• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Petani Terhadap Manfaat Hutan Rakyat di Kelompok Tani Asih, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Petani Terhadap Manfaat Hutan Rakyat di Kelompok Tani Asih, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PETANI TERHADAP MANFAAT HUTAN

RAKYAT DI KELOMPOK TANI ASIH, DESA BENTENG,

KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

INNAS ROVINO KATURUNI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Petani Terhadap Manfaat Hutan Rakyat di Kelompok Tani Asih, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

INNAS ROVINO KATURUNI. Persepsi Petani Terhadap Manfaat Hutan Rakyat di Kelompok Tani Asih, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SONI TRISON.

Hutan rakyat kini memang sudah menjadi trend tersendiri di masyarakat. Salah satu isu yang menarik dari perkembangan hutan rakyat ini yaitu manfaatnya. Dalam pengelolaannya. hutan rakyat tidak luput dari permasalahan. Persepsi petani terhadap hutan rakyat akan besar pengaruhnya terhadap perkembangan dari hutan rakyat itu sendiri, sebab persepsi merupakan suatu dasar dari pembentukan sikap dan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengelolaan hutan rakyat dan persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat. Penelitian dilakukan di Kelompok Tani Asih, Kecamatan Ciampea. Metode pemilihan responden secara sensus pada anggota kelompok tani berjumlah 38 orang. Tahapan pengolahan data pertama dilakukan tabulasi data, selanjutnya dilakukan analisis deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga sub sistem dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat yaitu sub sistem prodiksi, pengolahan, dan pemasaran. Sub sistem produksi yang dilakukan petani berupa persiapan lahan berupa kegiatan pembersihan lahan dan penyiapan lubang tanam. Kegiatan penanaman dalam bentuk pengadaan bibit, penentuan jarak tanam, tanpa penetapan musim tanam, dan pemupukan. Kegiatan pemeliharaan melalui penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemangkasan cabang, penjarangan, pemupukan, serta pemberentasan hama dan penyakit. Hasil dari kegiatan pemanenan dan pengolahan yang kegiatannya dilakukan sendiri hanya untuk konsumsi pribadi. Pohon dijual dalam bentuk tegakan dengan harga rata-rata Rp 300 000 per kubik. Persepsi terhadap manfaat hutan rakyat yang didapatkan secara sosial dan ekonomi berkriteria sedang sampai tinggi sedangkan manfaat ekologi berkriteria tinggi.

Kata kunci: manfaat hutan rakyat, pengelolaan, persepsi

ABSTRACT

INNAS ROVINO KATURUNI. Farmer’s Perception About Community Forest Benefits in Kelompok Tani Asih, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Supervised by SONI TRISON.

(5)

first stage of the data processing is data tabulating, then performed a descriptive analysis.

Results of this study indicate that there are three sub-systems in community forest management activities such as production sub system, processing sub system, and marketing sub system. Production sub system that done by farmers in the land preparation activities such as land clearing and preparation of the planting hole. The planting activities such as seedlings, plants spacing setup, without planting season, and fertilization. The maintenance activities through replanting, weeding, plowing, branch pruning, thinning, fertilization, and also pest and disease exterminating. Results of harvesting and processing activities that done alone was only for personal consumption. Trees are sold in the form of stands with an average price of Rp 300 000 every cubic. The social and economic perceived benefits of community forests has moderate to high criteria, while ecological benefit has high criteria.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

PERSEPSI PETANI TERHADAP MANFAAT HUTAN

RAKYAT DI KELOMPOK TANI ASIH, DESA BENTENG,

KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

INNAS ROVINO KATURUNI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Persepsi Petani Terhadap Manfaat Hutan Rakyat di Kelompok Tani Asih, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Nama : Innas Rovino Katuruni NIM : E14070026

Disetujui oleh

Dr. Soni Trison, S.Hut, MSi. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi Petani Terhadap Manfaat Hutan Rakyat di Kelompok Tani Asih, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan pengelolaan hutan rakyat dan persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat. Skripsi ini juga disusun untuk melengkapi kewajiban dalam menempuh tugas akhir pada program Sarjana Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih kepada bapak Dr. Soni Trison, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas didikan dan arahannya dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini. Kepada kedua orang tua, ayah Drs. Abdul Naser Apt. dan ibu Siti Mutmainah yang selalu memberikan dukungan moral, semangat, materiil, dan doa bagi penulis. Art Fudlaili F dan Haqqi Annazili sebagai teman satu bimbingan skripsi penulis yang memberikan bantuan teknis. Bapak Saepudin selaku Ketua Kelompok Tani Asih. Sahabat D19 dan B18, Keluarga besar MNH 44, dan Keluarga besar PSM IPB Agria Swara.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Sasaran 2

Jenis Data 3

Metode Pengambilan Contoh 3

Metode Pengolahan dan Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat 5

Persepsi Manfaat Hutan Rakyat 9

Hubungan Persepsi dengan Pengelolaan Hutan Rakyat 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

(12)

DAFTAR TABEL

1 Skala interval kriteria manfaat sosial 9

2 Persepsi manfaat sosial 10

3 Skala interval kriteria manfaat ekonomi 11

4 Persepsi manfaat ekonomi 11

5 Skala interval kriteria manfaat ekologi 12

6 Persepsi manfaat ekologi 12

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan rakyat kini memang sudah menjadi trend tersendiri di masyarakat. Sebab seiring dengan pesatnya laju pembangunan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, kebutuhan terhadap lahan untuk pemukiman, industri, pertanian, perkebunan, dan pengalihan kawasan hutan untuk peruntukan lainnya telah menyebabkan hutan menjadi cenderung menyempit (Setyawan 2002). Menurut Suharjito (2000), hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Menurut Butar-Butar (2007) pengelolaan hutan rakyat pada dasarnya merupakan upaya secara menyeluruh dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pembinaan, pengembangan dan penilaian serta pengawasan pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan.

Salah satu isu yang menarik dari perkembangan hutan rakyat ini adalah manfaatnya bagi masyarakat, khususnya bagi petani hutan rakyat sekitar. Menurut Awang (2001) manfaat ini dapat berupa manfaat tangible dan manfaat intangible. Manfaat tangible adalah manfaat yang secara langsung dapat dirasakan atau yang berupa materi seperti kayu, rotan, getah, dan sebagainya. Sedangkan manfaat intangible adalah manfaat yang berupa tidak secara langsung dapat dirasakan atau yang berupa non-material, dapat berupa hubungan sosial, jasa lingkungan, pemandangan, pendidikan, plasma nutfah, dan lain-lain.

Menurut Djajapertjunda (2003) karena hutan rakyat juga merupakan hutan yang pada dasarnya sama seperti hutan-hutan lain yang tanaman utamanya berupa pohon, maka peranannya pun tidak banyak berbeda antara lain 1) ekonomi, untuk memproduksi kayu dan meningkatkan industri kecil sebagai upaya untuk meningkatkan peranan dan jaringan ekonomi masyarakat sekitar, 2) sosial, dalam membuka lapangan pekerjaan, serta hubungan yang harmonis yang dapat dirasakan antar sesama warga yang kemudian akan dapat meminimalisir terjadinya konflik, 3) ekologi, sebagai penyangga kehidupan masyarakat sekitar khususnya dalam mengatur tata air, mencegah bencana banjir, erosi, dan sebagai prasarana untuk memelihara kualitas lingkungan hidup (penyerap karbon dioksida dan produsen oksigen).

