• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh subsitusi keong tutut (Bellamnya javanica) terhadap mutu fisikokimia dan organoleptik nugget tinggi kalsium dan sumber protein

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh subsitusi keong tutut (Bellamnya javanica) terhadap mutu fisikokimia dan organoleptik nugget tinggi kalsium dan sumber protein"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

MIFTAKHUROHMAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

MIFTAKHUROHMAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(3)

Protein

Nama : MIftakhurohmah NIM : I14062685

Disetujui,

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

Tanggal Disetujui:

Dosen Pembimbing

(4)

in Chemical, Physical and Organoleptic Quality High Calcium and Protein Source of Nugget. Under Direction of EVY DAMAYANTHI.

Protein quality of a food depends not only on its content of amino acids but also their availability. Freshwater snail also have a potential function as a cheaper even protein source and high calcium but rarely consumed. The objective of this research was to study effect of using freshwater snail in chemical, physical and organoleptic high calcium and protein source of nugget. This study applied an experimental study. Freshwater snail meat level added toward chicken meat was 0%, 60%, 70%, 80%, 90% and 100%. Nugget would been analysed about its organoleptic and physical characteristic. The best product was choosen from the organoleptic test and would been analysed about its chemical characteristic and water holding capacity. There was significant difference in colour, odor, taste and texture. Freshwater snail meat level added 60% was the best product choosen in organoleptic test. Significant difference showed in pH Value, but not significant difference in hardness. The chemical properties for the choosen product was 44,78% water content; 2,67% ash content; 9,93% protein content;11,03% fat content; 31,59% carbohydrate content, and 168,36 mg calcium content and 79,58% protein digestibility. The best product as protein source and high calcium.

Keywords: protein, freshwater snail, nugget

(5)

Terhadap Mutu Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Tinggi Kalsium dan Sumber Protein. (Dibimbing oleh Evy Damayanthi)

Tujuan umum dari penelitian ini adalah adalah untuk mengkaji pemanfaatan daging keong tutut (Bellamnya javanica) sebagai bahan dasar pembuatan nugget dan pengaruhnya terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik. Tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1) Menentukan proses pembuatan nugget

keong tutut (Bellamnya javanica) dengan metode yang terbaik, (2) Mengetahui penilaian organoleptik (uji hedonik dan mutu hedonik) dan daya terima terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa produk nugget keong tutut (Bellamnya javanica)

yang dihasilkan, (3) Mempelajari sifat fisik (nilai pH adonan, daya mengikat air, kekerasan) dari produk yang dihasilkan, (4) Mempelajari sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, lemak, kalsium dan daya cerna protein) dari produk terpilih dan (5) Menilai kontribusi zat gizi nugget terhadap kebutuhan protein dan kalsium dengan menggunakan ALG.

Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni-September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium Penilaian Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor serta di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah keong tutut dan daging ayam yang diperoleh dari pasar anyar kota Bogor. Bahan baku lainnya adalah tepung terigu, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, lada, garam, gula, jahe, susu dan es batu. Lapisan terluar nugget (coating) digunakan tepung bumbu komersial, tepung maizena, tepung terigu, telur kocok, tepung roti kuning dan tepung roti putih. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis gizi adalah akuades, akuabides, heksan, asam sulfat, asam klorida, selenium mix, asam borat, NaOH, multienzim (tripsin, kimotripsin dan peptidase), indikator MM:MB (2:1), Buffer Na Fosfat pH 6. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan nugget adalah blender, timbangan, panci, piring plastik, loyang, penggorengan, piring, pisau dan sendok. Alat yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia adalah alat penetrometer, pH meter, cawan porselen, soxhlet, buret, pipet, erlenmeyer, gelas ukur, labu lemak, gelas piala, desikator, timbangan, tanur, penjepit, tabung reaksi, penangas, oven dan

Atomic Absorbance Spectrofotometry (AAS).

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan metode terbaik dalam pembuatan nugget dan menentukan persentase subsitusi daging keong tutut yang tepat. Pembuatan nugget keong tutut menggunakan proses pengolahan nugget Patriani (2010) yang dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah mengganti penggunaan daging itik mandalung sebagai bahan utama dengan keong tutut. Bagian dari keong tutut yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian kaki dari keong tutut. Tingkat subsitusi daging keong tutut yaitu 0%(kontrol), 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Formula nugget hasil modifikasi kemudian dilakukan percobaan secara trial dan error dan dilakukan uji kesukaan oleh 30 orang panelis untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap nugget, selanjutnya dilakukan uji sifat fisik, yaitu kekerasan dengan menggunakan penetrometer dan pH adonan dengan pH meter. Formula nugget

(6)

dan daging ayam. Daging keong tutut yang telah dikeluarkan dari cangkang dan dibersihkan bersama daging ayam digiling menggunakan es dan garam. Penggilingan kedua menggunakan campuran susu fullcream bubuk, bumbu dan serpihan es. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, lada, jahe dan penyedap rasa. Penggilingan terakhir menggunakan campuran tepung terigu dan tepung tapioka dengan perbandingan 1:1 dengan jumlah subsitusi 15% dari total adonan dalam formulasi.

Adonan kemudian dikukus kurang lebih 30 menit untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga bahan menjadi kompak. Adonan yang telah dikukus didinginkan dalam suhu ruang selama 10 menit kemudian didingikan dalam refrigerator selama 15 menit. Pengukusan juga dilakukan untuk memastikan daging keong tutut matang sempurna. Produk yang sudah dingin kemudian dicetak dengan bentuk yang bervariasi kemudian dicelup dalam campuran tepung (predust), kocokan telur (batter), tepung roti (breading). Setelah itu nugget dimasukkan kedalam freezer selama 30 menit agar pelapis kompak dan keras. Kemudian dilakukan penggorengan awal (pre-frying) dengan metode deep fat frying dengan mengatur suhu minyak sekitar 1600C dan berlangsung selama 30 detik.

Mutu hedonik nugget menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan komposisi daging tutut berpengaruh nyata terhadap warna, aroma, dan rasa. Atribut lain yaitu tekstur menunjukkan perlakuan 100% lebih lembek dengan perlakuan lainnya, sedangkan keempat perlakuan lainnya tidak berbeda nyata tingkat kekerasanya antara satu sama lain. Tingkat kesukaan (hedonik) nugget

tutut dengan subsitusi tutut menunjukkan bahwa perbedaan komposisi daging tutut tidak berpengaruh nyata terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa antar setiap perlakuan tapi berbeda nyata terhadap kontrol.

Hasil dari analisis secara fisik pada adonan nugget menunjukkan bahwa nilai pH dipengaruhi oleh perbedaan komposisi daging tutut dan ayam, sedangkan perbedaan komposisi daging tutut dan ayam tidak mempengaruhi kekerasan dari nugget yang dihasilkan. Hasil dari uji kekerasan ini menunjukkan semakin besar nilai hasil pengukuran menunjukkan produk semakin keras. Hasil analisis Daya Mengikat Air menunjukan semakin tinggi pH adonan maka nilai DMA adonan semakin tinggi. Hasil dari analisis secara kimia pada produk terpilih dan kontrol menunjukan subsitusi daging tutut pada nugget tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air dan daya cerna protein. Sebaliknya, subsitusi daging tutut pada nugget berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat.

Saran penyajian nugget keong tutut sebesar 100 g setara dengan empat buah nugget dengan berat per potongnya 25 gram. Setiap 100 g nugget setara dengan mengkonsumsi 168,36 mg kalsium, 9,93 g protein, 282,70 kkal energi, 26,59 g lemak dan 26,59 g karbohidrat. Protein yang harus dipenuhi pertakaran saji untuk kelompok konsumen umum sehingga pangan dapat dikatakan sebagai sumber protein adalah 10%-19% dari 60 gram protein sebesar 6-11,4 gram, sedangkan kalsium sebesar 20% dari 800 mg yaitu sebesar 160 mg.

Berdasarkan ALG kebutuhan kalsium untuk kelompok konsumen umum sebesar 800 mg. Nugget keong tutut mengandung kalsium sebesar 168,36 mg%(bb), sehingga konsumsi nugget keong tutut dalam sehari hendaknya kurang dari 500 g per hari. Berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, nugget

(7)

pangan yang sumber protein, tinggi kalsium dan tinggi lemak. Kandungan lemak yang cukup tinggi pada nugget keong tutut menyebabkan produk ini tidak disarankan untuk kelompok dewasa tua. Kebutuhan kalsium untuk kelompok dewasa tua dapat dipenuhi dengan mengonsumsi keong tutut segar yang diolah tanpa proses penggorengan misalnya direbus atau dikukus.

