• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelengkungan Cabang Dan Pemupukan Jeruk Keprok Borneo Prima Pada Periode Transisi Di Lahan Rawa Kabupaten Paser Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelengkungan Cabang Dan Pemupukan Jeruk Keprok Borneo Prima Pada Periode Transisi Di Lahan Rawa Kabupaten Paser Kalimantan Timur"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PELENGKUNGAN CABANG DAN PEMUPUKAN JERUK

KEPROK BORNEO PRIMA PADA PERIODE TRANSISI

DI LAHAN RAWA KABUPATEN PASER

KALIMANTAN TIMUR

MUHAMAD NOOR AZIZU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pelengkungan Cabang dan Pemupukan Jeruk Keprok Borneo Prima pada Periode Transisi di Lahan Rawa Kabupaten Paser Kalimantan Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Muhamad Noor Azizu

(4)

RINGKASAN

MUHAMAD NOOR AZIZU. Pelengkungan Cabang dan Pemupukan Jeruk Keprok Borneo Prima pada Periode Transisi Di Lahan Rawa Kabupaten Paser Kalimantan Timur. Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO, M RAHMAD SUHARTANTO dan KETTY SUKETI.

Jeruk keprok Borneo Prima (Citrus reticulata cv. Borneo Prima)merupakan komoditas lokal unggulan yang perlu dikembangkan sebagai upaya untuk mengurangi impor jeruk. Tanaman jeruk keprok borneo prima telah ditanam secara luas di desa Padang Pengrapat Kecamatan Tanah Grogot Kabupaten Paser. Tanaman jeruk ini ditanam pada area seluas 298 ha dan telah berumur 5 tahun, namun belum memasuki periode berbuah. Hal ini diduga karena kondisi lingkungan dan teknik budidaya yang belum sesuai.

Transisi merupakan perubahan kemampuan dari tidak mampu menjadi mampu menghasilkan bunga. Transisi pertumbuhan juvenil ke dewasa pada tanaman jeruk terjadi sekali dalam siklus hidup tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknik pelengkungan cabang dan dosis pupuk yang tepat jeruk keprok Borneo Prima pada periode transisi di lahan rawa. Penelitian dilaksanakan di kebun jeruk petani desa Padang Pengrapat, Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser Kalimantan Timur, pada lahan rawa dengan ketinggian tempat ± 15 m dpl, pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Maret 2014.

Penelitian terdiri atas 2 percobaan. Kedua percobaan masing-masing menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 3 ulangan. Percobaan 1 terdiri atas 2 faktor. Faktor pertama adalah pelengkungan cabang yang terdiri atas 2 taraf, yaitu tidak dilengkungkan (A1) dan dilengkungkan (A2). Faktor kedua adalah dosis pupuk kandang yang terdiri atas 4 taraf, yaitu kontrol (K1), 40 kg per tanaman (K2), 60 kg per tanaman (K3), dan 80 kg per tanaman (K4). Percobaan 2 terdiri atas 3 faktor. Faktor pertama adalah dosis pupuk N yang terdiri atas 5 taraf, yaitu kontrol (N1), 45 g per tanaman (N2), 90 g per tanaman (N3), 135 g per tanaman (N4) dan, 180 g per tanaman (N5). Faktor kedua adalah dosis pupuk P yang terdiri atas 2 taraf, yaitu kontrol (P1) dan 36 g per tanaman (P2). Faktor ketiga adalah dosis pupuk K yang terdiri atas 2 taraf, yaitu kontrol (K1) dan 165 g per tanaman (K2).

(5)

pohon dan total daun baru per pohon) tanaman jeruk keprok Borneo Prima, demikian pula dengan pemberian fosfor 36 g per tanaman. Pemberian kalium sampai dengan 165 g per tanaman tidak dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif sampai akhir pengamatan (60 HSP). Pemberian N sampai dengan 180 g per tanaman, P sampai dengan 36 g per tanaman, dan K sampai dengan 165 g per tanaman belum meningkatkan jumlah bunga dan jumlah buah per cabang sampai dengan akhir pengamatan.

.

(6)

SUMMARY

MUHAMAD NOOR AZIZU. Bending and Fertilization in Transition Period of Mandarin Citrus cv. Borneo Prima in Swamp Land Paser Regency East Kalimantan. Supervised by ROEDHY POERWANTO, M RAHMAD SUHARTANTO dan KETTY SUKETI.

Mandarin citrus cv. Borneo Prima (Citrus reticulata cv. Borneo Prima) is superior local variety that needs to be developed, in order to reduce citrus import. Borneo Prima Mandarin Citrus have been planted in Padang Pengrapat, Tanah Grogot Paser Regency. This citrus are 5 years old, but the citrus crop has not entered a fruitful period. This is allegedly due to environmental conditions and cultivation techniques are not appropriate. Transition is the changes in ability to produce flowers. The transition of juvenile to adult growth on citrus occur once time in the life cycle of plants. The purpose of this research to find the best fertilization and bending technology of mandarin citrus cv. Borneo Prima on transition period at swamp land. The experiment was conducted from October 2013 to March 2014 in the citrus farm orchard in village of Padang Pengrapat, Tanah Grogot, Paser, East Borneo.

The research used Randomized Block Design with three replications. The first factor was bending (with out bending and bending). The second factor was manure rate (0, 40, 60 and 80 kg per plant). The second experiment consisted of three factors. The first factor was rate of nitrogen fertilizer (0, 45, 90, 135 and 180 g per plant). The second factor was rate of phosphorus fertilizer (0 and 36 g per plant). The third factor was rate of potassium fertilizer (0 and 165 g per plant).

The results showed that there was no interaction between manure application and branch bending on the vegetative and generative growth of Borneo Prima tangerine plants. Manure up to 80 kg per plant during the period of transition has not been able to increase the vegetative and generative growth of plants up to 90 DAT (Days After Treatment). Bending branches increased the number of new shoots, the total length of the shoot, the total number of leaves, number of flowers per branch and the number of fruits per branch. Application of 135 g N per plant with the addition of 36 g P per plant with or without the addition of 165 g K per plant could increase the number of new shoots. Application of 135 g N per plant increased vegetative growth (total length of shoots and the total number of leaves) of Borneo Prima tangerine plants, as well as application of 36 g P per plant. Application of K up to 165 g per plant could not increase vegetative growth until the end of the observation (60 DAT). Application of N up to 180 g per plant, P up to 36 g per plant, and K up to 165 g per plant did not increase the number of flower and the number of fruits per branch until the end of the observation.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PELENGKUNGAN CABANG DAN PEMUPUKAN JERUK

KEPROK BORNEO PRIMA PADA PERIODE TRANSISI

DI LAHAN RAWA KABUPATEN PASER

KALIMANTAN TIMUR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa

ta’ala atas limpahan karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis memilih tema pemupukan tanaman dan teknologi pembungaan jeruk keprok dengan judul Pelengkungan Cabang dan Pemupukan Jeruk Keprok Borneo Prima pada Periode Transisi di Lahan Rawa Kabupaten Paser Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama enam bulan sejak bulan Oktober 2013 sampai dengan Maret 2014.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc selaku ketua komisi pembimbing, Dr Ir

M Rahmad Suhartanto, MSi dan Dr Ir Ketty Suketi, MSi selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penelitian hingga tersusunnya tesis ini

2. Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku penguji dan Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura serta Dr Ani Kurniawati, SP, MSi selaku Wakil Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura.

3. Ir Winarso Drajad Widodo, MS, PhD selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis serta seluruh staf pengajar dan staf laboratorium yang telah membagikan ilmu kepada penulis.

4. Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia dan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika-Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor.

5. Keluarga tercinta, Ibunda Nurbaya dan Ayahanda Azizu, kakak Novesty Noor Azizu, adik Azelia Monica Azizu, Muhammad Akhmil Azizu dan Muhamad Alfaro, atas doa dan dorongan semangat kepada penulis

6. Rekan-rekan Agronomi dan Hortikultura angkatan 2012 atas kebersamaan dan persaudaraan selama mengikuti perkuliahan.

Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Februari 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Jeruk Keprok Borneo Prima 4

Pemupukan 4

Pelengkungan Cabang 9

Klasifikasi Lahan Rawa 10

3 METODE 11

Kondisi Lokasi Penelitian 11

Metode Penelitian 12

Pelaksanaan Percobaan 13

Pengamatan 15

Analisis Data 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Percobaan 1 16

Pertumbuhan Vegetatif 16

Pertumbuhan Generatif 20

Percobaan 2 24

Pertumbuhan Vegetatif 24

Pertumbuhan Generatif 27

5 KESIMPULAN DAN SARAN 29

Kesimpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 34

(16)