(14)

2

menjadi faktor terbesar yang mendorong terjadinya konversi lahan. Konversi lahan ini utamanya terjadi pada lahan-lahan hutan (Pramono 2006).

Salah satu unsur yang mendukung kegiatan usahatani secara lokal dalam ruang lingkup desa adalah melalui kelompok tani. Berdasarkan hasil penelitian dari Santosa (2006) diketahui bahwa keberadaan kelompok tani sangatlah penting. Kelompok yang merupakan salah satu wadah para petani untuk bergaul satu dengan yang lain, memiliki tujuan utama memajukan kegiatan pertanian yang mereka kelola, salah satunya adalah kegiatan kehutanan. Kelompok tani dapat mengakomodir kebutuhan petani dalam lingkup yang lebih sempit jika dibandingkan dengan lingkup desa, sebab kelompok tani dibentuk pada petani dalam satu desa yang lokasinya saling berdekatan.

Persepsi petani terhadap hutan rakyat akan besar pengaruhnya terhadap perkembangan dari hutan rakyat itu sendiri, sebab persepsi merupakan suatu dasar dari pembentukan sikap dan perilaku. Penelitian Fitriani (2010) menjelaskan bahwa persepsi masyarakat terhadap hutan rakyat adalah lahan yang dikelola oleh masyarakat untuk menopang kebutuhan hidup. Masyarakat beranggapan bahwa dengan mengusahakan hutan rakyat mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup terlebih yang sifatnya mendesak karena kayu rakyat mudah dipasarkan dengan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pertanian. Selain itu hutan rakyat juga dinilai sebagai salah satu upaya penyelamatan lingkungan yang berperan dalam mengatur tata air dan mencegah erosi.

Menurut Liswanti (2004) persepsi masyarakat lokal terhadap hutan pada waktu dulu dan kini telah mengalami perubahan. Dulu hutan digunakan seperlunya saja untuk diambil hasil hutannya, tempat tinggal, membuat ladang, dan kebun. Sekarang ini persepsi masyarakat lokal akan hutan telah melebihi tuntutan pada pemenuhan kebutuhan lahan untuk mempertahankan hidup. Sedangkan pihak pemerintah dan para pemangku kepentingan memiliki konsep persepsi tentang hutan yang berbeda dengan masyarakat lokal. Perbedaan persepsi tersebut didasari oleh perbedaan pada tingkat kebutuhan. Hutan dibutuhkan untuk tujuan komersil dan untuk pembangunan daerah setempat. Hal tersebut memacu terjadinya perubahan pada akal , cara berpikir, sikap, dan perilaku yang kemudian akan merubah persepsi dari masyarakat lokal. Oleh karena itu akan cukup menarik melihat sejauh mana persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat yang kemudian akan dapat dikaitkan dengan pengelolaan hutan rakyatnya.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan pengelolaan hutan rakyat pada Kelompok Tani Asih.

2. Menjelaskan persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat pada Kelompok Tani Asih.

Manfaat Penelitian

(15)

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Asih, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat pada Bulan November-Desember 2012.

Alat, Bahan dan Sasaran

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain kuisioner, kamera digital, seperangkat komputer, software Microsoft Excel, software SPSS Statistics 17.0. Sasaran penelitiannya adalah petani hutan rakyat di Kelompok Tani Asih, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Jenis Data

Data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari responden melalui wawancara yang berupa daftar pertanyaan atau wawancara langsung untuk mengumpulkan data yang mencakup, karakteristik rumah tangga responden, persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat, dan pengelolaan hutan rakyat. Sedangkan data sekunder diperoleh dari statistik instansi terkait diantaranya adalah data tentang keadaan umum lokasi penelitian. Data Sekunder disini mencakup data profil Kelompok Tani Asih dan data monografi desa.

Metode Pengambilan Contoh

Populasi responden penelitian adalah petani hutan rakyat anggota Kelompok Tani Asih, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode sensus. Total responden pada penelitian ini berjumlah 38 responden.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu 1) tabulasi data tentang manfaat keberadaan hutan rakyat dan pengelolaan hutan rakyat, 2) uji validitas dan reliabilitas, 3) pendeskripsian pengelolaan hutan rakyat dan data manfaat keberadaan hutan rakyat. Tahapan pertama yang dilakukan adalah tabulasi data untuk menentukan kategori pilihan responden terkait persepsi terhadap manfaat keberadaan hutan rakyat.

(16)

4

data primer dilakukan melalui pengkategorian masing-masing indikator manfaat yaitu Sosial, Ekonomi, dan Ekologi yang mengacu pada Djajapertjunda (2003).

Menurut Sumardjo (1999), pengukuran parameter dilakukan untuk mendapatkan informasi persepsi manfaat hutan rakyat dalam kriteria nilai terendah dan tertinggi dengan menggunakan skala ordinal mulai satu untuk pernyataan tidak setuju, dua untuk pernyataan ragu-ragu dan tiga untuk pernyataan setuju. Kategori setuju dengan skor tiga menandakan bahwa sub indikator tersebut merupakan persepsi yang paling tinggi. Sedangkan kategori tidak setuju dengan skor satu menandakan bahwa sub indikator tersebut merupakan persepsi manfaat yang paling rendah untuk masing masing sub indikator (Sosial, ekonomi, ekologi). Transformasi indeks (x) dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

Transformasi ini untuk menghitung nilai keragaman yang terjadi dalam masing-masing sub indikator yang berskala ordinal. Melalui transformasi ini skala yang semula ordinal kemudian diubah menjadi tiga skala interval dari masing-masing sub indikator manfaat yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kelompok Tani Asih terbentuk pada tanggal 3 Mei 2001 dan beranggotakan 38 orang petani. Kelompok tani ini berlokasi di Kampung Gunung Leutik, RT. 03-04 Rw. 05, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Kelompok Tani Asih memiliki luasan total 80 hektar. Petani pada Kelompok Tani Asih telah memanfaatkan lahan miliknya untuk berbagai macam kegiatan yaitu pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Kegiatan pertanian adalah melalui penanaman padi dan jagung. Kegiatan perkebunan meliputi penanaman umbi-umbian, palawija, dan buah-buahan. Kegiatan kehutanan meliputi penanaman hingga pemasaran hasil hutan melalui tegakan hutan sengon dan sedikit pohon mahoni. Kegiatan lainnya adalah peternakan dan perikanan yang meliputi kegiatan pembiakan serta penggemukan kambing dan sapi. Pada kegiatan perikanan, jenis ikan yang dipelihara adalah ikan lele, nila, dan mujair.

(17)

5 merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 29% merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Responden yang memiliki pekerjaan utama sebagai petani adalah sebanyak 37%. Responden selebihnya berprofesi sebagai buruh, wiraswasta, karyawan swasta, peternak, tukang, dan pensiunan. Responden memiliki lahan milik pribadi atau yang biasa mereka sebut dengan lahan kering untuk lahan hutan rakyat. Luasan lahan kering sebagian besar responden sebanyak 74% tidak mencapai satu hektar yaitu antara 0.2 sampai 0.9 hektar saja, namun ada pula petani dengan luasan lahan lebih dari satu hektar, yaitu sebesar 26%.