(8)

rahmatNya sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Subsitusi Keong Tutut (Bellamnya javanica) Terhadap Mutu Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Tinggi Kalsium dan Sumber Protein “ dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih atas arahan, bimbingan serta kerja sama yang baik kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiranya, memberikan arahan, kritik dan saran, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

2. Bapak Ir. Eddy Setyo Mudjajanto selaku dosen penguji dan pembimbing akademik yang senantiasa memberikan nasihat serta pengalaman hidup kepada penulis.

3. Ibu Dr. Ir. Titik Sumarti, MS sebagai ibu yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan selama ini kepada penulis

4. Yayasan Dompet Dhuafa Republika dan Manajemen Beastudi Etos yang telah mengantarkan penulis sehingga menjadi seorang sarjana.

5. Orang tua dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan doa dan motivasi setiap waktu.

6. Bapak Mashudi dan seluruh laboran atas bantuannya selama proses penelitian ini berlangsung.

7. Teman seperjuangan selama penelitian: Nurhidayah, Eva Fitrina dan Yulaika Widhiastuti. Mohon maaf atas segala kesalahan yang dilakukan penulis selama proses penelitian berlangsung.

8. Teman-teman Gizi Masyarakat, KOPLAG, Beastudi Etos dan Soka 15 atas persahabatan dan bantuannya kepada penulis.

9. Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skirpsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan skirpsi ini. Harapan penulis adalah semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi semua pihak yang terkait.

Bogor, Desember 2010

(9)

Ayahanda M.Malawi dan Ibunda Daroni. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Pendidikan formal Sekolah Dasar di SDN Silih Asih 2 pada tahun ajaran 1994-2000. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 4 Cirebon sampai tahun 2003. Setelah lulus SMP penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Cirebon dan lulus tahun 2006.

Pada tahun 2006, penulis menerima Beastudi Etos Dompet Dhuafa Republika sehingga berkesempatan melanjutkan pendidikan, sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) 2008-2009, BEM KM IPB 2008, Leadership and Entrepreneurship School (LES) 2007-2008, Forum Syiar FEMA (FORSIA) 2007-2008. Beberapa karya ilmiah juga telah dihasilkan penulis pada ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Selama masa kuliah penulis juga berkesempatan menerima beasiswa dari Beastudi Etos, Indocement, dan Yayasan Karya Salemba Empat.

Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan melakukan penelitian mengenai Pengaruh Subsitusi Keong Tutut (Bellamnya javanica) Terhadap Mutu Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Tinggi Kalsium dan Sumber Protein sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Gizi di Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

Uji Organoleptik ... 12

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Tahapan Penelitian ... 14

Penelitian Pendahuluan ... 15

Penelitian Lanjutan ... 18

Rancangan Percobaan ... 19

Pengolahan dan Analisis Data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Nugget ... 21

Pembersihan Daging Tutut ... 21

Pengolahan Nugget ... 22

Derajat Keasaman (pH) ... 31

Kekerasan ... 33

Daya Mengikat Air ... 34

Analisis Sifat Kimia Nugget ... 34

Kontribusi Zat Gizi Nugget Terpilih ... 38

Harga Nugget Produk Terpilih ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kandungan zat gizi dari 100 g BDD Daging Keong Tutut ... 4

2 Formulasi nugget subsitusi daging keong tutut ... 16

3 Nilai rata-rata sifat fisik nugget keong tutut ... 31

4 Sifat kimia nugget keong tutut terpilih dan kontrol ... 34

5 Persentase (%) ALG per takaran penyajian (100 gram) ... 39  

                               

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Skema penelitian ... 15

2 Tahapan proses pembuatan nugget keong tutut ... 17

3 Keong tutut ... 21

4 Bagian daging keong ... 22

5 Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu warna nugget ... 24

6 Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu tekstur nugget ... 25

7 Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu aroma nugget ... 26

8 Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu rasa nugget ... 27

9 Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap kesukaan panelis ... 28

10 Presentase penerimaan panelis terhadap nugget ... 30

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur analisis sifat fisik ... 47

2 Prosedur analisis sifat kimia ... 48

3 Uji organolpetik nugget Keong Tutut ... 51

4 Hasil uji organoleptik ... 54

5 Sidik ragam mutu hedonik nugget ... 58

6 Sidik ragam hedonik nugget ... 58

7 Uji lanjut Duncan mutu hedonik nugget ... 59

8 Uji lanjut Duncan hedonik nugget ... 61

9 Hasil analisis Sifat Fisik nugget ... 63

10 Hasil analisis kimia nugget kontrol (0%) dan terpilih (60%) ... 63

11 Rincian analisis biaya nugget keong tutut ... 74

12 Gambar bahan dan analisis nugget... 76

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kurang Energi Protein (KEP) dan osteoporosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang. Siagian (2008) menyatakan konsumsi protein hewani di Indonesia relatif rendah yaitu 4,7 g/orang/hari. Konsumsi ini jauh dari target 6 g/orang/hari, padahal Malaysia, Thailand, dan Filipina, rata-rata 10 g/orang/hari. Konsumsi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Prancis, Jepang, Kanada, dan Inggris adalah 50-80 g/kapita/hari, sedangkan konsumsi di negara-negara berkembang lainnya seperti Korea, Brasil, dan Tiongkok 20-40 g/kapita/hari. Protein hewani pada umumnya memiliki kandungan asam amino yang cukup serta daya cerna yang baik. Selain itu protein hewani mempunyai nilai biologis yang lebih baik dibanding protein nabati (Muchtadi 2010).

Prevalensi osteoporosis di Indonesia cukup tinggi. Studi di Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi osteoporosis untuk umur di atas 70 tahun sebesar 53,6% (wanita) dan 38%(pria), sedangkan untuk umur di bawah 70 tahun prevalensi osteoporosis sebesar 18-36% (wanita) dan 20-27% (pria) (Rachman dan Setiyohadi 2007).Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang penting untuk pembentukan tulang dan gigi yang normal. Kalsium juga berperan dalam proses pembekuan darah, kontraksi otot, metabolisme sel, dan mengirimkan isyarat saraf ke sel (Bredbenner et al. 2007). Winarno (2008) menyatakan kebutuhan kalsium terbesar adalah pada waktu pertumbuhan dan akan terus berlanjut meskipun sudah mencapai usia dewasa. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh atau pada orang dewasa biasa disebut osteoporosis (Almatsier 2001).

(15)

Nugget merupakan salah satu jenis pangan yang banyak beredar di masyarakat. Hal tersebut dikarenakan makanan ini merupakan produk pangan yang praktis dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyajikanya. Menurut SNI 01-6683-2002 nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dua dilapisi dengan tepung berbumbu (battered and breaded). Produk

nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan, dan lainnya (BSN 2002). Produk nugget dipilih karena selain praktis dan mudah dibuat, juga dapat dibentuk dalam berbagai model seperti bulat, segitiga, bintang, bunga, hewan dan lain-lain. Selama ini, bahan baku pembuatan nugget pada umumnya berasal dari daging ayam. Penelitian mengenai nugget juga telah banyak dilakukan seperti nugget hati, nugget lele dumbo, dan nugget ikan sapu-sapu.

Keong tutut (Bellamnya javanica) telah dikenal sejak dahulu sebagai salah satu jenis biota yang merupakan sumber protein hewani yang dapat dimakan. Keong ini biasanya terdapat di sawah, rawa-rawa, sungai berumput dan berpasir di sebagian besar Indonesia bagian barat serta mudah cara penangkapannya (LIPI, 1977). Keong tutut (Bellamnya javanica) ternyata memiliki kandungan gizi yang baik terutama protein dan kalsium. Menurut Risjad (1996) dalam 100 g daging keong tutut (Bellamnya javanica) terkandung protein sebesar 11,8 g dan kalsium 299,2 mg, sedangkan pada daging ayam kandungan proteinnya sebesar 18,2 g dan kandungan kalsiumnya jauh lebih rendah yaitu 14 mg per 100 g (Persagi 2009).

(16)

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pemanfaatan daging keong tutut (Bellamnya javanica) sebagai bahan dasar pembuatan nugget dan pengaruhnya terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik.

