• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler pada mencit bunting serta pengaruhnya terhadap implantasi dan anak lahir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler pada mencit bunting serta pengaruhnya terhadap implantasi dan anak lahir"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

VINCENTIA MARIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

VINCENTIA MARIA. Paparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler pada Mencit Bunting serta Pengaruhnya terhadap Implantasi dan Anak Lahir. Dibimbing oleh ARIEF BOEDIONO dan KUSDIANTORO MOHAMAD.

Peningkatan penggunaan telepon seluler diiringi dengan meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap bidang kesehatan dan keamanan terkait emisi gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat keamanan paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler melalui pengamatan terhadap jumlah implantasi dan anak lahir dengan menggunakan mencit sebagai hewan model. Dua puluh empat ekor mencit betina disinkronisasi dengan metode Efek Whitten dan dikawinkan dengan mencit jantan dengan perbandingan 1:1 (single mating). Pemaparan dilakukan dengan gelombang berfrekuensi 900 MHz selama 7 hari pertama setelah mencit kawin. Mencit betina dibagi ke dalam empat kelompok berdasarkan lamanya waktu paparan. Waktu paparan adalah satu, dua, dan empat kali per hari dengan masing-masing lama paparan 15 menit untuk kelompok pertama, kedua, dan ketiga, sementara kelompok keempat sebagai kelompok kontrol tidak diberikan paparan. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata lama paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler terhadap jumlah implantasi dan anak lahir dari induk yang terpapar. Untuk seluruh kelompok, jumlah implantasi yang berkisar antara 8.66 sampai dengan 10.00 dan jumlah anak lahir yang berkisar antara 10.00 sampai dengan 12.33, tidak berbeda nyata dengan nilai pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian, lama paparan gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler dalam penelitian ini masih berada dalam tingkat aman untuk tubuh.

(3)

VINCENTIA MARIA. Exposure of cell phone electromagnetic wave on pregnant mice and its effect on implantation and birth rate. Under supervision of ARIEF BOEDIONO and KUSDIANTORO MOHAMAD.

The increasing of cell phone usage is accompanied by increasing public awareness of occupational health and safety towards emission of electromagnetic wave from appliance. The purpose of this research was to determine the level of exposure safety through the observation of implantation and birth rates using mice as an animal model. Twenty four female mice were synchronized by the Whitten Effect and then each female were mated with a stud male mice (single mating, ratio 1:1). The exposure was given at 900 MHz during seven days after mating. Female mice were divided into four groups according to the type of cell phone exposure. The time of exposure was one, two, and four times a day,15 min each for the first, the second, and the third group, respectively; and no exposure for the fourth group as a control. The result showed that the exposure time has no significant influence on implantation and birth rates. For all groups, the range value was from 8.66 to 10.00 for the implantation rate and from 10.00 to 12.33 for the birth rate. Those values were not significantly different with the values in the control group. It can be concluded that the exposure time of electromagnetic wave from the cell phone were still within safe level for the body.

(4)

VINCENTIA MARIA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Paparan Gelombang

Elektromagnetik Telepon Seluler pada Mencit Bunting serta Pengaruhnya

terhadap Implantasi dan Anak Lahir adalah karya saya dengan arahan

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Vincentia Maria

(7)

dan Anak Lahir

Nama : Vincentia Maria

NIM : B04063006

Disetujui

Prof.drh.Arief Boediono,Ph.D, PAVet(K) drh.Kusdiantoro Mohamad,M.Si, PAVet

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(8)

Puji dan syukur penulis ucapan kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa yang

senantiasa memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulisan skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul Paparan Gelombang

Elektromagnetik Telepon Seluler pada Mencit Bunting serta Pengaruhnya

terhadap Implantasi dan Anak Lahir ini disusun sebagai persyaratan kelulusan

pada program sarjana Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. drh. Arief

Boediono, Ph.D, PAVet (K) dan Bapak drh. Kusdiantoro Mohamad, M.Si, PAVet

selaku dosen pembimbing pertama dan kedua atas segala bimbingan, perhatian,

dan masukan-masukan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. Penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di Laboratorium Embriologi

atas diskusi, motivasi, dan bantuan yang tidak ternilai.

Penulis telah berusaha memberikan yang terbaik dalam penulisan skripsi

ini. Namun penulis juga menyadari dengan segala keterbatasan yang ada, skripsi

ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun

sangat penulis harapkan sehingga dapat menjadi lebih baik dalam penulisan

karya-karya selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua

pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2011

(9)

Penulis dilahirkan di kota Bandung pada tanggal 17 November 1987 dari

pasangan Bapak Danu Tanuwijaya dan Ibu Anna Rosari Hilman. Penulis

merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis telah menyelesaikan

pendidikan formal di SMA Santo Aloysius I Bandung dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan tercatat sebagai mahasiswa

Fakultas Kedokteran Hewan pada tahun 2007.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi bendahara UKM

KEMAKI IPB (2007-2008), anggota PMKRI Bogor (2008-sekarang), anggota

Himpunan Minat Profesi Hewan Kecil dan Satwa Akuatik FKH IPB (2007-2009),

(10)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa yang

senantiasa memberikan rahmat dan karuniaNya, perlindungan, serta

bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Karya tulis ini tidak akan ada tanpa pertolongan Tuhan serta orang-orang yang

yang sangat berjasa dalam menyelesaikannya. Ucapan terima kasih yang tulus

penulis sampaikan untuk:

1. Papa dan Mama yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus ikhlas

dalam membesarkan dan merawat kami semua serta memberikan

harapan-harapan manis bagi putra-putrimu. Untuk Vincentius Christian, adik dan teman

yang selalu menghadirkan senyum dan tawa di setiap pertemuan kita

2. Prof. drh. Arief Boediono, Ph.D, PAVet(K) dan Dr. Kusdiantoro Mohammad,

M.Si, PAVet sebagai pembimbing skripsi

3. Dr. drh. Deni Noviana sebagai pembimbing akademik

4. Pak Thomas, Mba Dini, Mba Dwi, Mas Harry, Bu Esthi, Bu Ita atas masukan

dan sarannya

5. Staf Laboratorium Embriologi FKH IPB

6. Sovi, Pu, Ade, G, Tante Nana n fam, dan teman-teman My Vets animal clinic

BSD yang senantiasa membantu pelaksanaan, mengingatkan, memberi

semangat, serta memberikan saran dalam penulisan skripsi ini

7. Teman-teman seperjuangan, Rani, Adhil

8. Teman-teman Aesculapius 43, terima kasih untuk 4 tahun yang penuh cerita,

serta adik-adik kelas sekalian 44, 45, dan 46

Serta semua pihak yang telah banyak membantu baik secara moril maupun

material yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Hanya Tuhan yang akan

membalas semua kebaikan kalian.

(11)

xi   

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... ..xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... ..xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... .... 1

Tujuan Penelitian ... .... 2

Manfaat Penelitian ... .... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Radiasi Gelombang Elektromagnetik ... .... 3

Dampak Radiasi Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler ... 4

Efek Whitten ... .... 5

Biologi Reproduksi Mencit ... .... 7

Tahap Perkembangan Embrio Mencit ... .... 7

BAHAN DAN METODE ... 10

Waktu dan Tempat Pelaksaan ... .... 10

Metode Penelitian a. Sinkronisasi Siklus Estrus dengan Metode Efek Whitten ... 10

b. Perlakuan Pemaparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler pada Hewan Coba secara In Vivo ... 11

c. Pengamatan dan Pengambilan Data ... 11

d. Pengukuran Daya Pancar dan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler ... 12

e. Analisis Data ... 12

HASIL ... 13

Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan Pada Mencit ... 13

(12)

xii   

Pengukuran Daya Pancar dan Gelombang Elektromagnetik

Telepon Seluler ... 15

PEMBAHASAN ... 17

Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit ... 17

Pengaruh Pemaparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler terhadap Induk Bunting ... 19

SIMPULAN DAN SARAN ... 23

Simpulan ... 23

Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(13)

xiii   

Nomor Halaman

1. ... Persent

ase jumlah mencit yang kawin setelah perlakuan

Efek Whitten ... 13

2. ... Rataan

jumlah implantasi dan jumlah anak mencit setelah

perlakuan ... 14

3. ... Rataan bobot badan anak mencit pra sapih ... 15 4. ... Daya

pancar pesawat GSM (dBm) dan Gelombang

Elektromagnetik (µT) ... 16

(14)

xiv   

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. ... Vomero

nasal organ ... 6

2. ... Skema

penerimaan feromon oleh organ vomeronasal sampai menghasilkan

respon endokrin ... 7

3. ... Mencit

dalam kandang bersekat

(15)

xv   

LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. ... Hasil

Statistik Jumlah Titik Implantasi ... 27

2. ... Hasil

Statistik Jumlah Anak Mencit ... 28

3. ... Hasil

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telepon seluler telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan sehari-hari. Lebih dari satu dekade ini penggunaan telepon seluler

mengalami peningkatan yang nyata (Makker et al. 2009). Salah satu produsen

telepon seluler memperkirakan lebih dari dua miliar orang telah menjadi

pelanggan produsen telepon seluler tersebut berdasarkan data tingkat

pertumbuhan pada tahun 2004 (Yan et al. 2007). Peningkatan penggunaan

telepon seluler yang luar biasa ini diiringi dengan meningkatnya kepedulian

masyarakat terhadap bidang kesehatan dan keamanan terkait emisi gelombang

elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler.

