ABSTRAK
GAMBARAN DARAH AYAM PETELUR FASE GROWER
(7--10 MINGGU) PADA KEPADATAN KANDANG BERBEDA
Oleh
DEWI WIJAYANTI
Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk itu, diperlukan sumber protein hewani yang mudah diperoleh dan harganya terjangkau, seperti telur ayam ras. Produksi telur yang tinggi pada ayam fase layer dapat dicapai apabila manajemen pemeliharaan fase grower dilaksanakan dengan baik. Salah satu manajemen pemeliharaan penting dalam mencapai target pertumbuhan optimal dan
keseragaman yang tinggi pada fase grower adalah kepadatan kandang. Kepadatan kandang yang terlalu tinggi akan memengaruhi kenyamanan ternak, menurunkan ketersediaan oksigen, menyebabkan suhu di dalam kandang juga tinggi,
selanjutnya memengaruhi sistem peredaran darah, dan akhirnya memengaruhi gambaran darah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran darah (jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan kadar hemoglobin) ayam petelur fase grower dengan
kepadatan kandang yang berbeda dan mengetahui kepadatan kandang yang terbaik terhadap gambaran darah ayam petelur fase grower. Penelitian ini telah dilakukan pada April 2014 dengan menggunakan 210 ekor ayam petelur fase grower umur 7--10 Minggu di kandang ayam petelur Varia Agung Jaya dan Balai Veteriner Lampung. Perlakuan disusun dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas empat perlakuan dan lima ulangan. Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap gambaran darah (jumlah eritrosit 1,04 sampai 2,74 x 106 mm-3, jumlah leukosit 27,96 sampai 52,52 x 103 mm-3, dan kadar hemoglobin 6,40 sampai 8,20 g/dl).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rejo Binangun pada 02 Juli 1992, sebagai putri pertama dari
tiga bersaudara dari pasangan Bapak Legiono dan Ibu Harmi. Penulis
menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Kota Raman pada
tahun 1998; Sekolah Dasar Negeri 1 Kota Raman pada tahun 2004; Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Raman Utara pada tahun 2007; Sekolah Menengah
Atas Negeri 1 Raman Utara pada tahun 2010.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN pada 2010. Pada Januari sampai
Februari 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Sri
Rahayu, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Pringsewu. Pada Juli sampai Agustus
2013 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Great Giant Livestock
“
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui”
(QS. Al Baqarah:216)
“
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,
sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”
(QS. Al-Insyiroh: 5-6)
“
Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah
pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla, dan
mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya
adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan
menempatkan orangnya, dalam kedudukan terhormat dan
mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi
ahlinya di dunia dan di akhirat
”
(HR. Ar-rabii')
“
Lakukanlah yang terbaik untuk orang-orang yang Anda sayangi
dan cintai
”
Alhamdulillah hirobbil alamin
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih
sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta
memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia, keridhoan, serta kemudahan
yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan.
Serta tidak lupa shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW
sang kekasih Allah pemberi syafaat di hari akhir dan suri tauladan yang terbaik
bagi manusia.
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan
kusayangi
Ayah dan Ibu tercinta
yang senantiasa ada saat suka maupun duka, selalu setia mendampingi saat ku
lemah tak berdaya, selalu memberikan yang terbaik dan memanjatkan doa
kepada putrimu tercinta dalam setiap sujudnya. Terima kasih untuk semuanya.
adik-adikku tersayang
yang selalu memberikan keceriaan dan mewarnai hidupku
untuk para dosen
Terima kasih banyak untuk semua ilmu, didikan dan pengalaman yang sangat
berarti yang telah diberikan,
do’a dan dukungan selama
Aku menuntut ilmu
Untuk seluruh keluarga ku, sahabat, serta almamater tercinta
yang selalu ku banggakan
Terakhir, untuk seseorang yang telah ditakdirkan untukku yang tertuliskan di
lauhul mahfudz dan masih dalam misteri yang dijanjikan Ilahi entah siapapun
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul Gambaran Darah
Ayam Petelur Fase Grower (7--10 Minggu) pada Kepadatan Kandang
Berbeda. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Sarjana (S-1) pada Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.
Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tidak dapat berjalan
dengan baik tanpa dukungan, bantuan, dan bimbingan dari beberapa pihak. Maka
melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
1. Bapak drh. Madi Hartono, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas ketulusan
hati, kesabarannya dalam membimbing penulis, dan saran yang telah diberikan
sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam skripsi
ini;
2. Ibu Dr. Ir. Riyanti, M.P.--selaku Pembimbing Anggota-- atas kebaikan, saran,
dan bantuannya dalam penyusunan skripsi;
3. Ibu Sri Surhayati, S.Pt, M.P.--selaku Pembahas dan Sekretaris Jurusan
Peternakan--atas kritikan, saran, dan bimbingannya dalam pengoreksian
4. Ibu Dian Septinova, S.Pt., M.T.A.--selaku Pembimbing Akademik--atas
bimbingan, motivasi, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama
masa studi;
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas
persetujuan, segala saran, arahan, dan bimbingan yang diberikan kepada
penulis selama masa studi;
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan yang dengan ikhlas memberikan
ilmu pengetahuannya kepada penulis selama menjadi mahasiswa;
8. Bapak, Ibu, adik-adikku, beserta keluarga besarku--atas semua kasih sayang,
nasehat, dukungan, dan do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi
penulis;
9. Bapak Sutanto dan keluarga atas segala kebaikan dan izin yang telah diberikan
kepada penulis untuk penelitian;
10.Dwi, Rosa (satu tim penelitian), Afrizal, Agung, Aini, Ajrul, Amrina, Andri,
Anung, Awari, Ayyub, Cheldra, Dewa, Dian, Edo, Etha, Fajar, Fandi, Fara,
Fauzan, Febi, Gaby, Heru, Ilmia, Imam, Irma, Janu, Jefri, Kunaifi, Miranti,
Nani, Nano, Niko, Nurma, Oto, Owi, Rahmadhanil, Rahmat, Rangga, Repi,
Repki, Rizki, Rohmat, Sekar, Sherly, Silvia, Tiwi, Tri, Yuli, Widi, dan seluruh
kakak tingkat hingga 2009, adik-adik angkatan 2011, 2012, 2013, dan semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas doa, motivasi, dan
Ada begitu banyak nama yang ingin kutuliskan, tetapi halaman ini terlalu kecil
untuk menuliskan semua kebaikan kalian. Semua bantuan yang telah diberikan
kepada penulis, mungkin tidak dapat Penulis balas dengan baik secara langsung.
Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat
dari Allah SWT.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan
di masa mendatang dan semoga karya ini dapat bermanfaat. Amin.
Bandar Lampung, Mei 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Kegunaan Penelitian... 3
D. Kerangka Pemikiran ... 4
E. Hipotesis ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower ... 8
B. Darah ... 10
1. Gambaran umum ... 10
2. Komponen-komponen darah ... 12
a. Eritrosit ... 12
b. Hemoglobin ... 13
c. Leukosit ... 14
III. BAHAN DAN METODE ... 18
xii
5. Alkohol 70%, larutan Hayem, larutan Turk, dan HCl 0,1 N ... 19
xiii
ayam petelur fase grower umur 7 minggu ... 28
2. Pengaruh kepadatan kandang terhadap jumlah eritrosit ayam petelur fase grower umur 10 minggu ... 29
B. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Jumlah Leukosit ... 33
1. Pengaruh kepadatan kandang terhadap jumlah leukosit ayam petelur fase grower umur 7 minggu ... 34
2. Pengaruh kepadatan kandang terhadap jumlah leukosit ayam petelur fase grower umur 10 minggu ... 36
C. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Kadar Hemoglobin.... 38
1. Pengaruh kepadatan kandang terhadap kadar hemoglobin ayam petelur fase grower umur 7 minggu ... 38
2. Pengaruh kepadatan kandang terhadap kadar hemoglobin ayam petelur fase grower umur 10 minggu ... 40
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan nutrisi konsentrat ... 19
2. Kandungan nutrisi ransum buatan peternak ... 19
3. Rata-rata jumlah eritrosit ayam petelur fase grower
umur 7 minggu ... 28
4. Rata-rata jumlah eritrosit ayam petelur fase grower
umur 10 minggu ... 30
5. Rata-rata jumlah leukosit ayam petelur fase grower
umur 7 minggu ... 34
6. Rata-rata jumlah leukosit ayam petelur fase grower
umur 10 minggu ... 37
7. Rata-rata kadar hemoglobin ayam petelur fase grower
umur 7 minggu ... 38
8. Rata-rata kadar hemoglobin ayam petelur fase grower
umur 10 minggu ... 40
9. Perhitungan analisis ragam total eritrosit ayam petelur
fase grower umur 7 minggu ... 50
10. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total eritrosit
ayam petelur fase grower umur 7 minggu ... 51
11. Perhitungan analisis ragam total eritrosit ayam petelur
fase grower umur 10 minggu ... 52
12. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total eritrosit
ayam petelur fase grower umur 10 minggu ... 53
13. Perhitungan analisis ragam total leukosit ayam petelur fase grower umur 7 minggu hasil transformasi
xv
14. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total leukosit
ayam petelur fase grower umur 7 minggu ... 55
15. Perhitungan analisis ragam total leukosit ayam petelur
fase grower umur 10 minggu ... 56
16. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total leukosit
ayam petelur fase grower umur 10 minggu ... 57
17. Perhitungan analisis ragam kadar hemoglobin ayam petelur
fase grower umur 7 minggu ... 58
18. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar
hemoglobin ayam petelur fase grower umur 7 minggu ... 59
19. Perhitungan analisis ragam kadar hemoglobin ayam petelur
fase grower umur 10 minggu ... 60
20. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar
hemoglobin ayam petelur fase grower umur 10 minggu ... 61
21. Pola suhu dan kelembapan harian kandang penelitian ... 62
22. Rata-ratasuhu dan kelembapan pada kepadatan kandang
6 ekor m-2 selama penelitian ... 63
23. Rata-ratasuhu dan kelembapan pada kepadatan kandang
9 ekor m-2 selama penelitian ... 64
24. Rata-ratasuhu dan kelembapan pada kepadatan kandang
12 ekor m-2 selama penelitian ... 65
25. Rata-ratasuhu dan kelembapan pada kepadatan kandang
15 ekor m-2 selama penelitian ... 66
26. Rata-rata konsumsi ransum ayam petelur fase grower
umur 10 minggu ... 67
27. Rata-rata frekuensi nafas ayam petelur fase grower
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Leukosit ... 15
2. Haemocytometer ... 25
3. Haemometer ... 26
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan
telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk
memenuhi permintaan tersebut, diperlukan sumber protein hewani yang mudah
diperoleh dan harganya terjangkau. Sumber protein yang memenuhi kriteria
tersebut adalah telur ayam ras.
Produksi telur yang tinggi pada ayam fase layer dapat dicapai apabila manajemen
pemeliharaan fase grower dilaksanakan dengan baik. Pemeliharaan fase grower
berkaitan dengan kontrol pertumbuhan dan keseragaman, kemudian akan
berpengaruh terhadap reproduksi dan produksi pada fase layer.
Salah satu manajemen pemeliharaan penting dalam mencapai target pertumbuhan
optimal dan keseragaman yang tinggi pada fase grower adalah kepadatan
kandang. Kepadatan kandang yang terlalu tinggi akan menurunkan ketersediaan
oksigen, meningkatkan amoniak, dan meningkatkan kanibalisme. Kepadatan
kandang yang tinggi memengaruhi kenyamanan ternak dan menyebabkan suhu di
2
tubuh ayam dapat mengganggu fungsi fisiologis dari organ peredaran darah
seperti jantung dan organ lainnya.
Gambaran darah akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan
fisiologisnya. Perubahan fisiologis dapat disebabkan faktor internal seperti
pertambahan umur, status gizi, latihan, kesehatan, stres, siklus estrus, suhu tubuh,
serta faktor eksternal, misalnya akibat infeksi kuman dan perubahan suhu
lingkungan. Gambaran darah ayam dapat digunakan untuk mengetahui status
kesehatan ayam (Guyton dan Hall, 2010).
Hasil penelitian Nurharitrika (2010), menunjukkan bahwa kepadatan kandang 10,
12, 14, dan 16 ekor m-2 berbeda tidak nyata terhadap total eritrosit ayam jantan
tipe medium umur 7 minggu. Pada pemeliharaan broiler sudah didapatkan
kepadatan kandang yang ideal, yaitu 8--9 ekor m-2di dataran rendah (Rasyaf,
2010).
