STUDI POLIMORFISME PROTEIN HEMOGLOBIN DARAH
AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI PADA
SUHU KANDANG BERBEDA
SKRIPSI GINA CITRA DEWI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
Gina Citra Dewi. D14070192. Studi Polimorfisme Protein Hemoglobin Darah Ayam Arab Periode Produksi pada Suhu Kandang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Sri Darwati, M.Si.
Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S.
Ayam Arab merupakan salah satu jenis unggas yang potensial dikembangkan untuk sumber protein hewani di Indonesia, mengingat ternak ini memiliki potensi sebagai ayam petelur unggul dan memiliki karakteristik telur yang menyerupai ayam lokal dan kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi dengan lingkungan Indonesia yang beriklim tropis. Produktivitas suatu ternak tergantung pada faktor genetik dan lingkungan, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui polimorfisme protein hemoglobin darah ayam Arab, kaitan pita hemoglobin dengan produksi telur, produksi telur pada suhu lingkungan kandang yang berbeda, serta produksi telur pada jarak antar tulang pubis yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik eksternal telur yang dihasilkan oleh ayam Arab.
Penelitian ini dilaksanakan di kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas untuk pemeliharaan ayam, pengumpulan telur dan pengambilan darah, sedangkan analisis darah dilaksanakan di Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak yang digunakan adalah ayam Arab betina dewasa sebanyak 30 ekor yang terdiri dari 22 ekor ayam Arab Golden dan 8 ekor ayam ArabSilver. Seluruh ayam Arab ini dikelompokan pada kandang dengan suhu yang berbeda, yaitu suhu lingkungan sekitar 25 oC (21-29 oC) dan suhu panas sekitar 30 oC (24-32 oC), serta jarak tulang pubis yang berbeda, yaitu lebar, sedang dan sempit. Metode elektroforesis secara vertikal dengan gel akrilamid digunakan dalam menganalisis pola pita protein hemoglobin. Peubah yang diamati adalah produksi telur dan kualitas eksternal telur selama 20 hari, serta pengaruh dari tipe hemoglobin darah terhadap karakteristik produksi telur.
Hasil analisis protein darah menunjukkan bahwa lokus hemoglobin bersifat polimorfik. Lokus hemoglobin dikontrol oleh 2 alel, yaitu HbA dan HbB sehingga kombinasinya diperoleh tiga macam genotipe (HbAA, HbAB, dan HbBB), namun pada penelitian ini genotipe HbBB tidak muncul. Alel A (α 1) meningkatkan produksi telur (1,44), sedangkan Alel B (α 2) berpengaruh terhadap penurunan produksi telur (3,36). Jenis Ayam Arab (Silver dan Golden) tidak mempengaruhi rataan produksi telur ayam Arab, namun mempengaruhi rataan bobot telur. Rataan bobot telur ayam Arab Silverlebih tinggi dibandingkan ayam Arab Golden. Suhu kandang (± 25 oC dan ± 30 oC) tidak mempengaruhi rataan produksi dan bobot telur ayam Arab. Jarak antar tulang pubis mempengaruhi produksi telur. Semakin lebar jarak antar tulang pubis, semakin tinggi produksi telur. Kualitas eksternal telur ayam Arab (keutuhan kerabang) pada suhu lingkungan (± 25oC) lebih baik dibandingkan pada suhu panas (± 30 oC). Polimorfisme protein hemoglobin dapat digunakan untuk pendekatan seleksi secara biomolekuler dalam pemilihan ayam Arab yang berproduksi tinggi.
ABSTRACT
Study of Blood Protein Hemoglobin Polymorphism of Arab Laying Hens in Different Environmental Temperatures
Dewi, G. C.1), S. Darwati2), dan H. S. Iman Rahayu3)
The aim of this research was to study the effect of hemoglobin loci towards the characteristics of egg productivity of Arab laying hens through blood protein polymorphism analysis by electrophoresis method. Thirty Arab laying hens (consist of 22 Arab hens Silver and 8 Arab hens Golden) kept in a batteray-pen were used in this research. Whole chickens are grouped in cages with a different temperature, i.e. about 25oC ambient temperature (21-29oC) and hot temperatures around 30oC (24-32oC), as well as different distances pubic bone, which is wide, medium and narrow. Individual egg production was recorded until period of 20 days. Blood samples taken from the wing vein and vertical electrophoresis method with acrylamide gel used to analyze the pattern of protein bands of hemoglobin.
The result of blood protein analysis identified that the hemoglobin locus was polymorphic and consist of 2 alleles forming 3 genotipes (HbAA, HbAB and HbBB), but in this study did not find HbBB gene. Gene A (α 1) influenced genetically to increase egg production (1.44), whereas gene B (α 2) effected on decrease of egg production (3.36). Type of Arab chicken (Silver and Golden) did not affect the average egg production, but affect the average weight of egg. There was no effect of environmental temperature on the average egg production and weight of egg. The distance between the pubic bone affect the potential for egg production. Widening the distance between the pubic bone will increase egg production. External quality chicken eggs (eggshell integrity) at environment temperature (± 25oC) is better than at hot temperatures (± 30 oC). Hemoglobin protein polymorphism can be used for biomolecular selection approach in the selection of high producing Arab hens.
STUDI POLIMORFISME PROTEIN HEMOGLOBIN DARAH
AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI PADA
SUHU KANDANG BERBEDA
GINA CITRA DEWI D14070192
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : Studi Polimorfisme Protein Hemoglobin Darah Ayam Arab Periode Produksi pada Suhu Kandang Berbeda
Nama : Gina Citra Dewi
NIM : D14070192
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Ir. Sri Darwati, M.Si. NIP. 19631003 198903 2 001
Pembimbing Anggota,
Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S., M.S. NIP. 19590421 198403 2 002
Mengetahui: Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 26 Januari 1990. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Ir. Agus Dwitiyandi Gozali, M.Sc dan Nia Selvinia Gozali.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan Rahman dan Rahim-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi tauladan dalam menjalani hidup ini. Skripsi yang berjudul Studi Polimorfisme Protein Hemoglobin Darah Ayam Arab Periode Produksi pada Suhu Kandang Berbeda disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui polimorfisme protein hemoglobin darah ayam Arab, kaitan pita hemoglobin dengan produksi telur, produksi telur pada suhu lingkungan kandang yang berbeda, serta produksi telur pada jarak antar tulang pubis yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik eksternal telur yang dihasilkan oleh ayam Arab. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ditujukan sebagai informasi awal untuk penelitian mengenai polimorfisme protein plasma darah ayam Arab dan kaitannya terhadap produksi telur selanjutnya, guna mendapatkan ternak ayam Arab dengan produktivitas yang lebih baik.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi sehingga kritik dan saran diperlukan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.
