOBAAN TIKUS PUTIlL (RA'l(S)
Keracunan kadmium merupakan salah satu_kandidat
per-masa1ahan keracunarri10gam berat yang baka1 menonjol di
キ。ォエセセキ。ォエセュ・ョ、。エ。ョァ@ sesuai dengan perkembangan dunia
terutama dalam bidang industri. Sebagai salah satu contoh
adalah. penyakit 'Ltai-Ltai' yang ditemukan.endemik di
seki-tar daseki-taran rendah sungai Jantsu di セセー。ョァ@ sejak tahun
1940an. Copius Peereboom et セN@ (1981) yang mengutip dari
jurna1-jurnal kesehatan Jepang banyak menerangkan kejadian
dan gejala-gejala dari penyakit ini. Pada tahun 1968
Ke-menterian Kesehatan dan kesejahteraarr セ・ー。ョァ@ mengumumkan
bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh keracunan kronis
kadmium.
Belajar di Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Perta-nian Bngpr memang tidak menutup kemungkinan untuk me1akukan
percobaan maupun penelitian yang akhirnya juga merupakan
input yang tidak ternilai bagi si pelaksana maupun dunia
i1mu,dan pendidikan serta masyarakat umum. Menambah.
penga-laman dan rasa ingin tahu rupanya memberi dorongan pada
penulis untuk melakukan percobaan pendahuluan ini sebagai
bahan pe1engkap syarat untuk meraih gelar dokter hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor ini.
Percobaan ini-pun dilakukan sesuai keadaan, waktu dan
BAHAN DAN METDDA
Hewan Percobaan
Digunakan tikus putih jantan dan betina (umur 2
sam-pai
3_
-bulan) dipelihara dalam kandang di kamar danmenda-pat siklus 12 jam cahaya dan gelap. Makanan. (ransum Broi.,.
ler starter) dan air diberikan secukupnya.
Perlakuan
Tikus dibagi dalam tiga kelompok dengan tiap kelompok
enam ekor dan masing-masing satu kandang. Kelompok A
di-buat keracunan akut dengan cara diberi suntikan intra vena セ@
CdCIZ (8.8 mg/kg) yang dilarutkan dalam NaCl fisiologis,
sedangkan kelompok B dibuat keracunan kronis dengan cara
diberi cekokan CdC12 (3.0 mgfkg) tiap hari selama 30 hari. Kelompok C bertindak sebagai kontrol.
Bahan kadmium yang digunakan adalah CdC12.H
2
Q (Merck)pro Analisyst.
Kelompok A apabila memperlihatkan gejala-gejala
spas-mus, segera dibius dengan diethylether dan diambil sampel
darah jantung. Sesudah mati organ hati dan ginjal diambil.
Kelompok J3)diamati gejala-gejala kUnis yang timbul dan t
tiap selang
5
hari ditimbang berat badannya. Pada hari ke30 diambil darah jantunK kemudian dibunuh untuk.. diambil
24
Pemeriksaan Darah
Darah diperiksa untuk hematokrit dengan metoda
micro-hematocrit. Hemoglobin dengan menggunakan hemometer
"As-sistent" (German Society for Internal Medicine) dan
diffe-rensiasi darah.
Pemeriksaan Organ Hati dan Ginjal
Organ hati dimasukkan dalam formalin buffer QセP@ untuk
dibuat preparat histopatologi. Preparat diperiksa dengan
HASIL.PERCOBAAN
1. Bera t Badan
Tabel
4
menunjukkan rata-rata berat badan tikus kontrol dan yang diberi kadmium selama percobaan yang berlangsung 30 hari. Uhtuk kontrol, peningkatan berat badan selama 30 hari mencapai 17.88 persen sedangkan yang diberi kadmium hanya 3.45 persen.Tabel 4: Rata-rata berat badan tikus kontrol dan yang diberi kadmium.