Status kepemilikan lahan berupa girik dengan cara memperoleh lahan yang bervariasi antara mendapat warisan ataupun membeli. Responden yang mendapatkan lahannya dari warisan sejumlah 58%, sedangkan 42% responden mendapatkan lahannya dengan kombinasi antara warisan dan membeli. Untuk masa depan kepemilikan lahan, 74% responden lebih cenderung kepada menyesuaikan terhadap kebutuhan keluarga, apabila ada kebutuhan yang mendesak maka mereka akan menjual lahan tersebut. Kebutuhan keluarga ini tentunya dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu dari kebutuhan lahan yang semakin meningkat, baik untuk dikonversi menjadi lahan pertanian ataupun perumahan. Namun selama kebutuhan masih dapat terpenuhi, responden akan mewariskan lahan mereka kepada keluarga terdekatnya. Hanya 26% responden yang yakin akan mewariskan lahan yang mereka miliki.

Rata-rata jumlah tanggungan tiap kk adalah sebanyak 3 orang tanggungan. Pendapatan perkapita pada anggota Kelompok Tani Asih adalah Rp 10 000 000 per tahun yang diperoleh dari pendapatan hasil hutan rakyat, usahatani lain, dan kegiatan non usahatani. Pengeluaran perkapita pada anggota Kelompok Tani Asih adalah Rp 7 300 000 per tahun yang diperoleh dari pengeluaran sandang, pangan, papan, serta pengeluaran usahatani responden (bahan, alat, tenaga kerja).

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

Hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan dan biasanya disebut hutan milik. Sistem pengelolaan hutan rakyat dibagi menjadi tiga sub sistem, yaitu sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil, dan sub sistem pemasaran hasil sesuai dengan pendapat dari Butar-Butar (2007). Sub sistem produksi meliputi kegiatan persiapan lahan, pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pengangkutan. Sub sistem pengolahan hasil merupakan serangkaian proses yang dilakukan petani hutan rakyat untuk mengolah bahan dasar kayu berupa log yang berasal dari tegakan hutan rakyat supaya menjadi produk akhir berbentuk kayu pertukangan ataupun bahan kayu lain yang kemudian dijual ataupun digunakan sendiri. Sub sistem pemasaran hasil adalah kegiatan penjualan atau pemasaran hasil hutan rakyat dari petani yang berperan sebagai produsen kepada pembeli baik secara langsung maupun melalui tengkulak yang berperan sebagai perantara.

Sub Sistem Produksi

(18)

6

pemanenan serta pengangkutan. Kegiatan pemanenan kayu dilakukan langsung oleh para pembeli yang biasanya adalah tengkulak dengan sistem borongan per jumlah pohon berdiri dan diangkut menggunakan mobil pick up atau truck menyesuaikan dengan jumlah batang yang dipanen.

Pengadaan bibit erat hubungannya dengan aksesibilitas petani dalam mendapatkan bibit. Petani umumnya mendapatkan bibit dengan cara membeli dari persemaian sekitar, ada juga pedagang bibit keliling menggunakan mobil yang biasanya berasal dari luar daerah. Menurut petani, membeli bibit lebih mudah dan praktis karena petani tidak perlu mempersiapkan peralatan dan bahan-bahan untuk persemaian melainkan hanya perlu membayar bibit yang harganya berkisar antara Rp 1500 sampai Rp 2000 per bibit sengon. Harga bibit sengon ini tergantung dari kualitas bibitnya.

Kegiatan yang pertama kali dilakukan adalah persiapan lahan yang rata-rata dapat diselesaikan selama satu minggu untuk luasan rata rata 1 hektar. Pada awalnya kegiatan persiapan lahan dimulai dengan pembersihan lahan. Pembersihan lahan pada umumnya dilakukan menggunakan obat pembasmi rumput atau gulma sehingga petani tidak menghabiskan waktu dan terlalu lelah jika dilakukan secara manual menggunakan golok. Setelah lahan dibersihkan maka langsung dilakukan pengolahan lahan yang berupa penggemburan menggunakan cangkul. Selanjutnya dibuat lubang tanam dengan panjang sisi 40 cm x 30 cm dan kedalaman 30 cm. Kemudian diberi pupuk yang biasanya berupa pupuk kompos karena mudah didapat. Kegiatan persiapan lahan sudah sesuai dengan yang seharusnya dikerjakan yaitu berupa kegiatan pembersihan semak belukar dan padang rumput. Kemudian pengolahan tanah untuk memperbaiki struktur tanah dengan cara mencangkul atau membajak kemudian dibuat lubang tanam dengan ukuran sekitar 30 cm x 30 cm kedalaman 30 cm dan selanjutnya dilakukan pemupukan untuk menstabilkan struktur tanah dan memperbaiki unsur hara dalam tanah (Sumarna 2012).

Para petani menentukan sendiri jarak tanamnya, yaitu 2 m x 2 m, 3 m x 3 m, dan 2 m x 3 m. Jarak tanam yang paling banyak diterapkan oleh petani adalah 3 m x 3 m (50%). 24% responden menggunakan jarak tanam 2 m x 2 m, 26% responden menggunakan jarak tanam 2 m x 3 m. Jarak tanam mayoritas tidak jauh berbeda berbeda dengan jarak tanam pada umumnya yaitu 3 m x 2 m (Sumarna 2012). Petani tidak menentukan daur tebang dari pohon yang mereka tanam atau yang biasa disebut dengan daur butuh yang berarti petani akan menebang pohonnya jika dalam kondisi butuh saja. Misalkan ketika petani membutuhkan dana lebih untuk biaya pendidikan, atau berobat, maka mereka akan menjual beberapa pohon dari tegakan mereka. Penetapan daur ini tidak sesuai dengan pengelolaan yang sebenarnya, dimana seharusnya daur tebang dari tegakan ini adalah dalam 5-7 tahun. Petani seharusnya dapat memperoleh hasil diameter yang maksimal mencapai 30 cm dan kegiatan pemanenan dapat dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu putaran masa tanam jika mereka mengikuti daur tersebut (Sumarna 2012).

(19)

7 mengurangi resiko matinya bibit karena kekurangan air sehingga penyerapan zat hara kurang maksimal, selain itu juga dapat mengurangi biaya operasional berupa penyiraman.

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan adalah penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan, pemangkasan cabang, penjarangan, serta pemberantasan hama dan penyakit. Beberapa kegiatan pemeliharaan tersebut umumnya hanya dilakukan pada saat pohon masih muda (sampai 1 tahun), ketika pohon sudah tumbuh besar beberapa kegiatan pemeliharaan sudah tidak lagi dilakukan. Kegiatan yang sudah tidak lagi dilakukan adalah penyulaman, pemupukan, dan pemangkasan cabang. Kegiatan pemeliharaan ini sedikit berbeda dengan pendapat Prabowo (2013) bahwa kegiatan pemeliharaan yang berupa penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pemangkasan cabang dilakukan mulai dari tahun pertama sampai dengan tahun ketiga dengan pemeliharaan lanjutan berupa kegiatan penjarangan. Kegiatan pemeliharaan yang tidak dilakukan jika dibandingkan dengan pendapat Sumarna (2012) adalah tahapan kegiatan penyiraman pada bibit. Dengan penyiraman yang optimum maka akan dapat memberikan pertumbuhan yang optimum pula. Penyiraman ini sebaiknya dilakukan pada pagi dan sore hari, juga pada kondisi tertentu penyiraman dapat dilakukan lebih banyak dari keadaan normal yaitu pada suhu udara yang panas dan pada saat bibit baru dipindah dari naungan ke areal terbuka.

