• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis Efficiency Of Maize Marketing In West Nusa Tenggara Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analysis Efficiency Of Maize Marketing In West Nusa Tenggara Province"

Copied!
229
0
0

Teks penuh

(1)

i

POSAL PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG

DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

IKA NOVITA SARI

H4511

00

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2013

Ika Novita Sari

(4)
(5)

v ABSTRACT

IKA NOVITA SARI. Analysis efficiency of maize marketing in West Nusa Tenggara Province. Under the direction of RATNA WINANDI and JUNIAR ATMAKUSUMA.

The establishment of the selling price is influenced by the development of corn prices  prevailing in the international market, and marketing agencies are involved. Have not be  transmitted  between  price  of  the  international  market  with  the  local  market  NTB,  identifying inefficient marketing system. This research aims to analyze the efficiency of  marketing through the marketing channels, market structure, market conduct, market  performance, and identify marketing strategies corn in NTB. The analysis of S‐C‐P that  includes marketing margin, price‐share, market integration, and marketing mix. The results  indicate inefficient marketing corn in NTB, shown by 48.66% of the farmers are using a  second channel, which farmers sell immediately to big traders. The market structure leads  to be oligopsoni, the dominant big traders determine the price of corn in NTB, and margins  distribution

 

of the three marketing channels is not evenly.

 

While the vertical market  integration is a strong in the long term and short term only to big traders. Marketing  strategy big traders have not been able to improve marketing efficiency, which is due to the  variation of the product being marketed is pipil the dry corn, determination of sales price  depending on the quality of feed raw materials, and the cost of production. While  promotions are made from word of mouth, and most wholesalers choose a location on the  main street the easy route of public transport, while 50 percent are in the township. 

Keywords : Zea mayz, efficiency, marketing

(6)

vi

RINGKASAN

IKA NOVITA SARI. Analisis efisiensi pemasaran jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dibimbing oleh RATNA WINANDI dan JUNIAR ATMAKUSUMA.

Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang digunakan sebagai kebutuhan pangan dan pakan. Kebutuhan jagung terus meningkat sejalan dengan terus berkembangnya industri pangan dan pakan, mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam petumbuhan sub sektor tanaman pangan. Sehingga untuk mencapai kebutuhan jagung, maka dilakukan pengembangan jagung di Indonesia yang salah satunya adalah NTB dengan memanfaatkan potensi lahan keringnya. Dukungan pemerintah daerah berupa program pengembangan komoditas unggul daerah (program PIJAR) yang salah satunya adalah komoditas jagung. Pemasaran hasil panen jagung merupakan salah satu kendala pengembangan jagung di NTB. Pemasaran jagung yang melibatkan lembaga pemasaran pada akhirnya mempengaruhi pembentukan harga jual jagung. Pembentukan harga seharusnya didasarkan pada pertimbangan harga jagung yang berlaku di pasar internasional, yang kenyataannya kondisi ini belum ditransmisikan dengan baik terhadap pasar lokal di NTB. Kenyataan atau faktanya, harga jagung dominan yang ditunjukkan oleh harga jagung pada pasar dunia yang cendrung berfluktuasi dibandingkan harga jagung di pasar lokal NTB yang cenderung stagnan.

Besarnya harga yang terjadi di tingkat konsumen dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani yang rendah berpengaruh pada minat petani dalam memproduksi jagung. Terkait dengan beberapa permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja pasar, serta mengidentifikasi strategi pemasaran jagung pada lembaga pemasaran jagung di NTB. Berdasarkan tujuan tersebut, analisis yang digunakan meliputi analisis struktur pasar, perilaku pasar, dan kinerja pasar, serta strategi pemasaran atas berbagai informasi pasar dan kondisi di lokasi penelitian.

Produksi jagung yang dipasarkan dari 30 orang petani responden hanya sampai pada pedagang besar selaku pedagang antar pulau (PAP). Selanjutnya pedagang besar memasarkannya pada konsumen (pabrik pakan) yang berada di luar Provinsi NTB. Terdapat tiga pola saluran pemasaran jagung, yaitu (1) petani - makelar - pedagang besar - konsumen pabrik pakan, (2) petani - pedagang besar – konsumen pabrik pakan, dan (3) petani - tengkulak - pedagang besar – konsumen pabrik pakan. Saluran pemasaran yang banyak dilakukan oleh petani adalah saluran ke dua yaitu sebesar 78 ton (48,66 persen dari total produksi jagung petani responden).

(7)

vii dominan dalam menentukan harga jagung di NTB. Di lain pihak, kelompok tani dalam kegiatan pemasaran jagung kurang berfungsi. Hal ini dikarenakan adanya kegiatan penjualan jagung oleh petani yang tidak dilakukan secara berkelompok menyebabkan harga di tingkat petani lemah. Saluran ke dua merupakan saluran pemasaran jagung yang lebih efisien dari tiga saluran yang ada.

Pemasaran jagung di NTB berdasarkan analisis kinerja pasar jagung belum efisien. Hal ini dikarenakan distribusi marjinnya belum merata, dan share harga yang diterima petani tidak terlalu tinggi. Integrasi pasar dalam jangka panjang menunjukkan pasar lokal petani memiliki integrasi yang lebih bagus dibandingkan jangka pendek. Dengan kata lain, bahwa terdapat keterpaduan yang kuat dalam jangka panjang di semua pasar acuannya, sehingga pembentukan harga jagung di pasar lokal dalam jangka panjang dipengaruhi oleh harga yang terjadi di pasar acuannya. Integrasi pasar dalam jangka pendek adalah inefisiensi yang terjadi pada pasar petani ke tengkulak dan pasar petani ke makelar, dengan ini diperkuat dengan analisis IMC yang relatif besar (1,20 dan 2,38). Petani dalam hal ini dirugikan (dieksploitasi). Oleh sebab itu, kelompok tani yang ada hendaknya membantu anggota terutama pada pemasaran hasil produksi jagung, sehingga posisi tawar petani dapat ditingkatkan.

Strategi pemasaran jagung pada lembaga pemasaran yang dominan yaitu pedagang besar belum dapat meningkatkan efisiensi pemasaran. Fakta ini ditunjukkan oleh adanya produk jagung yang dipasarkan, hanya dalam bentuk homogen yaitu jagung kering pipil dengan kadar air 14 persen. Penetapan harga jual jagung pada konsumen pabrik pakan tergantung pada kualitas jagung kering pipil sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak, dan besarnya biaya produksi. Kegiatan promosi keberadaan usaha hanya mengandalkan informasi dari mulut ke mulut (word of

mounth) yang melibatkan petani, makelar, serta petugas lapangan. Pemilihan lokasi

usaha sebagian menempatkan lokasi pada tempat yang strategis yaitu di depan jalan utama yang mudah di jangkau atau dilalui oleh transportasi umum, sedangkan 50 persen lainnya masih terbentur pada kondisi jalan yang tidak mendukung.

Meningkatkan efisiensi dapat dilakukan dengan memilih saluran pemasaran ke dua dari tiga saluran yang ada. Dengan demikian, share harga yang diterima petani akan dapat meningkat dan biaya pemasaran dapat dikurangi. Adanya penguatan kelompok tani terutama pada sistim pemasaran hasil akan membantu petani dalam meningkatkan posisi tawar di tingkat petani. Hal ini berarti dapat membantu petani dalam menentukan harga yang dilakukan oleh makelar dan tengkulak. Selain itu, untuk memperoleh alternatif pola pemasaran jagung yang efisien maka perlunya memperluas cakupan wilayah pengkajian pada penelitian selanjutnya.

(8)

viii

© Hak cipta milik IPB, tahun 2013

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

(9)

ix ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG

DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

IKA NOVITA SARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

x

(11)
(12)

xi Judul Tesis : Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung di Provinsi Nusa

Tenggara Barat

Nama : Ika Novita Sari

NIM : H451100261

Program Studi/Mayor : Agrib

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS Ketua

Ir. Juniar Atmakusuma, MS Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi/Mayor Agribisnis, isnis

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(13)

xii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat penulis selesaikan. Tesis yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat” disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Program Pascasarjana pada Program Studi Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis menyadari bahwa bimbingan dan bantuan berbagai pihak telah memperlancar penyelesaian tesis ini. Sehubungan dengan hal tersebut ucapan terimakasih yang tulus penulis haturkan kepada :

1. Dr. Ir Ratna Winandi, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis dan selaku penguji dari program studi pada sidang tesis yang telah memberikan komentar dan masukan dalam hasil kajian tesis ini.

3. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku penguji luar komisi pada sidang tesis yang telah memberikan arahan dan masukan dalam hasil kajian tesis ini.

4. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi Agribisnis.

5. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia selaku Promotor yang mendanai studi dan penelitian ini.