DAFTAR TABEL

1 Rekomendasi pemupukan jeruk berdasarkan umur tanaman 5 2 Standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruk 6 3 Pengaruh dosis pupuk kandang dan pelengkungan cabang

terhadap jumlah tunas baru 17

4 Pengaruh dosis pupuk kandang dan pelengkungan cabang

terhadap total panjang tunas baru per pohon 18

5 Pengaruh dosis pupuk kandang dan pelengkungan cabang

terhadap total daun baru per pohon 19

6 Pengaruh dosis pupuk kandang dan pelengkungan cabang

terhadap jumlah bunga per cabang 20

7 Pengaruh dosis pupuk kandang dan pelengkungan cabang

terhadap jumlah buah per cabang 22

8 Kandungan karbohidrat, nitrogen dan rasio C/N 23

9 Interaksi antara dosis pupuk N, P, dan K terhadap jumlah tunas

baru 24

10 Pengaruh dosis pupuk N, P, dan K terhadap total panjang tunas

baru per pohon 25

11 Pengaruh dosis pupuk N, P, dan K terhadap total daun baru per

pohon 26

12 Pengaruh dosis pupuk N, P, dan K terhadap jumlah bunga per

cabang 27

13 Pengaruh dosis pupuk N, P, dan K terhadap jumlah buah per

cabang 28

DAFTAR GAMBAR

1 Pohon jeruk Keprok Borneo Prima yang ditanam di pematang

sawah 12

2 Proses pelengkungan cabang 14

3 (a) tunas vegetatif juvenil, (b) tunas vegetatif dewasa, dan (c)

tunas campuran vegetatif generatif. 17

4 Kurva dan persamaan regresi respon jumlah bunga per cabang pada 75 HSP (a), dan jumlah buah per cabang pada 90 HSP (b)

terhadap peningkatan taraf dosis pupuk kandang 21 5 Kurva respon jumlah bunga per cabang pada 75 HSP (a), dan

jumlah buah per cabang pada 90 HSP (b) terhadap peningkatan

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Denah percobaan 1 di lahan 34

2 Denah percobaan 2 di lahan 35

3 Alur pelaksanaan penelitian percobaan 1 di lapang 36 4 Alur pelaksanaan penelitian percobaan 2 di lapang 37 5 Analisis kandungan karbohidrat total daun metode Luff-Schoorl 38 6 Analisis kandungan nitrogen daun metode Semi mikro Kjeldhal 39 7 Data panjang tunas vegetatif juvenil maupun panjang tunas

vegetatif dewasa pada tanaman jeruk keprok Borneo Prima yang dilengkungkan cabangnya dan yang tidak dilengkungkan

cabangnya 40

8 Rekapitulasi hasil percobaan 1 dosis pupuk kandang, pelengkungan cabang dan interaksi pada jeruk keprok Borneo

Prima 41

9 Hasil analisis tanah awal, dosis pupuk kandang 0, 40, 60, dan 80

kg per tanaman 42

10 Rekapitulasi hasil percobaan 2 pemupukan N, P, dan K dan

interaksi pada jeruk keprok Borneo Prima 43

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan buah jeruk semakin meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk, pendapatan dan kesadaran masyarakat akan nilai gizi. Peningkatan ini justru menyebabkan Indonesia mengimpor jeruk segar dalam jumlah besar. Volume impor jeruk pada bulan Januari sampai Oktober 2013 mencapai 0.086 juta ton (Kementan 2013), sedangkan produksi jeruk tahun 2013 mencapai 1.41 juta ton (BPS 2013). Jeruk yang diimpor adalah jeruk yang berwarna jingga, sedangkan sebagian besar jeruk Indonesia berwarna hijau. Tingginya permintaan jeruk impor terjadi karena penampilan jeruk keprok yang berwarna jingga yang lebih disukai dari pada jeruk berwarna hijau.

Indonesia mempunyai beberapa varietas jeruk keprok berwarna jingga yang dihasilkan di dataran tinggi, jika varietas tersebut ditanam di dataran rendah maka akan menghasilkan buah berwarna hijau. Pengembangan jeruk keprok di dataran tinggi sulit dilakukan karena keterbatasan lahan dan persaingan dengan tanaman budidaya lainnya.

Tahun 2007 Departemen Pertanian melepas jeruk keprok varietas baru yang adaptif di dataran rendah, diberi nama jeruk keprok Borneo Prima. Jeruk keprok tersebut cukup unik karena buahnya berwarna jingga seperti jeruk keprok yang tumbuh di dataran tinggi (BPPMD 2009). Jeruk ini dikembangkan di Kalimantan Timur secara luas di lahan rawa. Teknik budidaya yang baku untuk jeruk keprok Borneo Prima belum ada. Budidaya jeruk tersebut masih mengikuti teknik budidaya jeruk keprok dari daerah lain, sehingga perlu dikembangkan standar baku budidaya jeruk keprok di lahan rawa. Di desa Padang Pengrapat Kecamatan Tanah Grogot Kabupaten Paser jeruk keprok Borneo Prima sudah ditanam dengan luas area 298 ha dan telah berumur 5 tahun, tetapi tanaman jeruk tersebut belum memasuki periode berbuah yang diduga disebabkan oleh kondisi lingkungan dan teknik budidaya yang belum sesuai.

Kondisi lingkungan tanaman jeruk keprok Borneo prima selalu tergenang dimana tanaman jeruk keprok Borneo Prima ditanam di lahan rawa. Pada lahan rawa tingkat kesuburan tanah sangat rendah serta terjadi pencucian yang tinggi. Rendahnya tingkat kesuburan tanah serta tingginya pencucian menyebabkan ketersediaan hara khususnya hara makro (N, P dan K) rendah. Sehingga untuk meningkatkan tingkat kesuburan tanah dilakukan dengan pemberian pupuk kandang.

(20)

2

pupuk kandang, pupuk N, P, dan K, juga dilakukan pelengkungan cabang untuk merangsang tanaman menuju periode transisi pertumbuhan juvenil ke dewasa.

Transisi pertumbuhan juvenil ke dewasa pada tanaman jeruk terjadi sekali dalam siklus hidup tanaman. Transisi tersebut merupakan perubahan kemampuan dari tidak mampu menjadi mampu menghasilkan bunga. Transisi pertumbuhan

juvenil ke dewasa terjadi terkait dengan beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya. Menurut Poerwanto dan Susila (2014) faktor tersebut adalah 1) faktor eksternal yaitu adanya pengaruh lingkungan seperti suhu, cekaman kekeringan dan panjang hari, 2) faktor internal yaitu kandungan N, karbohidrat, asam amino dan hormon, serta 3) faktor yang melibatkan manipulasi oleh manusia seperti girdling/ringing, pemangkasan akar dan daun, pelengkungan cabang dan pemberian ZPT (paclobutrazol).

Pelengkungan cabang pada tanaman jeruk bertujuan untuk menghambat pertumbuhan vegetatif dan mendorong pertumbuhan generatif. Pelengkungan cabang dilakukan dengan cara menarik cabang ke arah horizontal. Pada kondisi cabang yang dilengkungkan, pergerakan fotosintat dari daun ke akar terhambat, sehingga menyebabkan akumulasi karbohidrat dan hormon di tajuk. Hasil penelitian Notodimedjo (1994) menunjukkan bahwa pelengkungan cabang dengan disertai defoliasi buatan pada apel dapat meningkatkan persentase kuncup apel yang membuka baik di musim hujan maupun kemarau.

Tanaman jeruk keprok memiliki pertumbuhan dominansi apikal, dimana pertumbuhan tanaman mengarah ke atas. Meristem apikal memproduksi hormon auksin dan hormon auksin ditransferkan ke akar atau ke seluruh bagian tanaman. Aliran auksin dari daerah apikal menuju akar, akan melewati tunas-tunas lateral. Tunas-tunas lateral yang dilewati auksin pertumbuhannya terhambat. Pelengkungan cabang mempengaruhi pergerakan hormon auksin, sehingga mematahkan dominansi apikal. Pelengkungan cabang akan menghambat pergerakan auksin dari daerah meristem apikal ke akar, sehingga terjadi penumpukan di daerah tajuk atau cabang yang dilengkungkan. Terhambatnya hormon auksin pada cabang yang dilengkungkan memacu munculnya tunas-tunas lateral. Menurut Mullins (1967) cabang horizontal mengandung auksin dan giberelin yang kurang daripada cabang yang tumbuh ke atas, hal ini akibat pergerakan grafitasi yang mempengaruhi metabolisme maupun distribusi zat tumbuh tanaman apel. Dengan berkurangnya zat pendorong pertumbuhan ini kadar zat penghambat pertumbuhan meningkat dan menstimulasi pembungaan. Menurut Ryugo (1988) ketika dahan atau cabang dilengkungkan dari orientasi vertikal menyebabkan tunas apikal kehilangan dominansinya, karena kandungan giberelin terus menurun ketika cabang dilengkungkan dan pertumbuhan tunas berkurang pada waktu yang sama. Penurunan kandungan giberelin yang berkorelasi dengan peningkatan pembentukan kuncup bunga.

(21)

3 tanaman jeruk keprok Borneo Prima menjadi usaha alternatif disamping komoditas pertanian lainnya, khususnya tanaman padi dalam meningkatkan pendapatan petani dikawasan lahan rawa. Namun permasalahan yang ada pada lahan rawa adalah tingkat kesuburan tanahnya yang sangat rendah.