Tujuan Khusus

1. Menentukan proses pembuatan nugget keong tutut (Bellamnya javanica)

yang menghasilkan produk terbaik;

2. Mengetahui penilaian organoleptik (uji hedonik dan mutu hedonik) dan daya terima terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa produk nugget

keong tutut (Bellamnya javanica) yang dihasilkan;

3. Mempelajari sifat fisik (nilai pH adonan, daya mengikat air, kekerasan) dari produk yang dihasilkan;

4. Mempelajari sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, lemak , kalsium dan daya cerna protein) dari produk terpilih dan;

5. Menilai kontribusi zat gizi nugget terhadap kebutuhan protein dan kalsium dengan menggunakan ALG.

Kegunaan

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Keong Tutut

Keong ini disebut keong tutut (Bellamnya javanica van den Bush), termasuk filum Mollusca dengan famili Viviparidae. Tutut hidup diperairan dangkal yang berdasar lumpur dan ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban, seperti sawah, rawa-rawa, pinggir danau, sungai kecil, lebih menyukai perairan yang jernih dan bersih. Di Indonesia keong ini tersebar dari Sumatera sampai Irian Jaya (LIPI 1977).

Keong air tawar ini mudah dikenal karena bentuk cangkangnya seperti kerucut, meruncing ke belakang dan berwarna hijau kehitaman. Ukuranya dapat mencapai sebesar biji pala. Bagi penduduk Indonesia bagian Barat, terutama yang tinggal atau berasal dari Jawa, tutut merupakan sumber protein yang sudah banyak dikonsumsi. Daging yang dapat dimakan beratnya sekitar 4-5 g dari berat total. Keong tutut hanya memakan tanaman air seperti jenis lumut, ganggang, dan bahan organik. Cara pengambilan tutut mudah dan sudah umum diperdagangkan. (LIPI 1977)

Tabel 1. Kandungan gizi dari 100 g BDD daging keong tutut

Kandungan Gizi Nilai Gizi

Energi (Kalori) 64

Protein (g) 11,8

Lemak (g) 5,3

Karbohidrat (g) 3,0

Kalsium (mg) 299,2

Fosfor (mg) 122,5

Besi (mg) 11,7

Air (g) 75,8

BDD (%) 21

Sumber : Risjad (1996)

(18)

Protein

Istilah protein berasal dari bahasa Yunani proteos, yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, setengahnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengatur zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler, dan sebagiannya adalah protein (Almatsier 2001).

Asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan. Protein memiliki fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel jaringan tubuh (Almatsier 2001).

Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukan rata-rata konsumsi protein per kapita per hari penduduk Indonesia adalah 55,5 gram. Berdasarkan evaluasi Susenas (2003) tingkat konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia baru sekitar 58% dari kebutuhan (Dirjen Bina Produksi Peternakan 2004). Konsumsi protein hewani di Indonesia relatif rendah yaitu 4,7 g/orang/hari. Konsumsi ini jauh dari target 6 g/orang/hari, padahal Malaysia, Thailand, dan Filipina, rata-rata 10 g/orang/hari. Konsumsi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Prancis, Jepang, Kanada, dan Inggris adalah 50-80 g/kapita/hari, sedangkan konsumsi di negara-negara berkembang lainnya seperti Korea, Brasil, dan Tiongkok 20-40 g/kapita/hari (Siagian 2008).

Muchtadi (2010) menyatakan sumber protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu sumber protein konvensional dan dan non-konvesional. Sumber protein konvensional adalah yang berupa hasil-hasil pertanian pangan serta produk-produk hasil olahannya. Berdasarkan sifatnya sumber protein konvensional ini dibagi lagi menjadi dua golongan yaitu golongan sumber protein nabati dan sumber protein hewani. Sumber potein non-konvensional merupakan sumber protein baru, yang dikembangkan untuk menutupi kebutuhan penduduk dunia akan protein. Sumber protein non konvesional berasal dari mikroba (bakteri dan kapang).

(19)

yang tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap (dapat digunakan oleh tubuh) juga tinggi. Masalah utama yang umum ditemui dalam penggunaan hasil-hasil hewani ini terutama menyangkut harga produk yang tinggi atau daya beli masyarakat yang rendah. Sampai saat ini produk-produk hewani terutama daging, masih dirasakan sangat mahal oleh sebagian besar penduduk Indonesia. (Muchtadi 2010).

Protein Hewani

Muchtadi dan Sugiyono (1989) menyatakan hasil-hasil hewani yang umum digunakan sebagai sumber protein adalah daging (sapi, kerbau, kambing dan ayam), telur (ayam dan bebek), susu (terutama susu sapi), dan hasil-hasil perikanan (ikan, udang, kerang, dan lain-lain). Pada produk perikanan protein merupakan komponen penting ditinjau dari sudut gizi dan bisanya terkandung sekitar 15-25% dari berat total daging. Berdasarkan kelarutannya, protein dibedakan atas tiga kelas yaitu protein larut air, protein larut garam dan protein tidak larut.

Protein larut air adalah protein sarkoplasma yang terdapat sekitar 20-30% dari protein total. Sebagian besar protein ini memiliki aktivitas enzimatis. Diantara enzim-enzim sarkoplasma yang mempengaruhi mutu produk perikanan adalah enzim glikolitik dan enzim hidrolitik lisosom (Irianto dan Giatmi 2009).

Protein miofibril adalah protein serabut otot yang larut dalam larutan garam. Protein jenis ini merupakan komponen terbesar dari protein produk perikanan. Irianto dan Giatmi (2009) menyatakan didalam daging produk perikanan, proporsi protein miofibril 65-75% dari seluruh protein daging. Protein miofibril terdiri dari aktin, miosin dan komponen minor lainnya. Protein miofibril merupakan protein yang paling berperan dalam tekstur produk perikanan serta sifat fungsional daging lumat dan homogenat, khususnya kemampuan membentuk gel.

(20)

pada produk perikanan cenderung lebih tidak stabil jika dibandingkan dengan produk mamalia.

Protein tidak larut garam adalah stroma yang terdiri dari dari protein jaringan ikat, yaitu kolagen dan elastin. Jumlah rata-rata stroma dalam daging ikan adalah 2-3%, umumnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang terdapat pada daging mamalia (Irianto dan Giatmi 2009).

Kalsium

Mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia adalah kalsium, yaitu sebanyak 1,5 sampai 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1 kg. Sebanyak 99% dari jumlah tersebut terdapat pada jaringan keras, yaitu tulang dan gigi, selebihnya kalsium tersebar dalam tubuh. Menurut Winarno (2008), keperluan kalsium dalam tubuh biasanya dihitung dengan keseimbangan kalsium, dimana perhitungannya hampir sama dengan yang digunakan untuk menghitung keseimbangan nitrogen. Orang dewasa memerlukan 800 mg (0,8 g) kalsium per hari.

Sumber kalsium dalam pangan yang memiliki tingkat absorpsi yang tinggi adalah susu dan hasil olahannya seperti keju. Selain itu, sumber kalsium lain adalah sayuran berdaun hijau seperti kangkung, bayam, dan daun lobak cina, brokoli, kubis, bunga kol, kecambah, dan makanan yang difortifikasi kalsium seperti sereal dan jus buah. Kalsium juga terdapat pada ikan kalengan yang memiliki tulang lunak dan tipis seperti salmon dan sarden (Bredbenner et al.

2007).

Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu membantu membentuk tulang dan gigi serta mengatur proses biologis dalam tubuh. Keperluan kalsium terbesar adalah pada waktu pertumbuhan dan keperluan kalsium ini akan terus berlanjut meskipun sudah mencapai usia dewasa. Selain berperan dalam pembentukan tulang, mineral kalsium juga berperan dalam proses kontraksi otot. Di samping berperan dalam pembentukan trombin dan proses penggumpalan darah, kalsium juga diperlukan dalam proses penyerapan vitamin B12 serta bermanfaat dalam struktur dan fungsi dari sel membran (Winarno 2008).

(21)

kekurangan kalsium dapat mengakibatkan osteoporosis, yaitu pengeroposan tulang yang berakibat tulang menjadi rapuh, mudah retak atau patah. Selain

osteoporosis, bila konsumsi kalsium menurun dapat terjadi kekurangan kalsium yang menyebabkan osteomalasia. Pada osteomalasia, tulang menjadi lunak karena matriksnya kekurangan kalsium (Winarno 2008).