6. Seluruh rekan-rekan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB 7. Rekan-rekan seperjuangan pada Program Studi Agribisnis angkatan 2010 (Yadi,

Muis, Jemmy, Asrul, Efri, Ali, Ridho, Arifayani, Nur Qomariah, Nia, Lila, Nuni, Rzma, Anis, Cicin, Cila, Hepi, Ratna MS, Ratna SS, Fitri, Evita, Putri, Maria, Husnul, Puspitasari, Sari, Desi, Ratih) atas masukan dan dukungan dalam menyelesaikan tesis ini.

(14)

xiii 9. Penghargaan dan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta H. Damhudji

Karim dan Hj. Tendri Edja serta adik-adik dan ponakanku tercinta (Iman, Isrin, Devi, Dzaky, Dzaka) atas do’a dan dorongannya hingga penyelesaian tesis ini. (Mbak Nur, Bang Asrul, Jemmy,

10. (Wanny, Agnees, Widi, Vanes, Epi, Diah, Uthe, Indi, mephi, Eja, Bang Rudi, Yuli, Buyung, Efan, ………….. atas do’a dan semangat yang diberikan.

Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat. Terima kasih.

Bogor, Februari 2013

(15)

xiv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 19 November 1976 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah bernama H. Damhudji Karim dan Ibu bernama Hj. Tenri Edja.

Penulis lulus dari SMA Negeri 3 Mataram pada Tahun 1995 dan melanjutkan pendidikan sarjana pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Mataram dan lulus pada Tahun 2001. Pada tahun 2010, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan magister sains di Program Studi Agribinis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat” dibawah bimbingan dan arahan dari Dr. Ir Ratna Winandi, MS dan Ir. Juniar Atmakusuma, MS.

Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Kementerian Pertanian, yaitu peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB, Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2005 hingga sekarang.

Selama mengikuti program S2, penulis beberapa kali mengikuti kegiatan ilmiah seminar maupun pelatihan yang berkaitan dengan studi penulis. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung di Provinsi NTB” dibawah bimbingan dan arahan dari Ibu Dr. Ir Ratna Winandi, MS dan Ibu Ir. Juniar Atmakusuma, MS.

(16)

xv

2.2. Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya ……….……… 10

2.2.1. Efisiensi Pemasaran Jagung ……….……….... 10

2.2.2. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Pemasaran ……...……….….. 12

2.2.3. Strategi Pemasaran Jagung ……….…..…... 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN ……….…………. 15

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ……….…….. 15

3.1.1. Saluran Pemasaran ………...… 15

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ……….………….…. 30

IV. METODE PENELITIAN ………..……….………... 35

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….……….… 35

4.2. Jenis dan Sumber Data ……….………... 35

4.3. Metode Penentuan Responden dan Pengumpulaan Data …………... 35

4.4. Metode Analisis Data ………..………..….. 36

(17)

xvi

4.3. Metode Penentuan Responden dan Pengumpulaan Data …………... 35

4.4. Metode Analisis Data ………..………..….. 36

4.4.1. Analisis Struktur Pasar ………..…………..……… 36

4.4.2. Analisis Perilaku Pasar ………...……….…… 37

4.4.3. Analisis Kinerja Pasar……….……….…………...….. 37

4.4.4. Strategi Pemasaran ………..……...….. 40

4.5. Definisi Variabel ………...……….. 40

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ……….….…….. 43

5.1. Letak Geografis dan Wilayah ………. 43

5.2. Perkembangan Pertanian ……….……… 44

5.3. Karakteristik Responden ………. 46

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ..………..……….………... 55

6.1. Saluran Pemasaran dan Fungsi Pemasaran ..….……….… 55

6.2. Struktur Pasar ……….………. 61

6.3. Perilaku Pasar ………..………...………… 64

6.4. Kinerja pasar ………...………… 69

6.5. Strategi Pemasaran Jagung ……….………… 82

6.6. Implikasi Kebijakan ………..……….. 87

KESIMPULAN DAN SARAN ………..……….……….. 91 DAFTAR PUSTAKA

(18)

xvii DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di Provinsi NTB .... 3 Tabel 2 Lima Jenis Pasar pada Sistem Pangan dan Serat .……….. 17 Tabel 3 Perbandingan Struktur Pasar Bersaing Sempurna, Persaingan

Monopolistik, Oligopoli, dan Monopoli ………..…… 18 Tabel 4 Perkembangan Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Lombok

Timur Tahun 2008 – 2010 ………... 45 Tabel 5 Karakteristik Petani Responden di Kabupaten Lombok Timur

Tahun 2012 ……….….… 46

Tabel 6 Karakteristik Responden Lembaga Pemasaran Jagung di

Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012 ………... 48 Tabel 7 Pelaksanaan Fungsi-Fungi yang Dilakukan Lembaga Pemasaran

Jagung ……….….. 58

Tabel 8 Jumlah Penjual dan Pembeli, Diferensiasi Produk, Hambatan Keluar Masuk Pasar, dan Struktur Pasar Dalam Pemasaran Jagung ………..……

61 Tabel 9 Konsentrasi Rasio Empat Perusahaan Besar di Kabupaten

Lombok Timur Provinsi NTB Tahun 2011 ..………..… 63 Tabel 10 Biaya, dan Marjin Pemasaran di Kabupaten Lombok Timur

MT Januari - April Tahun 2012 …..………..…….….... 77 Tabel 11 Analisis Integrasi Pasar Jagung Dalam Jangka Pendek di

Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012 ……….….... 79 Tabel 12 Analisis Integrasi Pasar Jagung Dalam Jangka Panjang di

(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Proyeksi Kebutuhan Jagung Nasional 2010-2014 ………. 1

Gambar 2 Harga Jagung Dunia dan Provinsi NTB ……….……… 6

Gambar 3 Kurva Marjin Pemasaran ………..…. 22

Gambar 4 Kerangka Operasional ………….………..………. 33

Gambar 5 Peta lokasi Penelitian di Kabupaten Lombok Timur ..………..…. 43

(20)

xix DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Daerah produksi jagung di Kabupaten Lombok Timur... 98 Lampiran 2 Karakteristik Petani responden ………. 99 Lampiran 3 Marjin pemasaran jagung di Kabupaten Lombok Timur

(21)
(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian

yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak.

Indonesia merupakan salah satu penghasil jagung dengan jumlah yang terbatas.

Sejak tahun 1970, menurut Tangendjaja et al (2005) bahwa produksi jagung

Indonesia diutamakan sebagai makanan manusia. Akan tetapi ketika industri

unggas mulai berkembang yang disertai dengan meningkatnya produksi beras,

maka pemanfaatan jagung secara bertahap sedikit bergeser ke pakan (makanan

ternak).

Penggunaan jagung dalam negeri untuk kebutuhan konsumsi pangan

sebesar 30 persen, kebutuhan pakan sebesar 55 persen, dan sisanya digunakan

untuk kebutuhan industri lainnya seperti benih (Kasryno et al, 2007). Dengan

demikian, kebutuhan jagung untuk pangan merupakan tingkat konsumsi terbesar

di dalam negeri.

Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional 2010-2014 (Sumber : Deptan 2009, diolah)

Gambar 1 di atas merupakan proyeksi kebutuhan jagung nasional yang

(23)

jagung nasional diproyeksikan terus meningkat hingga tahun 2014. Jika target

kebutuhan jagung dapat tercapai sebagaimana proyeksi tersebut, hal ini

mengindikasikan bahwa industri jagung terutama sebagai pangan dan pakan

berpotensi untuk dikembangkan (Purna dan Hamidi 2010).

Berdasarkan lima tahun terakhir, permintaan jagung untuk bahan baku

industri pakan, makanan, dan minuman meningkat hingga 10 - 15 persen per

tahun. Dengan demikian, produksi jagung selain mempengaruhi kinerja industri

pangan, juga berpengaruh terhadap industri peternakan. Dalam perekonomian

nasional yaitu di subsektor tanaman pangan, jagung sebagai penyumbang terbesar

kedua setelah padi. Sumbangan jagung terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis ekonomi. Pada tahun

2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional mencapai Rp 9,4 trilyun

dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 18,2 trilyun. Kondisi demikian

mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam memacu laju pertumbuhan

subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasional secara umum

(Zubachtirodin et al 2007).

Pada tahun 2010 produksi jagung nasional sebesar 18.327 ribu ton dengan

luas panen sebesar 4,13 juta hektar dan produktivitas jagung mencapai 44,35

kuintal per hektar. Kemudian pada tahun 2011 produksi jagung sebesar 17.643

ribu ton pipilan kering serta luas panen mencapai 3,8 juta hektar dan

produktivitasnya mencapai 44,52 kuintal per hektar (BPS, 2011). Adanya

penurunan produksi jagung sebesar 684.386 ton atau 3,7 persen dibandingkan

tahun 2010, dikarenakan terjadinya penurunan luas panen jagung sebesar

266.984 hektar (6,5 persen). Penurunan produksi jagung tersebut disebabkan oleh

adanya kemarau panjang di beberapa wilayah di Indonesia.

