• Tidak ada hasil yang ditemukan

Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System (POS) dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga (Kasus Putting Out System (POS) di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System (POS) dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga (Kasus Putting Out System (POS) di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT

SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP

KESEJAHTERAAN KELUARGA

(Kasus Putting Out System (POS) di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

DIMITRA LIANI I34070112

SKRIPSI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

DIMITRA LIANI. MARGINALIZATION OF WOMEN IN THE PUTTING OUT SYSTEM (POS) AND ITS IMPACT ON FAMILY WELFARE (Case: Putting Out System (POS) In Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). UNDER THE GUIDANCE OF WINATI WIGNA.

The purposes of this research were to identify factors that may encourage women to work on POS, know the shapes of the marginalization of women in the POS, and to assess the impact of the marginalization of women in the POS for the welfare of households. Respondents samples in this research were married women and have children who work with POS in the Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. The research method was quantitative research and sampling method was simple random sampling.

The results of this research indicate that women workers are still haven’t awareness of gender, but they ignore the gender ideology by working in the public sector due to economic pressure. Gender Ideology considers women as reflected in the homes of workers who must take care of household and should not be working in the public sector, if allowed to work should not be in a place far from home, and women also assume that the high positions in the company as director, managers and others must be held by men. This study found that gender ideologies affect the working conditions of women workers in the POS. Ideology that not aware of gender that is still adhered to the low effect on the working conditions of women workers is reflected in the wages, family security and the guarantee that is given still low, so that the occurrence of marginalisation as concentration on the margins of the labor market.

Low influence on working conditions given the low economic contribution of women to the family income. The low wages earned from working women with POS resulted in the woman can not contribute substantially to family income. Economic contribution of women affect women's autonomy. The low contributions of women led to his little power he had in the family. This affects the welfare of female autonomy, and indirectly the economic contribution of women also affect the welfare of the family, so that the working conditions also affect the welfare of the family. Due to the marginalization of women in the POS, then the family of the women workers were not prosperous.

(3)

RINGKASAN

DIMITRA LIANI. MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus Putting Out System (POS) Di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). DI BAWAH BIMBINGAN WINATI WIGNA.

Tulisan ini membahas tentang marjinalisasi yang terjadi pada pekerja perempuan dalam POS di Desa Jabon Mekar serta dampaknya pada kontribusi ekonomi perempuan, otonomi perempuan serta tingkat kesejahteraan keluarga dengan mengkaji kondisi kerja pekerja perempuan dalam POS yang berhubungan dengan ideologi gender. Pekerja perempuan tersebut bekerja membantu suami untuk mencari nafkah tambahan, namun karena mereka masih kuat menganut ideologi gender yang tidak memperbolehkan mereka untuk bekerja di tempat yang berada jauh dari rumah serta mereka harus mengurus rumahtangga maka mereka tidak punya pilihan kerja lain dan bekerja dengan POS. Pekerja Perempuan yang bekerja dengan POS memiliki kondisi kerja yang rendah sehingga dapat berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan, otonomi perempuan serta tingkat kesejahteraan keluarga. Fenomena tersebut menyebabkan perlu untuk dilakukannya penelitian yang dapat mengkaji lebih dalam hubungan marjinalisasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga dan dapat memecahkan masalah sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi terwujudnya kesetaraan gender di Indonesia.

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mendorong perempuan untuk bekerja pada POS dan mengetahui bentuk-bentuk marjinalisasi perempuan dalam POS. selain itu juga untuk mengkaji dampak marjinalisasi perempuan dalam POS terhadap kesejahteraan rumahtangga.

(4)

perempuan dengan POS yang menikah dan mempunyai anak di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Teknik penentuan sampel dilakukan dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari kerangka sampling sebanyak 50 responden. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapangandari hasil kuesioner dengan responden. Selain kuesioner, data kualitatif dikumpulkan dengan cara wawancara mendalam yang dilakukan baik kepada responden itu sendiri maupun informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui literatur, catatan, data dari instansi yang dapat mendukung kelengkapan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan software SPSS 16.0.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja perempuan masih menganut ideologi tidak sadar gender, namun mereka mengabaikan ideologi gender dengan bekerja pada sektor publik karena adanya desakan ekonomi. Ideologi tidak sadar gender tergambar dari dianggapnya perempuan sebagai pekerja rumah yang harus mengurus rumah tangganya dan tidak boleh bekerja pada sektor publik, kalaupun dibolehkan untuk bekerja tidak boleh di tempat yang jauh dari rumah, serta perempuan juga menganggap bahwa jabatan-jabatan tinggi di perusahaan seperti direktur, manajer dan lain-lain harus dipegang oleh laki-laki. Penelitian ini menemukan bahwa ideologi gender memperngaruhi kondisi kerja pekerja perempuan dalam POS. Ideologi tidak sadar gender yang masih dianut berhubungan dengan rendahnya kondisi kerja pekerja perempuan tergambar dari upah, jaminan keluarga serta jaminan kerja yang diberikan masih rendah, sehingga terjadinya marginalisation as concentration on the margins of the labour market.

(5)

yang ia punya dalam keluarga. Otonomi perempuan ini berhubungan dengan kesejahteraan, dan secara tidak langsung kontribusi ekonomi perempuan pun berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, sehingga kondisi kerja juga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Akibat terjadinya marjinalisasi perempuan dalam POS, maka keluarga pekerja perempuan tersebut pun tidak sejahtera.

(6)

MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT

SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP

KESEJAHTERAAN KELUARGA

(Kasus Putting Out System (Pos) di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Oleh: DIMITRA LIANI

I34070112

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(7)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Dimitra Liani

NRP : I34070112

Judul : Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System (POS) dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga (Kasus Putting Out System (POS) di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dra. Winati Wigna, MDS NIP. 19480327 198303 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(8)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA (KASUS PUTTING OUT SYSTEM (POS) DI DESA JABON MEKAR, KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2011

Dimitra Liani

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dimitra Liani yang dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1989 di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Dede Suhardi dan Ibu Ina Salfina. Pendidikan yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Panaragan Bogor tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SMPN 2 Bogor tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas SMAN 8 Bogor tahun 2007.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat dan hidayahNya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul “Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System (POS) dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga (Kasus Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)” ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan serta memberikan gambaran mengenai studi perempuan, sistem kerja Putting Out System (POS), bentuk marjinalisasi, kontribusi ekonomi perempuan, otonomi perempuan, serta kesejahteraan keluarga.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Penulis berharap, semoga tulisan ini juga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2011

Dimitra Liani

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta (mama, ayah, dan adik) yang selalu memberikan nasehat, dorongan, motivasi dan doa yang tulus, serta menjadi inspirasi selama penulis kuliah.

2. Dra. Winati Wigna, MDS sebagai Dosen Pembimbing Studi Pustaka yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis.

3. Heru Purwandari, SP, MSi sebagai Dosen Akademik yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan kepada penulis.

4. Rizal Prayifto atas saran, dukungan, perhatian, cinta dan kasih yang diberikan kepada penulis. Semua akan indah pada waktunya.

5. Peer Group (Fera, Lele, Nene, Desy, Asri) atas saran, dukungan, dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis serta pertemanan yang baik dan pelajaran kehidupan yang telah diberikan selama penulis kuliah.

6. Teman-teman tersayang Pya, Dinda, Dewi, Astri, Maya, Bio, Laras, Ocy, Cae, Mabu, Anggi yang telah berbagi cerita selama ini.

7. Tim Garut: Wira, Ira, Yuda, Karin, Wina, Haidar, Lukman, Aji, Gian, Zaky, Dedi, Helmi, dan Rajib yang telah memberikan pengalaman yang mengesankan kepada penulis.

8. Teman-teman di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang tidak dapat disebutkan satu persatu

9. Tim AADC: Yos, Tya, Anin, Tiara, Icil, Demur, Nancy, Ana, Ike, dan Vero atas semua cerita yang pernah dilalui bersama.

(12)

Semoga skripsi ini bermanfaat untuk semuanya dan semoga kesuksesan saya dapat bermanfaat dan membanggakan bagi keluarga, teman-teman, agama, bangsa, dan negara. Amin.