Nugget

Menurut SNI 01-6683-2002 nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dua dilapisi dengan tepung berbumbu (battered and breaded). Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan, dan lainnya (BSN 2002).

Nugget merupakan produk makanan yang dibekukan, rasanya lezat, gurih dan dapat dihidangkan dengan cepat karena hanya digoreng dan dapat langsung dimakan. Pada umumnya nugget berbentuk persegi panjang. Adonan nugget

merupakan sistem emulsi minyak dan air seperti halnya dengan bakso dan sosis. Pada dasarnya pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, bahan pengikat dan emulsifier, pencetakan, breading, pre-frying dan pembekuan (Tanoto 1994).

Pemakaian emulsifier berfungsi untuk memperbaiki elastisitas produk akhir, mengikat air, dan menstabilkan emulsi. Bahan pengikat berguna untuk memperbaiki tekstur, meningkatkan cita rasa dan meningkatkan daya ikat air serta menghemat biaya operasi. Produk yang sudah dicetak kemudian dicelupkan ke dalam batter dan tepung roti (breading). Pre-frying dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (160-180°C) sampai setengah matang. Kemudian nugget dibekukan dalam suhu -20 sampai -30°C (Tanoto 1994).

Bahan Pengikat

Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. Fungsi bahan pengikat adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, memberi tekstur padat, dan menarik air dari adonan (Harahap 2003).

(22)

sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya serta ada tidaknya cabang pada rantai molekulnya (Aspiatun 2004).

Bahan Pembantu

Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta memantapkan bentuk dan rupa (Muchtadi dan Sugiyono 1989). Bahan pembantu yang biasa digunakan adalah bawang putih, merica, dan garam.

Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih ditambahan dalam produk untuk memperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan. Bau khas bawang putih barasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur. Karakteristik bawang putih muncul jika terjadi parusakan jaringan atau pemotongan (Palungkun & Budiarti 1992).

Merica sering ditambahkan dalam bahan makanan untuk menigkatkan cita rasa sekaligus memperpanjang daya awetnya. Merica disukai karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin serta chacivia (Rismunandar 1993).

Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cirta rasa, bahan pengawet, dan bahan untuk melemaskan adonan dalam industri roti. Garam bisa terdapat secara alami dalam makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar dan tidak disukai. Penggunaan garam bertujuan untuk menyempurnakan proses pelayuan daging, sehingga menimbulkan aroma khas daging yang digunakan. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw), sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle etal 1987).

Pembuatan Nugget

Pembuatan nugget pada dasarnya mencakup lima tahap, yaitu: penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, bahan pengikat dan

(23)

Penggilingan dan Pencampuran

Proses penggilingan sebaiknya dilakukan pada suhu di bawah 200C. Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas, karena pada proses penggilingan terjadi gesekan-gesekan yang menimbulkan panas. Selain itu, pada proses penggilingan daging sebaiknya ditambahkan dengan garam untuk mengekstrak aktomiosin sehingga akan terbentuk produk dengan stabilitas emulsi yang baik (Tanoto 1994).

Menurut Kramlich (1973), cara yang dapat digunakan selama proses penggilingan agar suhu tetap di bawah 200C adalah dengan menambahkan air dalam bentuk serpihan es ke adonan nugget. Air ini penting untuk membentuk adonan yang baik dan untuk mempertahankan temperatur selama pendinginan. Air ini selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein miofibril. Setelah dilakukan penggilingan dilakukan pencampuran bahan-bahan sesuai dengan formula.

Pengukusan dan Pencetakan

Pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Pengukusan sebelum pengeringan utama untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa dan nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Adapun tujuan dilakukannya pengukusan adalah untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Proses pengukusan menggunakan suhu tinggi dan penambahan air sehingga menyebabkan proses gelatinisasi pati (Hariss & Karmas 1989).

Menurut Winarno (2008), gelatinisasi merupakan pengembangan dan proses tidak teratur yang terjadi dalam granula-granula pati ketika dipanaskan dengan air. Pengembangan granula-granula pati selama pemasakan disebabkan karena penetrasi air dan hidrasi molekul pati. Pati akan mengembang setelah mencapai suhu kritis. Pengembangan pati akan menghasilkan pasta yang kenyal atau gel yang kaku. Pati yang mengandung amilopektin yang tinggi atau amilosa yang rendah akan membentuk produk yang lengket.

Setelah proses pengukusan adonan siap untuk dicetak dan dibentuk. Bentuk yang paling umum adalah oval atau lonjong dan lingkaran. Pencetakan

(24)

dengan conveyor belt atau ban berjalan (Owens 2001). Pencetakan pada industri skala kecil dapat dilakukan dengan menggunakan tangan.

Battering dan Breading

Menurut Fellow (2000), perekat tepung (batter) adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati dan bumbu-bumbu atau telur ayam yang dikocok, dan digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelapisan produk atau

coating dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan. Breading merupakan bagian yang terpenting dalam proses pembuatan produk pangan beku. Kerenyahan dari produk yang dilumuri (breading) tepung roti akan membuat produk tersebut lebih enak dan lezat (Fellows 1992).

Menurut Cuningham dan Suderman (1983) battering dan breading

memiliki berbagai fungsi dalam melapisi produk makanan. Fungsi utamanya adalah memperbaiki penampakan dan memberi karakteristik ras produk, seperti kerenyahan tekstur dan warna yang lebih menarik. Battering dan breading juga dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu produk pangan dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi produk tersebut. Selain itu, battering dan

breading bertindak dalam menjaga kelembaban produk pangan.

Tepung yang digunakan pada proses breading adalah tepung roti yang dikeringkan dan dihaluskan sehingga terbentuk serpihan. Menurut SNI 01-6683-2002 tepung roti yang digunakan harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warna cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda asing (BSN 2002).

Karakteristik breading mempengaruhi hasil akhir penampilan dan tekstur produk. Tebal tipisnya batter dan ukuran butirannya dapat mempengaruhi tekstur

berading. Jika butirannya halus, maka tekstur permukan nugget akan halus dan lebih mulus. Jika butirannya kasar, maka tekstur yang muncul akan renyah dan

crispy.

Pre-frying

Menurut Tanoto (1994) pre-frying adalah langkah terpenting dalam proses aplikasi batter dan breading. Tujuan pre-frying adalah untuk menempelkan batter

pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan. Pre-frying

(25)

Pembekuan

Proses akhir dari pembuatan nugget adalah freezing atau pembekuan. Tujuan dari pembekuan adalah menurunkan suhu produk matang 760C sampai -180C sehingga akan membunuh mikroba tahan panas yang belum matang karena proses pre-frying. Penentuan suhu produk sebesar -180C berdasarkan pertimbangan bahwa suhu tersebut tidak memungkinkan adanya pertumbuhan mikroba sehingga produk aman untuk dikonsumsi (Anggraini 2002).

Pembekuan adalah sebuah unit operasi yang menurunkan suhu bahan pangan sampai di bawah titik beku sehingga proporsi air dalam bahan pangan berubah bentuk menjadi kristal es. Perubahan bentuk air menjadi kristal es menyebabkan turunnya aktivitas air (aw) bahan pangan. Kombinasi dari suhu yang rendah, berkurangnya aw dan adanya perlakuan awal untuk beberapa bahan pangan seperti blansir menjadi suatu bentuk pengawetan bagi bahan pangan yang dibekukan. Hanya ada sedikit perubahan kandungan gizi atau kualitas sensori apabila mengikuti prosedur penyimpanan dan pembekuan yang benar. Secara umum semakin rendah suhu penyimpanan beku maka semakin kecil terjadinya perubahan biokimia dan mikrobiologi produk (Fellows 1992).

Uji Organoleptik

Menurut Soekarto (1985) penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik. Penilaian dengan indera ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Sistem penilaian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilaian dalam laboratorium, dunia usaha, dan perdagangan. Penilaian organoleptik telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan.

(26)

Rasa

Rasa makanan yang kita kenal sehari-hari sebenarnya bukan satu tanggapan melainkan campuran dari tanggapan cicip, bau, dan trigeminal yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan dan pendengaran. Peranan pendengaran terutama terlihat dari penilaian terhadap kerenyahan makanan tertentu seperti kerupuk, mentimun, wortel, keripik. Peramuan rasa itu ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985).

