Lampiran 1. Bagan kerja metode Winkler untuk mengukur DO (Suin, 2002)
Dititrasi dengan Na2S2O3 0,00125 N
Dihitung volume Na2S2O3 yang terpakai
Sampel Air
Sampel Berwarna Kuning Pucat
Sampel Bewarna Biru Larutan Sampel Berwarna Cokelat
Sampel Endapan Putih/Cokelat
Diambil 100 ml 1 ml KOH KI 1 ml MnSO4
Dikocok
Didiamkan
1 ml H2SO4
Dikocok
Endapan Larut
Di tetesi Na2S2O3 0,00125 N
Ditambah 5 tetes Amilum
Sampel Bening
Lampiran 2.Bagan kerja metode Winkler untuk mengukur BOD (Suin, 2002)
Diinkubasi selama 5 hari
Dihitung pada suhu 200C nilai DO awal
Dihitung nilai DO akhir
BOD = DOawal - DOakhir
Sampel Air
Sampel Air Sampel Air
Lampiran 3. Bagan kerja pengukuran COD (Suin, 2002)
Dimasukkan kedalam Labu Erlenmeyer
Ditambah 5 ml K2CrO7
Ditambah 0,2 gr HgSO4
Masukkan 2 batu didih
Ditambah 5 ml H2SO4
Direfluks
Didiamkan
Ditambah 30 ml aquades
Ditambah indikator feroin
Dititrasi menggunakan ferroamonium sulfat 10 ml Sampel
Lampiran 5. Foto Hasil Identifikasi Fitoplankton di Stasiun Pengamatan
Synedra Oscillatoria
Rhizosolenia Fragillaria
Lampiran 5. Lanjutan
Coscinodiscus Pediastrum
Closterium Pinnularia
Lampiran 5. Lanjutan
Achnanthes Anabaena
Cymbella Epithemia
Lampiran 5. Lanjutan
Scenedesmus Frustulia
Aulacoseira Cosmarium
Lampiran 6. Foto Hasil Identifikasi Pakan Alami Ikan Bilih
Synedra Oscillatoria
Rhizosolenia Surirella
Lampiran 6. Lanjutan
Closterium Gonatozygon
Lampiran 7. Contoh Perhitungan
a. Makanan utama (IP) Synedra pada empat stasiun pengamatan
IP =
x 100 %
Keterangan: A= jumlah jenis pakan Synedra x volume pengenceran/ vol yang diamati
Untuk IP berdasarkan kelas ukuran, stasiun, dan jenis kelamin dapat dicari dengan
rumus di atas dimana jumlah ikan yang lambungnya berisi (n) disesuaikan
berdasarkan ukuran, jenis kelamin maupun stasiun.
b. Kelimpahan Plankton (K) Synedra pada stasiun 1. Rumus kelimpahan (K) =
Keterangan: K : kelimpahan plankton (ind/l)
N : jumlah Synedra yang diamati
As : volume air yang di saring (l) untuk perhitungan plankton
Lampiran 7. Lanjutan
Ac : luas amatan (1000 mm2)
Vt : volume konsentrat pada botol contoh (100 ml)
Vs : volume konsentrat dalam SRC ( 1ml)
c. Keanekaragaman plankton
H’ = -∑
= 3,12
Keterangan : = indeks diversitas Shannon-Wienner
pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R. dan Usman M.T. 2002. Fisiologi Hewan air. UNRIPRESS. Pekanbaru.
[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater. United Book Press Inc, Maryland
Arinardi, O.H., Sutomo, A.B., Yusuf, S.A., Trimaningsih, Asnaryanti, E., Riyono, S.H. 1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Chay, A. 1987. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Program Studi Biologi Fakultas MIPA USU. Medan.
Berkademi, W. 2011. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih Di Danau Singkarak. Bogor. IPB [Skripsi]
Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Konisius. Yogyakarta. 258 hal 2002. Biologi perikanan. Yayasan pustaka nusatama. Yogyakarta. p. 157.
Fachrul, M. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Kartamihardja ES & Sarnita AS. 2008. Populasi ikan bilih di Danau Toba (Keberhasilan introduksi ikan, implikasi pengelolaan dan prospek masa depan). Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 50 hlm.
Kartamihardja, E.S. dan Sarnita, A., 2010. Populasi Ikan Bilih di Danau Toba. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan. Badan Litbang Kelautan dan Perikanan. Edisi II. Jakarta. 67 pp..
Lukman dan Ridwansyah. 2010. Faktor-faktor Pertimbangan dalam Penetapan Tata Ruang Perairan Danau: Studi Kasus Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V.362-364
Mudjiman, A. 2009. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Muharram, N. 2006. Struktur Komunitas Perifiton dan Fitoplankton di Bagian Hulu Sungai Ciliwung, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Needham, P. 1962. A Guide to The Study of Fresh Water Biology. Holden-Day, Inc. San Francisco.
Nikolsky GV. 1963. The ecology of fishes. Academic Press (translated from the Russian by L. Birkett). London and New York. 352 p
Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis Diterjemaahkan oleh H. M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. PT Gramedia. Jakarta.
Odum, E. P. 1994. Dasar- Dasar Ekologi. Edisi ke-3. Penerjemah: Tjahjono, S. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Pulungan, Ridwan, Windarti dan Deni. 2007. Biologi Perikanan. Universitas Riau. Pekanbaru
Purnomo K & Kartamihardja ES. 2008. Selamatkan ikan bilih sekarang juga atau biarkan punah. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan
Purnomo K, Kartamihardja ES & Koeshendrajana S. 2006. Upaya pemacuan stok ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) di Danau Singkarak, Hlm 11- 16. Seminar Nasional Ikan IV di Jatiluhur, 29-30 Agustus 2006
Purnomo, K. 2008. Pengelolaan sumberdaya ikan di Danau Singkarak, Prosiding Semnaskan Indonesia. 4 – 5 Desember 2008. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta. 437-444.
Saanin. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta. Bogor
Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang.
Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Cetakan ke enam. PT Gramedia. Jakarta. 515 hal.
Yuliana dan Asriyana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2013 di Sungai
Naborsahan, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
Pengambilan sampel ikan dilakukan 2 minggu sekali. Analisis sampel ikan
dilaksanakan di laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan Analisis Kualitas Air dilakukan di
Pusat Penelitian, Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: jaring kantong
dengan panjang jaring 15m, plankton net, satu set alat bedah ikan, cool box, pH
meter, keeping secchi, termometer, mistar, stopwatch, mikroskop, botol sampel,
object glass, cover glass, pipet tetes, SRC (Sedgwick Rafter Counting), plastik,
gelas ukur, GPS, kamera digital, dan alat-alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel ikan bilih,
sampel kerikan usus ikan bilih, sampel air sungai, sampel plankton, formalin 10%,
lugol PA, dan bahan-bahan untuk pengukuran kualitas air.
Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah Purposif Random Sampling. Penentuan
stasiun berdasarkan ada tidaknya nelayan menangkap sampel ikan bilih dan tipe
substrat di Sungai Naborsahan. Berdasarkan hal tersebut ditentukan 4 titik stasiun.
Stasiun 1: Daerah hulu sungai dengan substrat berupa bebatuan kerikil dan
pasir. Stasiun ini ada pada koordinat 02°39"01.58" LU dan
098°56"16.58"BT.
Gambar 3. Stasiun 1
Stasiun 2: Daerah hulu sungai berjarak ± 100m dari stasiun 1 merupakan
daerah pertemuan sungai naborsahan dengan sungai kecil yaitu
sungai sisera-sera. Substar berupa pasir dan berada pada
Gambar 4. Stasiun 2
Stasiun 3: Bagian hulu sungai berjarak ± 100m dari stasiun 2 ke arah muara.
Substrat berupa pasir dan lumpur. Stasiun ini ada pada koordinat
02°39"12.4"LU dan 098°56"06.6"BT.
Gambar 5. Stasiun 3
Stasiun 4: Bagian muara sungai berjarak ± 100m dari stasiun 3. Substrat
berupa lumpur. Stasiun ini ada pada koordinat 02°39"19.22"LU
dan 098°56"03.44"BT.