Hari Berat Badan
o
kontrol 195.75 (± 20.28)treated 192.00 (± 27.89)
5 kontrol 205.75 (± 23.01)
treated 194.10 (± 27.49)
10 kontrol 218.95 (± 26.52)
treated 195.75 (± 25.48)
15 kontrol 225.40 (± 27.06)
treated 196.30 (± 23.71)
20 kontrol 225.63 (± 29.37)
treated 194.00 (± 25.10)
25 kontrol 228.50·(± 28.14)
treated 196.60 (± 26.88)
30 kontrol 230.75 (± 26.92)
treated 198.63 (± 27.02) Nilai adalah X セ@ SD (kontrol, n = 4; treated, n = 4)
*
Menandakan perbedaan nyata dari kontrol pada pL
0.05 [image:39.546.91.486.276.689.2]260 250 240 230 E :::
'"
220'"
-
'" c::: I '" セ@'"
" 210 [image:40.548.65.453.41.701.2]'" . " '"
'"
::: e 200'"
190 180o
26
GAMBAR
5
Gra!ik hubungan antara berat badan rata-rata dengan waktu.
.,.
I
T I
.,.
II I
I I
I I
I I
T I
I I
I
I I I
I I
I
I I·
I I
I I
I I
I
,
I I
,.
,
II I
I I
...
..:. I
.!.
T
T
,
I I
,
T II I I I
,
I I II
,
,
I I
,
,
.I.,
I
,
..l,
...
II
...
.L
5 10 15 20 25
Walltu Pengamatan (HarD
C - I(ontrol
27
GAl-fEAR 6
Grafik regresi geometrik berat badan rata-rata 250 terhadap waktu pengamatan.
240 230 セ@ 220 E セ@ セ@ セ@
""
I 210co 200
-
m190
180
170
x .... ····
,.i/'
{-,/'"
/l
! x
/'
f
I
セ@
I<
NセNZNZZッセNセ@
...
P"""··.o.. ,0'
°
0882783•. .0",/ Y =196.072137 (X) •
• ",. ... /. x RZ:: 0.966963455
... x
.-x .' /"
.'
/ '
.. LサIセ@
•
•
I{ronis
=
oY=192.1380165 (X)0.0135249
R2 =0.701965811
QVPGMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMセMMセ@
[image:41.544.104.510.52.715.2]Tabel 5
Rata-rata Pemeriksaan Darah Tikus Kontrol dan Yang Diberi Kadmium
lfontrol
Hemoglobin (mg/dl) 15. lf8C!: 0.30)
Hematokrit ( % ) 48.00(: 0.98)
Eritrosit (10x106mm)· 8.22(: 0.17)
Leukosit 1075.00(: 253.31)
Eosinofil (%) 2.00(: 0.41)
on III
III Basofil (%) 0.40(: 0.lf8)
on 1Il,<:
s:: OS
Neutrofil (%) 4.40(: 2.14)
., J.. J.. OS
<>.,; 'H
Limfosit (%) 90.40(: 3.35)
'H
on
セ@
2.90(:!: 1.44)
Monosit (%)
Nilai adalah X ± SD (kontrol, n
, Menandakan perbedaan nyata dari
,. Menendakan perbedaan nyata dari
= 4; treated
kontrol pada kontrol pada
Akut Kronis
14.02(:!; 2.82) QSNYXHZセ@ 0.70)'
lf3.60(: 8.75) 43.26(: 2.27)'
7.39C!: 1.43) 7.33C!: 0.3tl)·
1900.00(: 1030.17)" 1450.00(:
331.66)--2.30(: 2.28) 2.90(: 1.65)
2.00C!: 3.94) 4.40(: 2.14)'
32.50(: 13.65)' 29.50(: 10.85)'
61.70<:!: 17.33)- 63.30<:!: 14.05)'
1.30(: 1.57)' O.OO(:!: 0.00)'
'akut', n = 5; treated 'kronis', n
p
L
0.01 dengan Student's t test.p
L
0.10 dengan Student's t test.= 4).