Pemupukan yang rasional dan ilmiah adalah pemupukan yang diberikan berdasarkan kepada potensi atau status hara dan kebutuhan tanaman (Poerwanto 2000). Keadaan tersebut mendorong dilakukan serangkaian penelitian pemupukan nitrogen, fosfor, kalium dan pupuk kandang pada tanaman jeruk keprok Borneo Prima di lahan rawa. Kekurangan salah satu dari ketiga unsur tersebut menyebabkan tanaman akan mengalami gangguan pertumbuhan. Menurut Alva et al. (2006) nitrogen (N) adalah komponen asam amino dan protein yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan pohon jeruk. Menurut Marschner (2012) fosfor (P) memacu perkembangan perakaran tanaman, meningkatkan penggunaan dan pengangkutan hara tanaman yang berpengaruh pada produksi tanaman. Menurut Zekri dan Obreza (2013) kalium (K) berfungsi untuk memperkuat jaringan batang tanaman dan meningkatkan kualitas buah.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknik pelengkungan cabang dan dosis pupuk yang tepat jeruk keprok Borneo Prima pada periode transisi di lahan rawa.

Hipotesis

Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan, maka disusun hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat taraf dosis pupuk kandang yang memberikan pengaruh pada periode transisi pertumbuhan vegetatif ke generatif tanaman jeruk keprok Borneo Prima di lahan rawa.

2. Terdapat pelengkungan cabang yang dapat memberikan pengaruh pada periode periode transisi pertumbuhan vegetatif ke generatif tanaman jeruk keprok Borneo Prima di lahan rawa.

3. Terdapat interaksi antara dosis pupuk kandang dan pelengkungan cabang yang memberikan pengaruh pada periode transisi pertumbuhan vegetatif ke generatif tanaman jeruk keprok Borneo Prima di lahan rawa.

4. Terdapat dosis pupuk nitrogen, fosfor dan kalium yang memberikan pengaruh pada periode transisi pertumbuhan vegetatif ke generatif tanaman jeruk keprok Borneo Prima di lahan rawa.

(22)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Jeruk Keprok Borneo Prima

Jeruk keprok Borneo Prima merupakan jeruk keprok dataran rendah yang memiliki karakteristik seperti jeruk keprok dataran tinggi yaitu berkulit buah jingga. Jeruk keprok ini berasal dari desa Tanjung Labu Kecamatan Rantau Pulung Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Tinggi tanaman 3.5 m, lebar tajuk 1.9 m, bantuk tajuk tanaman menjulang dan percabangan rapat mengarah ke atas. Lingkar batang bawah 45 cm dan lingkar batang atas 31 cm. Bentuk penampang batang tanaman bulat agak pipih dan warna batang coklat kehijauan. Bentuk daun jorong dengan panjang daun 8.2-9.6 cm dan lebar daun 3.5-5 cm. Warna daun bagian atas hijau tua dan warna daun bagian bawah hijau muda. Tepi daun beringgit dan ujung daun runcing dengan permukaan daun halus. Panjang tangkai daun 1.2-2.5 cm. Mahkota bunga berwarna putih dengan jumlah 6 helai. Kepala putik berwarna krem dan benang sari berwarna kuning dengan jumlah 18 buah. Kelopak bunga berwarna hijau dan berjumlah 7 helai. Jumlah bunga per tandan 2-5 kuntum. Buah jeruk keprok Borneo Prima berbentuk bulat agak lonjong dengan ukuran rata-rata tinggi 5.6-6.4 cm, diameter 6.1-7.6 cm. Bentuk pangkal buah berkonde dan bentuk ujung buah melekuk ke dalam. Kulit buah muda berwarna hijau dan kulit buah masak berwana kuning. Buah ini memiliki ketebalan kulit 3.5-6 mm. Daging buah berwarna oranye dengan tekstur agak lunak dan rasa daging buah manis agak asam dan segar. Kandungan kadar gula 8.5-11.6%, kadar asam 0.23-0.30%, kadar vitamin C 86.96 mg/100 mg, kadar juice 19.79-26.24% dan kadar serat 0.50-0.99%. Bobot buah antara 60 g sampai 290 g per buah dengan panjang tangkai buah 0.4-2.5 cm. Jumlah buah per tandan 2-4 buah. Biji berwarna putih kehijauan dan berbentuk oval. Tiap buah memiliki 7-22 biji dengan ukuran panjang 11-12 mm dan diameter 6-7 mm. Tanaman jeruk keprok Borneo Prima berbunga pada bulan April sampai dengan Mei dan juga pada bulan Oktober sampai dengan Nopember. Waktu panen jeruk keprok Borneo Prima pada bulan Oktober sampai dengan Nopember dan bulan April sampai dengan Mei. Hasil buah per pohon adalah 18 sampai dengan 22 kg per pohon per tahun. Persentase bagian buah yang dapat dikonsumsi 68-73% dengan daya simpan buah pada suhu kamar sekitar 15 sampai dengan 20 hari setelah panen (Ditbenih 2007).

Pemupukan

(23)

5 dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi bila kekurangan akan mempengaruhi produksi dan kelangsungan hidup tanaman, meliputi besi (Fe), seng (Zn), mangan (Mn), tembaga (Cu), boron (B), dan molibdenum (Mo) (Balitjestro 2008).

Banyaknya tingkatan dosis N pada pohon jeruk yang masih kecil (belum menghasilkan) dalam perkebunan jeruk skala kecil harus ditekankan pada kebutuhan dosis per pohon (Zaman et al. 2005). Pada jeruk juga diketahui bahwa N dan K merupakan dua dari sejumlah hara yang penting untuk pertumbuhan, hasil, dan kualitas buah. Dua hara ini dibutuhkan dalam jumlah yang cukup pada tahap pertumbuhan kritis, terutama di saat inisiasi dan perkembangan buah (Alva

et al. 2005; Hammami et al. 2010).

Standar pemupukan nitrogen untuk tanaman jeruk telah ditentukan oleh Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Tanaman Subtropika (Balitjestro) yaitu sebanyak 10 sampai dengan 20 g per pohon untuk tanaman jeruk umur satu tahun (Tabel 1). Standar tersebut dibuat secara umum berdasarkan umur tanaman jeruk tanpa memperhatikan faktor budidaya lainnya dan faktor lingkungan. Menurut Taufik et al. (2000) bahwa dosis pupuk yang tepat pada tanaman jeruk keprok Selayar umur satu tahun adalah 150 g urea, 40 g SP36, dan 30 g KCl per pohon.

Tabel 1 Rekomendasi pemupukan jeruk berdasarkan umur tanamana Umur majemuk NPK. Sumber P yang banyak beredar di pasar adalah SP36, fospat alam, dan pupuk majemuk NPK. Sumber K yang banyak beredar di pasaran adalah ZK, KCl, dan pupuk majemuk NPK. Pupuk-pupuk tersebut merupakan unsur sintetis yang sengaja dibuat dan ditambahkan pada tanah untuk membantu pemenuhan kebutuhan unsur hara mikro primer pada tanaman jeruk. Unsur-unsur lainnya yang merupakan unsur makro sekunder dan unsur mikro dapat diberikan dalam bentuk sintetis dan dapat juga menggunakan pupuk organik seperti pemberian pupuk kandang. Sebagai contoh, sumber Ca dapat diperoleh dari pupuk sintetis SP36, fosfat alam, kapur atau dolomit yang juga sekaligus mengandung Mg. Kebutuhan S lebih sedikit dibandingkan N dan biasanya dapat terpenuhi dari pemberian pupuk kandang, pupuk ZA, dan pupuk ZK. Pemenuhan unsur mikro biasanya dapat terpenuhi jika tanah diberi pupuk kandang secara teratur (Balitjestro 2008).

(24)

6

dan gejala kasat mata. Rekomendasi berdasarkan umur tanaman digunakan terutama pada periode tanaman belum menghasilkan buah (TBM). Awalnya, tanaman perlu dipupuk N lebih banyak agar pertumbuhan vegetatifnya optimal. Saat berumur 3 tahun, tanaman mulai memasuki transisi menuju periode menghasilkan buah/dewasa (TM) sehingga porsi P dan K ditingkatkan guna mendukung pembentukan organ generatifnya. Walaupun tanaman muda membutuhkan dosis pupuk lebih rendah, aplikasinya harus lebih sering karena jangkaun akar untuk menyerap pupuk masih sempit/terbatas. Pada umur 4 tahun ke atas, pupuk diaplikasikan dua kali setahun yaitu setelah panen dan empat bulan setelah pemupukan pertama.

Penentuan dosis pupuk pada tanaman jeruk sebaiknya berdasarkan hasil analisis daun. Analisis pada tanaman jeruk dilakukan dengan mengambil jaringan daun yang telah berkembang penuh umur 4-6 bulan diambil dari ranting terminal yang tidak menyangga bunga atau buah, kemudian dianalisis kadar unsur haranya dan dibandingkan dengan standar kecukupan hara tanaman jeruk. Secara umum analisis tanaman dapat digunakan untuk identifikasi status hara, mengkoreksi tingkat kritis, dan menduga serapan unsur hara pada tanaman tahunan. Konsep analisis daun pada tanaman jeruk dikembangkan oleh Embleton et al. (1973) (Tabel 2). Konsep nilai standar yang dikembangkan merupakan harga rata-rata kadar hara tanaman yang pertumbuhan dan produksinya baik.

Tabel 2 Standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruka

Unsur Sangat

rendah Rendah Optimum Tinggi

Sangat

Kriteria berdasarkan Embleton et al. (1973)

Nitrogen

(25)

7 Defisiensi N menggangu proses pertumbuhan, menyebabkan tanaman kerdil, menguning dan berkurangnya hasil panen berat keringnya (Gardner et al. 2008). Sedangkan gejala kelebihan N adalah memperlambat kematangan tanaman (terlalu banyak pertumbuhan vegetatif), batang-batang lemah dan mudah roboh dan mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno 2010).