Pelaksanaan Penelitian Pengambilan Sampel Ikan
Pengambilan sampel ikan dilakukan sebanyak 3 kali pada 4 stasiun di
Sungai Naborsahan dengan jumlah sampel ikan yang diambil sebanyak 60 ekor.
Pengambilan ikan dilakukan dengan cara ikan ditangkap menggunakan jaring
kantong yang dipasang melawan arah arus sungai. Ikan yang diperoleh
dikelompokkan berdasarkan 5 kelas ukuran yaitu: mulai dari ikan paling kecil
sampai paling besar. Masing- masing kelas ukuran diambil sebanyak 3 ekor
sebagai sampel secara acak (15 ekor ikan / stasiun).
Sebaran Frekuensi Panjang
Sebaran frekuensi panjang total dihitung dengan menggunakan rumus
Sturges (Walpole 1992), yaitu sebagai berikut :
• Menentukan nilai maksimum dan minimum dari keseluruhan data • Menghitung jumlah kelas ukuran dengan rumus
K = 1 + (3.32 log n)
Keterangan:
K = Jumlah kelas ukuran n = jumlah data pengamatan
• Menghitung rentang data/wilayah ;
Wilayah = Data Terbesar – data terkecil • Menghitung lebar kelas :
Lebar kelas
• Menentukan limit bawah kelas yang pertama dan limit atas kelasnya. Limit atas kelas diperoleh dengan menambahkan lebar kelas pada limit bawah kelas.
• Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas.
• Menentukan nilai tengah bagi masing-masing selang dengan merata-ratakan limit kelas.
• Menjumlahkan frekuensi dan memeriksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total pengamatan
Ikan yang dipilih sebagai sampel diukur panjang dan bobotnya.
Pengukuran ikan dengan menggunakan mistar mulai dari panjang baku, panjang
fork dan panjang total serta pengukuran terhadap panjang usus ikan bilih.
Pengukuran bobot ikan dengan menggunakan timbangan digital ketelitian 0,01g.
Ikan yang telah diukur panjang dan bobotnya di bedah dengan cara membedah
bagian anus ikan mengarah punggung lalu turun sampai ke pangkal sirip dada.
Usus ikan diambil dan diukur panjang dan volumenya. Volume usus di
ukur dengan cara memasukkan usus ke dalam gelas ukur yang sudah berisi air
kemudian berapa pertambahan setelah dimasukkan usus tersebut sehingga di
dapat volume usus. Usus dimasukkan ke dalam botol sampel dan ditambahkan
formalin 10% sampai usus tertutup semua.
Usus dikerik dengan menggunakan pinset. Hasil kerikan usus ikan
dimasukkan ke dalam botol dan diberi label. Lalu diencerkan dengan
menggunakan aquades sebanyak 10ml, diaduk sampai isi usus tidak
menggumpal/padat dan ditambahkan lugol 2-5 tetes lugol. Selanjutnya sampel
kerikan usus dimasukkan kedalam Sedgwick Rafter Counting (SRC) dengan
menggunakan pipet tetes sampai penuh dan tidak terjadi gelembung udara
dibawah kaca penutup SRC cell. Sampel usus dalam SRC diamati di bawah
mikroskop secara total dan pengamatan diulang 3 kali. Identifikasi sampel isi usus
menggunakan buku identifikasi.
Analisis komposisi makanan yang digunakan yaitu Index of Prepoderance
(Effendie, 1979 mengacu pada Natarajan dan Jhingran, 1961), dengan rumus
sebagai berikut :
IP =
x 100 %
Keterangan :
IP = indeks preponderance
Vi = persentse volume satu macam makanan
Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑ Vi Oi = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan
Organisme yang ditemukan dalam usus diidentifikasikan Batasan keriteria
persentase makanan (Nikolsky, 1963) sebagai berikut:
IP > 40 % : Makanan utama
4 % ≤IP ≤40 % : Makanan pelengkap
IP < 4 % : Makanan tambahan
Pengambilan Sampel Air
Pengambilan sampel air untuk pengukuran kualitas air dilakukan secara
insitu dan exsitu. Kualitas air yang diukur secara insitu adalah DO, suhu, pH, arus
dan kualitas air yang diukur secara eksitu yaitu BOD, COD dan kekeruhan.
Pengambilan sampel air untuk pengukuran BOD dilakukan dengan menggunakan
botol gelap winkler, sampel air yang diambil benar-benar tidak terdapat
gelembung udara. Sampel air untuk pengukuran COD dan kekeruhan diambil
dengan menggunakan botol sampel masing-masing sebanyak 250 ml. Sampel air
untuk COD dan kekeruhan dimasukkan ke dalam cool box untuk dibawa ke
laboratorium.
Pengukuran Kualitas Air
No. Parameter Satuan Metode Pengukuran
Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan menggunakan plankton
net No. 25. Plankton net di pasang melawan arus sungai selama 5 menit. Luas
mulut plankton dan arus sungai di ukur untuk menentukan volume air yang
tersaring dalam plankton net. Sampel plankton yang diperoleh dimasukkan ke
dalam botol sampel dan diberi lugol sebanyak 3-5 tetes. Sampel plankton di amati
dengan SRC di bawah mikroskop dan diidentifikasi dengan menggunakan buku
identifikasi.
Perhitungan Kelimpahan Plankton
Perhitungan kelimpahan dilakukan untuk mengetahui berapa besar
kelimpahan setiap genus tertentu yang ditemukan selama pengamatan.
Kelimpahan plankton dihitung menggunakan alat SRC dengan rumus sebagai
berikut (APHA, 2005):
Keterangan:
K : kelimpahan perifiton (ind/cm2) dan plankton (ind/l)
As : volume air yang di saring (l) untuk perhitungan plankton
At : luas penampang permukaan SRC (mm2)
Ac : luas amatan (mm2)
Vt : volume konsentrat pada botol contoh (ml) untuk perhitungan
plankton
Vs : volume konsentrat dalam SRC (ml)
Indeks Keanekaragaman Plankton
Menurut Nugroho (2006), analisis ini digunakan untuk mengetahui
keanekaragaman jenis biota perairan. Jika keanekaragamannya tinggi, berarti
komunitas planktonnya di perairan makin beragaman dan tidak didominasi oleh
satu atau dua jenis individu plankton Persamaan yang digunakan untuk
menghitung indeks ini adalah persamaan Shanon-Wiener, dengan rumus :
Keterangan : = indeks diversitas Shannon-Wienner
pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu
S = jumlah genera
Keterangan :
<1 = Keanekaragaman rendah (Komunitas biota tidak
stabil)
1< <3 = Keanekaragaman sedang (Stabilitas komunitas
biota sedang)
>3 = Keanekaragaman tinggi (Stabilitas komunitas
biota dalam kondisi prima)
Analisis Data
Data keragaman jenis dan jumlah pakan ikan bilih akan disajikan dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Letak Mulut
Hasil penelitian letak mulut ikan bilih di Sungai Naborsahan dapat
diketahui bahwa ikan bilih memiliki tipe mulut superior. Tipe mulut ikan bilih
dapat dilihat pada Gambar 7 ( a dan b).
a. b.
Gambar 7. a. Posisi mulut ikan dari samping dan b.mulut ikan dari depan
Perbandingan Panjang Total Ikan Dengan Panjang Usus
Hasil penelitian diperoleh panjang total ikan bilih dan panjang usus ikan
bilih di Sungai Naborsahan berdasarkan kelas ukuran. Panjang total ikan bilih dan
panjang usus ikan bilih dapat dilihat pada Gambar 8 (a dan b).
a P
a. b.