Kemajuan suatu teknologi tidak selalu memberi dampak positif. Masyarakat

juga perlu menyadari adanya dampak negatif dari setiap perkembangan

teknologi, salah satunya telepon seluler. Beberapa penelitian telah membuktikan

adanya efek negatif dari penggunaan telepon seluler terhadap kesehatan

manusia. Penurunan kualitas sperma, ketidakstabilan kromosom, gangguan

sistem kardiovaskular, induksi tumor, gangguan pada neurohormonal, dan

beberapa gangguan seperti sulit tidur, pusing, serta gangguan konsentrasi

merupakan sebagian dari efek negatif yang ditimbulkan dari penggunaan telepon

seluler (Makker et al. 2009, Agarwal et al. 2008). Saat ini berbagai tipe dan

teknologi dari telepon seluler yang sudah beredar sedang diteliti untuk

meningkatkan pengetahuan mengenai dampak yang dihasilkan terhadap

penggunanya.

Salah satu organ yang sering terpapar oleh telepon seluler adalah organ

reproduksi. Pemilihan organ reproduksi sebagai objek penelitian didasarkan pada

pengamatan terhadap kebiasaan masyarakat pengguna telepon seluler yang

sering membawanya dalam saku celana. Organ reproduksi yang dituju pada

penelitian ini adalah organ reproduksi wanita karena masih minimnya informasi

efek penggunaan telepon seluler pada organ reproduksi wanita. Selain dapat

mengetahui efek negatif yang mungkin ditimbulkan pada organ target, efek pada

anak yang lahir jika induk terpapar pun dapat diamati. Penelitian ini

menggunakan mencit sebagai hewan coba karena tipe plasenta hewan tersebut

(17)

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui tingkat keamanan paparan gelombang elektromagnetik telepon

seluler melalui pengamatan terhadap jumlah implantasi dan jumlah anak mencit

(Mus musculus albinus) jika induk diberi paparan dalam periode waktu tertentu.

.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keamanan paparan

gelombang elektromagnetik telepon seluler melalui pengamatan terhadap jumlah

implantasi dan anak lahir dengan menggunakan mencit sebagai hewan model.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai tingkat

keamanan penggunaan telepon seluler dalam kehidupan sehari-hari terhadap

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Radiasi Gelombang Elektromagnetik

Dalam fisika, radiasi diartikan sebagai proses perjalanan sebuah partikel

atau gelombang melalui suatu medium atau ruang (Anonim 2011). Radiasi dibagi

menjadi dua tipe, yaitu radiasi ion dan radiasi non-ion. Radiasi ion merupakan

radiasi yang memiliki cukup energi untuk mengionisasi sebuah atom. Partikel

alfa, partikel beta, sinar gamma, radiasi X-ray dan neutron termasuk contoh

radiasi ion. Sementara radiasi non-ion mengacu pada energi radiasi yang selain

memproduksi ion ketika melewati suatu medium, juga memiliki energi yang

hanya cukup untuk perangsangan (Kwan-Hoong 2003).

Radiasi non-ion dibagi ke dalam dua bagian, yaitu radiasi optik dan medan

elektromagnetik. Radiasi optik dibagi menjadi beberapa subdivisi antara lain sinar

ultraviolet, sinar tampak, dan sinar inframerah. Sementara medan

elektromagnetik terdiri dari gelombang radio yang dapat dibagi menjadi

gelombang mikro, gelombang radio frekuensi tinggi, dan gelombang radio

frekuensi rendah. Berdasarkan sumbernya, radiasi non-ion dibagi menjadi dua

yaitu natural (sinar matahari, petir) dan buatan manusia (alat-alat komunikasi,

aplikasi dalam berbagai bidang seperti medis dan industri).

Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang yang terdiri dari

gelombang elektrik dan energi magnetik yang bergerak secara bersamaan

melalui ruang dengan kecepatan cahaya

(http://www.fcc.gov/oet/rfsafety/rf-faqs.html). Gelombang mikro yang merupakan bagian dari gelombang radio yang

diemisikan oleh antena transmisi merupakan salah satu bentuk energi

elektromagnetik. Gelombang inilah yang akhirnya disebut sebagai radiofrequency

atau radiasi. Radiofrequency atau radiasi merupakan gelombang elektromagnetik

yang memiliki frekuensi antara 10 MHz sampai dengan 300 GHz (Lee et al.

2005).

Secara umum, gelombang elektromagnetik dikarakterisasi oleh perbedaan

panjang gelombang dan frekuensi. Panjang gelombang merupakan jarak yang

diperlukan oleh gelombang elektromagnetik untuk menempuh satu siklus atau

satu putaran. Sedangkan frekuensi merupakan jumlah atau banyaknya paparan

gelombang elektromagnetik dalam satu detik. Satuan yang digunakan untuk

(19)

Unit satuan lain yang digunakan untuk menggambarkan total medan

gelombang elektromagnetik adalah power density. Unit satuan ini digunakan jika

jarak antara antena pemancar dan lokasi yang terpapar cukup jauh. Power

density didefinisikan sebagai kekuatan pancaran per unit area atau dapat digambarkan sebagai intensitas paparan. Satuan yang digunakan adalah Watt

per meter kuadrat (W/m2).

Radiasi gelombang elektromagnetik merupakan suatu bentuk energi

(elektrik dan magnetik) yang menunjukkan sifat-sifat gelombang yang merambat

melalui ruang (Anonim 2011). Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal

dari telepon seluler termasuk dalam radiasi non-ion (gelombang mikro). Radiasi

non-ion, dalam kondisi normalnya, tidak dapat dirasakan oleh indra perasa

manusia. Namun menjadi mungkin untuk ditangkap indra manusia jika terpapar

dalam intensitas tinggi. Salah satu sensasi yang dirasakan adalah panas

(Kwan-Hoong 2003).

Selain panas, dampak negatif yang lain dapat timbul karena adanya

penyerapan radiasi gelombang elektromagnetik oleh tubuh. Satuan ukuran yang

menyatakan banyaknya gelombang elektromagnetik yang diserap tubuh adalah

Spesific Absorption Rate (SAR). Satuan yang digunakan adalah Watt per kilogram (W/kg) atau miliwatt per centimeter kuadrat (mW/cm2). Dalam

International Commision on Non-Ionizing Radiation Protection (ICNIRP) dinyatakan nilai maksimal SAR adalah 2 W/kg. Sementara Federal

Communications Commision (FCC) menyatakan nilai maksimal untuk SAR adalah 1,6 W/kg. Kedua nilai ini digunakan pada daerah yang berbeda.

Ketetapan dari ICNIRP digunakan di Eropa dan beberapa negara lain, termasuk

Indonesia, sedangkan ketetapan dari FCC digunakan di Amerika Serikat

(http://www.fcc.gov/oet/rfsafety/rf-faqs.html).

Dampak Radiasi Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler

Telepon seluler merupakan sumber radiasi gelombang elektromagnetik

yang sangat potensial. Telepon seluler menghasilkan energi foton yang sangat

besar dan potensi radiasinya lebih besar dibandingkan peralatan elektronik

maupun jaringan listrik tegangan tinggi dan ekstra tinggi. Beberapa penelitian

menyatakan bahwa gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler

memiliki dampak negatif baik terhadap tubuh manusia maupun hewan coba.

(20)

dari telepon seluler dapat terjadi pada berbagai sistem tubuh seperti sistem

reproduksi, sistem saraf, sistem kardiovaskular, sistem endokrin, psikologis, dan

hipersensitivitas.

Berikut adalah beberapa dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh

radiasi gelombang elektromagnetik antara lain penurunan kualitas semen baik

yang terjadi pada manusia (Deepinder et al. 2007; Agarwal et al. 2008; Agarwal

et al. 2009) maupun pada hewan coba yang dalam hal ini adalah tikus (Yan et al. 2007), peningkatan ketidakstabilan kromosom yang terjadi pada jaringan limpa

mencit yang diberi paparan gelombang elektromagnetik (Sykes et al. 2001),

peningkatan ketidakstabilan kromosom limfosit yang berasal dari pembuluh

darah tepi pada manusia yang diberi paparan secara in vitro (Mashevich et al.