Petani melakukan penyulaman pada tempat dimana bibit mati setelah ditanam, karena tidak seluruh bibit yang ditanam kemudian dapat tumbuh dengan baik. Pada kegiatan penyulaman 71% petani melakukannya dalam selang waktu 3 bulan pasca tanam sedangkan 29% melakukannya dalam selang waktu 6 bulan pasca tanam. Dengan melakukan tahapan penyulaman, maka petani dapat lebih mengoptimalkan lahan yang ada untuk tempat tumbuh pohon. Penyulaman, seharusnya dilakukan dua kali yaitu penyulaman pertama dilakukan sekitar 1 bulan setelah tanam, penyulaman kedua dilakukan sebelum tanaman berumur 1 tahun (Sumarna 2012).

Selanjutnya kegiatan penyiangan dilakukan untuk mengurangi potensi gulma dan rumput liar yang tumbuh. Karena ketika gulma dan rumput tidak disiangi, maka pertumbuhan bibit akan terhambat akibat adanya persaingan penyerapan zat hara dalam tanah. Petani sejumlah 63%, melakukan kegiatan penyiangan dalam siklus bulanan dan 37% dengan siklus 3 bulanan. Kegiatan penyiangan ini dilakukan menggunakan racun gulma dan rumput. penyiangan dilakukan pada tahun-tahun permulaan sejak penanaman agar pertumbuhan tanaman sengon tidak kerdil atau terhambat. Penyiangan seharusnya diutamakan pada awal maupun akhir musim penghujan atau bisa dikatakan dengan siklus 6 bulan, karena pada waktu itu banyak gulma yang tumbuh (Prabowo 2013).

(20)

8

golok, maka hanya dilakukan untuk cabang yang masih dapat terjangkau. Biasanya juga dilakukan sampai pohon rata-rata berusia satu tahun atau sampai kira-kira tinggi bebas cabang sudah tidak dapat dijangkau lagi.

Petani melakukan penjarangan dengan siklus tahunan sebanyak 82% dari total petani, sedangkan 18% petani memilih siklus 6 bulanan dalam proses penjarangan ini. Penjarangan bertujuan antara lain untuk memberikan ruang tumbuh, meningkatkan kualitas tegakan, memacu pertumbuhan, dan meningkatkan ketahanan pohon pohon yang tersisa terhadap takanan-tekanan lingkungan. Kegiatan penjarangan ini umumnya dilakukan dengan menggunakan golok karena paling mudah untuk didapat dan digunakan. Kegiatan penjarangan ini seharusnya dilakukan pada saat tanaman sengon telah berumur 3 tahun (Sumarna 2012).

Hama yang umum ditemukan adalah ulat kantung dan ulat penggerek. Petani menggunakan insektisida untuk mengendalikan hama ulat kantung tersebut. Insektisida untuk mengendalikan hama ulat dapat diperoleh di toko penjual alat pertanian dengan harga yang relatif terjangkau, hal ini tentunya memudahkan petani dalam mengendalikan hama ulat yang menyerang pohon sengon milik mereka. Ulat penggerek dikendalikan dengan menggunakan furadan. Dalam penggunaannya furadan dicampurkan dengan pupuk, lalu ditaburkan disekitar pohon. Kemudian juga terdapat penyakit yang menyerang sengon yaitu tumor. Sengon yang terkena penyakit ini cabang atau ranting-rantingnya muncul benjolan-benjolan yang semakin membesar, dan akhirnya membusuk. Pengendaliannya masih hanya dengan cara memangkas cabang yang berbenjolan agar kemudian benjolan tersebut tidak meluas.

Pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk kompos yang mudah diperoleh karena beberapa petani juga memiliki hewan ternak seperti sapi, kambing, ayam juga serasah tanaman. Sebagian dari petani juga menggunakan campuran pupuk kompos dan pupuk kimia yaitu urea. Komposisi pupuk campuran ini disesuaikan dengan kebutuhan lahan dan juga ketersediaan dana yang dimiliki oleh petani. Dalam kegiatan pemupukan 24% petani menentukan 3 bulanan dalam pemupukan mereka, sedangkan 76% petani menentukan 6 bulanan.

Hanya beberapa petani yang menggunakan tenaga kerja dari luar untuk melakukan proses persiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan ini. Dalam satu hari, upah yang dibayarkan untuk setiap Hari Orang Kerja (HOK) adalah sebesar Rp 40 000 dengan tambahan makan siang. Hitungan waktu HOK yang digunakan adalah delapan jam per HOK dengan waktu istirahat siang satu jam. Petani yang menyewa tenaga kerja hanya yang memiliki lahan relatif luas dan dengan jumlah tanaman yang banyak.

(21)

9

Sub Sistem Pengolahan Hasil

Setelah sub sistem produksi maka selanjutnya adalah sub sistem pengolahan hasil. Petani tidak melakukan pengolahan hasil kayu sengon untuk kepentingan komesil. Petani melakukan pengolahan hasil kayu sengon hanya jika mereka membutuhkan kayu untuk kepeluan pribadi seperti jika keperluan pembangunan rumah, kandang, ataupun kayu bakar. Pengolahan ini dapat berupa pengolahan dari log menjadi papan atau kaso. Hasil kayu yang dijual secara ekonomi tidak berbentuk kayu olahan, melainkan tegakan yang berbentuk pohon. Hasil ini sepenuhnya diserahkan kepada pemborong yang biasanya adalah tengkulak sehingga tidak adanya kegiatan pengolahan hasil untuk keperluan ekonomi. Hal ini diakui lebih mudah dan praktis oleh para petani, sehingga mereka tidak perlu repot untuk mengolah terlebih dahulu baru krmudian menjualnya.

Sub Sistem Pemasaran Hasil

Hasil yang didapatkan dari pengelolaan hutan rakyat yang berupa kayu dipasarkan langsung dalam bentuk tegakan. Proses pemasaran yang dilakukan petani adalah dengan menghubungi atau dengan dihubungi oleh calon pembeli lalu terjadi proses tawar menawar harga sampai terjadi kesepakatan penjualan kayu dari tegakan. Dengan kemudahan akses pemasaran ini petani tidak perlu lagi melakukan tahapan yang panjang seperti penebangan, pembagian batang, pengangkutan kayu, sampai penjualan ke penggergajian, karena seluruh proses tersebut akan dilakukan oleh pembeli. Harga kayu sengon kira-kira mencapai Rp 300 000 per kubik pada usia tiga tahun, dengan diameter rata-rata 20 cm, dan membutuhkan kurang lebih 3 pohon. Penjualan dengan sistem borongan berdasarkan jumlah pohon berdiri tidak memiliki harga tetap, namun melalui tawar menawar antara petani dan pembeli.