Gambar 8. a. Panjang total ikan bilih dan b. Panjang usus ikan bilih
Hasil pengukuran dan pengamatan diperoleh panjang total usus ikan bilih
di Sungai Naborsahan berdasarkan kelas ukuran. Hasil pengukuran dan
Tabel 2: Panjang total ikan bilih dan Panjang usus ikan bilih No Ikan Bilih (cm) Panjang Usus (cm)
1. 7,0 – 8,5 9 – 10
2. 8,6 – 10,0 10 - 11.5
3. 10,1 – 11,5 12.5 – 14
4. 11,6 – 13,0 14 – 16
5. 13,1 – 14,5 16 – 17
Hasil pengukuran dan pengamatan ikan bilih selama penelitian di Sungai
Naborsahan di setiap stasiun pengamatan terdiri dari 5 kelas ukuran. Kelas ukuran
panjang total ikan bilih yang paling rendah yaitu 7,0-8,5 cm dan panjang total
yang paling tinggi yaitu 13,0-14,5 cm. Ukuran panjang usus ikan bilih yang
paling rendah yaitu 9 cm dan panjang usus ikan bilih yang paling tinggi 17 cm.
Ikan bilih memiliki perbandingan usus dengan panjang tubuh 1:1,5 – 1:2,5.
Perbandingan usus dengan panjang tubuh dapat dilihat pada lampiran 5.
Komposisi jenis makanan
Pakan alami yang ditemukan di dalam usus selama penelitian pada empat
stasiun pengamatan memiliki jenis yang sama yaitu fitoplankton. Jenis pakan
alami yang ditemukan berupa fitoplankton terdiri atas 10 Genus yang terbagi dari
4 kelas yaitu Bacillariophyceae (6 Genus), Chlorophyceae (2 Genus),
Coscinodiscophyceae 1 Genus), dan Cyanophyceae (1 Genus). Jenis makanan
0.20%
Tabel 3: Jenis makanan yang ditemukan pada usus ikan bilih di setiap stasiun pengamatan
Kelas Famili Genus
Bacillariophyceae Chaetoceraceae Rhizosolenia
Fragillariaceae Synedra
Melosiraceae Melosira
Naviculaceae Gyrosigma
Pinnularia
Surirellaceae Surirella
Chlorophyceae Desmidiceae Closterium
Gonatozygaceae Gonatozygon
Coscinodiscophyceae Aulacoseiraceae Aulacoseira
Cyanophyceae Oscillatoriaceae Oscillatoria
Makanan Utama
Hasil analisis pakan alami di dalam usus yang dilakukan selama penelitian
di perairan Sungai Naborsahan diperoleh nilai IP(Index Preporedence) secara
keseluruhan pada 180 sampel ikan bilih. Pakan alami berupa fitoplankton dari
kelas Bacillariophyceae dengan genus Synedra merupakan pakan alami yang
paling sering ditemukan di dalam usus ikan bilih. Jenis pakan alami secara
keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 9.
0.24%
Hasil analisis pakan alami berdasarkan jenis kelamin jantan dan betina di
perairan Sungai Naborsahan diperoleh nilai IP(Index Preporedence) dapat dilihat
pada (Gambar 10). Pakan alami ikan bilih jantan maupun ikan bilih betina
memiliki jenis yang sama berupa fitoplankton.
a b Gambar 10. Jenis makanan ikan bilih a. Jantan dan b. Betina Ket: n= Jumlah Ikan
IP Berdasarkan Kelas Ukuran
Hasil analisis pakan alami di dalam usus yang dilakukan selama penelitian
di perairan Sungai Naborsahan diperoleh nilai IP(Index Preporedence)
berdasarkan kelas ukuran dapat dilihat pada (Gambar 11). Pakan alami yang
diperoleh dari berbagai kelas ukuran memiliki jenis makanan yang sama berupa
fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae. Kelas Bacillariophyceae genus Synedra
merupakan pakan alami yang paling sering ditemukan di dalam usus ikan bilih
pada seluruh stasiun di perairan Sungai.
0.29%
0.27%
Aulacoseira Oscillatoria0.03% 0.02% Tidak teridentifikas i
Hasil analisis pakan alami di dalam usus yang dilakukan selama penelitian
di perairan Sungai Naborsahan diperoleh nilai IP(Index Preporedence)
berdasarkan stasiun dapat dilihat pada (Gambar 12). Pakan alami yang diperoleh
dari berbagai stasiun memiliki jenis makanan yang sama berupa fitoplankton dari
kelas Bacillariophyceae. Kelas Bacillariophyceae dengan genus Synedra
merupakan pakan alami yang paling sering ditemukan di dalam usus ikan bilih
pada seluruh stasiun di perairan Sungai Naborsahan.
a. b.
c. d.
Gambar 12. Jenis makanan ikan bilih disetiap stasiun pengamatan a. Stasiun 1, b. Stasiun 2, c. Stasiun 3 dan d. Stasiun 4.
Jenis Plankton yang ditemukan pada stasiun penelitian
Selama penelitian di perairan Sungai Naborsahan plankton yang
ditemukan selama penelitian terdiri atas 10 genus yang terbagi menjadi empat
kelas yaitu Bacillariophyceae (6 Genus), Chlorophyceae (2 Genus),
Coscinodiscophyceae (1 Genus) dan Cyanophyceae (1 Genus). Jenis plankton
yang ditemukan selama penelitian pada empat stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4: Jenis plankton yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan
Kelas Famili Genus
Bacillariophyceae Bacillariophyta Achnanthes Bacillaria Chlorophyceae Chlorophyta Pediastrum
Scenedesmus Desmidiceae Closterium Gonatozygaceae Gonatozygon Coscinodiscophyceae Aulacoseiraceae Aulacoseira
Bacillariophyta Coscinodiscus Cyanophyceae Cyanobacteria Anabaena
Oscillatoriaceae Oscillatoria Zygnematophyceae Streptophyta Cosmarium
Keanekaragaman Plankton
Hasil analisis data plankton yang dilakukan selama penelitian di perairan
Sungai Naborsahan diperoleh nilai indeks keanekaragaman plankton di empat
stasiun pengamatan dapat dilihat pada (Tabel 5). Stasiun yang memiliki
kenekaragaman paling tinggi yaitu pada stasiun 4 senilai 3,17 ind/cm dan yang
paling rendah pada stasiun 3 yaitu 3,15 ind/cm.
Tabel 5. Indeks Keanekaragaman (H') pada setiap stasiun pengamatan
H' H' H' H'
Stasiun
1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
3.16 3.16 3.15 3.17
Kelimpahan Plankton
Kelimpahan Plankton selama penelitian di Sungai Naborsahan berkisar
150 – 1400 ind/l. Stasiun yang memiliki kelimpahan paling tinggi yaitu pada
stasiun 3 dan yang paling rendah pada stasiun 4. Kelimpahan plankton tiap stasiun
Tabel 6 : Kelimpahan plankton pada empat stasiun pengamatan
Kelimpahan Total 9991 16225 9657 6110
Ket: ST (Stasiun)
Kelas Famili Genus Kelimpahan (ind/l)
st 1 st 2 st 3 st 4
Bacillariophyceae Bacillariophyta Achnanthes 333 575 342 200
Bacillaria 373 625 371 220
Chaetoceraceae Rhizosolenia 623 1125 657 400
Fragillariaceae Synedra 934 1375 957 450
Melosiraceae Melosira 498 900 428 310
Naviculaceae Gyrosigma 358 725 342 260
Pinnularia 529 800 528 280
Surirellaceae Surirella 389 600 400 320
Chlorophyceae Chlorophyta Pediastrum 467 575 385 200
Scenedesmus 389 700 371 230
Desmidiceae Closterium 451 475 342 210
Gonatozygaceae Gonatozygon 389 700 428 320
Coscinodiscophyceae Aulacoseiraceae Aulacoseira 389 700 371 250
Bacillariophyta Coscinodiscus 358 600 342 200
Cyanophyceae Cyanobacteria Anabaena 327 625 400 220
Oscillatoriaceae Oscillatoria 420 700 400 260
Zygnematophyceae Streptophyta Cosmarium 249 400 257 200
Pleurotenium 234 450 285 180
Faktor fisik-kimia perairan
Hasil pengukuran faktor fisika-kimia di Sungai Naborsahan selama
penelitian perairan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7: Faktor fisika-kimia perairan di setiap stasiun pengamatan
No Parameter Stasiun Pengamatan
1 2 3 4
Berdasarkan hasil analisis morfologi ikan bilih yang ditemukan di setiap
stasiun penelitian bahwa mulut ikan bilih terletak pada bagian atas kepala (tipe
superior). Tipe mulut berkaitan dengan jenis dan cara untuk mendapatkan
makanannya. Ukuran mulut ikan dapat memberikan petunjuk terhadap kebiasaan
makan, terutama bila dikaitkan dengan ukuran dan tempat gigi berada. Ikan
bilih mempunyai mulut yang dapat disembulkan dan tidak mempunyai gigi.
