• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan pada Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari di PT. Inhutani I Unit Manajemen Hutan Sambarata, Berau, Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan pada Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari di PT. Inhutani I Unit Manajemen Hutan Sambarata, Berau, Kalimantan Timur"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) adalah kegiatan menyediakan prasarana untuk melancarkan kegiatan pembinaan hutan, perlindungan hutan, dan kegiatan produksi hutan dengan cara membuat jaringan jalan (jalan utama, jalan cabang, jalan ranting dan jalan sarad), TPn, dan TPK. Pemanenan hutan dapat berjalan dengan baik, jika perencanaan PWH direncanakan sesuai dengan kondisi atau karakteristik areal hutan. PWH pada pengelolaan hutan lestari, pembangunannya harus dapat digunakan pada masa kini maupun masa yang akan datang. PWH yang baik adalah PWH yang mempunyai keterbukaan hutan yang rendah dan dapat mengangkut hasil hutan secara maksimal. PWH sebelum Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) adalah PWH yang dapat mengangkut produksi hutan secara menyeluruh tapi keterbukaan arealnya sangat tinggi dan sangat merusak lingkungan.

Sebagian besar sistem pengelolaan hutan alam Indonesia termasuk PT. Inhutani I UMH Sambarata sudah menerapkan sistem PHAPL, yaitu membuat suatu rencana dan strategi yang baik pada aspek produksi, aspek lingkungan, dan aspek sosial. PHAPL telah dilaksanakan sejak tahun 2002, yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kehutanan No: 4795/kpts-II/2002 tentang kriteria dan indikator pengelolaan hutan alam produksi lestari pada unit pengelolaan. Meskipun PHAPL sudah dilaksanakan selama sembilan tahun, namun informasi tentang kualitas PWH-nya belum banyak diketahui.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengukur kualitas Pembukaan Wilayah Hutan pada Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari.

(2)

1.3 Manfaat Penelitian

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PWH

PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi antar pusat kegiatan. PWH diwujudkan oleh penyediaan jaringan angkutan, barak kerja, dan penimbunan kayu. Jalan hutan adalah jalan angkutan yang diperlukan untuk mengangkut kayu/ hasil hutan ke tempat pengumpulan hasil hutan (TPn/ TPK) atau ke tempat pengolahan hasil hutan. Jalan induk adalah jalan hutan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pengusahaan hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan (Dephut 1993).

PWH adalah kegiatan kehutanan yang menyediakan prasarana/ infrastruktur (jaringan jalan, log pond, base camp induk dan base camp cabang, base camp pembinaan hutan, tempat penimbunan kayu/ TPK, tempat pengumpulan kayu/ TPn, jembatan dan gorong-gorong, dan menara pengawas) dalam melancarkan kegiatan pengelolaan hutan. Pada Pengelolaan hutan lestari, prasarana PWH yang dibangun harus bersifat permanen karena peranan PWH dalam pengelolaan hutan lestari adalah harus dapat melayani kebutuhan pengelolaan hutan masa kini dan masa yang akan datang. Ciri-ciri PWH yang merupakan persyaratan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dapat dilihat dari desainnya yang memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Keselamatan kerja karyawan dan umum. 2. Sesuai dengan bentang alam.

3. Mengakomodasi 50-100 tahun banjir.

4. Menghindari kerusakan kawasan lindung dan gangguan terhadap flora dan fauna langka atau yang dilindungi.

5. Bahaya erosi.

6. Pengembangan akses masyarakat setempat.

(4)

penerapan Reduce Impact Logging (RIL) di hutan alam Indonesia, ada 6 titik krusial perbaikan/ penyempurnaan teknik/ teknologi yang perlu mendapat perhatian, yaitu :

1. Perencanaan sebelum pemanenan kayu.

2. PWH (desain, lay out jaringan jalan, base camp, TPK dan TPn, konstruksi dan pemeliharaan sarana dan prasaran PWH).

3. Operasi penebangan. 4. Operasi Penyaradan. 5. Operasi pengangkutan.

6. Rencana pengaturan tegakan tinggal setelah pemanenan kayu.

Filosofi PWH adalah menciptakan kondisi yang baik agar prasyarat-prasyarat pengelolaan hutan yang lestari dapat terwujud. Konsep PWH yang baik adalah harus memperhatikan perpaduan aspek teknis, ekonomi, ekologi, dan sosial budaya masyarakat setempat dalam pembukaan dasar wilayah hutan, pembukaan tegakan, pemilihan sistem pemanenan kayu, penanaman, pemeliharaan, dan penjarangan hutan yang dipakai. Aspek teknis meliputi sifat penggunaan sarana PWH yaitu permanen, semi permanen, dan tidak permanen, kapasitas daya dukung jalan, lalu lintas, arah transportasi, jangkauan dan kecepatan transportasi. Aspek ekonomis meliputi besarnya investasi prasarana PWH, biaya untuk pengangkutan barang, hasil hutan, dan pemeliharaan. Aspek ekologis mencakup kerusakan terhadap ekosistem hutan, kerusakan hutan dan tanah, dan bahaya erosi (Elias 2008).

(5)

Jaringan jalan hutan dibagi menjadi empat jalan, yaitu jalan induk, jalan cabang, jalan ranting, dan jalan sarad. Jalan induk direncanakan dengan pertimbangan yang luas serta konstruksi yang lebih baik sehingga dapat berfungsi dalam jangka waktu yang lama serta berkapasitas yang tinggi. Jalan cabang merupakan jalan yang lebih rendah persyaratan dan kualitasnya dibandingkan jalan induk. Jalan cabang berfungsi sebagai penghubung antara jalan induk dan jalan ranting. Jalan ranting berfungsi menghubungkan jalan cabang dengan suatu unit tebangan. Jalan ini digunakan selama ada pengangkutan dari unit tebangan yang bersangkutan. Penyaradan kayu dapat berjalan lancar dengan cara membuat jalan sarad yang menghubungkan kedua tempat tersebut (Tinambunan 1975).

Elias (2008) menyatakan bahwa berdasarkan fungsi dan standar teknisnya, jalan hutan dibagi menjadi 5, yaitu : jalan koridor, jalan utama, jalan cabang, jalan ranting, dan jalan sarad. Jalan koridor merupakan jalan hutan yang bersifat permanen dan diperkeras yang menghubungkan areal hutan yang dikelola dengan lalu lintas jalan umum atau sungai. Jalan utama adalah jalan hutan yang menghubungkan bagian wilayah hutan yang dikelola satu sama lainnya, bersifat permanen dan diperkeras. Jalan cabang merupakan jalan hutan yang berfungsi menghubungkan antara petak atau kompartemen, bersifat permanen dan diperkeras. Jalan ranting adalah jalan hutan yang menghubungkan kompartemen untuk memperlancar kegiatan pengelolaan hutan, bersifat semi permanen dan tidak diperkeras. Jalan sarad merupakan jalan hutan yang menghubungkan antara tunggak kayu dengan tepi jalan ranting atau jalan cabang atau TPn, bersifat tidak permanen dan tidak diperkeras.

Pembuatan jalan angkut tidak diperkenankan melalui areal hutan lindung atau kawasan konservasi (Taman Nasional atau Suaka Alam). Pada sisi kiri dan kanan jalan angkutan harus dibuat drainase/ saluran pembuangan air. Peta PWH dibuat dengan skala 1:10000 yang menggambarkan :

a. Rencana jalan induk, jalan sarad, TPn, dan TPK. b. Jalan induk dan jalan cabang.

(6)

Jalan cabang adalah jalan hutan yang bermuara pada jalan induk yang dipergunakan untuk kegiatan pengusahaan hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan. Jalan sarad adalah jalan hutan yang bermuara pada jalan cabang yang dapat dipergunakan untuk kegiatan penyaradan kayu bulat. Jembatan adalah bangunan penyambung jalan hutan yang terputus oleh sungai, saluran besar, atau jurang. Spesifikasi jalan adalah kondisi jalan hutan dengan unsur-unsur : kekuatan menahan lalu lintas yang berjalan dengan frekuensi tertentu, dan kecepatan lalu lintas baik dalam keadaan isi maupun kosong. Pemeliharaan jalan adalah usaha yang digunakan untuk mempertahankan kondisi jalan pada tingkat spesifikasinya, dan dilakukan sebelum atau selama kegiatan produksi dan pembinaan hutan dilakukan (Dephut 1993).

Bangunan jalan hutan dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu badan jalan dan lapisan pengeras. Masing-masing bagian mempunyai persyaratan tertentu agar dapat berfungsi dengan baik dalam segala keadaan cuaca dan lalu lintas di atas jalan tersebut. Badan jalan adalah bagian fundamen suatu bangunan gedung. Jika fundamen ini tidak kuat, gedung itu dapat turun dan retak-retak, bahkan dapat runtuh. Lapisan pengeras jalan yang baik harus memenuhi dua syarat, yaitu : secara keseluruhan pengeras jalan harus cukup kuat untuk memikul beban kendaraan yang melintasinya, dan permukaan jalan harus tahan terhadap gaya gesek roda kendaraan dan pengaruh air (Tinambunan & Suparto 1999).

2.2 PWH Konvensional vs PWH Reduce Impact Logging (RIL)

Tujuan PWH yang hanya mengeksploitasi hutan semurah dan secepat mungkin, pada saat ini sudah tidak bisa ditolelir lagi karena sangat merusak lingkungan dan tidak dapat menjamin pengelolaan hutan secara lestari. Ciri-ciri tujuan PWH yang hanya mengeksploitasi hutan adalah sebagai berikut :

1. Tujuan utamanya mengeluarkan kayu dan hasil hutan lainnya dari hutan semurah mungkin.

(7)

3. Setelah eksploitasi hutan selesai, prasarana PWH yang sudah dibangun tidak dipelihara.

Pada pemanenan kayu dengan cara konvensional aspek perencanaan pemanenan kayu kurang mendapat perhatian sehingga kerapatan jalan saradnya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kerapatan jalan pada pemanenan menggunakan sistem RIL (Elias 2008).