2003), serta perubahan morfologi, ekspresi gen, dan proliferasi dari sel-sel

fibroblast pada manusia (Pacini et al. 2002). Penggunaan dalam jangka waktu

yang lebih lama (10 tahun atau lebih) dapat menyebabkan timbulnya risiko

pertumbuhan tumor. Jenis tumor yang timbul akibat radiasi bermacam-macam

antara lain tumor otak (Hardell et al. 2007; Khurana et al. 2008; Schoemaker et

al. 2005), tumor kelenjar ludah (Khurana et al. 2008), dan tumor kelenjar parotis (Sadetzki et al. 2008). Hal tersebut berdasarkan studi epidemiologi yang telah dilakukan terhadap manusia. Dampak negatif lain yang mungkin dirasakan pada

manusia adalah pusing, sulit tidur, gangguan konsentrasi, elektrohipersensitifitas,

dan tingkah laku yang abnormal (Agarwal et al. 2008; Khurana et al. 2008).

Efek Whitten

Kemampuan reproduksi pada mamalia melibatkan integrasi antara fisiologi,

sosial, dan rangsangan lingkungan (Dogde et al. 2002). Stimulus yang berasal

dari lingkungan sosial telah terbukti mampu mempengaruhi baik frekuensi

maupun komposisi siklus estrus pada mencit (Mus musculus) (Jemiolo et al.

1986). Stimulus tersebut dapat berasal dari hewan betina maupun jantan.

Pengelompokan beberapa ekor mencit betina dalam satu kandang akan

menyebabkan sinkronisasi siklus estrus dengan perpanjangan siklus estrus pada

masing-masing betina. Sementara keberadaan hewan jantan akan merangsang

sinkronisasi estrus dan ovulasi pada beberapa hewan betina sehingga memiliki

pola siklus estrus yang sama atau yang lebih dikenal sebagai “Efek Whitten”

(21)

Efek Whitten merupakan salah satu cara sinkronisasi siklus estrus dan

ovulasi dengan menempatkan beberapa ekor mencit betina dan seekor mencit

jantan dalam satu kandang dengan sekat pemisah. Perlakuan ini akan

menyebabkan sinkronisasi siklus estrus tiga atau empat hari setelah

penggabungan. Terjadinya sinkronisasi ini sebagai akibat pengaruh feromon

yang berasal dari hewan jantan. Feromon yang dihasilkan ini bersifat volatile dan

airborne (Whitten et al. 1968 diacu dalam Gangrade dan Dominic 1984). Feromon yang berasal dari hewan jantan tersebut kemudian dideteksi oleh organ

vomeronasal hewan betina. Letak organ vomeronasal dapat dilihat pada Gambar

1.

Gambar 1. Vomeronasal organ (http://www.neuro.fsu.edu/~mmered/vomer/

index.htm)

Feromon yang telah ditangkap oleh organ vomeronasal kemudian

kemudian diteruskan menuju bulbus olfaktorius asesorius. Rangsangan

kemudian diteruskan menuju amigdala, yang kemudian dilanjutkan ke

hipotalamus. Hipotalamus yang mendapatkan rangsangan kemudian

memberikan respon pada sistem endokrin yang kemudian berpengaruh terhadap

siklus estrus hewan betina (Tirindelli et al. 2009). Skema penerimaan feromon

oleh organ vomeronasal sampai menghasilkan respon endokrin dapat dilihat

(22)

Gambar 2. Skema penerimaan feromon oleh organ vomeronasal sampai menghasilkan respon endokrin

Jemiolo et al. (1986) menyatakan bahwa feromon berpengaruh terhadap pola sekresi hormon Luteinizing (LH), hormon prolaktin, dan steroid yang dalam

sekresinya dipengaruhi oleh kedua hormon tersebut. Hal ini kemudian akan

berpengaruh terhadap regulasi fungsi ovulasi yang selanjutnya mempengaruhi

siklus estrus dan ovulasi.

Biologi Reproduksi Mencit

Mencit (Mus musculus albinus) merupakan hewan multipara, yang mampu

menghasilkan beberapa sel telur (oosit) dalam satu siklus estrus. Mencit bersifat

poliestrus dan mengalami estrus pasca melahirkan yang dapat dimanfaatkan

untuk meningkatkan produksi anak. Mencit betina mulai berahi pada umur 28-40

hari dan biasanya dikawinkan pada umur lebih dari 50 hari dengan berat badan

berkisar 20-30 g. Siklus estrus terdiri atas fase proestrus, estrus, metestrus, dan

diestrus yang berlangsung selama 4-5 hari. Deteksi siklus estrus mencit betina,

dapat dilakukan melalui ulas vagina dengan mengamati reruntuhan sel-sel pada

selaput lendir vagina (Djuwita et al. 1989). Fase estrus terjadi pada malam hari

dengan lama estrus sekitar 12 jam. Dalam satu kali ovulasi, mencit mampu

menghasilkan 8-12 oosit, tergantung pada galurnya (Hogan et al. 1994). Ovulasi

dapat dipengaruhi oleh kadar hormon, umur, berat, dan jenis mencit yang

digunakan. Menurut Monk (1987), mencit umumnya dikawinkan secara single

mating (satu jantan dengan satu betina), trios (satu jantan dengan dua betina),

atau harems (satu jantan dengan lebih dari dua betina)

Tahap Perkembangan Embrio Mencit

Perkembangan embrio dimulai dari terfertilisasinya sel telur oleh sperma.

Fertilisasi merupakan proses penggabungan sel gamet betina dengan sel gamet

jantan yang terjadi di bagian ampula tuba Falopii (Sadler 2000). Fertilisasi terjadi

pada pertengahan siklus gelap, sehingga hari terjadinya proses fertilisasi

(23)

akan berada pada tahap dua sel. Embrio akan membelah secara perlahan tanpa

disertai pertambahan massa. Dua hari setelah fertilisasi, embrio membelah

menjadi delapan sel yang dinamakan dengan morula. Morula kemudian akan

mengalami kompaksi menjadi morula kompak (compacted morula). Selanjutnya

embrio akan berkembang menjadi blastosis. Pada tahap ini terjadi diferensiasi

sel-sel blastomer menjadi trofoblas dan Inner Cell Mass (ICM). Sel-sel trofoblas

terletak di bagian luar di sekeliling embrio dan selanjutnya berkontribusi pada

pembentukan selaput ekstraembrionik dan plasenta. Selain itu, sel-sel trofoblas

juga berperan dalam memfasilitasi penyerapan nutrisi pada tahap perkembangan

awal. Sementara ICM merupakan sekelompok sel blastomer yang terletak di

bagian dalam (blastodisk). Sel-sel ICM merupakan bagian utama yang akan

membentuk tubuh hewan.

Pada mencit, implantasi pada dinding uterus terjadi pada hari ke-4,5 pasca

fertilisasi (Hogan et al. 1994). Setelah implantasi, kecepatan perkembangan

embrio meningkat dengan pesat. Embrio kemudian memasuki proses gastrulasi

yang dimulai pada hari ke-6,5 pasca fertilisasi. Proses gastrulasi merupakan titik

kritis dari tahap perkembangan awal karena pada tahap ini terjadi pembentukan

tiga lapis sel kecambah (sel ektoderm, sel mesoderm,dan sel endoderm) dan

terjadi penurunan potensi dari sel-sel blastomernya. Selain itu, proses gastrulasi

juga terkait erat dengan proses pembentukan garis primitif dan pembentukan

buluh saraf.

Setelah proses gastrulasi, embrio akan memasuki proses neurulasi. Proses

neurulasi terjadi pada hari ke-7,5 pasca fertilisasi yang dimulai dengan induksi

sel-sel epitelium ektoderm untuk melakukan diferensiasi membentuk lempeng

saraf. Induksi ini dikenal dengan Primary Embryonic Induction. Selanjutnya

bagian tepi lempeng saraf menebal dan membentuk lipatan saraf, sementara

bagian tengah lempeng saraf membentuk suatu lekukan yang disebut dengan

alur saraf. Lipatan saraf kemudian bergerak ke arah tengah dan bersatu

sehingga terbentuk buluh saraf. Embrio yang telah memiliki struktur buluh saraf

dikenal juga dengan sebutan neurula.

Tahap perkembangan embrio selanjutnya adalah organogenesis.