Menurut Poerwanto (2003) meskipun nitrogen merupakan unsur yang paling banyak menyusun atmosfer bumi, namun jumlah nitrogen dalam tanah dalam bentuk yang tersedia hanya sedikit. Tiga bentuk nitrogen dalam tanah ialah: 1. N organik, bagian bahan organik tanah. Nitrogen dalam bentuk ini tidak segera

tersedia untuk pertumbuhan tanaman

2. N ammonium, difiksasi oleh mineral liat. Dalam bentuk ammonium yang difiksasi oleh liat, ketersediaan untuk tanaman rendah.

3. Ammonium dan ion nitrat atau senyawa terlarut yang digunakan tanaman. Menurut Hardjowigeno (2010) hilangnya N dari tanah, antara lain: digunakan oleh tanaman dan mikroorganisme, N dalam bentuk NH4+ diikat oleh mineral liat jenis illit sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman dan terjadi pencucian. N dalam bentuk NO3- (nitrat) mudah dicuci oleh air hujan (pencucian). N dapat kembali ke tanah melalui pelapukan bahan organik. Nitrogen yang berasal dari bahan organik ini dapat dimanfaatkan oleh tanaman melalui tiga tahap reaksi yang melibatkan aktivitas mikroorganisme. Tahap reaksi tersebut ialah: 1. Tahap reaksi aminisasi ialah pembentukan senyawa amino dari bahan organik

(protein) oleh bermacam-macam mikroorganisme.

2. Tahap reaksi amonifikasi ialah pembentukan amonium dari senyawa-senyawa amino oleh mikroorganisme.

3. Tahap reaksi nitrifikasi ialah perubahan senyawa amonium menjadi nitrat yang disebabkan oleh bakteri Nitrosomonas dan kemudian menjadi nitral oleh bakteri Nitrosococcus.

Fosfor

Fosfor (P) merupakan salah satu unsur makro primer yang dibutuhkan oleh tanaman. Tanaman membutuhkan unsur ini dalam jumlah banyak namun ketersediaannya dalam tanah sangat rendah. Terdapat dua bentuk P dalam tanah yaitu P organik dan P anorganik. P hadir dalam semua jaringan hidup. Terkonsentrasi di bagian-bagian tanaman yang lebih muda, bunga dan biji-bijian. P diperlukan untuk fotosintesis, pemecahan karbohidrat dan transfer energi dalam tanaman. Hal ini membantu tanaman menyimpan dan menggunakan energi dari fotosintesis untuk mengembangkan akar dan melawan stres. P terlibat dalam serapan hara dan translokasi. P juga penting untuk pembelahan sel dan pembesaran. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman berkurang ketika pasokan P terlalu rendah (Zekri dan Obreza 2013). Menurut Poerwanto (2003) P merupakan penyusun karbohidrat dan senyawa kaya N.

(26)

8

tanah dan menjadi kurang tersedia dan kurang bergerak. Pada tanah asam kuat, seperti yang ditemukan di Brasil, P bisa menjadi cepat tersedia melalui fiksasi atau imobilisasi oleh Fe dan Al. Ketersediaan fosfor juga dapat dikurangi dalam tanah berkapur melalui Ca fiksasi. Pertumbuhan berkurang ketika pasokan P terlalu rendah. P sangat mobile pada tanaman, sehingga bila kekurangan mungkin bergerak dari daun tua ke daun muda dan daerah aktif tumbuh lain di mana energi yang dibutuhkan untuk membentuk biji dan buah

Gajala kekurangan P terlihat pada pertumbuhan tanaman terhambat (kerdil), karena sel terganggu dan daun-daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun (Hardjowigeno 2010). Kekurangan P pada tanaman jeruk dapat diperbaiki dengan menerapkan pupuk P pada tanah atau dedaunan setelah mengkonfirmasikan defisiensi P menggunakan analisis daun dan analisis tanah. (Zekri dan Obreza 2013).

Kalium

Kalium (K) adalah salah satu unsur penting yang sangat dibutuhkan tanaman selain N dan P. Pada awalnya kalium tidak banyak dipakai oleh para petani, hal ini disebabkan karena unsur K banyak terdapat di dalam tanah sehingga pengaruhnya tidak terlalu terlihat pada awal penanaman. K diketahui mempengaruhi banyak reaksi enzimatik dan berkaitan dengan hampir setiap fungsi utama tanaman. K membantu mengatur pasokan karbon dioksida (CO2) untuk tanaman dengan mengendalikan pembukaan dan penutupan stomata. Hal ini meningkatkan efisiensi air tanaman dan penggunaan gula untuk pemeliharaan dan fungsi pertumbuhan yang normal. Selain itu, K bekerja untuk memindahkan gula dari fotosintesis ke penyimpanan lainnya. K bekerja dengan fosfor (P) untuk merangsang dan memelihara pertumbuhan akar tanaman dan merangsang sintesis protein dari asam amino (Zekri dan Obreza 2013). K meningkatkan kesehatan tanaman, ketahanan terhadap penyakit, dan toleransi terhadap nematoda dan serangga. Laju fotosintesis turun tajam ketika tanaman kekurangan K (Gardner et al. 2008).

(27)

9 Pasokan N dan P yang relatif tinggi dan yang rendah K, pertumbuhan mungkin cepat pada awalnya, tetapi konsentrasi K dalam tanaman dapat menurun, yang menyebabkan defisiensi. Defisiensi K dapat diperbaiki dengan memberikan kalium klorida atau kalium sulfat ke dalam tanah. Namun, dalam tanah bertekstur halus, salin, atau berkapur, aplikasi K ke tanah kadang-kadang tidak efektif atau lambat untuk memperbaiki kekurangan K. Aplikasi kalium nitrat atau mono-kalium fosfat melalui daun dapat sangat efektif dan cepat untuk memperbaiki kekurangan K. Aplikasi penyemprotan K pada daun telah ditunjukkan untuk meningkatkan ukuran buah. Aplikasi penyemprotan potasium nitrat (KNO3) pada daun, lebih cepat dibandingkan dengan pupuk yang diaplikasikan ke tanah, karena serapan tanaman jauh lebih cepat, tetapi efek positif berlangsung dalam waktu yang lebih singkat (Zekri dan Obreza 2013).

Pupuk Kandang

Menurut Prasetyo dan Suriadikarta (2006) pemberian berbagai jenis dan takaran pupuk kandang (sapi, ayam, dan kambing) dapat memperbaiki sifat fisik tanah Ultisol. Menurut Sugiyatno et al. (2010) bahwa penggunaan pupuk organik dari kotoran kambing sebagai substitusi pupuk kandang sapi tidak memberikan pengaruh pada perkembangan generatif tanaman jeruk selama 6 bulan.

Kandungan bahan organik di lahan pertanian biasanya rendah (C<2%), kecuali tanah organik. Kadar C organik yang ideal untuk kebun jeruk adalah 3 sampai dengan 5%. Penambahan pupuk kandang per bahan organik secara teratur dapat meningkatkan C organik tanah yang berguna memperbaiki kesuburan fisik, kimia maupun biologi tanah, serta sebagai sumber unsur hara makro dan mikro. Tanaman berumur 1 sampai dengan 4 tahun diberi pupuk kandang sebanyak 20 sampai dengan 40 kg per pohon dan selanjutnya sebanyak 40 sampai dengan 60 kg per pohon. Kotoran sapi merupakan salah satu jenis pupuk kandang yang baik untuk memenuhi kebutuhan unsur mikro. Kasus munculnya gejala defisiensi unsur mikro biasanya tidak ditemukan di kebun yang diberi kotoran sapi pada setiap akhir musim kemarau. Sebaliknya jika diberi kotoran ayam berlebihan dapat menyebabkan defisiensi Zn karena kotoran ayam mengandung P tinggi (Balitjestro 2008).

Pelengkungan Cabang

(28)

10

pergerakan karbohidrat dari tajuk ke akar, sehingga diasumsikan menguntungkan bagi pembentukan tunas bunga dan merangsang pertumbuhan tunas baru yang kuat. Hasil penelitian Notodimedjo (1994) menunjukkan bahwa pelengkungan cabang dengan disertai defoliasi buatan pada apel dapat meningkatkan persentase kuncup apel yang membuka baik di musim hujan maupun kemarau.

Klasifikasi Lahan Rawa

Lahan rawa merupakan suatu alternatif untuk menggantikan lahan pertanian di Jawa yang telah mengalami konversi untuk pemukiman dan industri. Pemberdayaan lahan rawa yang merupakan lahan marginal harus dilandasi dengan kajian yang cermat dan penerapan teknologi yang sesuai, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan tidak menurunkan kualitas lingkungan. Pengembangan lahan dianggap mendesak untuk mengantisipasi kekurangan bahan pangan dan pengembangan bahan bakar nabati. Hutan rawa tropika di Kalimantan memiliki keanekaragaman hayati dan merupakan sumber plasma nutfah yang potensial

(Tim Sintesis Kebijakan 2008).