Menurut Elias (2008), pengelolaan hutan alam tropika di Indonesia, Malaysia, dan Brasilia mempunyai kerapatan jalan sarad pada pemanenan kayu konvensional berkisar antara 125-225 m/ha, dengan luas tanah yang terbuka antara 9-28 %. Kerapatan jalan sarad yang terjadi pada pemanenan kayu dengan teknik RIL hanya berkisar antara 60-125 m/ha, dengan luas keterbukaan tanah berkisar 5-14%. Berdasarkan informasi tersebut disarankan menggunakan teknik RIL dalam pemanenan kayu karena dapat menurunkan keterbukaan tanah akibat penyaradan sampai 50% dari luas keterbukaan tanah yang disebabkan penyaradan dengan cara pemanenan kayu konvensional. Tabel 1 menyajikan data kerapatan jalan sarad akibat pembuatan jalan sarad di hutan Kalimantan dan Malaysia. Tabel 1 Kerapatan jalan sarad dan keterbukaan tanah akibat pembuatan jalan

sarad

No Peneliti Tempat penelitian Pemanenan kayu Cara konvensional

Cara RIL

Kerapatan jalan sarad (m/ha) Keterbu-kaan tanah (%) Kerapatan jalan sarad (m/ha) Keterbu-kaan tanah (%) 1 Elias 1998 PT. Sumalindo

Lestari Jaya IV, Kab Bakau, Kalimantan Timur

8,73 5,21

-2

March et al

1993

Sabah, Malaysia 17,00199 67 7,00 3

Bertault and Sist 1995

STREK PROJECT PT. Inhutani II, Kab Berau, Kalimantan Timur

27,80 13,90

-4 Muhdi 2001 PT. Suka Jaya Makmur, kab Ketapang, Kalimantan Barat

197

18,25 110 8,50

5

Project ITTO PD 14/95

Rev.2 (F)

Serawak, Malaysia 10,50212 92 4,50

(8)

Tabel 2 menyajikan beberapa penelitian tentang keterbukaan tanah akibat pembuatan jalan sarad pada pemanenan kayu di hutan alam tropika tanah kering Indonesia di berbagai perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan.

Tabel 2 Persen keterbukaan tanah akibat pembuatan jalan sarad pada pemanenan kayu di hutan alam tropika tanah kering Indonesia

No Peneliti Lokasi Penelitian Keterbukaan

tanah (%) 1 Abdulhadiet. al

1981

Lempaka, Kalimantan Timur 17,00 2 Butar-Butar 1991 PT. Austral Byna, Kalimantan

Tengah

20,79 3 Yanuar 1992 PT. Kayu Pesaguan, Kalimantan

Barat

14,23 4 Eliaset al 1993 PT. Narkata Rimba, Kalimantan

Timur

PT. Kiani Lestari, Kalimantan Timur

16,42 17,34

Sumber : Elias (2008)

Tabel 3 menyajikan luas, volume pemanenan, kerapatan jalan hutan, keterbukaan tanah akibat pembuatan jalan hutan, tanjakan dan turunan maksimum, dan struktur permukaan jalan induk pada PT. Hatma Sari dan PT. Heecing Timber.

Tabel 3 Luas, volume pemanenan, jalan hutan, kerapatan jalan, dan keterbukaan tanah akibat pembuatan jalan

No Uraian Perusahaan

PT. Hatma Sari PT. Heecing Timber

1 Luas bekas tebangan (ha) 19940 35021

2 Total volume kayu dipanen (m3) 385794 934040

3 Kerapatan jalan utama (m/ha) 3,21 4,65

4 Keterbukaan jalan utama (%) 0,39 0.56

5 Permukaan jalan induk Tidak diperkeras dan dipadatkan 6 Tanjakan maksimum angkutan (%) 15-18

7 Kerapatan jalan cabang (m/ha) 1,92 6,54

8 Keterbukaan jalan cabang (%) 0,17 0,59

9 Tanjakan dan turunan maksimum (%)

(9)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dulsalam (1998) di PT Oceanias Timber Products (A) dan PT Segara Inochem (B) di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa pada perusahaan A dengan rata-rata produksi adalah sebesar 3146,64 m3, dan kerapatan jalan hutan 9 m/ha, menghasilkan rata-rata keterbukaan tegakan akibat pembuatan jalan hutan adalah sebesar 425 m2/ha (4%), sedangkan di perusahaan B dengan produksi 3562,86 m3, dan kerapatan jalannya adalah sebesar 12 m/ha, diperoleh rata-rata keterbukaan tegakan akibat pembuatan jalan hutan adalah sebesar 594 m2/ha atau 6%.

2.3 Penilaian PWH

Parameter PWH digunakan untuk mengetahui baik tidaknya kualitas jaringan jalan hutan yang sudah dibuat maupun yang akan direncanakan. Parameter PWH terdiri atas kerapatan jalan (WD), spasi jalan (WA), persen PWH (E), jarak sarad rata-rata (RE), faktor koreksi PWH (KG), dan keterbukaan tegakan akibat pembukaan wilayah hutan. Kerapatan jalan merupakan panjang jalan rata-rata dalam satuan meter per hektar (m/ha). Tingkat kerapatan jalan akan menentukan banyaknya hasil hutan yang diangkut melalui jalan tersebut. Pada potensi produksi yang sama, makin besar tingkat kerapatan yang dibuat maka hasil hutan yang diangkut melalui jalan tersebut makin kecil (Dulsalam 1994).

Spasi jalan adalah jarak rata-rata antara jalan angkutan kayu yang dinyatakan dalam satuan meter atau hektometer. Jarak sarad rata-rata dibagi menjadi tiga, yaitu jarak sarad rata-rata secara teoritis (REo), jarak sarad rata-rata terpendek sebenarnya (REm), dan jarak sarad rata-rata sebenarnya (REt). REo adalah jarak terpendek rata-rata secara teoritis dari tempat penebangan sampai dengan jalan angkut. REm adalah jarak terpendek rata-rata dari tempat penebangan sampai dengan jalan angkut terdekat di lapangan. REt adalah jarak sarad rata-rata yang sebenarnya ditempuh di lapangan dari tempat penebangan sampai dengan tempat pengumpulan kayu (TPn/ landing) atau jalan angkut.

(10)

model ideal PWH. Tcoor adalah perbandingan antara jarak sarad rata-rata sebenarnya di lapangan dengan jarak sarad rata-rata terpendek di lapangan. Persen PWH adalah perbandingan antara luas wilayah yang terbuka (terlayani atau dapat dijangkau dengan mudah dengan adanya PWH) dengan luas total hutan yang dinyatakan dalam persen. Tabel 4 adalah penilaian kualitas PWH jika dilihat dari nilai persen PWH-nya.

Tabel 4 Parameter penilai kualitas PWH

E(%) Vcoor Penilaian kualitas PWH

< 65 > 1,54 Tidak baik

65 – 70 1,54 - 1,43 Cukup baik

70 – 75 1,43 – 1,33 Baik

75 – 80 1,33 – 1,25 Sangat baik

> 80 < 1,25 Luar biasa baik

Keterangan : E = persen PWH (%) Vcoor = faktor koreksi PWH Sumber : Elias (2008)

Kemiringan maksimum memanjang jalan di lapangan tidak boleh melebihi 10% untuk jalan koridor, 15% untuk jalan utama, dan 18% untuk jalan cabang dan jalan ranting. Jari-jari belokan minimum jalan hutan adalah 25 m (Elias 2008). Kerusakan tegakan akibat PWH merupakan perkalian antara panjang jalan dan lebar jalan yang telah dibuka dibagi dengan luas petak tebangan dalam bentuk persen. Kerapatan jalan adalah perbandingan antara panjang jalan (m) dengan luas areal unit kerja produksi (ha) dengan satuan m/ha. Intensitas PWH ditentukan dengan mempertimbangkan potensi tegakan hutan, intensitas kerja, keadaan lapangan, dan kepentingan kondisi lahan hutan (Dephut 1993).

Menurut Elias (2008), intensitas PWH pada umumnya dinyatakan dalam kerapatan jalan hutan (m/ha), yang terdiri atas kerapatan jalan utama, jalan cabang, dan jalan ranting. Intensitas PWH digunakan untuk memenuhi tuntutan mewujudkan prasyarat-prasyarat pengelolaan hutan secara lestari yang dapat digolongkan dalam 3 kategori, yaitu :

1. PWH intensitas rendah, kerapatan jalannya < 15 m/ha.

(11)

Intensitas PWH dalam pengelolaan hutan di Indonesia pada umumnya termasuk rendah sampai sedang. Contoh PWH hutan jati dan hutan rimba di Jawa termasuk PWH dengan intensitas rendah. PWH hutan alam tropika tanah kering yang diusahakan dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Kalimantan dan Sumatera pada umumnya termasuk PWH dengan intensitas sedang, dan pada Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk bahan baku pulp dan kertas di Sumatera Selatan dan Riau termasuk PWH dengan intensitas tinggi (Elias 2008).