Organogenesis atau proses pembentukan organ terjadi secara bertahap sesuai

dengan induksi dan pengaruh dari lingkungan sekitar. Organ yang telah

terbentuk tidak selalu diikuti dengan berfungsinya organ tersebut. Ada organ

(24)

yang dibentuk dan tidak langsung berfungsi. Organogenesis berlangsung selama

sisa waktu kebuntingan. Pada mencit, fetus lahir pada hari ke-19 atau hari ke-20

pasca fertilisasi (Hogan et al. 1994; http://www.emouseatlas.org/emap/home/

(25)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Departemen

Anatomi Fisiologi dan Farmakologi dan UPT Hewan Laboratorium Fakultas

Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dari bulan

Oktober 2010 sampai dengan bulan Februari 2011.

Metode Penelitian

a. Sinkronisasi Siklus Estrus dengan Metode Efek Whitten

Sinkronisasi siklus estrus dilakukan secara alami dengan metode Efek

Whitten. Mencit betina (strain DDY, umur 2-3 bulan) yang akan disinkronisasi

ditempatkan dalam kandang bersekat untuk memisahkan mencit betina dari

mencit jantan (strain DDY, umur 2-3 bulan). Jumlah mencit yang ditempatkan

dalam masing-masing kandang adalah empat ekor betina dan satu ekor jantan.

Sekat pada kandang memungkinkan mencit jantan dan betina berinteraksi tanpa

terjadi perkawinan. Sinkronisasi dilakukan selama tiga hari. Pada hari keempat

masing-masing mencit betina dipindahkan ke dalam kandang individu untuk

dikawinkan dengan mencit jantan dengan perbandingan 1:1 (single mating).

Pemeriksaan sumbat vagina dilakukan pada pagi hari berikutnya untuk

memastikan mencit tersebut telah kawin. Mencit betina dengan sumbat vagina

positif dipisahkan dari mencit jantan dan ditempatkan dalam kandang individu.

Hari terlihat adanya sumbat vagina ditandai sebagai hari kebuntingan pertama

(H-0,5).

(26)

b. Perlakuan Pemaparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler pada Hewan Coba secara In Vivo

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap (RAL). Mencit betina yang berjumlah 24 ekor dibagi

menjadi empat kelompok sehingga terdapat enam ekor mencit dalam setiap

kelompoknya. Mencit dalam masing-masing kelompok merupakan mencit yang

telah dipastikan kawin sebelumnya dengan melakukan pengecekan sumbat

vagina. Kelompok perlakuan dibedakan berdasarkan waktu paparan gelombang

elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler. Waktu paparan untuk

masing-masing kelompok adalah 15 menit, 30 menit, dan 60 menit yang dilakukan

secara tidak kontinu. Sementara kelompok kontrol tidak diberi paparan.

Kandang pertama berisi enam ekor mencit yang kemudian diberi paparan

selama 15 menit per hari yang dilakukan pada pukul 12.00 WIB. Kandang kedua

berisi enam ekor mencit yang kemudian diberi paparan selama 30 menit per hari

yang dilakukan dua kali dalam sehari dengan lama paparan masing-masing 15

menit, yaitu pada pukul 09.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Kandang ketiga berisi

enam ekor mencit yang kemudian diberi paparan selama 60 menit per hari yang

dilakukan empat kali dalam sehari dengan lama paparan masing-masing 15

menit, yaitu pada pukul 09.00 WIB, pukul 12.00 WIB, pukul 15.00 WIB, dan pukul

18.00 WIB. Kandang keempat yang berisi enam ekor mencit digunakan sebagai

kontrol (tanpa perlakuan pemaparan gelombang elektromagnetik). Paparan

dilakukan dengan menggunakan telepon seluler GSM (Global System for Mobile

Communications) berfrekuensi 900 MHz dengan nilai SAR (Spesific Absorption Rate) 1,48 W/kg pada jarak 10 cm dari objek selama tujuh hari pasca kawin.

c. Pengamatan dan Pengambilan Data

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah implantasi dan jumlah anak mencit

dari induk yang terpapar gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon

seluler. Selain itu, sebagai data penunjang, dilakukan penimbangan bobot badan

anak mencit pra sapih. Data jumlah implantasi diambil dari tiga ekor mencit yang

berasal dari masing-masing kelompok. Sementara tiga ekor mencit yang tersisa

dari masing-masing kelompok dibiarkan sampai melahirkan.

Penghitungan jumlah implantasi dilakukan pada hari ke-9,5 dengan metode

pembedahan. Jumlah implantasi yang terdapat pada uterus masing-masing

(27)

setelah pemaparan diambil dari tiga ekor mencit yang tersisa pada setiap

kelompoknya. Setelah perlakuan, mencit dibiarkan sampai melahirkan. Jumlah

anak yang lahir kemudian dihitung. Penimbangan bobot badan anak pra sapih

dilakukan pada saat anak mencit berumur 7 hari, 14 hari, dan 21 hari.

Penimbangan dilakukan pada setiap anak mencit dari masing-masing kelompok.

d. Pengukuran Daya Pancar dan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler

Pengukuran daya pancar telepon seluler dilakukan terhadap tiga jenis

provider dalam mode panggilan dan mode bicara. Pengukuran dilakukan di

Laboratorium Jaringan Telekomunikasi Multimedia, Jurusan Teknik Elektro,

Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh November dengan

menggunakan alat field strength dan spectrum analyzer. Pengukuran dilakukan pada beberapa titik dari sumber, yaitu 0 cm, 5 cm, 10 cm, 30 cm, dan 50 cm

untuk mode panggilan. Sementara pengukuran untuk mode bicara dilakukan

pada jarak 0 cm, 10 cm, dan 50 cm. Hasil pengukuran disajikan dalam satuan

dBm.

Pengukuran gelombang elektromagnetik telepon seluler dilakukan terhadap

tiga jenis provider dalam mode panggilan dan mode bicara. Pengukuran

dilakukan di UPT Hewan Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Pertanian Bogor dengan menggunakan program Electromagnetic Wave (EMW)

meter yang terdapat pada iPhone. Pengukuran dilakukan pada beberapa titik

seperti pada pengukuran daya pancar. Hasil pengukuran disajikan dalam satuan

µT.

e. Analisis Data

Data jumlah implantasi dan jumlah anak mencit disajikan dalam bentuk

tabel. Hasil yang diperoleh selanjutnya diolah dengan Uji Sidik Ragam (ANOVA)

kemudian dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan untuk melihat ada

tidaknya perbedaan secara nyata (P<0.5). Apabila hasil tidak menunjukkan

adanya perbedaan secara nyata maka analisis dilakukan secara deskriptif

(28)

HASIL

Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit Pada penelitian ini dilakukan sinkronisasi siklus estrus dengan metode Efek

Whitten. Efek Whitten diyakini sebagai salah satu metode sinkronisasi siklus

estrus secara alami. Pengamatan terhadap pengaruh Efek Whitten dilihat dari

jumlah mencit yang melakukan perkawinan setelah disinkronisasi dengan

metode tersebut. Hasil sinkronisasi menggunakan Efek Whitten disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Persentase jumlah mencit yang kawin setelah perlakuan Efek Whitten

Kelompok Mencit Jumlah mencit betina (ekor)

Jumlah mencit betina yang

kawin setelah perlakuan (%)

1 12 8 (66.67)

Sinkronisasi siklus estrus dengan menggunakan metode tersebut

menunjukkan hasil yang baik ditandai dengan tingginya jumlah mencit yang

kawin setelah diperlakukan dengan metode tersebut. Jika dilihat dari persentase

mencit betina yang kawin setelah diperlakukan dengan metode Efek Whitten,

tingkat keberhasilannya berkisar antara 66.67% sampai dengan 100%, dengan

efektivitas rata-rata mencapai 75%.

Nilai persentase diperoleh dari membandingkan jumlah mencit betina yang

kawin setelah perlakuan dengan jumlah mencit betina yang diperlakukan dengan

metode tersebut. Nilai persentase tersebut merupakan nilai yang diperuntukkan

bagi kelompoknya masing-masing sehingga lebih menunjukkan adanya variasi

respon dari masing-masing kelompok.