Lahan rawa yang berada di daratan dan menempati posisi peralihan antara sungai atau danau dan tanah datar (uplands), ditemukan di depresi, dan cekungan-cekungan di bagian terendah pelembahan sungai, di dataran banjir sungai-sungai besar, dan di wilayah pinggir danau. Mereka tersebar di dataran rendah, dataran berketinggian sedang, dan dataran tinggi. Lahan rawa yang tersebar di dataran berketinggian sedang dan dataran tinggi, umumnya sempit atau tidak luas, dan terdapat setempat-setempat. Lahan rawa yang terdapat di dataran rendah, baik yang menempati dataran banjir sungai maupun yang menempati wilayah dataran pantai, khususnya di sekitar muara sungai-sungai besar dan pulau-pulau deltanya adalah yang dominan. Pada kedua wilayah terakhir ini, karena posisinya bersambungan dengan laut terbuka, pengaruh pasang surut dari laut sangat dominan, di bagian muara sungai dekat laut, pengaruh pasang surut sangat dominan, dan ke arah hulu atau daratan, pengaruhnya semakin berkurang sejalan dengan semakin jauhnya jarak dari laut. Berdasarkan pengaruh air pasang surut, khususnya pasang besar (spring tides) dimusim hujan, bagian aliran sungai di bagian bawah (down stream area) dapat dibagi menjadi 3 zona. Ketiga zona wilayah rawa tersebut adalah : zona I : wilayah rawa pasang surut air asin/payau, zona II : wilayah rawa pasang surut air tawar, zona III : wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut (BBSDLP 2006). Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan lahan rawa adalah kemasaman tanah yang tinggi, serta ketersediaan unsur hara dalam tanah relatif rendah. Oleh sebab itu, ameliorasi dan pemupukan merupakan komponen penting untuk memecahkan masalah tersebut (Balittra 1998).

(29)

11 drainase, dan dalam perkembangannya, pengelolaan air, peningkatan kesuburan dan produktivitas merupakan masalah utama yang harus diatasi (Tim Sintesis Kebijakan 2008). Pengembangan lahan rawa ke depan, diperlukan tindakan yang cukup berhati-hati, akibatnya dari sifat fisik dan kimia tanah yang khas (Sudana 2005).

Penggunaan lahan rawa yang bertopografi datar untuk tanaman pangan lahan kering umumnya dengan menerapkan sistem ’surjan’. Dalam sistem ini, lahan secara bersamaan dimanfaatkan untuk padi sawah (pada tabukan) dan tanaman lahan kering (pada pematang). Tujuan utamanya adalah untuk memanfaatkan lahan secara optimal melalui pengelolaan air yang tepat. Pengembangan surjan memberikan keuntungan komparatif berupa: (1) produksi lebih stabil, terutama untuk tanaman padi; (2) pengelolaan tanah dan pemeliharaan tanaman lebih murah; (3) intensitas tanaman lebih tinggi; dan (4) kemungkinan diversifikasi lebih besar. Pembuatan surjan di lahan rawa perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu kedalaman lapisan bahan sulfidik (pirit), tipe luapan air, ketebalan gambut, dan peruntukan lahan atau jenis komoditas yang akan dikembangkan (Tim Sintesis Kebijakan 2008).

3

METODE

Penelitian dilaksanakan di kebun jeruk petani Desa Padang Pengrapat, Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser Kalimantan Timur, pada lahan rawa dengan ketinggian tempat ± 15 m dpl, pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Maret 2014. Analisis karbohidrat dan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Service SEAMEO BIOTROP Bogor.

Kondisi Lokasi Penelitian

(30)

12

Gambar 1. Pohon jeruk keprok Borneo Prima yang ditanam di pematang sawah.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri atas 2 percobaan dengan waktu pelaksanaan yang bersamaan (Paralel). Percobaan 1 yaitu percobaan pelengkungan cabang dan dosis pupuk kandang. Percobaan 2 yaitu percobaan dosis pupuk N, P, dan K. Metode dan pelaksanaan sebagai berikut :

Percobaan 1

Rancangan percobaan yang diterapkan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Denah percobaan 1 di lapang (Lampiran 1). Perlakuan yang diterapkan terdiri atas dua faktor yaitu pelengkungan cabang dan dosis pupuk kandang. Perlakuan pelengkungan cabang terdiri atas 2 taraf antara lain:

1. A1 = tidak dilengkungkan 2. A2 = dilengkungkan

Perlakuan dosis pupuk kandang terdiri atas 4 taraf antara lain: 1. K1 = kontrol

2. K2 = pupuk kandang dosis 40 kg per tanaman 3. K3 = pupuk kandang dosis 60 kg per tanaman 4. K4 = pupuk kandang dosis 80 kg per tanaman

Tiap perlakuan diulang 3 kali. Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 2 tanaman sampel sehingga total terdapat 48 tanaman pada percobaan 1. Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang sapi

Percobaan 2

Rancangan percobaan yang diterapkan adalah adalah rancangan acak kelompok (RAK). Denah percobaan 2 di lapang (Lampiran 2). Perlakuan yang diterapkan terdiri atas 3 faktor yaitu dosis pupuk N, P, dan K.

Perlakuan dosis pupuk N terdiri atas 5 taraf antara lain: 1. N1 = kontrol

(31)

13 5. N5 = N 180 g per tanaman

Perlakuan dosis pupuk P terdiri atas 2 taraf antara lain: 1. P1 = kontrol

2. P2 = P 36 g per tanaman

Perlakuan dosis pupuk K terdiri atas 2 taraf antara lain: 1. K1 = kontrol

2. K2 = K 165 g per tanaman

Tiap perlakuan diulang 3 kali. Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 2 tanaman sampel sehingga total terdapat 120 tanaman pada percobaan 2. Pupuk N yang digunakan adalah pupuk urea, pupuk P yang digunakan adalah TSP, dan pupuk K yang digunakan adalah KCl (g per tanaman).

Model linear aditif dari rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Yijkl = µ + Ki+αj+ k+ l + (α )jk+ (α )jl+ ( )kl + (α )jkl + εijkl

Keterangan:

i = 1, 2, 3; j = 1, 2, 3; k = 1, 2, 3

Yijkl = nilai pengamatan dari kelompok ke-i yang memperoleh taraf ke-j dari faktor dosis N , taraf ke-k dari faktor dosis pupuk P dan taraf ke-l dari faktor dosis pupuk K

µ = rataan umum

Ki = pengaruh kelompok ke-i

αj = pengaruh perlakuan dosis pupuk N taraf ke-j k = pengaruh perlakuan dosis pupuk P taraf ke-k l = pengaruh perlakuan dosis pupuk P taraf ke-l

(α )jk = pengaruh interaksi antara perlakuan dosis pupuk N taraf ke-j dan dosis pupuk P taraf ke-k

(α )jl = pengaruh interaksi antara perlakuan dosis pupuk N taraf ke-j dan dosis pupuk K taraf ke-l

( )kl = pengaruh interaksi antara perlakuan dosis pupuk P taraf ke-k dan dosis pupuk K taraf ke-l

(α )jkl = pengaruh interaksi antara perlakuan dosis pupuk N taraf ke-j, dosis pupuk P taraf ke-k dan dosis pupuk K taraf ke-l

εijkl = pengaruh acak dari kelompok ke-i yang memperoleh taraf ke-j faktor dosis pupuk N, taraf ke-k faktor dosis pupuk P dan taraf ke-l faktor dosis pupuk K

Pelaksanaan Percobaan Persiapan

(32)

14

Aplikasi pelengkungan cabang dan pupuk kandang

Pelengkungan cabang yang dilaksanakan pada 11 Oktober 2013. Proses pelengkungan cabang saat penelitian yaitu (1) Tanaman jeruk Borneo Prima yang telah berumur 5 tahun dan bebas dari hama dan penyakit, khususnya pada batang, (2) Pelengkungan cabang dilakukan dengan cara menarik cabang yang telah diikat tali nilon yang berukuran 4 mm, pada ¾ dari panjang cabang yang akan dilengkungkan kearah tanah hingga merunduk dan ujung tali nilon yang satunya diikatkan ke patok yang ditancapkan di tanah agar cabang tidak kembali ke bentuk semula, (3) Semua cabang primer diperlakukan pelengkungan cabangnya dan (4) Tanaman jeruk Borneo Prima telah dilengkungkan cabangnya (Gambar 2). Pelengkungan cabang tanaman jeruk harus dikerjakan minimal 2 orang, hal ini untuk mencegah cabang patah atau rusak saat penarikan cabang. Alur pelaksanaan percobaan 1 terlampir pada Lampiran 3. Aplikasi pupuk kandang dilaksanakan pada 14 Oktober 2013. Pupuk kandang diaplikasikan 1 kali sesuai dengan dosis perlakuan 0, 40, 60 dan 80 kg per tanaman. Pemberian pupuk kandang dengan cara dibenamkan di dalam tanah secara merata di pematang di bawah tajuk

Gambar 2 Proses pelengkungan cabang

Aplikasi pupuk N, P, dan K

Aplikasi pupuk nitrogen diaplikasikan 3 kali yaitu (1) Saat tanaman belum berbunga yaitu ¼ dari dosis nitrogen pada 15 Oktober 2013, (2) saat berbunga pada 42 HSP (hari setelah perlakuan) dengan pemberian ¼ dari dosis nitrogen dan (3) setelah 85 HSP dengan pemberian ½ dari dosis. Pupuk fosfor diaplikasikan 1 kali secara keseluruhan saat tanaman belum berbunga pada 15 Oktober 2013. Pupuk kalium diaplikasikan 3 kali yaitu (1) saat tanaman belum berbunga yaitu ¼ dari dosis kalium pada 15 Oktober 2013, (2) saat berbunga pada 42 HSP dengan pemberian ½ dari dosis kalium dan (3) setelah 85 HSP dengan pemberian ¼ dari dosis. Alur pelaksanaan percobaan 2 terlampir pada Lampiran 4.