Warna

Pada penilaian mutu komoditi, cara yang terutama masih dipakai ialah dengan penglihatan. Dengan melihat orang dapat mengenal dan menilai bentuk, ukuran, kekeruhan, kesegaran produk, warna, dan sifat-sfat permukaan seperti suram, mengkilap, homogen-heterogen dan datar gelombang. Meskipun warna paling cepat dan mudah memberi kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Itulah sebabnya penilaian secara subjektif dengan penglihatan masih sangat menentukan dalam penilaian komoditi (Soekarto 1985).

Aroma

Pembauan juga disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya atau aromanya dari jarak jauh. Indera pembau berfungsi untuk menilai aroma dari suatu produk atau komoditi baik berupa makanan maupun nonpangan. Kepekaan pembauan lebih tinggi daripada pencicipan. Zat yang diperlukan untuk dapat merangsang indera pembau jumlahnya lebih rendah daripada zat yang diperlukan untuk perangsang indera pencicip. Dalam banyak hal enaknya makanan ditentukan oleh aromanya. Industri pangan menganggap sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produksinya, disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985).

Tekstur

(27)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium Penilaian Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor serta di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Bahan dan Alat

Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah keong tutut dan daging ayam yang diperoleh dari pasar Anyar kota Bogor. Bahan baku lainnya adalah tepung terigu, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, lada, garam, gula, jahe, susu dan es batu. Lapisan terluar nugget (coating) digunakan tepung bumbu komersial, tepung maizena, tepung terigu, telur kocok, tepung roti kuning dan tepung roti putih. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis gizi adalah akuades, akuabides, heksan, asam sulfat, asam klorida, selenium mix, asam borat, NaOH, multienzim (tripsin, kimotripsin dan peptidase), indikator MM:MB (2:1), Buffer Na Fosfat pH 6 yang didapatkan dari laboratorium Kimia dan Analisis Pangan Departemen Gizi Masyarakat, FEMA-IPB.

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan nugget adalah blender, timbangan, panci, piring plastik, loyang, penggorengan, piring, pisau dan sendok. Alat yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia adalah alat penetrometer, pH meter, cawan porselen, soxhlet, buret, pipet, erlenmeyer, gelas ukur, labu lemak, gelas piala, desikator, timbangan, tanur, penjepit, tabung reaksi, pengangas, oven dan AAS.

Tahapan Penelitian

(28)

Gambar 1 Skema penelitian

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan metode terbaik dalam pembuatan nugget berdasarkan persen penerimaan tertinggi dengan menggunakan uji organoleptik

Bahan Pembuatan Nugget

Pembuatan nugget keong tutut menggunakan proses pengolahan nugget

modifikasi Patriani (2010). Modifikasi yang dilakukan adalah mengganti penggunaan daging itik mandalung sebagai bahan utama dengan keong tutut. Bagian dari keong tutut yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian kaki dari keong tutut. Tingkat subsitusi daging keong tutut yaitu 0%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Formula nugget hasil modifikasi kemudian dilakukan percobaan secara trial dan error. Penentuan komposisi terbaik dilakukan melalui uji organoleptik terhadap karakteristik nugget keong tutut meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur produk oleh 30 orang panelis. Formula nugget yang disukai panelis kemudian digunakan dalam penelitian selanjutnya. Formulasi bahan

nugget dapat dilihat pada Tabel 2.

Penelitian pendahuluan

Penentuan formula nugget

Penelitian lanjutan

Mutu fisik Adonan pH

Mutu organoleptik nugget goreng Uji mutu hedonik dan hedonik (warna,

tekstur, aroma, dan rasa)

Mutu fisik nugget1/2 matang Kekerasan

Nugget terpilih

Mutu fisik Adonan Daya Mengikat Air (DMA)

Mutu kimia nugget 1/2 matang

(29)

Tabel 2 Formulasi nugget subsitusi daging keong tutut

Bahan Persentase subsitusi daging keong tutut terhadap daging ayam

Berat (gram)

(0%) (60%) (70%) (80%) (90%) (100%)

Daging keong tutut 0 39.9 46.55 53.2 59.85 66.5

Daging Ayam 66.5 26.6 19.95 13.3 6.65 0

Tepung Terigu 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5

Tepung Tapioka 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5

Es Batu 10 10 10 10 10 10

Susu Full Cream Bubuk 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5

Bawang putih 2 2 2 2 2 2

Bawang merah 2 2 2 2 2 2

Bawang bombay 2 2 2 2 2 2

Garam 1 1 1 1 1 1

Gula 1 1 1 1 1 1

Lada 1 1 1 1 1 1

Jahe 1 1 1 1 1 1

Penyedap 1 1 1 1 1 1

Berat Adonan 105 105 105 105 105 105

Proses Pembuatan nugget

(30)

Keong tutut dibersihkan, direndam dalam air dingin selama semalam

Disiram dengan air panas campuran rempah-rempah

Dibersihkan dan dipisahkan bagian kakinya Daging Ayam

Digiling I (Penambahan garam + 1/3 bagian es batu) Digiling II (Penambahan susu full cream+bumbu+1/3 bag es batu) Digiling III (Penambahan tepung terigu+tepung tapioka+1/3 bag es batu)

Dikukus selama 30 menit

Pendinginan suhu ruang selama 10 menit

Pendinginan dalam refrigerator (100C) selama 15 menit

Dicetak ukuran (4 x 3 x 1) cm

Dicelupkan dalam campuran campuran tepung (predust), telur ayam kocok

(batter) dan tepung roti (breading)

Penyimpanan dalam freezer selama 30 menit

Penggorengan setengah matang 1600C selama 30 detik

Pendinginan suhu ruang selama 30 menit

Penyimpanan dalam freezer

Penggorengan matang 1600C selama 2 menit

Nugget

(31)

Pembuatan nugget ini diawali dengan penggilingan pertama yaitu penggilingan daging keong tutut dan daging ayam. Daging keong tutut yang telah dikeluarkan dari cangkang dan dibersihkan bersama daging ayam digiling menggunakan es dan garam. Penggilingan kedua menggunakan campuran susu

fullcream bubuk, bumbu dan serpihan es. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, lada, jahe dan penyedap rasa.

Penggilingan terakhir menggunakan campuran tepung terigu dan tepung tapioka dengan perbandingan 1:1 dengan jumlah subsitusi 15% dari total adonan dalam formulasi. Penggunaan jenis tepung sebagai bahan pengisi ini mengacu pada penelitian Erawaty (2001) yang menyatakan bahwa penggunaan campuran tepung terigu dan tepung tapioka dengan rasio 1:1 sebanyak 15% pada nugget

menunjukan hasil yang terbaik dan mendekati mutu produk komersial dibandingkan dengan penggunaan tepung terigu sebanyak 15% atau tepung tapioka sebanyak 15%.

Adonan kemudian dikukus kurang lebih 30 menit untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga bahan menjadi kompak. Adonan yang telah dikukus didinginkan dalam suhu ruang selama 10 menit kemudian didingikan dalam refrigerator selama 15 menit. Pengukusan juga dilakukan untuk memastikan daging keong tutut matang sempurna. Produk yang sudah dingin kemudian dicetak dengan bentuk yang bervariasi kemudian dicelup dalam campuran tepung (predust), kocokan telur (batter), tepung roti (breading). Setelah itu nugget dimasukkan kedalam freezer selama 30 menit agar pelapis kompak dan keras. Kemudian dilakukan penggorengan awal (pre-frying) dengan metode deep fat frying dengan mengatur suhu minyak sekitar 1600C dan berlangsung selama 30 detik.

Penelitian Lanjutan

Pengujian sifat Fisikokimia Nugget

Sifat fisik yang dianalisis meliputi tekstur (kekerasan) dengan menggunakan alat penetrometer, pH adonan dengan pH meter dan daya mengikat air dengan filter paper press. Sifat kimia yang dianalisis pada nugget

(32)

kadar kalsium dengan AAS, dan daya cerna protein in vitro menggunakan metode multienzim.

Uji Organoleptik Nugget

Uji organoleptik yang dilakukan mencakup uji mutu hedonik dan uji hedonik (kesukaan). Uji ini mencakup atribut warna, tekstur, aroma, rasa dan keseluruhan. Uji organoleptik dilakukan oleh panelis semi terlatih sebanyak 30 orang.