Berdasarkan Departemen Kehutanan (Dephut) pada tahun 1993, spesifikasi jalan hutan untuk jalan induk dan jalan cabang adalah sebagai berikut :

a. Jalan induk dengan pengerasan mempunyai spesifikasi :

1) Umur permanen

2) Sifat segala cuaca

3) Lebar jalan berikut bahu 12 m 4) Lebar permukaan yang diperkeras 6-8 m

5) Tebal pengerasan 20-50 cm

6) Tanjakan menguntungkan maksimum 10% 7) Tanjakan merugikan maksimum 8% 8) Jari-jari belokan minimum 50-60 m 9) Kapasitas muatan minimum 60 ton b. Jalan induk tanpa pengerasan dengan spesifikasi :

1) Umur 5 tahun

2) Sifat musim kering

3) Lebar jalan berikut bahu 12 m 4) Tanjakan menguntungkan maksimum 10% 5) Tanjakan merugikan maksimum 8% 6) Jari-jari belokan maksimum 50-60 m 7) Kapasitas muatan minimum 60 ton c. Jalan cabang dengan pengerasan dengan spesifikasi :

1) Umur 5 tahun

2) Sifat segala musim

(12)

4) Lebar permukaan yang diperkeras 4 m

5) Tebal pengerasan 10-20 cm

6) Tanjakan menguntungkan maksimum 12% 7) Tanjakan merugikan maksimum 10% 8) Jari-jari belokan minimum 50 m 9) Kapasitas muatan minimum 60 ton d. Jalan cabang tanpa pengerasan dengan spesifikasi :

1) Umur 5 tahun

2) Sifat musim kering

3) Lebar jalan berikut bahu 12 m 4) Tanjakan menguntungkan maksimum 10% 5) Tanjakan merugikan maksimum 8% 6) Jari-jari belokan minimum 50-60 m 7) Kapasitas muatan minimum 60 ton

2.4 Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL)

Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) adalah salah satu sistem silvikultur yang diterapkan pada hutan alam tak seumur di Indonesia. Salah satu subsistem dari sistem pengelolaan hutan, sistem silvikultur merupakan sarana utama untuk mewujudkan hutan dengan stuktur dan komposisi yang dikehendaki. Pelaksanaan suatu sistem silvikultur yang sesuai dengan lingkungan setempat telah menjadi tuntutan demi terwujudnya pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

(13)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.208/Kpts-II/2003 pasal 1 yang berisi tentang pengelolaan hutan secara lestari adalah pengelolaan hutan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan ekologi, yang antara lain meliputi : (a) kawasan hutan yang mantap, (b) produksi yang berkelanjutan, (c) manfaat sosial bagi masyarakat di sekitar hutan, dan (d) lingkungan yang mendukung sistem penyangga kehidupan. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan alam yang sebelumnya disebut HPH adalah izin untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan, penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan berupa kayu.

Bagi IUPHHK-HA yang mendapat sertifikat PHAPL Mandatory (dengan peringkat nilai baik), diberi insentif berupa Self Approval Rencana Kerja Tahunan, dengan jatah tebang sesuai kemampuan sebenarnya. IUPHHK yang tidak mendapat sertifikat (nilai buruk dan sangat buruk), dan IUPHHK yang belum dinilai kinerja PHAPL-nya, pemerintah berkewajiban membina, dan mendorong agar IUPHHK-HA yang bersangkutan memperbaiki dan meningkat kinerjanya sehingga memperoleh sertifikat PHAPL baik Mandatory maupun Voluntary.

(14)
(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan peta jaringan jalan PT Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur, data Laporan Hasil Cruising (LHC), dan Laporan Hasil Produksi (LHP). Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : pita ukur, tambang, kompas, suunto clinometer, curvimeter, alat hitung (kalkulator/ programe Excel), kamera, penggaris, busur derajat, Global Positioning System (GPS), dan tally sheet.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara melakukan pengukuran langsung di lapangan atau di atas peta. Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui penyalinan informasi yang berasal dari dokumen perusahaan, RKT, dan laporan hasil penelitian.

Data primer dikumpulkan dari dua petak tebangan, yang terdiri atas satu petak yang sudah dikerjakan pemanenan hutan (petak 204) dan petak tebangan yang masih dalam proses kegiatan pemanenan (petak 218). Data primer yang dikumpulkan meliputi :

a. Panjang jalan utama, jalan cabang, dan jalan sarad. b. Lebar jalur kendaraan pada jalan utama dan jalan cabang. c. Lebar bahu jalan utama dan jalan cabang.

d. Lebar selokan jalan utama dan jalan cabang.

e. Lebar tebang matahari jalan utama dan jalan cabang. f. Tanjakan maksimum atau tanjakan minimum. g. Jarak sarad rata-rata.

(16)

i. Panjang belokan jalan hutan dan besarnya azimuth dikedua titik belokan untuk menentukan besarnya jari-jari belokan maksimum atau minimum. Sumber data sekunder adalah RKT, LHC, dan data perencanaan PWH di PT Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur, yang meliputi :

a. Kondisi umum lokasi, yang meliputi letak geografis, iklim, dan luas pada petak tebang yang telah dipilih untuk dilakukan penelitian.

b. Data statistik penebangan akibat pembuatan jalan, antara lain : jenis pohon, diameter, tinggi, dan volume pohon.

c. Konstruksi jalan hutan, yaitu : sifat jalan hutan (permanen atau tidak permanen), dan jalan hutan tersebut diperkeras atau tidak diperkeras.

3.4 Prosedur Pengambilan Data

Penelitian ini dilakukan pada dua petak tebangan yang terdiri atas satu petak tebangan yang telah dilakukan pemanenan hutan (petak 204) dan satu petak tebangan yang masih dalam proses pemanenan (petak 218). Luas kedua petak tidak berbeda jauh, yaitu luas petak 204 adalah 90,88 ha, dan luas petak 218 adalah 72,15 ha. Kondisi topografi di petak 204 dan 218 cukup curam. Potensi tegakan yang dominan di petak 204 dan 218, yaitu jenis Meranti Merah, Keruing, dan Bangkirai.

Pada petak 204 dan petak 218 dilakukan pengukuran 30 rute jalan sarad yang digunakan untuk menyarad 30 pohon terpilih, dan melakukan identifikasi jenis pohon yang disarad. Variabel PWH yang diukur di lapangan antara lain :

1. Panjang jalan hutan

Panjang jalan setiap jenis jalan hutan (jalan utama, jalan cabang, dan jalan sarad) yang berada di setiap petak tebang diukur dengan menggunakan pita ukur dan GPS.

2. Badan jalan hutan

(17)

pengerasan dengan batu kerikil atau di aspal, dan sifat dari jaringan jalan tersebut, apakah permanenan atau tidak. Ilustrasi penampang melintang badan jalan disajikan pada Gambar 1.

1

4 3 4 2

Keterangan : 1. Badan jalan

2. Parit/ selokan/ saluran drainase 3. Jalur kendaraan/ jalur pengerasan 4. Bahu jalan/ jalur lunak/ berm Gambar 1 Penampang melintang badan jalan. 3. Tanjakan dan turunan jalan

Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui besarnya tanjakan atau turunan maksimum yang telah dibuat di lapangan. Pengukuran besarnya tanjakan dan turunan dimulai dari awal tanjakan dan turunan sampai akhir tanjakan (puncak tanjakan) dan akhir turunan. Variabel yang diukur adalah panjang dan derajat atau persen kemiringan tanjakan dan turunan. Alat yang digunakan yaitu pita ukur dan suunto clinometer.

4. Jari-jari belokan jalan hutan

(18)

d1 d2 a1 a2

t1 t2

r

Į

Keterangan : t1 : titik awal t2 : titik akhir

d1 : jarak antara titik awal ke titik puncak d2 : jarak antara titik puncak ke titik akhir r : jari-jari belokan jalan hutan

Į : azimuth

a1 : sudut titik awal dari arah utara a2 : sudut titik akhir dari arah utara

Gambar 2 Ilustrasi pengukuran belokan jalan hutan.

3.5 Pengukuran di Atas Peta

(19)

3.6 Analisis dan Pengolahan Data

Analisis data merupakan pengolahan data yang diperoleh di lapangan agar dapat disajikan lebih sederhana dengan menggunakan rumus atau software tertentu sehingga mudah dipahami. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, yaitu data yang sudah diperoleh dianalisis menjadi lebih sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel. Persamaan yang digunakan untuk mengolah data diuraikan sebagai berikut :

a. Kerapatan jalan (WD) WD = L

F (m/ha), keterangan : L = Panjang jalan angkut (m) F = Luas areal hutan produktif (ha) b. Spasi jalan (S atau WA)

c. Jarak sarad rata-rata (RE)

Jarak sarad rata secara teoritis (REo) adalah jarak terpendek rata-rata dari tempat penebangan sampai jalan angkut.

Pada penyaradan satu arah :

Pada penyaradan dua arah :

Jarak sarad rata-rata terpendek (REm) adalah jarak terpendek rata-rata dari tempat penebangan sampai dengan jalan angkutan terdekat di lapangan.

Jarak sarad rata-rata sebenarnya (REt) adalah jarak sarad rata-rata yang sebenarnya ditempuh di lapangan dari tempat penebangan sampai dengan tempat pengumpulan kayu (TPn) atau jalan angkutan.

d. Faktor koreksi PWH

Faktor koreksi jaringan jalan :

(20)

Faktor koreksi jarak sarad :

Tcoor = jalan sarad rata-rata sebenarnya di lapangan jalan sarad rata-rata terpendek di lapangan e. Persen PWH

atau

f.