Pemenuhan target akan kebutuhan jagung nasional, harus diimbangi dengan

peningkatan produksi jagung nasional. Peningkatan produksi jagung dapat

dilakukan dengan perluasan areal tanam maupun peningkatan produktivitas

melalui perbaikan teknologi budidaya jagung. Penambahan luas tanam jagung

dilakukan di seluruh wilayah terutama pada daerah sentra produksi jagung

di Indonesia antara lain yaitu Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah,

(24)

Provinsi NTB memiliki peluang dalam pengembangan jagung yaitu

memanfaatkan lahan kering dengan luas mencapai + 1,8 juta hektar. Walaupun

tingkat produksi jagung NTB masih terbilang kecil jumlahnya yaitu sebesar

308.863 ton atau 1,75 persen dari jumlah produksi jagung nasional 17.629.748 ton

pipilan kering (BPS 2011). Untuk mencapai target peningkatan produksi jagung,

maka kegiatan ini juga didukung melalui suatu program kegiatan pemerintah

daerah guna mengembangkan komoditas unggul daerah yaitu melalui program

PIJAR. Program PIJAR merupakan singkatan dari tiga komoditi unggulan NTB

yaitu sapi, jagung, dan rumput laut yang pelaksanaannya dimulai sejak

tahun 2010.

Pengembangan jagung di NTB tersebar hampir di seluruh kabupaten dan

kota. Hal ini dikarenakan jagung merupakan komoditi pangan penting ke dua

setelah padi dilihat dari luas pertanaman dan jumlah produksi per tahun.

Berdasarkan data BPS (2011), total produksi jagung NTB terus meningkat tiap

tahunnya, yaitu sejak tahun 2006 sebesar 103.963 ton hingga tahun 2009 sebesar

308.863 ton. Walaupun terjadi penurunan produksi pada tahun 2010 namun

produktivitasnya sebesar 4,04 ton/ ha dari 3,79 ton/ ha pada tahun 2009.

Tabel 1 Luas panen, produktivitas, dan produksi jagung di Provinsi NTB

Tahun Luas panen

Peningkatan produksi jagung di NTB dimaksudkan untuk menjadikan

NTB sebagai salah satu daerah produksi jagung nasional. Peningkatan produksi

(25)

proporsional. Hal ini dikarenakan pendapatan usahatani jagung tidak hanya

di tentukan oleh produksi tetapi juga pada harga yang berlaku di pasar. Harga

yang responsif bagi pelaku pasar akan terealisasi jika sistim pemasarannya

efisien. Sifat jagung yang mudah rusak, serta letak sentra produksi yang jauh

dari sentra konsumsi mengakibatkan petani cendrung menjual dengan cepat.

Dilain pihak harga yang harus dibayar konsumen relatif mahal dibandingkan

harga yang diterima petani sebagai produsen yang dikarenakan produk yang

dibutuhkan konsumen sudah melalui suatu proses pemasaran dengan biaya yang

tidak kecil.

Usaha peningkatan produksi jagung perlu diimbangi dengan pemasaran

jagung yang saling menguntungkan pihak-pihak yang terlibat. Pasar jagung

melibatkan lembaga-lembaga perantara dalam upaya menjembatani pergerakan

jagung dari produsen ke konsumen. Lembaga-lembaga perantara ini melakukan

aktivitas bisnis melalui pelaksanaan fungi-fungsi pemasaran.

Adanya perilaku harga di berbagai tingkat pasar pada komoditi pertanian

relatif serupa (Adiyoga et al, 2001). Peningkatan harga jagung di tingkat produsen

dan pedagang besar cendrung meningkat secara simultan dengan jumlah yang

relatif kecil. Sebaliknya apabila terjadi penurunan harga, maka harga di tingkat

produsen (petani) cenderung menurun lebih cepat dibandingkan dengan harga di

tingkat pedagang besar. Perbedaan harga tersebut antara lain dapat dipengaruhi

oleh jenis produk yang dihasilkan dari masing-masing lembaga pemasaran yang

terlibat. Baik dalam bentuk bahan baku jagung pipilan maupun bahan jadi berupa

beras jagung dan tepung jagung yang pada akhirnya hal ini tentu saja berdampak

pada harga jual jagung. Adanya diferensiasi produk yang dihasilkan dari bahan

baku jagung menimbulkan banyak alternatif pilihan pemasaran jagung bagi

petani dan lembaga pemasaran jagung. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka

penelitian efisiensi pemasaran jagung perlu dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Jagung di pasar domestik maupun pasar dunia permintaannya terus

meningkat sejalan dengan adanya pemenuhan kebutuhan jagung sebagai pangan

(26)

jagung cukup tinggi. Untuk memenui permintaan jagung tersebut, dilakukan

pengembangan pada sentra produksi jagung di seluruh Indonesia yang salah

satunya adalah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Luas panen jagung di

NTB pada tahun 2010 sebesar 61.593 ha dengan produksi sebesar 249.005 ton.

Produktivitas jagung yaitu sebesar 4,04 ton per ha masih kecil bila dibandingkan

dengan produktivitas jagung nasional sebesar 4,72 ton per ha. Selain

pengembangan jagung melalui program PIJAR, pemerintah juga berharap

program ini mampu mendukung pengembangan ternak di Provinsis NTB.

Pengembangan jagung di NTB sebagian besar diusahakan di lahan kering

dengan beberapa kendala (Cakra, 2006) antara lain teknis lapangan seperti

ketersdiaan air yang terbatas jumlahnya, dan struktur tanah. Kendala lainnya

adalah penerapan teknologi (rekomendasi teknologi), serta pemasaran hasil

jagung. Dalam sistim pemasaran jagung dari produsen ke konsumen, pelaku yang

menjembatani sistim pemasaran tersebut adalah lembaga pemasaran seperti

pedagang pengumpul hingga pengecer. Keterlibatan lembaga pemasaran ini pada

akhirnya mempengaruhi pembentukan harga jual jagung, yaitu pembentukan

harga jagung pada satu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga

di tingkat lembaga pemasaran lainnya.

Pembentukan harga jagung di NTB juga didasari oleh pertimbangan harga

jagung yang berlaku di pasar internasional yang akhirnya berdampak pula pada

harga di pasar lokal. Pola pergerakan harga di pasar internasional pada

tahun 2011 (Gambar 2) terlihat belum dapat ditransmisikan dengan baik terhadap

pasar lokal di NTB. Dimana harga jagung pada pasar dunia cendrung

berfluktuasi jika dibandingkan dengan harga jagung di pasar lokal NTB

yang cendrung stabil. Belum ditransmisikannya harga dengan baik antara pasar

lokal NTB dengan pasar internasional, mengidentifikasikan sistim pemasaran

yang tidak efisien.

Efisiensi pemasaran menurut Sudiyono (2002) dapat dilakukan dengan

pendekatan SCP (Structure, Conduct, Performance). Dalam pemasaran ini, sistim

pengambilan keputusan oleh lembaga pemasaran diukur melalui jumlah penjual

dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan masuk pasar, dan konsentrasi pasar.

(27)

penjualan dan pembelian oleh lembaga pemasaran, penentuan dan pembentukan

harga, serta kerjasama antar lembaga pemasaran. Interaksi antara struktur dan

perilaku pasar tersebut pada akhirnya akan menentukan kinerja pasar. Indikator

yang digunakan adalah marjin pemasaran, farmer share, dan integrasi pasar.

Efisiensi sistim pemasaran dapat dikaji melalui efisiensi teknis (operasional) dan

efisiensi harga. Efisiensi teknis (operasional) dilakukan dengan mengukur

biaya pemasaran, marjin pemasaran, dan farmer share. Efisiensi harga dilakukan

dengan melihat integrasi pasar pada suatu lembaga pemasaran terhadap lembaga

pemasaran lainnya. Harga yang responsif bagi pelaku pasar akan terealisasi

jika sistim pemasarannya efisien. Penentuan dan pembentukan harga jagung

yang merupakan perilaku pasar akan dipengaruhi oleh struktur pasar yang

terbentuk. Perubahan harga tersebut pada akhirnya akan menentukan kinerja

pasar jagung di NTB.

Gambar 2 Harga Jagung dunia dan Provinsi NTB

(Sumber : Kemendagri 2012 dan Disperindag Provinsi NTB 2012)

Fluktuasi harga yang terjadi, akan berpengaruh pada keputusan dan

kemampuan dari lembaga pemasaran jagung yang terlibat dalam merespon

(28)

berkaitan dengan perilaku pasar yang dipengaruhi oleh bagaimana struktur pasar

jagung yang terbentuk di Provinsi NTB. Perubahan harga pada masing-masing

lembaga pemasaran yang terbentuk tersebut pada akhirnya akan menentukan

kinerja pasar jagung di NTB. Selain itu, adanya penerapan suatu strategi dalam

pemasaran yang melihat kebutuhan pasar dari sisi bauran pemasaran dapat

berpengaruh pada penentuan dan pembentukan harga jagung. Namun, seberapa

besar bauran pemasaran tersebut dapat merespon pemasaran jagung yang efisien,

akan diketahui melalui analisis strategi pasar.