Pengaruh Paparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler terhadap Jumlah Implantasi dan Jumlah Anak Mencit

Gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler diketahui

(29)

reproduksi. Pada penelitian ini diamati jumlah implantasi dan jumlah anak mencit

yang dihasilkan jika induk diberi paparan gelombang elektromagnetik yang

berasal dari telepon seluler selama tujuh hari setelah kawin dengan jumlah waktu

paparan yang berbeda-beda pada tiap kelompok perlakuan. Data hasil

pengamatan terhadap jumlah implantasi dan jumlah anak mencit disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Rataan jumlah implantasi dan jumlah anak mencit setelah perlakuan Kelompok

Perlakuan Jumlah Implantasi Jumlah Anak Mencit

Kontrol 8.66 ± 1.52 10.00 ± 1.73

15 menit 10.00 ± 1.00 10.33 ± 2.30

30 menit 8.66 ± 3.78 10.00 ± 1.00

60 menit 8.66 ± 0.57 12.33 ± 3.21

Keterangan: Uji statistik terhadap hasil di atas menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0.05)

Uji statistik yang dilakukan pada kedua parameter tersebut menunjukkan

tidak ada perbedaan nyata (P<0.05) antara masing-masing kelompok perlakuan

dengan kelompok kontrol. Kisaran nilai jumlah implantasi, antara 8.66 sampai

dengan 10.00, tidak berbeda nyata dengan nilai jumlah implantasi pada

kelompok kontrol, yaitu 8.66. Hal tersebut juga berlaku bagi parameter jumlah

anak mencit. Kisaran nilai jumlah anak mencit, 10.00 sampai dengan 12.33, tidak

berbeda nyata dengan nilai jumlah anak mencit pada kelompok kontrol, yaitu

10.00.

Pengaruh Paparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler terhadap Anak Mencit yang berasal dari Induk yang Terpapar

Pada penelitian ini diamati pengaruh paparan gelombang elektromagnetik

telepon seluler terhadap anak mencit yang berasal dari induk yang terpapar

dengan parameter bobot badan anak. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh

paparan dilakukan pengukuran bobot badan anak mencit. Pengukuran bobot

badan dilakukan pada hari ke 7, 14, dan 21 pasca lahir. Bobot badan anak

mencit pra sapih dari masing-masing kelompok perlakuan disajikan pada Tabel

(30)

Tabel 3. Rataan bobot badan anak mencit pra sapih setelah induk diberi paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler

Kelompok

Perlakuan n

Rataan Bobot Badan Anak Mencit (gram) pada hari

ke-7 14 21

Kontrol 3 2.98 ± 0.15 4.50 ± 0.19 8.32 ± 0.99

15 menit 3 3.18 ± 0.19 4.16 ± 0.16 9.22 ± 0.14

30 menit 3 2.93 ± 0.21 3.72 ± 0.10 10.01 ± 0.23

60 menit 2* 2.54 ± 0.08 5.75 ± 0.01 10.9 ± 0.82

Keterangan: *rataan bobot badan anak mencit pada kelompok 60 menit berasal dari 2 ekor induk karena seluruh anak mencit dari induk ketiga mati; uji statistik terhadap hasil di atas menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0.05)

Uji statistik yang dilakukan pada rataan bobot badan anak

pada.masing-masing kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)

dengan rataan bobot badan anak pada kelompok kontrol. Rataan bobot badan

anak kelompok perlakuan hari ke-7 yang berkisar antara 2.54 gram sampai

dengan 3.18 gram tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan rataan bobot

badan anak kelompok kontrol hari ke-7 yaitu 2.98 gram. Rataan bobot badan

anak kelompok perlakuan hari ke-14 yang berkisar antara 3.72 gram sampai

dengan 5.75 gram tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan rataan bobot

badan anak kelompok kontrol hari ke-14 yaitu 4.50 gram. Rataan bobot badan

anak kelompok perlakuan hari ke-21 yang berkisar antara 9.22 gram sampai

dengan 10.9 gram tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan rataan bobot

badan anak kelompok kontrol hari ke-21 yaitu 8.32 gram. Sehingga dapat

dikatakan bahwa paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler yang

diberikan pada induk mencit dalam penelitian ini tidak mempunyai pengaruh

nyata terhadap perkembangan anak mencit yang dihasilkan.

Pengukuran Daya Pancar dan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler Pengukuran daya pancar yang dilakukan terhadap tiga jenis provider

menunjukkan bahwa nilai daya pancar provider kedua pada jarak 10 cm dalam

mode bicara merupakan nilai tertinggi (-31 dBm) jika dibadingkan dengan kedua

provider lainnya. Sementara pengukuran gelombang elektromagnetik

(31)

10 cm dalam mode bicara merupakan nilai terendah (23,1 µT) jika dibandingkan

dengan kedua provider lainnya. Hasil pengukuran daya pancar dan besar

gelombang telepon seluler selengkapnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Daya pancar pesawat GSM (dBm) dan Gelombang Elektromagnetik (µT)

Mode Provider Satuan Jarak (cm)

0 5 10 30 50

Panggilan

1 dBm -35 -39 -45 -50 -56

µT 47,8 45,6 42,8 42,5 41,6

2 dBm -32 -37 -41 -50 -55

µT 32,8 29,2 30,8 30,5 29,8

3 dBm -10 -22 -25 -50 -57

µT 40,6 32,0 31,5 32,3 31,4

Bicara

1 dBm -35 - -45 - -61

µT 119,5 - 102,6 - 102,5

2 dBm -28 - -31 - -37

µT 19 - 23,1 - 23

3 dBm -17 - -35 - -43

(32)

PEMBAHASAN

Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit Efek Whitten merupakan salah satu cara sinkronisasi siklus berahi secara

alami tanpa menggunakan preparat hormon. Metode tersebut dilakukan dengan

cara menempatkan beberapa ekor mencit betina dan seekor mencit jantan dalam

kandang bersekat (Gambar 3). Kandang bersekat memungkinkan mencit betina

dan mencit jantan berinteraksi tanpa terjadinya perkawinan. Penggabungan

selama tiga hingga empat hari akan menyebabkan terjadinya sinkronisasi siklus

estrus pada seluruh mencit betina.

Pada penelitian ini, efektivitas metode Efek Whitten mencapai 75%. Hal

tersebut berarti bahwa 75% dari jumlah mencit betina yang diperlakukan dengan

metode tersebut melakukan perkawinan. Sinkronisasi siklus estrus yang terjadi

pada mencit betina yang diperlakukan dengan metode ini disebabkan adanya

pengaruh dari feromon yang berasal dari mencit jantan.

Feromon merupakan senyawa yang disekresikan oleh satu individu dan

diterima oleh individu lain pada spesies yang sama, dimana mereka akan

memberikan reaksi spesifik, seperti misalnya perubahan perilaku atau proses

perkembangan dan pertumbuhan (Wyatt 2009 diacu dalam Anonim 2009;

Karlson dan Luscher 1959 diacu dalam Kiyokawa 2007). Whitten et al. (1968)

diacu dalam Gangrade dan Dominic (1984) menyatakan bahwa feromon bersifat

volatile dan airborne. Jemiolo et al. (1986) menyatakan bahwa feromon ini disekresikan dalam urin dan diyakini memberikan pengaruh terhadap sistem

endokrin mencit betina. Zat tersebut berpengaruh terhadap pola sekresi hormon

Luteinizing (LH), hormon prolaktin, dan steroid yang dalam sekresinya

dipengaruhi oleh kedua hormon tersebut.

Feromon yang berasal dari mencit jantan ditangkap oleh organ

vomeronasal mencit betina. Tirindelli et al. (2009) menyatakan bahwa terdapat

dua sistem kemosensori, yaitu sistem penciuman utama dan sistem

vomeronasal, yang masing-masing bertanggung jawab terhadap dua fungsi yang

berbeda. Sistem penciuman utama bertugas mengenali bebauan yang

konvensional sementara sistem vomeronasal bertugas untuk mendeteksi

feromon. Namun beberapa penelitian terdahulu mengatakan bahwa kedua

sistem kemosensori tersebut, secara bersama-sama terlibat dalam pendeteksian

(33)

untuk memberikan respon endokrin (Gambar 2). Hal ini kemudian akan

berpengaruh terhadap regulasi fungsi ovulasi yang selanjutnya mempengaruhi

siklus estrus.

Fenomena yang terjadi ketika beberapa mencit betina ditempatkan dalam

satu kandang adalah pemanjangan periode siklus estrus bahkan dapat

menginduksi terjadinya kebuntingan semu secara spontan (Jemiolo et al. 1986).

Pemanjangan siklus estrus ini terjadi karena adanya feromon yang berasal dari

betina dominan. Feromon yang berasal dari mencit betina yang dominan akan

merangsang terjadinya pemanjangan siklus estrus pada betina lainnya. Wyatt

(2003) diacu dalam Indah (2007) menyatakan bahwa dominasi dari sebagian

individu terhadap kelompok yang berasal dari keturunan yang sama mampu

menghadirkan fenomena tersebut. Selain itu, jumlah betina yang ditempatkan

dalam satu kandang akan mempengaruhi siklus estrus. Mencit betina yang

ditempatkan dengan jumlah delapan ekor per kandang akan mengalami

pemanjangan siklus estrus jika dibandingkan dengan betina yang ditempatkan

dengan jumlah satu sampai empat ekor per kandangnya (Jemiolo et al. 1986).