Persepsi manfaat hutan rakyat

Persepsi masyarakat tentang hutan rakyat dapat diketahui melalui bagaimana pengetahuan mereka tentang hutan dan fungsi hutan tersebut bagi kehidupan mereka (Suryaningsih et al 2012). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu mengenai persepsi masyarakat tentang pentingnya hutan di lansekap hutan tropis didapat bahwa hutan primer atau hutan yang belum ditebang menurut persepsi masyarakat lokal adalah tipe lahan paling penting. Masyarakat lokal menilai bahwa pentingnya hutan primer adalah sebagai sumber sumber mata pencaharian baik langsung maupun tidak langsung, sebagai penjaga nilai-nilai historis yang harus terus dipertahankan secara turun-temurun, memiliki, kelimpahan sumberdaya yang sangat bernilai seperti tumbuhan dan hewan. Sedangkan lahan-lahan lain mempunyai tingkat kepentingan lebih rendah dibandingkan dengan lahan hutan (Liswanti et al 2004). Mengacu kepada Djajapertjunda (2003) manfaat dari hutan rakyat dibagi kedalam tiga indikator yaitu sosial, ekonomi, dan ekologi. Kemudian dari masing-masing indikator manfaat tersebut didapatkan persepsi dari responden.

Manfaat Sosial

(22)

10

peneliti. Pembagian ini berdasarkan pada subyek pengelolaan hutan rakyat dan sejalan dengan pendapat Djajapertjunda (2003) yaitu manfaat hutan rakyat secara sosial dalam menjalin hubungan yang harmonis yang dapat dirasakan antar sesama warga, dan pihak lain yang terkait dengan kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Dari hasil transformasi didapatkan skala interval seperti pada Tabel 1, sedangkan hasil tabulasi skor manfaat didapatkan hasil seperti pada Tabel 2. Tabel 1 Skala interval kriteria manfaat sosial

Sub indikator manfaat Kriteria manfaat Skala interval

Hubungan antar petani Hubungan petani dengan pihak lain

(tengkulak, penyuluh, dan peneliti)

Tabel 2 Persepsi manfaat sosial

Sub indikator manfaat Kriteria manfaat Skor

Hubungan antar petani

Secara sosial, didapatkan persepsi yang tinggi dalam hal hubungan antar petani. Manfaat-manfaat tersebut antara lain dapat membantu dalam menambah hubungan yang harmonis yang dapat dirasakan antar sesama warga, sehingga dapat meminimalisir terjadinya konflik dalam keseharian masyarakat. Keakraban ini bisa dijalin melalui pertemuan-pertemuan rutin maupun dadakan kelompok tani. Keakraban ini dapat ditunjukkan dari tidak adanya batas lahan yang jelas antar lahan petani, melainkan hanya dibatasi dengan pagar hidup yang berupa semak ataupun menggunakan tegakan mahoni.

Keakraban yang tinggi ini memungkinkan terjadinya transfer informasi sehingga petani menjadi lebih kreatif dalam pengelolaan hutan rakyat dan dapat menambah pengetahuan dalam pengorganisasian kelompok petani. Manfaat yang juga diketahui adalah timbulnya rasa untuk menjaga sumberdaya alam utamanya melalui kegiatan hutan rakyat. Selain itu dalam kehidupan di masyarakat, hutan rakyat juga dapat memberikan manfaat dalam bentuk penyedia kayu dan menjaga pengetahuan lokal masyarakat tentang keberadaan hutan rakyat. Tingginya manfat sosial antar petani ini sejalan dengan pendapat Djajapertjunda (2003).

(23)

11 Sedangkan kriteria manfaat sosial secara eksternal petani ini bertentangan dengan pendapat Djajapertjunda (2003) bahwa hutan rakyat pada dasarnya peranannya untuk memproduksi kayu dan meningkatkan industri kecil sekitar. Hal ini dapat dikarenakan kurang maksimalnya pengelolaan hutan rakyat utamanya dalam hal pemanenan, pengolahan hasil, dan pemasaran.

Manfaat Ekonomi

Manfaat ekonomi hutan rakyat dibagi kedalam dua sub indikator yaitu secara internal keluarga petani dan eksternal keluarga petani. Sejalan dengan pendapat Darusman dan Hardjanto (2006) yaitu peran pengusahaan hutan rakyat dalam perekenomian desa, minimal mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga pelaku hutan rakyat (secara mikro) dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan desa dan sekitarnya (secara makro). Dari hasil transformasi didapatkan skala interval seperti pada Tabel 3, sedangkan hasil tabulasi skor manfaat didapatkan hasil seperti pada Tabel 4.

Tabel 3 Skala interval kriteria manfaat ekonomi

Sub indikator manfaat Kriteria manfaat Skala interval

Internal keluarga petani (mikro)

Tabel 4 Persepsi manfaat ekonomi

Sub Indikator manfaat Kriteria manfaat Skor

Internal keluarga petani (mikro) langsung dirasakan oleh pemilik hutan rakyat. Secara internal, persepsi petani tentang manfaat hutan rakyat adalah berkriteria tinggi yaitu dalam hal memperoleh tambahan pendapatan dari menjual kayu hasil hutan rakyat baik dalam bentuk pohon berdiri maupun dalam bentuk kayu bakar, hal ini sejalan dengan pendapat Suharjito (2000).

(24)

12

tambahan penghasilan jangka pendek. Manfaat ekonomi hutan rakyat dapat secara langsung dirasakan oleh petani yaitu melalui kontribusinya bagi pendapatan petani. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwono (2006) yang menyebutkan bahwa manfaat yang akan langsung dapat diperoleh dari hutan rakyat pada umumnya adalah manfaat yang terkait dengan manfaat ekonomi.

Secara eksternal, persepsi yang didapatkan berkriteria sedang, yaitu kaitannya dalam membantu perekonomian warga sekitar dan juga perekonomian pedesaan. Hutan rakyat seharusnya dapat meningkatkan penyediaan lapangan pekerjaan dan memacu pembangunan ekonomi daerah melalui industri-industri kecil. Selain itu manfaat dalam kaitannya dengan mensuplai bahan baku kayu (bakar, pertukangan, bahan mebel) dan non kayu (buah, umbi, dll) secara berkesinambungan dan berkelanjutan juga belum maksimal dimiliki hutan rakyat. Dari ekowisata, adanya hutan rakyat seharusnya dapat digunakan untuk wisata secara publik maupun lokal sehingga dapat menambah penghasilan melalui retribusi dan juga perdagangan sekitar lokasi wisata. Manfaat ekonomi yang kurang maksimal secara eksternal bertentangan dengan pendapat dari Yuwono (2006), hal ini dapat dikarenakan pengelolaan hutan rakyat yang kurang maksimal dari aspek pengelolaan hasil.

Manfaat Ekologi

Manfaat ekologi hutan rakyat dibagi kedalam empat kategori yaitu hidrologi, tanah, udara, dan keanekaragaman hayati Sejalan dengan pendapat Djajapertjunda (2003) yaitu manfaat hutan sebagai penyangga kehidupan masyarakat sekitar khususnya dalam mengatur tata air, mencegah bencana banjir, erosi, dan sebagai prasarana untuk memelihara kualitas lingkungan hidup (penyerap karbon dioksida dan produsen oksigen) dan menurut Simon (1995) yaitu menyediakan habitat untuk lebih menjaga keanekaragaman hayati. Dari hasil transformasi didapatkan skala interval seperti pada Tabel 5, sedangkan hasil tabulasi skor manfaat didapatkan hasil seperti pada Tabel 6.

