• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah dengan Pendekatan Regresi Spasial (Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah dengan Pendekatan Regresi Spasial (Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH DENGAN

PENDEKATAN REGRESI SPASIAL

(Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011)

RIAD CEMPAKA SARI

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah dengan Pendekatan Regresi Spasial (Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RIAD CEMPAKA SARI. Penentuan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah dengan Pendekatan Regresi Spasial (Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011). Dibimbing oleh HARI WIJAYANTO dan ANIK DJURAIDAH.

Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yang 5.23% diantaranya adalah penduduk usia SMA, memiliki tanggung jawab besar untuk memajukan pendidikan di wilayahnya. Salah satu indikator untuk mengetahui kemajuan pendidikan adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS). APS ini memiliki pengaruh spasial antar wilayahnya, sehingga metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Regresi Terboboti Geografis (RTG). Tujuan penelitian ini adalah menentukan peubah-peubah yang mempengaruhi APS di Provinsi Jawa Barat tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitian, peubah yang mempengaruhi APS di Provinsi Jawa Barat tahun 2011 adalah rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) dan persentase kemiskinan. Tingginya biaya hidup pada wilayah Provinsi Jawa Barat bagian barat yang dekat dengan ibukota negara menyebabkan tidak meratanya jumlah penduduk miskin di wilayah ini. Jumlah penduduk miskin yang tidak merata akan mempengaruhi APS, sehingga persentase kemiskinan perlu diperhatikan untuk menaikan APS di wilayah ini. Pada wilayah Provinsi Jawa Barat bagian timur, sulitnya akses fasilitas pendidikan guru di wilayah ini menyebabkan tidak meratanya fasilitas pendidikan guru di wilayah tersebut, sehingga fasilitas pendidikan guru perlu diperhatikan untuk menaikan APS di wilayah ini.

Kata kunci: APS, pendidikan, regresi spasial, RTG

ABSTRACT

RIAD CEMPAKA SARI. Determining Factors Affecting School Participation Rate Using Spatial Regression (Case Study : 26 District/city in The Province of West Java Year 2011). Supervised by HARI WIJAYANTO and ANIK DJURAIDAH.

(5)

need to be considered to increase the SPR in this region. In the eastern part of West Java Province, the access teacher’s education facilities in this area are difficult, it led to unequal, so that teacher’s education facilities need to be considered to increase the SPR in this region.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika

pada

Departemen Statistika

RIAD CEMPAKA SARI

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH DENGAN

PENDEKATAN REGRESI SPASIAL

(7)
(8)

Judul Skripsi : Penentuan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah dengan Pendekatan Regresi Spasial (Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011)

Nama : Riad Cempaka Sari NIM : G14090024

Disetujui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi Pembimbing I

Dr Ir Anik Djuraidah, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Penentuan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah dengan Pendekatan Regresi Spasial (Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011)” dapat terselesaikan dengan baik.

Banyak sekali pihak yang membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr Ir Hari Wijayanto, Msi dan Ibu Dr Ir Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, saran, serta bimbingan kepada penulis. Selain itu, terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu, Bapak, Nana, dan Azqi atas doa, dukungan, serta kasih sayangnya selama ini. Serta terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dan selalu memberikan dukungan dan motivasi.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk perbaikan kedepannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODOLOGI 1

Data 1

Metode Analisis Data 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Eksplorasi Data 4

Model Regresi Klasik 6

Model Regresi Terboboti Geografis 7

Interpretasi Model RTG Fungsi Kernel Tetap 9

KESIMPULAN 13

Simpulan 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

(11)

DAFTAR TABEL

1 Pendugaan parameter dan uji parsial peubah penjelas 6

2 Ringkasan penduga parameter pada model RTG 8

3 Analisis ragam model RTG fungsi kernel tetap 8

4 Perbandingan nilai JKG, AIC, dan 8

5 Kelompok peubah penjelas yang berpengaruh terhadap APS SMA 10 6 Kelompok nilai penduga parameter rasio jumlah guru terhadap jumlah

penduduk usia sekolah (%) 11

7 Kelompok nilai penduga parameter presentase kemiskinan 12

DAFTAR GAMBAR

1 Angka Partisipasi Sekolah SMA Provinsi Jawa Barat 5 2 Grafik lebar jendela optimum fungsi kernel tetap 7

3 Peta keragaman spasial peubah penjelas 9

4 Peta keragaman spasial penduga parameter 10

5 Peta keragaman spasial penduga parameter 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta sebaran APS SMA Provinsi Jawa Barat 16