Bogor, Agustus 2011

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 5

2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.1.1 Industri dan Putting Out System ... 5

2.1.2 Ideologi Gender ... 8

2.1.3 Marjinalisasi ... 9

2.1.4 Kontribusi Ekonomi ... 12

2.1.5 Otonomi Perempuan ... 13

2.1.6 Kesejahteraan Keluarga ... 15

2.2 Kerangka Pemikiran ... 15

2.3 Hipotesis Penelitian ... 17

2.4 Definisi Operasional ... 18

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN ... 28

3.1 Metode Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 29

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 29

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 30

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA JABON MEKAR ... 31

4.1 Kondisi Fisik, Sarana, dan Prasarana ... 31

4.2 Kedudukan, Pendidikan, dan Mata Pencaharian ... 32

BAB V MARJINALISASI DALAM PUTTING OUT SYSTEM ... 34

(14)

5.2 Ideologi Gender versus Kebutuhan Ekonomi ... 35

5.3 Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System ... 37

5.2.1 Pengupahan ... 38

5.2.2 Jaminan Keluarga ... 40

5.2.3 Jaminan Kerja ... 42

5.4 Ikhtisar ... 43

BAB VI PENGARUH IDEOLOGI GENDER TERHADAP KONDISI KERJA PEKERJA PEREMPUAN DENGAN PUTTING OUT SYSTEM ... 45

6.1 Pengaruh Ideologi Gender terhadap Pengupahan Pekerja Perempuan ... 45

6.2 Pengaruh Ideologi Gender terhadap Jaminan Keluarga Pekerja Perempuan 47 6.3 Pengaruh Ideologi Gender terhadap Jaminan Kerja Pekerja Perempuan ... 48

6.4 Pengaruh Ideologi Gender terhadap Kondisi Kerja Pekerja Perempuan ... 49

6.5 Iktisar ... 51

BAB VII KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA ... 52

7.1 Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga ... 52

7.2 Otonomi Perempuan ... 53

7.3 Kesejahteraan Keluarga Pekerja Perempuan ... 54

7.3.1 Pendidikan Anak ... 54

7.3.2 Kesehatan ... 55

7.3.3 Pola Konsumsi ... 56

7.4 Pengaruh Marjinalisasi Perempuan dalam POS terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga ... 58 7.5 Iktisar ... 64

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

8.1 Kesimpulan ... 65

8.2 Saran ... 66

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

Tabel 1. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Ideologi Gender di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………

19

Tabel 2. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………...

21

Tabel 3. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………

22

Tabel 4. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Kondisi Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………

22

Tabel 5. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Otonomi Perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ……….

24

Tabel 6. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jenis Pengobatan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 …………...

25

Tabel 7. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Kesejahteraan keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………

27

Tabel 8. Komposisi Jumlah Penduduk Desa Jabon Mekar Berdasarkan Tingkat Usia dan Jenis Kelamin, Tahun 2009 ………...

32

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ideologi Gender yang dianut di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 …………...

36

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kondisi Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ...

38

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengupahan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………..………...

39

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Bentuk Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………...

40

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………...

41

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Bentuk Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………

42

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………..………...

43

Tabel 16. Jumlah dan Persentase Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender terhadap Pengupahan Responden di Desa Jabon Mekar, Tahun 2011 ….

46

Tabel 17. Jumlah dan Persentase Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender terhadap Jaminan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar, Tahun 2011 ...

47

(16)

terhadap Jaminan Kerja Responden di Desa Jabon Mekar, Tahun 2011 ..

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender terhadap Kondisi Kerja Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………..……….

49

Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kontribusi Ekonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ...

52

Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Otonomi perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………

53

Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kesejahteraan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ...

54

Tabel 23. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Kondisi Pendidikan di Desa Jabon Mekar, Tahun 2011 ………...

55

Tabel 24. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………

56

Tabel 25. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Pola Konsumsi di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ………...

57

Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan dengan Kontribusi Ekonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ...

59

Tabel 27. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kontribusi Ekonomi terhadap Otonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ...

60

Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan

Otonomi Perempuan terhadap Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ...

61

Tabel 29. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan

Kontribusi Ekonomi Perempuan terhadap Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ...

62

Tabel 30. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan dengan Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 ...

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

Lampiran 1. Gambar Lokasi ... 69

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hadirnya industri di pedesaan mendorong terbukanya sektor publik yang memberi peluang kepada perempuan untuk memasuki dunia kerja. Peluang tersebut mengakibatkan perempuan dapat turut berperan secara ekonomi bekerja menghasilkan materi (uang) untuk kehidupan dirinya maupun keluarganya. Semakin banyak tenaga kerja perempuan memasuki pasar kerja, maka semakin tinggi kualitas hidup perempuan dan keluarganya, akan tetapi banyak ditemukan bahwa pekerja perempuan tidak memiliki pendidikan yang tinggi padahal pendidikan merupakan salah satu syarat agar dapat bekerja pada suatu perusahaan. Pekerja perempuan tersebut tidak memenuhi ketentuan untuk bekerja di suatu perusahan, namun karena tenaga mereka dibutuhkan sehingga perempuan diterima bekerja tetapi dengan sistem kerja rumahan (putting out system).

Putting out system (POS) muncul pada abad ke-13 pada industri wol di Inggris, tetapi perkembangan terbesarnya terjadi pada abad ke-15 dan pertengahan abad ke-18 (Agusta 2000). Sistem ini bisa menghemat biaya produksi, karena pekerja mengerjakannya di rumahnya masing-masing dan upah yang diberikan biasanya dihitung berdasarkan jumlah per potong dari hasil yang dikerjakannya dengan batas waktu terten. Menurut Agusta (2000), selanjutnya POS mengarah pada ekploitasi perempuan dan anak-anak. Hal ini benar-benar terjadi pada abad ke-17 di kalangan pekerja pakaian di New York bagian Timur.

(20)

sehingga seringkali jenis pekerjaan ini dianggap sebagai pekerjaan yang dianggap rumah tangga sehingga upah yang diterima pekerja perempuan pun rendah. Hal ini sangat jelas menunjukkan terjadinya marjinalisasi pada perempuan yang bekerja pada POS tersebut.

Disebut sebagai marjinalisasi perempuan karena POS tersebut telah meminggirkan pihak perempuan dengan memberikan pekerjaan untuk dikerjakan di rumah sehingga dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga tambahan bagi pekerja perempuan tersebut. Hal ini didasari dengan pemikiran bahwa perempuan sebaiknya tidak bekerja di luar dan bekerja hanya sekedar membantu suami sehingga pekerjaan perempuan dihargai sangat murah. Pemberian upah yang rendah kepada pekerja perempuan tersebut menyebabkan rendahnya kontribusi ekonomi perempuan yang dibawa ke dalam pendapatan keluarga. Kontribusi ekonomi tersebut berhubungan dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perempuan dalam kegiatan produktif, reproduktif, maupun sosial. Kemudian keputusan yang menggambarkan otonomi perempuan tersebut akan berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya.

(21)

Perempuan di Desa Jabon Mekar bekerja dengan POS karena masih menganut ideologi yang tidak sadar gender, sehingga mereka memiliki kondisi kerja yang rendah. Sebenarnya mereka tidak diperbolehkan bekerja oleh suaminya, namun karena upah yang diperoleh suami tidak mencukupi untuk memenuhi kehidupan keluarga, maka suaminya pun mengijinkan istrinya untuk bekerja. Perempuan diperbolehkan oleh suaminya bekerja dengan syarat tidak boleh bekerja jauh dari rumah dan tetap harus mengurus rumahtangganya, oleh karena itu perempuan bekerja dengan POS yang letaknya dekat dengan rumah mereka, sehingga mereka tetap bisa mengurus rumahtangganya. Bekerja dengan POS mengakibatkan perempuan mengalami marjinalisasi karena mereka bekerja pada jenis pekerjaan yang memiliki kelangsungan hidup yang tidak stabil dan upah yang diperoleh rendah. Mereka menganggap terjadinya marjinalisasi ini bukan masalah, oleh karena itu marjinalisasi tetap terjadi pada perempuan yang bekerja di POS. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa dibutuhkannya suatu penelitian lebih lanjut mengenai marjinalisasi perempuan untuk mengetahui apa saja yang menyebabkan terjadinya marjinalisasi perempuan tersebut serta dampak apa saja yang ditimbulkan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, diketahui bahwa penelitian ini akan mengkaji marjinalisasi perempuan dalam POS dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga. Kemudian secara spesifik penelitian ini akan memusatkan perhatian permasalahan yang disebutkan di bawah ini:

1. Faktor-faktor apakah yang dapat mendorong perempuan untuk bekerja dengan POS?

2 Bagaimanakah bentuk-bentuk marjinalisasi perempuan dalam POS?

3 Sejauhmanakah dampak marjinalisasi perempuan dalam POS terhadap kesejahteraan keluarga?

1.3 Tujuan Penelitian

(22)

dilaksanakannya penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mendorong perempuan untuk bekerja pada POS.

2. Mengetahui bentuk-bentuk marjinalisasi perempuan dalam POS.

3. Mengkaji dampak marjinalisasi perempuan dalam POS terhadap kesejahteraan keluarga.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari dilaksanakannya penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai marjinalisasi perempuan dalam POS dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:

1. Kegunaan bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai kesesuaian kondisi lapangan dengan teori yang ada serta didapatkan pemahaman serta pengetahuan baru terkait marjinalisasi perempuan dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga.

2. Kegunaan Penelitian bagi Masyarakat Awam

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai POS, marjinalisasi perempuan, serta dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga.

3. Kegunaan Penelitian bagi Civitas Akademik

(23)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Industri Kecil dan Putting Out System

Industrialisasi dalam suatu tahap pembangunan dianggap sebagai suatu simbol kemajuan dan kesuksesan pembangunan di suatu negara. Selain itu industrialisasi dianggap sebagai kunci yang dapat membawa masyarakat ke arah yang lebih sejahtera dan dapat mengatasi masalah kesempatan kerja yang semakin terbatas pada sektor non pertanian. Implikasi lain yang menyatakan bahwa sektor industri sangat penting untuk dikembangkan adalah karena penanaman modal yang dinilai sangat menguntungkan dibandingkan dengan sektor pertanian yang lebih lambat pertumbuhannya.

Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia, terutama di negara-negara maju. Bagi negara berkembang, industri sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Banyak kebutuhan umat manusia yang harus dipenuhi oleh barang dan jasa. Menurut Leibo dan Andarwati (2008), industri adalah suatu usaha atau perusahaan yang mengolah bahan baku atau bahan mentah menjadi barang setengah jadi, untuk kemudian diolah lagi menjadi barang jadi dengan menggunakan teknologi dan tenaga manusia, sehingga barang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dalam penggunaannya baik untuk masyarakat setempat maupun di luar masyarakat setempat untuk menghasilkan uang atau pendapatan.

(24)

1. Industri dasar atau hulu

Industri hulu memiliki sifat sebagai berikut: padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya selalu dekat dengan bahan baku yang mempunyai energi sendiri, dan pada umumnya lokasi ini belum tersentuh pembangunan.

2. Industri hilir

Industri ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji, padat karya.

3. Industri kecil

Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Walaupun hakikat produksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistem pengolahannya lebih sederhana. Sifat industri ini padat karya.

Selain pengelompokkan di atas, Kristanto (2002) mengklasifikasikan industri secara konvensional sebagai berikut:

1. Industri primer; yaitu industri yang mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi, misalnya pertanian, pertambangan.

2. Industri sekunder; yaitu industri yang mengubah barang setengah jadi menjadi barang jadi.

3. Industri tersier; yaitu industri yang sebagian besar meliputi industri jasa dan perdagangan atau industri yang mengolah bahan industri sekunder.

(25)

rumah masing-masing pekerja. (e) Jumlah tenaga kerja yang tidak tetap karena tidak ada ikatan kerja. POS tersebut dapat berada pada industri yang diklasifikasikan oleh Kristanto (2002), yaitu industri hilir, industri kecil dan industri sekunder.

Corak kerja POS dinilai sebagai alternatif kerja bagi ibu rumah tangga. Kesempatan kerja dengan sistem kerja di rumah memberi peluang kepada ibu rumah tangga untuk bekerja mencari nafkah tanpa harus meninggalkan pekerjaan rumah tangganya. Pekerja yang bekerja dengan sistem ini dibayar berdasarkan jumlah barang yang diproduksi oleh si pekerja bukan berdasarkan jam kerja. Selain itu, majikan hanya memberikan material pendukung tanpa ada perlindungan berupa APD ataupun jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja.

Kondisi ini sangat memprihatinkan khususnya bagi para pekerja yang sebagian besar merupakan ibu rumah tangga perusahaan tidak memberikan jaminan, perlindungan, serta upah yang layak terhadap pekerja dan tidak bertanggung jawab atas kecelakaan ataupun penyakit yang timbul pada saat bekerja padahal perusahaan dapat memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dari sistem kerja ini.

(26)

2.1.2 Ideologi Gender

Gender diartikan sebagai keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem simbol masyarakat yang bersangkutan. Pengertian gender dan seks atau jenis kelamin dibedakan, bahwa seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu, yaitu laki-laki dan perempuan yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda. Konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan (Sugiarti dan Handayani, 2008).

Fakih (1996) dalam Pratiwi (2009) mengungkapkan bahwa konsep gender menunjuk pada suatu sifat yang melekat pada kaum pria maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, seperti perempuan dianggap lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Seks adalah pembedaan jenis kelamin berdasarkan alat dan fungsi biologis yang tidak dapat dipertukarkan, seperti laki-laki tidak dapat menstruasi dan tidak dapat hamil, sedangkan perempuan tidak bersuara berat, tidak berkumis, karena keduanya memiliki hormon yang berbeda. Sifat ini selanjutnya akan menentukan perbedaan status, peran, dan tata hubungan antar jenis kelamin yang berbeda dan mengatur berbagai bidang kehidupan masyarakat.

(27)

Jika ditarik benang merah, maka didapat kesimpulan bahwa gender adalah pembedaan sosial berupa sifat atas dasar jenis kelamin yang dibentuk oleh faktor sosial budaya yang membentuk anggapan tentang peran sosial berdasarkan jenis kelamin tersebut dan sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural.

Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara berpikir seseorang atau suatu golongan (KBBI 2007). Oleh karena itu, ideologi gender dapat diartikan sebagai suatu pemikiran seseorang atau kelompok bahwa adanya pembedaan sosial berupa sifat atas dasar jenis kelamin yang dibentuk oleh faktor sosial budaya yang membentuk anggapan tentang peran sosial berdasarkan jenis kelamin tersebut dan sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural.

Saptari dan Holzner (1997) mengatakan bahwa ideologi gender adalah segala aturan, nilai stereotipe yang mengatur hubungan antara perempuan dan laki-laki, malalui pembentukan identitas feminin dan maskulin yang menjadi struktur dan sifat manusia, dimana ciri-ciri dasar dan sifat itu dibentuk sejak masa kanak-kanak awal. Seorang antropolog, Alice Schlegel dalam Saptari dan Holzner (1997) menggunakan istilah gender meaning (pengertian gender) yang mempunyai arti yang serupa dengan ideologi gender, yaitu bagaimana kedua jenis kelamin “dipersepsikan, dinilai, dan diharapkan untuk bertingkah laku”.

2.1.3 Marjinalisasi

(28)

De Vries (2006) dalam Siyamitri (2009) pun menjelaskan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang sering terjadi pada perempuan, yaitu: pertama, subordinasi yang merupakan pembedaan perlakuan terhadap salah satu identitas sosial, dalam hal ini adalah perempuan. Pandangan bahwa perempuan itu emosional mengakibatkan mereka kurang diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan; kedua, pelabelan negatif (stereotype) yaitu pembentukan citra buruk perempuan yang menempatkan perempuan pada posisi tidak berdaya dalam masyarakat; ketiga, marjinalisasi sebagai akibat langsung dari subordinasi perempuan serta melekatnya label-label buruk pada diri perempuan, perempuan tidak memiliki akses dan kontrol yang sama dengan laki-laki dalam penguasaan sumber-sumber ekonomi. Lebih jauhnya, hal ini akan berimplikasi pada termarjinalisasinya kebutuhan dan kepentingan perempuan; keempat, beban kerja berlebih, perempuan selalu diindikasikan dengan pekerjaan domestik. Pada kalangan keluarga miskin, beban ganda terjadi dimana kaum perempuan harus bekerja di sektor domestik dan produktif, sehingga beban kerja perempuan menjadi sangat berat. Kelima, kekerasan yaitu suatu serangan terhadap fisik maupun psikologis seseorang dalam hal ini dilakukan terhadap perempuan.

Salah satu bentuk ketidakadilan atau ketimpangan gender yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat serta di tempat kerja adalah marjinalisasi. Sugiarti dan Handayani (2008) mengatakan bentuk manifestasi ketidakadilan gender adalah proses marjinalisasi atau pemiskinan terhadap kaum perempuan. Marjinalisasi sering disebut sebagai pemiskinan ekonomi. Marjinalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender salah satunya adalah adanya program di bidang pertanian dikenal dengan revolusi hijau yang memfokuskan pada petani laki-laki yang mengakibatkan banyak perempuan tergeser dan menjadi miskin. Contoh lain adanya pekerjaan khusus perempuan seperti: guru taman kanak-kanak, pekerja pabrik yang berakibat pada penggajian yang rendah. Sesungguhnya banyak proses di dalam masyarakat dan negara yang memarginalkan masyarakat, seperti proses eksploitasi namun ada salah satu bentuk kemiskinan berakibat hanya pada jenis kelamin tertentu (perempuan) yang disebabkan oleh keyakinan gender.

(29)

dalam diskusi tentang marjinalisasi terdapat kerancuan di kalangan peneliti tentang berbagai bentuk marjinalisasi, yaitu:

1. Sebagai proses pengucilan (exclusion)

Di sini yang dimaksudkan ialah bahwa perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau dari jenis-jenis kerja upahan tertentu. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as exclusion from productive employment.

2. Sebagai proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margins) dari pasar tenaga kerja

Yang dimaksudkan di sini ialah kecendrungan bagi perempuan untuk bekerja pada jenis-jenis pekerjaan yang mempuanyai kelangsungan hidup yang tidak stabil; yang upahnya rendah; atau yang dinilai tidak terampil. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as concentration on the margins of the labour market.

3. Sebagai proses feminisasi atau segregasi

Dengan adanya pemusatan tenaga kerja perempuan ke dalam jenis-jenis pekerjaan tertentu sudah ter”feminisasi” (dilakukan semata-mata oleh perempuan). Walaupun dalam literatur feminisasi tidak identik dengan marjinalisasi, keadaan demikianlah yang biasanya digambarkan. Segregasi di sini adalah pemisahan pekerjaan yang semata-mata dilakukan oleh laki-laki dan oleh perempuan. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as feminization or segregation.

4. Sebagai proses ketimpangan ekonomi yang semakin meningkat

Gejala ini kurang lebih sama dengan gejala proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margins) dari pasar tenaga kerja. Biasanya dalam pengertian ini, marjinalisasi menunjuk pada ketimpangan upah antara laki-laki dan perempuan. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as economic inequality.

(30)

tertentu berkaitan dengan siklus ekonomi. Bersifat kontekstual, dalam arti proses tersebut tidak dapat dilihat terpisah dari kondisi sosial, ekonomi, politik di tempat buruh perempuan berdomisili. Bersifat relatif, berkaitan dengan perbandingan antara lelaki dan perempuan. Secara keseluruhan, hal tersebut termasuk persoalan dinamika permintaan dan penawaran tenaga kerja.

Marjinalisasi dalam penelitian ini dilihat dari kondisi kerja yang diperoleh perempuan dari hasil bekerja. Indikator kondisi kerja tersebut mengacu pada penelitian Siyamitri (2009) yang terdiri dari pendapatan atau upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja. Apabila kondisi kerja perempuan rendah maka terjadilah marjinalisasi perempuan.

2.1.4 Kontribusi Ekonomi

Bekerjanya perempuan berhubungan dengan berapa banyak kontribusi ekonomi yang diberikan perempuan ke dalam rumah tangganya. Kontribusi ekonomi perempuan adalah pendapatan yang dihasilkan oleh perempuan dan dibawa serta disumbangkan oleh perempuan ke dalam pendapatan keluarga. Levy (1971) dalam Sajogyo (1983) mengatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari sistem kekerabatan. Alokasi ekonomi dalam keluarga diperlukan, mengingat konsumsi anggota-anggotanya akan barang dan jasa (makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain) yang harus diperoleh karena usaha-usaha produktif yaitu pencaharian nafkah (barang, jasa) daripada anggota-anggotanya pula.

Mengenai sumber penghasilan dari usaha produktif atau mencari nafkah, Levy (1971) dalam Sajogyo (1983) menyatakan pentingnya membedakan:

1. Apakah itu karena usaha bersama kesatuan keluarga ataukah karena usaha seseorang atau beberapa orang anggota keluarga yang menggabungkan diri ke dalam kesatuan-kesatuan produktif atau pencarian nafkah di luar keluarga.

(31)

“selfsufficient” sudah jarang ada; dalam hal kedua adalah yang umum, dimana masih tetap ada sebagian yang diusahakan untuk langsung dikonsumsi sendiri, yaitu jasa-jasa pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan sendiri oleh keluarga.

Menurut Saptari dan Holzner (1997), dalam perumusan rumah tangga sering terdapat ide bahwa penghasilan yang beraneka ragam sumbernya ini akan selalu digabungkan ke dalam satu dompet dengan maksud agar bisa dikonsumsikan secara bersama-sama pula. Sajogyo (1983) juga mengatakan bahwa semua penghasilan dari semua pencari nafkah dalam keluarga dikumpulkan menjadi satu “dana bersama”, yang dipergunakan untuk keperluan bersama (antara lain sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota yang diakui), menurut “pos-pos pengeluaran” sesuai dengan norma-norma tingkat hidup keluarga itu, akan tetapi Saptari dan Holzner (1997) menyatakan kesulitan dalam mendefinisikan rumah tangga sebagai kesatuan dimana penghasilan semua dikumpulkan di satu tangan dan konsumsi dilakukan bersama. Semakin beragam sumber penghasilan para anggota suatu rumah tangga, semakin besar kemungkinan bahwa masing-masing anggota akan menahan sebagian atau seluruh penghasilannya untuk kepentingan sendiri baik untuk dikonsumsikan langsung maupun untuk disimpan atau diinvestasikan untuk masa depannya sendiri.

Dari hasil penelitian Ariani (1986) dalam Rahayu (1996), diketahui bahwa perempuan yang menyumbangkan pendapatannya dalam pendapatan keluarga lebih dilibatkan dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan perempuan yang tidak menyumbangkan pendapatannya.

2.1.5 Otonomi Perempuan

(32)

perempuan dapat dilihat dari seberapa banyak perempuan mengambil keputusan dalam berbagai kegiatan.

Otonomi perempuan dalam keluarga dilihat dari sejauhmana perempuan memiliki kekuasaan dalam seluruh kegiatan baik dalam kegiatan produktif, reproduktif, maupun sosial. Kekuasaan diukur dengan banyaknya (frekuensi) perempuan mengambil keputusan dalam waktu tertentu. Jenis keputusan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu keputusan oleh istri sendiri, keputusan bersama suami istri, dan keputusan suami sendiri (Sajogyo, 1983). Selanjutnya untuk kepentingan analisis, keputusan dikelompokkan lagi menjadi keputusan istri sendiri yang menggambarkan otonomi perempuan tinggi dan keputusan suami sendiri yang menggambarkan otonomi perempuan rendah.

Ihromi (1995) dalam Safitri (2006) juga mengatakan bahwa pengambilan keputusan dalam keluarga adalah hal mendesak untuk dikaji dan dicari jalan pemecahannya, karena ini akan berkorelasi dalam pola relasi gender. Hal yang dapat dijelaskan dari pengambilan keputusan adalah suatu proses interaksi yang dilakukan suami dan istri, bagaimana keputusan diambil, sampai kepada siapa yang memutuskan.

Stoler (1977) dalam Sajogyo (1983) mengemukakan bahwa otonomi perempuan dan kekuasaan sosialnya merupakan fungsi dari kemampuannya memperoleh sumber-sumber strategis dalam rumah tangga dan masyarakat luas. Dalam hal ini, yang menjadi sumbernya adalah kontribusi perempuan dalam keluarga dan masyarakat setelah dia bekerja di bidang nafkah strategis.

(33)

2.1.6 Kesejahteraan Keluarga

Besar kecilnya otonomi perempuan akan berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya. Menurut Badudu-Zain (1994) dalam Aryati (1999), kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera; keselamatan dan ketentraman serta kemakmuran. Kesejahteraan juga merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, walaupun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tertentu (Sawidak, 1985 dalam Nurohmah, 2003), namun dibutuhkan alat ukur yang logis untuk mengukur kesejahteraan. Kesejahteraan di sini adalah kecukupan kebutuhan pangan, pendidikan anak, dan kesehatan. Tingkat kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada satu kurun waktu tertentu.

BPS (2006) menyatakakan berbagai indikator kesejahteraan yang terdiri dari kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, serta sosial lainnya. Penelitian ini hanya memfokuskan pada indikator pendidikan anak, kesehatan dan pola konsumsi untuk melihat kesejahteraan keluarga pekerja perempuan.

2.2 Kerangka Pemikiran

(34)

Marjinalisasi perempuan dalam putting out system di sini dapat dilihat dalam hal upah, jaminan kerja serta jaminan keluarga yang diperoleh dari perusahaan tempat ia bekerja. Pekerja perempuan dalam putting out system ini membawa pekerjaan mereka ke rumah karena adanya anggapan bahwa perempuan merupakan pekerja sambilan sehingga pekerjaan dapat dikerjakan di rumah berbarengan dengan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan perempuan tersebut dianggap pekerjaan yang ringan sehingga mereka mendapat upah yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki yang bekerja di pabrik. Selain itu, perempuan juga tidak diberikan jaminan kerja dan jaminan keluarga seperti yang diterima oleh pekerja laki-laki di pabrik.

Perempuan bekerja sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga maupun membantu suaminya, sehingga upah yang diterima perempuan akan berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan yang dibawa ke dalam pendapatan keluarganya. Kontribusi ekonomi perempuan tersebut berhubungan dengan marjinalisasi perempuan. Semakin tingginya marjinalisasi perempuan, maka semakin kecil kontribusi ekonomi perempuan. Kontribusi ekonomi perempuan ini juga berhubungan dengan otonomi perempuan dalam keluarga. Semakin rendah kontribusi ekonomi perempuan, maka semakin rendah otonomi perempuan dalam keluarga.

(35)
[image:35.595.93.516.70.766.2]

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

: terdapat hubungan

: terdapat hubungan tetapi tidak diuji

2.3 Hipotesis Penelitian

Kerangka pemikiran di atas menghasilkan beberapa hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini, yaitu:

1. Terdapat hubungan antara ideologi gender dengan kondisi kerja (pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja).

Semakin dianutnya ideologi tidak sadar gender, maka kondisi kerja semakin rendah.

2. Terdapat hubungan antara kondisi kerja (pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja) dengan kontribusi ekonomi perempuan.

Semakin rendah kondisi kerja, maka kontribusi ekonomi perempuan semakin rendah.

3. Terdapat hubungan antara kontribusi ekonomi perempuan dengan otonomi perempuan.

Ideologi Gender

Kontribusi Ekonomi Perempuan

Otonomi Perempuan Dalam Rumahtangga Marjinalisasi

Perempuan Dalam Kondisi Kerja

• Pengupahan

• Jaminan Keluarga

• Jaminan Kerja

Kesejahteraan Keluarga

• Pendidikan anak

• Kesehatan

(36)

Semakin rendah kontribusi ekonomi perempuan, maka otonomi perempuan semakin rendah.

4. Terdapat hubungan antara otonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga (pendidikan anak, kesehatan, pola konsumsi).

Semakin rendah otonomi perempuan, maka kesejahteraan keluarga semakin rendah.

5. Terdapat hubungan antara kontribusi ekonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga (pendidikan anak, kesehatan, pola konsumsi).

Semakin rendah kontribusi ekonomi perempuan, maka kesejahteraan keluarga semakin rendah.

6. Terdapat hubungan antara kondisi kerja (pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja) dengan kesejahteraan keluarga (pendidikan anak, kesehatan, pola konsumsi).

Semakin rendah kondisi kerja, maka kesejahteraan keluarga semakin rendah.

2.4 Definisi Operasional

Pengukuran variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel tersebut secara operasional. Variabel-variabel tersebut adalah:

2.4.1 Ideologi gender

Ideologi gender merupakan suatu pemikiran yang dianut masyarakat bahwa perempuan mempunyai peran yang berbeda dengan laki-laki (khususnya dalam hal kerja). Ideologi gender dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori, yaitu ideologi tidak sadar gender yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa peran kerja perempuan berbeda dengan peran kerja laki-laki dan ideologi sadar gender lemah yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa tidak ada perbedaan antara peran kerja laki-laki dan peran kerja perempuan.

(37)

responden menganut ideologi sadar gender dan mendapat skor 2 karena dianggap baik. Pernyataan tersebut ialah:

Tabel 1. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Ideologi Gender di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011

Pernyataan

Skor

Tidak

Setuju Setuju

Perempuan pekerja rumah. 1 2

Perempuan tidak boleh bekerja di luar rumah 1 2

Perempuan tidak kuat dalam menghadapi persaingan dunia kerja, 1 2

Perempuan memiliki kemampuan bekerja yang kurang baik 1 2

Perempuan hanya mampu melakukan pekerjaan yang mudah 1 2

Perempuan boleh bekerja di luar rumah namun dengan izin suami 1 2

Laki-laki tidak boleh mengerjakan pekerjaan domestic 1 2

Posisi tertinggi dalam pekerjaan sebaiknya dipegang oleh laki-laki 1 2

Perempuan tidak boleh melakukan kegiatan kemasyarakatan  1 2

Total Skor 9 18

Skor minimal yang diperoleh responden dari ideologi gender adalah 9 dan skor maksimal adalah 18. Ideologi gender dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Ideologi tidak sadar gender: responden memperoleh jumlah skor 9-13 dari ideologi gender (kode 2).

2. Ideologi sadar gender: responden memperoleh jumlah skor 14-18 dari ideologi gender (kode 2).

2.4.2 Marjinalisasi Perempuan Dalam Kondisi Kerja

Marjinalisasi Perempuan Dalam Kondisi Kerja adalah ketidakadilan atau ketimpangan gender dengan bentuk proses peminggiran terhadap perempuan dalam kondisi kerja.

2.4.3 Kondisi Kerja

(38)

yang terdiri dari pengupahan, jaminan keluarga, dan jaminan kerja tersebut adalah sebagai berikut:

2.4.3.1Pengupahan

Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Ukuran pengupahan ditentukan berdasarkan perbandingan besar upah yang didapat oleh pekerja perempuan dengan UMR Kota Bogor. Pengupahan dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Upah rendah: upah yang didapat oleh responden < UMR Kota Bogor (skor 1).

2. Upah tinggi: upah yang didapat oleh responden ≥ UMR Kota Bogor (skor 2).

2.4.3.2Jaminan Keluarga

Jaminan dan fasilitas kesejahteraan keluarga yang diterima pekerja perempuan. Jaminan keluarga merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja pekerja. Tinggi rendahnya jaminan keluarga diukur dengan cara mengajukan beberapa pernyataan dimana apabila responden menjawab “tidak” mendapatkan skor 1, sementara responden yang menjawab “ya” mendapat skor 2.

(39)
[image:39.595.95.519.118.345.2]

Tabel 2. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011

Pernyataan Skor

Tidak Ya

Memperoleh THR 1 2

Memperoleh pinjaman/hutang 1 2

Memperoleh sembako bulanan 1 2

Memperoleh santunan menikah 1 2

Memperoleh santunan anggota keluarga sakit 1 2

Memperoleh santunan pendidikan anak 1 2

Memperoleh santunan keluarga meninggal dunia 1 2

Memperoleh biaya pengobatan rawat jalan bila sakit 1 2

Memperoleh biaya pengobatan rawat inap bila sakit  1 2

Total Skor 9 18

2.4.3.3Jaminan Kerja

Jaminan kerja adalah banyaknya jaminan dan fasilitas yang diterima pekerja dari perusahaan. Jaminan kerja merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja pekerja. Jaminan kerja merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja buruh. Tinggi rendahnya jaminan kerja diukur dengan cara mengajukan beberapa pernyataan dimana apabila responden menjawab “tidak” mendapatkan skor 1, sementara responden yang menjawab “ya” mendapat skor 2.

(40)
[image:40.595.105.514.110.765.2]

Tabel 3. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011

Pernyataan Skor

Tidak Ya

Memperoleh libur/cuti jika sakit 1 2

Memperoleh hak beribadah 1 2

Memperoleh asuransi keselamatan kerja 1 2

Memperoleh kompensasi apabila cacat akibat kecelakaan kerja 1 2

Memperoleh fasilitas kerja dan keselamatan kerja (sarung tangan, sepatu, topi/penepis panas, karung) 

1 2

Total Skor 5 10

Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat diketahui skor dari pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja dijumlahkan kemudian dibagi menjadi dua kategori, yaitu

1. Kondisi kerja rendah: responden memperoleh jumlah skor 15-22 dari pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja (kode 1).

2. Kondisi kerja tinggi: responden memperoleh jumlah skor 23-30 dari pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja (kode 2).

Marjinalisasi diukur dengan kondisi kerja perempuan. Responden mengalami marjinalisasi rendah apabila kondisi kerja perempuan tinggi (kode 1). Responden mengalami marjinalisasi tinggi apabila kondisi kerja perempuan rendah (kode 2).

Tabel 4. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Kondisi Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011

Pernyataan Skor

Rendah Tinggi

Pengupahan 1 2

Jaminan Keluarga 9 18

Jaminan Kerja 5 10

[image:40.595.107.519.120.280.2]
(41)

2.4.4 Kontribusi Ekonomi Perempuan

Kontribusi Ekonomi Perempuan adalah pendapatan yang dihasilkan oleh perempuan dan dibawa serta disumbangkan oleh perempuan ke dalam pendapatan keluarga. Kontribusi ekonomi perempuan diukur dengan presentase (porsi) pendapatan perempuan yang dikontribusikan ke dalam total pendapatan keluarga (persentase pendapatan perempuan terhadap total pendapatan keluarga). Kontribusi dibagi dua kategori, yaitu:

1. Kontribusi ekonomi rendah: presentase pendapatan responden < 50% pendapatan rumahtangganya (skor 1).

2. Kontribusi ekonomi tinggi: presentase pendapatan responden ≥ 50% pendapatan rumahtangganya (skor 2).

2.4.5 Otonomi perempuan

Otonomi perempuan adalah kekuasaan perempuan dalam pengambilan keputusan dalam keluarganya. Tinggi rendahnya otonomi perempuan diukur dengan cara mengajukan lima pernyataan untuk kerja produktif, lima pernyataan untuk kerja reproduktif, dan empat pernyataan untuk kerja sosial (total empat belas pernyataan) dimana apabila responden menjawab “keputusan suami dominan” mendapat skor 1 dan responden yang menjawab “keputusan istri dominan” mendapatkan skor 2.

(42)
[image:42.595.97.516.105.595.2]

Tabel 5. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Otonomi Perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011

Pernyataan

Skor

Rendah (keputusan suami dominan)

Tinggi (keputusan istri dominan)

Produktif

Menentukan Anda bekerja 1 2

Menentukan tempat kerja 1 2

Menentukan jenis pekerjaan 1 2

Menentukan jabatan 1 2

Menentukan upah yang diperoleh 1 2

Reproduktif

Menentukan pendidikan anak 1 2

Menentukan jenis pengobatan 1 2

Menentukan jenis makanan 1 2

Menentukan pembelian non makanan 1 2

Menentukan hasil pemanfaatan kerja 1 2

Sosial

Menentukan pendapat dalam kegiatan organisasi/politik

1 2

Menentukan kesertaan dalam organisasi/politik

1 2

Menentukan kehadiran dalam musyawarah

1 2

Menentukan kehadiran dalam perayaan atau selamatan

1 2

Total Skor 14 28

2.4.6 Kesejahteraan Keluarga

Kesejahteraan adalah suatu keadaan rumah tangga yang mengalami kecukupan dalam hal pendidikan anak, kesehatan, dan pola konsumsi. Perhitungan skor kesejahteraan keluarga yang terdiri dari pendidikan anak, kesehatan, dan pola konsumsi adalah sebagai berikut:

2.4.6.1Pendidikan anak

(43)

masih sekolah ataupun tidak sekolah. Pendidikan anak dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Pendidikan anak rendah: terdapat anak usia sekolah yang tidak sekolah dalam keluarga responden (skor 1)

2. Pendidikan anak tinggi: tidak ada anak usia sekolah yang tidak sekolah dalam keluarga responden (skor 2)

2.4.6.2Kesehatan

Kesehatan diukur dengan jenis pengobatan yang dilakukan keluarga pekerja perempuan. Jenis pengobatan dilihat dari apa yang dilakukan oleh pekerja dan keluarganya ketika terdapat anggota keluarganya yang sakit. Skor jenis pengobatan berupa:

1. Obat warung = skor 1

2. Dukun = skor 2

3. Bidan = skor 3

4. Puskesmas = skor 4

5. Dokter = skor 5

Tabel 6. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jenis Pengobatan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011

Pernyataan Skor

Rendah Tinggi

Saat hamil 1 5

Saat anak sakit ringan 1 5

Saat Anda sakit ringan 1 5

Total Skor 3 15

(44)

2.4.6.3Pola konsumsi

Pola konsumsi diukur oleh frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi. Perhitungan skor pola konsumsi yang terdiri dari frekuensi makan dan jenis makanan adalah sebagai berikut:

• Frekuensi makan

Frekuensi makan merupakan variabel untuk melihat pola konsumsi keluarga pekerja perempuan. Frekuensi makan dilihat dari seberapa sering pekerja dan keluarganya makan dalam satu hari. Frekuensi makan dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Frekuensi makan rendah: frekuensi makan 2 kali (skor 1).

2. Frekuensi makan tinggi: frekuensi makan 3 kali (skor 2). • Kualitas jenis makanan

Kualitas jenis makanan merupakan variabel untuk melihat pola konsumsi keluarga pekerja perempuan. Kualitas jenis makanan dilihat dari makanan apa saja yang dikonsumsi oleh pekerja dan keluarganya dalam satu hari yang mengacu pada empat sehat lima sempurna. Kualitas jenis makanan berupa:

1. Nasi = skor 1

2. Sayur-Mayur = skor 2

3. Buah-buahan = skor 3

4. Daging = skor 4

5. Susu = skor 5

Kualitas jenis makanan dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Kualitas jenis makanan rendah: Responden memperoleh jumlah skor 1-8.

2. Kualitas jenis makanan tinggi: Responden memperoleh jumlah skor 9-15. • Kuantitas jenis makanan

Kuantitas jenis makanan merupakan variabel untuk melihat pola konsumsi keluarga pekerja perempuan. Kuantitas jenis makanan dilihat dari ada berapa macam makanan yang dikonsumsi oleh pekerja dan keluarganya dalam satu hari yang mengacu pada empat sehat lima sempurna. Kuantitas jenis makanan berupa:

(45)

2. 2 jenis = skor 2

3. 3 jenis = skor 3

4. 4 jenis = skor 4

5. 5 jenis = skor 5

Kuantitas jenis makanan dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Kuantitas jenis makanan rendah: Responden memperoleh jumlah skor 1-2.

2. Kuantitas jenis makanan tinggi: Responden memperoleh jumlah skor 3-5.

[image:45.595.92.517.59.747.2]

Skor minimal yang diperoleh responden dari pola konsumsi adalah 3 dan skor maksimalnya adalah 22. Seseorang dapat dikatakan pola konsumsi rendah apabila mendapat jumlah skor 3-12 (kode 1). Seseorang dikatakan pola konsumsi tinggi apabila mendapat jumlah skor 13-22 (kode 2).

Tabel 7. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Kesejahteraan keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011

Pernyataan Skor

Rendah Tinggi

Pendidikan Anak 1 2

Kesehatan 3 15

Pola Konsumsi - Frekuensi makan - Kualitas enis makanan

1 1

2 15

- Kuantitas jenis makanan 1 5

Total Skor 7 39

(46)

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualititatif. Pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Dalam pendekatan kuantitatif, penelitian ini menggunakan metode penelitian survei adalah penelitian dengan mengumpulkan informasi dari suatu sampel dengan menanyakan melalui angket atau interview supaya menggambarkan berbagai aspek dari populasi (Koentjaraningrat, 1994).

Penelitian in didukung pula oleh pendekatan kualitatif yang merupakan prosedur penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi atau data dari subyek penelitian secara alamiah, berdasarkan pengalaman sosial mereka masing-masing, dan data yang didapatkan merupakan data deskriptif yang berupa kata-kata dari subyek penelitian. Dalam pendekata-katan kualitatif, penelitian ini akan menggunakan metode studi kasus. Metode studi kasus digambarkan sebagai suatu kesatuan dalam bentuk unit tunggal seperti misalnya individu, lembaga atau organisasi (Kusmayadi & Endar, 2000).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah tersebut terdapat perempuan menikah, mempunyai anak serta bekerja pada industri putting out system, selain itu juga karena kemudahan akses sehingga memudahkan peneliti dalam memperoleh data dan informasi.

(47)

3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yang jumlahnya sebanyak 75 pekerja. Kerangka sampling dalam penelitian ini adalah perempuan menikah, mempunyai anak serta bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar yang jumlahnya sebanyak 55 pekerja.

Responden dipilih dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari kerangka sampling sebanyak 50 pekerja. Teknik pengambilan sampel dengan acak sederhana ditempuh melalui cara undian. Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan Effendi, 2006). Responden dalam penelitian ini diambil sebanyak 50 pekerja perempuan dari kerangka sampling yang ada. Sedangkan informan merupakan seseorang yang dapat berbicara atau menjelaskan tentang POS yang ada di daerah penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah Bapak Rais selaku orang yang membawa POS ke Desa Jabon Mekar serta para suami dari pekerja POS.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

(48)

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data primer diperoleh dengan membagikan kuesioner kepada responden sebanyak 50 pekerja perempuan dalam POS. Data yang diperoleh dari kuesioner kemudian diberi kode dan dimasukkan ke dalam Microsoft Excel 2007 lalu diolah dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang dengan menggunakan software SPSS 17.0. Data tersebut juga diolah dengan pengujian statistik korelasi Rank Spearman yang juga menggunakan software SPSS 17.0 untuk data dengan skala minimal ordinal. Data dalam bentuk tabulasi silang dan hasil dari uji korelasi Rank Spearman tersebut kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat

kasus pekerja perempuan dalam POS. Data sekunder yang didapat dari hasil wawancara mendalam dengan informan dideskripsikan dan menginterpretasikan fenomena yang ada di lapang. Data sekunder ini dideskripsikan untuk mendukung data-data kuantitatif yang didapat dari kuesioner.

(49)

BAB IV

GAMBARAN UMUM DESA JABON MEKAR

4.1 Kondisi Fisik, Sarana dan Prasarana

Desa Jabon Mekar termasuk dalam wilayah Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah kurang lebih 406 Ha. Berikut adalah perbatasan secara geografis Desa Jabon Mekar, yaitu terdiri dari:

Sebelah Utara : Desa Pemapar Sari

Sebelah Selatan : Desa Jampang

Sebelah Timur : Desa Kali Suren

Sebelah Barat : Desa Iwul

Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Jabon Mekar sudah dapat dikatakan cukup lengkap yakni terdiri dari kesehatan, pendidikan, transportasi, komunikasi dan informasi, pemerintahan, olahraga, energi dan penerangan, hiburan dan wisata serta kebersihan.

Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Jabon Mekar hanya ada poliklinik dan posyandu saja. Jumlah sarana kesehatan yang paling banyak terdapat di wilayah Desa Jabon Mekar adalah posyandu, yaitu sebanyak 7 bangunan. Hal ini mengakibatkan para perempuan yang tinggal di Jabon Mekar sebagian besar melahirkan dengan bantuan dukun karena tidak tersedianya rumah sakit bersalin maupun sarana dan prasarana yang dapat mendukung proses melahirkan bagi perempuan di wilayah tersebut.

(50)

4.2 Kependudukan, Pendidikan, dan Mata Pencaharian

Jumlah penduduk di Desa Jabon Mekar adalah sebanyak 8.951 jiwa. Proporsi antara penduduk dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan terdiri dari 4.522 jiwa (51 persen) penduduk dengan jenis kelamin laki-laki dan 4.429 jiwa (49 persen) penduduk dengan jenis kelamin perempuan.

Jumlah penduduk yang terbanyak di Desa Jabon Mekar berada dalam rentang usia antara 0-4 tahun, yaitu sekitar 15 persen dari total jumlah penduduk. Data lengkap mengenai komposisi jumlah penduduk Desa Jabon Mekar berdasarkan tingkat usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Jumlah Penduduk Desa Jabon Mekar Berdasarkan Tingkat Usia dan Jenis Kelamin, 2009

Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah Persen

0-4 tahun 654 644 1.298 15

5-9 tahun 696 591 1.287 14

10-14 tahun 469 486 955 11

15-19 tahun 340 374 714 8

20-24 tahun 417 349 766 9

25-29 tahun 420 386 806 9

30-34 tahun 341 361 702 8

35-39 tahun 324 321 645 7

40-44 tahun 164 217 381 4

45-49 tahun 178 217 395 4

50-54 tahun 159 131 290 3

55-59 tahun 124 138 262 3

>60 tahun 236 214 450 5

Jumlah 4.522 4.429 8.951 100

Sumber: Monografi Desa Jabon Mekar 2009

(51)

sebanyak 2.214 orang, namun yang sedang sekolah hanya sebanyak 1.019 orang (46 persen). Berarti terdapat 1.195 orang atau lebih dari 50 persen anak usia sekolah di wilayah Desa Jabon Mekar tidak pernah sekolah maupun putus sekolah.

(52)

BAB V

MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM

PUTTING OUT SYSTEM

5.1 Perempuan Pekerja Putting Out System

Pekerja perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar ada sebanyak 75 orang. Pekerja perempuan tersebut terdiri dari perempuan yang belum menikah sebanyak 12 orang, perempuan yang sudah menikah tapi tidak punya anak sebanyak 8 orang, serta perempuan yang sudah menikah dan mempunyai anak sebanyak 55 orang, akan tetapi data mengenai pekerja POS ini tidak tercatat di Desa Jabon Mekar.

Pekerjaan dengan POS di Desa Jabon Mekar ini adalah menjahit mute ke baju atau kerudung yang sudah jadi. Sistem pengupahan pekerja dengan POS ini diberikan setiap dua minggu sekali. Upah yang diberikan kepada pekerja dihitung berdasarkan jumlah baju atau kerudung yang telah selesai diberi hiasan mute. Upah per potongnya berkisar antara Rp 3.000,00 sampai Rp 5.000,00. Pekerjaan ini dapat dilakukan di tempat yang telah disediakan oleh majikan maupun dikerjakan di rumah pekerja tersebut, sehingga pekerja yang merupakan ibu rumah tangga tetap bisa mengurus rumah tangganya.

Pekerjaan dengan POS ini bisa masuk ke Desa Jabon Mekar pertama kali dibawa oleh Bapak Rais. Bapak Rais mendapat tawaran dari salah satu perusahaan tekstil, kemudian ia menerima tawaran tersebut dan membawanya ke Desa Jabon Mekar. Dari mulut ke mulut ia menawarkan pekejaan tersebut ke tetangga-tetangganya kemudian berdatanganlah perempuan yang kebanyakan ibu-ibu rumah tangga tersebut untuk melamar menjadi pekerjanya. Proses melamar ini mudah saja, perempuan yang ingin bekerja di tempat Bapak Rais ini tinggal datang saja, ia bisa langsung bekerja saat itu juga kalau ia mau. Bapak Rais tidak membatasi jumlah pekerjanya, ia tidak akan dirugikan oleh hal tersebut karena upah yang dibayarkan tergantung jumlah potong yang diselesaikan oleh pekerja.

(53)

untuk bekerja di tempat yang lebih layak dan suami mereka tidak mengijinkan mereka untuk bekerja di tempat yang jauh dari rumah. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk bekerja di tempat Bapak Rais, selain mereka bisa bekerja mencari nafkah mereka juga tetap bisa mengurus rumah tangganya.

Para pekerja dalam POS yang bekerja di perusahaan garmen terbagi menjadi, orang pertama adalah pengusaha dari perusahaan garmen, orang kedua adalah orang yang bertugas menjadi penjahit baju sesuai dengan pesanan, orang ketiga adalah orang yang bertugas menjadi perantara yang membagi-bagikan pekerjaan, serta orang keempat adalah para pekerja perempuan dalam POS itu sendiri, dan Bapak Rais merupakan orang ketiga. Bapak Rais menyediakan tempat beserta alat-alat yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Perusahaan memberikan jaminan keluarga berupa THR sebesar Rp 50.000,00, pinjaman, serta sembako bulanan berupa mie instan, kopi, gula dan garam. Bapak Rais dalam tugasnya memberikan kebebasan kepada pekerjanya untuk mengerjakan pekerjaan baik di tempatnya maupun di rumah pekerjanya. Jam masuk kerja pun ia bebaskan, kalau ada pekerjanya yang ijin libur baik ijin sakit maupun beribadah ataupun kegiatan lainnya ia memperbolehkan karena upah yang dibayarkan tergantung jumlah potong yang diselesaikan pekerja tersebut. Selain upah yang rendah, jaminan keluarga dan jaminan kerja tersebut dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sebetulnya para perempuan tersebut bekerja untuk sektor formal, akan tetapi mereka diperlakukan sebagai pekerja tidak formal.

5.2 Ideologi Gender versus Kebutuhan Ekonomi

(54)

berperilaku. Ideologi gender juga menyebabkan pengklasifikasian peran kerja perempuan dan laki-laki dalam dua sektor yang berbeda, dimana perempuan bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga, sedangkan pria bertanggung jawab atas pekerjaan nafkah.

Keadaan ideologi gender yang menempatkan perempuan sebagai ibu rumah tangga di Desa Jabon Mekar Bogor pun dianut sangat kuat. Hal ini dapat dilihat dari pandangan perempuan menikah yang mempunyai anak dan bekerja di Desa Jabon Mekar Bogor tentang ideologi terhadap kerja yang digambarkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ideologi Gender yang dianut di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011

Ideologi Gender Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak sadar gender (skor 9-13) 32 64

Sadar gender (skor 14-18) 18 36

Total 50 100

Berdasarkan data pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebanyak 32 responden (64 persen) di Desa Jabon Mekar Bogor masih menganut ideologi gender, yaitu ideologi tidak sadar gender padahal responden tersebut merupakan perempuan yang bekerja. Sementara itu sebanyak 18 responden lainnya (36 persen) termasuk dalam kategori ideologi sadar gender.

Hasil tersebut menyatakan bahwa ideologi gender yang merupakan suatu pandangan yang menunjukkan ketimpangan dalam membagi peran antara laki-laki dan perempuan, yaitu peran laki-laki dalam sektor publik dan perempuan dalam sektor domestik masih kuat dianut oleh sebagian besar pekerja perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor. Sebanyak 64 persen pekerja perempuan di desa tersebut masih menganut pandangan yang membagi peran perempuan pada sektor domestik juga didukung oleh suami dan anggota keluarganya.

(55)

ideologi gender yang mereka anut. Para perempuan tersebut bekerja pada sektor publik yang berarti mereka telah melanggar ideologi gender yang mengharuskan mereka bekerja pada sektor domestik saja. Ideologi gender berpandangan bahwa perempuan hanyalah pekerja rumah yang harus mengurus rumah tangga. Hal ini mengakibatkan mereka hanya bisa bekerja dengan POS karena berada dekat dengan rumah, sehingga di samping mereka bisa bekerja menghasilkanuang, mereka juga dapat mengurus rumah tangga.

Pekerja perempuan di wilayah Desa Jabon Mekar Bogor memilih untuk mengabaikan ideologi gender yang mereka anut dan memutuskan untuk bekerja di sektor publik. Hal tersebut mereka lakukan bukan tanpa alasan, melainkan dilandasi oleh faktor ekonomi. Suami mereka pun pada awalnya tidak memperbolehkan istrinya untuk bekerja, namun karena keluarga mereka memiliki masalah dengan keuangan rumah tangga mereka, yaitu tidak cukupnya pendapatan suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga, maka suami mengijinkan istrinya untuk bekerja. Perempuan diijinkan untuk bekerja oleh suaminya dengan syarat tidak boleh bekerja jauh dari rumah dan harus tetap mengurus rumahtangganya. Desakan ekonomi dan persetujuan dari suami itulah yang mendorong perempuan untuk bekerja yang dapat membantu pendapatan keluarga dan mengabaikan ideologi gender yang mereka anut. Hal ini didukung dengan pernyataan B (32 tahun) selaku suami dari pekerja perempuan dalam POS:

”...harusnya sih istri ga kerja di luar, ngurus rumah aja. Tapi kan gaji saya kurang jadi saya bolehin aja istri saya kerja ngejait mute, deket juga jadi bisa sambil ngurus rumah..”

E (30 tahun) selaku istri yang bekerja dengan POS juga mendukung dengan pernyataan:

”...awalnya suami ga ngebolehin kerja, tapi karena gajinya kurang dan ga bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari akhirnya dia ngijinin juga tapi kerjanya ga boleh jauh-jauh dan harus ngurusin rumah...”

5.3 Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System

(56)

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kondisi Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011

Kondisi Kerja Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah (skor 15-

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011
Tabel 3. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011
Tabel 5. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Otonomi Perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

indikator pada data skor kemampuan representasi matematis akhir siswa, diperoleh data pencapaian indikator kemampuan representasi matematis akhir siswa pada pembelajaran

Agresivitas lebah yang ditangkarkan berkategori kurang baik karena memiliki agresivitas yang tinggi, yaitu pada saat pembentukan calon ratu baru dan pada saat simpanan

Dalam kaitan pentingnya faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu sikap percaya diri, kecerdasan emosional, dan kedisiplinan belajar maka dalam

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jelas kekuatan tarik dari sambungan las Friction Stir Welding (FSW) ) beda material dengan pengujian uji

Penerаpаn konsep LCC pаdа PT. Gаrudа Indonesiа Citilink merupаkаn sаlаh sаtu strаtegi pemаsаrаn yаng digunаkаn untuk mempertаhаnkаn pаsаr dаn

Aksentuasi Ruffles, Tugas Akhir, D3 Teknologi Jasa dan Produksi Busana, Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang, Dosen Pembimbing Dra. Kata Kunci : Busana Pesta Remaja,

Untuk material cetak elastomer jenis silikon yang memiliki viskositas putty metode pencampuran dilakukan dengan menakar volume kedua pasta dengan sendok takar dan kemudian mencampur