Tabel 5 Skala interval kriteria manfaat ekologi

Sub indikator manfaat Kriteria manfaat Rentang skor

(25)

13 Tabel 6 Persepsi manfaat ekologi

Sub indikator manfaat Kriteria manfaat Skor

Hidrologi

Keanekaragaman hayati Tinggi 51

Dari aspek ekologi, persepsi yang didapatkan seluruhnya berkriteria tinggi. Secara ekologi, hutan rakyat ikut berperan positif dalam mengendalikan aspek hidrologi yaitu erosi dan limpasan permukaan. Dengan adanya penutupan lahan oleh pohon, maka dapat mengurangi aliran permukaan dan mengurangi erosi terhadap permukaan tanah. Dengan pengendalian aspek hidrologi ini selanjutnya dapat mengurangi resiko banjir. Dengan baiknya pengendalian aspek hidrologi maka air akan menjadi lebih jernih, lebih mudah air saat musim kemarau, dan munculnya mata air, sehingga keseimbangan air dapat terjaga.

Dengan adanya penutupan tajuk dan hidrologi yang baik maka tanah lebih mudah menyerap air yang kemudian dapat memperbaiki kesuburan tanah, utamanya pada lahan-lahan kritis sesuai dengan pendapat Jauhari dan Djajapertjunda (2003). Kesuburan tanah ini kemudian dapat meningkatkan pengolahan tanah, akibatnya produktifitas tanah dapat meningkat. Hutan rakyat menurut petani dapat membantu untuk menyerap karbon dan memproduksi oksigen. Dengan udara yang lebih sejuk dan berkurangnya pencemaran udara maka akan timbul rasa nyaman bukan hanya oleh petani sekitar, melainkan oleh seluruh warga sekitar hutan. Resiko global warming juga dapat dikurangi akibat adanya tegakan hutan yang tentunya menyerap karbon dan mengurangi pencemaran udara sesuai dengan pendapat Djajapertjunda (2003).

Manfaat lainnya yaitu adanya satwa liar yang menguntungkan di sekitar hutan rakyat. Satwa liar yang terdapat disekitar hutan rakyat sebagian besar adalah burung yang bisa menjadi hewan buruan, baik untuk keperluan hobi berburu, hewan peliharaan, ataupun konsumsi. Keberadaan hutan rakyat juga dinilai dapat menjaga keberagaman satwa sekitar hutan rakyat, utamanya satwa-satwa seperti burung dan tupai. Keberagaman tumbuhan dapat dirasakan dengan dapat tumbuhnya tanaman-tanaman liar pada lantai hutan dan beberapa diantaranya adalah tanaman obat. Dengan adanya hutan rakyat juga dapat meningkatkan keindahan lingkungan. Manfaat secara ekologi ini sesuai dengan pendapat Simon (1995) yaitu dapat memperbaiki sistem hidrologi dan meningkatkan proses penguraian CO2 dan polutan lain di udara melalui

peningkatan proses fotosintesis di permukaan bumi, dapat menjaga kadar oksigen udara segar tetap pada tingkat yang menguntungkan bagi makhluk hidup melalui proses fotosintesis, dan menyediakan habitat untuk lebih menjaga keanekaragaman hayati.

(26)

14

Hubungan Persepsi Dengan Pengelolaan Hutan Rakyat

Dari hasil penelitian ditemukan data bahwa persepsi yang diperoleh berkriteria sedang sampai tinggi. Tetapi pengelolaan hutan rakyatnya memiliki keterbatasan atau dapat dikatakan seadanya, yaitu banyak didapati ketidaksesuaian tahapan ataupun tata cara kegiatan yang dilakukan dengan yang seharusnya dilakukan atau tidak sesuai dengan standar. Terutama pada faktor pemanenan, pengolahan hasil, dan pemasaran hasil. Kedua hasil tersebut yaitu persepsi dan pengelolaan dapat diketahui bahwa terjadi ketidakkonsistenan. Persepsi yang tinggi melainkan dengan pengelolaan yang standar dan dapat dikatakan apa adanya. Seharusnya dengan persepsi yang tinggi maka akan didapatkan faktor pengelolaan yang juga maksimal.

Jika dilihat dari pengertian persepsi bahwa persepsi adalah suatu proses penginderaan dan penafsiran rangsangan dari suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan kemudian menginterpretasikan rangsangan yang telah diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada (Muchtar 1998). Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa persepsi memiliki sifat yang dinamis. Jika dikaitkan dengan salah satu teori persepsi, yaitu mengacu pada Sadli (1976) ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi persepsipetani pada pembahasan ini, yaitu :

1. Faktor obyek rangsangan dalam hal ini adalah hutan rakyat.

Faktor obyek rangsangan ini dapat berupa ciri-ciri dari hutan rakyat. Seperti sampai sejauh mana hutan rakyat dikenal atau diketahui nilainya, manfaat dengan segala permasalahannya, seberapa sering petani berinteraksi dengan hutan rakyatnya. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa hutan rakyat memang sudah populer di kalangan petani. Petani mengetahui bagaimana caranya mengelola hutan mereka. Petani sering berinteraksi dengan tegakan hutan rakyat mereka karena memang hutan rakyat berlokasi di lahan pribadi. Dengan pengetahuan petani mengenai hutan rakyat ini, diduga mengakibatkan petani mengetahui dengan lebih mendalam mengenai manfaat-manfaat dari hutan rakyat. Sehingga petani akan memberikan respon yang positif terhadap persepsi para petani mengenai manfaat hutan rakyat.

2. Faktor pribadi.

Faktor pribadi tentunya dapat memberikan persepsi yang berbeda terhadap keberadaan beserta manfaat dari hutan rakyat. Faktor pribadi dapat berupa pendidikan, minat, emosional, dan kedewasaan. Di lapangan didapatkan bahwa rata-rata pendidikan petani adalah setingkat sekolah menengah. Hal ini diduga akan mempengaruhi persepsi dari petani, sebab dengan pendidikan yang terbatas maka pola pikir maupun kedewasaan emosional yang didapat akan terbatas pula. Kemudian hal ini akan menimbulkan gejolak ketika muncul pertanyaan mengenai pengetahuan petani tentang pengelolaan dan persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat.