Keterbukaan tegakan akibat pembukaan wilayah

, (Elias 2008) Keterangan : B = Keterbukaan tegakan hutan (%)

WDu = Kerapatan jalan utama (m/ha) WDc = Kerapatan jalan cabang (m/ha) Lu = Lebar jalan utama (m)

Lc = Lebar jalan cabang (m) g. Penentuan jari-jari belokan

Į = a2 – a1

r = (d1+d2)/(2 x sin Į), (Wienarta 2004) h. Penentuan tanjakan dan turunan

Pengukuran tanjakan dan turunan dilakukan dengan cara berdiri di titik awal, kemudian membidik teman yang tingginya tidak berbeda jauh dengan pembidik dengan menggunakan suunto clinometer. Hasil pembidikan dalam bentuk persen (%) atau derajat (0). Ilustrasi pengukuran tanjakan dan turunan jalan hutan dapat dilihat pada Gambar 3.

Tb Tb

JL JL

Ta Į JD Ta Keterangan : JL = jarak lapang

JD = jarak datar

Į = derajat tanjakan atau turunan Ta = titik awal

Tb = titik akhir

Gambar 3 Ilustrasi pengukuran tanjakan atau turunan jalan hutan.

B

=

x 100%

Į

(21)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Luas

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari proposal kegiatan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) tahun 2011, secara geografis PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur terletak pada koordinat 02015'15" LU – 117000'09" BT dan 02040'21" LU - 117029'25" BT. Batas areal kerja PT. Inhutani I UMH Sambarata berbatasan dengan perusahaan-perusahaan lain, yaitu : 1. Sebelah Utara : IUPHHK PT. ITCI Kayan Hutani.

2. Sebelah Timur : IUPHHK PT. Rejo Sari Bumi. 3. Sebelah Selatan : HTI PT. Tanjung Redeb Hutani.

4. Sebelah Barat : IUPHHK PT. Inhutani I Unit Manajemen Hutan Segah Hulu dan EKs Palma Kharisma.

Berdasarkan administrasi pemerintah, PT. Inhutani I UMH Sambarata, berada di Kecamatan Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan administrasi kehutanan, PT Inhutani I UMH Sambarata masuk dalam Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Long Peso, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Malinau, Balai Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gunung Tabur, Cabang Dinas Kehutanan Kabupaten Berau, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur.

Berdasarkan Surat Keputusan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (SK. IUPHHK) nomor: 195/Menhut-II/2006 yang disahkan tanggal 1 Juni 2006 luas areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur adalah sebesar 106.020 Ha. Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 79/kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001), areal kerja IUPHHK PT Inhutani I UMH Sambarata terletak pada kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 87.557 ha dan Hutan Produksi (HP) seluas 18.463 ha.

(22)

Tabel 5 Rencana pembagian areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Sambarata

No Uraian Hutan

Primer (ha) Hutan Eks Tebangan (ha) Non Hutan (ha) Jumlah (ha)

A Luas Areal 2.892 98.844 4.284 106.020

B Kawasan Lindung 1. Sempadan sungai 2. Konservasi Insitu

-800 380 1.200 20 -400 2.000

Jumlah B 800 1580 20 2.400

C Areal tidak untuk produksi

1. Sarana prasarana 60 1.176 35 1.271

2. Areal Berbatu 1.716 - - 1.716

3. Tegakan Benih 200 500 - 700

4. PUP - 700 - 700

5. Badan Sungai - 34 3 37

Jumlah C 1.976 2.410 38 4.424

Luas areal tidak efektif (B+C)

2.776 3.990 58 6.824

D Luas Efektif 116 94.854 4.226 99.196

Sumber : Proposal kegiatan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) 2011 PT. Inhutani I UMH Sambarata.

(23)

4.2 Hidrologi

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari proposal kegiatan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) tahun 2011, areal PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur, termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Sei Segah dan Sei Kayan. Sungai-sungai yang berada di wilayah PT. Inhutani I UMH Sambarata atara lain : Sungai Segah, Sungai Malinau, Sungai Kaburau, Sungai Sajau, dan Sungai Pura. Sungai-sungai tersebut sebagian besar digunakan untuk sarana transportasi umum dan kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

4.3 Tutupan Lahan

Berdasarkan hasil perhitungan digitasi terhadap Peta Penafsiran Citra Satelit 7 ETM Band 542 Mosaik Path 117 Row 58 hasil liputan tanggal 7 Januari 2009Stripping 3 Oktober 2008, skala 1:100.000, kondisi tutupan lahan areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Sambarata disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kondisi penutupan lahan di areal kerja PT Inhutani I UMH Sambarata

No. Penutupan lahan Luas (ha) Jumlah

HP HPT

1 Hutan Primer - 2.892 2.892

2 Hutan Bekas Tebangan (LOA)

17.324 76.635 93.959

3 Non Hutan (NH) 1.139 3.145 4.284

4 Tutupan Awan (TA) - 4.885 4.885

Jumlah 18.463 87.557 106.020

Sumber : Peta Penafsiran Citra Satelit 7 ETM Band 542 Mozaik Path 117 Row 58 hasil liputan tanggal 7 Januari 2009 Stripping 3 Oktober 2008, skala 1: 100.000

4.4 Topografi, Tanah, dan Ketinggian

(24)

bawah (30-60 cm) adalah debu dengan liat yang lebih tinggi dan konsistensi tanahnya adalah lekat. Kondisi kelerengan areal kerja PT Inhutani I UMH Sambarata disajikan pada Tabel 7 :

Tabel 7 Kondisi kelerengan areal kerja IUPHHK PT Inhutani I UMH Sambarata No Konfigurasi lahan Kelas kelerengan Luas (ha) %

1 Datar A (0-8%) 31.806 30

2 Landai B (8-15%) 37.107 35

3 Agak curam C (15-25%) 21.204 20

4 Curam D (25-40%) 15.903 15

Jumlah 106.020 100

Sumber : Peta kelas kelerenganareal IUPHHK PT. Inhutani I UMH Sambarata

Areal IUPHHK PT. Inhutani I UMH Sambarata pada daerah hulu Sungai Segah dan Sungai Malinau mempunyai ketinggian antara 100-400 mdpl dan pada areal Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan ketinggian antara 500-1.673 mdpl.

4.5 Iklim

Berdasarkan pengelompokan iklim menurut Schmidt & ferguson, tipe iklim di areal kerja PT. Inhutani I UMH Sambarata adalah bertipe B, yaitu tipe iklim hutan hujan tropika (tropical rain forest). Rata-rata jumlah bulan kering adalah 14,3 % dengan keadaaan curah hujan ” 60 mm, sedangkan rata-rata bulan basah sebesar 33,3 % dengan keadaan curah hujan minimal 100 mm, sehingga areal PT. Inhutani I UMH Sambarata mempunyai curah hujan yang tinggi.

4.6 Kondisi Sumber Daya Hutan (Flora dan Fauna)

(25)
(26)
(27)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang

Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata untuk blok tebangan RKT 2011, jenis jalan angkutan yang terdapat di dalam blok tebangan RKT 2011 terdiri atas jalan utama, jalan cabang, dan jalan sarad. Panjang jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011 adalah sebesar 16135,4 m, dan panjang jalan cabang di dalam blok tebangan RKT 2011 adalah sebesar 18348 m. Luas areal blok tebangan RKT 2011 adalah sebesar 2613,29 ha. Kerapatan jalan utama adalah sebesar 6,17 m/ha dan kerapatan jalan cabang adalah sebesar 7,02 m/ha.

Kerapatan jalan utama dan jalan cabang PT. Inhutani I UMH Sambarata memiliki kerapatan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kerapatan jalan yang umum digunakan di hutan alam tropika (10-25 m/ha). Selain itu, kerapatan jalan utama PT. Inhutani I UMH Sambarata lebih besar daripada kerapatan jalan utama IUPHHK yang berdekatan dengan PT. Inhutani I UMH Sambarata, yaitu PT. Intracawood yang sebesar 5,41 m/ha, tetapi untuk jalan cabang PT. Intracawood memiliki kerapatan jalan yang lebih besar daripada PT. Inhutani I UMH Sambarata, yaitu sebesar 8,14 m/ha.

5.1.2 Spasi Jalan (WA atau S) Utama dan Jalan Cabang

(28)

5.1.3 Jarak Sarad Rata-Rata (RE)

REo merupakan jarak sarad rata-rata teoritis dari tempat penebangan sampai dengan jalan angkutan. REo tergantung dengan teknik penyaradannya yaitu menggunakan penyaradan satu arah atau penyaradan dua arah. PT. Inhutani I UMH Sambarata menggunakan penyaradan dua arah. Nilai REo pada jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011 adalah sebesar 405,19 m, dan REo pada jalan cabang adalah sebesar 356,12 m. REm adalah jarak terpendek rata-rata dari tempat penebangan sampai dengan jalan angkutan terdekat di lapangan. REm pada petak 204 adalah sebesar 382,43 m dan REm pada petak 218 adalah sebesar 374,37 m, sehingga REm yang diperoleh adalah sebesar 378,4 m.

REt adalah jarak sarad rata-rata yang sebenarnya ditempuh di lapangan dari tempat penebangan sampai dengan tempat pengumpulan kayu atau jalan angkut. Nilai REt merupakan jarak sarad rata-rata dari 30 pohon yang diambil secara acak. REt pada petak 204 adalah sebesar 298,83 m, dan REt pada petak 218 adalah sebesar 250,43 m, sehingga nilai rata-rata REt adalah sebesar 274,63 m. Nilai REo, REm, dan REt PT. Inhutani I UMH Sambarata untuk blok tebangan RKT 2011 disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai REo, REm, dan REt jaringan jalan di dalam blok tebangan RKT 2011

Parameter PWH Jalan utama Jalan cabang

REo (penyaradan dua arah) (m) 405,19 356,12

REm (m) 378,40 378,40

REt (m) 274,63 274,63

5.1.4 Faktor Koreksi PWH

(29)

lapangan untuk blok tebangan RKT 2011. Nilai Vcoordan Tcoor yang baik adalah 1.