Kepadatan ayam petelur pada kandang grower adalah 6--8 ekor m-2 (Astuti, dkk.,
2010). Daya tampung kandang per ekor per meter persegi untuk masa grower
dengan full litter adalah 8--10 ekor (Rahardi dan Hartono, 2000). Standar
kepadatan ayam yang ideal adalah 15 kg m-2 atau setara dengan 12--14 ekor ayam
petelur grower (pullet) setiap meter persegi. Kepadatan yang berlebih akan
menyebabkan pertumbuhan ayam terhambat (kerdil) karena terjadi persaingan
untuk mendapatkan ransum, air minum, maupun oksigen (Fadillah dan Fatkhuroji,
3
Kenyataan di lapangan, penggunaan kepadatan kandang pada ayam petelur fase
grower yang digunakan oleh peternak masih beragam. Keberagaman kepadatan
kandang akan memengaruhi gambaran darah sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan ayam. Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian kepadatan
kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 terhadap gambaran darah ayam petelur fase
grower.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
1. mengetahui gambaran darah (jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan kadar
hemoglobin) ayam petelur fase grower dengan kepadatan kandang yang
berbeda;
2. mengetahui pengaruh kepadatan kandang yang terbaik terhadap gambaran
darah ayam petelur fase grower.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan
kepadatan kandang yang terbaik pada pemeliharaan ayam petelur fase grower,
khususnya terhadap gambaran darah (jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan kadar
hemoglobin) dan sebagai bahan pertimbangan peternak dalam menentukan
kepadatan kandang yang terbaik dalam upaya peningkatan produksi pada fase
4
D. Kerangka Pemikiran
Kondisi fisiologis ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.
Faktor genetik menyumbang 30 % dan faktor lingkungan menyumbang 70 %
(Aksi Agraris Kanisius, 2003). Faktor genetik biasanya bawaan dari induknya,
sedangkan fakor lingkungan berasal dari suhu, temperatur, pakan, dan keadaan
lingkungan kandang (Listyowati, 2004).
Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan ayam petelur fase starter yaitu
kandang postal , fase grower menggunakan kandang panggung, dan fase layer
menggunakan kandang battery atau cage. Faktor lingkungan yang memengaruhi
pertumbuhan ayam petelur adalah manajemen perkandangan.
Kepadatan kandang yang tinggi akan menyebabkan konsumsi ransum berkurang,
pertumbuhan terhambat, meningkatnya persentase kematian dan kanibalisme, dan
menambah kebutuhan oksigen (Rasyaf, 2001). Kepadatan kandang yang terlalu
tinggi akan memengaruhi kenyamanan ternak, menyebabkan suhu dan
kelembaban di dalam kandang tinggi (Guyton dan Hall, 2010). Suhu kandang
yang tinggi juga membuat suhu tubuh ayam tinggi. Tingginya suhu tubuh ayam
dapat mengganggu fungsi fisiologis organ peredaran darah seperti jantung dan
organ lainnya.
Kandang panggung mempunyai ventilasi yang berfungsi lebih baik karena udara
bisa masuk dari bawah dan samping kandang (Fadillah, 2004). Oleh karena itu,
5
kandang relatif lebih rendah dan ayam merasa lebih nyaman, sehingga kepadatan
kandang dapat ditingkatkan agar lebih efisien.
Tingginya kelembaban menyebabkan udara berhenti bergerak yang
mengakibatkan kadar amoniak tinggi karena feses banyak mengandung air. Berat
jenis amoniak lebih besar daripada berat jenis oksigen dan udara yang
mengakibatkan oksigen naik ke udara dan amoniak tinggal di sekitar ayam,
selanjutnya ayam bersin-bersin dan akhirnya mengganggu fungsi fisiologis dari
organ pernafasan seperti adanya luka pada selaput pernafasan. Gambaran darah
akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan fisiologisnya (Guyton dan
Hall, 2010). Perubahan dalam gambaran darah dapat terlihat dari jumlah eritrosit,
kadar hemoglobin, dan jumlah leukosit.
Eritrosit merupakan sel darah merah yang membawa hemoglobin dalam sirkulasi.
Menurut Suprijatna (2008), jumlah eritrosit dipengaruhi oleh umur dan jenis
kelamin. Selain itu, jumlah eritrosit juga dipengaruhi oleh aktivitas individu,
nutrisi, ketinggian tempat, dan suhu lingkungan (Guyton dan Hall, 2010).
Fungsi utama eritrosit adalah untuk membawa hemoglobin dalam sirkulasi darah
untuk membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan nutrien untuk diedarkan
ke jaringan tubuh, sisa-sisa hasil metabolisme yang disekresikan ke ginjal, serta
kelancaran sirkulasi darah. Hemoglobin dalam eritrosit merupakan buffer yang
baik untuk mempertahankan keseimbangan keseluruhan darah (Guyton dan Hall,
6
Hemoglobin merupakan petunjuk kecukupan oksigen. Hemoglobin berfungsi
sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru dan dalam peredaran darah untuk
dibawa ke jaringan, serta membawa karbon dioksida dari jaringan tubuh ke
paru-paru (Guyton dan Hall, 2010). Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh kadar oksigen
dan jumlah eritrosit, sehingga ada kecenderungan jika jumlah eritrosit rendah,
maka kadar hemoglobin akan rendah dan jika oksigen (faktor ketinggian tempat)
dalam darah rendah, maka tubuh terangsang meningkatkan produksi eritrosit dan
hemoglobin (Schalm, 2010).
Rendahnya kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit menyebabkan timbulnya
anemia. Anemia akan mengganggu suplai oksigen yang dibutuhkan jaringan,
viskositas darah turun, karena kosentrasi hemoglobin dan eritrosit yang rendah,
sehingga aliran darah lebih cepat. Kondisi ini tentunya mengganggu aktivitas
metabolisme tubuh (Schalm, 2010).
Leukosit atau sering disebut dengan sel darah putih merupakan bagian dari sistem
pertahanan tubuh yang dapat bergerak. Dari diferensiasi leukosit, dapat diketahui
status ketahanan ternak terhadap penyakit (Schalm, 2010).
Hasil penelitian Sara (2013) memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah eritrosit
ayam ras petelur pada tingkat produksi yang berbeda adalah 2,18 T/l. Hasil
penelitian Marlina (2011), menunjukkan bahwa jumlah eritrosit antara 2,73 dan
2,92 x 106 mm-3, jumlah leukosit antara 189,33 dan 234,76 x 103 mm-3, serta
kadar hemoglobin antara 7,18 dan 8,33 g % pada ayam jantan tipe medium umur
7 minggu. Hasil penelitian Nurharitrika (2010), kepadatan kandang 10, 12, 14,
7
eritrosit ayam jantan tipe medium umur 7 minggu yang dipelihara di kandang
postal.