Saanin (1968) menyatakan bahwa secara umum ikan bilih mempunyai tulang
sejati, kepala simetris, terdapat sisik yang menutupi badan, kedua rusuk
mempunyai gurat sisik, mulut agak disembulkan dan tidak terdapat gigi. Effendie
(1997) juga menambahkan bahwa umumnya ikan berukuran kecil dengan bentuk
ini sesuai dengan analisis isi lambung yang telah dilakukan bahwa jenis makanan
yang ditemukan di dalam lambung ikan bilih semuanya termasuk ke dalam jenis
plankton. Jenis makanan yang ditemukan di dalam lambung ikan bilih dapat
dilihat pada Tabel 3.
Perbandingan panjang total dan panjang usus
Berdasarkan dari hasil penelitian pada Gambar 7 dan Tabel 2 di setiap
stasiun pengamatan ditemukan bahwa ikan bilih memiliki perbandingan panjang
usus dan panjang total ikan bilih berkisar 1:1,5 - 1:2,5. Hal tersebut menunjukkan
bahwa usus ikan bilih lebih panjang dari pada panjang tubuhnya. Kondisi ini
menjelaskan bahwa ikan bilih merupakan ikan herbivora yang memakan plankton
terutama fitoplankton. Effendie (2002) menyatakan Ikan herbivor tidak
mempunyai kemampuan untuk memakan dan mencerna material lain selain
tumbuhan, oleh karena itu cenderung memiliki waktu yang lama untuk
mencernanya. Struktur saluran pencernaan ikan bilih terdiri dari lambung palsu,
usus, dan anus. Huet (1971) menyatakan ikan yang mempunyai struktur
pencernaan demikian, dapat dikategorikan sebagai kelompok ikan herbivor atau
ikan yang mempunyai makanan utama adalah tumbuh-tumbuhan dan alga,
termasuk plankton
Komposisi jenis Makanan
Ikan bilih tergolong ikan herbivora yang dapat diketahui dari hasil
analisis makanan dalam lambung pada Tabel 3. Berdasarkan analisis makanan,
jenis makanan yang ditemukan dalam lambung ikan bilih di Sungai
Naborsahan dikelompokkan atas 4 kelas yaitu Bacillariophyceae,
terindentifikasi berupa fitoplankton. Effendie (1997) menyatakan berdasarkan
makanannya, ikan dapat digolongkan menjadi ikan herbivora, karnivora, dan
omnivora. Panjang usus ikan dapat menggambarkan spesialisasi penyesuaian di
dalam kebiasaan makan. Berdasarkan komposisi jenis makanan ikan bilih yang
terdiri dari empat kelas semua termasuk dalam kelompok fitoplankton. Menurut
Kline (1987) didalam Effendie (2002) bahwa ikan herbivor mempunyai usus lebih
besar dari pada ikan karnivor yang hanya pemakan ikan lainnya dengan
perbandingan panjang usus dan panjang total ikan 1:3,75 – 1:10,0.
Ikan bilih merupakan jenis ikan pemakan fitoplankton dan
zooplankton (plankton feeder). Menurut Azhar (1993) dan Yonwarson (1996),
sebagai pemakan plankton (plankton feeder), makanan utama ikan bilih
adalah fitoplankton dan zooplankton, sedangkan makanan pelengkapnya
adalah detritus dan potongan tumbuhan
Makanan Utama
Komposisi makanan ikan bilih secara umum (Gambar 8) didapatkan
bahwa kelompok jenis Bacillariophyceae merupakan pakan alami yang ditemukan
di dalam usus ikan bilih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purnomo & Sunarno
(2009) Penelitian di Danau Singkarak diperoleh hasil yang sama, dimana
fitoplankton yang paling banyak dikonsumsi oleh ikan bilih adalah famili
Bacillariophyceae. Nilai IP dari kelompok Bacillariophyceae dari genus Synedra
adalah sebesar 98,9%. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok Bacillariophyceae
merupakan makanan utama ikan bilih. Penentuan makanan utama tersebut sesuai
dengan Nikolsky (1963) bahwa IP >40% makan utama dan < 4% merupakan
Jenis pakan ikan bilih penting dilakukan karena kesesuaian pakan alami
ikan akan menentukan pertumbuhan bagi ikan tersebut. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sukimin dkk (2002) Pertumbuhan ikan di suatu perairan banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain: ukuran makanan yang
dimakan, ukuran ikan di perairan, jenis makanan yang dimakan, serta kualitas
lingkungan dan kondisi ikan.
IP Berdasarkan Jenis Kelamin
Ikan bilih tergolong ikan herbivora yang dapat diketahui dari hasil analisis
makanan dalam lambung yang terdiri dari fitoplankton dan serasah.
Fitoplankton didominasi oleh kelompok Bacillariophyceae. Berdasarkan analisis
makanan berdasarkian jenis kelamin, jenis makanan yang ditemukan dalam
lambung ikan bilih dikelompokkan atas 4 (empat) kelas yaitu Bacillariophyceae,
Chlorophyceace, Coscinodiscophuceae, Cyanophyceae dan tidak terindentifikasi
berupa serasah diduga ikut termakan.
Nilai IP dari ikan bilih jantan dan ikan bilih betina untuk Bacillariophyceae
masing-masing 98,9% dan 98,7%. Bacillariophyceae dari genus Synedra
merupakan makanan utama ikan bilih (Gambar 9). Ikan jantan mengkonsumsi
makanan sama dengan ikan betina. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan
pakan alami ikan bilih jantan dan ikan bilih betina. Hal ini sesuai dengan Febriani
(2010) Kelompok makanan yang ditemukan dari saluran pencernaan ikan bilih
jantan tidak jauh berbeda dengan ikan bilih betina terdiri plankton kelompok
Bacillaryophiceae, Chlorophyceae, Cyanophyceaea, Lain- lain (Serasah,
Hasil penelitian mengenai komposisi makanan berdasarkan jenis kelamin
Febriani (2010) Menunjukkan kelompok makanan tersebut IP terbesar pada ikan
jantan dan betina ditempati oleh fitoplankton kelompok Bacillaryophiceae,
masing-masing adalah 67 % dan 56%, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kelompok Bacillaryophiceae merupakan makanan utama ikan bilih (IP > 40 %)
IP Berdasarkan Ukuran
Komposisi makanan ikan bilih berdasarkan kelas ukuran (Gambar 8)
didapatkan bahwa kelompok Bacillariophyceae merupakan makanan utama ikan
bilih dari seluruh kelas ukuran dan memiliki jenis makanan yang sama. Menurut
Lagler et al. (1977), pola kebiasaan makanan ikan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya umur, ukuran, waktu. Hal ini diduga karena
pada ikan yang berukuran kecil membutuhkan energi yang besar untuk
pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya sehingga membutuhkan makanan
dengan jenis dan jumlah yang besar. Sedangkan pada ikan besar energi
yang dibutuhkan hanya untuk pemeliharaan tubuh, sehingga tidak banyak
mengkonsumsi makanan. Nilai IP dari kelompok Bacillariophyceae dari genus
Synedra adalah pada kelas ukuran 7,0-8,5 (98,8%), kelas ukuran 8,6-10,0 (98,7%)
kelas ukuran 10,1-11,5 (97%), kelas ukuran 11,6-13,0 (96%) dan kelas ukuran
13,1-14,5 (98%). Dari masing-masing kelas ukuran mempunyai jenis makananan
yang sama dengan jumlah persentase pakan yang berbeda. Makanan tambahan
dari ikan bilih adalah berupa kelompok Bacillariophceae, Chlorophyceae,
Cyanophyceae, dan organisme tak teridentifikasi (IP <4%). Hal ini sesuai dengan
Nikolsky (1963) bahwa IP >40% makan utama dan < 4% merupakan pakan
jenis makanan dengan ukuran bukaan mulutnya. Ikan yang berukuran lebih
besar akan memangsa makanan yang lebih besar dan melakukan spesialisasi
terhadap jenis makanannya (Effendie, 1997).