2 Korelasi Pearson antar peubah 16

3 Hasil pemilihan peubah penjelas 16

4 Pemeriksaan asumsi model regresi klasik 17

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan ini merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk mengukur kemajuan suatu bangsa. Menurut data Susenas 2011 jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat sebesar 43,826,775 dengan jumlah penduduk berusia sekolah sebesar 28.77%, memiliki tanggung jawab besar untuk mengantarkan penduduk usia sekolah memperoleh pendidikan yang layak. Salah satu indikator untuk mengetahui kemajuan pendidikan di suatu daerah yaitu dengan mengetahui Angka Partisipasi Sekolah (APS) di daerah tersebut yang merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah.

Informasi mengenai peubah-peubah yang mempengaruhi APS sangat diperlukan untuk bisa meningkatkan APS di suatu daerah. Pada umumnya, metode yang digunakan untuk menentukan peubah-peubah yang berpengaruh terhadap peubah respon adalah regresi klasik. Metode ini bisa memberikan informasi lokal jika tidak terdapat ketergantungan dan keragaman spasial antar daerah. APS dipengaruhi oleh beberapa peubah seperti tingkat ekonomi, kesejahteraan, dan fasilitas pendidikan di daerah tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya, tingkat ekonomi memiliki pengaruh spasial antar wilayah, sehingga APS juga diduga memiliki pengaruh spasial antar wilayahnya. Metode yang digunakan untuk menentukan peubah-peubah yang mempengaruhi APS menggunakan pendekatan regresi spasial.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan peubah-peubah yang mempengaruhi APS SMA di Provinsi Jawa Barat.

2. Menentukan model terbaik untuk APS SMA di Provinsi Jawa Barat

METODOLOGI

Data

(14)

2

Indonesia 2011. Data pengamatan yang digunakan adalah data di 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011.

Data yang digunakan sebagai peubah respon adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS) SMA tiap kabupaten/kota. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN) ada beberapa peubah penjelas yang diduga mempengaruhi peubah respon yaitu:

: Angka melek huruf

: Rasio jumlah sekolah terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) : Rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) : Persentase sumber air minum tidak bersih

: Persentase angkatan kerja : Persentase kemiskinan

: Rata-rata pendapatan asli daerah : Rata-rata PDRB

: Persentase desa

Pada penelitian ini digunakan juga data mengenai koordinat lintang dan bujur untuk proses perhitungan jarak antar kabupaten/kota di Jawa Barat.

Metode Analisis Data

Tahapan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan eksplorasi data untuk mengetahui karakteristik data APS SMA di Provinsi Jawa Barat secara umum.

2. Menentukan peubah respon dan peubah penjelas yang digunakan. Informasi ini berdasarkan studi literatur, korelasi antar peubah penjelas, serta seleksi peubah menggunakan metode Eliminasi Langkah Mundur, Eliminasi Langkah Maju, Regresi Bertatar, dan Regresi Himpunan Bagian Terbaik. 3. Menduga parameter model regresi klasik menggunakan analisis regresi

klasik berganda.

4. Melakukan uji asumsi pada regresi klasik yaitu asumsi kenormalan menggunakan Anderson-Darling, multikolinieritas dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF), serta kebebasan dan kehomogenan sisaan secara eksploratif (Draper dan Smith 1992). Jika asumsi linier terpenuhi maka menggunakan regresi klasik jika tidak lanjut ke langkah nomor 5. 5. Jika ada asumsi yang tidak terpenuhi maka akan dilakukan penanganan pada

asumsi tersebut, seperti melakukan transformasi fungsi pada asumsi kenormalan dan melakukan seleksi peubah pada asumsi multikolinieritas. Jika asumsi tersebut telah terpenuhi maka lanjut ke langkah nomor 6.