Penggunaan kepadatan kandang pada ayam petelur fase grower yang digunakan
oleh peternak masih beragam. Keberagaman kepadatan kandang akan
memengaruhi gambaran darah sehingga dapat mengganggu pertumbuhan ayam
karena terjadi persaingan untuk mendapatkan ransum, air minum, maupun oksigen
(Fadillah dan Fatkhuroji, 2013). Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan
kepadatan 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 ayam petelur fase grower untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap gambaran darah.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah
1. terdapat pengaruh kepadatan kandang yang berbeda terhadap gambaran
darah (jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan kadar hemoglobin) ayam
petelur fase grower;
2. terdapat kepadatan kandang yang terbaik terhadap gambaran darah (jumlah
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower
Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002).
Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan oleh sifat
genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan
kelancaran usaha pemasaran hasil produksi (Amrullah, 2003). Berdasarkan fase
pemeliharaannya, pemeliharaan ayam petelur dibagi menjadi tiga, yaitu fase
starter (umur 1 hari--6 minggu), fase grower pertumbuhan (umur 6--18 minggu),
dan fase layer (umur 18 minggu--afkir) (Banong, 2012).
Fase grower pada ayam petelur, terbagi ke dalam dua kelompok umur yaitu umur
7--12 minggu dan umur 13--18 minggu yang disebut dengan fase developer
(Fadillah dan Fatkhuroji, 2013). Pada fase grower kontrol pertumbuhan dan
keseragaman perlu dilakukan, hal ini berhubungan dengan sistem reproduksi dan
produksi ayam tersebut.
Fase grower secara fisik tidak mengalami perubahan yang berarti, perubahan
hanya dari ukuran tubuhnya yang semakin bertambah dan bulu yang semakin
lengkap serta kelamin sekunder yang mulai nampak (Rasyaf, 2005). Hal yang
9
membentuk frame dari ayam layer. Selain itu, pada fase grower sistem produksi
ayam mulai tumbuh dan sistem hormon reproduksi mulai berkembang dengan
baik. Berkaitan dengan berkembangnya sistem reproduksi ada faktor yang harus
diperhatikan yaitu faktor ransum dan cahaya, karena kegagalan dalam
memperhatikan keduanya akan berakibat fatal terhadap produksi dimasa bertelur
kelak (Parista, 2013).
Produktivitas ayam petelur yang optimal dipengaruhi banyak faktor, salah satunya
yaitu keseragaman ayam. Keseragaman yang baik dapat diartikan ayam dalam
satu populasi memiliki kesamaan. Kondisi ini menjadi syarat penting agar
produksi telur atau henday bisa mencapai puncak dan bisa bertahan lama secara
serempak. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keseragaman ayam yaitu
kepadatan kandang. Kandang yang terlalu padat akan meningkatkan kompetisi
dalam mendapatkan ransum, air minum, maupun oksigen. Kompetisi ini akan
memunculkan ayam yang kalah dan menang sehingga pertumbuhannya menjadi
tidak seragam (Fadillah dan Fatkhuroji, 2013).
Kepadatan kandang yang terlalu tinggi akan menyebabkan suhu dan kelembaban
yang tinggi, sehingga akan mengganggu fungsi fisiologis tubuh ayam dan
menyebabkan mortalitas pada ternak akibat adanya kompetisi dalam mendapatkan
ransum, air minum, maupun oksigen (Rasyaf, 2005). Selain itu, tingkat kepadatan
kandang yang tinggi dapat menurunkan konsumsi ransum dan nilai konversi
ransum yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ternak (Rasyaf, 2001).
Kepadatan kandang yang optimal untuk ternak dipengaruhi oleh suhu dalam
10
semakin rendah, sebaliknya apabila suhu di dalam kandang semakin rendah,
kepadatan kandang yang optimal semakin tinggi (Rasyaf, 2005).
Kepadatan ayam petelur pada kandang grower adalah 6--8 ekor m-2 (Astuti, dkk.,
2010). Daya tampung kandang per ekor per meter persegi untuk masa grower
dengan full litter adalah 8--10 ekor (Rahardi dan Hartono, 2000). Standar
kepadatan ayam yang ideal adalah 15 kg m-2 atau setara dengan 12--14 ekor ayam
petelur grower (pullet) m-2 nya. Kepadatan yang berlebih akan menyebabkan
pertumbuhan ayam terhambat (kerdil) karena terjadi persaingan untuk
mendapatkan ransum, air minum maupun oksigen (Fadillah dan Fatkhuroji, 2013).
Hasil penelitian Nurharitrika (2010), menunjukkan bahwa kepadatan kandang 16
ekor m-2 ayam jantan tipe medium umur 7 minggu masih dapat digunakan.
Kandang panggung mempunyai ventilasi yang berfungsi lebih baik karena udara
bisa masuk dari bawah dan samping kandang. Oleh karena itu, sirkulasi di dalam
kandang menjadi lebih baik, akibatnya temperatur di dalam kandang relatif lebih
rendah dan ayam merasa lebih nyaman (Fadillah, 2004).
B. Darah
1. Gambaran umum
Darah didefinisikan sebagai komponen penting yang berperan dalam
proses-proses fisiologis dalam tubuh yang mengalir melalui pembuluh darah dan sistem
kardiovaskuler. Darah merupakan cairan yang berfungsi membawa dan
11
mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme dari sel kembali ke jantung
untuk dibuang melalui paru-paru dan ginjal, dan sebagai pertahanan tubuh
terhadap virus atau bakteri (Adriani, dkk., 2010).
Darah tersusun atas sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) yang bersirkulasi
dalam cairan yang disebut plasma (Meyer dan Harvey, 2004). Sekitar 55% dari
volume darah yang beredar merupakan cairan dan sisanya 45% merupakan
benda-benda darah (Ganong, 2008). Cairan tersebut merupakan komponen plasma yang
terdiri dari air, elektrolit, metabolit, zat makanan, protein, hormon, serta
benda-benda darah merupakan komponen sel yang terdiri dari eritrosit, leukosit, dan
trombosit.