Pada penelitian ikan bilih oleh Febriani (2010) Berdasarkan kelas ukuran,
dapat diketahui makanan utama ikan bilih adalah kelompok Bacillariophyceae.
Bacillariophyceae memiliki nilai IP terbesar untuk setiap kelas ukuran
panjang. Diduga ikan pada masa pertumbuhan memilih makanan dengan
nilai protein yang tinggi untuk dapat memacu pertumbuhannya, sehingga
ikan pada selang tersebut memilih Bacillariophyceae sebagai makanan utamanya.
Jenis organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan bilih hampir
seragam untuk setiap kelas ukuran. Menurut Effendie (1997) terdapat
faktor-faktor yang menentukan suatu jenis ikan akan memakan suatu organisme
makanan adalah ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna, rasa, tekstur
makanan, dan selera ikan terhadap makanan.
IP berdasarkan stasiun
Hasil analisis plankton di dalam usus yang dilakukan selama penelitian di
perairan Sungai Naborsahan diperoleh nilai IP(Index Preporedence) pada ikan
bilih pada setiap stasiun yang masing-masing didominasi oleh jenis makanan
berupa fitoplankton kelompok Bacillaryophiceae dari genus synedra sebagai
pakan utamanya dan memiliki jenis makanan yang sama. Setiap stasiun memiliki
IP > 40% pada stasiun 1 (98.5%), Stasiun 2 (99%), stasiun 3 (99.1%) dan Stasiun
4 (99%). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan Kartamihardja
dan Purnomo (2006) Di Danau Singkarak, presentasi komposisi makanan ikan
serasah (12,4%) sedangkan di Danau Toba berupa detritus (47,5%) dan
fitoplankton (24,4%) dan makanan tambahannya adalah zooplankton (8,8%)
dan serasah (19,4%).
Menurut Kartamihardja, E.S. (2009) menyatakan ikan bilih hidup, tumbuh
dan berkembang pesat di Danau Toba yaitu karena makanan ikan bilih yang
berupa pankton, detritus dan sisa pakan dari budidaya Keramba Jaring
Apung (KJA) yang cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal
oleh ikan lain.
Jenis plankton
Berdasarkan hasil analisis plankton yang ditemukan pada setiap stasiun
pengamatan terdiri dari 5 Kelas yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae,
Coscinodiscophyceae, Cyanopyceae, Zygnematophyceae. 14 famili yaitu
Bacillariophyta, Chaetoceraceae, Fragillariaceae, Melosiraceae, Naviculaceae,
Surirelaceae, Chlorophyta, Desmidiceae, Gonatozygaceae, Aulacoseiraceae,
Bacillariophyta, Cyanobacteria, Oscillatoriaceae dan Streptophyta dan 24 Genus
yaitu Achnanthes, Bacillaria, Cymbella, Ephithemia, Fragillaria, Frustulia,
Navicula, Nitzschia, Rhizosolenia, Synedra, Melosira, Gyrosigma, Pinnularia,
Surirella, Pediastrum, Scenedesmus, Closterium, Gonatozygon, Aulacoseira,
Coscinodiscus, Anabaena, Oscillatoria, Cosmarium dan Pleurotenium. Banyaknya
plankton yang ditemukan menunjukkan bahwa sungai naborsahan memiiki jenis
plankton yang paling ditemukan dari kelas Bacillariophyceae. Jenis plankton yang
ada di perairan lebih beragam dari pada yang ada di usus. Menurut Arinardi dkk
lingkungan yang ada, kelas ini bersifat kosmopolitan serta mempunyai toleransi
dan daya adaptasi yang tinggi.
Jenis plankton yang ada di air lebih beragam dari pada yang ada di usus
karena ikan bilih merupakan ikan tipe pemilih makanan. Hal ini sesuai dengan
Azhar (1993) bahwa ikan bilih sangat selektif dalam memilih makanan.
Keanekaragaman plankton
Keanekaragaman plankton di suatu perairan dapat menunjukkan kualitas
perairan tersebut. Keanekaragaman plankton selama penelitian dapat diketahui
bahwa nilai indeks keanekaragaman plankton tertinggi yaitu pada stasiun 4
dengan nilai 2,26 ind/cm. Nilai keanekaragaman terendah yaitu Selama penelitian
di perairan Sungai Naborsahan, informasi mengenai jenis plankton juga dapat
diketahui di empat stsiun pengamatan. Plankton yang ditemukan selama penelitian
di empat stasiun terdiri atas (5 kelas), (14 famili), dan (24 Genus).
Dari Tabel 5 nilai indeks keanekaragaman (H') tertinggi terdapat pada
stasiun 4 sebesar 3,17. Hal ini disebabkan pada stasiun 4 terdapat jumlah jenis
dengan penyebaran yang merata dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya
karena daerah pertemuann antara sungai dengan danau yaitu muara. Hal ini sesuai
dengan Zalocar de Domitrovic dkk (2007), bahwa komposisi fitoplankton
tidak selalu merata pada setiap lokasi di dalam suatu ekosistem, dan pada
suatu ekosistem sering ditemukan beberapa jenis melimpah sedangkan yang
lain tidak. Keberadaan fitoplankton sangat tergantung pada kondisi
lingkungan perairan yang sesuai dengan hidupnya dan dapat menunjang
Kelimpahan Plankton
Kelimpahan plankton di suatu perairan akan dipengaruhi oleh parameter
lingkungan termasuk kualitas perairan dan fisiologi. Kelimpahan dan komposisi
plankton dapat berubah pada berbagai tingkatan sebagai respon terhadap
perubahan kondisi lingkungan fisik, biologi dan kimiawi perairan. Ada tiga faktor
utama yang mempengaruhi respon pertumbuhan plankton yaitu suhu, cahaya dan
nutrien. Bila suhu, cahaya dan nutrien dalam kondisi yang optimum maka
plankton akan tumbuh dengan pesat (Utomo dkk, 2011)
Kelimpahan Plankton selama penelitian di Sungai Naborsahan berkisar
30-90 ind/cm. Stasiun yang memiliki kelimpahan paling tinggi yaitu pada stasiun 2
dan yang paling rendah pada stasiun 4. Kelimpahan plankton tiap stasiun dapat
dilihat pada Tabel 6. Dari keempat stasiun penelitian dapat diketahui bahwa
stasiun yang memiliki kelimpahan tertinggi yaitu pada stasiun 3 sebanyak 19600
ind/l dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 4 sebanyak 6110 ind/l. Hal
ini sesuai dengan Kartamihardja dan Sarnita (2008) Kelimpahan fitoplankton di
perairan Danau Toba dapat menyebabkan pertumbuhan populasi ikan bilih.
Kelimpahan fitoplankton tersebut disebabkan oleh kesuburan perairan Danau
Toba akibat adanya pemasukan unsur hara dari kegiatan budidaya ikan intensif di
KJA dan dari limbah domestik, hotel serta limbah pertanian dan peternakan di
sekitar kawasan Danau Toba. Kelimpahan fitoplankton di Danau Toba sebagai
makanan ikan bilih dari sekitar 8000 sel per liter tahun 1996 menjadi 41.000 sel
Faktor Fisik-kimia perairan
Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaannya
sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia disepanjang aliran sungai.
Manfaat sungai sebagai sumber air sangat penting dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat yaitu sebagai sarana transportasi, mandi, mencuci dan sebagainya.