Uji mutu hedonik yang dilakukan terdiri atas 9 skala. Atribut warna yang diuji pada nugget sebelumnya telah diklasifikasikan terlebih dahulu menjadi 1=amat sangat coklat, 2=sangat coklat, 3=coklat, 4=agak coklat, 5=biasa, 6=agak kuning, 7=kuning, 8=sangat kuning, 9=amat sangat kuning. Variabel tekstur menggunakan skor 1=amat sangat lembek, 2= sangat lembek, 3=lembek, 4= agak lembek, 5= biasa, 6= agak keras, 7=keras, 8=sangat keras, 9=amat sangat keras. Variabel aroma menggunakan skor 1=amat sangat amis, 2=sangat amis, 3=amis, 4=agak amis, 5=biasa, 6=agak tidak amis, 7=tidak amis, 8=sangat tidak amis, 9=amat sangat tidak amis. Variabel rasa menggunakan skor 1=amat sangat tidak enak, 2=sangat tidak enak, 3=tidak enak, 4=agak tidak enak, 5=biasa, 6=agak enak , 7=enak, 8=sangat enak, 9=amat sangat enak.

Pada uji hedonik (kesukaan), panelis diminta untuk menyatakan kesukaanya terhadap nugget yang diberikan. Uji hedonik dilakukan dengan menggunakan skala dari 1 sampai 9. Skor yang diberikan untuk variabel warna, tekstur, aroma dan rasa yaitu skor 1=amat sangat tidak suka, 2=sangat tidak suka, 3=tidak suka, 4=agak tidak suka, 5=biasa, 6=agak suka , 7=suka, 8=sangat suka, 9=amat sangat suka.

Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Faktor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perlakuan subsitusi daging keong tutut yang terdiri dari enam taraf. Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + Eij Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh presentase

(33)

i = banyaknya taraf tingkat penambahan daging keong tutut (i = 0%, 60%, 70%, 80%, 90%, 100%)

j = banyaknya ulangan (j = 1, 2) µ = Nilai rata-rata sebenarnya

Ai = pengaruh tingkat penambahan daging keong pada taraf ke-i Eij = kesalahan percobaan karena pengaruh penambahan daging

keong tutut terhadap nugget taraf ke-i pada ulangan ke-j

Pengolahan dan Analisis Data

(34)

Pembersihan daging tutut

Pembuatan nugget diawali dengan pembersihan tutut dari cangkangnya. Hal dilakukan guna mendapatkan daging tutut yang diinginkan. Tutut yang digunakan pada penelitian ini merupakan tutut sawah yang diperoleh dari pasar Anyar. Tutut yang telah dibersihkan kemudian direndam selama semalam. Hal ini dilakukan agar tutut bersih dan menghilangkan pasir serta kotoran lainnya yang berada pada sela-sela cangkang tutut yang tidak larut pada pencucian awal. Perlakuan terhadap tutut ini juga biasanya dilakukan oleh masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi tutut. Xia (2007) menyatakan dalam menyiapkan tutut sebagai bahan konsumsi maka sebaiknya dilakukan perendaman pada tutut. Hal ini dimaksudkan selain untuk membersihkan juga memuasakan tutut sehingga saluran pencernaan tutut bersih.

Gambar 3 Keong tutut

(35)

Tutut yang sudah direndam dengan air panas selama 20 menit kemudian diambil dagingnya dengan menggunakan tusuk gigi. Daging tutut yang digunakan pada penelitian ini hanya bagian kaki dan mantelnya, sedangkan bagian perut dan ekornya tidak digunakan.

Sumber: www.wikipedia.com

Gambar 4 Bagian daging keong

Hal ini sesuai dengan kebiasaan konsumsi yang dilakukan oleh mayarakat pada umumnya yang hanya mengkonsumsi bagian kaki keong tutut. Selain itu berdasarkan pengalaman peneliti mengkonsumsi keong tutut, bagian perut dan ekor keong tutut berasa pahit. Berat 1 kilogram tutut yang dibersihkan, rata-rata daging yang diperoleh sebesar 250 gram. Daging tutut yang telah dibersihkan kemudian dicuci hingga bersih dengan menggunakan jeruk nipis dan cuka. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan amis dan lender dari keong tutut. Setelah di beri cuka dan jeruk nipis, tutut kemudian dibersihkan hingga bersih dan ditiriskan.

Pengolahan nugget

(36)

Penggunaan bahan baku daging ayam dan tutut dalam formulasi nugget

yaitu sebesar 66,5% per total adonan dengan taraf subsitusi daging tutut 0%, 60%, 70%, 80%, 90%, hingga 100%. Penggunaan berbagai taraf tersebut agar memenuhi klaim produk pangan sumber protein yaitu 10-19% Acuan Label Gizi (ALG) per 100 gram produk dan klaim produk tinggi kalsium yaitu 20% per 100 gram produk (Briawan&Karmini 2004).

Pada tahap formulasi atau pembuatan nugget ditambahkan juga bahan lain selain bahan baku daging ayam dan daging tutut, yaitu bahan pengisi dan bahan pengikat. Bahan pengisi adalah fraksi bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan nugget. Bahan yang digunakan adalah kombinasi tepung terigu dan tepung tapioka dengan perbandingan 1:1 dengan jumlah subsitusi 15% dari total adonan. Menurut Pomeranz (1991), tepung tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin, sedangkan tepung terigu mempunyai kandungan amilosa sebesar 25% dan amilopektin sebesar 75%. Kombinasi tersebut berguna untuk mempertahankan gelatinisasi karena amilosa berperan penting dalam keteguhan dalam proses gelatinisasi. Hasil penelitian Erawati (2001), menyatakan bahwa penggunaan campuran tepung terigu dan tepung tapioka dengan rasio 1:1 sebanyak 15% pada nugget menunjukkan hasil yang terbaik dan mendekati mutu produk komersil dibandingkan dengan penggunaan tepung terigu saja sebanyak 15% atau tepung tapioka saja sebanyak 15%.

Sifat Organoleptik Uji Mutu Hedonik

Uji organoleptik merupakan uji dengan indra yang banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Uji organoleptik merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau ketidaksukaan panelis terhadap suatu produk. Menurut Rahayu (1998), biasanya uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa sedangkan uji mutu hedonik ingin mengetahui respon terhadap sifat-sifat produk yang lebih spesifik. Uji hedonik dan mutu hedonik yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur.

(37)

Metode penilaian yang digunakan adalah uji organoleptik skala garis dengan skala penilaian berkisar dari angka 1 sampai dengan 9.

Warna. Warna merupakan alat sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh panelis. Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 2008).

Pada uji mutu hedonik, atribut warna nugget memiliki kisaran nilai rataan kuning-sangat kuning. Nilai ini berada pada kisaran warna 5,13-8,20. Gambar 5 menyajikan hasil uji mutu hedonik warna nugget dengan subsitusi tutut.

8,2a

Presentase subsitusi daging tutut

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa seiring dengan meningkatnya penambahan daging tutut maka penampakan warna nugget

semakin coklat. Hal ini dikarenakan karakteristik daging tutut yang berwarna putih kehitamaan (abu-abu) dengan titik-titik hitam pada daging lumatannya.

Berdasarkan hasil uji ANOVA, subsitusi daging tutut pada setiap taraf berpengaruh nyata terhadap warna nugget pada selang kepercayaan 95% (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa subsitusi daging keong tutut pada berbagai taraf mempengaruhi penampakan warna nugget. Uji lanjut Duncan menunjukkan setiap formula memiliki warna yang berbeda terhadap 0% dan tidak berbeda antara satu sama lain. Hasil uji ANOVA dan uji lanjut mutu warna nugget

berbagai formula dapat dilihat pada lampiran 7.

Gambar 5 Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu warna nugget 1= amat sangat coklat

(38)

Tekstur. Tekstur merupakan penginderaan yang berhubungan dengan rabaan atau sentuhan (Soekarto 1985). Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur, nugget memiliki kisaran nilai antara 4,30-6,52. Nilai ini berada pada kisaran agak lembek sampai agak keras. Gambar dibawah ini adalah gambar hasil penilaian panelis terhadap tekstur nugget.

5,98a

Presentase subsitusi daging keong tutut

Secara keseluruhan tekstur nugget berada pada kisaran biasa. Hasil uji ANOVA menunjukan terdapat perbedaan tekstur yang nyata (p<0.05) antara

nugget kontrol dan nugget formula. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan tekstur nugget 0% tidak berbeda nyata dengan 80%,70%,80%, dan 90%. Namun berbeda nyata dengan 100%. Hal ini berarti, subsitusi daging keong tutut menyebabkan mutu tekstur nugget keong tutut semakin lembek.