3. Faktor pengaruh kelompok.

(27)

15 kelompok tersebut, dalam hal ini adalah kelompok tani. Faktor ini akan memberikan arah dan pengaruh terhadap tingkah laku dan persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat. Dari pengamatan di lapangan didapatkan bahwa interaksi antar petani di masyarakat adalah tinggi dilihat dari adanya pertemuan rutin dan pertemuan dadakan dalam kelompok tani. Dengan tingginya interaksi ini maka dapat diduga persepsi dari satu petani akan dapat mempengaruhi persepsi petani lainnya. Dengan interaksi ini diduga dapat mempengaruhi persepsi petani ketika ada rangsangan masuk berupa pertanyaan-pertanyaan melalui peneliti.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tahapan pengelolaan hutan yang dilakukan petani di Kelompok Tani Asih dilakukan dengan sederhana, yaitu persiapan lahan yang dilakukan dengan durasi rata-rata satu minggu, jarak tanam umumnya 3m x 3m, pemeliharaan meliputi penyiangan, pendangiran, penyulaman, pemangkasan cabang, pemupukan, dengan frekuensi bulanan sampai 6 bulanan, penjarangan dengan frekuensi tahunan, serta pemberantasan hama dan penyakit. Kegiatan pemanenan tidak dilakukan karena diserahkan pada pembeli. Pengolahan hasil hutan hanya untuk konsumsi pribadi, tidak untuk dijual. Sistem pemasaran hasil hutan rakyat dilakukan dengan sistem borongan yang harganya bervariasi menurut kualitas kayu melalui tawar menawar sebelum penjualan. Kurang maksimalnya pengelolaan hutan rakyat terutama pada pemanenan, pengolahan, dan pemasaran ini sesuai dengan pendapat Hardjanto (2000) bahwa kegiatan pengelolaan hutan rakyat oleh masyarakat hanya dilakukan dengan sederhana.

Persepsi manfaat hutan rakyat yang didapat dari masing masing kategori yaitu sosial dan ekonomi berkriteria sedang sampai tinggi, sedangkan manfaat ekologi seluruhnya berkriteria tinggi. Tingginya persepsi petani ini diikuti oleh kurang maksimalnya proses pengelolaan hutan rakyat. Jika mengacu pada hasil persepsi dan pengelolaan dapat diketahui bahwa terjadi ketidakkonsistenan yaitu persepsi yang tinggi melainkan dengan pengelolaan yang standar dan dapat dikatakan apa adanya. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi hal ini yaitu faktor obyek rangsangan, faktor pribadi, dan faktor pengaruh kelompok.

Saran

Pemerintah harus meningkatkan kegiatan-kegiatan dalam hal pemberian informasi dan transfer pengetahuan terkait pengelolaan hutan yang lebih baik lagi dari segi sub sistem produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil. Selanjutnya diharapkan dapat memberikan bantuan dan pengetahuan tentang bagaimana mengatasi masalah dalam pengelolaan hutan rakyat.

(28)

16

DAFTAR PUSTAKA

Awang S. 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Yogyakarta (ID): Debut Press.

Butar-Butar UTE. 2007. Sistem pengelolaan hutan rakyat dan kontribusinyaterhadap

pendapatan petani (kasus hutan rakyat di Desa Burno, Kec. Senduro, Kab.

Lumajang, Jawa Timur) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Darusman D dan Hardjanto. 2006. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat [Prosiding]. Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 4-13.

Djajapertjunda S. 2003. Mengembangkan Hutan Milik di Jawa. Bandung (ID): Alqaprint.

Firani SD. 2011. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat (Studi Kasus di Desa Padasari Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Di dalam: Didik Suharjito. Hutan Rakyat di Jawa: Perannya Dalam Perekonomian Desa. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jauhari R. 2003. Studi potensi dan pengembangan hutan rakyat sengon di Kab. Garut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Liswanti SN. 2004. Persepsi Masyarakat Lokal Terhadap Pentingnya Hutan dan Lahan-Lahan Lain di Lansekap Hutan Tropis, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Liswanti SN, Indawan A, Sumardjo, Sheil D. 2004. Persepsi Masyarakat Dayak Merap dan Punan Tentang Pentingnya Hutan di Lansekap Hutan Tropis, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur [jurnal]. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 2: 1-13.

Muchtar T. 1998. Hubungan karakteristik elit formal dan elit informal desa dengan persepsi dan tingkat partisipasi mereka dalam program P3DT di Kabupaten Sukabumi [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Prabowo AY. 2013. Cara Sukses Budidaya Sengon [internet]. [diacu 2013 Maret 20]. Tersedia dari: http://ternak-budidaya.com/cara-sukses-budidaya-sengon. Pramono AA. 2006. Konversi hutan rakyat di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten

Bogor [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Santosa S. 2006. Dinamika Kelompok. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Setyawan H. 2002. Aspek ekonomi pengusahaan hutan rakyat sengon di Kabupaten Sukabumi. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

(29)

17 Sumardjo. 1999. Transformasi model penyuluhan pertanian menuju pengembangan kemandirian petani (Kasus di Propinsi Jawa Barat). [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sumarna SH. 2012. Sukses Budidaya 9 Jenis Kayu Penghasil Rupiah. Klaten (ID): Cable Book.

Suryaningsih WH, Purnaweni H, Izzati M. 2012. Persepsi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Rakyat di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo [prosiding]. Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(30)

18

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

PERSEPSI ANGGOTA KELOMPOK TANI TERHADAP MANFAAT KEBERADAAN HUTAN RAKYAT

Nomor Responden :

Tanggal wawancara : Lokasi Responden :

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Pendidikan :

a. SD b. SMP c. SMA d. PT e. Lainnya

4. Status Perkawinan :

a. Kawin b. Belum Kawin

5. Jumlah Anggota Keluarga : Orang 6. Jumlah Tanggungan Keluarga : Orang

7. Pekerjan utama :

8. Pekerjan sampingan : 9. Kepemilikan lahan

no Jenis lahan

Status Kepemilikan Luas (ha) Mendapatkan (Warisan, Membeli, dll)

(31)

19

10. Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga: 1. Sumber pendapatan

no. Jenis Sumber pendapatan

Dijual dalam bentuk

Jumlah yang dijual

Harga per satuan

Frekuensi Panen hutan rakyat

(kayu)

hutan rakyat (non kayu)

Sawah

Kebun

Ladang

Ternak

Kolam

Lainnya

2.Pengeluaran: no. Jenis

Pengeluaran

Satuan Waktu Besarnya (Rp) Keterangan 1. Pangan

(harian) 2. Pakaian

(32)

20

3. Perumahan (Tahunan) 4. Pendidikan

(Semester) 5. Kesehatan

(Bulanan) 6. Peralatan RT

(Tahunan) 7. Lain-lain

Pengeluaran Usaha Tani 1. Bahan

No. Kegiatan Jenis Satuan Jumlah Harga satuan (Rp)

Keterangan hutan

rakyat (kayu) hutan rakyat (non kayu) Sawah Kebun Ladang Ternak

2. Alat

No. Kegiatan Jenis Satuan Jumlah Harga satuan (Rp)

Keterangan hutan

(33)

21

Ternak

3. Tenaga Kerja

No. Kegiatan Jumlah pekerja HOK Frekuensi Upah Satuan hutan

No. Pernyataan Setuju

Ragu-ragu

Timbul rasa untuk menjaga sumberdaya alam Menjadi lebih akrab antar anggota kelompok Mengadakan pertemuan dengan penyuluh pertanian maksimal sekali sebulan

Menerima kehadiran penyuluh dengan baik Penyuluh memotivasi petani

Hubungan dengan penyuluh pertanian bertambah baik

Ada pengenalan terhadap teknologi baru Ada pengetahuan teknologi baru

Merasa diuntungkan dengan adanya tengkulak Mendapatkan pelayanan yang baik dari tengulak Peyedia kayu untuk kegiatan-kegiatan masyarakat

Ada pengetahuan baru dalam mengelola hasil hutan rakyat

Ada pengetahuan baru dalam mengelola pemasaran hutan rakyat

(34)