Namun perlu diingat bahwa terjadinya sinkronisasi siklus estrus pada

mencit betina tidak terlepas dari peran faktor-faktor lingkungan. Meningkatnya

sinyal kimiawi akibat kondisi sosial, serta rangsangan lain seperti mounting atau

sinyal visual mungkin juga dapat memperpajang siklus dan menunda terjadinya

estrus pada sekelompok mencit betina (Wyatt 2003 diacu dalam Indah 2007).

Sinkronisasi siklus estrus akibat rangsangan feromon dapat terjadi tanpa

disertai kehadiran hewan jantan. Feromon yang disekresikan dalam urin mencit

jantan dapat digunakan untuk melakukan sinkronisasi ini. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Jemiolo et al. (1986), sinkronisasi siklus estrus dapat

dilakukan dengan memaparkan mencit betina pada urin yang berasal dari mencit

jantan. Penempatan mencit betina dalam kandang dengan alas sekam yang

berasal dari kandang mencit jantan juga dapat merangsang terjadinya

sinkronisasi siklus estrus pada mencit betina. Selain itu, urin sintetik dengan

kandungan yang sama dengan urin yang berasal dari mencit jantan juga dapat

merangsang terjadinya sinkronisasi estrus pada mencit betina.

Mencit betina yang dikawinkan dengan mencit jantan dengan diberikan

rangsangan terlebih dahulu memiliki persentase perkawinan yang tinggi. Hal

tersebut dibuktikan dengan tingginya nilai efektivitas dari penggunaan metode ini.

(34)

pengaruh terhadap perlakuan dalam penelitian. Hal tersebut menyebabkan

metode Efek Whitten baik untuk digunakan sebagai metode sinkronisasi siklus

estrus.

Pengaruh Pemaparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler terhadap Induk Bunting

Pengaruh paparan gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon

seluler terhadap jumlah implantasi dan jumlah anak mencit yang berasal dari

induk yang terpapar diamati setelah dilakukan pemaparan selama tujuh hari.

Tujuh hari pertama kebuntingan merupakan tahap kritis perkembangan embrio

mencit. Pada tahap ini terjadi beberapa proses penting seperti pembelahan

(cleavage), pembentukan blastosis (blastulasi), implantasi, serta proses

gastrulasi (Hogan et al. 1994). Gangguan berupa paparan gelombang

elektromagnetik yang telah diberikan pada induk selama tahap perkembangan ini

tidak menunjukkan kegagalan perkembangan embrio maupun cacat pada anak

yang dihasilkan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, paparan gelombang

elektromagnetik telepon seluler yang diberikan pada mencit induk dengan

frekuensi 900 MHz dengan lama paparan 15 menit, 30 menit, dan 60 menit,

tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah implantasi dan jumlah

anak mencit (Tabel 2). Dari tabel dapat diamati bahwa jumlah implantasi pada

masing-masing kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dengan jumlah

implantasi pada kelompok kontrol. Hal yang sama juga terlihat pada parameter

jumlah anak mencit. Jumlah anak mencit yang dihasilkan pada masing-masing

kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dengan jumlah anak mencit pada

kelompok kontrol.

Tidak adanya pengaruh nyata paparan gelombang elektromagnetik pada

jumlah implantasi dan jumlah anak mencit yang dihasilkan diikuti juga dengan

tidak adanya pengaruh nyata pada perkembangan anak yang dihasilkan

selanjutnya. Hal tersebut dapat dilihat dari pengamatan yang dilakukan terhadap

bobot badan anak mencit pra sapih yang dihasilkan dari induk yang terpapar

(Tabel 3). Pada tabel terlihat tidak adanya perbedaan nyata antara bobot badan

anak mencit yang berasal dari induk yang terpapar pada masing-masing

kelompok dengan bobot badan anak mencit yang berasal dari induk yang tidak

(35)

Tidak adanya pengaruh nyata paparan gelombang elektromagnetik telepon

seluler terhadap jumlah implantasi, jumlah anak mencit, dan bobot badan anak

mencit pra sapih dapat dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang

mempengaruhi antara lain lama paparan, frekuensi gelombang yang digunakan,

besar gelombang yang diserap tubuh, daya pancar telepon seluler, dan besar

gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh telepon seluler. Pada penelitian

ini, induk mencit pada masing-masing kelompok perlakuan diberi paparan

selama 15 menit untuk kelompok pertama, 30 menit untuk kelompok kedua, dan

60 menit untuk kelompok ketiga. Pada kelompok kedua dan ketiga, paparan

dilakukan secara tidak kontinu. Waktu paparan 30 menit per harinya dibagi

menjadi 2×15 menit yang dilakukan pada waktu yang berbeda (pukul 09.00 WIB

dan pukul 15.00 WIB), sementara waktu paparan 60 menit per harinya dibagi

menjadi 4×15 menit yang juga dilakukan pada waktu yang berbeda (pukul 09.00

WIB, pukul 12.00 WIB, pukul 15.00 WIB, dan pukul 18.00 WIB).

Agarwal et al. 2008 menyatakan bahwa penurunan secara nyata pada beberapa parameter sampel semen yang berasal dari manusia terjadi setelah

dilakukan pemaparan secara in vivo selama lebih dari empat jam per harinya.

Sementara itu, penurunan parameter semen yang berasal dari tikus juga terjadi

setelah dilakukan pemaparan selama 18 minggu secara in vivo dengan lama

paparan enam jam setiap harinya (Yan et al. 2007). Lama paparan yang

dilakukan pada penelitian ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan kedua

penelitian tersebut. Hal tersebut memungkinkan tidak terjadinya perubahan pada

kedua parameter yang diamati pada penelitian ini. Selain itu pada penelitian

Agarwal et al. 2009, pemaparan terhadap sampel semen yang berasal dari manusia yang dilakukan secara in vitro dengan waktu pemberian kontinu selama

60 menit menimbulkan efek yaitu berupa penurunan pada beberapa

parameternya. Sementara dalam penelitian ini, pemaparan dilakukan secara in

vivo dan tidak kontinu sehingga memungkinkan tubuh menetralisir paparan yang diberikan.

Pemaparan yang dilakukan secara tidak kontinu memungkinkan tubuh

melakukan proses homeostasis. Homeostasis merupakan istilah yang digunakan

oleh para ahli fisiologi untuk menjelaskan pemeliharaan aneka kondisi yang

hampir selalu konsisten di lingkungan dalam (Guyton 2007). Seperti pada

penelitian Agarwal et al. (2009), Reactive Oxygen Species (ROS) atau radikal

(36)

gelombang elektromagnetik. Namun waktu pemberian secara tidak kontinu

memungkinkan tubuh melakukan homeostasis. ROS yang terbentuk dapat

dinetralkan dengan antioksidan yang dihasilkan oleh mitokondria. Pada beberapa

penelitian dimana terjadi kerusakan pada sel atau terbentuknya berbagai jenis

tumor, kecepatan produksi ROS dalam tubuh sudah tidak dapat diimbangi

dengan kecepatan mitokondria untuk memproduksi antioksidan.

Paparan dalam waktu lama (kronis) dapat menurunkan kerja dari katalase,

superoksida dismutase (SOD), dan glutation peroksidase. Penurunan kerja

ketiga enzim ini berakibat pada menurunnya produksi antioksidan tubuh (Agarwal

et al. 2009). ROS yang tidak dapat dinetralisir tubuh akan menyebabkan tubuh mengalami stress oksidatif, yang kemudian mempengaruhi kerja sistem tubuh.

Namun pada penelitian ini, jumlah ROS yang terbentuk diduga masih dapat

dinetralisir oleh antioksidan yang dihasilkan oleh mitokondria sehingga efek

negatif paparan gelombang elektromagnetik tidak terjadi. Tubuh induk mencit

yang dapat menetralisir ROS yang terbentuk menyebabkan kerja sistem tubuh

tidak terganggu sehingga perkembangan embrio juga tidak terganggu. Hal

tersebut diikuti dengan tidak terganggunya perkembangan anak mencit pasca

lahir.

Frekuensi gelombang yang digunakan juga akan mempengaruhi efek

negatif dari pemaparan. Lee et al. (2005) dalam penelitiannya menyatakan

bahwa paparan gelombang dengan frekuensi 2,45 GHz selama dua jam

terhadap sel tubuh menyebabkan perubahan pada gen sel tersebut. Sementara

Yan et al. (2007) dalam penelitiannya menyatakan terjadi penurunan parameter semen setelah sampel diberi paparan gelombang elektromagnetik dengan

frekuensi 1,9 GHz. Dibandingkan dengan kedua penelitian tersebut, penelitian ini

menggunakan frekuensi yang jauh lebih rendah sehingga memungkinkan tidak

adanya efek terhadap kedua parameter yang diamati.