Namun sungai dapat menjadi sumber malapetaka apabila tidak dijaga baik dari
segi manfaatnya maupun pengamanannya yang dapat menurunkan daya gunanya
jika pengaruh yang ditumbuhkan dari berbagai aktivitas melebihi daya dukung
sungai atau tercemarnya air oleh zat-zat kimia yang akan mematikan kehidupan
yang ada di sekitarnya dan merusak lingkungan (Subagyo,1992)
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa hasil pengukuran suhu yang diperoleh
berkisar antara 20 ºC-27 ºC. Suhu diperairan di stasiun 1 berkisar antara 20-23 ºC,
stasiun 2 berkisar antara 21-25 ºC, stasiun 3 berkisar antara 23-26 ºC dan stasiun 4
berkisar antara 23-27 ºC. Nilai suhu yang didapat selama pengamatan masih
tergolong dalam kisaran yang menunjang kehidupan plankton yang diperoleh. Hal
ini sesuai dengan Effendi (2003) Bahwa suhu optimal bagi kehidupan organisme
di perairan tropis adalah 20 ºC-30 ºC. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan
suhu di Sungai Naborsahan masih mendukung untuk kehidupan ikan bilih dan
kehidupan plankton sebagai pakan alami ikan bilih.
Kecepatan arus dari suatu perairan akan mempengaruhi keberadaan
plankton yang terdapat didalamnya. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa kisaran
arus antara selang 0,23-0,60 m/s. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan arus di
stasiun tergolong cepat. Menurut Welch (1980) Arus dibagi menjadi 5 yaitu arus
(0,1 - 0,25 m/s) dan sangat lambat (<0,1 m/s) kategori untuk perairan yang
berarus sedang berkisar antara 0,25 – 0,50 m/s. Di antara keempat stasiun
terdapat perbedaan kecepatan arus sungai selama pengamatan. Kecepatan arus
tertinggi terdapat pada stasiun 1. Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi
jenis-jenis yang hidup di dalamnya. Dari hasil pengamatan, alga bentik
yang mendominasi perairan pada stasiun pengamatan di antaranya adalah
Synedra, Nitzschia, Navicula dan Oscillatoria. Menurut Round (1964) dalam
Wijaya (2009), tipe komunitas perairan yang berarus < 0,2 – 1 m/s
didominasi oleh alga epipelik dan epifitik seperti Nitzschia, Navicula,
Caloines, Eunotia, Synedra, Oscillatoria, Oedogonium dan Bulbochaete.
Kecerahan merupakan gambaran sifat optik dari suatu perairan yang
ditentukan oleh banyaknya cahaya yang masuk. Di perairan kecerahan
dipengaruhi oleh bahan-bahan tersuspensi seperti lumpur, pasir, bahan organik
dan anorganik, plankton dan organisme mikroskopik lainnya. Kecerahan sangat
mempengaruhi proses fotosintesis fitoplankton (Muharram, 2006). Berdasarkan
Tabel 7 diketahui bahwa kisaran kecerahan lokai penelitian antara 38-103. Nilai
kecerahan sangat dipengaruhi oleh zat-zat terlarut dalam air karena dapat
mengurangi banyaknya cahaya yang masuk ke badan air. Barus (2004)
menyatakan terjadinya penurunan nilai penetrasi cahaya disebabkan oleh
kurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, adanya
kekeruhan oleh zat-zat terlarut dan kepadatan plankton di suatu perairan
menyebabkan penetrasi cahaya pada bagian hulu suatu ekosistem sungai pada
Nilai pH masing-masing di lokasi penelitian pada Tabel 7 antara 6,6 - 8,2.
Nilai tersebut masih tergolong pH normal dan masih sesuai dengan Barus (2004)
Nilai pH ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7
sampai 8,5. Kondisi yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisma dan respirasi.
Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan,
proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi
untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan
untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Salmin
(2000) menyatakan sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu
proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut
Nilai oksigen terlarut pada Tabel 7 berkisar 2,14 - 16,8 mg/l. Kadar
oksigen terlarut tertinggi terdapat pada Stasiun III dan IV. Hal ini diduga
disebabkan oleh proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Tingginya
kelimpahan fitoplankton di Sungai Naborsahan ini memberikan kontribusi
terhadap tingginya kadar oksigen terlarut yang merupakan hasil dari proses
fotosintesis. Barus (2004) menyatakan kandungan DO untuk kebutuhan optimal
bagi kehidupan organisme perairan yang sebaiknya berkisar antara 6 - 8 mg/l.
Nilai BOD5 menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba
aerob untuk mengoksidasi bahan organik di air. Berdasarkan Tabel 5 diketahui
nilai BOD5 antara 0,8 - 13,8 mg/l dan nilai BOD5 yang paling tinggi d stasiun III
maupun kegiatan mck. Lee, dkk (1978) dalam Wijaya (2009) mengatakan bahwa
perairan dengan kandungan BOD5 5,0 – 15 mg/l tergolong perairan tercemar
sedang dan > 15 mg/l tergolong perairan tercemar berat.
Nilai kekeruhan keempat stasiun pengamatan berkisar antara 1,6 NTU
– 7,7 NTU. Nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun IV dan terendah
pada stasiun I. Tingginya nilai kekeruhan di stasiun IV (substrat lumpur)
disebabkan karena terakumulasinya limbah-limbah dari berbagai aktivitas yang
berasal dari hulu sampai hilir dan disebabkan oleh adanya gelombang dari
danau sehingga partikel lumpur terangkat dan mengakibatkan kekeruhan yang
Tinggi. Hal ini sesuai dengan Nybakken (1992) Besarnya jumlah partikel
tersuspensi dalam perairan estuari akan menyebabkan perairan menjadi
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada ikan bilih di Sungai Naborsaha dapat
disimpulkan:
1. Pakan alami ikan bilih yang ditemukan di dalam usus adalah
rhizosolenia, Synedra, Gonatozygon, Closterium, surirella, Pinnularia,
Oscillatroria, Melosira, Gyrosigma dan Aulacoseira.
2. Jenis pakan alami yang ditemukan paling banyak adalah fitoplankton
dari genus Synedra yang memiliki IP (index Preporedance) > 40% yaitu
98,9% sebagai pakan utamanya ikan bilih.
B. Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kebiasaan makanan ikan
bilih berdasarkan waktu 24 jam untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan
TINJAUAN PUSTAKA
Sungai
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991, sungai adalah
tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air
sampai muara dengan dibatasi pada kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya
oleh garis sempadan.
Sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, hilir. Secara
biogeofisik, daerah hulu sungai dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan
daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah
dengan kemiringan lereng besar, bukan merupakan daerah banjir, pengaturan
pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya
merupakan tegakan hutan. Sementara daerah hilir sungai dicirikan oleh hal-hal
sebagai berikut: merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil,
merupakan daerah kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil, pada
beberapa tempat daerah banjir dan jenis vegetasi didominasi dengan tanaman
pertanian. Daerah sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua
karakteristik biogeofisik sungai yang berbeda tersebut di atas (Asdak, 1987).
Adanya perbedaan keterjalan dari topografi aliran sungai menyebabkan
kecepatan arus mulai daerah hulu sampai ke hilir akan bervariasi. Daerah hulu
ditandai dengan kecepatan arus yang tinggi dan kecepatan arus tersebut akan
semakin berkurang pada aliran sungai yang mendekati hilir. Berdasarkan
keberadaan air sungai dapat disebut sebagai sungai permanen yaitu sungai yang
hujan dan kering pada musim kemarau serta sungai episodik yaitu sungai yang
berair pada saat musim hujan saja (Barus, 2004).
Menurut Suwignyo (1990) dalam Barus (2004) dalam perjalanan mulai
dari hulu sungai hingga hilir sungai, aliran air juga akan berfungsi sebagai alat
transport bagi berbagai jenis substrat, sedimen serta benda maupun zat lain
termasuk berbagai jenis limbah yang dibuang oleh manusia ke dalam badan air.
Mulai dari hulu menuju ke hilir akan terjadi peningkatan volume aliran air,
sementara kecepatan arus akan menurun dan semakain lambat pada aliran air yang
mendekati hilir. Substrat dasar di daerah hulu umumnya merupakan batu-batuan
yang mempunyai diameter yang besar dan akan semakin kecil diameternya pada
daerah hilir. Di daerah hilir/muara substrat umumnya berupa partikel halus berupa
lumpur.