I
[image:42.789.96.732.112.418.2]29
Sampai pada hari ke 30, rupanya secara statistik
den-gan uji Student's t test dari rata-rata belum
didapat-kan hasil yang nyata. Bagaimana pun dengan melihat
pola grafik rata-rata berat badan untuk kontrol dan
pada gambar
5
menunjukkan bahwa jika waktu ditambahatau dengan kata lain semakin lama perlakuan maka
per-bedaan berat badan antara kontrol dan perlakuan akan
semakin nyata. Untuk lebih jelas secara statistik
den-gan regresi geometrik rata-rata (gambar 6) didapatkan
F hitung lebih besar dari F tabel. セセ。@ hipotesa HO :
perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol dan HI
perlakuan berbeda nyata dengan kontrol, maka hasil
menyebabkan untuk menolak HO dan menerima Hl •
2. Pemeriksaan Darah
Saperti terlihat dalam tabel
5,
hasil pemeriksaandarah untuk perlakuan kronis hampir semua menunjukkan
perbedaan sangat nyata (p / 0.01) dari kontrol.
Sedang-kan untuk yang akut perbedaan sangat nyata hanya
di-tunjukkan oleh neutrofil dan limfosit.
3. Organ hati
Dalam nekropsi organ ini, pada pemeriksaan secara
patologi-anatomis tidak ada perubahan-perubahan yang
menyolok. Pemeriksaalli secara histopatologis sedikit
banyak menunjukkan beberapa kelainan. Untuk yang akut,
30
pendarahan, dimana sinusoid terlihat penuh dengan
darah. Demikian juga vena sentralis terlihat berisi
darah. Contoh gambaran slide yang diambil dapat
dili-hat pada gambar
7.
Untuk yang kronis terutama venasentralis dan segi tiga Kiernan kelihatan meluas dan
di sekitarnya mulai terlihat pertumbuhan jaringan ikat.
Sel-sel parenkhim hati di sekitar tadi mulai tidak
je-las batas antar sel dan beberapa sel parenkhim hati
kelihatan membengkak. Sel-sel Kupfer juga mulai ada.
[image:44.546.91.474.312.616.2]Contoh gambaran slide yang diambil dapat dilihat pada
gambar 8.
Gambar
7:
Hati dari tikus yang diberi CdClZ dosisakut.
a. vena sentralis penuh berisi darah.
terlihat menggenang di sinusoid karena
c. sel-sel parenkhim hati. Pembesaran
o.
darah yangGambar 8
31
Hati dari tikus yang diberi CdC12 dosis kronis
a. vena sentralis yang kelihatan meluas. b. segitiga
Kiernan yang meluas. c. susunan sel-sel hati yang
mu-lai rusak. d. jaringan ikat yang mulai tumbuh.
e. batas antar sel yang mulai menghilang. f. sel-sel
[image:45.546.95.474.57.603.2]32
Gambar 9 Hati dari tikus kontrol
a. sel parenkhim hati yang masih padat. b. segitiga
Kiernan. c. vena sentralis walau pun terlihat penuh
dengan darah, hal tersebut merupakan proses normal
ka-rena tikus terse but dibunuh. Pembesaran 100 X
4.
Organ GinjalUntuk org2n ginjal saperti halnya pada hati
se-cara patologi-anatomis tidak banyak memperlihatkan
ke-lainan selain sedikit membengkak dan hiperemis bagi
yang akut. Secara histopatologis,bagi yang akut, vena
dan tubuli proksimalis ditemukan pendarahan hebat dan
aktif. Kelainan-kelainan sel parellkhimatosa ginjal
belum jelas terlihat. Contoh gambaran slide yang di.-.
ambil dapat dilihat pada gam bar 10. Untuk yang kronis
mulai terlihat adanya fokal necrosis dari tubuli
prok-sima lis , selain itu juga sedikit pembendungan. Contoh
Gambar lO
33
Ginjal dari tikus yang diberi CdCl2
dosis akut
a. sel-sel tubuli proksimalis. b. pendarahan yang
hebat. Pembesaran lOO X
Gambar 11: Ginjal dari tikus yang diberi CdCl Z dosis kronis
a. sel-sel parenkhim ginjal. b. pembendungan yang
kro-nis, c. vena mulai meluas dan merusak sel-sel seki tarnya.