Nilai Vcoor dan Tcoor PT. Inhutani I UMH Sambarata untuk blok tebangan RKT 2011 disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 VcoordanTcoor jaringan jalan di dalam blok tebangan RKT 2011

Parameter PWH Jalan utama Jalan cabang

Vcoor 0,93 1,06

Tcoor 0,73 0,73

5.1.5 Persen PWH (E)

Persen PWH digunakan untuk mengetahui kualitas PWH dari suatu jaringan jalan hutan yang telah dibuat. Semakin besar nilai persen PWH maka kualitas PWH-nya semakin baik, tetapi jika persen PWH lebih dari 100%, maka jaringan jalan hutan yang telah dibuat bisa dikatakan terlalu berlebihan pembuatannya untuk luasan tertentu. PWH dikatakan baik, jika nilai persen PWH-nya > 70% (Elias 2008). Nilai persen PWH untuk jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011 adalah sebesar 100,7%, yang artinya jalan utama yang dibuat terlalu berlebihan untuk melayani kegiatan pemanenan hutan untuk luasan blok tebangan seluas 2613,29 ha. Nilai persen PWH untuk jalan cabang di dalam blok tebangan RKT 2011 adalah sebesar 94,34%, yang artinya jalan cabang yang dibuat sudah cukup untuk melayani kegiatan pemanenan untuk luasan blok tebangan seluas 2613,29 ha.

Persen PWH PT. Inhutani I UMH Sambarata melebihi persen PWH untuk daerah pegunungan yang sebesar 66% (Backmund dalam Elias 2008). Hal ini diperkirakan terjadi karena jumlah sampel jalan sarad yang diukur hanya 30 pohon dan kurang tepatnya pemetaan jaringan jalan yang ada di dalam blok tebangan RKT 2011. Persen PWH menjadi tinggi karena REt menjadi semakin kecil, sehingga REm menjadi semakin besar, mengakibatkan nilai Vcoor-nya menjadi lebih kecil.

(30)

besar Operator Bulldozer mempunyai keahlian dalam membuat jalan sarad. Bentuk jaringan jalan sarad yang dibuat oleh Operator Bulldozer hampir menyerupai sirip ikan. Jaringan jalan sarad seperti ini merupakan karakter PWH yang lazim digunakan untuk kondisi hutan yang terdapat di daerah pegunungan.

5.1.6 Kerapatan Jalan (WD) Sarad

Kerapatan jalan sarad merupakan perbandingan antara panjang jalan sarad terhadap luas petak. Berdasarkan hasil pengukuran dari 30 rute jalan sarad yang digunakan untuk menyarad 30 pohon pada petak 204, diperoleh total panjang jalan sarad adalah sebesar 1648,5 m dengan luas petak tebang seluas 90,88 ha, sehingga kerapatan jalan saradnya adalah sebesar 18,14 m/ha. Kerapatan jalan sarad pada petak 218 (10,58 m/ha) lebih kecil jika dibandingkan dengan petak 204. Hal ini terjadi karena panjang jalan saradnya hanya 763,5 m dengan luas petak tebang seluas 72,15 ha. Kerapatan jalan sarad PT. Inhutani I UMH Sambarata sudah sesuai dengan kerapatan jalan yang umum digunakan di hutan alam tropika (10 m/ha - 25 m/ha).

5.2 Intensitas PWH

Indikator untuk menentukan intensitas PWH dapat dilihat dari kerapatan jalan hutannya (m/ha), yang terdiri atas kerapatan jalan utama dan kerapatan jalan cabang. Intensitas jalan utama dan jalan cabang di dalam blok tebangan RKT 2011 PT. Inhutani I UMH Sambarata termasuk kategori PWH dengan intensitas rendah, karena kerapatan jalannya < 15 m/ha. Kerapatan jalan utama dan kerapatan jalan cabang di dalam blok tebangan RKT 2011 berturut-turut adalah sebesar 6,17 m/ha dan 7,02 m/ha.

(31)

5.3 Spesifikasi dan Standar Teknis Jalan Hutan

[image:31.595.93.494.165.785.2]

Jenis jalan hutan yang berada di PT. Inhutani I UMH Sambarata terdiri atas jalan koridor, jalan utama, jalan cabang, dan jalan sarad. Jalan koridor adalah jalan yang menghubungkan antara batas areal hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata dengan logpond. Jalan koridor di hutan Sambarata disajikan pada Gambar 4.

(a) Jalan koridor di Km. 3 (b) Jalan koridor di Km. 44

Gambar 4 Jalan koridor di Km. 3 (a) dan jalan koridor di Km. 44 hutan Sambarata (b).

Jalan yang menghubungkan antara blok tebangan di setiap RKT atau jalan yang menghubungkan blok tebangan dengan camp induk yang berada di Km 51, dan jalan yang menghubungkan antar petak tebang satu dengan petak tebang yang lain dikenal dengan istilah jalan utama. Beberapa kondisi jalan utama milik PT. Inhutani I UMH Sambarata dapat dilihat pada Gambar 5.

(32)
[image:32.595.33.476.60.776.2]

(b) Jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011.

Gambar 5 Jalan utama yang menghubungkan camp induk Km. 51 dengan blok tebangan RKT 2011 (a) dan jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011 (b).

Jalan cabang merupakan jalan yang menghubungkan antara jalan utama yang berada di dalam blok tebangan dengan jalan sarad atau jalan utama yang berada di dalam blok tebangan dengan TPn yang berada di dalam petak tebangan. Gambar 6 merupakan jalan cabang yang berada di petak 218 di dalam blok tebangan RKT 2011 PT. Inhutani I UMH Sambarata.

Gambar 6 Jalan cabang di petak 218.

Jalan sarad adalah jalan yang menghubungkan antara satu pohon dengan TPn hutan. Kondisi jalan sarad dapat dilihat pada Gambar 7.

[image:32.595.199.387.95.228.2]
(33)

Panjang jalan utama yang berada di dalam blok tebangan RKT 2011 diukur di lapangan adalah sebesar 16135,40 m dengan jarak datarnya adalah sebesar 15323,14 m. Pada jalan utama dilakukan pengukuran atau helling secara manual sepanjang 934 m. Berdasarkan hasil pengukuran secara manual yang dicantumkan pada lampiran 1 diperoleh tanjakan maksimum sebesar 18% atau 8,10, sedangkan tanjakan minimum sebesar 5% atau 2,250. Berdasarkan Dephut (2000) tentang Prinsip dan praktik pemanenan hutan di Indonesia, tanjakan maksimum yang diperbolehkan untuk jalan utama adalah sebesar 10%. Terlihat bahwa tanjakan maksimum PT. Inhutani I UMH Sambarata lebih besar jika dibandingkan dengan ketentuan dari Dephut (2000).

Panjang jalan cabang jika diukur di lapangan adalah sebesar 18348,0 m, dengan jarak datar sebesar 17985,25 m. Pengukuran secara manual dengan metode helling juga dilakukan pada jalan cabang a-a1 yang melewati petak 204 sepanjang 603 m. Berdasarkan hasil pengukuran secara manual yang terlampir pada lampiran 2 diperoleh tanjakan maksimum sebesar 26,67% atau 120 dan tanjakan minimum sebesar 11,11% atau 50. Selain itu, terdapat turunan sebesar 4,44% atau 20. Tanjakan maksimum pada jalan cabang yang diijinkan oleh Dephut (2000) adalah sebesar 15%. Jika dibandingkan dengan ketentuan Dephut (2000), PT. Inhutani I UMH Sambarata masih mempunyai tanjakan maksimum yang lebih besar. Pada jalan sarad terdapat tanjakan maksimum hampir 40%.

Pembukaan jalan dilakukan dengan menggunakan Bulldozer Komatsu tipe D85E-SS-2 dengan alat bantu GPS, peta, dan kompas dengan arahan dari pihak perencanaan. Perencanaan jalan mengikuti tanda merah pada pohon yang sudah direncanakan/ dibuat oleh tim perencanaan. Pelaksanaan pembuatan jalan di lapangan tidak boleh menyimpang sampai 150 m dari jalan yang sudah dipetakan pada saat melakukan perencanaan. Penandaan jalan cabang dibuat dengan tanda warna merah (cat merah) berbentuk lingkaran digaris bawahi. Tanda ini dibuat di pohon yang terkena jalan.

(34)
[image:34.595.44.486.28.829.2]

tidak dibuat selokan dengan alasan biaya pembuatan jalan akan menjadi tinggi, tetapi jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata sudah dibuat dengan model punggung penyu. Hasil pengukuran jalur kendaraan/ jalur mengerasan jalan, bahu jalan, dan tebang matahari pada jalan utama dan jalan cabang yang berada di dalam blok tebangan RKT 2011 disajikan pada Tabel 10 dan Tabel 11.