Selain frekuensi, besar gelombang yang diserap tubuh (SAR) juga akan

mempengaruhi timbulnya efek negatif pada tubuh. Telepon seluler yang

digunakan pada penelitian ini memiliki nilai SAR 1,48 W/kg. Nilai SAR yang

dikeluarkan oleh telepon seluler ini masih dalam batas aman berdasarkan

ketentuan yang ditetapkan baik oleh International Commision on Non-Ionizing

Radiation Protection (ICNIRP) maupun oleh Federal Communications Commision (FCC). Besar nilai SAR yang masih berada dalam batas aman tersebut

(37)

kondisi akibat paparan sehingga efek negatif tidak timbul. Hal tersebut

menyebabkan tidak terganggunya proses perkembangan embrio yang diikuti

dengan tidak terganggunya perkembangan anak mencit pasca lahir. Selain itu,

berbagai teknologi menyangkut efek negatif radiasi telepon seluler telah banyak

dikembangkan seperti penggunaan control power system, shielding system,

desain antena, dan lain-lain.

Besar daya pancar dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan dari

telepon seluler juga turut mempengaruhi timbulnya efek negatif penggunaan

telepon seluler terhadap tubuh. Daya pancar yang digunakan dalam penelitian

memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedua provider lainnya.

Sementara hasil pengukuran gelombang elektromagnetik menunjukkan

gelombang yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai yang lebih rendah jika

dibadingkan dengan kedua provider lainnya (Tabel 4). Namun besar daya pancar

dan gelombang elektromagnetik yang digunakan dalam penelitian tidak

mempengaruhi parameter-parameter yang diamati.

Gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh telepon seluler memiliki

dampak radiasi yang mirip dengan dampak radiasi yang dihasilkan oleh radar

(Anonim 2000). Dampak radiasi tersebut adalah terjadinya agitasi molekul air

dalam tubuh. Agitasi merupakan suatu peristiwa berubahnya susunan molekul

air. Perubahan pada molekul air menyebabkan terbentuknya Reactive Oxygen

Species (ROS). Selain itu, proses agitasi menyebabkan suhu molekul air dalam tubuh meningkat. Peningkatan suhu molekul air dalam tubuh kemudian dapat

mempengaruhi kerja susunan saraf, kelenjar, serta hormon.

Pada penelitian ini, paparan dilakukan pada mencit betina dari hari pertama

kebuntingan hingga hari ketujuh kebuntingan. Mekanisme terbentuknya ROS

diduga terjadi pada induk mencit yang terpapar. Namun berdasarkan hasil

penelitian, dapat dikatakan bahwa paparan gelombang elektromagnetik yang

berasal dari telepon seluler dengan waktu pemaparan seperti dalam penelitian

(38)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Paparan gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler

dengan frekuensi 900 MHz yang dipaparkan pada mencit betina selama 7 hari

pasca kawin dengan waktu paparan 1×15 menit, 2×15 menit, dan 4×15 menit per

hari tidak berpengaruh terhadap jumlah implantasi, jumlah anak mencit, dan

bobot anak mencit pasca lahir. Hasil ini menunjukkan bahwa besar gelombang

elektromagnetik yang digunakan pada penelitian ini masih berada pada batas

aman bagi tubuh.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh gelombang

elektromagnetik telepon seluler terhadap perkembangan embrio secara in vivo dengan waktu pemaparan yang lebih lama dan dilakukan secara kontinu serta

pengaruh gelombang elektromagnetik terhadap perkembangan embrio secara in

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal A, Deepinder F, Sharma RK, Ranga G, Li J. 2008. Effect of cell phone usage on semen analysis in men attending infertility clinic: an observational study. Fertil Steril 89(1):124-128

Agarwal A et al. 2009. Effect of radiofrequency electromagnetic waves (RF-EMW) from cellular phones on human ejaculated semen : an in vitro pilot study. Fertil Steril 92:1318-1325

[Anonim]. 2000. Dampak Radiasi Elektromagnetik Ponsel. http://elektroindonesia.com/elektro/ut32.html [17 September 2010]

[Anonim]. 2009. Fakta tentang Feromon. http://infobiokimia.blogspot.com/2009/ 10/fakta-tentang-feromon.html [24 April 2011]

[Anonim]. 2010. Radio Frequency Safety. http://www.fcc.gov/oet/rfsafety/rf-faqs.html. [14 Oktober 2010]

[Anonim]. 2011. Emap Edinburgh Mouse Atlas Project. http://www.emouseatlas.org/emap/home.html [21 Febuari 2011]

[Anonim]. 2011. Radiation. http://en.wikipedia.org/wiki/Radiation [21 Febuari 2011]

Deepinder F, Makker K, Agarwal A. 2007. Cell phones and male infertility: dissecting the relationship [abstrak]. Reprod BioMed Online 15(3): 266-270

Djuwita I et al. 1989. Pengkajian superovulasi dan identifikasi awal perkembangan mudiga sebagai dasar pembekuan dalam alih mudiga dengan menggunakan tikus dan mencit sebagai model kajian. Institut Pertanian Bogor

Djuwita I, Boediono A, Mohamad K. 2000. Bahan Kuliah Embriologi Organogenesis. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

Dodge JC, Kristal MB, Badura LL. 2002. Male-induced estrus synchronization in the female Siberian hamster (Phodopus sungorus sungorus). Physiol Behav 77: 227-231

Fahrudin M, Prasetyaningtyas WE, Mohamad K, Boediono A, Djuwita I. 2008. Bahan Ajar Mandiri Praktikum Embriologi & Genetika Perkembangan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

Gangrade BK dan Dominic CJ. 1984. Studies of the male-orginating pheromones involved in the Whitten effect and Bruce effect in mice. Biol Reprod 31: 89-96

(40)

Hardell L, Carlberg M, Fredrik S, Mild KH, Morgan LL. 2007. Long-term use of cellular phones and brain tumours: increased risk associated with use for ≥ 10 years. Occup Environ Med 64: 626-632

Hogan B, Constantini F, Lacy E. 1994. Manipulating the mouse embryo a laboratory manual. USA: Cold Spring Harbor Laboratory Press

Indah DR. 2007. Gambaran siklus estrus mencit (Mus musculus albinus) dengan perlakuan Whitten Effect dan pemberian Gonadotrophin Releasing Hormone (GnRH) [Skripsi]. Bogor:Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

Jemiolo B, Harvey S, Novotny M. 1986. Promotion of the Whitten effect in female mice by synthetic analogs of male urinary constituents. Physiol Sci 83: 4576-4579

Khurana VG, Moulder JE, Orton CG. 2008. There is currently enough evidence and technology available to warrant taking immediate steps to reduce exposure of consumers to cell-phone-related electromagnetic radiation. Med Phys 35(12):5203-5206

Kiyokawa Y, Kikusui T, Takeuchi Y, Mori Y. 2007. Removal of the Vomeronasal Organ Blocks the Stress-Induced Hyperthermia Response to Alarm Pheromone in Male Rats. Chem Senses 32: 57-64

Kwan-Hoong Ng. 2003. Non-Ionizing Radiation-Sources, Biological Effects, Emissions, and Exposures. Proceedings of the International Conference on Non-Ionizing Radiation at UNITEN (ICNIRP 2003); 20-22 Oktober 2003

Lee S et al. 2005. 2,45 GHz radiofrequency fields alter gene expression in cultured human cells. FEBS Letters 579:4829-4836

Makker K, Varghese A, Desai NR, Mouradi R, Agarwal A. 2009. Cell phones: modern man’s nemesis? [abstrak]. Reprod Biomed Online 18(1): 148-157

Mashevich M, Folkman D, Kesar A, Barbul A, Korenstein R, Jerby E, Avivi L. 2003. Exposure of human peripheral blood lymphocyte to electromagnetic fields associated with cellular phones leads to chromosomal instability. Bioelectromagnetics 24: 82-90

Monk M. 1987. Mammalian Development: a practical approach.England:IRL Press

Pacini S et al. 2002. Exposure to global system for mobile communication (GSM) cellular phone radiofrequency alters gene expression, proliferation, and morphology of human skin fibroblast. Oncol Res 13: 19-24

Sadetzki S et al. 2008. Cellular Phone Use and Risk of Benign and Malignant Parotid Gland Tumors—A Nationwide Case-Control Study. Am J Epid 167:457–467

(41)

Schoemaker MJ et al. 2005. Mobile phone use and risk of acoustic neuroma: results of the Interphone case-control study in five North European countries. British J Cancer 93: 842-848

Sykes PJ, McCallum BD, Bangay MJ, Hooker AM, Morley AA. 2001. Effect of Exposure to 900 MHz Radiofrequency Radiation on Intrachromosomal Recombination in pKZ1 Mice. Radiat Res 156, 495–502

Tirindelli R, Dibattista M, Pifferi S, Menini A. 2009. From Pheromones to Behavior. Physiol Rev 89: 921-956

Yan JG et al. 2007. Effects of cellular phone emissions on sperm motility in rats.