[image:47.549.102.486.65.668.2]34
Gambar 12 Ginjal dari tikus kontrol
a. sel-sel tubuli ginjal. b. gromeruli. c. vena.
Pembesaran 100 X
5.
Gejala KlinisUntuk yang diberi kadmium dosis akut sesudah
pe-nyuntikan secara intravena, 1 sampai 2 jam kemudian
mulai menunjukkan gejala-gejala depresi. J;ika tikus
tadi memperlihatkan gejala spasmus dan konvulsi maka
akan mati. Jika daya tahan tikus kuat maka selain
de-presi dan sedikit tremor selanjutnya akan
memperlihat-kan gejala keracunan. kronis. Untuk yang kronis, karena
diberi secara oral, gejala yang mula-mula dapat dilihat
adalah diarre yang bersifat intermitten. Bagaimana pun
nafsu makan tetap baik. Sampai pada hari ke 20
perla-kuan terlihat bulunya saperti berdiri dan mukosa mulai
[image:48.549.90.478.62.366.2]PEMBAHASAN
Dari data berat badan hasil percobaan, terlihat
per-bedaan peningkatan berat badan selama 30 hari perlakuan
antara kontrol dengan yang diberi kadmium yaitu 17.88 :
3.45
persen. Meski perbedaan rata-rata belum nyata secarastatistik, melihat sebaran grafik dan ramalan hasil regresi
geometrik rata-rata, menyimpulkan bahwa perbedaan"akan ウ・セ@
makin nyata jika waktu perlakuan diperpanjang. Dudley et
a1. (1985) telah mengadakan percobaan" serupa dan
mendapat:-:-kan perbedaan nyata pada minggu pertama perlakuan. Jalur
pemberian yang ditempuh Dudley et al. (1985) untuk perla-
-kuan kronis adalah secara penyuntikan subkutan sedangkan
dalam percobaan ini adalah peroral, sehingga daya absorpsi
melalui saluran pencernaan mempengaruhi. Saperti mana yang
diketahui menurut Friberg et al. (1979), hanya 5 sampai 6
persen yang diserap.
Penghambatan laju pertumbuhan berat badan tidak lain
merupakan gambaran adanya gangguan dalam fungsi fisiologis
tubuh tikus tersebut. lni bertitik mula dari pengaruh
en-simatik saperti yang banyak dibicarakan oleh Pool (1981)
berlanjut ke tingkat selluler dan organ fungsionaris tubuh
saperti ginjal, hati dan lain-lain. Terutama pada ginjal
menurut Psicator (1966) dalam capius Peereboom et al. HQYXセI@
akan terjadi aminoaciduria, ァャセセ。ウオイゥ。L@ phosphaturia,dan
calciuria. Dengan demikian unsur kalsium dan phosphor
3b
keluar •. Mengenai absorpsi makanan tidak banyak dipengaruhi
karena kelihatannya nafsu ュセォ。ョ@ dari tikus tetap baik.
Memang terlihat adanya diarre intermitten tetapi hanya
je-las pada minggu pertama dan tidak terlalu parah. Walau
bagaimana pun gabungan semua kelainan-kelainan ini lah yang
menghambat pertumbuhan berat badan tikus.
Demikian pula dari hasil pemeriksaan darah dalam
per-cobaan ini, perbedaan yang nyata adalah pada tikus yang
di-beri kadmium dOsis kronis. Penurunan jumlah eritrosit dan
hemoglobin mendukung teori atau penemuan Berlin et al.