1

2

(33)

15 Pengamatan

Pertumbuhan Vegetatif

Pengamatan terhadap tanggap morfologi tanaman dilakukan mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan Maret 2014 pada beberapa peubah sebagai berikut:

1. Jumlah tunas baru yang muncul (buah).

Pengamatan dilakukan setelah tunas pecah dan keluar bakal daun. Tunas yang diamati adalah semua tunas yang muncul dari cabang primer sampai ke tajuk terluar. Jumlah tunas baru diamati setiap 15 hari.

2. Total panjang tunas baru per pohon (cm).

Pengukuran panjang tunas dihitung dari pangkal tunas sampai ujung titik tumbuh. Pengamatan dilakukan setiap 15 hari dan penggukuran panjang tunas menggunakan penggaris. Total panjang tunas baru per pohon dihitung dengan mengalikan jumlah tunas baru dengan panjang tunas rata-rata. Metode pengamatan ini berdasarkan pada Rahayu (2014).

3. Total daun baru per pohon.

Perhitungan jumlah daun tiap tunas dilakukan pada daun yang telah terbuka sempurna pada setiap tunas. Pengamatan dilakukan setiap 15 hari. Total daun baru per pohon dihitung dengan mengalikan jumlah tunas baru dengan jumlah daun baru rata-rata. Metode pengamatan ini berdasarkan pada Rahayu (2014).

Pertumbuhan Generatif 1. Jumlah bunga

Dihitung jumlah kuncup bunga yang muncul di setiap tanaman dan diamati setiap 15 hari.

2. Jumlah buah (buah)

Dihitung jumlah buah yang terbentuk setiap tanaman dan diamati setiap setiap 15 hari.

Analisis Kimia

1. Analisis kandungan karbohidrat

Analisis kandungan karbohidrat dilakukan dengan menggunakan metode Luff-Schoorl (Lampiran 5).

2. Analisis kandungan nitrogen

Analisis kandungan nitrogen dilakukan dengan menggunakan metode Semimikro Kjeldhal (Lampiran 6).

3. Analisis tanah

(34)

16

Analisis Data

Data hasil pengamatan diuji dengan sidik ragam menggunakan program SAS (Statistical Analysis System). Percobaan 1 dilakukan uji t pada taraf nyata 5%. Sedangkan percobaan 2 pada hasil pengujian analisis ragam nyata, maka akan dilanjutkan dengan pemisahan nilai tengah menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) dan untuk membandingkan nilai tengah antar perlakuan (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 1 Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Pelengkungan Cabang pada Periode Transisi terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif

Pertumbuhan Vegetatif

(35)

17 Tabel 3 Pengaruh dosis pupuk kandang dan pelengkungan cabang terhadap jumlah

tunas baru

Perlakuan 15 30 45 60

(HSP)

... Jumlah tunas barua ... Dosis pupuk kandang (kg)

0 13.36 43.86 50.33 52.16

40 10.02 50.11 60.47 61.36

60 12.02 36.52 51.25 55.63

80 12.30 46.47 55.86 58.97

Pelengkungan cabang

Tidak dilengkungkan 1.43 b 13.50 b 27.33 b 30.45 b Dilengkungkan 22.43 a 74.98 a 81.65 a 83.61 a a

angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), HSP: Hari Setelah Perlakuan.

Tunas yang tumbuh dari hasil pelengkungan cabang ada tiga jenis tunas yaitu tunas vegetatif juvenil, tunas vegetatif dewasa dan tunas campuran vegetatif generatif. Tunas vegetatif juvenil memiliki ukuran tunas awal lebih besar, panjang tunas 24-57 cm, jumlah daun 16-34 dan bentuk batang tunas bersudut dan kadang berduri. Tunas vegetatif dewasa ialah tunas yang nantinya menjadi tempat keluarnya bunga, panjang tunas 5-23 cm, jumlah daun 4-15 dan bentuk batang tunas bulat. Tunas campuran vegetatif generatif ialah tunas yang pada awalnya menghasilkan daun dan pada ujungnya menghasilkan bunga (Gambar 3). Data panjang tunas vegetatif juvenil maupun panjang tunas vegetatif dewasa pada tanaman jeruk keprok Borneo Prima yang dilengkungkan cabangnya dan yang tidak dilengkungkan cabangnya pada (Lampiran 7).

(a) (b) (c)

Gambar 3 (a) tunas vegetatif juvenil, (b) tunas vegetatif dewasa, dan (c) tunas campuran vegetatif generatif.

(36)

18

Total panjang tunas baru dan total daun baru per pohon. Pelengkungan cabang berpengaruh nyata terhadap total panjang tunas baru per pohon (Tabel 4) dan total daun baru per pohon (Tabel 5) pada 15 sampai dengan 60 HSP. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pelengkungan cabang menghasilkan total panjang tunas baru yang lebih panjang dan total daun baru lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak dilengkungkan. Pelengkungan cabang membuat cabang dan tajuk terbuka, sehingga daun tidak saling ternaungi. Menurut Taiz dan Zeiger (2006) daun merupakan organ source yang memproduksi fotosintat yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Meskipun demikian, tidak semua daun bisa dikatakan sebagai source, karena daun yang efektif memproduksi fotosintat adalah daun dewasa dan tidak ternaungi cahaya matahari.

Tanaman jeruk keprok yang tidak dilengkungkan cabangnya, mempunyai tunas baru yang cenderung terbentuk di bagian atas dan tidak menyebar, sehingga tajuk menjadi lebih rapat dan banyak daun ternaungi. Kodisi tajuk yang rapat, menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus ke bagian dalam tajuk tanaman, sehingga kondisi tanaman dan tajuk menjadi lembab yang dapat meningkatkan serangan hama dan terutama penyakit. Menurut Gardner et al. (2008) bahwa tunas-tunas yang panjang pada tanaman muda akan menyebabkan tanaman lebih rimbun sehingga tunas dan daun saling menaungi.

Tabel 4 Pengaruh dosis pupuk kandang dan pelengkungan cabang terhadap total panjang tunas baru per pohon

angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), HSP: Hari Setelah Perlakuan.

(37)

19

angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), HSP: Hari Setelah Perlakuan.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa dosis pupuk kandang yang diberikan belum berpengaruh nyata pada semua peubah petumbuhan vegetatif dan generatif pada 15 sampai 90 HSP. Tidak terdapat interaksi antara dosis pupuk kandang dan pelengkungan cabang pada semua peubah pertumbuhan vegetatif (Lampiran 8). Menurut Sugiyatno et al. (2010) bahwa penggunaan pupuk organik dari kotoran kambing sebagai substitusi pupuk kandang sapi tidak memberikan pengaruh pada perkembangan generatif tanaman jeruk selama 6 bulan.

Hasil analisis tanah awal (sebelum pemberian pupuk kandang) dan dosis lambat. Ketersediaan unsur P terutama dipengaruhi oleh tingkat kemasaman tanah. Reaksi tanah di lokasi penelitian tergolong masam sehingga kelarutan P rendah. Unsur P bereaksi dengan Al atau Fe membentuk besi fosfat atau aluminium fosfat sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Menurut Hardjowigeno (2010) dalam tanah masam banyak unsur P baik yang telah berada di dalam tanah, maupun yang diberikan ke tanah sebagai pupuk (misalnya pupuk TSP) terikat oleh unsur-unsur Al dan Fe sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman.

Kandungan liat yang tinggi dalam tanah juga dapat menyebabkan unsur hara terjerap kuat. Liat memiliki muatan negatif sehingga berikatan dengan kation misalnya Ca2+, Mg2+, dan K+. Menurut Hardjowigeno (2010) kalium yang tidak dapat dipertukarkan, diikat (difiksasi) oleh mineral liat.

(38)

20

dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah seperti permeabilitas tanah, porositas tanah, struktur tanah, daya menahan air dan kation-kation tanah.

Pertumbuhan Generatif

Jumlah bunga per cabang. Awal munculnya bunga merupakan proses transisi dari fase vegetatif ke fase generatif. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman yang cabangnya dilengkungkan menghasilkan bunga, sedangkan yang tidak dilengkungkan tidak berbunga. Tanaman jeruk keprok Borneo Prima pada perlakuan pelengkungan cabang mulai berbunga pada 30 HSP dan berhenti berbunga pada 75 HSP (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh dosis pupuk kandang dan pelengkungan cabang terhadap jumlah bunga per cabang

angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), HSP: Hari Setelah Perlakuan.

Tanaman jeruk keprok Borneo Prima yang dilengkungkan cabangnya, pergerakan karbohidrat dari daun ke akar terhambat, sehingga menyebabkan akumulasi karbohidrat di tajuk. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis kandungan karbohidrat pada daun jeruk keprok Borneo Prima, di mana tanaman yang dilengkungkan cabangnya mengalami peningkatan karbohidrat. Menurut Thamrin et al. (2013) terhambatnya pergerakan hasil fotosintesis dari daun ke akar, sehingga terjadi penumpukan karbohidrat dan selanjutnya digunakan untuk pembungaan pada jeruk Pamelo. Penelitian Yamanishi dan Hasegawa (1995) menunjukan bahwa kandungan karbohidrat tinggi di daun akan merangsang tanaman untuk berbunga dan membentuk buah.