Jenis produk yang dominan dipasarkan berupa jagung kering pipil

sedangkan bentuk olahan lainnya berupa beras jagung dan tepung jagung

diproduksi dalam skala kecil tergantung pada permintaan. Adanya perbedaan

produk yang dihasilkan oleh lembaga pemasaran akan berpengaruh juga pada

pembentukan harga jual yang pada akhirnya membentuk margin pemasaran

yang berbeda pula di masing-masing lembaga pemasaran. Tingginya harga di

tingkat konsumen dengan harga yang diterima oleh petani yang lebih rendah

berpengaruh pada minat petani dalam memproduksi jagung, sehingga berpengaruh

pula pada produksi jagung di NTB. Oleh karena itu, pemasaran menurut

Sudiyono (2002); dan Asmarantaka (2009) akan efisien bila kegiatan tersebut

pada akhirnya dapat memberikan balas jasa yang sesuai pada semua pihak yang

terlibat hingga ke konsumen akhir. Dengan kata lain, jika terjadi efisiensi

pemasaran maka kepuasan akan tercipta dari sisi produsen, lembaga pemasaran

maupun konsumen.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan analisis efisiensi

pemasaran jagung di provinsi NTB. Adapun permasalahan yang ingin dikaji

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada pemasaran jagung di NTB?

2. Bagaimana kinerja pasar pada pemasaran jagung di NTB ?

3. Strategi pemasaran bagaimanakah yang diterapkan pada lembaga pemasaran

(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis struktur pasar dan perilaku pasar yang terbentuk pada pemasaran

jagung di NTB.

2. Menganalisis kinerja pasar yang ada pada pemasaran jagung di NTB ?

3. Mengidentifikasi strategi pemasaran jagung pada lembaga pemasaran jagung

di NTB.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada petani dan lembaga pemasaran mengenai

alternatif pola pemasaran jagung yang efisien dan mampu mengantisipasi

perubahan harga jagung yang terjadi di Provinsi NTB.

2. Memberikan informasi dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan

pengembangan jagung dan sistim pemasarannya yang efisien guna

meningkatkan ketahanan pangan nasional.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup :

• Produk jagung yang diteliti yaitu produksi jagung dalam bentuk kering panen

hingga kering pipil.

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Jagung

Jagung merupakan salah satu komoditas pangan unggulan di Provinsi

NTB setelah padi. Sebagai salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki potensi

dan peluang dalam pengembangan jagung. Hal ini dikarenakan Provinsi NTB

memiliki keadaan iklim, jenis tanah dan topografi yang sangat mendukung untuk

pengembangan jagung.

Produksi jagung di Provinsi NTB pada tahun 2008 sebesar 196.263 ton

dengan luas panen sebesar 59,078 ha, meningkat pada tahun 2009 sebesar 308.863

ton dengan luas panen sebesar 81,543 ha. Akan tetapi terjadi penurunan produksi

pada tahun 2010 menjadi 249.005 ton (22 persen). Hal ini dikarenakan adanya

penurunan luas panen sebesar 24,47 persen yaitu menjadi 61.593 ha (Diperta

Provinsi NTB 2010). Penurunan luas panen tersebut dikarenakan oleh beberapa

sebab, antara lain adanya keterlambatan tanam serta gagal panen yang

dikarenakan puso pada beberapa daerah di NTB.

Pengembangan jagung di NTB sebagian besar diusahakan di lahan kering

dengan sistim tanam monokultur, tumpang sari atau tumpang gilir dengan

tanaman cabe maupun tanaman palawija lainnya. Adapun varietas jagung yang

digunakan adalah jagung yang tahan akan kekeringan seperti lamuru, namun

banyak pula petani yang menanam jagung varietas unggulan lainnya yaitu varietas

hibrida. Untuk meningkatkan produktivitas jagung di NTB kaitannya dengan

pengembangan di lahan kering, menurut Cakra (2006) mengalami banyak kendala

antara lain secara teknis lapangan, maupun kurangnya penerapan teknologi.

Begitu pula pada pemasaran hasilnya dalam bentuk jagung kering pipil, dimana

petani selalu berada pada posisi tawar yang rendah karena harga sering kali

ditentukan oleh pedagang pengumpul. Sehingga untuk pengembangannya, perlu

di kemas dalam sistim usaha agribisnis salah satunya yaitu pemasaran.

Jagung selain diusahakan dalam bentuk jagung pipilan untuk menunjang

kebutuhan pakan ternak unggas, menurut Subandi dan Zubachtirodin (2004) juga

cukup prospektif untuk pemanfaatan hijauannya untuk pakan ternak ruminansia

(31)

jagung dapat diawetkan untuk digunakan pada musim kemarau dimana

kondisi pakan terbatas. Adanya kondisi iklim NTB pada periode tertentu (musim

kemarau) maka bioma hijauan hasil sampingan tanaman jagung tersebut

mempunyai kualitas yang baik dibandingkan dengan jerami padi. Biomasa

yang dipanen pada umur 65-75 hari setelah tanam (hst) dapat menghasilkan

sebesar 70-100 ton per hektar.

Pengembangan jagung sebagai komoditas unggulan Provinsi NTB

memperoleh dukungan dari pemerintah daerah melalui program PIJAR. Program

pengembangan ini mendapat apresiasi dari masyarakat sebagai terobosan dalam

upaya meningkatkan taraf perekonomian NTB. Adapun capaian kinerja yang

diperoleh hingga tahun 2010 dibandingkan tahun 2009 menurut Munir (2010)

yaitu peningkatan luas tanam jagung mencapai hingga 60 persen dan peningkatan

produksi jagung mencapai 57,94 persen. Hal ini dikarenakan adanya perbaikan

teknologi budidaya, penggunaan benih ungggul bermutu (hibrida), serta

meningkatnya minat petani untuk menanam jagung.

2.2. Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya

2.2.1. Efisiensi Pemasaran

Sistim pemasaran yang efisien menurut Mardianto et al (2005) sangat

dibutuhkan pada produk hasil pertanian guna peningkatan nilai tambah. Hal ini

terutama pada komoditas pangan yang merupakan salah satu sub sektor dalam

perekonomian pertanian.

Pemasaran jagung dalam negeri dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan

akan konsumsi jagung sebagai bahan pangan selain beras maupun sebagai pakan

dan industri lainnya. Adanya ketidak efisienan dalam pemasaran menurut Ariani

(2000); dan Tobing (1989) ditentukan oleh panjang pendeknya rantai distribusi

dan besarnya biaya pemasaran yang harus dilalui oleh lembaga pemasaran

sebelumnya sampai ke konsumen. Selain itu, Effendi (1998) dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa kesulitan yang dihadapi oleh petani maupun pedagang untuk

keluar masuk dalam sistim pemasaran juga merupakan suatu kendala belum

(32)

Mushofa, Wahib dan Heru (2007); Siagian (1998) dalam penelitiannya

menjelaskan bahwa rendahnya harga di tingkat petani produsen yang

menyebabkan share harga yang diterima petani menjadi rendah mengindikasikan

belum tercapainya efisiensi operasional. Demikian pula dengan adanya

penyebaran marjin yang tidak merata dengan indikasi pada tingginya marjin

yang diperoleh pedagang pengecer di pasar. Hal ini juga mengindikasikan

bahwa terdapat pengeluaran biaya yang tinggi pula pada tingkat pedagang

pengecer di pasar.

Muhandoyo dan Susanto (2007) dalam penelitiannya menganalis efisiensi

pemasaran hanya melihat dari sisi marjin pemasaran. Dalam hal ini,

masing-masing saluran tataniaga dianalisis secara realistis membandingkan saluran

mana yang lebih efisien secara operasional. Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa efisiensi operasional dalam sistim pemasaran dipengaruhi oleh besarnya

biaya transportasi. Dengan artian bahwa pemasaran dapat efisien apabila biaya

pemasarannya mampu ditekan, terutama biaya transportasi untuk pendistribusian

produk hingga ke konsumen.

Menurut Suherty (2009) bahwa inefisiensi pemasaran antara lain ditandai

dengan margin pemasaran yang tinggi yang disebabkan oleh panjangnya saluran

pemasaran. Dengan demikian harga yang diterima konsumen juga akan lebih

mahal. Selain itu, inefisiensi pemasaran menurut Fadhla (2008) juga di tandai

dengan integrasi pasar vertikal yang lemah, dan adanya faktor lain seperti kondisi

sarana dan prasarana transportasi, serta keadaan sosial politik yang tidak kondusif.