(1961). TUrunnya jumlah eritrosit dan hemoglobin antara
lain disebabkan pemendekan umur eritrosit (Berlin dan
Friberg, 1960) dan gangguan sintesis hemoglobin (Minden et
aI., 1959). Perlu diingat bahwa menurut Webb. (1975) dalam
Brown (1977), kadmium dalam plasma dan eritrosit berikatan
dengan protein berbobot molekul ting&i antara lain
hemoglo-bin, sehinggp pengikatan zat besi akan terganggu dan ini
mengakibatkan anemia.
Untuk yang diberi kadmium dosis akut secara intravena,
tikus mati sebelum memperlihatkan perubahan-perubahan yang
nyata dalam pemeriksaan darah. Pengaruh kadmiurn pada
sis-kardio-vaskular, yakni vaso-dillatasi dan peningkatan
den-yut dan ampli tud jantung (Ni tisewoj 0 et al., 1978) serta
pengaruh kadmium pada susunan syaraf pusat ditambah
infla-masi dan pendarahan di hati dan ginjal (Copius Peereboorn
37
Keracunan arsen dam logam berat plumbum dan raksa
an-tara lain ditandai dengan leukositosis atau neutrofilia
(Sukotjo,
19'(7),
sehingga dalam hal ini kadmiumdiperkira-kan menyebabdiperkira-kan hal yang sama saperti terlihat dalam hasil
percobaan.
Hati tikus yang diberi dosis akut intravena yakni 5.0
mg/kg saperti yang ,terlihat pada gambar 7, memperlihatkan
pendarahan dan pembendungan hati, juga pembengkakan
hepato-sit. Sinusoid dan vena sentralis terlihat penuh berisi
da-rah. Dudley et al. (1982) menemukan perubahan morfologi
hati 1 jam sesudah pemberian kadmium dan lebih lama
mene-mukan adanya nekrosis. Namum dalam percobaan ini belum
jelas adanya perubahan.morfologi, yang jelas selain
penda-rahan dan pembendungan serta pembengkakan hepatosit.
Ke-lainan yang ditemukan tadi mungkin merupakan tahap keKe-lainan
paling dini keracunan akut hati oleh kadmium sebelum
nekro-sis sel-sel parenkhmatssa hati. Kotsonis dan Klaassen
(1977); Frazier dan Puglese (1978); Cain dan Skilleter (19
(1980) melaporkan, kerusakan hati yang disebabkan oleh
kad-mium adalah karena effek sitotoksik kadkad-mium yang bertindak
sebagai hepatotoksin. Inhibisi phosphorilasi oksidatif
dalam mitokondria hati oleh kadmium dosis besar atau letal
berkorelasi langsung dengan kematian pada tikus (Bartik
dan Piskac, QYセQIN@
Pada yang diberi kadmium dosis kronis ditemukan di
sekitar segitiga Kiernan dan vena sentralis fibrosis tahap
pembeng-38
kakan hepatosit. Dibandingkan hasil penemuan Dudley et al.
(1985), pada minggu ke 4 perlakuan baru menemukan pembeng . ..,
kakan sel parenkhimatosa hati dan sitoplasmik eosinofilia.
Kawai et al. (1976) dalam Dudley et al. HQYセUI@ menemukan
perubahan morfologi hati baru terjadi pada minggu ke 8
per-lakuan. Fibrosis dalam percobaan Dudley et al. (1985) baru
ditemukan sesudah minggu ke 12. Cepat tidaknya ditemukan
lesio tergantung sensitivitas serta daya tahan organ
ter-sebut. Pada hati saperti mana yang diketahui,
metallothio-nein (MT) bertindak mengurangi effek sitotoksik kadmium
dengan cara mengikat kadmium (Dudley et al., 1985).