6. Memeriksa ketergantungan spasial menggunakan uji Lagrange Multiplier. Uji ini meliputi uji ketergantungan spasial dalam lag, uji ketergantungan spasial dalam sisaan, serta uji ketergantungan spasial dalam lag dan sisaan (Anselin 1988).

7. Memeriksa keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan dengan hipotesis yaitu:

(15)

3 tolak maka menggunakan RTG dan lanjut ke langkah nomor 7.

8. Menentukan nilai lebar jendela optimum yang diperoleh dengan meminimumkan nilai validasi silang (CV) sebagai berikut :

∑[ ̂ ]

dengan n adalah jumlah pengamatan dan ̂ adalah nilai dugaan saat pengamatan wilayah ke-i dihilangkan dari perhitungan. Nilai lebar jendela optimum (b) diperoleh dengan melakukan iterasi sampai diperoleh CV minimum (Fotheringham et al. 2002).

9. Menghitung matriks jarak dan matriks pembobot dengan menggunakan fungsi kernel normal sebagai berikut :

⌈ ⌉

dengan menunjukan jarak antara wilayah ke-p dan wilayah ke-q dan b adalah lebar jendela tetap. Nilai lebar jendela ini merupakan pengaruh yang masih diberikan pada jarak optimum suatu daerah terhadap daerah yang sedang diamati (Fotheringham et al. 2002).

10.Menggunakan matriks pembobot yang dihasilkan untuk membentuk model RTG. Setiap wilayah memiliki model RTG masing-masing dan berbeda antar wilayahnya. Model RTG dapat dituliskan sebagai berikut (Fotheringham et al. 2002):

( ) ∑ ( )

dengan adalah nilai amatan peubah respon wilayah ke-p, adalah derajat lintang wilayah ke-p dan adalah derajat bujur pada wilayah ke-p, adalah nilai peubah penjelas ke-k pada wilayah ke-p, adalah nilai parameter pada peubah penjelas ke-k pada wilayah ke-p, adalah nilai intercept model regresi RTG, dan adalah nilai sisaan regresi pada wilayah ke-p dengan p = 1,2,…, n. Model pada setiap wilayah adalah sebagai berikut :

̂( ) ( ( ) ) ( )

(16)

4

11.Menentukan model terbaik antara model regresi klasik dengan model RTG melalui uji F, melihat besarnya nilai , jumlah kuadrat sisaan, dan AIC masing-masing model.

Uji F (analisis ragam) menggunakan hipotesis : : Model regresi klasik dan model RTG sama : Model regresi klasik dengan model RTG berbeda Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut :

derajat bebas pembilang adalah , dengan

dan , n merupakan jumlah amatan dan m

merupakan jumlah peubah penjelas. Derajat bebas penyebut adalah , dengan . Nilai S merupakan matriks hat pada model RTG yang mentransformasi vektor ̂ dari nilai y. akan ditolak jika yang menyatakan model regresi klasik dan model RTG berbeda (Saefuddin et al. 2011). Jika pada uji F tidak tolak maka model regresi klasik dan model RTG sama, jika tolak lanjut ke langkah nomor 12.

12.Melakukan uji parsial parameter untuk setiap kabupaten/kota dengan hipotesis :

: ( )

: ( )

Statistik uji t dihitung dengan :

( ) ̂ ( ) adalah banyaknya peubah penjelas yang digunakan (Nakaya et al. 2005). 13.Mendeskripsikan peta keragaman APS SMA di Jawa Barat tahun 2011.

(17)

5

Gambar 1 Angka Partisipasi Sekolah SMA Provinsi Jawa Barat

Gambar 1 menunjukan nilai APS SMA tertinggi di Propinsi Jawa Barat sebesar 72.40% berada di Kota Cirebon, sedangkan nilai APS SMA terendah di Provinsi Jawa Barat sebesar 36.31% berada di Kabupaten Bandung Barat. Peta sebaran APS SMA di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Lampiran 1. Peta tematik tersebut dibuat menjadi tiga kelompok berdasarkan nilai APS SMA, yaitu kelompok tinggi dengan nilai APS SMA berkisar (60.37% – 72.40%), kelompok sedang dengan nilai APS SMA berkisar (48.34% – 60.37%), serta kelompok rendah dengan nilai APS SMA berkisar (36.31% – 48.34%). Kabupaten/kota yang memiliki nilai APS SMA tinggi terdapat pada daerah ibukota provinsi yaitu Kota Bandung serta beberapa kota di provinsi tersebut, yaitu Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Cimahi, dan Kota Cirebon. Kota-kota tersebut menjadi pusat pemerintahan sehingga memiliki infrastruktur pendidikan yang baik. Kabupaten/kota yang memiliki nilai APS SMA sedang mengelompok di wilayah Jawa Barat bagian timur, sedangkan untuk nilai APS SMA rendah mengelompok di Jawa Barat bagian Barat. Hal ini menandakan bahwa jarak, letak, dan keadaan geografis berpengaruh terhadap nilai APS SMA di Provinsi Jawa Barat.

(18)

6

Model Regresi Klasik

Analisis regresi merupakan suatu metode untuk memodelkan hubungan antara peubah respon dan penjelas sehingga bisa diambil kesimpulan yang bermakna (Draper dan Smith 1992). Metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh peubah-peubah penjelas terhadap peubah respon.

Pendeteksian multikolinieritas menggunakan nilai korelasi Pearson. Nilai korelasi antar peubah penjelas disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan nilai tersebut terdapat dua pasang peubah yang mempunyai korelasi cukup kuat yaitu rasio jumlah sekolah terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) dengan rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) dan rata-rata pendapatan asli daerah dengan presentase desa .

Peubah yang berkorelasi kuat akan dipilih berdasarkan besarnya korelasi peubah penjelas terhadap peubah responnya. Pada Lampiran 2, peubah yang dihilangkan adalah rasio jumlah sekolah terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) dan rata-rata pendapatan asli daerah .

Peubah penjelas yang tersisa berjumlah tujuh peubah. Dari peubah penjelas tersebut akan dipilih peubah yang menghasilkan model regresi terbaik. Pemilihan model ini dilakukan dengan empat metode yaitu Eliminasi Langkah Mundur, Eliminasi Langkah Maju, Regresi Bertatar, dan Regresi Himpunan Bagian Terbaik. Hasil dari metode tersebut disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh dua peubah yang berkorelasi nyata terhadap APS SMA di Propinsi Jawa Barat yaitu rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) dan presentase kemiskinan Hasil analisis regresi secara parsial pada kedua peubah penjelas serta pendugaan parameter disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Pendugaan parameter dan uji parsial peubah penjelas Peubah Koefisien Sisaan Baku Nilai-t Nilai-p VIF

Konstanta 54.15 5.23 10.35 0.00* berpengaruh terhadap APS SMA di Provinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5%. Uji F menghasilkan nilai-p sebesar 0.00, sehingga kesimpulan yang didapatkan adalah tolak pada taraf nyata 5% yang artinya persamaan model regresi dengan dua peubah penjelas tersebut berpengaruh nyata terhadap APS SMA. Uji F menghasilkan nilai sebesar 48.70%.

(19)

7 melihat plot korelasi antar urutan galat. Asumsi kebebasan sisaan terpenuhi jika plot tidak membentuk pola tertentu. Pada Lampiran 4b, urutan galat membentuk pola tertentu yang artinya sisaan tidak saling bebas dan diduga adanya ketergantungan spasial antar sisaan. Asumsi kehomogenan ragam di deteksi secara eksplorasi pada plot sisaan dengan nilai dugaan yang disajikan pada Lampiran 4c. Model dapat dikatakan memiliki ragam sisaan homogen jika sisaan memiliki lebar pita yang sama. Lebar pita tebaran antara sisaan dan nilai dugaan berbeda, sehingga dapat disimpulkan bahwa ragam sisaan tidak homogen dan diduga terdapat keheterogenan spasial pada model regresi. Uji ketergantungan spasial dilakukan dengan uji Lagrange Multiplier. Pada uji ini diperoleh nilai ketergantungan spasial dalam lag sebesar 5.29 dengan nilai-p sebesar 0.02 artinya data memiliki ketergantungan spasial dalam lag pada taraf nyata 5%, serta diperoleh nilai ketergantungan spasial dalam sisaan sebesar 6.33 dengan nilai-p sebesar 0.01 yang artinya data memiliki ketergantungan spasial dalam sisaan pada taraf nyata 5%. Keheterogenan spasial diperiksa dengan menggunakan uji Breusch-Pagan. Pada uji ini diperoleh nilai Breusch-Pagan sebesar 5.68 dengan nilai-p sebesar 0.06, artinya terdapat keheterogenan spasial antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada taraf nyata 10%.

Model Regresi Terboboti Geografis

Langkah awal dalam pembentukan model RTG adalah menghitung nilai lebar jendela optimum yang dapat diperoleh dengan menggunakan algoritma yang meminimumkan nilai validasi silang (CV). Nilai lebar jendela ini digunakan untuk mencari fungsi pembobot. Nilai lebar jendela yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai lebar jendela tetap yang akan digunakan pada pebentukan fungsi pembobot kernel.

`

Gambar 2 Grafik lebar jendela optimum fungsi kernel tetap

(20)

8

nilai lebar jendela optimum sebesar 49.42 km berlaku tetap untuk semua daerah yang diamati pada penelitian ini. Nilai ini menunjukan bahwa jarak antar kabupaten/kota yang berada dalam rentang nilai lebar jendela tersebut masih memberikan pengaruh yang nyata terhadap model.

Penduga parameter untuk setiap wilayah pada model RTG memiliki nilai yang berbeda-beda tergantung posisi relatif kabupaten/kota disekitarnya. Masing-masing wilayah memiliki matriks pembobot yang menghasilkan model di setiap wilayah. Ringkasan penduga parameter disajikan pada Tabel 2. Nilai penduga parameter tiap wilayah keseluruhan disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 2 Ringkasan penduga parameter pada model RTG

konstanta

Jangkauan antar kuartil 15.14 1.57 1.72

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 2, peubah yang memiliki jangkauan terbesar adalah peubah sebesar 2.87, sedangkan peubah yang paling kecil adalah sebesar 2.34. Nilai tersebut menggambarkan bahwa peubah memiliki keragaman yang lebih besar dari . Pengujian secara serempak melalui ANOVA digunakan untuk memeriksa kebaikan model antara model RTG dengan model regresi. Hasil uji ini disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Analisis ragam model RTG fungsi kernel tetap Sumber Galat regresi 3.00 1,346.76

RTG improvement 5.32 759.44 142.74

Galat RTG 17.68 587.32 33.22 4.30 0.02

Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 3 diperoleh nilai-p (0.02) lebih kecil dari = 5%, hal ini menunjukan bahwa model RTG fungsi kernel tetap memiliki perbedaan dengan model regresi secara signifikan pada taraf nyata 5%. Model terbaik pada penelitian ini dipilih berdasarkan nilai JKG, AIC, dan nilai

. Perbandingan ketiga nilai tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Perbandingan nilai JKG, AIC, dan

JKG AIC

Model regresi klasik 1,346.76 184.42 48.70%

(21)

9 Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 4, model yang memiliki JKG paling kecil, AIC paling kecil, serta nilai paling besar adalah model RTG dengan fungsi kernel tetap. Berdasarkan analisis ragam dan ketiga nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa model terbaik yang digunakan pada data penelitian APS SMA Provinsi Jawa Barat adalah Model RTG dengan fungsi kernel tetap.

Interpretasi Model RTG Fungsi Kernel Tetap

Pada model RTG dengan fungsi kernel tetap dilakukan uji parameter lokal untuk setiap kabupaten/kota. Pengujian ini dilakukan pada taraf nyata 5% dengan derajat bebas 23 yang menghasilkan nilai t hitung sebesar 2.398. Hasil uji parameter lokal disajikan pada Lampiran 5 serta kelompok peubah penjelas yang mempengaruhi APS SMA di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta keragaman spasial peubah penjelas

Pada Gambar 3 terdapat tiga kelompok peubah penjelas yang mempengaruhi APS SMA di Provinsi Jawa Barat. Pada kelompok pertama peubah yang berpengaruh adalah rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) , pada kelompok kedua yaitu persentase kemiskinan ( , serta pada kelompok ketiga yaitu rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) ( dan persentase kemiskinan .

(22)

10

Tingginya biaya hidup pada daerah di sekitar ibukota negara menyebabkan tidak meratanya tingkat kesejahteraan di wilayah ini sehingga terjadi kesenjangan sosial antar wilayahnya. Persentase kemiskinan di wilayah kabupaten sekitar ibukota negara sangat berbeda antar wilayahnya, sehingga mempengaruhi APS SMA secara signifikan. Sebaliknya, kesenjangan sosial tidak terlalu terjadi di wilayah Provinsi Jawa Barat bagian timur yang jauh dengan ibukota negara. Persentase kemiskinan pada wilayah ini tidak terlalu berbeda antar wilayahnya, sehingga tidak mempengaruhi APS SMA secara signifikan. Pembagian wilayah berdasarkan kelompok peubah penjelas yang mempengaruhi APS SMA di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kelompok peubah penjelas yang berpengaruh terhadap APS SMA

Peubah Wilayah

Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar.

Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok.

Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Bekasi, dan Kota Cimahi.

Gambar 4 Peta keragaman spasial penduga parameter

(23)

11 sama sehingga terjadi pengelompokan. Kabupaten/kota yang memiliki nilai koefesien paling kecil terletak pada daerah Provinsi Jawa Barat bagian barat yang memiliki uji parsial tidak nyata. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peubah rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap APS SMA pada daerah tersebut.

Penduga parameter yang kecil berada pada wilayah-wilayah yang dekat dengan ibukota negara. Fasilitas pendidikan guru di wilayah ini memiliki akses yang lebih mudah sehingga sudah terjadi pemerataan fasilitas pendidikan untuk wilayah-wilayah tersebut. Nilai penduga parameter yang kecil menggambarkan bahwa peubah tidak terlalu mempengaruhi nilai APS SMA di wilayah Provinsi Jawa Barat bagian barat. Pengaruh peubah yang tinggi berada pada wilayah Jawa Barat bagian tengah yaitu disekitar ibukota provinsi. Terdapat ketimpangan pengaruh jumlah guru terhadap APS SMA antar kabupaten/kota di wilayah ibukota Provinsi dan sekitarnya. Nilai penduga parameter yang tinggi menggambarkan bahwa peubah sangat mempengaruhi nilai APS SMA di Sukabumi, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Karawang.

3.07 – 3.85 Kota Banjar, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Kuningan, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Majalengka.

(24)

12

Gambar 5 Peta keragaman spasial penduga parameter

Berdasarkan Peta keragaman spasial penduga parameter pada Gambar 5, kabupaten/kota yang berdekatan mempunyai nilai pengaruh kemiskinan (%) terhadap APS SMA yang hampir sama sehingga terjadi pengelompokan. Kabupaten/kota yang memiliki nilai koefesien paling kecil terletak pada daerah Provinsi Jawa Barat bagian timur yang memiliki uji parsial tidak nyata. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peubah persentase kemiskinan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap APS SMA pada daerah tersebut.

Daerah yang memiliki penduga parameter yang besar berada pada wilayah-wilayah yang dekat dengan ibukota negara. Tingginya biaya hidup di daerah ini menyebabkan tidak meratanya tingkat kesejahteraan di wilayah ini sehingga terjadi kesenjangan sosial antar wilayahnya. Nilai penduga parameter yang besar menggambarkan bahwa peubah sangat mempengaruhi nilai APS SMA di wilayah Provinsi Jawa Barat bagian barat. Pembagian wilayah berdasarkan keragaman spasial penduga parameter disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Kelompok nilai penduga parameter presentase kemiskinan

Nilai Wilayah

(-3.00) – (-2.05) Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Cianjur.

(-2.05) – (-1.09) Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung.

(25)

13 Pada Tabel 7 disajikan sebaran penduga parameter yang menggambarkan pengaruh kemiskinan (%) terhadap APS SMA yang dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok rendah, sedang, dan tinggi. Kelompok rendah dengan nilai berkisar (-3.00 – -2.05), artinya setiap penambahan 1% kemiskinan akan menurunkan nilai APS SMA sebesar (2.05% – 3%). Kelompok sedang dengan nilai berkisar (-2.05 – -1.09), artinya setiap penambahan 1% kemiskinan akan menurunkan nilai APS SMA sebesar (1.09% – 2.05%). Kelompok tinggi dengan nilai berkisar (-1.09 – -0.13), artinya setiap penambahan 1% kemiskinan akan menurunkan nilai APS SMA sebesar (0.13% – 1.09%).

KESIMPULAN

Simpulan

Data APS SMA Provinsi Jawa Barat tahun 2011 memiliki pengaruh spasial antar wilayahnya. Berdasarkan uji F yang nyata pada taraf nyata 5%, nilai JKG yang kecil, nilai AIC yang kecil, dan nilai yang besar, model terbaik yang digunakan pada penelitian ini adalah model RTG dengan fungsi kernel normal tetap. Peubah yang mempengaruhi APS SMA adalah rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) dan persentase kemiskinan.

Tingginya biaya hidup pada wilayah Provinsi Jawa Barat bagian barat yang dekat dengan ibukota negara menyebabkan tidak meratanya jumlah penduduk miskin di wilayah ini. Jumlah penduduk miskin yang tidak merata akan mempengaruhi APS, sehingga persentase kemiskinan perlu diperhatikan untuk menaikan APS di wilayah ini. Pada Provinsi Jawa Barat bagian timur, sulitnya akses fasilitas pendidikan guru di wilayah ini menyebabkan tidak meratanya fasilitas pendidikan guru di wilayah tersebut, sehingga fasilitas pendidikan guru perlu diperhatikan untuk menaikan APS di wilayah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anselin L. 1988. Spatial Econometrics : Methods and Models. Dordrecht (NL) : Kluwer Academic Publisher.

[BPPN] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2009. Evaluasi Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Jakarta (ID): BPPN. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Barat dalam Angka 2012. Jakarta (ID):

Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

(26)

14

Fotheringham AS, Brunsdon C, Chartlon M. 2002. Geographically Weighted Regression, the Analysis of Spatially Varying Relationships. John Wiley & Sons, LTD: England. ISBN 0-471-49616-2.

Nakaya T, Fotheringham AS, Brunsdon C, Charlton M. 2005. Geographically weighted poisson regression for disease association mapping. Statistics in Medicine. 24(17):2695-2717.

Saefuddin A, Nur Andi S, Noer Azam A. 2011. On Comparisson between Ordinary Linear Regression and Geographically Weighted Regression: With Application to Indonesian Poverty Data. European Journal of Scientific Research. 57(2):275-285.

(27)

15

(28)

16

Lampiran 1 Peta sebaran APS SMA Provinsi Jawa Barat

Lampiran 2 Korelasi Pearson antar peubah APS

SMA

0,242

0,402 0,197

0,601 0,250 0,794

-0,471 0,193 -0,313 -0,372

-0,215 -0,350 -0,247 -0,608 0,053

-0,371 -0,293 -0,235 -0,029 0,227 -0,062

0,404 0,085 0,512 0,415 -0,584 -0,156 -0,539

0,245 -0,129 0,596 0,317 -0,370 0,060 -0,338 0,505

-0,587 -0,285 -0,439 -0,531 0,592 0,448 0,454 -0,787 -0,351 Lampiran 3 Hasil pemilihan peubah penjelas

Peubah Eliminasi Mundur

Eliminasi

Maju Bertatar

Himpunan Bagian Terbaik

X X X X

V V V V

X V X X

V X X X

V V V V

X X X X

V X X X

(29)

17 Lampiran 4 Pemeriksaan asumsi model regresi klasik

a. Plot kenormalan sisaan

b. Diagram pencar korelasi antar urutan galat

c. Diagram pencar galat dengan nilai dugaan

Urutan amatan

Residuals Versus the Order of the Data

(30)

18

Lampiran 5 Penduga parameter RTG dengan fungsi kernel tetap

No kabupaten/kota Galat Peubah

1 kab. Bogor 70.99 2.42 -3.00 -6.35 0.74

2 kab. sukabumi 65.96 2.38 -2.27 -5.16 0.80 3 kab. Cianjur 65.36 2.53 -2.14 2.55 0.78

4 kab. Bandung 52.54 4.17 -1.06 0.87 0.80 5 kab. Garut 50.53 4.17 -0.67 -1.97 0.78

6 kab. Tasikmalaya 51.93 3.59 -0.60 1.88 0.76 7 kab. Ciamis 52.25 3.24 -0.52 2.10 0.77

8 kab. Kuningan 51.27 3.40 -0.46 -0.87 0.81 9 kab. Cirebon 50.14 3.56 -0.39 -2.69 0.82

10 kab. Majalengka 49.85 3.83 -0.47 5.91 0.77 11 kab. Sumedang 48.54 4.49 -0.60 6.84 0.77

12 kab. Indramayu 45.10 4.04 -0.13 3.73 0.77 13 kab. Subang 49.33 4.63 -0.80 -5.94 0.76

14 kab. Purwakarta 60.57 3.29 -1.71 -4.41 0.76 15 kab. Karawang 65.53 2.80 -2.19 -3.62 0.71

16 kab. Bekasi 69.64 2.41 -2.69 -9.94 0.70 17 kab. Bandung

barat

54.58 3.96 -1.22 -6.16 0.79 18 kota Bogor 69.70 2.29 -2.73 -1.55 0.75 19 kota Sukabumi 66.99 2.32 -2.37 -1.68 0.79

20 kota Bandung 51.31 4.38 -0.96 -3.29 0.79 21 kota Cirebon 49.93 3.58 -0.38 0.51 0.83

22 kota Bekasi 69.58 2.42 -2.69 9.95 0.70 23 kota Depok 70.44 2.36 -2.85 2.99 0.72

24 Kota Cimahi 53.63 4.09 -1.15 7.77 0.79 25 Kota Tasikmalaya 52.11 3.46 -0.58 -0.64 0.76

(31)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kerinci, Jambi pada tanggal 9 Agustus 1992 dari pasangan Bapak Asril Hasyim dan Ibu Darnialis. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD 152/III Koto Iman pada tahun 2003. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Sungai Penuh pada tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Sungai penuh dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI pada program studi mayor Statistika dengan bidang penunjang Matematika Keuangan dan Aktuaria.

Gambar

Gambar 1  Angka Partisipasi Sekolah SMA Provinsi Jawa Barat
Gambar 2  Grafik lebar jendela optimum fungsi kernel tetap
Tabel 3  Analisis ragam model RTG fungsi kernel tetap
Gambar 3  Peta keragaman spasial peubah penjelas
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan diaplikasikan nya metode CAPM dan APT dalam memprediksi return saham, diharapkan dapat menentukan investasi pada perusahaan mana saja yang dapat dijadikan pilihan

upacara rutin (hari senin/tanggal 17) maupun upacraa hari besar nasional yang diselenggarakan oleh sekolah. Setiap pegawai wajib mengikuti senam setiap hari Jumat. Setiap

Hal ini ditunjukkan dengan penurunan kadar air bahan, dengan kadar air awal sebesar 90,42 % menjadi 24,19 % produk setelah dikeringkan selama 7 jam pengeringan, karena

[r]

Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo tahun 2009 ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mendukung sistem manajemen kesehatan yang lebih baik dalam rangka

Monoetilen Glycol, dihasilkan dari reaksi etilen oksida dengan air, merupakan agen antibeku yang digunakan pada mesin-mesin, Juga digunakan untuk bahan baku

Untuk
 mendapatkan
 kartu
 kredit,
 Anda 
 bisa 
 menghubungi 
bank
 tempat
 di
 mana
 Anda 
 membuka 
 rekening
 atau
 bank‐bank
 yang
 khusus

korelasi antara T-value dan Standardized Loading Factor(Intervening) yang dihasilkan menujukkan bahwa Kualitas Produk yang baik, serta Promosi yang baik yang