Perbedaan tekstur ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan taraf subsitusi tutut pada setiap formula. Tutut merupakan pangan hewani yang mengandung protein 11,8% (Risjad,1996) sedangkan ayam mengandung protein 18,2% (Persagi 2009). Perbedaan kandungan protein juga diduga berperan besar pada pembentukan tekstur nugget. Pada daging komponen utama yang mempengaruhi tekstur adalah protein. Protein yang berperan besar terhadap tekstur adalah myosin dan stroma. Rinaldi (1992) menyatakan miosin berperan besar terhadap pembentukan emulsi pada sutu produk pangan karena sifatnya yang hidrofobik dan lipofilik, sehingga dapat membentuk ikatan air dengan lemak. Emulsi merupakan suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonik (Winarno 2008). Irianto dan Giyatmi (2009) menyatakan stroma merupakan protein tidak larut air dan garam yang terdiri dari kolagen dan elastin.

Gambar 6 Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu tekstur nugget 1= amat sangat lembek

(39)

Jumlah stroma pada daging produk perikanan umumnya 2-3%, lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang terdapat pada daging mamalia dan unggas. Kandungan stroma yang lebih sedikit and miosin yang tidak stabil diduga mempengaruhi tekstur nugget yang dihasilkan.

Aroma. Parameter selanjutnya yang diuji dalam uji mutu hedonik adalah aroma. Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung. Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap aroma, nugget memiliki kisaran nilai antara 5,18-7,37. Nilai ini berada pada kisaran biasa sampai tidak amis. Skor penilaian aroma terdapat pada nugget 100% dan skor tertinggi pada nugget 0%. Nilai rata-rata uji mutu hedonik warna pada setiap tingkat subsitusi dapat dilihat pada Gambar 7.

7,37a

Presentase subsitusi daging keong tutut

Berdasarkan hasil uji ANOVA terhadap nugget dengan subsitusi tutut diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara penerimaan aroma 0% dengan kelima nugget subsitusi daging tutut (p<0,05). Hal ini berarti perbedaan persentase subsitusi daging tutut mempengaruhi mutu aroma nugget yang dihasilkan dan diduga aroma khas daging tutut yang mempengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma, sehingga panelis menyatakan suka pada penggunaan daging tutut yang semakin sedikit dalam perlakuan.

Produk perikanan sebagian besar merupakkan produk yang memiliki aroma yang amis jika dibandingkan dengan produk hasil peternakan. Hal ini disebabkan produk perikanan memiliki kadar air yang cukup tinggi serta banyaknya jumlah bakteri pada produk perikanan (Muchtadi dan Sugiyono 1989). Sehingga hal ini menyebabkan aroma produk perikanan lebih amis dibandingkan dengan produk daging peternakan darat. Hasil uji lanjut Duncan terhadap aroma Gambar 7 Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu aroma nugget 1= amat sangat amis

(40)

memperlihatkan bahwa nugget 0% berbeda nyata dengan kelima nugget lainnya, sedangkan kelima formula tersebut tidak saling berbeda nyata antara satu sama lain.

Rasa.Rasa ialah sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985). Mutu rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk dapat menerima atau menolak suatu produk walaupun atribut penilaian yang lain baik, tetapi jika rasa tidak enak maka produk akan segera ditolak oleh konsumen (Aspiatun 2004). Nilai rata-rata uji mutu hedonik rasa pada setiap tingkat subsitusi dapat dilihat pada Gambar 8.

7,30a

Presentase subsitusi daging keong tutut

Berdasarkan Gambar 8 di atas diketahui tingkat mutu hedonik panelis terhadap rasa nugget memiliki nilai rataan 4,87-7,30. Nilai ini berada pada kisaran biasa-enak. Nilai ini menunjukan nugget subsitusi tutut dapat diterima oleh panelis dari segi rasa. Berdasarkan hasil uji ANOVA pada nugget terdapat perbedaan rasa yang nyata antara nugget kontrol dan nugget subsitusi tutut (p<0,05). Hal ini berarti, subsitusi daging keong tutut menyebabkan mutu rasa nugget semakin menurun. Hasil uji statistik secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan formula 0% berbeda nyata dengan kelima formula yang lainnya, sedangkan kelima formula tersebut tidak berbeda nyata antara satu sama lain.

Uji Hedonik (Kesukaan)

Selain pengujian terhadap mutu produk, dilakukan uji kesukaan terhadap

nugget oleh 30 orang panelis yang sama. Cara penyajian nugget pada uji hedonik berupa nugget goreng. Penilaian yang dilakukan meliputi kesukaan terhadap atribut warna, tekstur, aroma, rasa dan kesukaan terhadap nugget

Gambar 8 Nilai rata-rata mutu hedonik rasa nugget 1= amat sangat amis

(41)

secara keseluruhan. Untuk penilaian setiap atribut digunakan skala 1-9 yang merupakan tingkat kesukaan panelis. Nilai yang besar menunjukan panelis menyukai produk tersebut.

Gambar 9 Pengaruh subsitusi daging keong tutut terhadap kesukaan panelis Hasil sidik ragam untuk hedonik menunjukan bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging tutut berpengaruh nyata terhadap warna, tekstur, aroma, dan rasa (p<0,05). Hal ini berarti perbedaan persentase subsitusi daging keong tutut mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna, tekstur ,aroma, dan rasa.

Warna. Nilai rata-rata penilaian organoleptik terhadap parameter mutu warna nugget berkisar dari 5,47-7,65 atau berada pada kisaran biasa sampai suka. Semakin tinggi tingkat substitusi tutut, nilai rata-ratanya semakin menurun. Nilai rata-rata yang semakin rendah menunjukkan warna nugget yang semakin kurang disukai. Semakin kuning warna nugget, nilai rata-rata warna semakin naik Artinya semakin kuning warna nugget semakin disukai oleh panelis.

(42)

menit untuk penggorengan matang (frying). Oleh karena itu, diduga hal yang mempengaruhi adanya perbedaan warna yaitu karakteristik warna daging keong tutut yang berwana hitam-keabuan. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata antara 0% dengan kelima nugget yang lainnya, sedangkan kelima nugget tersebut tidak berbeda nyata antara satu sama lain.

Tekstur. Soeparno (2005) menyatakan bahwa keempukan kemungkinan besar merupakan faktor penentu yang paling penting pada daging dan produk daging. Pada prinsipnya tekstur atau keempukan dapat dinilai secara subjektif (panel test) dan objektif (dengan alat textur analyzer). Pada penilaian terhadap tekstur nugget, panelis diminta untuk memberikan penilaian dengan cara menekan nugget.

Hasil penilaian organoleptik terhadap tekstur nugget menunjukkan bahwa nilai rata-rata tekstur nugget adalah 5,2-7,34 atau berada pada kisaran biasa sampai suka. Semakin tinggi tingkat substitusi tutut, nilai rata-ratanya semakin menurun. Nilai rata-rata yang semakin rendah menunjukkan tekstur nugget yang semakin kurang disukai. Semakin keras nugget, nilai rata-rata tekstur semakin naik. Artinya semakin keras nugget semakin disukai oleh panelis.

Hasil uji ANOVA tingkat kesukaan (hedonik) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging tutut berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tekstur nugget goreng. Uji lanjut Duncan memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata antara 0% dengan kelima formula yang lainnya, sedangkan kelima nugget tersebut tidak berbeda nyata antara satu sama lain.

Aroma. Hasil penilaian organoleptik terhadap aroma nugget

menunjukkan bahwa nilai rata-rata aroma nugget adalah 5,5-7,7 atau berada pada kisaran biasa sampai suka. Nilai ini menunjukan semakin tinggi tingkat substitusi tutut, nilai rata-ratanya semakin menurun. Nilai rata-rata yang rendah menunjukkan aroma nugget yang kurang disukai. Nilai rata-rata yang tinggi menunjukkan aroma nugget yang disukai. Hal ini menunjukan aroma nugget yang tidak amis, merupakan aroma yang sangat disukai oleh panelis.