(42)
(43)
(44)
(45)

VINCENTIA MARIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(46)

VINCENTIA MARIA. Exposure of cell phone electromagnetic wave on pregnant mice and its effect on implantation and birth rate. Under supervision of ARIEF BOEDIONO and KUSDIANTORO MOHAMAD.

The increasing of cell phone usage is accompanied by increasing public awareness of occupational health and safety towards emission of electromagnetic wave from appliance. The purpose of this research was to determine the level of exposure safety through the observation of implantation and birth rates using mice as an animal model. Twenty four female mice were synchronized by the Whitten Effect and then each female were mated with a stud male mice (single mating, ratio 1:1). The exposure was given at 900 MHz during seven days after mating. Female mice were divided into four groups according to the type of cell phone exposure. The time of exposure was one, two, and four times a day,15 min each for the first, the second, and the third group, respectively; and no exposure for the fourth group as a control. The result showed that the exposure time has no significant influence on implantation and birth rates. For all groups, the range value was from 8.66 to 10.00 for the implantation rate and from 10.00 to 12.33 for the birth rate. Those values were not significantly different with the values in the control group. It can be concluded that the exposure time of electromagnetic wave from the cell phone were still within safe level for the body.

(47)

VINCENTIA MARIA. Paparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler pada Mencit Bunting serta Pengaruhnya terhadap Implantasi dan Anak Lahir. Dibimbing oleh ARIEF BOEDIONO dan KUSDIANTORO MOHAMAD.

Peningkatan penggunaan telepon seluler diiringi dengan meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap bidang kesehatan dan keamanan terkait emisi gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat keamanan paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler melalui pengamatan terhadap jumlah implantasi dan anak lahir dengan menggunakan mencit sebagai hewan model. Dua puluh empat ekor mencit betina disinkronisasi dengan metode Efek Whitten dan dikawinkan dengan mencit jantan dengan perbandingan 1:1 (single mating). Pemaparan dilakukan dengan gelombang berfrekuensi 900 MHz selama 7 hari pertama setelah mencit kawin. Mencit betina dibagi ke dalam empat kelompok berdasarkan lamanya waktu paparan. Waktu paparan adalah satu, dua, dan empat kali per hari dengan masing-masing lama paparan 15 menit untuk kelompok pertama, kedua, dan ketiga, sementara kelompok keempat sebagai kelompok kontrol tidak diberikan paparan. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata lama paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler terhadap jumlah implantasi dan anak lahir dari induk yang terpapar. Untuk seluruh kelompok, jumlah implantasi yang berkisar antara 8.66 sampai dengan 10.00 dan jumlah anak lahir yang berkisar antara 10.00 sampai dengan 12.33, tidak berbeda nyata dengan nilai pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian, lama paparan gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler dalam penelitian ini masih berada dalam tingkat aman untuk tubuh.

(48)

VINCENTIA MARIA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(49)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(50)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Paparan Gelombang

Elektromagnetik Telepon Seluler pada Mencit Bunting serta Pengaruhnya

terhadap Implantasi dan Anak Lahir adalah karya saya dengan arahan

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Vincentia Maria

(51)

dan Anak Lahir

Nama : Vincentia Maria

NIM : B04063006

Disetujui

Prof.drh.Arief Boediono,Ph.D, PAVet(K) drh.Kusdiantoro Mohamad,M.Si, PAVet

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(52)

Puji dan syukur penulis ucapan kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa yang

senantiasa memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulisan skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul Paparan Gelombang

Elektromagnetik Telepon Seluler pada Mencit Bunting serta Pengaruhnya

terhadap Implantasi dan Anak Lahir ini disusun sebagai persyaratan kelulusan

pada program sarjana Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. drh. Arief

Boediono, Ph.D, PAVet (K) dan Bapak drh. Kusdiantoro Mohamad, M.Si, PAVet

selaku dosen pembimbing pertama dan kedua atas segala bimbingan, perhatian,

dan masukan-masukan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. Penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di Laboratorium Embriologi

atas diskusi, motivasi, dan bantuan yang tidak ternilai.

Penulis telah berusaha memberikan yang terbaik dalam penulisan skripsi

ini. Namun penulis juga menyadari dengan segala keterbatasan yang ada, skripsi

ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun

sangat penulis harapkan sehingga dapat menjadi lebih baik dalam penulisan

karya-karya selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua

pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2011

(53)

Penulis dilahirkan di kota Bandung pada tanggal 17 November 1987 dari

pasangan Bapak Danu Tanuwijaya dan Ibu Anna Rosari Hilman. Penulis

merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis telah menyelesaikan

pendidikan formal di SMA Santo Aloysius I Bandung dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan tercatat sebagai mahasiswa

Fakultas Kedokteran Hewan pada tahun 2007.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi bendahara UKM

KEMAKI IPB (2007-2008), anggota PMKRI Bogor (2008-sekarang), anggota

Himpunan Minat Profesi Hewan Kecil dan Satwa Akuatik FKH IPB (2007-2009),

(54)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa yang

senantiasa memberikan rahmat dan karuniaNya, perlindungan, serta

bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Karya tulis ini tidak akan ada tanpa pertolongan Tuhan serta orang-orang yang

yang sangat berjasa dalam menyelesaikannya. Ucapan terima kasih yang tulus

penulis sampaikan untuk:

1. Papa dan Mama yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus ikhlas

dalam membesarkan dan merawat kami semua serta memberikan

harapan-harapan manis bagi putra-putrimu. Untuk Vincentius Christian, adik dan teman

yang selalu menghadirkan senyum dan tawa di setiap pertemuan kita

2. Prof. drh. Arief Boediono, Ph.D, PAVet(K) dan Dr. Kusdiantoro Mohammad,

M.Si, PAVet sebagai pembimbing skripsi

3. Dr. drh. Deni Noviana sebagai pembimbing akademik

4. Pak Thomas, Mba Dini, Mba Dwi, Mas Harry, Bu Esthi, Bu Ita atas masukan

dan sarannya

5. Staf Laboratorium Embriologi FKH IPB

6. Sovi, Pu, Ade, G, Tante Nana n fam, dan teman-teman My Vets animal clinic

BSD yang senantiasa membantu pelaksanaan, mengingatkan, memberi

semangat, serta memberikan saran dalam penulisan skripsi ini

7. Teman-teman seperjuangan, Rani, Adhil

8. Teman-teman Aesculapius 43, terima kasih untuk 4 tahun yang penuh cerita,

serta adik-adik kelas sekalian 44, 45, dan 46

Serta semua pihak yang telah banyak membantu baik secara moril maupun

material yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Hanya Tuhan yang akan

membalas semua kebaikan kalian.

Gambar

Gambar 1. Vomeronasal organ (http://www.neuro.fsu.edu/~mmered/vomer/
Tabel 3. Rataan bobot badan anak mencit pra sapih setelah induk diberi paparan     gelombang elektromagnetik telepon seluler
Tabel 4. Daya pancar  pesawat GSM (dBm) dan Gelombang Elektromagnetik
Gambar 1. Vomeronasal organ (http://www.neuro.fsu.edu/~mmered/vomer/
+3

Referensi

Dokumen terkait

Artinya, masih ada sisa 84,5% yang merupakan variabel atau faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini yang memungkinkan memiliki pengaruh terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja operasional yang dilihat dari net operating profit after taxes (NOPAT), return on assets (ROA),dan

diketahui oleh Kepala Desa/Lurah. Kepala Desa/Lurah berkewajiban meneruskan Formulir Surat Keterangan Kelahiran kepada UPTD Instansi Pelaksana untuk diterbitkan kutipan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Dinas Perhubungan sudah mencoba memberikan yang terbaik bagi masyarakat kota Manado namun itu belumlah cukup

Kenyataannya, semakin berkurangnya animo masyarakat kota Palu, khususnya mahasiswa dalam melakukan perjalanan ke kampus Universitas Tadulako dengan menggunakan

Satya Laksana melalui layanan perbankan adanya kelalaian pihak bank untuk menjaga keamanan dalam pemakaian layanan perbankan tersebut, karena tersangka yang

en koskaan harvemmin kuin kerran kuussa kerran kuussa kerran viikossa päivittäin tai lähes päivittäin Yhteensä Puuttuvat N=956?. Kuinka usein viime vuoden aikana tunsit

Berdasarkan fenomena-fenomena fisika yang terkait dengan kalor, sistem pendingin termoelektrik dapat disimulasikan untuk memprediksi suhu junction SLED, suhu sisi