Ku-rang atau 1ambatnya sintesis meta11othionein menyebabakan
cepat terjadi kerusakan. Sintesis mentallothionein
sebenar-nya dimulai jika ada pretreatment dengan kadmium atau seng.
atau beberapa logam berat lainnya. Jika pemberian kadmium
pada hari permulaan perlakuan dianggap sebagai pretreatment
maka menjelang akhir per1akuan kadar metallothionein sudah
tinggi. Dengan demikian dapat menjelaskan kelainan
morfo-logi hati yang ditemukan adanya fibrosis namun tidak diffus
melainkan masih banyak bagian yang normal.
Demikian juga pada keracunan akut, sifat sitotoksik
kadmium menyebabkan degenerasi vakular yang hebat pada
epi-tel tubular (Wang dan Foulkes, QYセTIN@ Effek sitotoksik
kad-mium bukan tidak mungkin merusak endo-cel dan mempertinggi
39
pendarahan. セオァ。@ karena kadmium menyebabkan vaso-dillatasi
maka terlihat adanya pembendungan. Gambaran slide dapat di
lihat pada gambar 10.
Pada ginjal tikus yang diberi kadmium dosis kronis,
ditemukan fokal regenerasi tubuli proksimalis.
Dibanding-kan dengan hasil penemuan Dudley et al. (1985) dimana
le-sio demikian ditemukan pada minggu ke 10 perlakuan, maka
dalam percobaan ini kelihacannya lebih awal yakni 4 minggu
perlakuan. Menurut Webb and Etienne (1977) dalam Copius
Peereboom et al. (1981), kompleks kadmium-metallothionein
-(CdMT) mempunyai toksisitas
5
sampai 8 kali CdCIZ sendiri.Hal demikian terutama terjadi apabila sudah berada dalam
ginjal.
Selain kadmium, kadmium-metallothionein yang
dihasil.-kan dari hati juga diakumulasi .di ginjal. Di ginjal c、mセ@
dikatabolis oleh ensim proteolitik sehingga terpecah ュ・ョセ@
jadi komponen masing-masing. Kadmium yang kini bebas,
rupa-nya diikat kembali oleh MT yang sUdah diserap sehingga 、ゥセ@
katabolis kembali. Demikian hal ini berulang-ulang hingga
menyebabkan kelelahan sel-sel tubuli dan terjadilah
degene-rasi dan nekrosa (Squibb dan Cousin, 1974 da1am Copius
Pee-reboom et al., 1981). Proses fisiologis ginjal sudah tidak
dapat dipertahankan lagi hingga terjadi proteinuria,
gluko-suria, calciuria.dan berbagai tanda kelainan atau kerusakan
KKMUNGKINAN TERAPI
Melihat beberapa kelainan-kelainan yang disebabkan
oleh keracunan kadmium, banyak peneliti-peneliti
menyaran-kan, berbagai cara pengobatan keracunan kadmium yang sudah
barang tentu sebelumnya dibuktikan melalui percobaan.
Se-cal'a umum cara pengobatan terbagi dalam dua bagian.
1. Terapi Simptomatis
Parizek dan Zahor (1956) dalam Clarke dan Clarke
(1967) menemukan simptom keracunan kadmium ada
persa-maan dengan simptom deffisiensi seng. Kadmium merupa',..
kan antagonis seng, sehingga dengan menambahkan seng
dalam makanan dapat memperbaiki kondisi hewan yang
ke,-racunan (Bartik dan Piskac, 1981).
Keracunan kronis kadmium menyebabkan anemia
se-hingga terapi dengan pemberian zat besi sangat membantu
(Berlin et al., 1961 dalam Clarke dan Clarke, 1967).
2. Terapi Kausalis
Terapi kausalis dalam keracunan kadmium adalah
dengan penggunaan antidot.
Kocher, Ey101 dan Sykom (1958) dalam Clarke dan
Clarke (1967) menyarankan penggunaan garam ka1sium
dinatrium dari asam 1,2-diaminocyclohexantetraacetic
(Complexon IV) dimana dikatakan mempercepat pengeluaran
kadmium sehingga keracunan dengan logam tersebut dapat