Darah memenuhi sekitar 12% dari bobot badan dari anak ayam yang baru menetas
dan sekitar 6--8% pada ayam dewasa (Bell dan Weaver, 2002). Dalam keadaan
normal, volume darah yang beredar 8 % dari berat badan dan dari volume itu
kira-kira 55 % nya adalah plasma. Darah berfungsi sebagai alat pengangkut sari
makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh seperti glukosa, asam amino,
asam lemak, beberapa lipid, dan sebagai alat pengangkut hasil oksidasi untuk
dibuang melalui alat eksresi, seperti karbondioksida, asam laktat, buangan
bernitrogen dari metabolisme protein dan panas (Cunningham, 2002). Selain itu,
darah juga memiliki berbagai fungsi seperti:
a. alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh;
b. alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh;
c. alat pengukur getah hormon dari kelenjar buntu;
12
e. mengatur keseimbangan asam basa tubuh; serta
f. menjaga temperatur tubuh (Adriani, dkk., 2010).
Darah dapat dijadikan sebagai indikasi adanya gangguan fisiologi dalam tubuh
ternak karena darah berperan sebagai media homeostasis (Jayanti, 2011).
Perubahan fisiologis tubuh dapat mengakibatkan gambaran darah juga berubah.
Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan secara internal dan eksternal.
Perubahan secara internal dapat berupa pertambahan umur, status gizi, kesehatan,
stres, siklus estrus, dan suhu tubuh. Sementara itu, perubahan secara eksternal
dapat disebabkan oleh infeksi dan perubahan suhu lingkungan (Guyton dan Hall,
2010).
2. Komponen-Komponen Darah
a. Eritrosit
Eritrosit merupakan sel darah merah yang membawa hemoglobin dalam sirkulasi.
Eritrosit pada unggas intinya terletak ditengah dan berbentuk oval. Sel ini
berbentuk bikonkaf yang dibentuk di sumsum tulang belakang (Ganong, 2008).
Eritrosit terdiri dari air (65%), hemoglobin (33%), dan sisanya terdiri dari sel
stroma, lemak, mineral, vitamin, bahan organik lainnya, dan ion K (Kusumawati,
2004). Fungsi utama eritrosit adalah untuk membawa hemoglobin dalam sirkulasi
darah untuk membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan, membawa nutrien
untuk diedarkan ke jaringan tubuh, membawa sisa-sisa hasil metabolisme yang
disekresikan ke ginjal, serta kelancaran sirkulasi darah.
Pembentukan eritrosit berproses pada masa embrional unggas dalam kantung
13
tulang (Guyton dan Hall, 2010). Proses pembentukan eritrosit membutuhkan
bahan seperti zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin B6 (piridoksin), protein,
dan faktor lain (Fauci, dkk.,2008). Pemberian unsur Cu dan Fe dengan rasio
tertentu mampu meningkatkan status hematologis dan pertumbuhan ayam
(Praseno, 2005).
Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin (Suprijatna, 2008).
Selain itu, jumlah eritrosit juga dipengaruhi oleh aktivitas individu, nutrisi,
ketinggian tempat, dan suhu lingkungan (Guyton dan Hall, 2010). Kadar normal
sel eritrosit ayam berkisar antara 2,0--3,2 juta mm-3 (Guyton, 1996).
b. Hemoglobin
Hemoglobin adalah senyawa yang berasal dari ikatan komplek antar protein dan
Fe yang menimbulkan warna merah pada darah. Sintesis asam asetat dan glycine
menghasilkan porphyrin. Porphyrin yang berkombinasi dengan besi
menghasilkan satu molekul heme. Jika empat molekul heme dikombinasikan
dengan molekul globin maka terbentuk hemoglobin (Rastogi, 2007).
Hemoglobin dalam eritrosit merupakan buffer yang baik untuk mempertahankan
keseimbangan keseluruhan darah (Guyton dan Hall, 2010). Hemoglobin
merupakan petunjuk kecukupan oksigen dan berfungsi sebagai pengangkut
oksigen dari paru-paru dan dalam peredaran darah untuk dibawa ke jaringan, serta
membawa karbon dioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru (Guyton dan Hall,
14
Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh kadar oksigen dan jumlah eritrosit, sehingga
ada kecenderungan jika jumlah eritrosit rendah, maka kadar hemoglobin akan
rendah dan jika oksigen dalam darah rendah, maka tubuh terangsang
meningkatkan produksi eritrosit dan hemoglobin (Schalm, 2010). Adanya inti
dalam eritrosit unggas menyebabkan kadar hemoglobinnya menjadi lebih rendah
dari mamalia. Kadar hemoglobin normal pada ayam yaitu 7--13 g/dl (Schalm,
dkk., 1986).
c. Leukosit
Leukosit atau sering disebut dengan sel darah putih merupakan bagian dari sistem
pertahanan tubuh yang dapat bergerak. Leukosit berfungsi dalam proses
fagositosis dan menyediakan kekebalan terhadap antigen spesifik (Guyton dan
Hall, 2010).
Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang belakang (granulosit dan monosit
serta sebagian limfosit) dan sebagian lagi dibentuk di jaringan limfa (limfosit dan
sel plasma). Setelah pembentukan, leukosit masuk ke dalam peredaran darah dan
menuju ke bagian tubuh dimana leukosit dibutuhkan (Guyton dan Hall, 2010).
Morfologi leukosit sangat beragam antar spesies unggas. Keragaman ini dapat
dilihat dari penampakan morfologi granula, warna eosinofil, dan bentuk granula
heterofil pada setiap spesies unggas. Melalui identifikasi deferensiasi leukosit,
dapat diketahui status ketahanan ternak terhadap penyakit. Benda darah leukosit,
yaitu berupa heterofil dan limfosit, juga dapat dijadikan indikator stres pada
unggas (Schalm, 2010). Pada ayam, jumlah leukosit normal berkisar antara
15
Gambar 1. Leukosit
Jumlah leukosit sangat tergantung pada umur, jenis kelamin, stres, penyakit, dan
pemberian pakan atau obat tertentu. Leukosit akan bekerja bersama-sama melalui
dua cara untuk mencegah penyakit yaitu (1) dengan benar-benar merusak bahan
yang menyerbu melalui proses fagositosis dan (2) dengan membentuk antibodi
dan limfosit yang peka, salah satu atau keduanya dapat menghancurkan atau
membuat penyerbu tidak aktif (Guyton dan Hall, 2010).
Berdasarkan ada tidaknya granula leukosit dibagi menjadi dua, yaitu leukosit
granuler dan leukosit agranuler. Leukosit granuler terdiri atas heterofil, eosinofil
dan basofil. Leukosit agranuler terdiri atas limfosit dan monosit. Heterofil
merupakan bagian terbesar dari granulosit unggas (Schlam, 2010). Fungsi utama
dari heterofil adalah penghancur bahan berbagai produk bakteri, berbagai produk
yang dilepaskan oleh sel rusak, dan produk reaksi kekebalan (Day dan Schultz,
2010).