Tabel 10 Hasil pengukuran badan jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011 Rata-rata Akhir Awal (A) Uraian -0521516 0272003 0520946 0271410 Koordinat 7,05 6,20 7,90 Jalur Pengerasan (m)

2,50 3,00

2,00 Bahu Jalan (m)

26,50 30,00

23,00 Tebang Matahari (m) *

Keterangan * = Total lebar tebang matahari di sebelah kanan dan kiri jalan utama

Tabel 11 Hasil pengukuran badan jalan cabang a-a1 di dalam blok tebangan RKT 2011 Rata-rata Akhir Awal (A) Uraian -0522170 0271092 0522507 0271441 Koordinat 4,15 4 4,3 Jalur Pengerasan (m)

2,15 2

2,3 Bahu Jalan (m)

23,00 28

18,0 *

Tebang Matahari (m)

Keterangan * = Total lebar tebang matahari di sebelah kanan dan kiri jalan cabang

Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung pada jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011, yang disajikan pada Tabel 10 diperoleh rata-rata lebar jalur pengerasan, bahu jalan, dan tebang matahari berturut-turut adalah sebesar 7,05 m, 2,5 m, dan 26,5 m. Lebar jalur pengerasan yang telah dibuat oleh PT. Inhutani I UMH Sambarata sesuai dengan ketentuan Dephut tentang petunjuk teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) tahun 1993 yaitu antara 6 sampai dengan 8 m, tetapi bahu jalan yang dibuat masih kurang lebar daripada Pedoman TPTI adalah sebesar 4 m.

(35)

Tebang matahari yang dibuat oleh PT. Inhutani I UMH Sambarata pada jalan utama dan jalan cabang a-a1 berturut-turut adalah sebesar 26,5 m dan 23 m. Tebang matahari di PT. Inhutani I UMH Sambarata sudah sesuai dengan ketentuan yaitu antara 20-30 m. Tujuan dari pembuatan tebang matahari adalah untuk mempercepat proses pengeringan jalan jika kondisi jalan basah. Jalan yang akan atau telah dibuat sebaiknya mengarah dari utara ke selatan agar jalan selalu terkena sinar matahari secara langsung. Panjang dan lebar jalan sarad tergantung dari posisi pohon yang disarad sampai ke TPn hutan. Pembuatan jalan sarad langsung dilakukan bersamaan dengan penyaradan kayu. Alat yang digunakan yaitu Bulldozer Komatsu D85E-SS-2.

Hasil pengukuran belokan diperoleh jari-jari belokan pada jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011 berturut-turut adalah sebesar 30 m, 32,99 m, 49,5 m. Hasil pengukuran belokan pada jalan cabang a-a1 PT. Inhutani I UMH Sambarata berturut-turut adalah sebesar 33,98 m, 64,51 m, dan 33 m. Berdasarkan Prosedur Operasi Standar Pembukaan Wilayah Hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata, besarnya jari-jari belokan jika dihubungkan dengan kecepatan kendaraanlogging truck dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Jari-jari belokan berhubungan jarak pandang dan kecepatan kendaraan

Uraian Desain Kecepatan (Km/jam)

30 50 80

Jari-jari minimum (memerlukan rambu-rambu) (m)

25 30 55

Jari-jari belokan minimum yang disukai (m) 35 75 140 Jarak pandang minimum yang diperlukan (m) 30 64 120

Jarak temu pandang (m) 50 100 220

(36)

5.4 Dampak PWH

Kerusakan lingkungan akibat PWH dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang tidak dapat dihindari dan yang dapat dihindari/ dikurangi. Kerusakan lingkungan yang tidak dapat dihindari, terutama terjadi pada kegiatan penebangan, penyingkiran vegetasi, tebang bayang atau tebang matahari, gali timbun tanah, pembentukan badan jalan, dan pemadatan tanah. Kerusakan lingkungan yang dapat dihindari atau dikurangi adalah penebangan di lahan yang diperlukan untuk membuat sarana dan prasarana produksi pemanenan, seperti pembuatan base camp, TPn, dan TPK (Suryoprabowo 2003).

5.4.1 Keterbukaan Areal Akibat PWH

Keterbukaan tanah dalam pengelolaan hutan alam pada umumnya terjadi karena pembuatan jaringan jalan angkutan dan prasarana PWH lainnya, seperti TPK, TPn, dan base camp. Luas keterbukaan areal akibat kegiatan PWH sangat dipengaruhi oleh kerapatan jalan (m/ha) dan spasi jalan hutan (terutama lebar jalan dan lebar tebang matahari di kedua sisi kiri dan kanan jalan hutan). Keterbukaan tanah berdasarkan sifat dan waktunya dalam pengelolaan hutan dibedakan menjadi keterbukaan tanah yang bersifat permanen dan keterbukaan tanah sementara.

Keterbukaan tanah permanen umumnya terjadi karena pembangunan prasarana PWH yang dipergunakan untuk jangka waktu lama (•5 tahun) seperti jaringan jalan untuk melayani pengangkutan hasil hutan, TPK, dan base camp. Keterbukaan hutan permanen akan mengurangi luas permukaan tanah untuk pertumbuhan hutan. Keterbukaan areal akibat pembuatan jaringan jalan hutan di PT. Inhutani I UMH Sambarata adalah sebesar 3,25%. Keterbukaan hutan tersebut masih dalam kondisi keterbukaan yang rendah karena berada di bawah 10%.

(37)

I UMH Sambarata akibat pembuatan jalan sarad pada petak 204 dan petak 218 adalah sebesar 4,31 %.

5.4.2 Kerusakan Tegakan Akibat Pembuatan Jalan

Pembuatan jaringan jalan hutan mengakibatkan kerusakan pada pohon dan kondisi dan struktur tanah. Pohon yang mempunyai diameter lebih dari 40 cm masih dapat dijual di pasaran kayu, dan pohon tersebut masuk ke dalam LHP. Pohon yang berdiameter kurang dari 40 cm tidak dimanfaatkan, ditinggal begitu saja di hutan.

Kerusakan tegakan akibat pembuatan jalan dibagi menjadi 3 macam, yaitu kerusakan tegakan berdasarkan jumlah pohon, kerusakan tegakan berdasarkan jenis pohon, dan kerusakan tegakan berdasarkan volume pohon. Kerusakan tegakan akibat pembuatan jalan berdasarkan jumlah pohon merupakan perbandingan antara jumlah pohon dengan diameter lebih dari 40 cm yang berada di sepanjang jalan cabang terhadap luas jalan cabang. Kerusakan tegakan akibat pembuatan jalan berdasarkan jenis pohon merupakan perbandingan antara banyaknya jenis pohon yang berada di sepanjang jalan cabang terhadap luas jalan cabang. Kerusakan tegakan akibat pembuatan jalan berdasarkan volume pohon merupakan perbandingan antara volume pohon yang berada di sepanjang jalan cabang terhadap luas jalan cabang.

(38)
(39)

BAB VI

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

1. Kualitas PWH jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011 dinilai sangat baik, dengan persen PWH sebesar 100,7%, kerapatan jalan sebesar 6,17 m/ha, spasi jalan 1619,6 m, jarak sarad rata-rata teoritis sebesar 405,19 m, jarak sarad rata-rata terpendek sebenarnya 378,4 m, jarak sarad rata-rata sebenarnya 274,63 m, dan faktor koreksi Vcoor dan Tcoor berturut-turut adalah sebesar 0,93 dan 0,73.

2. Kualitas PWH jalan cabang di dalam blok tebangan RKT 2011 dinilai sangat baik, dengan persen PWH sebesar 94,34%, kerapatan jalan sebesar 7,02 m/ha, spasi jalan 1424,5 m, jarak sarad rata-rata teoritis sebesar 356,12 m, jarak sarad rata-rata terpendek sebenarnya 378,4 m, jarak sarad rata-rata sebenarnya 274,63 m, dan faktor koreksi Vcoor dan Tcoor berturut-turut adalah sebesar 1,06 dan 0,73.

3. Intensitas PWH PT. Inhutani I UMH Sambarata pada jalan utama dan jalan cabang di dalam blok tebangan RKT 2011 termasuk kategori intensitas rendah (< 15m/ha).

6.2 Saran

(40)
(41)

di PT. INHUTANI I Unit Manajemen Hutan Sambarata,

Berau, Kalimantan Timur

MEILIA ISTIQOMAH

E14070058

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(42)

DAFTAR PUSTAKA

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Tebang Plilh Tanam Indonesia (TPTI) Pada Hutan Alam Daratan. Jakarta : Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2000. Prinsip dan Praktik Pemanenan Hutan di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jendral Pengusahaan Hutan dan Produksi, Departemen Kehutanan.

[Kepmenhut] Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 4795/Kpts-II/2002. [Kepmenhut] Keputusan Menteri Kehutanan no.208/Kpts-II/2003.

Dulsalam. 1994. Studi Kasus Kerapatan Jalan Hutan di Dua Perusahaan Hutan Jambi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 12(2) : 57-60.

Dulsalam. 1998. Keterbukaan Tegakan akibat Pembuatan Jalan Hutan : Studi kasus di dua Perusahaan Hutan di Kalimantan Timur. Info Hasil Hutan. 5 (1) : 51-60.

Elias. 2000. Reduce Impact logging (RIL) di Hutan Alam Tropika Indonesia. Di dalam :Evaluasi Penerapan RIL di HPH Guna Meningkatkan Efesiensi Pemanenan Kayu yang Ramah Lingkungan. Proseding workshop Reduce impact logging (RIL). Lingkup alas kusuma group Camp Pawan Selatan, 22-27 Oktober 1998. Kalimantan : Departemen Pengusahaan hutan PT. Suka jaya makmur, PT. Sari Bumi Kusuma.

Elias. 2008. Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor : IPB press.

Proposal Kegiatan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) PT. Inhutani I Unit Manajemen Hutan Sambarata Berau, Kalimantan Timur. 2011. Prosedur Operasional Standar Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) PT. Inhutani 1

Unit Sambarata-Berau, Kalimantan Timur.

Suryoprabowo DD. 2003. Produksi dan Biaya Pembuatan Jalan Angkutan Hasil Hutan di HPH PT. Suka Jaya Makmur (Alas Kusuma Group), Kalimantan Barat.[Skripsi]. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Tinambunan D. 1975. Pembuatan Jalan Angkutan Hasil Hutan di Kalimantan (Forest road contruction in Kalimantan). Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Laporan no.48. hal 60-63.