Bogor, Juli 2011
DAFTAR ISI
Polimorfisme Protein Darah Hemoglobin ... 8
METODE ... 9
Lokasi dan Waktu ... 9
Materi ... 9
Prosedur ... 10
Persiapan Kandang dan Pemeliharaan ... 10
Produksi Telur 11 Pengamatan Kualitas Eksternal Telur ... 12
Pengambilan dan Persiapan Sampel Darah ... 12
Teknik Elektroforesis ... 13
Pembuatan Campuran Larutan Kimia untuk Elektroforesis ... 13
Pembuatan Gel Elektroforesis ... 14
Penetesan Sampel dan Running ... 14
Teknik Pewarnaan dan Pencucian ... 15
Analisis Data 16
Analisis Deskriptif ... 16
Analisis dengan Uji t ... 17
Frekuensi Alel ... 17
Frekuensi Genotipe ... 18
Heterozigositas ... 18
Efek Gen ... 18
Nilai Pemuliaan ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
Polimorfisme Protein Darah Hemoglobin ... 20
Hubungan Tipe Hemoglobin dengan Produksi Telur ... 22
Produksi Telur ... 24
Kualitas Eksternal Telur ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
Kesimpulan ... 31
Saran ... 31
UCAPAN TERIMA KASIH ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Performa Produksi Telur Ayam Arab ... 5
2. Kandungan Nutrien Pakan Ayam Arab ... 10
3. Frekuensi Alel, Frekuensi Genotipe, dan Nilai Heterozigositas
pada Lokus Hemoglobin ... 21 4. Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Hemoglobin serta
Efek Gen Terhadap Produksi Telur ... 22 5. Nilai Pemuliaan dan Pengaruh Ragam Genetik, Aditif serta
Dominan pada Lokus Hemoglobin Terhadap Produksi Telur
Ayam Arab ... 23 6. Rataan Produksi dan Bobot Telur Ayam Arab Silver dan
Golden ... 24 7. Rataan Produksi dan Bobot Telur Ayam Arab pada Suhu
Kandang Berbeda ... 25 8. Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Jarak Tulang Pubis
Berbeda ... 26 9. Kualitas Eksternal Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang
Berbeda ... 27 10. Rataan Indeks dan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Ayam ArabSilver Jantan (Kiri) dan Ayam ArabGoldenBetina
(Kanan) ... 4
2. Skema Pengambilan Data Penelitian ... 11
3. Proses Pencucian Sel Darah Merah ... 13
4. Skema Proses Elektroforesis (PAGE) ... 16
5. Tipe Fenotipe Hemoglobin pada Ayam Kampung, Ayam Bangkok, dan Ayam Pelung ... 17
6. Contoh Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Teknik PAGE ... 20
7. Rekonstruksi Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Teknik PAGE ... 20
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Perhitungan Frekuensi Alel pada Lokus Hemoglobin ... 37
2. Perhitungan Frekuensi Genotipe pada Lokus Hemoglobin ... 37
3. Perhitungan Nilai Heterozigositas pada Lokus Hemoglobin ... 37
4. Perhitungan Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Hemoglobin ... 38 5. PerhitunganPoint of Origin (O)danGenotypic Value ... 38 6. Perhitungan Nilai Tengah Genotipe (m) dan Nilai Tengah Nyata
(M) ... 39 7. Perhitungan Nilai Efek Gen terhadap Produksi Telur ... 39
8. Perhitungan Nilai Pemuliaan dan Pengaruh Ragam Genetik, Aditif serta Dominan pada Lokus Hemoglobin Terhadap Produksi Telur Ayam Arab ... 40 9. Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab Silver dengan Ayam
ArabGolden ... 41 10. Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab Silver dengan Ayam Arab
Golden ... 41 11. Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang
Berbeda ... 41 12. Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang
Berbeda ... 42 13. Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Jarak Pubis
Berbeda ... 42 14. Perhitungan Persentase Kualitas Eksternal Telur Ayam Arab pada
Suhu Kandang Berbeda ... 43 15. Uji t Rataan Indeks Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang
Berbeda ... 44 16. Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam Arab merupakan salah satu jenis unggas yang potensial dikembangkan untuk sumber protein hewani di Indonesia, mengingat ternak ini memiliki potensi sebagai ayam petelur unggul dan memiliki karakteristik telur yang menyerupai ayam lokal. Selain itu, ayam Arab memiliki kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi dengan lingkungan Indonesia yang beriklim tropis. Produktivitas suatu ternak tergantung pada faktor genetik dan lingkungan. Pendekatan genetik merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam memperbaiki mutu bibit ayam Arab yang ada di lapangan, karena perbaikan secara genetik cenderung memberikan dampak yang lebih permanen. Salah satu pendekatan yang dapat ditempuh untuk mengeksplorasi faktor genetik adalah melalui analisis pola protein darah hemoglobin dengan metode Polyacrylamid Gel Electrophoresis (PAGE) secara vertikal, yaitu suatu cara analisis kimia yang didasarkan pada gerakan molekul bermuatan di dalam medan listrik yang dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, besar muatan, dan sifat kimia dari molekul.
Tingkat produktivitas ternak baik bobot badan maupun jumlah telur yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengidentifikasi tipe hemoglobin. Hal ini dapat dilakukan karena protein yang terdapat dalam darah merupakan protein fungsional produk ekspresi gen-gen yang tersusun dari DNA (Kimbal, 1994). Pirchner (1981) menyatakan bahwa gen-gen yang mengontrol golongan darah pada ternak unggas berpengaruh terhadap performans sifat tertentu. Pada puyuh telah ditemukan adanya hubungan tipe hemoglobin dengan bobot badan melalui penelitian Maeda et al. (1973). Polimorfisme protein hemoglobin dapat digunakan untuk pendekatan seleksi produksi telur pada unggas air yaitu itik Tegal (Ismoyowati, 2008). Oleh sebab itu, diperlukan informasi mengenai keragaman tipe hemoglobin pada ayam Arab dan mengidentifikasi kemungkinan adanya hubungan antara tipe hemoglobin dengan produksi telur.
penting dalam pengelolaan kandang adalah penentuan suhu lingkungan kandang yang tepat bagi setiap ekor ayam. Suhu lingkungan yang sesuai akan meningkatkan produksi telur ayam karena sifat genetik akan muncul secara optimal bila diberikan lingkungan yang optimal pula. Suhu yang terlalu tinggi akan menurunkan produksi telur. Bukan hanya penurunan produktivitas ayam, stres juga mengakibatkan melemahnya sistem kekebalan tubuh ayam bahkan dapat menyebabkan kematian. Interaksi yang baik antara faktor genetik dan faktor lingkungan akan mendukung penampilan fenotipe yang baik pula pada suatu ternak.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Asal Usul
Beberapa ayam lokal petelur unggul Eropa, antara lain Bresse di Prancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels adalah jenis ayam lokal petelur introduksi yang paling dikenal di Indonesia. Ayam berjengger tunggal ini ditemukan dan diternakkan pertama kali oleh Ulysses Aldrovandi (1522-1605) di Bologna, Italia. Ayam bernama latinGallus turcicus ini sejak tahun 1599 diberi nama Braekels (Sulandari et al., 2007). Ayam Arab merupakan keturunan ayam Braekel kriel silver. Ayam Arab yang banyak diternakkan di Indonesia merupakan hasil persilangan dengan berbagai jenis ayam, baik ayam lokal maupun ayam ras (Nataamijayaet al., 2003).
Ayam Arab pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bapak Suwarno yang pulang dari ibadah haji di Arab Saudi dengan cara membawa delapan butir telur tetas yang kemudian ditetaskan dan dikembangkan di daerah Batu, Malang, Jawa Timur. Ayam tersebut dibesarkan dan diumbar di pekarangan rumahnya, sehingga ada yang kawin dengan ayam lokal. Produksi telur dari hasil perkawinan silang dengan ayam Arab lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam lokal lainnya (Sulandari et al., 2007). Berbagai alasan muncul berkaitan dengan asal-usul penamaan ayam Arab, selain karena awalnya dibawa dari kepulangan ibadah haji dari tanah Arab, juga karena pejantan memiliki libido (keinginan kawin) yang tinggi dan ayam betinanya memiliki bulu dari kepala sampai leher membentuk jilbab apabila dilihat dari jauh (Nataliaet al.,2005).
Karakteristik
Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa kedua jenis ayam Arab ini memiliki lingkar mata, kulit, shank, dan paruh berwarna hitam. Bobot badan jantan dewasa sekitar 1,4-2,3 kg dan betina sekitar 0,9-1,8 kg pada ayam Arab Silver sedangkan pada ayam ArabGoldenbobot badan jantan dewasa sekitar 1,4-2,1 kg dan betina sekitar 1,1-1,6 kg. Selain itu, menurut Nataamijaya et al. (2003) ayam Arab memiliki sifat kualitatif antara lain berjengger tunggal (single) dan berwarna merah, pial berwarna merah, memiliki warna bulu seragam dengan warna dasar hitam dihiasi dengan warna putih di daerah kepala, leher, dada, punggung dan sayap serta berwarna putih pada paruh, kulit dan sisik kaki. Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa ayam Arab adalah ayam tipe ringan karena rataan bobot badan dewasa adalah 2.035,60±115,74 g pada jantan dan 1.324,70±106,47 g pada betina. Karakteristik ayam Arab Silver betina dan ayam Arab Golden betina dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ayam ArabSilverBetina (Kiri) dan Ayam ArabGoldenBetina (Kanan)
Kualitas Eksternal Telur
Tabel 1. Performa Produksi Telur Ayam Arab
Variabel Performa
Produksi telur per 6 bulan periode (%) 51,41±4,61
Bobot telur (g) 34,24±1,38
Fertilitas (%) 69,17±4,25
Daya tetas (%) 74,14±5,16
Warna kerabang telur Putih
Umur pertama bertelur (hari) 168,52±3,20
Bobot telur periode awal (g) 27,10±1,61
Indeks telur 0,76±0,04
Sumber: Nataamijayaet al.(2003)
Natalia et al.(2005) menyatakan bahwa ayam Arab memiliki produksi telur yang tinggi yaitu mencapai 190-250 butir per tahun dengan berat telur 42,3 g/butir. Kuning telur lebih besar volumenya, mencapai 53,2% dari total berat telur. Warna kerabang sangat bervariasi yakni putih, kekuningan dan cokelat. Warna kulit yang kehitaman dengan daging yang lebih tipis dibanding ayam Kampung menyebabkan ayam Arab jarang dimanfaatkan sebagai pedaging.