(43)

Rasa. Rasa sangat menentukan penilaian selain aroma dan tekstur. Menurut Soekarto (1985), umumnya ada tiga macam rasa yang sangat menentukan penerimaan konsumen terhadap produk olahan daging yaitu tingkat kegurihan, keasinan, dan rasa daging (meaty). Hasil penilaian organoleptik terhadap aroma nugget menunjukkan bahwa nilai rata-rata rasa nugget adalah 5,2-7,4 atau berada pada kisaran biasa sampai suka. Nilai rata-rata yang rendah menunjukkan rasa nugget yang kurang disukai.

Berdasarkan hasil sidik ragam tingkat kesukaan (hedonik) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging tutut berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap rasa nugget goreng. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata antara 0% dengan kelima produk lainnya.

Penerimaan Nugget

Presentase penerimaan panelis dihitung untuk mengetahui produk nugget

terpilih guna melakukan analisis selanjutnya. Panelis dianggap menerima nugget

bila nilai yang diberikan lebih besar dari 5,00. Berikut adalah gambar hasil rekapitulasi persentase penerimaan panelis terhadap nugget goreng.

Gambar 10 Presentase penerimaan panelis terhadap nugget

(44)

nugget, nugget 60% jika dibandingkan formula lainnya (kecuali kontrol) lebih disukai panelis baik dari atribut warna, tekstur, aroma, dan rasa.

Gambar 11 Nugget formula kontrol (0%) dan terpilih (60%)

Gambar 10 menunjukan gambar nugget terpilih dan nugget kontrol yang selanjutnya akan dianalisis sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar kalsium dan mutu cerna protein) dan daya mengikat air (DMA).

Analisis Sifat Fisik Nugget

Sifat fisik yang diteliti pada nugget ini meliputi derajat keasaman (pH), kekerasan dan daya mengikat air. Data hasil analisis sifat fisik nugget disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai rata-rata sifat fisik nugget keong tutut

Sifat fisik Tingkat Subsitusi

0% 60% 70% 80% 90% 100%

pH 6,33±0,11a 8,30±0,08b 8,79±0,11c 8,65±0,06c 8,58±0,06c 8,57±0,15c Kekerasan 9,81±2,06a 9,83±1,10a 9,72±1,25a 11,04±0,75a 9,9±1,63a 10,0±0,88a

Daya Mengikat Air (DMA) 60,24* 87,76±0,94 TD** TD TD TD

Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata p<0,05

* Erawaty (2003) ** Tidak Dianalisis Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH dari adonan suatu produk berkaitan dengan protein daging yang terlarut serta ikut mempengaruhi daya mengikat air dari suatu produk emulsi. Penurunan pH daging setelah mati karena terbentuknya asam laktat. Penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen habis atau kondisi yang tercapai, yaitu pH cukup rendah untuk menghentikan aktivitas enzim-enzim glikolitik didalam proses glikolisis anaerobik. Jika nilai pH dihubungkan dengan dengan pengolahan bahan pangan yang memerlukan

(45)

proses penghancuran, daya mengikat air yang tinggi lebih diutamakan dan hal ini bisa dicapai dengan nilai pH yang lebih tinggi, yaitu diatas 6,2. Oleh karena itu mutu daging salah satunya dipengaruhi oleh nilai pH (Soeparno 2005).

Hasil uji pH menunjukkan rata-rata pH nugget ayam sebesar 6,33 sedangkan pada nugget tutut dengan subsitusi ayam rata-rata pH yang dihasilkan sekitar 8,30-8,79 dengan rataan 8,57. Perbedaan antara pH nugget

tutut dan nugget ayam diduga karena pH daging ayam dan tutut yang berbeda. Berdasarkan analisis menggunakan pH meter yang dilakukan daging tutut memiliki pH 7,8 sedangkan menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989) pH daging ayam berkisar antara 5,1-6,1. Nilai pH daging tutut yang cenderung basa diduga karena kandungan mineral terutama kalsium yang cukup tinggi.

Moluska menyimpan bahan-bahan pembentuk cangkang pada sebuah jaringan yang disebut mantel. Mantel menyimpan komponen-komponen yang diperlukan dalam pembentukan cangkang seperti komponen organik dan mineral terutama kalsium karbonat (CaCO3). Berkembangnya ukuran cangkang berhubungan dengan makin meluasnya jaringan mantel. Cangkang bertambah tebal dan keras karena hasil sekresi kalsium karbonat dan matriks organik dari mantel. Mantel berada tepat dibawah cangkang. Antara mantel dan cangkang bagian dalam dibatasi oleh sebuah lapisan tipis cairan yang disebut extrapallial fluid. Lapisan ini adalah medium dimana matriks organik dan komponen kristal terbentuk. Extrapallial fluid memiliki rentang pH antara 7-8,35 dan nilai pH ini relatif sama dengan darah moluska (Wilbur 1964).

Kalsium merupakan salah satu mineral yang bersifat basa. Hal ini dikarenakan kalsium merupakan mineral yang mengandung kation dan akan stabil jika berikatan dengan OH dan membentuk basa, dalam makanan unsur-unsur tersebut umumnya terdapat dalam bentuk garam anorganik dan membentuk garam basa. (Gaman & Sherrington 1992).

(46)

satu sama lain. Hal ini diduga semakin tinggi proporsi daging tutut pada adonan

nugget berpengaruh signifikan terhadap pH adonan nugget.

Kekerasan

Kekerasan atau keempukan merupakan hal yang paling penting untuk menilai suatu sifat fisik produk olahan daging. Berdasarkan analisis uji sidik ragam, diperoleh bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging keong tutut tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kekerasan nugget hasil penelitian. Hal ini berarti perbedaan persentase subsitusi daging tutut tidak mempengaruhi kekerasan nugget yang dihasilkan.

Kekerasan produk restrukturisasi daging dipengaruhi oleh jaringan ikat, karakteristik serta daging, bahan pengisi (dan ukuran partikel daging Miller 1994). Kekerasan yang tidak berbeda diantara perlakuan diduga disebabkan semua daging dan bahan-bahan yang digunakan mengalami proses penggilingan diusahakan sama sehingga serat menjadi seragam. Bahan pengisi yang digunakan juga sama, yaitu tepung terigu sebanyak 7,5% dan tepung tapioka sebanyak 7,5% dari berat daging.

Kekerasan nugget dipengaruhi oleh suhu dan waktu penggorengan. Suhu dan waktu yang tinggi dalam proses penggorengan menyebabkan air dalam produk lebih banyak keluar dari jaringan, sehingga meningkatkan persentase padatan. Menurut Aspiatun (2004), kekerasan atau elastisitas produk pada saat digoreng dipengaruhi oleh jumlah air yang dikeluarkan atau menguap dalam jaringan pada waktu tertentu akan menyebabkan produk menjadi rapuh, yang disebabkan karena semakin banyak minyak yang masuk ke dalam produk dan menggantikan jaringan yang kosong akibat air yang menguap.

Gambar

Tabel 1. Kandungan gizi dari 100 g BDD daging keong tutut
Gambar 1 Skema penelitian
Tabel 2 Formulasi nugget subsitusi daging keong tutut
Gambar 2 Tahapan Proses Pembuatan Nugget Keong Tutut Modifikasi Patriani
+7

Referensi

Dokumen terkait

Para tenaga penjual percaya bahwa jika mereka mewakili sebuah perusahaan yang etis dalam praktik bisnisnya, maka hal ini akan menjadikan sebuah keunggulan kompetitif bagi

a) Administrator melihat data user. b) Memilih tombol tambah untuk menambah data user. c) Sistem menampilkan form data user. d) Meng input data user baru dan memilih

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukan perlakuan pemberian solid limbah kelapa sawit padat terhadap pertumbuhan dan hasil kubis bunga berpengaruh nyata terhadap rata-rata umur

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di dalam penelitian ini yang mengacu pada pertanyaan penelitian maka dapat disimpulkan Konsep Perilaku Teritorialitas,

Atur span dengan mengubah nilai resistor cermet yang terpasang, amati di osciloscope, atur cermet agar tegangan output maksimum mencapai +9,9 Vdc, pada saat digunakan sam

Sistem propulsi yang direncanakan untuk menggerakkan kapal wisata ini adalah menggunakan paddle wheel dan poros transmisi kemotor DC yang digerakkan dari sumber arus listrik

 Zona panas di masa lampau ditunjukkan oleh anomali Hg tanah berada di sekitar manifestasi batuan teralterasi pada daerah Wirogomo, Gunungapi Kendil, hingga Sepakung yang