Tinambunan D. 1991. Praktek Pembuatan Jalan Hutan dan Permasalahannya di Daerah Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 9 (4) : 150-157. Tinambunan D, Suparto RS. 1999. Bunga Rampai, Pemanenan Kayu. Bogor : IPB

(43)
(44)

di PT. INHUTANI I Unit Manajemen Hutan Sambarata,

Berau, Kalimantan Timur

MEILIA ISTIQOMAH

E14070058

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(45)

Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari di PT. Inhutani 1 Unit Manajemen Hutan Sambarata, Berau, Kalimantan Timur. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Ahmad Budiaman M.Sc. F. Trop.

Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) adalah kegiatan menyediakan prasarana untuk melancarkan kegiatan pembinaan hutan, perlindungan hutan, dan kegiatan produksi hutan dengan cara membuat jaringan jalan (jalan utama, jalan cabang, jalan ranting dan jalan sarad), TPn, dan TPK. Pemanenan hutan dapat berjalan dengan baik jika perencanaan PWH direncanakan sesuai dengan kondisi atau karakteristik areal hutan. Pada Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL), PWH yang dibangun harus dapat digunakan pada masa kini maupun masa yang akan datang. PWH yang baik adalah PWH yang mempunyai keterbukaan hutan yang rendah serta dapat mengangkut hasil hutan secara maksimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kualitas PWH pada PHAPL, dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PWH pada PHAPL. Penelitian ini dilakukan dengan cara menghitung kualitas PWH pada jalan utama, dan jalan cabang di dalam blok tebangan RKT 2011, dan menghitung kerapatan jalan utama, kerapatan jalan cabang, dan kerapatan jalan sarad untuk menentukan intensitas PWH pada jalan utama, dan jalan cabang di dalam blok tebangan RKT 2011.

Kualitas PWH pada jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011 adalah sebesar 100,7%, kerapatan jalan sebesar 6,17 m/ha, spasi jalan 1619,6 m, jarak sarad rata-rata teoritis sebesar 405,19 m, jarak sarad rata-rata terpendek sebenarnya 378,4 m, jarak sarad rata-rata sebenarnya 274,63 m, faktor koreksi Vcoor dan Tcoor berturut-turut adalah sebesar 0,93 dan 0,73. Kualitas jalan utama PT. Inhutani I Unit Manajemen Hutan (UMH) Sambarata sangat baik. Persen PWH menjadi tinggi karena REt menjadi semakin kecil, sehingga REm menjadi

semakin besar, mengakibatkan nilai Vcoor-nya menjadi lebih kecil.

Kualitas PWH pada jalan cabang sangat baik dengan persen PWH sebesar 94,34%, kerapatan jalan sebesar 7,02 m/ha, spasi jalan 1424,5 m, jarak sarad rata-rata teoritis sebesar 356,1 2m, jarak sarad rata-rata-rata-rata terpendek sebenarnya sebesar

378,4m, jarak sarad rata-rata sebenarnya sebesar 274,63 m, faktor koreksi Vcoor

dan Tcoor berturut-turut adalah sebesar 1,06 dan 0,73. Intensitas PWH pada jalan utama dan jalan cabang di dalam blok tebangan RKT 2011 termasuk kategori intensitas rendah (< 15 m/ha). Kerapatan jalan utama, dan kerapatan jalan cabang berturut-turut adalah sebesar 6,17 m/ha; dan 7,02 m/ha.

(46)

Management at PT. Inhutani I Unit Sambarata, Berau, Kalimantan Timur. Under Supervision of Dr. Ir. Ahmad Budiaman M.Sc. F. Trop.

The Forest Opening (FO) is an activity to provide infrastructure and support of forest establishment, forest protection and forest production facility through making the forest rood network (main roads, branch roads, and skid trails), landing, and log yard. Forest harvesting can work well if FO is planed appropriately. FO in the Sustainable Forest Management (SFM) is built for present and future use. The best FO can carry maximum forest production and small opening area.

The purpose of the study is to measure quality and evaluate implementation of FO on SFM. The research is done by evaluating the quality of FO of the main roads and the branch roads, calculate the density of main roads, the density branch roads, and the density skid trails in the block harvesting 2011.

FO quality of the main roads in the block harvesting 2011 is 100,7%, 6,17 m/ha road density, 1619,6 m road spacing, 405,19 m the skid distance theoretical average, 378,4 m the shortest average skid distance, 274,63 m average skid distance, Tcoor and Vcoor correction factor respectively 0,93 and 0,73. The main road quality of FO in PT. Inhutani I Unit Sambarata is very good. The percent of FO being high because average skid distance getting smaller and then the brakes getting greater, so it makes Vcoor value smaller.

FO quality at the branch road is very good (94,34%), 7,02 m/ha road density, 1424,5 m road spacing, 356,12 m the skid distance theoretical average, 378,4 m the shortest average skid distance, 274,63 m average skid distance, Tcoor and Vcoor is respectively 1,06 and 0,73. FO intensity of the main in the blocks and the branch road included low intensity (<15 m/ha). The road density of main roads in the block and the density of branch roads is 6,17 m/ha and 7,02 m/ha.

(47)

di PT. INHUTANI I Unit Manajemen Hutan Sambarata,

Berau, Kalimantan Timur

MEILIA ISTIQOMAH

E14070058

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(48)

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan pada Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari di PT. Inhutani I Unit Manajemen Hutan Sambarata, Berau, Kalimantan Timur adalah karya Saya sendiri dengan arahan dari pembimbing skripsi yakni Dr. Ir. Ahmad Budiaman M.Sc. F. Trop. Penelitian ini belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(49)

Judul Skripsi : Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan pada Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari di PT. Inhutani I Unit Manajemen Hutan Sambarata, Berau, Kalimantan Timur Nama : Meilia Istiqomah

NRP : E14070058

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Ahmad Budiaman M.Sc. F. Trop. NIP : 19651010 199002 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP : 19630401 199403 1 001

(50)

Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 4 Mei 1989, sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Suyoto (almarhum) dan Ibu Sumiyati. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tayu dan pada tanggal 2 Juli 2011 penulis diterima menjadi Mahasiswi Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menunutut ilmu di IPB, penulis aktif disejumlah organisasi

kemahasiswaan yakni sebagai sekretaris umum Forest Management Student Club

(FMSC) periode 2008 ± 2009, sebagai staf keputrian Dewan Kemakmuran

Mushola (DKM) Ibadurrahman Fakultas Kehutanan IPB pada periode 2009-2010,

panitia Open House angkatan 45 pada tahun 2008, panitia Temu Manajer

angkatan 45 Departemen Manajemen Hutan tahun 2009-2010, panitia E_Green

FMSC pada tahun 2009. Penulis juga melakukan magang kerja mandiri di Balai

Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Cigudeg, Jasinga, Bogor pada tahun 2010, magang kerja mandiri di Rimbawan Muda Indonesia (RMI) Bogor pada tahun 2009, dan Taman Hutan Rakyat (Tahura) di Lampung pada tahun 2010. Penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Pemanenan Hutan tahun 2010 dan tahun 2011, asisten Operasi Pemanfaatan Hutan (OPH) tahun 2011, guru privat siswi kelas 6 SD dari tahun 2010-2011, dan guru privat siswi kelas 9 SMP tahun 2011. Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Papandayan dan Sancang, Jawa Barat pada tahun 2009, sedangkan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Jawa Barat pada tahun 2010. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Inhutani I Unit Manajemen Hutan Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada tahun 2011.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis

menyelesaikan skripsi dengan judul Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan Pada

(51)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, berkah dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul

³Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan Pada Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari di PT. Inhutani I Unit Manajemen Hutan Sambarata, Berau, Kalimantan Timur´. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni tahun 2011. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan, saran, dan kritikan yang membangun.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Suyoto (almarhum), Ibu Sumiyati, dan Kakak-kakak Saya Saifuddin,

+DQL0DUOL]D5RELDWL¶6ROHNKDK6XSUL\DWQR,QD)LWULDQL6XOWRQLGDQ/XNPDQ

Hakim atas doa, kasih sayang, dorongan semangat, serta bantuan moril dan materi yang diberikan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Ahmad Budiaman M.Sc. F. Trop. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan motivasi, arahan, masukan, dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MS. sebagai dosen penguji, Ir. Ahmad Hadjib, MS.

sebagai ketua sidang, Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS. sebagai dosen uji petik, dan Ujang Suwarna, S.Hut. MSc. sebagai moderator seminar, yang telah memberikan kritikan dan saran yang membangun.

4. Seluruh pegawai PT Inhutani I di Jakarta dan Balikpapan yang telah

memberikan izin penelitian, serta seluruh pegawai di PT Inhutani I UMH Sambarata dan PT. Wijaya Sukses Sejahtera yang telah membantu kegiatan penelitian selama di lapangan.

5. Sahabat saya Karimah Alatas, Liyasmini, Mustika Dewanggi, dan

(52)

6. Teman-teman Fakultas Kehutanan angkatan 44, khususnya teman±teman Departemen Manajemen Hutan atas kebersamaan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan studi di IPB.

7. Teman-teman Marhamah atas doa dan semangatnya. Semoga Allah senantiasa

mempererat ukhuwah kita.

8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah

memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Bogor, Desember 2011

(53)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR TABEL ...iv DAFTAR GAMBAR ...v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB I PENDAHULUAN ...1 1.1Latar Belakang ...1 1.2Tujuan Penelitian ...1 1.3 Manfaat Penenlitian...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1 PWH ... 3

2.2 PWH Konvensional vs PWH Reduce Impact Logging (RIL) ... 6

2.3 Penilaian PWH ...9 2.4 Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) ...12

BAB III METODE PENELITIAN ... 15 3.1 Waktu dan Tempat ... 15 3.2 Alat dan Bahan ... 15 3.3 Jenis dan Sumber Data ... 15 3.4 Prosedur Pengambilan Data ... 16 3.5 Pengukuran di Atas Peta ... 18 3.6 Analisis dan Pengolahan Data ... 19

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 21 4.1 Letak Geografis dan Luas ... 21 4.2 Hidrologi ... 23 4.3 Tutupan Lahan ... 23 4.4 Topografi, Tanah, dan Ketinggian ... 23 4.5 Iklim ... 24 4.6 Kondisi Sumber Daya Hutan (Flora dan Fauna)... 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 27 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) ... 27 5.2 Intensitas PWH ... 30 5.3 Spesifikasi dan Standar Teknis Jalan Hutan ... 31 5.4 Dampak PWH ... 36

(54)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kerapatan jalan sarad dan keterbukaan tanah akibat pembuatan jalan sarad...7 2. Persen keterbukaan tanah akibat pembuatan jalan sarad pada pemanenan kayu di hutan alam tropika tanah kering Indonesia... 8 3. Luas, volume pemanenan, jalan hutan, kerapatan jalan, dan keterbukaan tanah akibat pembuatan jalan... 8 4. Parameter penilai kualitas PWH ...10 5. Rencana pembagian areal kerja IUPHHK PT. Inhutani 1 UMH Sambarata...22 6. Kondisi penutupan lahan di areal kerja PT Inhutani 1 UMH Sambarata... 23 7. Kondisi kelerengan areal kerja IUPHHK PT Inhutani 1 UMH Sambarata.... 24 8. Nilai REo, REm, dan REt jaringan jalan di dalam blok tebangan RKT

2011... 28

9. Vcoor dan Tcoor jaringan jalan di dalam blok tebangan RKT 2011... 29

10. Hasil pengukuran badan jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011... 34 11. Hasil pengukuran badan jalan cabang a-a1 di dalam blok tebangan RKT

(55)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Penampang melintang badan jalan... 17 2. Ilustrasi pengukuran belokan jalan hutan... 18

3. Ilustrasi pengukuran tanjakan atau turunan jalan hutan... 20

4. Jalan koridor di Km. 3 (a) dan jalan koridor di Km. 44 hutan

Sambarata (b)...««««««««««««««... 31

5. Jalan utama yang menghubungkan camp induk Km. 51 dengan blok

tebangan RKT 2011 (a) dan jalan utama di dalam blok tebangan RKT

(56)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Helling jalan utama di dalam blok tebangan RKT 2011... 45

2. Helling jalan cabang a-a1 di dalam blok tebangan RKT 201... 46

3. Perhitungan belokan pada jalan utama dan jalan cabang a-a1... 47

4. Jarak sarad rata-rata sebenarnya (REt )... ... 49 5. Jarak sarad rata-rata terpendek yang sebenarnya di lapangan (REm) petak

««««««««««««««««««««««««««.««50

6. Jarak sarad rata-rata terpendek yang sebenarnya di lapangan (REm) petak

218«««««««««««««««««««««««««««« 51

7. Perhitungan parameter kualitas PWH... 52 8. Kerusakan tegakan akibat pembuatan jalan... 55 9. Keterbukaan areal tegakan akibat PWH...57 10. Peta jaringan jalan blok tebangan RKT 2011 PT. Inhutani I UMH

Sambarata ... 59

(57)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) adalah kegiatan menyediakan prasarana untuk melancarkan kegiatan pembinaan hutan, perlindungan hutan, dan kegiatan produksi hutan dengan cara membuat jaringan jalan (jalan utama, jalan cabang, jalan ranting dan jalan sarad), TPn, dan TPK. Pemanenan hutan dapat berjalan dengan baik, jika perencanaan PWH direncanakan sesuai dengan kondisi atau karakteristik areal hutan. PWH pada pengelolaan hutan lestari, pembangunannya harus dapat digunakan pada masa kini maupun masa yang akan datang. PWH yang baik adalah PWH yang mempunyai keterbukaan hutan yang rendah dan dapat mengangkut hasil hutan secara maksimal. PWH sebelum Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) adalah PWH yang dapat mengangkut produksi hutan secara menyeluruh tapi keterbukaan arealnya sangat tinggi dan sangat merusak lingkungan.

Sebagian besar sistem pengelolaan hutan alam Indonesia termasuk PT. Inhutani I UMH Sambarata sudah menerapkan sistem PHAPL, yaitu membuat suatu rencana dan strategi yang baik pada aspek produksi, aspek lingkungan, dan aspek sosial. PHAPL telah dilaksanakan sejak tahun 2002, yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kehutanan No: 4795/kpts-II/2002 tentang kriteria dan indikator pengelolaan hutan alam produksi lestari pada unit pengelolaan. Meskipun PHAPL sudah dilaksanakan selama sembilan tahun, namun informasi tentang kualitas PWH-nya belum banyak diketahui.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengukur kualitas Pembukaan Wilayah Hutan pada Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari.

(58)

1.3 Manfaat Penelitian

(59)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PWH

PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi antar pusat kegiatan. PWH diwujudkan oleh penyediaan jaringan angkutan, barak kerja, dan penimbunan kayu. Jalan hutan adalah jalan angkutan yang diperlukan untuk mengangkut kayu/ hasil hutan ke tempat pengumpulan hasil hutan (TPn/ TPK) atau ke tempat pengolahan hasil hutan. Jalan induk adalah jalan hutan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pengusahaan hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan (Dephut 1993).

PWH adalah kegiatan kehutanan yang menyediakan prasarana/ infrastruktur (jaringan jalan, log pond, base camp induk dan base camp cabang, base camp pembinaan hutan, tempat penimbunan kayu/ TPK, tempat pengumpulan kayu/ TPn, jembatan dan gorong-gorong, dan menara pengawas) dalam melancarkan kegiatan pengelolaan hutan. Pada Pengelolaan hutan lestari, prasarana PWH yang dibangun harus bersifat permanen karena peranan PWH dalam pengelolaan hutan lestari adalah harus dapat melayani kebutuhan pengelolaan hutan masa kini dan masa yang akan datang. Ciri-ciri PWH yang merupakan persyaratan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dapat dilihat dari desainnya yang memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Keselamatan kerja karyawan dan umum. 2. Sesuai dengan bentang alam.

3. Mengakomodasi 50-100 tahun banjir.

4. Menghindari kerusakan kawasan lindung dan gangguan terhadap flora dan fauna langka atau yang dilindungi.

5. Bahaya erosi.

6. Pengembangan akses masyarakat setempat.

(60)

penerapan Reduce Impact Logging (RIL) di hutan alam Indonesia, ada 6 titik krusial perbaikan/ penyempurnaan teknik/ teknologi yang perlu mendapat perhatian, yaitu :

1. Perencanaan sebelum pemanenan kayu.

2. PWH (desain, lay out jaringan jalan, base camp, TPK dan TPn, konstruksi dan pemeliharaan sarana dan prasaran PWH).

3. Operasi penebangan. 4. Operasi Penyaradan. 5. Operasi pengangkutan.

6. Rencana pengaturan tegakan tinggal setelah pemanenan kayu.

Filosofi PWH adalah menciptakan kondisi yang baik agar prasyarat-prasyarat pengelolaan hutan yang lestari dapat terwujud. Konsep PWH yang baik adalah harus memperhatikan perpaduan aspek teknis, ekonomi, ekologi, dan sosial budaya masyarakat setempat dalam pembukaan dasar wilayah hutan, pembukaan tegakan, pemilihan sistem pemanenan kayu, penanaman, pemeliharaan, dan penjarangan hutan yang dipakai. Aspek teknis meliputi sifat penggunaan sarana PWH yaitu permanen, semi permanen, dan tidak permanen, kapasitas daya dukung jalan, lalu lintas, arah transportasi, jangkauan dan kecepatan transportasi. Aspek ekonomis meliputi besarnya investasi prasarana PWH, biaya untuk pengangkutan barang, hasil hutan, dan pemeliharaan. Aspek ekologis mencakup kerusakan terhadap ekosistem hutan, kerusakan hutan dan tanah, dan bahaya erosi (Elias 2008).

(61)

Jaringan jalan hutan dibagi menjadi empat jalan, yaitu jalan induk, jalan cabang, jalan ranting, dan jalan sarad. Jalan induk direncanakan dengan pertimbangan yang luas serta konstruksi yang lebih baik sehingga dapat berfungsi dalam jangka waktu yang lama serta berkapasitas yang tinggi. Jalan cabang merupakan jalan yang lebih rendah persyaratan dan kualitasnya dibandingkan jalan induk. Jalan cabang berfungsi sebagai penghubung antara jalan induk dan jalan ranting. Jalan ranting berfungsi menghubungkan jalan cabang dengan suatu unit tebangan. Jalan ini digunakan selama ada pengangkutan dari unit tebangan yang bersangkutan. Penyaradan kayu dapat berjalan lancar dengan cara membuat jalan sarad yang menghubungkan kedua tempat tersebut (Tinambunan 1975).

Elias (2008) menyatakan bahwa berdasarkan fungsi da

Gambar

Tabel 1  Kerapatan jalan sarad dan keterbukaan tanah akibat pembuatan jalan
Tabel 2 menyajikan beberapa penelitian tentang keterbukaan tanah akibat
Gambar 2 Ilustrasi pengukuran belokan jalan hutan.
Gambar 3.                         Tb
+7

Referensi

Dokumen terkait