Protein Darah
Hemoglobin
Sel darah merah atau eritrosit (bahasa Yunani: eritro=merah, sit= sel) adalah sel-sel yang diameter rata-ratanya sebesar 7,5 μ dengan spesialisasi untuk
pengangkutan oksigen sel-sel ini merupakan cakram (disk) yang bikonkaf dengan pinggiran sirkuler yang tebalnya 1,5 µ dan pusatnya yang tipis. Cakram bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintasi membram sel (Frandson, 1992). Eritrosit mengandung hemoglobin, pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah yang merupakan senyawa protein, yaitu sekitar 30% volume darah ayam jantan muda atau betina yang sedang bertelur dan sampai 40% pada ayam jantan dewasa (Card dan Nesheim, 1973). Adanya hemoglobin di dalam eritrosit memungkinkan timbulnya kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta menjadi penyebab timbulnya warna merah pada darah. Hemoglobin merupakan suatu senyawa organik yang kompleks yang terdiri dari empat pigmen porfirin merah (heme), masing-masing mengandung atom besi ditambah globin, yang merupakan protein globular yang terdiri dari empat rantai asam-asam amino (Frandson, 1992).
Guyton (1976) menyatakan bahwa hemoglobin merupakan 90% dari bobot kering eritrosit. Hemoglobin berfungsi sebagai pigmen respirasi darah dan sebagai sistem buffer intrinsik dalam darah. Oksigen dari kapiler paru-paru diikat dan dilepas ke jaringan oleh atom besi. Satu gram hemoglobin dapat membawa 1,34 ml oksigen pada suhu 0 oC dan tekanan 760 nm. Hemoglobin sebelum mengikat oksigen berwarna merah keunguan dan setelah berikatan dengan oksigen menjadi oksihemoglobin berwarna merah cerah.
Elektroforesis
pemisahan dari molekul yang terlihat sebagai pita di dalam pelarut. Elektroforesis
daerah menggunakan suatu bahan padat sebagai media penunjang dan berisi larutan
penyangga. Sampel yang akan dianalisis diletakkan pada media penunjang tersebut
dalam bentuk titik atau pita tipis.
Teknik elektroforesis gel poliakrilamida telah dikembangkan sejak tahun
1959, menurut Ogita dan Markert (1979) terbukti merupakan metode yang berguna
dan berkekuatan untuk memisahkan protein-protein dan asam-asam nukleat. Metode
ini relatif sederhana dan murah serta kini masih umum digunakan. Penelitian
Tjahjaningsih (1991) dengan menggunakan teknik gel poliakrilamida pada plasma
darah, yaitu albumin dan transferin menghasilkan jumlah pita yang lebih banyak dan
pola yang lebih bervariasi jika dibandingkan teknik gel pati.
Polimorfisme Protein Darah
Nicholas (1987) menerangkan bahwa studi polimorfisme protein merupakan
studi yang mempelajari karakteristik kimiawi berbagai protein. Perbedaan bentuk
setiap protein darah dapat dideteksi dengan membedakan kecepatan gerakannya
dalam elektroforesis gel. Molekul yang bermuatan lebih besar akan bergerak lebih
cepat dan lebih jauh dalam satuan waktu yang sama. Studi polimorfisme
menggunakan teknik-teknik elektroforesis dalam penganalisaannya. Elektroforesis
tidak hanya digunakan untuk mendeteksi variasi alel gen suatu individu, tetapi dapat
pula digunakan untuk menduga variasi genetik dalam populasi.
Warwick et al. (1990) menyatakan bahwa kebanyakan dari polimorfisme protein darah diatur secara genetik oleh pasangan atau rangkaian alel kodominan.
Sejumlah besar perbedaan yang diatur secara genetik ditemukan dalam globulin
(transferin), albumin, enzim-enzim darah, dan hemoglobin. Perbedaan-perbedaan
tersebut menurutnya ditentukan dengan prosedur biokimia antara lain elektroforesis.
Secara genetik polimorfisme berguna dalam membantu penentuan asal-usul,
menyusun hubungan filogenetis antara spesies-spesies dan bangsa-bangsa atau
kelompok-kelompok dalam spesies. Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam
usaha menentukan hubungan antara perbedaan biologis atau polimorfisme dengan
sifat-sifat produksi dari hewan-hewan pertanian. Apabila keeratan hubungan itu
dapat ditemukan dan merupakan sifat khas dari seluruh populasi, maka dapat
Polimorfisme Protein Darah Hemoglobin
Polimorfisme protein hemoglobin berkaitan dengan perbedaan asam amino
penyusun protein globin yang terletak pada jumlah asam amino residu (Stevens,
1991). Protein darah dihasilkan melalui proses transkripsi DNA (asam
dioksiribonukleat) dan translasi RNA (asam ribonukleat). Susunan asam amino dan
jumlah protein dalam darah sangat ditentukan oleh gen-gen yang mengkodenya
(Frandson, 1992). Mekanisme sintesa protein hemoglobin diturunkan dari tetua
kepada keturunannya yang diatur secara genetis dan berhubungan dengan
penggolongan jenis hemoglobin seperti pada manusia (Harper et al., 1984). Hemoglobin berhubungan dengan golongan darah karena penggolongan darah
dilakukan berdasarkan perbedaan antigen pada sel darah merah atau eritrosit dan
eritrosit berhubungan dengan hemoglobin (Stevens, 1991).
Hasil elektroforesis pada penelitian Johari et al. (2008) menunjukkan bahwa hemoglobin terletak pada kisaran berat molekul 66.000 dalton. Hasil pengamatan
pita protein menunjukkan bahwa lokus hemoglobin dikontrol oleh 2 alel, yaitu HbA
dan HbB. Frekuensi gen pada alel HbA ayam Kedu bulu hitam daging hitam (HH)
adalah 0,9; sedangkan bulu hitam daging putih (HP) dan bulu putih daging putih (PP)
masing-masing 1,0. Frekuensi gen pada alel HbB ayam Kedu HH sebesar 0,1;
sementara itu HP dan PP sebesar 0 atau tidak memiliki alel HbB. Hasil perhitungan
total frekuensi gen alel HbAadalah 0,967, sedangkan alel HbBsebesar 0,033.
Lokus protein hemoglobin pada itik Tegal diperoleh tiga alel yang
kombinasinya membentuk enam macam genotipe, yaitu HbAA, HbAB, HbAC, HbBB,
HbBC dan HbCC dengan frekuensi alel masing-masing yaitu 0,40; 0,45; dan 0,15.
Genotipe HbAA memiliki potensi produksi telur tertinggi dibandingkan genotipe
lainnya (Ismoyowati, 2008). Produksi telur merupakan hasil dari aksi gen dalam
jumlah yang besar melalui proses biokimia yang dikontrol oleh beberapa anatomi
dan fisiologi dalam tubuh dengan tidak mengesampingkan kondisi lingkungan sekitar
(nutrisi, pencahayaan, suhu, air, dan bebas dari penyakit). Beberapa gen yang
mengontrol semua proses yang berhubungan dengan produksi telur mengikuti
METODE
Lokasi dan Waktu
Pemeliharaan ayam, pengumpulan telur dan pengambilan darah dilaksanakan
di kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas,
sedangkan analisis darah dilaksanakan di Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai bulan
Januari 2011.
Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam Arab betina dewasa
sebanyak 30 ekor terdiri dari 22 ekor ayam Arab Golden dan 8 ekor ayam Arab
Silver. Seluruh ayam Arab ini merupakan hasil seleksi dari 134 ekor dan telah memasuki masa produksi. Ayam Arab diseleksi dan dikelompokkan berdasarkan
ukuran jarak tulang pubis, yaitu ukuran jarak tulang pubis lebar antara 3-4 jari orang
dewasa (3,46-4,33 cm), sedang antara 2-2,5 jari orang dewasa (2,30-2,86 cm) dan
sempit antara 1-2 jari orang dewasa (1,07-2,30 cm). Bahan yang digunakan untuk
pemeliharaan ayam Arab yaitu pakan, vitamin, vaksin dan air minum. Pakan yang
digunakan yaitu pakan komplit ayam petelur dewasa umur 19 minggu produksi 65%
dengan merk dagang Gold Coin 105-M. Kandungan nutrien pakan disajikan pada
Tabel 2. Bahan yang digunakan untuk persiapan sampel darah adalah EDTA,
alkohol 70% dan larutan garam natrium fisiologis 0,9%. Bahan yang digunakan
untuk analisis protein hemoglobin darah adalah akrilamid, N,N’-Metilen-diakrilamid
(C7H10N), gliserin, Tris (Hidroksimetil)-aminometan, HCl 1N, amonium peroksodisulfat, temed (N,N,N’N’-Tetrameliletilen-diamin), glisin, brompenol blue, asam trikloroacetic, metanol, asam asetat,Ponceau S., dan aquadestilata.
Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan selama pencatatan produksi
telur yaitu kandang individu berukuran 30x20x25 cm, tempat pakan, tempat minum,
dan termometer. Peralatan yang digunakan untuk pengamatan kualitas eksternal
telur adalah lembar data, alat tulis, jangka sorong, timbangan analitik, dan alat
hitung. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan dan persiapan sampel darah
(centrifuge 5415 R), dan lemari pendingin. Adapun peralatan yang digunakan dalam
analisis hemoglobin adalah timbangan analitik Sartorius Universal model U4800P,
gelas ukur, cawan petri, spatula,magnetic strirrer,gelas erlenmeyer, pipet Hamilton 2,5 μ l, tip, oven, inkubator, sarung tangan karet dan seperangkat alat elektroforesis
yang terdiri dari cetakan gel, bak,voltage/current regulator Kayagaki model PS-300 danvoltage regulatormodel EC-458.
Tabel 2. Kandungan Nutrien Pakan Ayam Arab
Nutrien Persentase (%)
Kadar Air 13
Protein Kasar 16-18
Serat Kasar 6
Lemak 3
Abu 14
Phosfor 0,6-1,0
Kalsium 3,0-4,2
Sumber :PT Gold Coin Indonesia (2010)
Prosedur
Persiapan Kandang dan Pemeliharaan
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan
meliputi pembersihan, pengapuran dan penyemprotan desinfektan ke seluruh bagian
kandang. Kandang individu dipersiapkan untuk masing-masing ayam Arab.
Penentuan letak kandang masing-masing ayam Arab dilakukan secara acak dan
untuk memudahkan pencatatan masing-masing kandang individu diberi tanda sesuai
dengan perlakuan yang diberikan. Perlakuan suhu kandang yang diberikan selama
pemeliharaan dibedakan berdasarkan suhu kandang, yaitu kandang dengan suhu
lingkungan sekitar 25 oC (21-29 oC) dan kandang dengan suhu panas sekitar 30 oC (24-32 oC). Kandang dengan suhu lingkungan (± 25 oC) terdiri dari 15 ekor ayam Arab Golden (3 ekor dengan jarak tulang pubis lebar, 6 ekor dengan jarak tulang pubis sedang, dan 6 ekor dengan jarak tulang pubis sempit) dan 5 ekor ayam Arab
dengan jarak tulang pubis sedang, dan 2 ekor dengan jarak tulang pubis sempit) dan
3 ekor ayam arabSilver( 1 ekor dengan jarak tulang pubis lebar, 1 ekor dengan jarak tulang pubis sedang dan 1 ekor dengan jarak tulang pubis sempit). Pakan dan minum
diberikan ad libitum. Pengumpulan telur dilakukan setiap pagi dan sore hari dan dicatat secara individual selama 20 hari. Skema pengambilan data penelitian dapat
dilihat lebih jelas pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema Pengambilan Data Penelitian
Produksi Telur
Telur yang dihasilkan oleh ayam Arab dianalisis menggunakan uji t
berdasarkan jenis ayam Arab (SilverdanGolden), perbedaan jarak antar tulang pubis (lebar, sedang, dan sempit), dan perbedaan suhu kandang (suhu lingkungan ± 25oC dan suhu panas ± 30oC). Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis ayam
Arab terhadap produksi telur, pengaruh jarak antar tulang pubis yang berbeda
terhadap produksi telur, dan pengaruh suhu kandang yang berbeda terhadap produksi
telur. Elektroforesis protein hemoglobin dilakukan pada 30 sampel darah ayam
Arab. Hasil elektroforesis ini dianalisis dan kemudian dikaitkan dengan produksi
telur yang dianalisis secara deskriptif berdasarkan pola protein hemoglobin yang
muncul.
Pengamatan Kualitas Eksternal Telur
Pengamatan kualitas eksternal dilakukan pada setiap telur yang dikumpulkan
selama 20 hari. Pengamatan ini mencakup ukuran telur, indeks telur, dan tampilan
telur. Ukuran telur yang meliputi panjang dan lebar telur dengan menggunakan
jangka sorong. Indeks telur dihitung dari perbandingan antara lebar dan panjang
telur. Tampilan telur meliputi bentuk telur, warna kerabang, permukaan dan
kebersihan kerabang, serta keutuhan telur yang dilihat dari eksterior. Hasil
pengamatan kemudian dicatat dalam tabel pengamatan dan kemudian dilanjutkan
dengan analisis data.
Pengambilan dan Persiapan Sampel Darah
Sampel darah diambil dari pembuluh vena bagian dalam sayap
masing-masing individu ayam sebanyak 2 ml dengan menggunakan alat suntik (spuit)
kemudian dimasukkan ke dalam tabung sampel yang telah berisi EDTA sebagai anti
koagulan. Setelah itu tabung sampel dimasukkan ke dalam termos es yang berisi es.
Darah ini kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit untuk
memisahkan plasma dengan butir-butir eritrosit. Plasma darah yang telah terpisah
dari sel darah merah diambil dengan menggunakan pipet.
Pencucian sel darah merah dilakukan berdasarkan metode yang dilakukan
oleh Sutopo et al. (2001) dengan modifikasi, yaitu dengan menambahkan larutan NaCl 0,9% sebanyak 1 ml ke dalam sel darah merah yang telah dipisahkan dari
plasma dan dihomogenkan. Selanjutnya disentrifugasi kembali dengan kecepatan
8000 rpm selama 5 menit. Proses pencucian dilakukan tiga kali berturut-turut.
Setelah proses pencucian, sel darah merah disimpan pada suhu 4 oC sampai dilakukan pemisahan protein. Proses pencucian sel darah merah dapat dilihat lebih
Gambar 3. Proses Persiapan Sampel Darah (Modifikasi: Sutopoet al.,2001)
Teknik Elektroforesis
Sel darah merah kemudian dianalisis menggunakan metode PAGE
(Polyacrilamide Gel Electrophoresis) yang dipasang secara vertikal menurut metode
Ogita dan Markert (1979). Pita-pita hasil elektoforesis yang diamati adalah
hemoglobin (Hb). Bahan yang digunakan terdiri atas bahan larutan gel pemisah dan
larutan gel penggertak. Komposisi bahan untuk larutan gel pemisah dan larutan gel
penggertak berdasarkan petunjuk Gahneet al. (1977).
Pembuatan Campuran Larutan Kimia untuk Elektroforesis Bahan gel pemisah (I):
Bahan IA: akrilamid 39 g, bis 1 g, gliserin 20 ml, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IB: tris 9,15 g, HCl 1N 3 ml ditambah H2O sampai 100 ml.
Bahan IC: amonium peroksodisulfat 0,2 g, ditambah H2O sampai 100 ml.
Bahan ID: temed 0,4 ml ditambah H2O sampai 100 ml.
Bahan gel penggertak (II):
Bahan IIA: akrilamid 38 g, bis 2 g, gliserin 20 ml, ditambah H2O sampai 100 ml. 2 ml darah ayam dalam tabung
Dihomogenkan
Buang bagian supernatan
+ NaCl fisiologis ± 1 ml
Simpan pada suhu 4oC
centrifuge8000 rpm, 5min Bagian endapan (sel darah merah)
Bahan IIB: tris 1,5 g, HCl 1N 1 ml ditambah H2O sampai 100 ml.
Bahan IIC: amonium peroksodisulfat 0,4 g, ditambah H2O sampai 100 ml.
Bahan IID: temed 0,2 ml ditambah H2O sampai 100 ml.
Bahan penyangga elektrode (IIIA):
Tris 1,5 g, glisin 7,2 g, ditambah H2O sampai 1000 ml.
Bahan indikator contoh (IVA):
Tris HCl 0,5 M penyangga pH 6,8 25 ml dilarutkan dalam 40 ml gliserin,
bromphenol blue0,01% 20 ml dan H2O 15 ml. Bahan Pewarna:
Untuk penentuan protein hemoglobin digunakan Trichloroacetic acid 5% dan Ponceau S0,5% dalam H2O
Bahan pencuci:
H2O 800 ml, metanol 150 ml dan asam asetat 50 ml.
Pembuatan Gel Elektroforesis
Gel elektroforesis terdiri dari dua larutan yaitu larutan gel pemisah dan
penggertak. Larutan gel pemisah untuk analisis sel darah merah dibuat 8% akrilamid
dengan mencampurkan larutan IA, IB, IC, ID dan H2O masing-masing sebanyak 4; 5; 5; 2,5; dan 3,5 ml. Larutan gel pemisah tersebut dimasukkan ke dalam cetakan gel
yang terdiri dari dua lempengan kaca yang telah diberi pembatas untai silinder
plastik dan dijepit. Larutan dimasukkan dengan pipet sampai ketinggian tertentu
untuk menyisakan ruang gel penggertak. Larutan gel penggertak untuk analisis sel
darah merah merupakan larutan dengan persentase gel 5% yang dibuat dengan cara
mencampurkan larutan IIA, IIB, IIC, IID, dan H2O masing-masing sebanyak 1,25; 2,5; 2,5; 12,5; dan 2,5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan gel setelah gel
pemisah terbentuk sampai ujung bagian atas kaca yang membentuk lengkungan dan
dimasukkan sisir sebagai pencetak tempat sampel sebelum gel membeku.