(39)

21 menyatakan bahwa rasio C/N tinggi merupakan faktor pendorong tanaman untuk berbunga. Menurut Yulianto et al. (2008), rasio C/N yang tinggi mengakibatkan penumpukan karbohidrat yang merangsang pembentukan bunga dan buah kelengkeng.

Pemberian dosis pupuk kandang pada tanaman jeruk keprok Borneo Prima secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per cabang pada 75 HSP dan jumlah buah per cabang pada 90 HSP, namun terlihat ada indikasi peningkatan jumlah bunga dan jumlah buah per cabang pada pemberian pupuk kandang dari dosis 0 sampai dengan 80 kg per tanaman. Pengaruh linier menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis pupuk kandang, maka jumlah bunga per cabang dan buah per cabang semakin meningkat (Gambar 4). Menurut Balitjestro (2008) penambahan pupuk kandang/bahan organik secara teratur dapat meningkatkan C organik tanah yang berguna memperbaiki kesuburan fisik, kimia maupun biologi tanah, serta sebagai sumber unsur hara makro dan mikro. Tanaman berumur 1 sampai dengan 4 tahun diberi pupuk kandang sebanyak 20 sampai dengan 40 kg per pohon dan selanjutnya sebanyak 40 sampai dengan 60 kg per pohon. Kotoran sapi merupakan salah satu jenis pupuk kandang yang baik untuk memenuhi kebutuhan unsur mikro.

Gambar 4 Kurva dan persamaan regresi respon jumlah bunga per cabang pada 75 HSP (a), dan jumlah buah per cabang pada 90 HSP (b) terhadap peningkatan taraf dosis pupuk kandang

Bunga pertama muncul dari cabang atau tunas yang terletak di bagian dalam tajuk lalu diikuti tajuk yang terletak di luar. Hal ini dikarenakan pelengkungan cabang akan menghambat aliran fotosintat ke akar sehingga terjadi penumpukan di daerah tajuk. Daerah tajuk yang berada di dalam yang akan menerima aliran fotosintat lebih banyak, sehingga tunas yang berada di daerah dalam akan menjadi sink yang lebih kuat.

Prosedur pemangkasan jeruk siam dilakukan pada cabang atau tunas yang terletak di bagian dalam. Pemangkasan tersebut bertujuan untuk membuang cabang-cabang negatif. Namun untuk jeruk keprok Borneo Prima yang dilengkungkan cabangnya, teknik pemangkasan tersebut tidak tepat. Hal ini dikarenakan tunas-tunas yang muncul dari dalam tajuk sebagian besar adalah tunas dewasa yang akan menghasilkan bunga, sehingga sebaiknya tunas tidak

(40)

22

dipangkas; sebagian lainnya adalah tunas juvenil dan tunas yang lemah yang boleh dipangkas. Tunas yang lemah adalah tunas yang dianggap pertumbuhannya berada di dalam. Sehingga perlu berhati-hati untuk melakukan pemangkasan pada tanaman jeruk keprok Borneo Prima. Menurut (Balitjestro 2005) standar operasional produksi pada pemangkasan jeruk keprok yaitu pemangkasan pada cabang-cabang yang petumbuhannya beradah di dalam dan mengarah ke dalam. Pemangkasan ini bertujuan untuk mempertahankan iklim mikro ideal di sekitar tanaman dengan mininal 30% sinar matahari dapat menembus ke bagian dalam tajuk tanaman, sehingga kondisi tanaman dan kebun tidak terlalu lembab yang dapat mengurangi tingkat serangan hama dan terutama penyakit.

Jumlah buah per cabang. Pelengkungan cabang berpengaruh nyata terhadap jumlah buah. Tanaman mulai terbentuk buah pada 45 HSP, sedangkan tanaman yang tidak dilengkungkan cabangnya tidak menghasilkan bunga dan buah (Tabel 7). Pelengkungan cabang menyebabkan tajuk tanaman menjadi terbuka. Tajuk tanaman yang terbuka menyebabkan sinar matahari masuk dan daun tidak ternaungi. Semakin banyak cahaya matahari yang diterima oleh daun, semakin banyak karbohidrat yang dibentuk pada fotosintesis. Pelengkungan cabang mengakibatkan terjadinya penimbunan karbohidrat. Karbohidrat tersebut digunakan untuk pembentukan dan perkembangan buah. Menurut Poerwanto dan Susila (2014) pohon yang dibiarkan tidak dipangkas untuk periode yang lama, kanopinya merimbun dan membatasi masuknya cahaya, sehingga daun pada cabang-cabang yang ternaungi berfotosintesis tepat di atas titik kompensasi cahaya, menyebabkan pembentukan kuncup bunga menurun dan buahnya berkualitas rendah.

Tabel 7 Pengaruh dosis pupuk kandang dan pelengkungan cabang terhadap jumlah buah per cabang

angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), HSP: Hari Setelah Perlakuan.

(41)

23 Kandungan karbohidrat, nitrogen dan rasio C/N. Hasil analisis kandungan karbohidrat pada daun jeruk Keprok Borneo Prima menunjukkan bahwa pelengkungan cabang memiliki kandungan karbohidrat 14.95% lebih tinggi dibandingkan dengan tidak dilengkungkan 10.68%, sedangkan kandungan karbohidrat awal sebelum perlakuan adalah 4.93% (Tabel 8). Tingginya kandungan karbohidrat daun jeruk keprok Borneo Prima yang dilengkungkan cabangnya berhubungan dengan penumpukan karbohidrat di daerah tajuk. Menurut Poerwanto dan Irdiastuti (2005) terhambatnya pergerakan hasil fotosintesis dari daun ke akar, sehingga terjadi penumpukan karbohidrat dan selanjutnya digunakan untuk pembungaan rambutan.

Hasil analisis kandungan nitrogen pada daun jeruk yang tidak dilengkungkan cabangnya (2.75%), yang dilengkungkan cabangnya (1.75%), dan sebelum perlakuan (1.33%) (Tabel 8). Menurut Embleton et al. (1973) standar kecukupan unsur hara nitrogen 2.75% tergolong tinggi, sedangkan 1.33% dan 1.75% tergolong sangat rendah pada daun tanaman jeruk (Tabel 2). Kandungan nitrogen yang rendah berhubungan dengan pembungaan, karena nitrogen yang rendah akan meningkatkan rasio C/N. Kandungan rasio C/N yang tinggi dibutuhkan dalam pembentukan bunga.

Tabel 8 Kandungan karbohidrat, nitrogen dan rasio C/Na.

Aplikasi Karbohidrat (%) Nitrogen (%) C/N (%)

Sebelum perlakuan 4.93 c 1.33 b 3.70 b

Perlakuan

Tidak dilengkungkan 10.68 b 2.75 a 3.88 b

Dilengkungkan 14.95 a 1.75 ab 8.54 a

a

angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), HSP: Hari Setelah Perlakuan.

(42)

24

Percobaan 2 Pengaruh Pemupukan N, P, dan K pada Periode Transisi terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif

Pertumbuhan Vegetatif

Jumlah tunas baru. Interaksi antara pupuk N, P dan K pada jumlah tunas baru berpengaruh nyata pada 30 sampai dengan 60 HSP (Lampiran 10). Pada pengamatan 30 sampai dengan 60 HSP menunjukkan bahwa, pemberian pupuk N sampai dengan 90 g per tanaman belum meningkatkan jumlah tunas baru, meskipun diberi pupuk P sebanyak 36 g per tanaman dan atau K 165 g per tanaman. Peningkatan jumlah tunas baru terjadi bila dosis N ditingkatkan menjadi 135 g per tanaman dengan penambahan pupuk P sebanyak 36 g per tanaman dengan atau tanpa penambahan pupuk K 165 g per tanaman. Hal ini mulai nampak pada 45 sampai 60 HSP. Peningkatan dosis N hingga 180 g per tanaman tidak berpengaruh lagi terhadap jumlah tunas baru, meskipun diberi pupuk P atau K (Tabel 9).

Tabel 9 Interaksi antara dosis pupuk N, P dan K terhadap jumlah tunas baru Dosis pupuk (g per tanaman)

angka yang diikuti huruf yang sama pada umur yang sama (HSP) menunjukkan hasil yang tidak

berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf α 5%, HSP: Hari Setelah Perlakuan.

(43)

25 Marschner (2012) peranan fosfor (P) memacu perkembangan perakaran tanaman, meningkatkan penggunaan dan pengangkutan hara tanaman yang berpengaruh pada produksi tanaman. Hal ini menunjukkan adanya saling mempengaruhi antara pupuk N, P dan K terhadap jumlah tunas baru.