22

Terjadi peningkatan interaksi antara penduduk di sekitar hutan rakyat

Sebelumnya pernah ada interaksi dengan peneliti hutan rakyat

Masyarakat menjadi lebih kreatif

Dapat menjaga pengetahuan lokal masyarakat tentang hutan

Dapat dijadikan area untuk berkumpul/berwisata bersama warga sekitar/keluarga

Dapat dijadikan area untuk berkumpul/berwisata untuk masyarakat umum

Menjadi tambahan penghasilan dari hasil hutan rakyat

Memberikan tambahan penghasilan jangka pendek

Memberikan tambahan tabungan masa depan keluarga

Dapat memberikan lapangan pekerjaan (mengurangi pengangguran)

Dapat membantu perekonomian warga sekitar Dapat ikut meningkatkan perekonomian desa Dapat mensuplai kayu bakar

Dapat mensuplai kayu pertukangan

Dapat memproduksi furniture (meja, kursi, dll) Dapat mensuplai bahan baku kayu secara berkesinambungan

Dapat mensuplai bahan baku non kayu secara berkesinambungan (buah, sayur, hewan, dll) Dapat mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari

Dapat menambah modal usaha

Lahan dapat digunakan untuk keperluan pertanian lain sehinnga mendapaan penghasilan ganda (agroforestry)

Dapat digunakan untuk membayar biaya pendidikan

Dapat digunakan untuk membayar pajak-pajak Dapat digunakan untuk cadangan biaya kesehatan

Dapat menjadi warisan yang bernilai tunggi untuk keturunan

(35)

23

3. Manfaat Ekologi

No. Pernyataan Setuju

Ragu-ragu

Pengolahan tanah menjadi lebih mudah

Dapat memperbaiki lahan yang sudah rusak/kritis

Tanah menjadi lebih subur

Dapat meningkatkan produktivitas tanah Dapat mengurangi erosi lahan (longsor) Mengurangi lahan kosong

Mengurangi resiko banjir

Tanah lebih mudah menyerap air Air menjadi Jernih

Mudah air saat musim kemarau Muncul sumber mata air

Dapat menjaga keberagaman satwa sekitar hutan Dapat menjaga keberagaman tumbuhan

e. Tenaga kerja persiapan lahan : ada / tidak

Jumlah :

f. Pengadaan Bibit : persemaian sendiri/membeli/bantuan pemerintah Jelaskan jika

(36)

24

Frekuensi : butuh/1tahun/2tahun/lainnya Jelaskan

b. Penyiangan : ada / tidak

Frekuensi : harian/bulanan/6bulanan/lainnya

Alat : Cangkul/parang/lainnya:

Jelaskan

c. Pendangiran : ada / tidak

Frekuensi : harian/bulanan/6bulanan/lainnya

Alat : Cangkul/sekop/garpu/lainnya:

Jelaskan

d. Pemupukan : ada / tidak

Frekuensi : bulanan/3bulana6bulanan/lainnya: Jenis pupuk : Urea/kandang/kompos/lainnya Jelaskan

e. Pemangkasan cabang : ada / tidak

Frekuensi : bulanan/3bulanan/6bulanan/lainnya:

Alat : Chainsaw/gergaji/kapak/lainnya:

Jelaskan

f. Penjarangan : ada / tidak

Frekuensi : bulanan/3bulanan/6bulanan/lainnya:

Alat : Chainsaw/gergaji/kapak/lainnya:

Jelaskan

g. Pemberantasan hama penyakit : ada / tidak Jelaskan

h. Tenaga kerja pemeliharaan : ada / tidak Jumlah :

i. Pemanenan

Sistem Pemanenan : Sendiri/Borongan Jika Sendiri :

No. Jenis Tanaman Diameter saat

ditebang

Daur

a. Alat yang digunakan : chainsaw/kapak/gergaji b. Tindak lanjut pemanenan

Permbersihan lahan/Penanaman/lainnya: c. Tenaga kerja pemanenan : ada / tidak

(37)

25 j. Pengangkutan

a. Alat yang digunakan : truck/pickup/lainnya: b. Tenaga kerja pengangkutan : ada / tidak

Jumlah B.Pengolahan Hasil

1. Hasil kayu : Diolah/tak diolah

2. Jika diolah :

Sortimen

No. Ukuran Sortimen Komposisi

Kayu pertukangan

No. Ukuran kayu Komposisi

Alat yang digunakan : Teknik Pengolahan :

Limbah :

Tenaga kerja pengolahan hasil : ada / tidak

Jumlah :

C.Pemasaran

(38)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Nganjuk pada tanggal 14 November 1988. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Drs. Abdul Naser Apt. dan Siti Mutmainah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Payaman 3 Nganjuk pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 1 Nganjuk. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 2 Nganjuk diselesaikan pada tahun 2007. Semua lembaga pendidikan tersebut berada di Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur.

Penulis diterima pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus UKM Paduan Suara Mahasiswa IPB Agria Swara pada Divisi Kesekretariatan (2009), Presidium (2010), dan Divisi Humas (2011). Penulis pernah mengikuti Lomba poster bertemakan lingkungan pada tahun 2008, Lomba Paduan Suara Antar Perguruan Tinggi pada tahun 2009, “Telkomsel Choir Competition”pada tahun 2010, “The 1st ITB International Choir Competition” pada tahun 2010, “Lomba Paduan Suara Lagu perjuangan ke-3” pada tahun 2010, “Lomba Paduan Suara Lagu Perjuangan ke-4” pada tahun 2011, dan Lomba paduan suara “The IV Harald Andersen Chamber Choir Competition” Helsinki, Finland pada tahun 2012.

Gambar

Tabel 5 Skala interval kriteria manfaat ekologi

Referensi

Dokumen terkait

Sebaiknya percobaan dilakukan dengan lebih teliti, terutama pada saat pembacaan nilai defleksi agar nilai modulus elastisitas serta kekuatan lentur yang diperoleh mendekati

Menyatakan bahwa hukum di Indonesia tidak akan mengakui pembayaran Utang yang dilakukan oleh AAL kepada Pengadilan Tingkat Pertama Hong Kong atau pihak-pihak

Berdasarkan hasil pemantauan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan sampai dengan bulan Maret 2014 total kejadian krisis yang terjadi sebanyak 112 kali

Kajian ini dibuat bertujuan untuk mengesan kecenderungan keusahawanan di kalangan pesara tentera yang mengikuti program keusahawanan anjuran Jabatan Hal-Ehwal

Lumpur tinja yang berasal dari truk tinja tidak langsung di proses atau ditampung di kolam stabilisasi anaerobik 1 akan tetapi akan ditampung terlebih dahulu di tangki imhoff

Gelombang kecil (biasanya dibangkitkan oleh kapal yang bergerak) dan sebagainya. Dalam hal ini bentuk gelombang yang umum dipakai adalah gelombang angin dan gelombang

Data yang akan disajikan berupa data yang diperoleh dari hasil tes sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) latihan walking lunges pada atlet usia dini 11-14

Penelitian bertujuan: (1) untuk mengetahui proses pengelolaan mangrove di Desa Bahoi khususnya dari sapek keterlibatan masyarakat; (2) untuk mengetahui faktor-faktor