Heterofil berfungsi dalam merespon adanya infeksi dan mampu ke luar dari
pembuluh darah menuju daerah infeksi untuk menghancurkan benda asing dan
16
dikenal sebagai first line defense, yaitu sistem pertahanan pertama. Heterofil juga
mampu melakukan pinositosis selain fagositosis. Kombinasi antara fagositosis
dan pinositosis dalam heterofil disebut endositosis (Day dan Schultz, 2010).
Eosinofil adalah granulosit polimorfonuklear-eosinofilik dengan ukuran yang
hampir sama dengan heterofil. Jumlah eosinofil dalam aliran darah berkisar
antara 2--8 % dari jumlah leukosit. Eosinofil ini berperan aktif dalam memerangi
bakteri, mengatur pelepasan zat kimia saat pertempuran, dan membuang sisa-sisa
sel yang rusak (Azhar, 2009).
Basofil adalah leukosit yang jumlahnya paling rendah sekitar 0,5--1,5% dari
seluruh leukosit dalam aliran darah. Basofil memiliki reseptor immunoglobulin E
(IgE) dan immunoglobulin G (IgG) yang menyebabkan degranulasi dan
membangkitkan reaksi hipersensitif dengan sekresi yang bersifat vasoaktif
(Dharmawan, 2002).
Limfosit merupakan jenis leukosit unggul pada darah unggas, termasuk ayam
petelur (Schalm, 2010). Limfosit dibentuk di jaringan limfoid seperti limfa,
tonsil, timus, dan bursa fabricius. Peningkatan limfosit antara lain disebabkan
terjadinya penurunan heterofil (sifatnya relatif), leukimia limfositik, inflamasi
kronis (infeksi bakteri, virus, fungi, dan protozoa), pengeluaran epinefrin,
defesiensi korkostreoid (hypoadrenokorticism), dan neoplasia (Dharmawan, 2002;
Jackson, 2007).
Peningkatan nilai leukosit dari jumlah normal menandakan terjadinya infeksi
17
diakibatkan oleh infeksi viral atau reaksi toksik terhadap agen kimia (Rastogi,
2007).
Monosit merupakan leukosit yang terbesar yang berdiameter 15--20 μm dan
jumlahnya 3--9 % dari seluruh sel darah putih (Dharmawan, 2002). Monosit
berperan sebagai prekusor untuk makrofag yang akan mencerna dan membaca
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung
Jaya Farm, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten
Lampung Tengah. Pengujian terhadap jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan kadar
hemoglobin dilaksanakan di Laboratorium Patologi Balai Veteriner Lampung, Jln.
Untung Suropati No. 2, Kelurahan Labuhanratu, Kecamatan Labuhanratu, Bandar
Lampung.
B. Bahan Penelitian
1. Ayam
Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur tipe medium
strain Isa brown umur 7--10 minggu sebanyak 210 ekor dengan rata-rata bobot
awal 576,00 ± 19,58 g/ekor dan koefisien keragaman sebesar 3,40%.
2. Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrat dan ransumyang
dibuat sendiri oleh peternak. Kandungan nutrisi ransum disajikan pada Tabel 1
19
Tabel 1. Kandungan nutrisi konsentrat
Nutrisi Kandungan
Kadar air maksimum 12%
Protein kasar minimum 30%
Lemak kasar minimum 3%
Serat kasar minimum 8%
Abu maksimum 15%
Zaolene 420 ppm
Enramycin 15--30 ppm
Colistin 15--45 ppm
Sumber: PT. Cargiil Indonesia, 2013
Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum buatan peternak
Nutrisi Kandungan (%)
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2014)
3. Air minum
Air minum yang digunakan pada penelitian ini berasal dari air sumur bor yang
diberikan secara ad libitum.
4. Vaksin dan vitamin
Vaksin yang diberikan adalah Caprivac® ND IB PV (suntik) dan Volvac® ND IB
MLV (air minum), sedangkan vitamin yang diberikan adalah Farm-O-San
Perfexsol-L® dan Farm-O-San Orange®.
5. Alkohol 70%, larutan Hayem, larutan Turk, dan HCl 0,1 N
Alkohol digunakan untuk desinfeksi kulit bagian sayap ayam petelur fase grower
20
sebagai pengencer darah dan melisiskan leukosit serta trombosit sehingga
memudahkan perhitungan jumlah eritrosit. Larutan Turk digunakan untuk
mengencerkan darah dan melisiskan eritrosit. HCl 0,1 N digunakan untuk
memberikan pH asam dalam penentuan kadar hemoglobin.
C. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. bambu untuk membuat sekat pada kandang panggung;
2. tempat ransum gantung (hanging feeder) sebanyak 20 buah;
3. tempat air minum berbentuk tabung sebanyak 20 buah;
4. timbangan kapasitas 5 kg untuk menimbang ayam dan ransum;
5. thermohigrometer 4 buah untuk mengukur suhu dan kelembaban kandang;
6. alat-alat kebersihan;
7. kapas;
8. spuit 1 cc;
9. tabung darah yang mengandung Ethylen-Diamine-Tetraacetic-Acid (EDTA);
10. termos es untuk menyimpan sampel darah;
11. peralatan untuk menghitung jumlah eritrosit, leukosit, dan kadar hemoglobin
(haemocytometer, mikroskop Nikon Eclipse E200, tisu, counter number, dan
haemometer);
21
D. Metode Penelitian
1. Rancangan perlakuan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas empat
perlakuan, setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Keempat perlakuan
tersebut adalah
R1 : Kepadatan 6 ekor m-2
R2 : Kepadatan 9 ekor m-2
R3 : Kepadatan 12 ekor m-2
R4 : Kepadatan 15 ekor m-2
2. Analisis Data
Data yang dihasilkan dianalisis ragam pada taraf nyata 5% (Steel dan Torrie,
1993).
E. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan kandang
Tahap awal yang dilakukan adalah :
a. pembuatan petak kandang penelitian ayam petelur fase grower sebanyak 20
petak dengan ukuran 1 x 1 x 1,3 m;
b. mencuci peralatan kandang hanging feeder dan tempat air minum;
22
d. setelah kapur mengering, dilakukan pemasangan kandang sesuai dengan
petak kandang penelitian (Gambar 4) dan dilakukan penyemprotan kandang
dengan desinfektan.