Akan tetapi berbeda dengan Marsiah (2009) yang mangatakan bahwa tinggginya

marjin pemasaran bukanlah suatu ukuran mutlak bahwa sistem pemasaran adalah

inefisiensi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisien pemasaran menurut Ma’mun

(1985) dalam penelitiannya antara lain yaitu ukuran pasar, jumlah pedagang

borongan yang terlibat dan jumlah konsumen. Selain itu, fungsi informasi pasar

dalam sistim pemasaran merupakan faktor yang juga mempengaruhi efisiensi

(33)

2.2.2. Struktur, Perilaku dan Kinerja Pemasaran

Hukama (2003) dalam penelitiannya yaitu menganalisis pemasaran

menggunakan pola pikir Structur-Conduct-Performance (SCP analysis). Belum

efisiennya pemasaran, dikarenakan saluran pemasaran yang masih panjang serta

banyaknya pelaku pasar yang terlibat. Adanya struktur pasar yang tidak sempurna

yaitu mengarah pada pasar oligopsoni dimana keluar masuk pasar masih

mengalami hambatan besar. Selain itu masih adanya kecurangan yang terjadi yaitu

dengan mencampur produk bermutu super dengan bukan super, serta adanya

pengurangan timbangan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan besar.

Disini petani ditempatkan sebagai penerima harga (price taker) berdasarkan

analisis keterpaduan pasarnya. Hal ini dikarenakan pedagang besar masih

dominaan besar dalam menentukan harga, sehingga sebagian besar keuntungan

masih dinikmati oleh pedagang.

Nambiro et al (2001) dalam penelitiannya mengenai struktur pasar dan

perilaku industri benih jagung hibrida, menganalisis struktur pasar dari

konsentrasi pasar, diferensiasi produk, integrasi pasar, dan hambatan masuk dalam

bisnis benih jagung hibrida. Sedangkan perilaku pasar dianalisis dari perilaku para

pelaku pasar dalam penetapan harga dan kegiatan promosi. Pasar jagung di Keya

sebelum tahun 2001 adalah monopoli terhadap distribusi benih, namun setelah

tahun 2001 mulai berkurang yang dikarenakan munculnya beberapa pedagang

benih jagung (retail). Analisis struktur pasar menunjukkan bahwa distribusi harga

antara pedagang tidak merata, tidak adanya diferensiasi produk dan hambatan

masuk pasar. Berdasarkan hal tersebut, struktur pasar jagung yang terjadi

adalah oligopolistik yang ditujukkan dengan pangsa pasar sebesar 61,67 persen.

Selain itu, kurangnya kompetisi pasar yaitu adanya hambatan masuk pasar

seperti pembatasan kelembagaan dan modal awal yang tinggi. Walaupun tidak

terdapat adanya kolusi dalam penentuan harga antar pelaku pasar, namun terdapat

perilaku pasar yang kurang baik untuk memperoleh keuntungan yaitu adanya

ketidakmurnian benih pada beberapa benih jagung yang akhirnya akan

merugikan petani.

Hobbs (1997); Bailey dan Hunnicutt (2002) menjelaskan bahwa adanya

(34)

mempengaruhi dalam pemilihan pasar. Dalam memasarkan produknya, produsen

mempertimbangkan biaya transaksi yang dikeluarkan. Biaya transaksi tersebut

antara lain adalah biaya informasi pada pembeli potensial, biaya negosiasi

(langsung atau lelang), monitoring, dan biaya resiko.

Hasil penelitian Natawidjaja (2001) menunjukkan bahwa pada saat terjadi

kenaikan harga di pasar konsumen, para pelaku tataniaga di sebagian besar

provinsi penghasil beras utama nasional ternyata mampu meningkatkan marjin

keuntungan yang diterimanya. Hal ini dilakukan dengan cara yaitu menangguhkan

kenaikan harga yang diterima konsumen pada harga yang seharusnya dibayarkan

kepada petani. Begitu pula sebaliknya, yaitu pada saat harga di tingkat konsumen

sedang turun, maka pelaku tataniaga juga mampu menjaga tingkat marjin

keuntungan yang sudah diterimanya. Hal ini dilakukan dengan cara mempercepat

penurunan harga beli pada petani sehingga risiko pasar dibebankan seluruhnya

pada petani.

Penelitian integrasi pasar komoditi pangan yang dilakukan oleh Fadhla et

al (2008) bertujuan menganalisis integrasi pasar dan efisiensi pemasaran pada

komoditi pangan dari aspek SCP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sisitim

pemasaran komoditi pangan tidak efisien, yang mana struktur pasarnya cenderung

mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna. Begitu pula dengan integrasi

pasar yang terjadi masih sangat lemah. Hal ini dipengaruhi oleh panjangnya rantai

pemasaran yang ada dan adanya praktek kolusi dalam penentuan harga, serta

faktor sosial politik yang tidak kondusif.

Pengujian integrasi pasar yang dilakukan oleh Ravallion (1986) yaitu

untuk mengukur perbedaan harga produk pada suatu perdagangan. Model

keterpaduan pasar tersebut digunakan untuk mengukur bagaimana harga pasar

produksi mampu dipengaruhi oleh harga pasar konsumsi. Kemudian untuk

mengukur pengaruh harga pada suatu pasar terhadap harga pada pasar lainnya

digunakan model dari Ravallion (1986) yang kemudian dikembangkan oleh

Heytens (1986) yaitu :

Pit = (1+b1)Pit-1 + b2(Pt - Pt-1) + (b3 - b1)Pt-1 + b4X

Dimana Pit merupakan harga pada pasar i pada waktu t, dan Pt merupakan harga

(35)

musim). Jika musim diantara ke dua pasar tersebut adalah sama, maka tidak perlu

memasukkan dummy untuk musim setempat.

2.2.3. Strategi Pemasaran Jagung

Strategi pemasaran jagung menurut Muhaeming (2011) dalam

penelitiananya menjelaskan bahwa strategi pemasaran jagung di Kabupaten

Bantaeng didukung oleh kebijakan pemerintah berupa adanya jaminan harga

dasar pembelian, perbaikan prasarana jalan desa, pengadaan resi gudang,

penyediaan sarana teknologi pengolahan hasil, penyediaan kredit perbankan,

penerapan teknologi budidaya dan pascapanen, pencanangan sentra produksi

jagung. Hal ini antara lain dimaksudkan untuk mewujudkan Kabupaten Bantaeng

sebagai daerah sentra produksi dan terminal pemasaran jagungbertaraf dunia yang

berbasis desa mandiri.

Menurut Presetyo dan Mukson (2003) dalam penelitianya bahwa untuk

meningkatkan pemasaran khususnya produk pangan olahan, dilakukan strategi

pemasaran meliputi :

a) Strategi produk, yaitu kaitannya dengan kualitas produk yang dihasilkan baik

mutu bahan baku, proses produksi, syarat kesehatan, maupun pengemasannya.

b) Strategi harga, yaitu berdasarkan segmen pasar tujuan.

c) Strategi distribusi, yaitu menjaring kerjasama/link pemasaran sehingga

informasi dan pelayanan pada konsumen dapat terbina dengan baik.

d) Strategi promosi, yaitu memperkenalkan produknya pada konsumen. Pada

produk industri rumah tangga kegiatan ini belum banyak dilakukan

dibandingkan industri besar. Hal ini dikarenakan hambatan pada biaya

promosi yang relatif besar, dan adanya jangkauan pasar yang belum

luas/terbatas.

Berdasarkan beberapa referensi tersebut, efisiennya sistim pemasaran

dilihat melalui beberapa indikator dalam Structur-Conduct-Performance.

Penelitian efisiensi pemasaran jagung ini juga mencoba dengan menerapkan

beberapa indikator pada struktur, perilaku, dan kinerja pasar jagung serta adanya

strategi pemasaran jagung yang dimungkinkan mampu meningkatkan efisiensi

(36)

III.KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kerangka pemikiran konseptual berisi teori dan konsep kajian ilmu yang

digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

ini antara lain adalah efisiensi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin

pemasaran, dan integrasi pasar.

3.1.1. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran menurut Kotler (2003) merupakan sekumpulan

organisasi yang saling terkait yang terlibat dalam proses menghasilkan produk

atau jasa untuk dikonsumsi atau digunakan. Menurut Levens (2010) saluran

pemasaran adalah jaringan dari semua pihak yang terlibat dalam mengalirkan

produk dari produsen kepada konsumen bisnis.

Saluran pemasaran menurut Soekartawi (2002), adalah aliran barang dari

produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran ini dapat terbentuk secara

sederhana bahkan rumit sekali tergantung pada komoditi yang dipasarkan,

lembaga pemasarannya, serta sistim pasarnya. Sistim pemasaran yang dimaksud,

baik pada pasar persaingan sempurna, monopoli, dan lainnya. Sistim pemasaran

monopoli cendrung mempunyai saluran pemasaran yang relatif sederhana

dibandingkan pasar lainnya. Adanya pergerakan pada komoditas pertanian dari

produsen ke konsumen memerlukan beberapa upaya dari lembaga pemasaran

untuk bagaimana menambah nilai guna dari komoditas pertanian tersebut yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Sudiyono, 2002). Dengan

demikian, saluran pemasaran adalah serangkaian jaringan dari pelaku pasar dalam

mengalirkan produk dari produsen ke konsumen.

Lembaga pemasaran tersebut diatas dalam melakukan bisnisnya bertujuan

meningkatkan dan menciptakan nilai guna untuk memenuhi kebutuhan ataupun

meningkatkan kepuasan konsumen. Dalam proses penyampaian barang dan jasa

dari produsen kepada konsumen, diperlukan tindakan atau penanganan yang dapat

(37)

fungsi-fungsi pemasaran menurut Kohls dan Uhl (2002); Dahl dan Hammond

(1977); Schaffner et all (1998) dalam Asmarantaka (2012) terdiri dari :

1. Fungsi pertukaran (Exchange Function), merupakan aktivitas dalam

prpindahan hak milik barang/jasa, terdiri dari fungsi pembelian, penjualan,

dan pengumpulan.

2. Fungsi fisik (Physical Function), mrupakan aktivitas penanganan, pergerakan,

dan perubahan fisik dari produk/jasa dan turunannya. Fungsi ini terdiri dari

fungsi penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pengemasan.

3. Fungsi fasilitas (Facilitating Function), merupakan fungsi yang memperlancar

fungi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi ini terdiri dari fungsi standarisasi,

fungsi keuangan/ pembiayaan, penanggungan resiko, intelijen pemasaran,

komunikasi, dan promosi (iklan).

3.1.2. Struktur Pasar

Struktur pasar menurut Sudiyono (2002) merupakan karakteristik pasar

yang menjelaskan jumlah dan besarnya penjual dan pembeli, keadaan produk

yang diperjual belikan, kemudahan keluar masuk pasar, dan pengetahuan terhadap

informasi harga. Struktur pasar menurut Limbong dan Sitorus (1987) juga dapat

di analisis dari nilai konsentrasi pasar.

Struktur pasar menurut Dahl dan Hammond (1977) yaitu sebagai suatu

dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan

maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan

menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, dan

syarat-syarat masuk pasar. Struktur pasar menurut Azzaino (1983) dalam Asmarantaka

2012 adalah suatu dimensi yang menjelaskan definisi industri dan perusahaan

mengenai jumlah yang ada dalam suatu pasar, distribusi perusahaan tersebut

dengan berbagai ukuran, diferensiai produk, dan syarat keluar masuk pasar.

Struktur pasar berdasarkan karakteristik jumlah penjual dan keadaan

komoditi yang diperjual belikan menurut Sudiyono (2002) dibedakan menjadi :

1) pasar persaingan sempurna (perfect competition) yaitu terdapat banyak penjual

dan produknya bersifat homogen terstandarisai sempurna; 2) pasar persaingan

(38)

produknya bersifat homogen terstandarisasi dengan berbeda corak; 3) pasar

monopoli (monopoly) yaitu terdapat satu penjual dengan produknya bersifat unik

atau tidak dapat didistribusikan oleh produk lainnya.

Pasar secara garis besarnya menurut Asmarantaka (2012); Sugiarto et al

(2007) dikelompokkan menjadi dua yaitu pasar persaingan sempurna (perfect

competition) dan pasar persaingan tidak sempurna (monopoli atau monopsoni).

Pasar persaingan monopolistik, oligopoly, dan duopoly merupakan struktur pasar

jenis lain yang berada di antara pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan

tidak sempurna. Dikatakan sebagai pasar bersaing sempurna jika suatu pasar

mampu memenuhi ciri-ciri antara lain yaitu penjual maupun pembeli jumlahnya

banyak, produk yang dipasarkan bersifat homogen, harga pasar tidak dapat

dipengaruhi dikarenakan penjual maupun pembeli hanya mampu menguasai

sebagian kecil dari produk yang dipasarkan (penjual dan pembeli sebagai price

taker), serta bebasnya penjual maupun pembeli keluar masuk pasar. Diantara

struktur pasar yang ada dalam paradigma SCP, maka struktur pasar yang efisien

adalah pasar persaingan sempurna (Asmarantaka, 2012).

Tabel 2 Lima Jenis Pasar pada Sistem Pangan dan Serat

Karakteristik Struktural Struktur Pasar

Jumlah Perusahaan

Sifat Produk Sisi Penjual Sisi Pembeli

Banyak Standarisasi Persaingan

Sedikit Standarisasi Oligopoli Murni Oligopsoni Murni

Sedikit Diferensiasi Oligopoli

diferensiasi

Oligopsoni diferensiasi

Satu Unik Monopoli Monopsoni

Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Struktur pasar berdasarkan jumlah pembeli menurut Sudiyono (2002)

dibedakan menjadi : 1) pasar persaingan sempurna yaitu terdapat banyak pembeli

(39)

oligopsonistik yaitu terdapat banyak pembeli dan produknya berbeda corak; 3)

pasar oligopsoni yaitu sedikit pembeli dan produknya berbeda corak; 4)

monopsoni yaitu terdapat satu pembeli dengan produknya bersifat unik.

Berdasarkan uraian diatas, struktur pasar persaingan sempurna dapat

dilihat melalui dua sisi yaitu dari sisi pembeli dan sisi penjual. Hal ini juga

dikemukakan oleh Dahl dan Hammond (1977) yang disajikan dalam Tabel 3

yaitu mengenai lima jenis struktur pasar pangan dan serat dengan berbagai

karakteristiknya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopoli,

oligopoli, monopolistik, duopoli, dan sebagainya. Sedangkan dari sisi pembeli

terdiri dari pasar persaingan monopsoni, oligopsoni, dan sebagainya.

Tabel 3 Perbandingan Struktur Pasar Bersaing Sempurna, Persaingan Monopolistik, Oligopoli, dan Monopoli

Bersaing

Tidak dapat Sedikit, tetapi dibatasi oleh

Kohl dan Uhl (1990) mengemukakan perbandingan struktur pasar bersaing

(40)

dapat dilihat pada Tabel 3. Pasar persaingan monopoli yaitu pasar dengan penjual

tunggal, dan monopsoni yaitu pasar dengan pembeli tunggal. Pasar persaingan

oligopoli adalah pasar dengan beberapa penjual, dan oligopsoni adalah pasar

dengan beberapa pembeli. Sedangkan pasar persaingan monopolistik yaitu pasar

yang berada di antara pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan oligopoli.

Struktur pasar ini ditandai dengan banyaknya perusahaan dalam pasar, dan tidak

cukupnya kriteria untuk menjadi pasar bersaing sempurna, namun lebih dari

interdependen seperti dalam oligopoli. Masing-masing perusahaan mengusahakan

produk dan jasa yang sifatnya unik atau berbeda dari perusahaan laiannya.

Dengan kata lain bahwa masing-masing perusahaan bagaikan “monopoli kecil”

tetapi monopoli yang memiliki kekuatan yang kecil karena dari sisi konsumen

melihat pesaingnya memiliki barang substitusi yang hampir sama.

3.1.3. Perilaku pasar

Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang

menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan

kegiatan pembelian dan penjualan. Struktur pasar dan perilaku pasar akan

menentukan keragaan pasar yang diukur melalui peubah harga, biaya, dan

marjin pemasaran, serta jumlah komoditas yang diperdagangkan (Dahl dan

Hammond 1977).

Perilaku pasar menurut Asmarantaka (2012) merupakan perilaku pembeli

dan penjual, strategi atau reaksi yang dilakukan pembeli dan penjual secara

individu maupun kelompok dalam hubungan kompetitif atau negosiasi dengan

penjual dan pembeli lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran suatu pasar.

Perilaku pasar dapat diketahui melalui pengamatan terhadap penjualan dan

pembelian yang dilakukan oleh tiap lembaga pemasaran, sistem penentuan harga

dan pembayaran, serta kerjasama antar berbagai lembaga pemasaran. Dengan

melihat perilaku pasar jagung, maka keragaan pasar jagung yang merupakan suatu

keadaan sebagai dampak dari struktur pasar dan perilaku pasar dalam menilai baik

tidaknya suatu sistim pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977).

Asmarantaka (2009) mengemukakan tiga cara dalam mengenal perilaku

(41)

1. Penentuan harga dan setting level of output; yaitu menetapkan harga dimana

harga tersebut tidak berpengaruh pada perusahaan lain dan dilakukan secara

bersama-sama penjual atau berdasarkan price leadership (pemimpin harga).

2. Product promotion policy; yaitu dilakukan melalui pameran dan iklan atas

nama perusahaan.

3. Predatory and Exclusivenary tactics; yaitu dengan cara menetapkan harga di

bawah biaya marjinal sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara

sehat. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan pesaing keluar dari pasar.

Berdasarkan ke tiga cara tersebut di atas, maka yang umum dilakukan

dalam mengenal prilaku pasar adalah penentuan harga yang dilakukan oleh price

leadership. Cara salanjutnya adalah product promotion yang dilakukan melalui

beberapa pameran produk, dan cara terakhir adalah penetapan harga di bawah

biaya marjinal untuk menyingkirkan pesaing usaha. Hal ini dikarenakan, produk

yang dihasilkan terutama komoditi pertanian dengan sifatnya yang mudah rusak

serta membutuhkan penjualan yang cepat.

3.1.4. Marjin Pemasaran

Pemasaran merupakan sebuah sistim yang meliputi seluruh aliran produk

dan jasa yang ada, mulai dari tingkat produksi pertanian hingga produk dan jasa

teersebut sampai di tingkat konsumen (Kohls dan Uhls, 2002). Pemasaran produk

agribisnis menurut Purcell (1979) dalam Asmarantaka (2012) yaitu semua

aktivitas bisnis atau fungsi pemasaran yang terjadi dalam komoditi pertanian atau

produk agribisnis setelah produk tersebut lepas dari petani produsen hingga ke

konsumen akhir. Aktivitas bisnis melibatkan lembaga pemasaran untuk

melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran antara lain yaitu fungsi pertukaran, fungsi

fisik dan fungsi fasilitas guna meningkatkan atau menciptakan nilai guna bentuk

(Hammond dan Dahl, 1977).

Menurut Tomek dan Robinson (1977), marjin pemasaran adalah perbedaan

harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen.

Marjin pemasaran yaitu perbedaan harga di berbagai tingkat lembaga pemasaran

dalam menjembatani gap antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat

(42)

menurut Waite dan Trelogan (1951) dalam Sudiyono (2002) merupakan biaya dari

jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari

pemasaran. Dengan demikian, tinggi biaya pemasaran, dapat menyebabkan

tingginya marjin pemasaran

Kegiatan pemasaran produk dalam hal ini produk pertanian yaitu jagung,

dalam pendistribusiannya hingga ke konsumen melibatkan lembaga pemasaran.

Kegiatan yang dilakukan pada setiap lembaga pemasaran akan menyebabkan

perbedaan terhadap harga jual, dimana semakin banyak lembaga pemasaran yang

terlibat maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut dari

produsen hingga konsumen.

Marjin pemasaran suatu komoditi per unit pada kurva marjin pemasaran

(Gambar 3), ditunjukkan oleh (Pr - Pf), dimana Pr merupakan harga di tingkat

konsumen dan Pf merupakan harga di tingkat petani. Marjin pemasaran hanya

diperoleh dari perbedaan harga, tidak berkaitan langsung dengan quantiti produk

yang dipasarkan. Apabila produk mengalami proses pengolahan, quantity di

petani dan konsumen harus setara (equivalent). Pengertian ini menurut

Asmarantaka (2012) merupakan pengertian yang sifatnya statis, karena hanya

menganalisis biaya-biaya dari petani dan konsumen. Namun bila marjin dikalikan

dengan jumlah komoditas yang ditawarkan maka hasilnya disebut Nilai Marjin

Pemasaran atau Value Marketing Marginal (VMM). Besarnya nilai marjin

pemasaran dinyatakan dalam (Pr - Pf)*Qr.f. Marjin pemasaran menunjukkan

perbedaan harga yang terjadi di pasar. Sehingga jumlah produk di tingkat petani

(43)

Gambar 3 Kurva Marjin Pemasaran

Sumber : Dahl dan Hammond 1977. Hal : 140

Nilai marjin pemasaran yang merupakan sekumpulan jasa-jasa pemasaran

sebagai akibat adanya aktivitas produktif atau konsep nilai tambah (value added).

Sehingga semua proses bisnis dari aliran pemasaran mulai dari petani produsen

primer sampai pada konsumen menurut Tomek dan Robinson (1990); Hammond

dan Dahl (1977); Kohl dan Uhls (2002) dalam Asmarantaka (2012) mengandung

pengertian dari konsep derived supply dan derived demand. Permintaan di tingkat

petani atau derived demand (Df) merupakan permintaan turunan yaitu permintaan

dari lembaga pemasaran karena adanya primary demand (Dr) dari konsumen

akhir. Primary demand (Dr) yaitu respon permintaan dari konsumen akhir.

Sedangkan penawaran di tingkat konsumen akhir atau derived supplay (Sf)

merupakan penawaran turunan yaitu penawaran di tingkat pedagang atau pabrik

pengolahan maupun pemasaran di tingkat pedagang eceran (retail). Adanya

keterlibatan lembaga-lembaga pemasaran yang menjalankan semua proses bisnis

dan fungsi-fungsi pemasaran, sehingga besarnya marjin pemasaran dinyatakan

dalam MT = Pr – Pf = biaya pemasaran + keuntungan lembaga pemasaran.

Pendekatan ini disebut pendekatan dinamis, dikarenakan malakukan analisis pada

(44)

yang berlangsung mulai dari petani (primary supply) sampai kepada konsumen

akhir (primary demand).

Besar kecilnya marjin pemasaran sering dipergunakan sebagai kriteria

untuk menilai apakah pasar sudah efisien atau belum. Apabila marjin pemasaran

yang terjadi cukup tinggi, maka perlu memperhatikan beberapa hal yaitu : (1)

Adanya penggunaan teknologi baru yang menyebabkan tingginya biaya produksi,

(2) Adanya spesialisasi produksi yang menyebabkan bertambah tingginya biaya

pengangkutan dan akibatnya margin pemasaran bertambah besar, (3) Adanya

peningkatan kegunaan waktu dalam produk pertanian yang mengakibatkan adanya

tambahan biaya untuk penyimpanan dan pengolahan, (4) Adanya kecenderungan

konsumen, untuk mengkonsumsi barang dalam bentuk siap saji, sehingga

mengakibatkan margin pemasaran bertambah besar, (5) Adanya kenaikan upah

pekerja terutama dalam perdagangan eceran, dapat juga meningkatkan nilai

margin pemasaran. Berdasarkan uraian tersebut maka tingginya marjin pemasaran

dapat dipengaruhi oleh biaya pemasaran yang meliputi keseluruhan biaya

produksi serta jenis produk yang dipasarkan. Namun tidak selamanya marjin

pemasaran yang kecil adalah lebih efisien daripada marjin pemasaran yang besar.

Hal ini dikarenakan indikator efisien sistim pemasaran selain marjin pemasaran

antara lain adalah kepuasan dari konsumen, produsen, dan lembaga pemasaran.

Dengan demikian marjin pemasaran dapat diukur secara absolut dan persentase

dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.

3.1.5. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran menurut Shepherd (1962), merupakan suatu bentuk

dari nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan. Indikator

yang biasanya digunakan untuk menentukan efisiensi pemasaran menurut

Sudiyono (2002) adalah marjin pemasaran, harga di tingkat konsumen,

tersedianya fasilitas fisik pemasaran serta intensitas persaingan pasar.

Efisiennya suatu pemasaran menurut Raju dan Open (1982), Kohls dan

Uhl (2002) dalam Asmarantaka (2009) akan dapat tercipta jika pihak-pihak yang

terlibat baik produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen

(45)

dikeluarkan bila dibandingkan dengan nilai dari produk yang dijual menurut

Shepherd (1962) akan menyebabkan pasar menjadi tidak efisien. Dengan kata

lain, semakin besar biaya pemasaran yang dikeluarkan maka marjin pemasarannya

akan semakin besar dan menyebabkan tidak efisiennya sistim pemasaran jagung

yang berlangsung.

Kohl and Uhl (1990) mengelompokkan efisiensi pemasaran produk

agribisnis dalam dua bagian yaitu :

1. Efisiensi operasional, yaitu kondisi dimana perubahan dalam nisbah efisiensi

pemasaran sebagai akibat perubahan biaya penyelenggaraan fungsi-fungsi

pemasaran (pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan,

pembiayaan, standarisasi, tanggungan resiko, informasi pasar dan harga) tanpa

mempengaruhi sisi output. Artinya efisiensi operasional diukur dari biaya

pemasaran dan marjin pemasaran, dimana biaya dan marjin pemasaran yang

rendah lebih efisien tanpa mengurangi kepuasan konsumen.

2. Efisiensi harga, yaitu efisiensi yang menekankan pada kemampuan dari

sistiem pasar dalam melakukan efisiensi alokasi sumberdaya dan

memaksimumkan output. Efisiensi harga diukur melalui korelasi harga yang

terjadi untuk komoditas yang sama pada berbagai tingkat pasar. Dalam hal ini

korelasi harga diperoleh dari integrasi pasar. Integrasi pasar dapat menjelaskan

seberapa jauh harga suatu komoditas mampu terbentuk pada suatu tingkat

lembaga pemasaran yang dipengaruhi oleh harga pada tingkat lembaga

pemasaran lainnya.

Integrai pasar atau keterpaduan pasar menurut Asmarantaka (2009)

merupakan suatu indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga.

Efisiensi harga merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh

perubahan harga yang terjadi pada pasar acuannya (Pr) akan menyebabkan terjadi

perubahan pada pasar pengikutnya (Pf).

Adanya keterpaduan diantara beberapa pasar yang memiliki korelasi

terhadap harga menurut Harris (1979) diindikasikan sebagai integrasi pasar.

Keterpaduan pasar menurut Asmarantaka (2009) akan dapat terjadi jika terdapat

informasi pasar yang akurat dan disalurkan dengan cepat ke pasar lainnya.

(46)

informasi yang lengkap dan rasional untuk digunakan dalam pengambilan

keputusan perencanaan maupun kegiatan pemasaran selanjutnya. Dengan

demikian, jika terjadi perubahan harga pada salah satu pasar maka akan

menyebabkan perubahan pada pasar pengikutnya.

Anilisis integrasi pasar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu integrasi

horizontal dan vertikal (Asmarantaka, 2009; Sudiyono, 2002). Integrasi horizontal

termasuk integrasi pasar spasial, temporal, dan harga silang. Integrasi ini

digunakan untuk melihat keterkaitan harga antar pasar yang terpisah secara

geografis atau wilayah. Sedangkan integrasi vertikal digunakan untuk melihat

keterkaitan hubungan suatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran

lainnya dalam satu rantai pemasaran. integrasi ini terjadi antara pasar produsen

dengan pasar konsumen.

Model keterpaduan pasar menurut Ravallion (1986) dapat digunakan

untuk mengukur bagaimana harga pasar produksi mampu dipengaruhi oleh harga

pasar konsumsi. Untuk mengukur pengaruh pada harga suatu pasar oleh harga

pada pasar lain akan diterapkan model dari Ravallion (1986) yang selanjutnya

dikembangkan oleh Heytens (1986). Model dimulai dengan membangun lag

bersebaran autoregresi (Autoregresive Distributed Lag) yaitu :

(Pit – Pit-1) = (αi-1)(Pit-1 – Pt-1) + βi0(Pt – Pt-1) + (αi + βi0 + βit – 1)Pt-1 + αiXt + µit … (1)

Dimana :

Pit = Harga jagung pada pasar lokal ke-i pada waktu t

Pit -1 = Harga jagung pada pasar lokal ke-i pada waktu t-1

Pt = Harga jagung pada pasar acuan ke-i pada waktu t

Pt-1 = Harga jagung pada pasar acuan ke-i pada waktu t-1

X = Faktor musim atau faktor peubah lain

Persamaan (1) menyatakan bahwa perubahan harga di suatu tempat adalah

fungsi dari perubahan dalam selisih harga dengan pasar acuan waktu sebelumnya,

perubahan harga pasar acuan pada waktu yang sama, dan ciri-ciri pasar setempat.

Persamaan (1) dapat disusun kembali dengan menjelaskan parameter tersebut

dengan baik. Misalkan koefisien pada persamaan (1) dilambangkan sebagai

(47)

αi-1 = b1 ;

βi0 = b2 ;

αi + βi0 + βit – 1 = b3

αi = b4

Sehingga persamaan (1) dapat ditulis sebagai berikut :

(Pit – Pit-1) = b1(Pit-1 – Pt-1) + b2(Pt – Pt-1) + b3Pt-1 + b4Xt + µit ….. (2)

Model selanjutnya disederhanakan lagi berdasarkan metode OLS (Ordinary Least

Square) seperti :

Pit = (1 + b1)Pit-1 + b2(Pt – Pt-1) + (b3 - b1)Pt-1 + b4Xt….. (3)

Jika di asumsikan bahwa deret waktu di pasar ke-i dan pasar acuan

tersebut mempunyai pola musim yang sama sehingga tidak perlu memasukkan

dummy untuk musim setempat. Secara umum persamaan diatas menunjukkan

bagaimana harga di suatu pasar acuan (Pt) mempengaruhi pembentukan harga di

pasar lain (Pi), dengan mempertimbangkan pengaruh harga pada waktu yang lalu

(t-1) dengan harga pada saat ini (t).

Berdasarkan persamaan (3) dapat diketahui bahwa koefisien b2 mengukur

bagaimana perubahan harga di tingkat pasar acuan diteruskan kepada harga di

pasar ke-i. Keseimbangan jangka pendek dicapai jika koefisien b2 = 1 dan b1 = -1,

maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dalam proporsional persentase.

Pasar acuan berada pada keseimbangan jangka panjang jika Pt – Pt-1 = 0, dan ke

dua pasar berada pada keseimbangan jangka panjang atau terintegrasi dalam

jangka panjang jika (1+b1) sama dengan (b3 - b1).

Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk mengetahui

indeks keterpaduan pasar (IMC = Indeks of Market Conection). IMC merupakan

rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar ke-i terhadap

bentuk harga pasar acuan pada masa lalu. Model persamaan secara matematis

dapat ditulis seperti persamaan berikut :

……….(4)

Integrasi jangka pendek terjadi bila b1 = -1 dan IMC = 0. Jika pasar

terpisah atau pasar tidak terpadu dalam jangka pendek, b1 dan b3 adalah sama

(b1 = b3) dan IMC bernilai tak hingga. Dalam kondisi normal, indeks bernilai

positif dan nilai b1 antara 0 dan -1. IMC yang mendekati 0, menunjukkan IMC = (1 + b1)

(48)

integrasi pasar yang tinggi, sedangkan IMC < 1 menurut Timer dalam Heytens

(1986) juga mencerminkan integrasi yang tinggi dalam jangka pendek. Sedangkan

untuk melihat keterpaduan jangka panjang, digunakan koefisien b2. Semakin

mendekati satu pada nilai koefisien b2, maka derajat keterpaduan pasarnya

semakin tinggi. Dua pasar dikatakan terintegrasi secara sempurna dalam jangka

panjang apabila nilai koefisien korelasinya sama dengan satu.

3.1.6. Strategi Pemasaran

Keterpaduan pasar yang terjadi pada pasar lokal dan pasar acuan, serta

tercapainya kepuasan pada konsumen dan produsen terhadap produk yang

dihasilkan dapat berubah sesuai keadaan pasar. Jika dalam pemasaran terdapat

kelembagaan yang kurang berfungsi maka pemasaran yang efisien tidak dapat

tercapai. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan dalam kelembagaan

pemasaran. Oleh karenanya diperlukan strategi pemasaran, untuk mewujudkan

tujuan usaha.

Strategi pemasaran menurut Assauri (1999) yaitu serangkaian tujuan,

sasaran, kebijakan, dan aturan yang memberikan arah kepada usaha-usaha

pemasaran oleh perusahaan, serta alokasi sebagai tanggapan perusahaan dalam

menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah. Strategi

pemasaran yang dimaksud mengacu pada pernyataan Porter (1994) yaitu dalam

kondisi banyaknya perusahaan pesaing yang bermunculan di pasar domestik

maupun ekspor, maka suatu perusahaan perlu kiranya memiliki keunggulan

bersaing yang merupakan dasar dalam penetapan strategi pemasaran.

Strategi pemasaran menurut Asmarantaka (2012) merupakan upaya dalam

memadukan semua kegiatan dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan untuk

memenuhi keinginan pelanggan, sehingga perusahaan akan memperoleh

keuntungan (laba). Artinya untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan oleh

perusahaan, maka perusahaan perlu menetapkan strategi yang memanfaatkan

sumberdaya yang dimiliki perusahaan dan memaksimalkan kinerja sistim

pemasarannya. Adapun strategi pemasaran yang digunakan salah satunya adalah

bauran pemasaran (marketing mix) yang menurut Kotler (1997) adalah gabungan

Gambar

Gambar 1 di atas merupakan proyeksi kebutuhan jagung nasional yang
Tabel 1  Luas panen, produktivitas, dan produksi  jagung di Provinsi NTB
Gambar 2 Harga Jagung dunia dan Provinsi NTB
Tabel 3 Perbandingan Struktur Pasar Bersaing Sempurna, Persaingan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari variabel tersebut diketahui bahwa ada ketidakpastian dalam kontrak hal ini akan berpengaruh terhadap biaya pekerjaan dimana, semakin tinggi faktor

Sedangkan menurut Arthur Dunham, kesejahteraan sosial didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial

Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 199 Malang 65152, Indonesia Telp. Hama pada tanaman tebu menyebabkan penurunan produksi gula sekitar 10%. Hama penting pada

Menurut Kalshoven (1981), gejala yang ditimbulkan adalah daun muda dan pucuk berlubang bahkan ulat juga menggerek kapsul (buah), ada dua jenis Helicoverpa sp

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa semester IV Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Sastra Inggris Universitas Sam Ratulangi sudah baik dalam menulis

Aplikasi pembelajaran menggunakan komputer berbasis multimedia ini merupakan program aplikasi yang dapat digunakan sebagai alat bantu belajar mata kuliah organisasi dan

Khomsan (2002) menyebutkan bahwa jajanan bagi anak SD merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah karena berbagai hal (a) merupakan upaya untuk memenuhi

Volume perdagangan saham juga dapat dipengaruhi secara mikro oleh kinerja/prestasi perusahaan, yang dalam penelitian adalah informasi dari laporan arus kas..