Ikan bilih
Secara sistematik, ikan bilih termasuk ke dalam klasifikasi sebagai
berikut (Saanin, 1968):
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Mystacoleucus
Species : Mystacoleucus padangensis Bleeker
Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) merupakan ikan endemik
Danau Toba, Sumatra Utara dilakukan setelah ahli peneliti perikanan
mempertimbangkan hasil kajian ikan bilih di habitat aslinya, Danau Singkarak
dan hasil kajian yang dilakukan di Danau Toba sebagai kandidat perairan untuk
introduksi ikan bilih. Pada tanggal 03 Januari 2003 sebanyak 2.840 ekor ikan
bilih dengan ukuran panjang total antara 4,1 -5,7 cm dan berat antara 0,9 – 1,5 g
ditebarkan ke dalam Danau Toba. Pada saat sekarang populasi ikan bilih sangat
berkembang di Perairan Danau Toba yang berdampak positif terhadap
peningkatan pendapatan para nelayan di sekitar kawasan ekosistem Danau Toba.
Perkiraan total hasil tangkapan ikan bilih pada tahun 2008 adalah 1.755 ton, yaitu
hampir tiga kali lipat lebih besar dibandingkan hasil tangkapan pada tahun 2005
yang mencapai 653,6 ton dengan total produksi 3,9 milyar rupiah (Kartamihardja
dan Purnomo, 2006).
Bentuk badan ikan bilih sangat mirip dengan kerabatnya, ikan genggehek
(Jawa Barat) atau wader (Jawa Tengah dan Timur), yaitu Mystacoleucus
marginatus yang banyak terdapat di perairan umum Sumatera, Jawa dan
Kalimantan. Ikan ini juga mirip dengan ikan wader cakul (Jawa Tengah dan
Timur), beunteur (Jawa Barat) atau pora-pora (Sumatera Utara), yaitu Pontius
binotatus. Oleh karena sejak tahun 1990-an, ikan pora-pora di Danau Toba tidak
pernah tertangkap lagi, maka masyarakat sekitar Danau tersebut menyebut ikan
bilih sebagai ikan pora-pora yang sebenarnya adalah ikan bilih terus melekat dan
populer sampai sekarang. (Kartamihardja dan Sarnita, 2008).
Ikan bilih merupakan ikan air tawar yang dapat melakukan Pertumbuhan
dengan cepat. Pertumbuhan tersebut merupakan proses biologis yang komplek
pertumbuhan digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu faktor dalam dan luar.
Faktor dalam umumnya sukar dikontrol, antara lain keturunan, sex, umur, parasit
dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan,
suhu perairan dan faktor-faktor kimia perairan, antara lain oksigen,
karbondioksida, pH, serta perkembangan populasi ikan bilih yang cepat selain
didukung oleh tersedianya makanan alami terutama fitoplankton dan dentritus
juga tersedianya daerah pemijahan yang banyak tersebar di muara-muara sungai
yang masuk ke danau (Kartamihardja dan Sarnita, 2008).
Menurut Kartamihardja (2009) ada beberapa alasan mengapa ikan bilih
hidup, tumbuh dan berkembang pesat di Danau Toba, yaitu karena:
1. Di danau toba tersedia makanan ikan bilih yang berupa pankton, detritus
dan sisa pakan dari budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) yang cukup
melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal oleh ikan lain,
2. Ikan bilih termasuk ikan benthopelogis, yaitu jenis ikan yang dapat
memanfaatkan jenis makanan yang berada di dasar perairan (benthik)
maupun di lapisan tengah dan permukaan air (pelagik).
3. Ikan bilih tidak berkompetisi makanan dan ruang dengan ikan lain di
danau Toba seperti ikan mujair, mas, nila dan lainnya.
4. Menggantikan ikan pora-pora yang populasinya sudah menurun/tidak
tertangkap lagi sejak 1990.
5. Tempat hidup ikan bilih 10 kali lebih luas dibanding di Danau Singkarak.
6. Tempat pemijahan ikan bilih yang berupa sungai yang masuk ke Danau
Toba (191 sungai) 30 kali lebih banyak dari sungai yang masuk ke Danau
Ikan bilih rentan terhadap kepunahan akibat kerusakan habitat dan
eksploitasi yang intensif. Di danau Singkarak sebagai habitat asli, ikan bilih
merupakan hasil tangkapan utama di samping jenis-jenis ikan ekonomis lainnya,
seperti ikan asang (Osteochilus brachynopterus), sasau (Hampala ampalong), dan
turik (Cyclocheilichthys de Zwani). Pada tahun 2002, sekitar 90% dari hasil
tangkapan nelayan di danau Singkarak adalah ikan bilih (Kartamihardja dan
Sarnita, 2008).
Habitat
Ikan bilih melakukan reproduksi atau pemijahan dengan cara
menyongsong aliran air di sungai yang bermuara di danau. Induk jantan dan
betina beruaya ke arah sungai dengan kecepatan arus air ke arah sungai berkisar
antara 0,3-0,6 m/s dan dangkal dengan kedalama air antara 10-20 cm. Habitat
pemijahan ikan bilih adalah perairan sungai yang jernih dengan suhu air relatif
rendah, berkisar antara 24,0-26,0°C, dan dasar sungai yang berbatu kerikil dan
atau pasir. Dalam hal ini, faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan ikan
bilih adalah arus air dan substrat dasar. Ikan bilih menuju ke daerah pemijahan
menggunakan orientasi visual dan insting. Sesampainya di habitat pemijahan
tersebut, ikan bilih betina melepaskan telur dan bersamaan dengan itu juga ikan
jantan melepaskan sperma untuk membuahi telur tersebut. Telur ikan bilih yang
telah dibuahi berwarna transparan dan tenggelam berada di dasar sungai untuk
kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke danau. (Kartamihardja dan Sarnita,
2008).
Telur-telur tersebut akan menetas di danau sekitar 19 jam setelah dibuahi
dewasa. Populasi ikan bilih memijah setiap hari sepanjang tahun, mulai dari sore
hari sampai dengan pagi hari. Puncak pemijahan ikan bilih terjadi pada pagi hari
mulai jam 5.00 sampai 9.00, seperti diperlihatkan dengan banyaknya telur yang
dilepaskan. Pemijahan ikan bersifat parsial, yakni telur yang telah matang kelamin
tidak dikeluarkan sekaligus tetapi hanya sebagian saja dalam satu periode
pemijahannya. Jumlah telur yang dikeluarkan (fekunditas) ikan bilih berkisar
antara 3.654-14.561 butir telur dengan rata-rata 7.580 butir per induk
(Kartamihardja, 2008).
Seperti halnya di danau Singkarak, ikan bilih yang sudah matang kelamin
secara naluri beruaya menyongsong air yang masuk danau (masuk ke sungai yang
bermuara di danau Toba) yang kondisi airnya jernih, berarus, dasar perairannya
berbatu kerikil dan atau pasir. Induk-induk ikan tersebut mulai masuk sungai pada
sore hari secara bergerombol untuk kemudian memijah di bagian sungai. Puncak
pemjahan terjadi pada malam hari menjelang pagi, sekitar jam 3 sarnpai 5 pagi.
Telur yang transparan hasil pemijahan yang telah dibuahi akan bergerak terbawa
arus air masuk ke danau dan menetas disana, larva serta benihnya tumbuh di
danau sampai dewasa (Kartamihardja dan Purnomo, 2006).
Kebiasaan makanan
Kebiasaan makanan merupakan jenis-jenis makanan yang selalu di makan
ikan ketika ikan itu makan, jenis-jenis makanan itu terdapat dalam jumlah banyak
di dalam lambung dan usus ikan dan hampir semua makanan ikan di dalam
populasi memakan jenis makanan tersebut. Secara alami semua individu ikan
ketika mengawali hidupnya untuk mengambil makanannya sendiri dari alam
yang paling kecil ukurannya yang ada di perairan. Individu larva ikan pertama
kalinya mengambil makanan dari perairan bukan memilih jenis makanan yang
dimakan, tetapi memilih makanan yang dimakan sesuai dengan bukaan mulutnya
(Pulungan dkk, 2007).