2. Kegiatan penelitian
Menimbang ayam petelur fase starter umur 7 minggu untuk mengetahui bobot
tubuh pada awal fase grower sebanyak 210 ekor dengan rata-rata bobot awal
576,00 ± 19,58 g/ekor dan koefisien keragaman sebesar 3,40%. Selanjutnya,
secara acak 210 ekor ayam petelur fase grower dengan bobot tubuh hampir
seragam ditempatkan pada petak kandang penelitian sesuai dengan pengacakan
perlakuan dan ulangan (Gambar 4). Satu petak kandang berisi 6, 9, 12, dan 15
ekor ayam petelur fase grower strain Isa Brown umur 7--10 minggu.
Pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00 dan 14.00 WIB
dan air minum diberikan secara ad libitum. Suhu dan kelembaban diukur setiap
hari, yaitu pada pukul 06.00; 13.00; dan 18.00 WIB. Suhu dan kelembaban
kandang diukur menggunakan thermohigrometer yang diletakkan pada bagian
dinding kandang.
Program vaksinasi yang dilakukan yaitu ND IB saat ayam berumur 60 hari
melalui suntik di bawah kulit (subcutan). Vitamin yang diberikan yaitu
Farm-O-San Perfexsol-L® sampai ayam berumur 65 hari dan Farm-O-San Orange® saat
23
3. Tahap koleksi data
Pengamatan dilakukan terhadap gambaran darah ayam petelur fase grower yang
berumur 7 dan 10 minggu pada kepadatan kandang berbeda meliputi jumlah
eritrosit, jumlah leukosit, dan kadar hemoglobin dengan jumlah sampel sebanyak
satu ekor ayam petak kandang penelitian. Darah diambil sebanyak ± 1 ml pada
vena brachialis, kemudian dimasukkan ke dalam tabung darah yang mengandung
EDTA untuk menghindari pembekuan darah dan dihomogenkan dengan gerakan
membentuk angka 8, kemudian diletakkan dalam termos es sampai dilakukan
analisis. Hasil sampel darah yang diambil langsung dibawa ke Balai Veteriner
Lampung untuk dianalisis jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan kadar
hemoglobin.
a. Eritrosit
Sampel darah yang akan dianalisis diambil menggunakan pipet eritrosit sampai
batas 0,5. Ujung pipet terlebih dahulu dibersihkan dengan tisu kemudian
menghisap larutan Hayem sampai batas 101. Kedua ujung pipet ditutup dengan
ibu jari dan jari telunjuk kanan, kemudian isi pipet dikocok dengan gerakan
membentuk angka 8. Setelah homogen, cairan yang tidak terkocok pada ujung
pipet dibuang dengan menempelkan pipet ke kertas tisu. Sebelum diteteskan ke
dalam kamar hitung, kamar hitung dibersihkan terlebih dahulu.
Selanjutnya, memasukkan setetes darah ke dalam kamar hitung, kemudian ditutup
dengan gelas penutup, lalu dilakukan penghitungan jumlah eritrosit di bawah
mikroskop. Penghitungan eritrosit dalam kamar hitung Neubauer, yang
24
kanan atas dan kiri atas, satu kotak pojok kanan bawah dan kiri bawah, serta satu
kotak di tengah (Dharmawan, 2002).
b. Leukosit
Sampel darah yang akan dianalisis diambil menggunakan pipet leukosit sampai
batas 0,5. Ujung pipet terlebih dahulu dibersihkan dengan tisu kemudian
menghisap larutan Turk sampai batas 11. Kedua ujung pipet ditutup dengan ibu
jari dan jari telunjuk kanan, kemudian isi pipet dikocok dengan gerakan
membentuk angka 8. Setelah homogen, cairan yang tidak terkocok pada ujung
pipet dibuang dengan menempelkan pipet ke kertas tisu sebanyak lima tetes.
Sebelum diteteskan ke dalam kamar hitung, kamar hitung dibersihkan terlebih
dahulu.
Selanjutnya, memasukkan setetes darah ke dalam kamar hitung, kemudian ditutup
dengan gelas penutup, lalu dilakukan penghitungan jumlah leukosit di bawah
mikroskop. Penghitungan eritrosit dalam kamar hitung Neubauer pada 4 kotak
yang besar, yaitu pojok kanan atas dan kanan bawah serta kiri atas dan kiri bawah
(Dharmawan, 2002).
c. Hemoglobin
Metode yang digunakan adalah metode sahli. Sampel darah dihisap dengan pipet
sahli sampai batas 0,02 ml. Kemudian, sampel darah dimasukkan ke dalam
tabung sahli dan diletakkan antara kedua bagian standar warna dalam alat
hemoglobinometer. Selanjutnya, menambahkan HCl 0,1 N sampai angka 2 pada
25
aquades sedikit demi sedikit sambil diaduk, sampai warna larutan sama dengan
warna standar hemoglobinometer (Dharmawan, 2002).
E. Peubah yang Diamati
Peubah yang akan diamati dalam penelitian ini adalah:
1. Jumlah eritrosit
Jumlah eritrosit mm-3 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah eritrosit mm-3 = E x 400/80 x 200/0,1 atau
= E x 10000
Keterangan:
E : Jumlah eritrosit yang terhitung
400 : jumlah seluruh bilik kecil
80 : Jumlah bilik kecil dari ke lima bilik
200 : Pengenceran
0,1 : Volume bilik-bilik kecil ( 1 mm x 1 mm x 1 mm) (Dharmawan, 2002).
26
2. Jumlah leukosit
Jumlah leukosit mm-3 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah leukosit mm-3 = L x 20 x 10/4 atau = L x 50
Keterangan:
L : Jumlah leukosit yang terhitung
20 : Pengenceran
10 : Dalamnya kotak (0,1 mm)
4 : Jumlah kotak dalam mm3 (Dharmawan, 2002).
3. Kadar hemoglobin darah
Nilai hemoglobin diketahui dengan membaca tinggi permukaan pada tabung sahli,
dilihat dari skala jalur 95%, yang menunjukkan jumlah hemoglobin dalam gram
per 100 ml darah atau dengan kata lain membandingkan larutan dalam tabung
pengencer dengan warna larutan standar (Dharmawan, 2002).
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat diambil simpulan bahwa
1. kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 berpengaruh tidak nyata
terhadap jumlah eritrosit (1,04 sampai 2,74 x 106 mm-3), jumlah leukosit
(27,96 sampai 52,52 x 103 mm-3), dan kadar hemoglobin (6,40 sampai 8,20
g/dl);
2. belum diperoleh kepadatan kandang terbaik terhadap gambaran darah ayam
petelur fase grower.
B. SARAN
Peternak masih dapat menggunakan kepadatan kandang sampai 15 ekor m-2 pada
ayam petelur fase grower di kandang panggung sampai umur 10 minggu dengan
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, L., E. Hernawan, K.A. Kamil, dan A. Mushawwir. 2010. Fisiologi Ternak. Widya Padjajaran. Bandung
Aksi Agraris Kanisius. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-18. Kanisius. Jakarta
Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor
Anderson, S.P. dan M.W. Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. EGC. Jakarta
Astuti, D.A., E. Sugiharto, R. Fadilah, E. Parwanto, A. Wahid, dan Alfa. 2010. Petunjuk Praktis Beternak Ayam Ras Petelur, Itik, dan Puyuh. PT. Patriot Intan. Jakarta
Azhar, M. 2009. Fisiologi III dan IV.
http://manusiaplanet.blogspot.com/2009/12/fisiologi-iii-dan-iv.html. Diakses 3 Maret 2014
Banong, S. 2012. Manajemen Industri Ayam Ras Petelur. Masagena Press. Makassar
Bell, D.D. and W.D. Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Edition. Spinger Science Bussiness Media, Inc., Spring Street. New York
Cunningham, J.G. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. W.B. Saunders Company. USA
Day, M.J. dan R.D. Schultz. 2010. Veterinary Immunology: Principles and Practice. Manson Publishing. London
44
Dukes, H. 1995. The Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing Associated. New York
Effendi, Z. 1983. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergi dalam Tubuh. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Fadillah, R. 2004. Ayam Broiler Komersial. Cetakan ke-2. Agromedia Pustaka. Jakarta
--- dan Fatkhuroji. 2013. Memaksimalkan Produksi Ayam Ras Petelur. Agromedia Pustaka. Jakarta
Fauci, A.S., E. Braunwald, D.L. Kasper, S.L. Hauser, D.L. Longo, J.L. Jameson, and J. Loscalzo. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Edition (Harrison's Principles of Internal Medicine (Single Vol.)). The McGraw-Hill Companies, Inc. USA
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Terjemahan: B. Srigandono dan P. Koen. UGM Press. Yogyakarta
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physicology). Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Geraert, P.A., J.C.F. Padhilha, and S. Guillaumin. 1996. Metabolic and
endocrine changes by chronic heat exposure in broiler chickens: biological and endocrinological variables. Br. J. Nutr.75: 205--216
Gustira, D.E. 2014. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Peforma Produksi Ayam Petelur pada Fase Awal Grower. Belum Publikasi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Guyton, A.C. 1996. Buku Ajar Fisiologi. Edisi ke-7. Alih bahasa, Tengadi. EGC. Jakarta
--- dan J.E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th Edition. EGC. Jakarta
---. 2010. Textbook of Medical Physiology. 12th Edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia
Hartlova, H., J. Blaha, M. Koubkova, J. Draslarova, and A. Fucikova. 2002. Influence of heat stress on the metabolic response in broiler chickens. Scientia Agriculturae Bohemica, 33 (4): 145--149
45
Jackson, M.L. 2007. Veterinary Clinical Pathology: An Introduction. Blackwell Publishing. USA
Jayanti, A. M. 2011. Pengaruh Konsumsi Protein dan Mineral Besi (Fe) terhadap Profil Darah Puyuh yang Diberi Tepung Daun Katuk dan Murbei dalam Pakan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gadjah Mada Press. Yogyakarta
Lien, R.J., J.B. Hess, S.R. Mckee, S.F. Bilgili, and J.C. Townsend. 2007. Effect of light intensity and photoperiodon live performane,
heterophilto-lymphocyte ratio, and processing yields of broilers. Poult. Sci. 86: 1287--1293
Listyowati, E. 2004. Tata Laksana Budidaya Puyuh Secara Komersil. Penebar Swadaya. Jakarta
Marlina. 2011. Gambaran Darah Ayam Jantan Tipe Medium pada Kandang Panggung dengan Kepadatan yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Meyer, D.J. and J.W. Harvey. 2004. Veterinary Laboratory Madicine:
Interpretation and Diagnosis. 3rd Edition. W.B. Saunders Company. USA
Nurharitrika, A. 2010. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Respon Fisiologis Ayam Jantan Tipe Medium. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar lampung
Parista, E. 2013. Periode Ayam Layer.
http://etikafarista.blogspot.com/2013/11/periode-ayam-layer.html.
Diposkan oleh Etika Parista 4 November 2013. Diakses 16 Desember 2013
Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi. Volume II. IPB Press. Bogor
Post, J., J.M.J. Rebel, and A.A.H.M. Terhuurne. 2003. Physiological effect of elevated plasma corticosterone, concentrations in broiler chickens, an alternative means by which to assess the physiological affects of stress. Poult. Sci. 82: 1313--1318
Praseno, K. 2005. Respon eritrosit terhadap perlakuan mikromineral cu, fe dan zn pada ayam (gallus gallus domesticus). J. Indo. Trop. Anim. Agric. 30 (3): 179--185
46
Rahardi, F. dan R. Hartono. 2000. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta
Rastogi, S.C. 2007. Essentials of Animal Physiology. Wiley Eastern Limited. New Delhi
Rasyaf, M. 2001. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-10. Penebar Swadaya. Jakarta
---. 2005. Panduan Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta
---. 2010. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta
Samuelson, D.A. 2007. Text Book of Veterinary Histology. W.B. Saunders Company. Philadelphia
Sara, U. 2013. Status Hematologis dan Biokimia Darah Ayam Ras Petelur pada Tingkat Produksi yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar
Schalm, O.W., N.C. Jain, and E.J. Carol. 1986. Veterinary Haematology. 4th Edition. Lea and Febiger. Philadelphia
---. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. 6th Edition. Editor Weiss, D.J. dan K.J. Wardrop. Wiley-Blackwell. Iowa USA
Shibata, T., M. Kawatana, K. Mitoma, and T. Nikki. 2007. Identification of heat stable proteinin the fatty livers of thyroidectomized chickens. J. Poult. Sci. 44: 182--188
Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta
SNI 01-3928-2006. 2006. Pakan Ayam Ras Petelur Dara ( Layer Grower). Badan Standar Nasional. Jakarta
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Suprijatna, E. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta
47
Virden, W.S., M.S. Lilburn, J.P. Thaxton, A. Corzo, D. Hoehler, and M.T. Kidd. 2007. The effect of corticosterone-induced stress on amino acid digestibility in ross broilers. Poult. Sci. 86: 338--342
Wiharto. 2002. Petunjuk Beternak Ayam. Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya. Malang