Total panjang tunas baru per pohon. Pemberian N sampai dengan 180 g per tanaman belum berpengaruh nyata terhadap total panjang tunas baru per pohon pada 15 sampai dengan 30 HSP. N mulai berpengaruh nyata terhadap total panjang tunas baru per pohon pada 45 sampai dengan 60 HSP. Pada 45 HSP, pemberian N sampai dengan 135 g per tanaman tidak berpengaruh terhadap peningkatan total panjang tunas baru per pohon, dan jika N ditingkatkan menjadi 180 g per tanaman nyata menghasilkan total panjang tunas baru per pohon lebih besar dibandingkan dengan kontrol (0 g N), namun pada 60 HSP, pemberian N 45 g per tanaman telah mampu meningkatan total panjang tunas baru per pohon dibandingkan dengan kontrol. Penambahan total panjang tunas baru per pohon masih terus meningkat dengan pemberian N 135 g per tanaman. Pemberian pupuk P belum berpengaruh nyata terhadap total panjang tunas baru per pohon pada 15 sampai dengan 30 HSP dan mulai berpengaruh nyata pada 45 sampai dengan 60 HSP. Pada 45 sampai dengan 60 HSP pemberian P 36 g per tanaman memiliki total panjang tunas baru per pohon lebih besar dibandingkan dengan kontrol (0 g P). Pemberian pupuk K sampai dengan 165 g per tanaman tidak meningkatkan total panjang tunas baru per pohon pada 15 sampai dengan 60 HSP (Tabel 10). Tabel 10 Pengaruh dosis pupuk N, P dan K terhadap total panjang tunas baru per

pohon

angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), HSP: Hari Setelah Perlakuan.

(44)

26

umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang, dan akar. Pertumbuhan panjang tunas terjadi di dalam meristem. Pemanjangan tunas terjadi karena meningkatnya jumlah sel. Seperti telah dijelaskan sebelumnya di atas bahwa meningkatnya sel-sel dikarenakan adanya pembelahan sel-sel atau sel-sel-sel-sel baru yang terbentuk. Bahan penting penyusun asam amino berasal dari nitrogen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardjowigeno (2010) bahwa nitrogen merupakan unsur hara yang sangat berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman, pada fase vegetatif terjadi pembentukan sel baru, pembesaran dan perpanjangan sel.

Total daun baru per pohon. Pemberian N sampai dengan 180 g per tanaman belum berpengaruh nyata terhadap total daun baru per pohon pada 15 sampai dengan 30 HSP. N mulai berpengaruh nyata terhadap total daun baru pada 45 sampai dengan 60 HSP. Pada 45 HSP, pemberian N sampai dengan 135 g per tanaman tidak berpengaruh terhadap peningkatan total daun baru, dan jika N ditingkatkan menjadi 180 g per tanaman nyata meningkatkan total daun baru lebih besar dibandingkan dengan kontrol (0 g N), namun pada 60 HSP, pemberian N 90 g per tanaman telah mampu meningkatan jumlah daun baru per pohon dibandingkan dengan kontrol. Penambahan total daun baru per pohon masih terus meningkat dengan pemberian N 135 g per tanaman. Pemberian pupuk P belum berpengaruh nyata terhadap total daun baru per pohon pada 15 sampai dengan 30 HSP dan mulai berpengaruh nyata pada 45 sampai dengan 60 HSP. Pemberian pupuk P 36 g per tanaman meningkatkan total daun baru per pohon dibandingkan dengan kontrol pada 45 HSP dan masih terlihat pengaruhnya hingga 60 HSP. Pemberian pupuk K sampai dengan 165 g per tanaman tidak meningkatkan total daun baru per pohon pada 15 sampai dengan 60 HSP (Tabel 11).

Tabel 11 Pengaruh dosis pupuk N, P dan K terhadap total daun baru per pohon Dosis pupuk

angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), HSP: Hari Setelah Perlakuan.

(45)

27 Nitrogen (N) merupakan bahan penting penyusun asam amino dan berfungsi untuk pembelahan sel dan pembesaran sel. Ketika pucuk atau tunas memanjang, meristem apikal akan menginisiasi daun bertambah. Perkembangan ini menyebabkan pembelahan dan pembesaran sel. Pembelahan sel berlangsung sampai ukuran daun mengembang penuh. Menurut Ashkevari et al. (2013) pemberian nitrogen dan fosfor dapat meningkatkan jumlah daun jeruk. Pupuk kalium (K) tidak berpengaruh nyata pada total daun baru per pohon, diduga pupuk K terikat oleh mineral liat yang bermuatan negatif, sehingga kurang tersedia bagi tanaman. Hal ini dibuktikan melalui analisis daun dan tanah. Hasil analisis kandungan hara K pada daun 0.64%. Menurut Embleton et al. (1973) standar kecukupan hara K pada daun jeruk 0.64% tergolong rendah. Hasil analisis tanah menunjukkan kandungan K total pada tanah tergolong sangat tinggi (Lampiran 11). Walaupun K dalam di tanah tergolong tinggi namun tidak dapat dipertukarkan karena terikat oleh mineral liat, sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Menurut Hardjowigeno (2010) K yang tidak dapat dipertukarkan, diikat (difiksasi) oleh mineral liat.

Pertumbuhan Generatif

Jumlah bunga per cabang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis pupuk N sampai dengan 180 g per tanaman, P sampai dengan 36 g per tanaman dan K sampai dengan 165 g per tanaman tidak meningkatkan jumlah bunga per cabang pada 45 sampai dengan 75 HSP (Tabel 12).

Tabel 12 Pengaruh dosis pupuk N, P dan K terhadap jumlah bunga per cabang Dosis pupuk

angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), HSP: Hari Setelah Perlakuan.

(46)

28

pupuk tanaman padi. Kondisi nitrogen yang melimpah, pertumbuhan vegetatif menjadi lebih tinggi sedangkan pembentukan bunga berkurang (pertumbuhan generatif). Menurut Zekri dan Obreza (2013), nitrogen (N) diserap tanaman cukup banyak pada awal pertumbuhan dan cenderung menurun pada tahap selanjutnya, kelebihan nitrogen pada akhir pertanaman akan menyebabkan penundaan pembungaan, sedangkan fosfor (P) berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar, bunga dan pemasakan buah. Ketersediaan pupuk nitrogen dari residu pupuk nitrogen tanaman padi yang mempengaruh C/N rasio tanaman jeruk menjadi rendah. Menurut Janick (1963) inisiasi bunga diatur oleh hubungan antara kandungan karbohidrat dan nitrogen (nisbah C/N) pada tanaman. Nisbah C/N yang tinggi dapat menginduksi pembungaan, sedangkan bila nisbah C/N rendah tanaman akan lebih mengarah pada pertumbuhan vegetatif.

Jumlah buah per cabang. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pupuk N sampai dengan 180 g per tanaman, P sampai dengan 36 g per tanaman dan K sampai dengan 165 g per tanaman belum meningkatkan jumlah buah per cabang pada 45 sampai dengan 90 HSP (Tabel 13). Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kondisi di lapang menyebabkan pemupukan N, P, dan K menjadi tidak berpengaruh nyata pada jumlah buah per cabang. Hal ini dikarenakan kebutuhan pupuk pada tanaman jeruk keprok Borneo Prima telah terpenuhi dari residu pemupukan padi. Sehingga tanaman kontrol maupun tanaman yang diberikan perlakuan dosis pupuk tidak ada perbedaan yang nyata. Menurut Zekri dan Obreza (2013) fosfor sangat mobile pada tanaman, sehingga bila kekurangan mungkin bergerak dari daun tua ke daun muda dan daerah aktif tumbuh lain di mana energi yang dibutuhkan untuk membentuk biji dan buah, sedangkan kalium berfungsi untuk memperkuat jaringan batang tanaman, meningkatkan kualitas buah. Menurut Alva et al. (2006) pemberian hara kalium pada tanaman jeruk berperan penting terutama terhadap kualitas buah.

Tabel 13 Pengaruh dosis pupuk N, P dan K terhadap jumlah buah per cabang. Dosis pupuk

Gambar

Tabel 2  Standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruka
Gambar 1. Pohon jeruk keprok Borneo Prima yang ditanam di pematang sawah.
Gambar 2  Proses pelengkungan cabang
Gambar 3  (a) tunas vegetatif juvenil, (b) tunas vegetatif dewasa, dan (c) tunas
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kadar kolesterol total tikus kelompok perlakuan setelah intervensi selai kacang dengan substitusi bekatul 30% mengalami penurunan 2.94±8.51 mg/dl namun tidak bermakna

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan efek jus buah jambu biji dosis 2 g/ 200 g BB tikus/hari sebanyak 3 ml/ tikus yang diberikan secara peroral (p.o) dapat menurunkan kadar

Atas dasar tersebut, setelah mewawancarai beberapa wisatawan yang datang ke Waduk Darma bahwa mereka tertarik untuk mengunjungi Waduk Darma karena menawarkan udara yang sejuk,

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, bentuk eksekusi paksa badan adalah dimungkinkannya seseorang untuk dipaksa memenuhi kewajibannya membayar utang

Hasil analisis member ikan kesimpulan bahw a or ientasi kew ir ausahaan memiliki hubungan posit if dan signifikan dengan per tumbuhan UMKM, namun per an faktor permodalan

keterampilan sosial) terhadap motivasi belajar siswa kelas XI pada mata. pelajaran Aqidah Akhlak di MAN 1 Tulungagung Tahun

Selain itu tesis ini disusun dengan tujuan agar memberikan konstribusi yang positif bagi para akademisi di Fakultas Hukum khususnya dan masyarakat pada umumnya

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Asuransi, Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung