KARAKTERISASI DAERAH ALIRAN
SUNGAI KONAWEHA HULU DAN PENGUJIAN
DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN IKLIM
DENGAN MODEL HIDROLOGI
LISA TANIKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Karakterisasi Daerah Aliran Sungai Konaweha Hulu dan Pengujian Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim dengan Model Hidrolog adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
RINGKASAN
LISA TANIKA. Karakterisasi Daerah Aliran Sungai Konaweha Hulu dan Pengujian Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim dengan Model Hidrologi. Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN dan MEINE VAN NOORDWIJK.
Kondisi tutupan lahan dan iklim mempunyai peranan penting dalam mendukung fungsi hidrologi di Daerah Aliran Sungai (DAS). Pendekatan pemodelan hidrologi dapat digunakan untuk menganalisis respon fungsi hidrologi terhadap perubahan tutupan lahan dan iklim.
Kami menggunakan Model Generic River Flow (GenRiver) untuk mensimulasikan dampak perubahan tutupan lahan dan perubahan iklim sederhana di DAS Konaweha Hulu (2856 km2) yang terletak di Kabupaten Konawe dan Kolaka, Sulawesi Tenggara yang nantinya akan bermuara di Bendungan Pelosika. Tujuan sekaligus tahapan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan karakter hidrologi dan iklim Das Konaweha Hulu sebagai intup model hidrologi; (2) mengkalibrasi Model GenRiver dan Model HBV atas dasar data-data pengamatan dan jika diperlukan melakukan modifikasi terhadap Model GenRiver; dan (3) mengevaluasi dampak perubahan lahan dan iklim dengan menggunakan model hidrologi.
Simulasi dampak perubahan tutupan lahan dan iklim saat ini dilakukan berdasarkan data-data tahun 1990-2010. Sedangkan simulasi masa mendatang (2010-2030) adalah berdasarkan skenario perubahan tutupan lahan dan iklim menggunakan 8 kombinasi faktorial dari: (1) Bussiness as usual (BAU) (ektrapolasi perubahan tutupan lahan yang terjadi 21 tahun terakhir (1990-2010)) dibandingkan dengan tidak adanya perubahan tutupan lahan sejak kondisi tahun 2010; (2) skenario iklim global A1F1 dan B1 yang diubah ke dalam skala lokal (Skenario IPCC); dan (3) intensitas curah hujan tinggi dan rendah.
DAS Konaweha Hulu memiliki curah hujan wilayah tahunan bervariasi antara 907.1-2270.2 mm dan rata-rata evapotranspirasi potensial sebesar 115.1 mm. Berdasarkan karateristik jaringan sungai, DAS Konaweha Hulu dapat dibagi menjadi sembilan sub-DAS. Hasil evaluasi kinerja antara Model GenRiver dan HBV menunjukan bahwa kedua model mempunyai kinerja yang setara dengan selisih NSE 0.02. Sedangkan hasil simulasi Model GenRiver menunjukan bahwa perubahan potensial pada intensitas curah hujan, tanpa mengubah curah hujan harian akan berdampak pada aliran permukaan dan pola debit musiman. Sedangkan perubahan tutupan lahan mempunyai dampak yang lebih sederhana dan perubahan iklim berdasarkan Skenario IPCC tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap neraca air di DAS Konaweha Hulu.
SUMMARY
LISA TANIKA. Characterization of Upper Konaweha Watershed and Testing the Effect of Land Cover and Climate Change with Hydrological Model. Supervised by HIDAYAT PAWITAN and MEINE VAN NOORDWIJK.
Land cover and climate conditions have an important role in supporting the hydrological function in waterhed area. Hydrological modeling approach can be used to analyze the response of hydrological functions to land cover and climate change.
In this research, we used the Generic River Flow (GenRiver) Models to simulate the impact of land cover convertion and simple climate change on the water balance of the Upper Konaweha Watershed (2856 km2) that is located in Konawe and Kolaka District, Southeast Sulawesi. Later, the discharge of Upper Konaweha Watershed will lead to Pelosika Dam.
The objective as well as the steps of this study were: (1) to describe the characteristics of hydrological and climate of Upper Konaweha watershed as an input of hydrological model; (2) to calibrate the GenRiver and HBV Models based on observational data, and if necessary modify the GenRiver Models, and (3) to simulate the impacts of climate and land cover change using a hydrological model.
The simulation of the impact of land cover and climate change toward present hydrological condition was based on 1990-2010 data. While the future simulation scenarios for the next 21 years (2010-2030), considered 8 factorial combinations of: (1) Bussiness as usual (BAU) (extrapolatimng land cover change as occurred in the last 21 years (1990-2010)) versus no change from 2010 condition; (2) local translation of global climate scenarios AIF1 and B1 (IPCC Scenarios); and (3) high and low rainfall intensity.
Upper Konaweha Watershed has annual rainfall variated between 907.1-2270.2 mm with average of potential evaporation 115.1 mm. Based on the characteristic of stream network, Upper Konaweha Watershed can be divided into nine sub-watershed. The performance evaluation results between GenRiver and HBV model showed that both models have equal performance with the difference of NSE is 0.02. While the simulation result showed the potential changes in rainfall intensity, without change in daily rainfall, would have considerable impact on surface flow and seasonal pattern of discharge. Otherwise, land cover change will have a more modest impact and climate changed on IPCC Scenario will not be expected to have a significant influence on water balance in the Upper Konaweha Watershed.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Klimatologi Terapan
KARAKTERISASI DAERAH ALIRAN
SUNGAI KONAWEHA HULU DAN PENGUJIAN
DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN IKLIM
DENGAN MODEL HIDROLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Karakterisasi Daerah Aliran Sungai Konaweha Hulu dan Pengujian Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim dengan Model Hidrologi
Nama : Lisa Tanika NIM : G251110071
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc. Ketua
Diketahui oleh
Meine van Noordwijk M.Sc., Ph.D Anggota
Ketua Program Studi Klimatologi Terapan
Dr. Ir. Tania June, M.Sc.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Karakterisasi Daerah Aliran Sungai Konaweha Hulu dan Pengujian Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim dengan Model Hidrologi” yang dipilih dalam penelitian atas latar belakang kesukaan penulis terhadap dunia pemodelan terutama hidrologi dan keinginan untuk mempelajarinya lebih dalam lagi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc. dan Bapak Meine van Noordwijk, M.Sc., Ph.D, selaku pembimbing yang terus memberikan masukan dan motivasi selama pengerjaan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA dan Dr. Rahmat Hidayat yang telah meluangkan waktunya sebagai penguji luar komisi dan wakil dari Departemen Klimatologi Terapan.
Di samping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada Canadian International Development Agency (CIDA) melalui projeknya Agroforestry and Forestry (AgFor) dan Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV, Sulawesi Tenggara atas bantuan dana dan materi sehingga penelitian ini dapat terlaksanan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Klimatologi Terapan angkatan 2011 atas kerjasama dan dukungan yang telah diberikan selama dua tahun ini. Juga kepada temen-teman ICRAF dari Ecological Modelling Unit (EMU) yang selalu setia memberikan semangat dan sebagai teman berdiskusi, serta teman-teman dari Spatial Analysis Unit (SAU) yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengajarkan pengolahan data spasial. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1
METODOLOGI PENELITIAN 10
Waktu dan Tempat 10
Metode Penelitian 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Karakterisasi DAS Konaweha Hulu 17
Kalibrasi dan Verifikasi Model 22
Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim Saat Ini 30 Dampak Perubahan Tutupan Lahan Masa Mendatang 32
Dampak Perubahan Iklim Masa Mendatang 34
Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim Masa Mendatang 36 Analisis Hasil Simulasi Model GenRiver dan HBV Terhadap
Pembangunan Bendungan Pelosika 38
SIMPULAN DAN SARAN 39
Simpulan 39
Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 40
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar DAS yang pernah diaplikasikan Model GenRiver (Lusiana et al. 2008a; Lusiana et al. 2008b; Khasanah et al. 2010; Nugroho
2010; Van Noordwijk et al. 2011) ...4
Tabel 2 Data iklim, hidrologi dan spasial yang digunakan dalam penelitian ini ...12
Tabel 3 Kriteria penilaian performa model berdasarkan nilai NSE (Moriasi 2007) ...14
Tabel 4 Skenario perubahan iklim tahun 2025 berdasarkan IPCC (2007b) ...16
Tabel 5 Gabungan skenario perubahan iklim dan tutupan lahan ...16
Tabel 6 Rata-rata karakteristik iklim DAS Konaweha yang diambil dari stasiun Andowengga selama 11 tahun ...19
Tabel 7 Karakteristik jaringan sungai dari masing-masing sub-DAS...20
Tabel 8 Persentase masing-masing tipe tutupan lahan dan perubahannya di daerah hulu DAS Konaweha ...21
Tabel 9 Sebaran persentase jenis tanah pada masing-masing sub-DAS ...22
Tabel 10 Nilai-nilai parameter hasil proses kalibrasi Model GenRiver ...25
Tabel 11 Nilai parameter model HBV hasil proses kalibrasi ...26
Tabel 12 Berbandingan komponen neraca air hasil simulasi model GenRiver dan HBV di sub-DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu tahun 2010...28
Tabel 13 Perbandingan komponen neraca air hasil prediksi model GenRiver dan HBV di DAS Konaweha Hulu tahun 2010 ...28
Tabel 14 Persentase perubahan masing-masing komponen neraca air per tahun pada setiap periode ...31
Tabel 15 Hasil proyeksi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, perkotaan dan industri...38
Tabel 16 Nilai maksimum, minimum dan rata-rata debit DAS Konaweha Hulu yang masuk ke dalam bendungan Pelosika hasil prediksi Dinas Pekerjaan Umum (PU), model GenRiver dan model HBV. ...39
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Neraca air tingkat plot dalam Model GenRiver ...6Gambar 2 Inti model GenRiver ...6
Gambar 3 Struktur modul dalam model GenRiver ...7
Gambar 4 Tangki penyimpanan dalam model HBV untuk mensimulasikan besarnya aliran (Aghakouchak dan Habib 2010) ...9
Gambar 5 Lokasi penelitian di DAS Konaweha Hulu ...10
Gambar 6 Diagram alir tahapan penelitian ...11
Gambar 8 Hubungan antara elevasi lokasi stasiun curah hujan dengan total curah hujan tahunan, curah hujan maksimum, jumlah hari hujan dan curah hujan harian ... 18 Gambar 9 Rata-rata curah hujan bulanan stasiun Mowewe tahun
2001-2011 ... 18 Gambar 10 Perbandingan suhu bulanan dengan evapotranspirasi potensial
yang dihidung menggunakan persamaan Thornthwaite ... 19 Gambar 11 Pembagian sub-DAS di daerah hulu DAS Konaweha ... 20 Gambar 12 Perubahan tutupan lahan daerah hulu DAS Konaweha ... 21 Gambar 13 Lokasi DAS penelitian (DAS Konaweha Hulu) dan
sub-DAS untuk kalibrasi model (sub-DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu)
di DAS Konaweha ... 23 Gambar 14 Hasil uji konsistensi antara kumulatif curah hujan dan
kumulatif debit di Stasiun Abuki dan Amesiu tahun 2010 (a)
dan 2011 (b) ... 23 Gambar 15 Perubahan tutupan lahan DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu,
keterangan: 1=kerapatan tinggi, 2=kerapatan rendah,
AF=agroforestri ... 24 Gambar 16 Hidrograf (atas) dan kurva massa ganda (bawah) hasil kalibrasi
dan verifikasi model GenRiver ... 25 Gambar 17 Hidrograf (atas) dan kurva massa ganda (bawah) hasil kalibrasi
dan verifikasi model HBV ... 26 Gambar 18 Perbandingan hidrograf (a) dan kurva massa ganda (b) hasil
prediksi Model GenRiver (NSE=0.79) dan model HBV
(NSE=0.77) di DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu tahun 2010 ... 27 Gambar 19 Perbandingan rata-rata debit prediksi bulanan (a) dan total debit
prediksi per tahun (b) antara Model GenRiver dan HBV tahun 1990-2010 di DAS Konaweha Hulu ... 29 Gambar 20 Perbandingan neraca air hasil prediksi Model GenRiver dan
HBV di DAS konaweha Hulu tahun 1990-2010 ... 30 Gambar 21 Fraksi masing-masing komponen neraca air per curah hujan
tahunan selama 21 tahun (1990-2010) hasil simulasi model
GenRiver di DAS Konaweha Hulu ... 31 Gambar 22 Perbandingan neraca air DAS Konaweha Hulu antara skenario
A (tutupan lahan tahun 2030=2010) dan skenario BAU tahun
2030 hasil simulasi model GenRiver ... 32 Gambar 23 Perbandingan tren perubahan masing-masing komponen neraca
DAS Konaweha Hulu air selama 21 tahun (2010-2030) antara
skenario A (tutupan lahan 2030-2010) dan skenario BAU ... 33 Gambar 24 Perbandingan tren perubahan masing-masing aliran terhadap
perubahan debit DAS Konaweha Hulu antara skenario A
(tutupan lahan 2030-2010) dan Skenario BAU ... 34 Gambar 25 Perbandingan perubahan aliran permukaan (a) dan aliran dasar
(b) terhadap debit, hasil simulasi skenario A1F1 dan B1 ... 35 Gambar 26 Tren perubahan debit (a) dan perbandingan perubahan aliran
permukaan (b) dan aliran dasar (c) terhadap debit, hasil
Gambar 27 Perbandingan perubahan aliran permukaan terhadap debit, hasil simulasi skenario perubahan tutupan lahan dan iklim selama 21 tahun (2010-2030) ...36 Gambar 28 Debit bulanan tahun 2030 pada skenario perubahan iklim
(a dan b) dan pada skenario perubahan tutupan lahan (c) ...37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Karakteristik curah hujan dari masing-masing stasiun
pengamatan di DAS Konaweha ...45 Lampiran 2 Rata-rata debit bulanan (m3/s) di DAS Konaweha Hulu hasil
simulasi model GenRiver ...46 Lampiran 3 Rata-rata debit bulanan (m3/s) di DAS Konaweha Hulu hasil
simulasi model HBV ...47 Lampiran 4 Rata-rata debit bulanan (m3/s) di DAS Konaweha Hulu hasil
simulasi model yang dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepadatan penduduk di Kabupaten Kolaka dan Konawe yang kurang dari 50 jiwa/km2, dengan laju pertumbuhan sebesar 2% per tahun (Badan Pusat Statistik 2010) telah mendorong terjadinya peningkatan pada sektor industri dan pertanian. Masalah yang timbul selanjutnya adalah kurangnya pasokan listrik untuk sektor industri dan sumber daya air untuk irigasi pertanian. Oleh karena itu, Pemerintah Sulawesi Tenggara berencana untuk membangun Bendungan Pelosika untuk mengatasi kedua masalah tersebut (Kementerian Pekerjaan Umum 2010).
Keberadaan sebuah bendungan di suatu wilayah tidak dapat dipisahkan dari keberadaan Daerah Aliran Sungai (DAS), khususnya daerah tangkapan air (DTA) bendungan bersangkutan. Hal ini karena DAS merupakan daerah tangkapan air yang menjadi salah satu bagian penting dalam mendukung ketersediaan air dalam bendungan. Berbagai perubahan yang terjadi di DAS tersebut, baik tutupan lahan maupun iklim, akan mempengaruhi perilaku debit pada pola musiman maupun tahunan (Wahyu et al. 2010). Lebih jauh lagi, Ma et al. (2009) menyatakan bahwa perubahan tutupan lahan berpengaruh terhadap total debit tahunan, sedangkan variasi pola musiman dipengaruhi oleh perubahan variasi iklim. Oleh karena itu, banyak terdapat penelitian yang dilakukan untuk memprediksi dampak perubahan tutupan lahan dan iklim terkait dengan respon hidrologi di suatu DAS.
Terkait dengan rencana pembangunan Bendungan Pelosika, DAS Konaweha Hulu mempunyai peran penting sebagai penyedia air. Oleh karena itu, perubahan tutupan lahan dan iklim yang telah dan mungkin akan terjadi di wilayah tersebut yang mempengaruhi kondisi hidrologi dan debit menjadi salah satu hal penting yang harus diperhitungkan .
Salah satu cara menilai respon hidrologi suatu DAS terkait perubahan tutupan lahan dan iklim adalah dengan bantuan model hidrologi. Model hidrologi merupakan suatu representasi matematik sistem respons DAS sehingga dapat dipakai untuk mensimulasikan kondisi input-output dari DAS. Melalui model hidrologi tersebut dapat diprediksi besarnya perubahan debit air yang akan terjadi akibat adanya perubahan dalam DAS di masa yang akan datang. Selain itu keberadaaan model juga dapat menghemat biaya, tenaga dan waktu dalam proses penelitian untuk membantu pengambilan kebijakan yang menunjang rencana pengelolaan DAS.
2
Selain Model GenRiver, model hidrologi lain yang sudah banyak dikenal oleh para ahli hidrologi adalah Model HBV (Hydrologiska Byrans Vattenbalansavdelning). Seperti Model GenRiver, prinsip kerja Model HBV adalah menggunakan kesetimbangan air. Model ini banyak digunakan karena hanya dibangun dari beberapa persamaan aljabar sederhana namun dapat diaplikasikan pada berbagai luasan DAS (Aghakouchak dan Habib 2010; Krysanova dan Bronstert 1999). Perbedaaan Model HBV dengan Model GenRiver terletak pada variabilitas dari input, proses, karakteristik dan output di dalam model.
Salah satu usaha dalam mengembangan model yang umum dilakukan adalah dengan menguji kinerja suatu model hidrologi dengan data pengamatan atau dengan model hidrologi lain sudah teruji kualitasnya. Tujuannya adalah untuk melihat apakah model hidrologi tersebut perlu dilakukan modifikasi atau tidak.
Jadi inti dalam penelitian ini adalah menguji kinerja Model Genriver dan Model HBV untuk selanjutnya digunakan dalam mengevaluasi dampak perubahan iklim dan tutupan lahan terhadap kondisi hidrologi suatu daerah aliran sungai dengan bantuan model hidrologi.
Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi tiga pertanyaan, yaitu:
1. Bagaimana karakteristik iklim dan hidrologi terkait dengan tutupan lahan DAS Konaweha Hulu?
2. Bagaimana kemampuan Model GenRiver dan Model HBV dalam memodelkan DAS Konaweha jika dibandingkan dengan data-data observasi sehingga layak untuk menjadi alat evaluasi dampak perubahan iklim dan tutupan lahan suatu DAS?
3. Bagaimana hasil evaluasi dampak perubahan tutupan lahan dan iklim terhadap neraca air DAS Konaweha Hulu dengan kedua model hidrologi yang diuji?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan karakter hidrologi dan iklim Das Konaweha Hulu terkait dengan tutupan lahan; (2) mengkalibrasi Model GenRiver dan Model HBV atas dasar data-data pengamatan dan jika diperlukan melakukan modifikasi terhadap Model GenRiver; dan (3) mengevaluasi dampak perubahan lahan dan iklim dengan menggunakan model hidrologi.
Manfaat Penelitian
3 Ruang Lingkup Penelitian
Keluaran utama dari Model GenRiver dan HBV yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa debit sungai dan neraca air DAS. Oleh karena itu, ruang lingkup penelitian dalam tulisan ini mengacu pada perbandingan hidrograf dan besaran debit yang dihasilkan kedua model akibat adanya perubahan iklim dan tutupan lahan di DAS Konaweha Hulu .
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Nomor: 52/Kpts-II/2001, Daerah aliran sungai didefinisikan sebagai: “ Suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya (single outlet). Suatu DAS dipisahkan dari wilayah lain sekitarnya (DAS-DAS Lain) oleh pemisah dan topografi, seperti punggung perbukitan dan pegunungan.” (Suprayogo et al. 2011).
Definisi lain dari DAS adalah suatu wilayah yang dikelilingi oleh punggung-punggung bukit yang berfungsi sebagai area tangkapan air, sedimen dan unsur hara yang kemudian mengalir keluar melalui satu titik (Dunne dan Leopold 1978).
Karakteristik Hidrologi dan Iklim
Karakteristik hidrologi berupa hubungan antara curah hujan dan besarnya debit sungai dipengaruhi karakter fisik DAS, tutupan lahan dan jenis tanah (Anwar 2002). Parameter-parameter tersebut akan memberikan pengaruh pada besarnya infiltrasi dan kapasitas penyimpanan air di dalam tanah. Karakteristik hidrologi berupa karakteristik hidrograf dipengaruhi oleh bentuk DAS yang diwakili olah parameter panjang sungai (Anwar 2011). Bentuk DAS yang memanjang akan menghasilkan debit yang rendah karena waktu konsentrasi yang lebih lama. Sebaliknya bentuk DAS yang seperti kipas menyebabkan debit yang lebih tinggi karena waktu konsentrasi yang lebih capat.
Karakteristik iklim yang berupa variasi musiman curah hujan memberikan pengaruh terhadap variasi musiman dari hidrograf melalui proses hidrologi (Ma et al. 2009). Peningkatan curah hujan pada bulan-bulan basah akan cenderung meningkatkan aliran permukaan. Sebaliknya pada musim kemarau dimana curah hujan berkurang, debit akan mengalami penurunan.
Model Hidrologi
4
kimia dan fisika, serta hubungannya dengan lingkungan dan makhluk hidup. Model hidrologi dapat didefinisikan sebagai tiruan skala kecil dari tata air dan dan semua yang berkaitan didalamnya. Definisi lain mengenai model hidrologi yaitu suatu formulasi matematika yang mensimulasikan fenomena hidrologi di alam sebagai suatu proses atau sistem (Chow 1964).
Terdapat dua jenis model hidrologi. Pertama adalah model hidrologi ‘terkumpul’ (lumped model) dan kedua adalah model hidrologi terdistribusi (distributed model). Kedua tipe model hidrologi tersebut dibedakan berdasarkan proses hidrologi yang terdapat pada masing-masing komponen penyusun model (input, proses, karakteristik sistem, persamaan pengaturan dan output) (Singh 1995).
Model hidrologi ‘terkumpul’ didefinisikan sebagai suatu model hidrologi yang dibangun hanya menggunakan persamaan-persamaan diferensial biasa serta aljabar empiris dan tidak memperhitungkan variabilitas spasial dari proses, input, syarat batas dan karakteristik geometri sistem (Singh 1995). Berkebalikkan dengan model hidrologi ‘terkumpul’, model hidrologi terdistribusi didefinisikan sebagai suatu model yang memperhitungkan variabilitas spasial dari proses, input, syarat batas atau karakteristik geometri sistem (Singh 1995). Model hidrologi terdistribusi biasa digunakan untuk mensimulasikan dampak yang disebabkan oleh perubahan tutupan lahan (Haverkamp et al. 2003).
Model GenRiver
Model Generic Riverflow (GenRiver) merupakan suatu model sederhana yang mensimulasikan aliran sungai pada suatu DAS atas dasar konversi neraca air dari tingkat plot ke dalam tingkat DAS. Model ini dikembangkan oleh World Agroforestry Centre (ICRAF) untuk membantu menilai secara cepat kondisi suatu DAS dengan bantuan model hidrologi. Model GenRiver telah diaplikasikan pada berbagai kondisi DAS baik di Indonesia maupun di luar Indonesia dengan luasan antara 6.3-9861.4 km2 (Tabel 1).
Tabel 1 Daftar DAS yang pernah diaplikasikan Model GenRiver (Lusiana et al. 2008a; Lusiana et al. 2008b; Khasanah et al. 2010; Nugroho 2010; Van Noordwijk et al. 2011)
DAS Provinsi Luas DAS (km2)
Singkarak Sumatera Barat 1134.6
Kapuas Hulu Kalimantan Barat 9861.4
Belu Nusa Tenggara Timur 696.4
Wai Besai Lampung 414.4
Mae Chaem Thailand Utara 3891.7
Krueng Peusangan Aceh 2268.4
Cidanau Banten 241.6
Sub-DAS Goseng Jawa Tengah 6.3
masing-5 masing komponen ditunjukan oleh persamaan 1-10. Selanjutnya, hasil dari model skala plot ini adalah aliran permukaan, aliran cepat dan aliran lambat (Van Noordwijk et al. 2011).
Neraca air pada permukaan tanah:
IntersepEvap = CanIntercAreaClass*(1-exp(-P/CanIntercAreaClass)) (1)
Infiltrasi = min(SoilSAtClass-SM,
MaxInfArea*RainTimeAvForInf/24,
P-IntersepEvap) (2)
Q0 = P – (IntersepEvap+infiltrasi) (3)
Neraca air pada penyimpanan air tanah atas:
SM = Infiltrasi – (ActEvapTrans+Qp+Q1) (4)
Qp = min(MaxInfSubSArea,
SM*Kp,
MaxDynGWArea-GWArea (5) ActEvapTrans =(PEa-InterceptEffectonTransp*IntersepEvap)*RelWaterAv (6)
Q1 = K1*(SM-L) (7)
Neraca air pada penyimpanan air tanah bawah:
Sl = Qp-Q2 (8)
IntersepEvap = intersepsi dan evaporasi (mm)
CanIntercAreaClass = intersepsi per area tutupan lahan (mm)
SoilSatClass = selisih antara titik jenuh tanaman dengan kapasitas lapang (mm)
SM = kandungan air dalam tanah/kelembaban tanah (mm) PEa = evapotranspirasi potensial (mm)
MaxInfArea = infiltrasi maksimum untuk setiap tutupan lahan (mm) MaxInfSubSArea = perkolasi maksimum untuk setiap tutupan lahan (mm) RainTimeAvForInf = waktu yang diperlukan untuk infiltrasi (jam)
ActEvapTransp = aktual evapotranspirasi (mm) MaxDynGWArea = kapasitas maksimum Sl (mm)
Sl = simpanan air di lapisan bawah/level air tangki bawah
6
Gambar 1 Neraca air tingkat plot dalam Model GenRiver
Selanjutnya, prediksi debit sungai diasumsikan sebagai penjumlahan dari ketiga aliran yang ada di permukaan dan dalam tanah (aliran permukaan, aliran cepat dan aliran lambat). Debit yang berasal dari masing-masing sub-DAS yang mempunyai curah hujan harian, tutupan lahan, jenis tanah dan jarak ke outlet sendiri digabungkan melalui parameter waktu yang diperlukan untuk sampai ke outlet (persamaan 11) (Gambar 2 )(Van Noordwijk et al. 2011).
dimana t adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari pusat sub-DAS ke outlet akhir (hari), s adalah jarak tempuh air dari pusat sub-DAS ke outlet akhir (km) dan v adalah kecepatan aliran (m/s).
7 Model GenRiver terdiri dari beberapa modul utama dan pendamping. Modul-modul utama dalam Model GenRiver meliputi: modul curah hujan (I Rainfall), parameterisasi sub-DAS (I SubcatchmParam), tutupan lahan (I Landcover), neraca air (Patch Water balance) dan jaringan sungai (Stream Network), sedangkan sisanya merupakan modul pendamping (Gambar 3).
Gambar 3 Struktur modul dalam model GenRiver Model HBV
Model HBV (Hydrologiska Byrans Vattenbalansavdelning) merupakan model hidrologi yang dikembangkan oleh Institut meteorology dan hidrologi Swedia (Swedish Meteorological and Hydrological Institute). Prediksi debit oleh model ini adalah dengan menggunakan pendekatan konseptual, di mana semua proses hidrologi disederhanakan ke dalam persamaan-persamaan aljabar (Aghakouchak dan Habib 2010).
Krysanova dan Bronstert (1999) dalam tulisannya menyebutkan bahwa terdapat tiga keunggulan model HBV, yaitu: (1) Model HBV dapat mencakup sebagian besar proses penting dalam memprediksi aliran permukaan dengan struktur yang kokoh dan sederhana; (2) Model HBV dapat memperhitungkan kondisi topografi dengan mendefinisikan zona elevasi dalam suatu DAS atau sub-DAS; dan (3) Model HBV telah berhasil diuji pada berbagai kondisi DAS di lebih dari 40 negara dengan luas DAS terbesar yang pernah diaplikasikan model HBV adalah DAS Narmada bagian hulu, India dengan luas 16,576 km2.
8
HBV hanya digunakan pada wilayah-wilayah tertentu di mana terdapat salju di dalam daur hidrologinya.
dengan:
P = curah hujan (mm) C = parameter model
Peff = curah hujan efektif (mm)
SM = kandungan air dalam tanah/kelembaban tanah (mm) FC = kapasitas lapang (mm)
PWP = titik layu permanen (mm)
T,Tm = suhu harian, suhu rata-rata bulanan (oC)
Ea = evapotranspirasi aktual harian (mm)
PEa = evapotranspirasi potensial harian (mm)
PEm = evapotranspirasi potensial rata-rata bulanan (mm)
Modul ke empat mengenai respon aliran dimodelkan sebagai dua tangki reservoir (Gambar 4). Respon aliran di sini meliputi aliran permukaan (Q0),
aliran bawah permukaan (Q1), aliran dasar (Q3) dan aliran vertikal atau perkolasi
(Qperc). Persamaan perhitungan besarnya masing-masing aliran ditunjukkan oleh
persamaan 16-21.
Q1 = aliran bawah permukaan (mm)
Q2 = aliran dasar (mm)
Qperc = aliran perkolasi (mm)
K1,K2, K3, Kp = fraksi pelepasan Q0, Q1, Q2 dan Qperc
Su, Sl = level air pada tangki atas, level air pada tangki bawah (mm)
9
Gambar 4 Tangki penyimpanan dalam Model HBV untuk mensimulasikan besarnya aliran (Aghakouchak dan Habib 2010)
Perubahan Iklim dan Tutupan Lahan
Perubahan Iklim
IPCC (2007a) mendefinisikan perubahan iklim sebagai suatu perubahan yang terjadi pada tingkat iklim yang dapat diidentifikasi (seperti menggunakan uji statistika) di mana perubahan tersebut dapat berupa perubahan rata-rata dan atau variasinya, serta bersifat tetap dalam 10 tahun (dasawarsa) atau lebih lama. Lebih jauh lagi, IPCC mengacu pada segala bentuk perubahan iklim, baik perubahan secara alami maupun disebabkan oleh aktivitas manusia. Sedangkan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan dari iklim yang merupakan pelengkap baik secara langsung maupun tidak langsung dari aktivitas manusia yang telah mengubah komposisi atmosfer secara global yang merupakan penambahan terhadap variabilitas iklim alami dalam rentang waktu yang sama.
Bates et al. (2008) dalam tulisannya mengemukakan bahwa pemanasan global dan perubahan curah hujan mempengaruhi daur hidrologi melalui hubungan kebutuhan dan ketersediaan air. Pemanasan global ini ditandai dengan meningkatnya suhu udara. Menurut laporan IPCC dalam Fourth Assessment Report (AR4), suhu permukaan udara secara global rata-rata telah meningkat 0.74 0.18 oC dalam kurun waktu 100 tahun (1906-2005) (IPCC 2007).
Perubahan Tutupan Lahan
Menurut Guo et al. (2008), perubahan tutupan lahan berpengaruh terhadap total debit tahunan. Pengaruh tersebut selanjutnya menjadi lebih kuat terhadap debit musiman dan memungkinkan mengubah hidrograf tahunan suatu DAS. Lebih jauh, pengaruh kombinasi antara perubahan tutupan lahan dan iklim akan memberikan pengaruh berbeda terhadap debit jika dibandingkan dengan pengaruh terhadap perubahan tutupan lahan atau iklim saja.
Berdasarkan hasil analisis citra satelit yang dilakukan oleh ICRAF, dalam 21 tahun (1990-2010) tutupan lahan DAS Konaweha telah mengalami perubahan dari tutupan area hutan menjadi area perkebunan (terutama coklat). Tahun 1990 tutupan lahan DAS Konaweha berupa hutan primer (58%), hutan sekunder (20%),
Su
10
perkebunan coklat (5.7%), sawah (2.3%), pemukiman (0.9%), dan sisanya berupa perkebunan selain coklat, lahan tebuka, belukar dan padang rumput. Sedangkan tahun 2010, luas area hutan primer telah mengalami penurunan sebesar 20%, sedangkan area hutan sekunder mengalami kenaikan sebesar 3%. Area perkebunan coklat mengalami peningkatan menjadi 14.7%. Hal yang sama juga terjadi pada tutupan lahan di daerah hulu DAS Konaweha.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Daerah yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah DAS Konaweha Hulu di Provinsi Sulawesi Tenggara yang mempunyai outlet di Desa Auwa Jaya, Kecamatan Asinua, Kabupaten Konawe. DAS Konaweha Hulu ini termasuk dalam dua kabupaten, yaitu Kabupaten Kolaka dan Konawe. Luas daerah tangkapan air DAS tersebut adalah 2788 km2 dan panjang sungai dari daerah hulu ke outlet adalah 127 km (Kementerian Pekerjaan Umum 2010). Sub DAS ini mempunyai peran penting di masa yang akan datang yaitu sebagai penyedia air pada Bendungan Pelosika yang rencananya akan dibangun di wilayah tersebut (Gambar 5).
Gambar 5 Lokasi penelitian di DAS Konaweha Hulu (Sumber: hasil deliniasi citra)
11 tersebut akan dibangun dengan menenggelamkan sekitar 14 desa yang ada di tiga Kecamatan (Kecamatan Asinua, Latoma dan Uluiwoi) pada dua kabupaten (Konawe dan Kolaka). Tujuan dari pembangunan Bendungan Pelosika tersebut adalah untuk irigasi, penanggulangan banjir dan PLTA (Kementerian Pekerjaan Umum 2010).
Metode Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini dapat diringkas menjadi tiga tahapan, yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik iklim dan hidrologi DAS Konaweha Hulu; (2) mengkalibrasi Model GenRiver dan Model HBV dengan data-data yang ada; dan (3) mensimulasikan dampak perubahan tutupan lahan dan iklim saat ini dan masa mendatang dengan model hidrologi. Gambar 6 menyajikan diagram alir penelitian.
12
Identifikasi Karakteristik Hidrologi, Iklim dan Perubahan Tutupan Lahan DAS Konaweha Hulu
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang didapat dari citra satelit maupun dikumpulkan dari instansi-instansi yang terkait dengan area penelitian. Tabel 2 menunjukan informasi mengenai data iklim, hidrologi dan spasial yang digunakan dalam penelitian ini.
Tujuan dari identifikasi karakteristik hidrologi, iklim dan perubahan tutupan lahan adalah untuk mempersiapkan data-data sebagai masukan untuk Model GenRiver dan HBV. Karakter iklim diperoleh dari stasiun-stasiun klimatologi dan curah hujan yang berada di dalam DAS Konaweha. Identifikasi karakter hidrologi dan perubahan tutupan lahan diperoleh dari hasil deliniasi citra satelit.
Tabel 2 Data iklim, hidrologi dan spasial yang digunakan dalam penelitian ini
Data Sumber Periode Tahun
Curah hujan Stasiun Mowewea) harian 2001-2006, 2008-2010 Stasiun Abukia) harian 2001, 2006-2007, 2009-2010 Model pembangkit
curah hujan
harian 1990-2000, 2007 Evaporasi
potensial
Stasiun Andowenggaa) bulanan 2000-2004 Debit Stasiun Amesiua) harian 2010
DEM CSI – CGIAR
Peta sungai Peta Dasar Tematik Kehutanan (PDTK)
Peta tanah Repprot Peta tutupan
1990, 1000, 2005 dan 2010 a = diperoleh dari Balai Wilayah Sungai IV, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Karakeristik Iklim
Data-data iklim berupa curah hujan, suhu dan evaporasi potensial diperoleh dari stasiun-stasiun curah hujan dan klimatologi yang terdapat di dalam DAS Konaweha. Data iklim utama yang dapat menggambarkan karakteristik iklim dan sebagai input utama model hidrologi antara lain data curah hujan wilayah, evapotranspirasi potensial dan suhu.
13 Selain menggunakan data curah hujan yang berasal dari stasiun-stasiun pengamatan, sebagian data curah hujan harian juga dibangkitkan menggunakan Model Pembangkit Curah Hujan (Rainfall Simulator Model). Prinsip model pembangkit curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan prinsip rantai Markov (Markov chain), dimana hujan hari ini ditentukan berdasarkan kondisi hari sebelumnya. Terdapat dua tahapan dalam model pembangkit curah hujan. Tahap pertama adalah menentukan apakah hari ini hujan atau tidak berdasarkan kondisi hari sebelumnya. Tahap kedua, jika hari ini hujan maka akan ditentukan besarnya curah hujan.
Sedangkan data evapotranspirasi potensial dihitung berdasarkan data suhu dengan menggunakan Metode Thornthwaite (persamaan 22-25).
dengan t = rata-rata suhu perbulan (oC).
Mengkalibrasi Model GenRiver dan Model HBV Atas Dasar Data Pengamatan
Perubahan Tutupan Lahan, Jenis Tanah dan Karakteristik Sungai
Data sebaran tutupan lahan dan jenis tanah yang didapat dari citra, diolah menjadi matriks perubahan tutupan lahan dan matriks sebaran tanah, dan dipetakan dengan bantuan Software ArcGIS 9.3. Data yang dihasilkan adalah berupa matriks luas area jenis-jenis tutupan lahan dan tanah untuk masing-masing sub Das.
Jenis input lain yang harus dipersiapkan adalah matriks jaringan sungai. Jaringan sungai yang dimaksud pada bagian ini antara lain panjang rute sungai (routing distance) yang diukur dari pusat sub-DAS ke titik pengukuran akhir (final outlet). Perhitungan panjang rute sungai ini diperoleh dari proses deliniasi dari citra dengan menggunakan ArcGIS 9.3.
Terdapat dua jenis kalibrasi dan verifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini. Kalibrasi pertama adalah kalibrasi yang dilakukan antara Model GenRiver dengan data-data pengamatan. Sedangkan kalibrasi kedua adalah perbandingan antara Model GenRiver dengan Model HBV.
Kalibrasi merupakan suatu proses penentuan nilai parameter dari karakteristik DAS dalam model yang tidak dapat diukur (Kobolt, 2008). Tujuan dari kalibrasi adalah untuk menentukan nilai sekelompok parameter, sehingga hasil simulasi debit oleh model mendekati nilai debit yang sebenarnya (Kobold, Kalibrasi dan verifikasi Model GenRiver dan HBV dangan data-data
14
2008). Salah satu indikator statistik yang umum digunakan untuk mengukur seberapa dekat debit hasil simulasi dengan debit pengukuran adalah dengan menggunakan Nilai efisiensi Nash-Sutcliff (NSE) (Moriasi 2007).
Nilai efisiensi Nash-Sutcliffe (NSE) menyatakan seberapa tepat perbandingan antara debit hasil simulasi dengan debit pengamatan (Moriasi 2007). Persamaan (26) merupakan persamaan perhitungan NSE.
dengan, adalah debit pengamatan pada hari ke-i, adalah debit hasil simulasi model hari ke-i, adalah rata-rata debit pengamatan dan n adalah banyaknya hari pengamatan (Moriasi 2007). Sebaran nilai NSE adalah , di mana nilai 1 berarti cocok secara sempurna. Tabel 3 menunjukkan kriteria penilaian kinerja model berdasarkan nilai NSE.
Tabel 3 Kriteria penilaian performa model berdasarkan nilai NSE (Moriasi 2007)
Nilai NSE Kriteria Penilaian
Sangat baik Baik Cukup Buruk
Indikator lain yang digunakan untuk menilai kemampuan model adalah berdasarkan persentase relative error (r) antara debit hasil simulasi dan debit pengukuran (persamaan 27). Semakin kecil bias yang diperoleh maka debit simulasi semakin mendekati debit hasil pengukurannya.
Perbandingan Kinerja Model GenRiver dan Model HBV
Perbandingan kinerja Model GenRiver dan Model HBV dilakukan untuk melihat apakah perlu adanya pengembangan GenRiver dalam segi perhitungan neraca air didalamnya. Model HBV dipilih sebagai pembanding karena dibangun berdasarkan persamaan-persamaan empiris sederhana namun dapat menggambarkan neraca air dengan baik.
15 Mensimulasikan Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim Saat Ini dan Masa Mendatang dengan Model Hidrologi
Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim Saat Ini
Pengujian Dampak perubahan tutupan lahan dan iklim saat ini dilakukan atas dasar data-data yang diperoleh dari stasiun-stasiun pengamatan dan citra. Simulasi model hidrologi dilakukan berdasarkan 21 tahun data (1990-2010) dengan empat tahun transisi tutupan lahan (1990, 2000, 2005 dan 2010).
Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim Masa Mendatang
Pengujian dampak perubahan tutupan lahan dan iklim dimasa mendatang dilakukan berdasarkan skenario perubahan tutupan lahan dan iklim selama 21 tahun (2010-2030). Simulasi model hidrologi ini dilakukan dengan asumsi selama 21 tahun hanya iklim (curah hujan dan suhu) dan tutupan lahan yang berubah sedangkan faktor-faktor lain dianggap sama seperti keadaan saat ini. Skenario Perubahan Tutupan Lahan
Hasil simulasi neraca air tahun 1990-2010 dengan Model GenRiver adalah untuk melihat sejarah ketersediaan air berdasarkan besarnya debit andalan. Selain hal tersebut, penelitian ini juga mensimulasikan neraca air akibat adanya perubahan tutupan lahan dua puluh satu tahun ke depan (2010-2030). Hal ini dilakukan untuk melihat ketersediaan air akibat adanya perubahan tutupan lahan yang mungkin terjadi selama 21 tahun mendatang.
Terdapat dua skenario perubahan tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini. Skenario pertama adalah Skenario A dimana tidak terdapat perubahan tutupan lahan selama 21 tahun mendatang (tutupan lahan tahun 2030=tutupan lahan tahun 2010). Skenario kedua adalah Skenario BAU (Business As Usual) yang disusun berdasarkan persentase perubahan tutupan lahan yang terjadi dari tahun 1990-2010 (persamaan 28).
Dengan. PTL adalah persentase perubahan tutupan lahan, Le adalah luas area tipe
tutupan lahan tahun transisi terakhir (km2) dan La adalah luas area tipe tutupan
lahan tahun transisi awal (km2).
Curah hujan tahun 2011-2030 yang digunakan untuk mensimulasikan neraca air untuk 21 tahun mendatang dibangkitkan menggunakan Model Pembangkit Curah Hujan (Rainfall Simulator Model). Data curah hujan harian hasil bangkitan dari Model Pembangkit Curah Hujan memiliki karakteristik yang sama dengan data curah hujan tahun 2001, 2002, 2005, 2006, 2009 dan 2010.
Skenario Perubahan Iklim
16
Pemilihan Skenario A1F1 karena merupakan skenario dengan emisi paling tinggi di mana tehnologi menggunakan bahan bakar fosil sangat intensif. Sebaliknya, Skenario B1 merupakan skenario dengan emisi terendah karena menggunakan tehnologi yang bersih dan efisien (IPCC 2007b).
Skenario perubahan iklim kedua dibangun berdasarkan perbedaan besarnya intensitas curah hujan. Dua skenario perubahan iklim berdasarkan intensitasnya yaitu dengan menggunakan intensitas I1=70 mm/jam dan I2=10 mm/jam dengan
total curah hujan per tahunnya sama. Kedua nilai intensitas tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan 29.
(29) dengan, adalah intensitas rata-rata dan adalah standart deviasi.
Tabel 4 Skenario perubahan iklim tahun 2025 berdasarkan IPCC (2007b)
Bulan T (
o
C) P(%)
A1F1 Bi A1F1 B1
Desember-Januari-Februari 0.86 0.72 -1 1
Maret-April-Mei 0.92 0.8 0 0
Juni-Juli-Agustus 0.83 0.74 -1 0
September-Oktober-November 0.85 0.75 -2 0
Sumber: IPCC (2007b)
Selain mensimulasikan model hidrologi dengan masing-masing skenario perubahan tutupan lahan dan iklim, dilakukan juga simulasi dengan skenario gabungan antara perubahan tutupan lahan dan iklim (Tabel 5).
Skenario Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim
Tabel 5 Gabungan skenario perubahan iklim dan tutupan lahan
Skenario Perubahan Tutupan Lahan
Aktual BAU
Skenario Perubahan
Iklim
A1F1 I=70 Aktual-A1F1-(I=70) BAU - A1F1-(I=70) I=10 Aktual-A1F1-(I=10) BAU - A1F1-(I=10) B1 I=70 Aktual-B1-(I=70) BAU - B1-(I=70)
I=10 Aktual-B1-(I=10) BAU - B1-(I=10)
I=intensitas curah hujan (mm/jam)
Parameter Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi DAS Konaweha Hulu
Iklim
Karakteristik curah hujan DAS Konaweha berdasarkan data di lima stasiun memiliki rata-rata 1437 mm per tahun dengan bulan Maret-Mei sebagai bulan basah dan Agustus-Oktober sebagai bulan kering (Lampiran 2). Selain itu, stasiun curah hujan, klimatologi dan debit di DAS Konaweha hanya tersebar di bagian tengah dan hilir (Gambar 7).
Gambar 7 Sebaran lokasi stasiun klimatologi, curah hujan dan debit di DAS Konaweha
18
Gambar 8 Hubungan antara elevasi lokasi stasiun curah hujan dengan total curah hujan tahunan, curah hujan maksimum, jumlah hari hujan dan curah hujan harian
Berdasarkan data pengamatan curah hujan di Stasiun Mowewe selama 10 tahun (2001-2011), total curah hujan per tahun antara 905-1732 mm. Bulan paling basah dan kering terjadi pada bulan Mei dan Oktober (Gambar 9) dengan rata curah hujan per hari hujan sebesar 19 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 65 hari per tahun.
19 Data evapotranspirasi potensial yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil turunan dari parameter suhu dengan menggunakan metode Thornthwaite (Gambar 10). Sedangkan data suhu dan evaporasi potensial bulanan merupakan hasil rataan aritmatika data harian tahun 1994-1997, 1999-2004 dan 2006 (Tabel 6).
Tabel 6 Rata-rata karakteristik iklim DAS Konaweha yang diambil dari Stasiun Andowengga selama 11 tahun
Bulan Evaporasi potensial (mm)
*) Dihitung dengan menggunakan persamaan Thornthwaite
20
Hidrologi
DAS Konaweha Hulu dapat dideliniasi menjadi sembilan area sub-DAS (Gambar 11). Pembagian tersebut adalah berdasarkan orde 2 dari jaringan sungai (anak sungai utama). Karakteristik hidrologi (luas area dan jarak dari titik pusat sub-DAS ke outlet) dari masing-masing sub-DAS ditunjukkan pada Tabel 7.
Gambar 11 Pembagian sub-DAS di daerah hulu DAS Konaweha
Tabel 7 Karakteristik jaringan sungai dari masing-masing sub-DAS
Sub-DAS Area (km2) Jarak Routing (km)
SD1 676.7 94
SD2 557.3 56.4
SD3 510.2 55.5
SD4 431.3 49.2
SD5 191.7 27.5
SD6 141.0 32.4
SD7 199.2 19.3
SD8 82.9 15
SD9 65.9 1.8
Total 2856.1
Tutupan Lahan dan Jenis Tanah
21 luas area hutan primer telah mengalami penurunan sebesar 22.7%. Sedangkan luas area hutan sekunder mengalami peningkatan sebesar 16.5% sebagai akibat pembukaan hutan primer. Area agroforestri dan perkebunan yang didominasi oleh coklat mengalami peningkatan sebesar 5.5% (Tabel 8). Peta tutupan lahan DAS Konaweha Hulu selama empat transisi waktu ditunjukkan oleh Gambar 12.
Gambar 12 Perubahan tutupan lahan DAS Konaweha Hulu
Tabel 8 Persentase masing-masing tipe tutupan lahan dan perubahannya di DAS Konaweha Hulu
Tutupan lahan
Area (%) Perubahan (%)
22 Sebaran jenis tanah di DAS Konaweha Hulu didominasi oleh jenis tanah Inseptisols dan Mollisols serta sedikit jenis Enstisols (Tabel 9). Jenis tanah Inseptisols mendominasi sub-DAS (SD) 2-9, jenis tanah Mollisols terdapat pada SD 1, SD 2 dan SD 3, sedangkan di SD 9 terdapat sedikit jenis tanah Entisols. Tabel 9 Sebaran persentase jenis tanah pada masing-masing sub-DAS Konaweha
Hulu
Sub-DAS Entisols Inceptisols Mollisols
SD1 0.0 40.7 59.3
Kalibrasi dan Verifikasi Model
23
Gambar 13 Lokasi DAS penelitian (DAS Konaweha Hulu) dan DAS untuk kalibrasi model (DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu) di DAS Konaweha
Gambar 14 Hasil uji konsistensi antara kumulatif curah hujan dan kumulatif debit di Stasiun Abuki dan Amesiu tahun 2010 (a) dan 2011 (b) Proses kalibrasi Model GenRiver dilakukan dengan menggunakan data debit dan curah hujan setengah tahun pertama (Januari-Juni). Setelah proses kalibrasi selesai, maka dilanjutkan proses verifikasi dengan menggunakan data debit dan curah hujan pada setengah tahun kedua (Juli-Desember).
DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu
24
didominasi oleh jenis tanah Inseptisols (62.7%), Ultisols (30.5%) dan sisanya adalah Entisols dan Mollisols.
Tutupan lahan di DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu cukup bervariasi jika dibandingkan dengan DAS Konaweha Hulu. Jenis-jenis tutupan lahan di wilayah ini didominasi oleh hutan primer (46.8%) dan sekunder (25.5%) tahun 1990. Setelah 21 tahun (tahun 2010), luas area hutan primer mengalami penurunan menjadi 28.2% sedangkan hutan sekunder masih cenderung stabil. Area hutan ini banyak dikonversi menjadi agroforestri dan perkebunan coklat serta pemukiman (Gambar 15).
Gambar 15 Perubahan tutupan lahan DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu, keterangan: 1=kerapatan tinggi, 2=kerapatan rendah, AF=agroforestri
Hasil Kalibrasi dan Verifikasi Model GenRiver
25 Tabel 10 Nilai-nilai parameter hasil proses kalibrasi Model GenRiver
Nama Parameter Keterangan Nilai
RainInterceptDripRt Tingkat intersepsi tetesan curah hujan
10 mm RainMaxIntDripDur Durasi intersepsi tetesan curah hujan 0.3 jam InterceptEffectontrans Pengaruh intersepsi curah hujan
pada transpirasi
0.4 mm RainIntensMean Rata-rata intensitas curah hujan 40 mm/jam RainIntensCoefVar Koefisien variasi intensitas curah
hujan
0.3 MaxInfRate Kapasitas maksimum infiltrasi per
hari
800 mm/hari MaxInfSubsoil Kapasitas maksimum infiltrasi ke
sub-tanah per hari
250 mm/hari PerFracMultiplier Fraksi pelepasan air tanah per hari 0.13
MaxDynGrWatStore Kapasitas maksimum penyimpanan air tanah
300 mm GWReleaseFracConst Fraksi pelepasan aliran dasar 0.05
Tortuosity Faktor bentuk DAS 0.2
Dispersal Factor Kerapatan aliran 0.16
River Velocity Kecepatan aliran 0.3 m/detik
26
Hasil Kalibrasi dan Verifikasi Model HBV
Proses kalibrasi Model HBV dengan data-data pengukuran dilakukan dengan menggunakan perintah solver dalam Ms. Excel. Nilai NSE hasil kalibrasi Model HBV adalah sebesar 0.51 dengan relative error sebesar -12.5%. Parameter-parameter serta nilai hasil kalibrasi Model HBV ditunjukan oleh Tabel 11.
Tabel 11 Nilai parameter Model HBV hasil proses kalibrasi
Parameter Nilai Satuan
Kapasitas lapang 900 mm
Beta 34.2 -
Parameter model 0.3 -
Fraksi pelepasan aliran permukaan 0.001 - Ambang batas lever air di dalam tangki atas 20 mm Fraksi pelepasan aliran bawah permukaan 0.001 -
Fraksi pelepasan aliran dasar 0.06 -
Fraksi pelepasan secara vertikal (perkolasi) 0.02 -
Titik layu permanen 250 mm
27 Hasil verifikasi kemampuan model berdasarkan nilai-nilai parameter hasil kalibrasi didapat nilai efisiensi Nash-Sutcliffe (NSE) sebesar 0.68 dan relative error sebesar -10.8% (Gambar 17). Hal ini menunjukkan bahwa model telah dapat mensimulasikan debit yang mewakili DAS Konaweha dengan baik (berdasarkan kriteria NSE oleh Moriasi (2007)).
Perbandingan kinerja Model GenRiver dengan Model HBV
Perbandingan kinerja Model GenRiver dan HBV yang ditunjukan melalui nilai NSE memperlihatkan bahwa nilai NSE Model GenRiver lebih tinggi dari pada Model HBV pada proses kalibrasi, yaitu sebesar 0.1. Sedangkan pada proses verifikasi, hasil prediksi Model HBV mempunyai nilai NSE lebih tinggi 0.02 dari pada hasil prediksi Model GenRiver. Secara keseluruhan (prediksi untuk 1 tahun data tahun 2010), nilai NSE Model GenRiver dan HBV adalah 0.79 dan 0.77 (Tabel 12 dan Gambar 18). Hasil ini menunjukan bahwa Model GenRiver memiliki kinerja yang setara dengan Model HBV dalam memprediksi debit DAS Konaweha Hulu. Hal ini berarti Model GenRiver tidak perlu dilakukan penyesuaian terhadap Model HBV karena kedua model ini menggunakan prinsip kesetimbangan air dalam mensimulasikan neraca air.
Gambar 18 Perbandingan hidrograf (a) dan kurva massa ganda (b) hasil prediksi Model GenRiver (NSE=0.79) dan Model HBV (NSE=0.77) di DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu tahun 2010
28
Tabel 12 Berbandingan komponen neraca air hasil simulasi Model GenRiver dan HBV di DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu tahun 2010
Komponen Neraca Air GenRiver HBV
Curah hujan (mm) 3285 3285
Evapotranspirasi (mm) 1132 1197
Debit di Stasiun Amesiu (mm) 1765 1765
Debit Simulasi (mm) 1807 1883
Air yang disimpan dalam tanah (mm) (soil water) 346 205
NSE 0.79 0.77
Relative error (%) 6.47 10.89 Aliran permukaan (mm) (surface flow) 1150 98 aliran bawah permukaan (mm) (sub-surface flow) 301 105 Aliran dasar (mm) (groundwater flow) 500 1680
Tabel 13 Perbandingan komponen neraca air hasil prediksi Model GenRiver dan HBV di DAS Konaweha Hulu tahun 2010
Komponen Neraca Air GenRiver HBV
Curah hujan (mm) 1732 1732
Evapotranspirasi (mm) 1117 1007
Debit Simulasi (mm) 437 661
Air yang disimpan dalam tanah (mm) (soil water) 178 64 Aliran permukaan (mm) (surface flow) 147 30 Aliran bawah permukaan (mm) (sub-surface flow) 6 37 Aliran dasar (mm) (groundwater flow) 339 595
29
Gambar 19 Perbandingan rata-rata debit prediksi bulanan (a) dan total debit prediksi per tahun (b) antara Model GenRiver dan HBV tahun 1990-2010 di DAS Konaweha Hulu
30
Gambar 20 Perbandingan neraca air hasil prediksi Model GenRiver dan HBV di DAS konaweha Hulu tahun 1990-2010
Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim Saat Ini
Secara umum neraca air DAS Konaweha Hulu selama 21 tahun (1990-2010) memiliki rata-rata tahunan evapotranspirasi sebesar 993.4 mm (73%), aliran permukaan sebesar 195.1 mm (6%), aliran bawah permukaan sebesar 49.9 mm (5%) dan aliran dasar sebesar 235.1 mm (16%) dengan total curah hujan bervariasi antara 907.1 – 2270.2 mm.
31 Tabel 14 Persentase perubahan masing-masing komponen neraca air per tahun
pada setiap periode di DAS Konaweha Hulu hasil simulasi Model GenRiver
Komponen Neraca Air Periode 1 Periode 2 Periode 3 (1990-2000) (2000-2005) (2005-2010)
Evapotranspirasi -0.37 -0.83 -3.15
Debit 0.60 1.10 0.29
Aliran permukaan 0.08 0.31 0.91
Aliran bawah permukaan 0.09 0.84 0.23
Aliran dasar 0.43 -0.05 -0.85
32
Tingkat perubahan debit bergantung pada besarnya perubahan yang terjadi pada aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan aliran dasar yang berhubungan dengan kondisi tutupan hutan. Periode 1 memperlihatkan bahwa tingkat peningkatan dasar lebih tinggi dari pada aliran permukaan. Hal ini disebabkan karena area tutupan hutan primer mencapai 90% sehingga Peff (curah hujan yang berkontribusi pada aliran permukaan) lebih kecil dibanding dua periode yang lain. Akibatnya, aliran permukaan dan aliran bawah permukaan cenderung stabil dan peningkatan pada aliran dasar karena Peff diutamakan untuk pengisian air tanah. Periode 2 dan 3, di mana terjadi pembukaan area hutan primer sebesar 8.3% dan 11.6% dalam 5 tahun menyebabkan terjadinya peningkatan Peff. Hal ini menyebabkan kondisi tanah lebih cepat jenuh dan terjadi peningkatan aliran permukaan yang lebih besar. Sebaliknya, tingkat aliran dasar mengalami penurunan karena berkurangnya air yang diinfiltrasikan ke dalam tanah (Tabel 12 dan Gambar 19).
Dampak Perubahan Tutupan Lahan Masa Mendatang
Skenario BAU untuk 21 tahun mendatang (2010-2030) disusun berdasarkan besarnya perubahan yang terjadi pada 21 tahun sebelumnya (1990-2010). Oleh karena itu, tahun 2030 luas area hutan primer akan berkurang sebesar 22.7% menjadi 1274 km2 sedangkan luas hutan sekunder bertambah 16.5% menjadi 1025 km2. Area agroforestri dan perkebunan coklat bertambah sebesar 5.5% atau 114 km2.
Hasil simulasi neraca air tahun 2030 skenario BAU dengan model GenRiver memperlihatkan penurunan evapotranspirasi sebesar 6% dari kondisi Skenario A (jika tidak ada perubahan tutupan lahan selama 21 tahun). Sedangkan debit mengalami peningkatan karena adanya penambahan aliran permukaan sebesar 8% dan penurunan aliran dasar sebesar 1 % dari kondisi Skenario A (Gambar 22).
Gambar 22 Perbandingan neraca air DAS Konaweha Hulu antara Skenario A (tutupan lahan tahun 2030=2010) dan Skenario BAU tahun 2030 hasil simulasi Model GenRiver
33
Dampak perubahan tutupan lahan berdasarkan Skenario BAU yang terjadi di DAS Konaweha Hulu selama 21 tahun (2010-2030) memperlihatkan adanya tren meningkat pada aliran permukaan dan tren menurun pada aliran dasar dan aliran bawah permukaan (Gambar 23). Jika dibandingkan dengan kondisi jika tidak ada perubahan tutupan lahan selama 21 tahun mendatang (Skenario A), perbedaan paling signifikan terjadi pada perubahan besarnya evapotranspirasi, debit dan aliran permukaan. Kondisi tutupan lahan yang stabil dan Skenario BAU menyebabkan terjadinya tren penurunan debit. Namun demikian penurunan debit pada Skenario BAU lebih kecil jika dibandingkan dengan kondisi aktualnya (Skenario A). Hal ini merupakan hasil kontribusi dari peningkatan aliran permukaan.
34
Gambar 24 Perbandingan tren perubahan masing-masing aliran terhadap perubahan debit DAS Konaweha Hulu antara Skenario A (tutupan lahan 2030-2010) dan Skenario BAU
Lebih jauh lagi, Gambar 24 memperlihatkan bahwa semakin besar debit maka aliran permukaan pada Skenario BAU lebih besar daripada kondisi tanpa adanya perubahan tutupan lahan. Sebaliknya, semakin besar debit yang dihasilkan maka aliran bawah permukaan dan aliran dasar yang dihasilkan pada Skenario BAU lebih kecil dari pada kondisi tanpa perubahan tutupan lahan (Gambar 23).
Dampak Perubahan Iklim Masa Mendatang
35
Gambar 25 Perbandingan perubahan aliran permukaan (a) dan aliran dasar (b) terhadap debit, hasil simulasi Skenario A1F1 dan B1
36
Hasil simulasi skenario perubahan iklim lain yang terkait dengan perubahan besarnya intensitas curah hujan ditunjukan oleh Gambar 26. Berdasarkan hasil simulasi dapat dilihat bahwa besarnya intensitas curah hujan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap besarnya debit yang masuk ke dalam outlet (Gambar 26a). Namun besarnya intensitas curah hujan sangat berpengaruh pada besarnya aliran permukaan yang dihasilkan (Gambar 26b). Hal ini juga dibuktikan dengan nilai R2 Skenario I=70mm/jam lebih besar dibandingkan R2 Skenario I=10mm/jam.
Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim Masa Mendatang
Hasil simulasi penggabungan antara skenario perubahan iklim dan lahan memperlihatkan bahwa skenario perubahan jumlah curah hujan dan suhu (Skenario IPCC) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap aliran permukaan. Namun perubahan intensitas curah hujan membawa dampak lebih besar terhadap neraca air, terutama aliran permukaan. Sedangkan perubahan tutupan lahan juga memberikan kontribusi terhadap perubahan neraca air walaupun tidak sebesar intensitas curah hujan (Gambar 27).
37 Perbandingan hidrograf akibat perubaha iklim yang disebabkan perubahan variasi curah hujan menyebabkan terjadinya perubahan pada variasi musiman proses hidrologi (Gambar 28a dan 28b ). Intensitas curah hujan yang tinggi pada musim hujan menyebabkan terjadi peningkatan debit yang lebih besar dibandingkan pada musim kering. Peningkatan debit ini merupakan kontribusi dari peningkatan aliran permukaan akibat berkurangnya kecepatan infiltrasi karena tanah lebih cepat menjadi jenuh.
Sebaliknya perubahan tutupan lahan (Gambar 28c) memperlihatkan bahwa perubahan tutupan lahan menyebabkan terjadinya perubahan pada total debit tahunan. Skenario BAU memiliki debit tahunan yang lebih tinggi dibandingkan skenario dimana tidak terjadi perubahan tutupan lahan. Hal ini terlihat dari peningkatan debit yang cenderung merata pada setiap musimnya. Kondisi ini disebabkan oleh perubahan banyaknya curah hujan yang diintersepsi, dievapotranspirasi dan sisanya diinfiltrasikan karena perubahan tutupan lahan.
38
Analisis Hasil Simulasi Model GenRiver dan HBV Terhadap Pembangunan Bendungan Pelosika
Salah satu tujuan dari pembangunan Bendungan Pelosika adalah untuk membantu menyediakan kebutuhan air irigasi dan air baku untuk kegiatan rumah tangga, perkotaan dan industri di Kabupaten Konawe, Kolaka dan Kendari. Hasil proyeksi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, perkotaan dan industri di tiga kabupaten tahun 2010, 2015, 2020 dan 2030 dihitung berdasarkan Pedoman Perencanaan Sumberdaya Air dan proyeksi jumlah penduduk yang dikeluarkan oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV (Tabel 15).
Tabel 15 Hasil proyeksi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, perkotaan dan industri
Kabupaten Kebutuhan Air (m3/s)
2010 2015 2020 2030
Kendari 0.781 0.864 0.970 1.128
Konawe 0.714 0.837 0.978 1.255
Kolaka 0.862 0.948 1.068 1.301
Jumlah 2.357 2.649 3.016 3.684
Hasil analisis kebutuhan air untuk irigasi yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum (2010) adalah sebesar 47.098 m3/s. Nilai ini dihitung berdasarkan luas area yang berpotensi sebagai daerah irigasi bendungan Pelosika yaitu sebesar 305.83 km2 dengan kebutuhan air setiap km2 adalah 0.0000154 m3/s. Jadi total kebutuhan air baku dan irigasi adalah 50.782 m3/s.
39 Tabel 16 Nilai maksimum, minimum dan rata-rata debit DAS Konaweha Hulu
yang masuk ke dalam bendungan Pelosika hasil prediksi Dinas Pekerjaan Umum (PU), model GenRiver dan model HBV.
Prediksi debit oleh Tahun Debit (m
3
/s)
Minimum Maksimum Rata-rata
PU*) 1990-2008 24.6 104.9 55.5
Model GenRiver 1990-2010 16.7 96.5 46.1
Model HBV 1990-2010 20.6 122 59.7
*) sumber: Kementrian Pekerjaan Umum (2010)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan data-data iklim, hidrologi dan spasial serta hasil simulasi Model GenRiver dan HBV, dapat disimpulkan:
1. DAS Konaweha Hulu memiliki curah hujan wilayah tahunan bervariasi antara 907.1-2270.2 mm dan rata-rata evapotranspirasi potensial sebesar 115.1 mm. DAS Konaweha Hulu dengan sembilan sub-DAS didalamnya didominasi oleh tutupan hutan berupa hutan primer yang terus berkurang dalam 21 tahun (1990-2010).
2. Model GenRiver memiliki kinerja yang setara dengan Model HBV dalam memodelkan kondisi neraca air di DAS Konaweha. Hal ini dibuktikan dengan selisih nilai NSE kedua model tersebut adalah 0.02.
3. Perubahan iklim yang disebabkan karena perubahan intensitas curah hujan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap perubahan debit musiman dibandingkan perubahan iklim karena perubahan jumlah curah hujan. Sedangkan perubahan tutupan lahan memberikan pengaruh terhadap besarnya aliran permukaan dan debit tahunan.
Saran
40
DAFTAR PUSTAKA
Aghakouchak A, Habib E. 2010. Application of Conceptual Hydrologic Model in Teaching Hydrologic Processes. Int. J.Engng 26(4):963-973.
Anwar, M.R., 2002, Estimasi Koefisien Limpasan Berdasarkan Citra Foto Udara Pankromatik Hitam Putih Melalui Pendekatan Karakteristik Fisik Permukaan Lahan (Studi kasus di Kotamadya Yogyakarta), Jurnal Tehnik, IX(2):91=98.
Anwar, M.R., 2011, The Rainfall-Runoff Model Using Of The Watershed Physical Characteristic Approach, International Jurnal Of Civil And Environmental Engineering, XI(6): 71-75.
Badan Pusat Statistik, 2010,
http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id=7400000000&wilayah=Sulawe si-Tenggara
Bates, B.C., Kundzewicz, Z.W., Wu, S. dan Palutikof, J.P. (Eds), 2008, Climate Change and Water, Technical paper of the Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC Secretariat: Geneva.
Chow VT. 1964. Handbook of Applied Hydrology. United States of America. McGraw-Hill, Inc. hlm 8-9.
Davie T.2008. Fundamental of Hydrology. United States of America. Routledge Dunne T, Leopold LB. 1978. Water in Environmental Planning. New York.
W.H. Freeman & Company.
Guo H, Hu Q, Jiang T. 2008. Annual and seasonal stream flow responses to climate and land cover changes ini the Poyang lake basin, China. Journal of Hydrology . 355:106-122.
Haverkamp S, Fohrer N, freed HG, 2005, Assesment of the Effect of Land Use Pattern on Hydrologic Landscape Function: a Comprehensive GIS-based Tool to Minimize Model Uncertainty Resulting From Spatial Aggregation, Hydrol. Process 19:715-727.
[IPCC], 2007a, Climate Change 2007: Regional Climate Projections, IPCC Secretariat: Geneva.
[IPCC], 2007b, Climate Change 2007: Synthesis Report. An Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC Secretariat: Geneva
Khasanah K, Mulyoutami E, Ekadinata A, Asmawan T, Tanika L, Said Z, Van Noordwijk M, Leimona B. 2010. A Study of Rapid Hydrological Appraisal in the Krueng Peusangan Watershed, NAD, Sumatra. Working paper nr.123. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre.
Kementrian Pekerjaan Umum. 2010. Laporan Executive Summary: Pra FS Pembangunan Bendungan Pelosika, Sulawesi Tenggara: Direktorat Jendral Sumberdaya Air, Balai Wilayah Sungai IV.
41 Krysanova, V. dan Bronstert, A., 1999, Modelling River Discharge for Large
Drainage Basin: From Lumped to distributed Approach, Hydrological Science-Jurnal-des Sciences Hydrologiques 44(2): 313-331.
Li, Y.L., Liu, K., Li, L. dan Xu, Z.X., 2012, Relationship of Land Use/Cover on Water Quality in the Liao River Basin, China, Proceedings, Environmental Sciences 13: 1484-1493.
Liu, G, Xu, M dan Hu, W. 2002. Health Assesment of a Small Watershed on the Loess Pleteu, 12th ISCO Conference: 362-367
Lusiana B, Widodo R, Mulyoutami E, Nugroho DA, Van Noordwijk M. 2008a. Assessing Hydrological Situation of Kapuas Hulu Basin, Kapuas Hulu Regency, West Kalimantan. Working Paper No. 57. Bogor, World Agroforestry Centre.
Lusiana B, Widodo R, Mulyoutami E, Nugroho DA and Van Noordwijk M. 2008b. Assessing Hydrological Situation of Talau Watershed, Belu Regency, East Nusa Tenggara. Working Paper No. 58. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre.
Ma X, Xu J, Luo Y, Aggarwal SP, Li J. 2009. Response of hydrological processes to land-cover and climate changes in Kejie Watershed, South-west China. Hydrol. Process. 23(8):1179-1191.
Moriasi DN, Arnold JG, Van Liew MW, Bingner RL, Harmel RD, Veith TL. 2001. Model Evaluation Guidelines For Systematic Quantification Of Accuracy In Watershed Simulations. American Society of Agricultural and Biological Engineers. 20(3):885-900.
Mu X M, Zhang X Q, Gao P, Wang F. 2010. Theory of double mass curves and its applications in hydrology and meteorology. J. China Hydrology. 30(4): 47–51.
Nugroho P. 2010. Prediksi Perubahan Neraca Air Nengan Model GenRiver (Studi Kasus di Sub DAS Goseng Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah) [tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Suprayogo, D., Widianto dan Hairiah, K., 2011, Modul-1: Pengertian Pengelolaan DAS, Malang, Universitas Brawijaya.
Van Noordwijk M, Widodo RH, Farida A, Suyamto DA, Lusiana B, Tanika L, Khasanah N. 2011. GenRiver and FlowPer User Manual Version 2.0. Bogor. Bogor Agroforstry Centre Southeast Asia Regional Program. Wahyu A, Kuntoro AA, Yamashita T. 2010. Annual and Seasonal Discharge
43
45
46
47
48
Lampiran 4 Rata-rata debit bulanan (m3/s) di DAS Konaweha Hulu hasil simulasi model yang dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum (2010)
49
RIWAYAT HIDUP
Penulis dengan nama lengkap Lisa Tanika, dilahirkan di kota Semarang, tanggal 24 Desember 1983 dari ayah yang bernama Tang Linggo Sapto dan ibu yang bernama Hesti Kusumawati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Bernardus Semarang tahun 1997. Kemudian Penulis melanjutkan ke SLTP Dominico Savio dan tamat pada tahun 1999. Selanjutnya penulis meneruskan ke SMU Sedes Sapientiae, Semarang dan lulus pada tahun 2002. Setelah lulus SMU, Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Jurusan Matematika. Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana S1 pada tahun 2006.