Penetesan Sampel danRunning
Alat elektroforesis disiapkan, slab dipasang pada bak yang telah diberi larutan
elektrode diisi pada bak bagian atas hingga masuk ke dalam celah-celah wadah
tersebut. Sampel darah yang sudah siap dibiarkan mencair terlebih dahulu kemudian
dimasukkan ke dalam tempat sampel dalam gel dengan menggunakan pipet Hamilton
yang sebelumnya dicampur dengan larutan indikator (larutan IVA) pada
lubang-lubangcooke microtiter. Sampel sel darah merah sebanyak 2,5 μ l dicampur dengan larutan indikator sebanyak 2,5 μ l. Alat elektroforesis tersebut dihubungkan dengan
Voltage/Current regulator dengan arus 15-35 mA (constant current), tegangan 100 volt dengan wakturunningselama satu jam.
Teknik Pewarnaan dan Pencucian
Setelah running selesai, slab dipindahkan dari alat elektroforesis, gel dilepaskan dari kaca dan dimasukkan ke dalam larutan pewarna selama 15 menit,
untuk mencegah penguapan selama pewarnaan, wadah berisi gel ditutup dengan
kertas aluminium. Larutan pewarna diganti dengan larutan pencuci. Apabila bagian
gel yang tidak mengandung darah masih belum kembali bening, larutan pencuci
harus diganti lagi hingga pola hemoglobin terlihat jelas. Proses elektroforesis secara
skematis dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema Proses Elektroforesis (PAGE) (Modifikasi: Ogita dan Markert, 1979) Persiapan Elektroforesis
Persiapan Sampel Darah Pembuatan Gel Akrilamid -RunningGel -StackingGel Pembuatan Buffer
“Dropping” Sampel
Proses Elektroforesis
Pewarnaan
Pencucian
Analisis Hasil Elektroforesis
Analisis pola pita lokus hemoglobin pada ayam Arab, diilustrasikan seperti
pada Gambar 5 yang mengacu pada penelitian mengenai studi banding karakteristik
tipe hemoglobin darah ayam Kampung, ayam Bangkok dan ayam Pelung, dan
hubungannya dengan bobot badan oleh Prihantina (1992).
Gambar 5. Tipe Fenotipe Hemoglobin pada Ayam Kampung, Ayam Bangkok, dan Ayam Pelung
(Sumber: Prihantina, 1992)
Hasil elektroforesis dalam penentuan pita protein pada lokus Hb diperoleh
dengan migrasi sel darah merah daerah mayor dengan mobilitas yang lambat dan
daerah minor dengan mobilitas yang cepat. Tipe HbAA memiliki pita mayor dan hanya memiliki satu pita minor (m1). Tipe HbAB memiliki pita mayor dan dua pita minor (m1 dan m2). Tipe HbBB memiliki pita mayor dan satu pita minor (m2). Tipe HbABXmemiliki pita mayor dan tiga pita minor (m1, m2, dan m3). Pola hemoglobin yang telah didapat dikaitkan dengan produksi telur.
Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif ditujukan untuk menghitung rataan produksi telur pada
masing-masing kandang yang diberi perlakuan suhu. Analisis ini dilakukan dengan
menghitung nilai rataan (X), simpangan baku (Sb) dan koefisien keragaman (KK)
dengan prosedur statistik sebagai berikut (Gaspersz, 1992) :
X = Sb = ( ) KK(%) = × 100%
Keterangan : X = rataan
Sb = simpangan baku
X = ukuran ke-i peubah ke-X
n = jumlah individu
KK = koefisien keragaman
Analisis dengan Uji t
Data hasil penelitian dianalisis dengan Uji t untuk melihat perbedaan rataan
produksi telur ayam Arab antar suhu dan jarak pubis. Uji t menurut Walpole (1995)
sebagai berikut :
t =(X X ) d S n1 +n1
Keterangan : t = nilai t hitung
X = rataan sampel kelompok 1
X = rataan sampel kelompok 2
Sp = simpangan baku
n1 = jumlah sampel kelompok 1
n2 = jumlah sampel kelompok 2
Frekuensi Alel
Frekuensi alel merupakan rasio relatif suatu alel terhadap keseluruhan alel pada
suatu lokus dalam populasi. Frekuensi alel dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut (Nei dan Kumar, 2000):
X 2 n + n
2N
Keterangan : Xi = frekuensi alel ke-i
nii = jumlah individu yang bergenotipe ii nij = jumlah individu yang bergenotipe ij
Frekuensi Genotipe
Frekuensi genotipe merupakan rasio dari jumlah suatu genotipe terhadap jumlah
populasi. Frekuensi genotipe dihitung menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000)
sebagai berikut:
X =n
N
Keterangan : Xii = frekuensi genotipe ke-ii
nii = jumlah individu yang bergenotipe ii N = jumlah individu yang diamati
Heterozigositas
Tingkat keragaman genetik dalam sebuah populasi diukur dengan rata-rata
keanekaragaman gen yang disebut dengan heterozigositas dengan rumus sebagai
berikut (Weir, 1996):
h = N
N
Keterangan : h = nilai heterozigositas
N1ij = jumlah individu heterozigot pada lokus ke-i
N = jumlah individu yang diamati
Efek Gen
Pengaruh masing-masing gen terhadap sifat produksi telur dihitung menurut
petunjuk Pirchner (1981) sebagai berikut:
= q[a + d(q p)]
= p[a + d(q p)]
Keterangan : α1 = efek gen A α2 = efek gen B a = nilai genotipe AA
d = nilai genotipe AB
p = frekuensi alel A
Nilai Pemuliaan
Nilai pemuliaan adalah nilai yang berhubungan dengan gen-gen yang dibawa
individu dan diwariskan kepada keturunannya. Nilai ini dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut (Pirchner, 1981):
AA = 2 = 2 (1 q)
AB = + = (1 2q)
BB = 2 = 2q
Keterangan : α1 = efek gen A α2 = efek gen B p = frekuensi alel A
H
analisis, pita protein dara
Gambar 6 dan 7.
merah pada daerah minor hasil elektroforesis.
ahwa hasil elektroforesis dalam penentuan pita
gan migrasi sel darah merah daerah mayor denga
minor dengan mobilitas yang cepat. Berda
rah yang diamati yaitu hemoglobin (Hb) disa
oh Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Teknik P
uksi Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Tekni
memperlihatkan lokus Hb dikontrol oleh 2 ale
dan HbBB. Komponen pita mayor dimiliki oleh setiap tipe. Komponen yang membedakan ketiga tipe tersebut adalah komponen pita minor yang dikandungnya.
Genotipe yang ditemukan pada penelitian ini adalah HbAA dan HbAB, sedangkan HbBBtidak ditemukan pada lokus hemoglobin ayam Arab. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit, sehingga genotipe HbBB tidak terwakili dalam penelitian ini. Hasil analisis frekuensi alel, frekuensi genotipe, dan nilai
heterozigositas pada lokus hemoglobin ayam Arab disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Frekuensi Alel, Frekuensi Genotipe, dan Nilai Heterozigositas pada Lokus Hemoglobin
Jenis Ayam Arab n Frekuensi Genotipe Frekuensi Alel Nilai Heterozigositas
AA AB BB A B
Silver 8 0,50 0,50 0 0,75 0,25 0,5
Golden 22 0,36 0,64 0 0,68 0,32 0,64
Total Ayam Arab* 30 0,4 0,6 0 0,70 0,30 0,6
Keterangan:*= dihitung dari seluruh ayam Arab penelitian tanpa dibedakan jenisnya
Frekuensi alel tertinggi pada lokus hemoglobin terdapat pada alel A baik pada
ayam Arab Silver, ayam Arab Golden, maupun total populasi keduanya pada penelitian ini. Johari et al. (2008) menemukan bahwa alel A mempunyai frekuensi tertinggi pada lokus Hb darah ayam Kedu bulu hitam daging hitam, bulu hitam
daging putih, dan bulu putih daging putih, yaitu masing-masing 0,9; 1; dan 1.
Frekuensi alel ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu seleksi, mutasi,
pencampuran populasi, silang dalam (inbreeding) dan silang luar (outbreeding), serta
genetic driftatau perubahan frekuensi alel yang mendadak (Noor, 2008).
Frekuensi genotipe tertinggi terdapat pada genotipe AB, jika dibandingkan
dengan genotipe AA, sehingga diperoleh nilai heterozigositas lokus hemoglobin
sebesar 0,6 (Tabel 3). Hal ini mencerminkan adanya polimorfik yang tinggi untuk
lokus hemoglobin pada ayam Arab yang disebabkan oleh perkawinan yang tidak
terkontrol, sehingga masih memungkinkan untuk dilakukannya seleksi pada populasi
tersebut. Menurut Baker dan Manwell (1986), bahwa tingginya heterozigositas
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain overdominan (heterosis positif),
perbedaan frekuensi gen antara jantan dan betina, perkawinan yang tidak terpilih
makin jauh hubungan kekerabatannya maka kemungkinan terjadinya inbreeding
makin kecil dan kemungkinan alel resesif yang dapat membawa cacat juga rendah.
Hubungan Tipe Hemoglobin dengan Produksi Telur
Produksi telur berdasarkan genotipe lokus hemoglobin serta efek gen
terhadap produksi telur disajikan pada Tabel 4. Rataan produksi telur pada ayam
Arab Golden dan juga pada total populasi keduanya menunjukkan bahwa genotipe AA mengekspresikan potensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe AB
yaitu 12 butir/ekor/20 hari, kecuali pada ayam Arab Silver yang menunjukkan genotipe AB mengekspresikan potensi yang sedikit lebih tinggi dibandingkan
genotipe AA (Tabel 4). Tingginya nilai produksi telur ayam Arab Silver dengan genotipe heterozigot HbABdibandingkan dengan produksi telur ayam yang memiliki genotipe homozigot HbAA diduga karena adanya interaksi gen yang bersifat over dominan, sehingga dalam keadaan heterozigot produksi telur ayam Arab lebih tinggi
daripada ayam dengan genotipe homozigot. Pirchner (1981) menyatakan sifat
kuantitatif dipengaruhi oleh banyak gen (poligenik), interaksi gen satu dengan yang
lainnya ada yang bersifat over dominan sehingga pemunculannya menekan pengaruh
gen yang lain.
Tabel 4. Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Hemoglobin serta Efek Gen Terhadap Produksi Telur Selama 20 Hari
Fenotipe
m (Nilai Tengah Genotipe) 5,19 3,47 3,66
M (Nilai Tengah Nyata) 10,69 9,47 9,66
Efek Gen
α 1 (A) 0,56 1,57 1,44
α 2 (B) -1,69 -3,35 -3,36
Berdasarkan hasil perhitungan efek atau pengaruh rata-rata gen diperoleh gen
A (α 1) yang berpengaruh secara genetik meningkatkan produksi telur, sedangkan gen
B (α 2) berpengaruh terhadap penurunan produksi telur (Tabel 4). HbAAmengandung dua gen A yang berpengaruh meningkatkan produksi telur, sedangkan HbAB mengandung gen A dan gen B yang berpengaruh menurunkan produksi telur,
sehingga dalam keadaan homozigot HbAAmemiliki potensi produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan HbAB. Apabila dalam populasi terjadi peningkatan atau bertambahnya gen A maka nilai tengah genotipe populasi (m) akan berubah sebesar
α 1 (0,56, 1,57, dan 1,44), sedangkan bila terjadi penambahan gen B maka nilai tengah genotipe (m) populasi akan berkurang sebesar α 2 (1,69, 3,35, dan 3,36).
Nilai pemuliaan adalah nilai yang berhubungan dengan gen-gen yang dibawa
individu dan diwariskan kepada keturunannya. Pengaruh masing-masing gen tidak
dapat diukur, sehingga nilai pemuliaan selalu dinyatakan sebagai jumlah pengaruh
rata-rata semua gen yang dimiliki yang mempengaruhi sifat yang diperhatikan
(Pirchner, 1981), dalam hal ini sifat produksi telur. Nilai pemuliaan pada lokus
hemoglobin disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Pemuliaan dan Pengaruh Ragam Genetik, Aditif serta Dominan pada Lokus Hemoglobin Terhadap Produksi Telur Ayam Arab
Fenotipe
Total ragam aditif 1,90 10,53 9,68
Total ragam dominan 5,94 1,70 1,59
Total ragam genetik 7,84 12,24 11,26
Keterangan:*= dihitung dari seluruh ayam Arab penelitian tanpa dibedakan jenisnya
Hasil perhitungan nilai pemuliaan diperoleh bahwa ayam Arab dengan
genotipe homozigot AA memiliki nilai pemuliaan yang lebih tinggi dibandingkan
genotipe lain. Nilai pemuliaan yang diperoleh menunjukkan bahwa genotipe AA
Pirchner (1981) menyatakan bahwa ragam genetik terdiri dari ragam aditif dan ragam
dominan (Var G = Var A + Var D). Nilai ragam genetik yang diperoleh pada
penelitian ini mengindikasikan bahwa pada sifat produksi telur dipengaruhi oleh
faktor genetik.
Produksi Telur
Lesson dan Summer (2001) menyatakan bahwa produksi telur dipengaruhi
oleh faktor genetik, pencahayaan, berat badan, imbangan energi dan protein dalam
ransum serta imbangan kalsium dan fosfor dalam ransum. Kandungan protein dalam
ransum yang lebih tinggi akan menghasilkan produksi telur yang lebih tinggi pula,
karena kandungan asam amino yang terdapat pada ransum tersebut lebih lengkap.
Kira-kira 80%-85% konsumsi asam amino langsung digunakan untuk produksi telur.
Hasil pengamatan rataan produksi telur ayam ArabSilverdanGoldenselama 20 hari penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Produksi dan Bobot Telur Ayam ArabSilverdanGolden
Jenis Ayam Arab N Produksi Telur (butir/ ekor/ 20 hari) Bobot Telur (g/ butir)
Silver 8 11,63 ± 6,30 47,14 ± 2,60a
Golden 22 10,45 ± 6,09 44,09 ± 3,48b
Total Ayam Arab* 30 10,77 ± 6,06 44,94 ± 3,53
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).*= dihitung dari seluruh ayam Arab penelitian tanpa dibedakan jenisnya
Rataan produksi telur ayam Arab Silver tidak berbeda dengan ayam Arab Golden. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis statistik yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil ini mendukung pendapat Sulandari et al. (2007) bahwa kualitas ayam Arab yang berwarna kuning kemerahan (Golden) sama dengan ayam Arab
putih (Silver). Rataan produksi telur seluruh ayam Arab pada penelitian ini adalah
10,77±6,06 butir/ekor/20 hari. Jumlah ini tergolong rendah jika dibandingkan
dengan pernyataan Natalia et al. (2005) bahwa produksi telur ayam Arab tinggi dan dapat mencapai 190-250 butir/tahun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya ayam Arab yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari campuran
ayam Arab dengan jarak tulang pubis lebar, sedang dan sempit. Semakin lebar jarak
perlakuan suhu diatas suhu ideal ayam dan beberapa ayam yang mengeram
menyebabkan rataan produksi telur ayam Arab pada penelitian ini menjadi rendah.
Hasil uji t terhadap rataan bobot telur ayam Arab yang dikelompokkan
berdasarkan jenis ayam Arab (Silver dan Golden) menunjukkan bahwa rataan bobot telur ayam Arab Silver berbeda nyata dengan ayam Arab Golden (P<0,05). Faktor yang mempengaruhi bobot telur antara lain adalah umur masak kelamin, bangsa,
umur unggas, tingkat protein dalam ransum, cara pemeliharaan dan suhu lingkungan
(Romanoff dan Romanoff, 1963). Telur yang dihasilkan pada penelitian ini relatif
kecil (Tabel 6), namun lebih besar dari hasil penelitian Nataamijaya et al. (2003) yang mendapatkan bobot telur ayam Arab sebesar 34,24±1,38 g/butir. Ayam Arab
merupakan ayam tipe ringan (Nataamijayaet al., 2003), sehingga menghasilkan telur yang sedikit lebih ringan dibandingkan ayam tipe berat dan sedang, tetapi semakin
tua umur induk maka bobot telur semakin meningkat (Lesson dan Summer, 2001).
Ayam adalah vertebrata berdarah panas dengan tingkat metabolisme dan
temperatur tubuh yang tinggi, oleh sebab itu diperlukan suhu lingkungan yang
nyaman agar produktivitas yang optimum dapat dicapai. Temperatur lingkungan
optimum bagi ayam petelur menurut beberapa ahli adalah 12,8-23,9 oC (Nesheimet al., 1979); 13-21 oC (Yousef, 1985); dan 18-24 oC (Bell dan Weaver, 2002). Gunawan dan Sihombing (2004) menyatakan bahwa ayam buras pada suhu tinggi
menunjukkan penurunan produktivitas, yaitu produksi dan berat telur yang rendah,
serta pertumbuhan yang lambat. Penurunan produksi telur pada suhu lingkungan
tinggi dapat mencapai 25% bila dibandingkan dengan yang dipelihara pada suhu
nyaman. Adapun rataan produksi telur ayam Arab pada suhu kandang berbeda
selama 20 hari dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Produksi dan Bobot Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda
Perlakuan N Produksi Telur
(butir/ ekor/ 20 hari) Bobot Telur (g/ butir) Suhu Lingkungan (± 25oC) 20 11,00 ± 6,29 44,80 ± 3,43 Suhu Panas (± 30oC) 10 10,30 ± 5,89 45,22 ± 3,74
Rataan produksi dan bobot telur ayam Arab pada suhu lingkungan tidak
berbeda nyata dengan produksi dan bobot telur ayam Arab pada suhu panas
lingkungan (± 25oC) maupun suhu panas (± 30oC) pada penelitian ini masih berada diatas suhu ideal ayam. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa temperatur lingkungan ideal pada ayam sekitar 21 oC. Di atas temperatur tersebut, ternak menjadi kepanasan dan nafsu makan turun sehingga konsumsi pakan pun akan
menurun. Dampak selanjutnya, pertumbuhan dan produksi telur juga akan menurun.
Penyebab lain adalah kandungan protein pada pakan yang digunakan pada penelitian
ini telah memenuhi kebutuhan ayam. Sugandi et al. (1975) menyatakan bahwa petelur berkerabang putih yang dipelihara pada temperatur yang lebih tinggi yaitu
25,6-26,9oC masih memiliki produksi telur yang cukup baik bila kandungan protein dalam ransum mencapai 18%. Selain itu, tingginya persentase ayam mengeram pada
kandang dengan suhu lingkungan (13,33%) dibandingkan pada kandang dengan suhu
panas (3,33%) menyebabkan rataan produksi telur ayam Arab pada kandang dengan
suhu lingkungan menjadi rendah. Blakely dan Bade (1991) mengemukakan bahwa
sifat mengeram merupakan sifat yang menurun dan tinggi rendahnya sifat mengeram
tergantung pada faktor genetik seperti bangsa atau strain ayam dan faktor lingkungan
seperti lama cahaya dan tata laksana pemeliharaan. Sebelum penelitian ini
dilasanakan, ayam Arab dipelihara secara kelompok. Perubahan tata laksana
pemeliharaan dari berkelompok menjadi individual ini diduga merupakan salah satu
penyebab timbulnya sifat mengeram. Rataan produksi telur ayam Arab pada jarak
tulang pubis berbeda selama 20 hari dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Jarak Tulang Pubis Berbeda
Perlakuan N (ekor) Produksi Telur (butir/ ekor/ 20 hari)
Jarak Pubis Lebar (3,46-4,33 cm) 12 13,67 ± 3,58a Jarak Pubis Sedang (2,30-2,86 cm) 9 10,44 ± 6,67ab Jarak Pubis Sempit (1,07-2,30 cm) 9 7,22 ± 6,65b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Hasil uji t terhadap rataan produksi telur ayam Arab yang dikelompokkan
berdasarkan jarak tulang pubis yang berbeda menunjukkan rataan produksi telur
ayam Arab dengan jarak tulang pubis sedang tidak berbeda nyata dengan rataan
produksi telur ayam Arab dengan jarak tulang pubis lebar dan sempit (P>0,05).
nyata dengan rataan produksi telur ayam Arab dengan jarak tulang pubis sempit
(P<0,05). Hasil ini mendukung hasil penelitian Ismoyowati et al. (2006) yang menemukan bahwa lebar pubis berkorelasi sangat nyata dengan produksi telur, hanya
saja diaplikasikan pada itik Tegal.
Kualitas Eksternal Telur
Kualitas eksternal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keputusan konsumen dalam menentukan pilihan. Bell dan Weaver (2002)
menyatakan bahwa komposisi fisik dan kualitas telur ayam dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu bangsa ayam, umur, musim, penyakit, lingkungan (suhu dan
kelembaban), pakan, dan sistem pengelolaan ayam tersebut. Kualitas eksternal telur
ayam Arab pada suhu kandang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kualitas Eksternal Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda
Peubah
Warna kerabang telur yang didapatkan pada penelitian ini bervariasi dari
putih hingga cokelat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Natalia et al. (2005) bahwa warna kerabang telur ayam Arab sangat bervariasi yakni putih, kekuningan dan
cokelat. Perbedaan warna kulit telur disebabkan oleh deposisi pigmen dalam saluran
masing-masing (Nataamijaya, 2008). Telur ayam Arab berwarna putih karena
memiliki gen dominan yang berasal dari ayam ras impor, namun di Indonesia telah
mengalami perkawinan silang dengan ayam lokal (Nataamijaya et al,. 2003), oleh karena itu, terkadang muncul telur berwarna cokelat. Hal ini diduga hasil mutasi atau
penyimpangan gen, sehingga muncul pigmen cokelat pada kerabang telur yaitu
porhpyrinyang terdapat di saluran reproduksi ayam.
Pada penelitian ini didapatkan hanya sedikit telur yang memiliki permukaan
yang kasar baik pada kandang dengan suhu lingkungan (2,22%), maupun pada
kandang dengan suhu panas (1,56%). Umumnya telur ayam lokal mempunyai
kerabang yang mulus dan jarang sekali diperoleh telur dengan permukaan yang kasar
(Iskandar, 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dari kerabang yaitu
suhu, penanganan telur, penyakit, umur dan kandungan kalsium dalam pakan
(Roland et al., 1985). Faktor utama yang terpenting mempengaruhi pembentukan kerabang telur adalah kalsium karena kerabang telur hampir seluruhnya terdiri dari
kalsit (CaCO3), sedikit deposit natrium, kalium dan magnesium (Amrullah, 2004).
Ada dua sumber kalsium untuk produksi kerabang telur, yaitu pakan dan tulang
tertentu. Sebagian kalsium untuk pembentukan telur secara normal berasal langsung
dari pakan, tetapi beberapa berasal dari timbunan kalsium, tulang medulair, terutama
pada malam hari bila ayam tidak makan (Suprijatnaet al., 2005). Ayam yang sedang bertelur membutuhkan kalsium yang banyak sekali. Ayam yang bobot badannya 1,8
kg dengan telur seberat 56,7 g per tahun membutuhkan kalsium sebanyak 0,56 kg
(Amrullah, 2004).
Pengurangan pasokan dan campuran darah dengan maksimal penimbunan
CaCO3 dari kerabang telur menyebabkan kualitas kerabang buruk. Demikian pula temperatur lingkungan yang tinggi selama musim panas menyebabkan kerabang telur
berkualitas rendah (Suprijatnaet al., 2005). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suhu lingkungan sangat mempengaruhi keutuhan kerabang. Suhu yang tinggi
mempengaruhi proses fisiologis pembentukan telur melalui pengaruh panas tersebut
terhadap mekanisme transportasi zat-zat makanan ke oviduk. Darah merupakan zat
penghantar untuk ketersediaan Ca pada saat pembentukan kerabang telur.
normal dan lebih banyak ke jaringan peripheral untuk mengatasi cekaman panas yang dari lingkungan, sehingga deposisi kalsium lebih sedikit (Antoni, 2003).
Selama cuaca panas, ayam akan terengah-engah (panting) untuk
meningkatkan penguapan air melalui saluran pernafasan. Hal ini menyebabkan
berkurangnya karbondioksida (CO2) dan ion karbonat dalam darah (Blakely dan
Bade, 1991). Keadaan inilah yang diduga menjadi alasan munculnya telur-telur yang
berkerabang tipis pada suhu lingkungan tinggi. Beberapa hubungan antara kalsium
dalam darah, CO2 dan ion bikarbonat di dalam uterus dalam peristiwa pembentukan
kerabang telur dapat dilihat pada Gambar 8. Pada gambar tersebut dapat dilihat
bahwa terbentuknya kerabang telur terjadi karena adanya ketersediaan ion kalsium
dan ion karbonat di dalam cairan uterus yang akan membentuk kalsium karbonat.
Sumber utama ion karbonat terbentuk karena adanya CO2 dalam darah hasil
metabolisme dari sel yang terdapat pada uterus, dan dengan adanya H2O, keduanya dirombak oleh enzim carbonic anhydrase (dihasilkan pada sel mukosa uterus) menjadi ion bikarbonat yang akhirnya menjadi ion karbonat setelah ion hidrogen
terlepas.
Gambar 8. Pembentukan Kerabang Telur dalam Uterus (Sumber: Nesheimet al., 1979)
Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa indeks telur yang
mencerminkan bentuk telur sangat dipengaruhi oleh genetik, bangsa dan
magnumdan isthmus. Pengamatan bentuk telur dilakukan dengan mengukur indeks bentuk telur, yaitu perbandingan antara lebar dengan panjang telur. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa besarnya indeks bentuk telur ayam Arab berkisar antara
0,72-0,82. Hal ini menunjukkan bahwa telur ayam Arab berbentukelliptical, sesuai dengan pernyataan Romanoff dan Romanoff (1963). Rataan indeks dan bobot telur
ayam Arab dengan jarak pubis yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan Indeks dan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang Berbeda
Perlakuan Indeks Telur Bobot Telur (g/ butir)
Jarak Pubis Lebar (3,46-4,33 cm) 0,7729 ± 0,0394 46,34 ± 3,51a Jarak Pubis Sedang (2,30-2,86 cm) 0,7677 ± 0,0463 43,26 ± 2,28b Jarak Pubis Sempit (1,07-2,30 cm) 0,7698 ± 0,0543 44,14 ± 3,80b
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Schrider (2007) menyatakan bahwa tulang pubis adalah dua tulang yang
membentuk lengkung yang berada pada daerah panggul yang terletak pada kloaka
ayam. Jarak antara dua tulang ini pada ayam petelur adalah suatu indikator yang
baik untuk menentukan ukuran telur. Indeks telur untuk ketiga jarak tulang pubis
pada penelitian ini menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini diduga
disebabkan karena genetikanya sama. Bobot telur yang dihasilkan oleh ayam Arab
dengan jarak tulang pubis lebar nyata lebih besar dibandingkan dengan bobot telur
pada perlakuan jarak tulang pubis lainnya (Tabel 10). Semakin lebar jarak tulang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Lokus Hemoglobin memiliki karakter polimorfik dengan nilai heterozigositas
yang tinggi. Lokus hemoglobin memiliki 2 alel, yaitu A dan B. Alel A (α 1)
meningkatkan produksi telur, sedangkan Alel B (α 2) berpengaruh terhadap penurunan produksi telur. Jenis Ayam Arab (SilverdanGolden) tidak mempengaruhi rataan produksi telur ayam Arab, namun mempengaruhi rataan bobot telur. Rataan
bobot telur ayam Arab Silver lebih tinggi dibandingkan ayam Arab Golden. Suhu kandang (± 25 oC dan ± 30 oC) tidak mempengaruhi rataan produksi dan bobot telur ayam Arab. Jarak antar tulang pubis berpengaruh terhadap produksi telur. Kualitas
eksternal telur ayam Arab (keutuhan kerabang) pada suhu lingkungan (± 25oC) lebih baik dibandingkan pada suhu panas (± 30 oC). Polimorfisme protein hemoglobin dapat digunakan untuk pendekatan seleksi secara biomolekuler dalam pemilihan
ayam Arab yang berproduksi tinggi.
Saran
Pada penelitian yang dilakukan tidak teridentifikasi genotipe BB pada lokus
hemoglobin. Sehubungan dengan itu diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah
sampel dan lokus protein yang lebih banyak dengan harapan produksi telur genotipe
BB pada lokus hemoglobin dapat diidentifikasi. Selain itu, pengamatan terhadap
biokimia dan molekuler (DNA) juga diperlukan untuk mendapatkan ternak ayam
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Shalawat beserta salam disampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah membawa kita ke jalan yang diridhoi. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada orang tua tercinta Bapak Ir. Agus D. Gozali, M.Sc dan Ibu Nia Selvinia
Gozali yang tak pernah lelah memberikan kasih sayang, perhatian, bimbingan,
motivasi serta doa yang senantiasa dipanjatkan untuk keberhasilan Penulis serta
kakak-kakak tercinta, Gumilang Agus Gozali, S.TP, beserta istrinya Siti Nurjannah,
S.Pt dan juga Sekargita Agus Gozali, S.E.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Sri Darwati, M.Si
sebagai pembimbing utama dan Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S.
sebagai pembimbing anggota sekaligus pembimbing akademik atas segala
bimbingan, arahan, perhatian, motivasi dan curahan waktu yang telah diberikan, Ibu
Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S. dan Bapak Dr. Jakaria, S.Pt, M.Si sebagai dosen
penguji atas segala masukan yang sangat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini serta
Bapak Dr. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc.Agr dan Ibu Pipih Suningsih, Amd atas segala
bimbingan dan bantuannya selama penelitian.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Eryk Andreas, S.Pt., M.Si dan
Priskila Lisnawati, S.Pt atas segala bimbingan dan bantuannya selama penelitian,
kepada Desi Aryanti, S.Pt atas kerjasama, kebersamaan, keceriaan dan bantuan
selama menyelesaikan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini, kepada Pak
Andi, Pak Ihsan, Kak Ires, Kak Surya dan seluruh laboran di laboratorium genetika
molekuler atas bimbingan, kekeluargaan, dan semangat selama penelitian, kepada
Umar Wijayanto, S.Pt atas dukungan dan semangatnya, kepada sahabat-sabahat
tercinta Omi D. N., Bening I., Wulan W. I., Mayagita Y., Herlina, Nicky P. D.,
Melati L. Z., Nailla R., Ka Helen dan Dinda M. U. yang telah memberikan suatu arti
persahabatan yang indah dan tak kan terlupakan, serta sahabat-sahabat IPTP 44 atas
semua kebersamaan yang penuh makna. Semoga Allah SWT membalas dengan
penuh kebaikan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia peternakan Indonesia.
Bogor, Juli 2011
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Cetakan ke-3. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor.
Antoni, R. 2003. Tampilan kualitas telur ayam tipe medium dengan waktu pemberian dan level protein pakan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Baker & Manwell. 1986. Population Genetics, Molecular Marker and Gene Conservation of Bovine Breeds. In : Neimann and Hickman (Eds) .World Animal Science. Elsevier Health Sciences. London.
Bell, D. D. & W. D. Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5thed. Springer, New York.
Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Terjemahan: Bambang Srigandono. Gajah Mada University Press, Jogyakarta.
Card, L. E. & M. C. Nesheim, 1973. Poultry production. 11th ed. Lea and Febiger, Philadelphia.
Fairfull, R. W. & R. S. Gowe. 1990. Genetic of egg production in chicken. In : Crawford, R.D. (Ed). Elsevier. Poultry Breeding, Canada.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada Uneversity Press, Yogyakarta.
Gahne, B., R. K. Juneja, & J. Grolmus. 1977. Horizontal polyacrylamide gradient gel electrophoresis for the simultaneus phenotyping of transferrin, post albumin blood plasma of cattle. Anim. Blood Grps. Biochem. Genet. 8 : 127-137.
Ganong, W. F. 1995. Review of Medical Physiology. 17th ed. Lange Medical Publiscations, California.
Gaspersz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Penerbit Tarsito, Bandung.
Gunawan & D. T. H. Sihombing. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras. Wartazoa 14: 31-38
Guyton, A.C. 1976. Text Book of Medical Physiology. W. B. Saunders, Philadelphia
Harper, H. A., V. W. Rodwell, & P. A. Mays. 1984. Biochemistry. Large Medical Publication Drawer L., Los Altas.
Iskandar, S. 2007. Penanganan pasca panen produk ayam lokal. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Ismoyowati, T. Yuwanta, J. P. Sidadolog, & S. Keman. 2006. Hubungan antara karakteristik morfologi dan performans reproduksi itik Tegal sebagai dasar seleksi. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31: 152-156.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Johari S., Sutopo, E. Kurnianto, & E. Hasviara. 2008. Polimorfisme protein darah ayam Kedu. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 33 (4): 313-318
Kimbal, J. W. 1994. Biology. 3rded. Wesly Publishing Company, New York.
Lesson, S. & J. D. Summers. 2001. Nutrition of The Chicken. 4th ed. University Books, Guelph, Ontario.
Maeda, Y., T. Hashiguchi, & M. Taketomi. 1973. Some association of hemoglobin phenothypes with some economic traits in Japanese quail. Jap. J. Zootech. Sci. Suppl.
Maeda, Y., T. Hashiguchi, & M. Taketomi. 1975. Genetic variation of haemoglobin in Japanese Quail. Japan. J. Genet. 5 (3): 265-268.
Nataamijaya, A. G. 2008. Karakteristik dan Produktivitas Ayam Kedu Hitam. Buletin Plasma Nutfah 14 (2): 85-89
Nataamijaya, A. G., A. R. Setioko, B. Brahmantiyo, & K. Diwyanto. 2003. Performans dan karakteristik tiga galur ayam lokal (Pelung, Arab, dan Sentul). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Natalia, H., D. Nista, Sunarto, & D.S Yuni. 2005. Pengembangan Ayam Arab. Balai Pembibitan Ternak Unggul Sembawa. Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa, Palembang.
Nei, M. & S. Kumar. 2000. Molecular Evaluation and Phylogenetics. Oxford University Press, New York.
Nesheim, M. C., M. L. Scott, & R. J. Young. 1979. Nutrition of The Chicken. 3rded. M. L. Scott and Associates, Publisher, Itheca, New York.
Nicholas, F.W. 1987. Veterinary Genetics. Clarendon Press, Oxford.
Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta
Ogita, Z. I. & Markert. 1979. A miniaturized system for electrophoresis on polyacrilamide gels. Anal. Biochem. 99: 233-241.
Pirchner, F. 1981. Population Genetics in Animal Breeding. W. H. Freeman and Co., San Fransisco.