Secara anatomis struktur alat pencernaan ikan berkaitan dengan bentuk
tubuh, kebiasaan makanan yaitu saluran pencernaan yang meliputi mulut yang
berfungsi untuk masuknya makanan yang sesuai dengan bukaan mulutnya, rongga
mulut yang berfungsi sebagai penyeleksi makanan yang dimakan oleh ikan, faring
yang berfungsi sebagai penyaringa makanan, esophagus yang berfungsi dalam
proses penelanan makanan dan lambung yang berfungsi untuk menampung dan
mencerna makanan (Affandi, 2002).
Berdasarkan perangkat yang digunakan pencernaan pada hewan air terjadi
secara mekanik dan kimiawi, secara mekanik menggunakan taring misalnya untuk
menggigit, beberapa hewan air juga menggunakan gigi untuk menggigit dan
mengoyak pakan. Sebayak 85% ikan teleostei memiliki lambung yang digunakan
untuk pencernaan mekanik, secara kimiawi dapat melibatkan enzim sebagai
katalisator untuk mempercepat prosesnya (Khairuzzuhdi, 2006).
Jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung pada
jenis ikan, tingkat umur dan lingkungan habitat dimana individu spesies ikan itu
berada. Fitoplankton dari jenis diatome adalah jenis makanan alami awal ketika
individu mengawali hidupnya, akan tetapi setela individu ikan itu mencapai usia
dewasa maka jenis makanan alami yang dimakan akan berubah sesuai dengan
kebiasaan makanan yang dimakan oleh induknya. Faktor yang menentukan suatu
ketersediaan makanan, warna makanan, dan selera ikan terhadap makanan.
Jumlah makanan yang dibutuhkan oleh suatu jenis ikan tergantung pada macam
makanan, kebiasaan makanan, kelimpahan makanan, suhu air, dan kondisi umum
dari ikan yang bersangkutan. Serta jenis-jenis makanan yang dimakan oleh suatu
spesies ikan biasanya tergantung pada umur ikan, tempat, dan waktu (Pulungan
dkk, 2007).
Dalam pengelompokkan ikan berdasarkan kepada makanannya, ada ikan
sebagai pemakan plankton, pemakan tanaman, pemakan dasar, pemakan detritus,
ikan buas dan ikan pemakan campuran. Kemudian karena cara mengambil dan
mendapatkan makanannya bervariasi maka jenis makanan yang dimakan oleh
setiap spesies ikan juga bervariasi. Sehingga dapat digolongkan menjadi ikan
karnivor yaitu pemakan daging, herbivor pemakan tumbuhan dan omnivor
pemakan segalanya (Effendie, 1997)
Menurut Effendie (1997) besarnya populasi ikan dalam suatu perairan
antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ada beberapa
faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas
makanan yang tersedia, mudahnya tersedia makanan dan lama masa pengambilan
makanan oleh ikandalam populasi tertentu. Makanan tersebut akan mempengaruhi
pertumbuhan, kematangan bagi tiap-tiap individu ikan serta keberhasilan
hidupnya (survival). Adanya makanan dalam perairan juga ditentukan oleh
kondisi abiotik lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan.
Apabila satu spesies ikan telah diketahui secara umum kebiasaan makanannya,
tetapi ketika diambil dari perairan tertentu terdapat kelainan dalam lambungnya,
Dengan demikian penilaian kesukaan ikan terhadap makanannya menjadi sangat
relatif. Beberapa faktor yang diperhatikan adalah faktor penyebaran organisme
sebagai makanan ikan, faktor ketersediaan makanan, faktor pilihan dari ikan itu
sendiri serta faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan.
Kartamihardja dan Sarnita (2008) menyatakan bahwa makanan utama
ikan bilih di habitat aslinya Danau Singkarak adalah detritus dan zooplankton
sedangkan di perairan Danau Toba makanan utama ikan bilih adalah detritus dan
fitoplankton serta makanan tambahannya adalah zooplankton dan seresah..
Selanjutnya mereka menyatakan bahwa makanan utama ikan bilih di kedua
perairan tersebut hampir sama hanya sedikit berbeda dalam persentase
komposisinya.
Menurut (Kartamihardja dan Purnomo, 2006) Pada dasarnya makanan
ikan bilih di kedua perairan tersebut hampir sama, hanya sedikit berbeda dalam
prosentase komposisinya saja. Hal ini menunjukkan bahwa ikan bilih yang
diintroduksikan dapat memanfaatkan kelimpahan makanan alami yang tersedia di
danau Toba yang selama ini belum banyak dimanfaatkan oleh jenis ikan lain yang
ada di danau tersebut. Dengan demikian, ikan bilih di Danau Toba telah dapat
mengisi relung (niche) makanan yang kosong.
Kelimpahan fitoplankton di Danau Toba sebagai makanan ikan bilih
mengalami peningkatan Peningkatan kesuburan perairan terutama sebagai hasil
beban masukan unsur hara dari kegiatan budidaya ikan intensif dalam keramba
jaring apung diduga menjadi penyebab meningkatnya kelimpahan fitoplankton.
Disarnping fitoplankton, terdapat juga perifiton dimana ke dua kelornpok
kelompok sumberdaya pakan ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh
populasi ikan yang ada karena jenis ikan pemakan plankton yang hidup di zona
iimnetik danau hampir tidak ada. Sebelum tahun 1985, jenis ikan pemakan
plankton yang populasinya masih tinggi adalah ikan pora-pora. Narnun setelah itu,
keberadaan populasi ikan pora-pora tersebut menurun dan sudah jarang tertangkap
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai adalah saluran air yang sempit dan panjang di permukaan bumi dan
merupakan ekosistem yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah
karena adanya gaya gravitasi. Sungai dapat dikelompokkan berdasarkan sumber
airnya, aliran alirannya dan arah alirannya. Berdasarkan sumber airnya, sungai
dibedakan menjadi sungai hujan, salju, dan campuran. Sedangkan berdasarkan
aliran airnya, sungai dibedakan menjadi sungai permanen, periodik, dan episodik
sedangkan berdasarkan arah alirannya, sungai dibedakan menjadi sungai
konsekuen, subsekuen, obsekuen, dan resekuen.
Sungai yang menjadi inlet Danau Toba sangat banyak namun outletnya
hanya 1 yaitu Sungai Asahan yang berada di wilayah selatan Danau Toba. Sungai
yang menjadi inlet ke Danau Toba didominasi oleh sungai-sungai kecil dengan
jumlah total 289 sungai namun hanya 71 sungai yang mengalir sepanjang tahun
dan sisanya bersifat musiman (intermitten). Dari Pulau Samosir mengalir 122
buah sungai dan dari daratan Sumatera 177 buah sungai. Inlet danau dengan debit
yang paling besar berasal dari Sungai Simangira (±10 m/s), dan inlet danau
dengan debit sedang berasal dari Sungai Naborsahan (±2 m/s) (Lukman &
Ridwansyah, 2010).
Sungai Naborsahan merupakan satu dari beberapa sungai yang menjadi
inlet ke perairan Danau Toba. Sungai ini memiliki debit yang sedang
dibandingkan dengan sungai-sungai yang lain. Di sekitar sungai Naborsahan
penangkapan ikan dengan jaring, pengolahan ikan dengan sistem pengeringan dan
penggorengan. Warga juga memanfaatkan sungai untuk kegiatan domestik seperti
mencuci piring dan mandi sehingga dapat menurunkan kualitas perairan di sekitar
sungai tersebut (Lukman & Ridwansyah, 2010).
Sungai Naborsahan berperan penting dalam ekosistem perairan. Hal ini
terlihat dari tangkapan nelayan di sepanjang Sungai Naborsahan yang dapat
memperoleh berbagai jenis ikan seperti ikan nila, lele, gabus dan bilih. Hasil
tangkapan ikan yang dominan adalah ikan bilih (Mystacoleucus padangensis
Bleeker). Hasil tangkapan dominan tersebut dimanfaatkan sebagai salah satu
sumber mata pecaharian nelayan di sekitar Sungai Naborsahan melalui adanya
penjualan ikan segar dan ikan ikan olahan berupa ikan goreng maupun ikan kering
yang dilakukan masyarakat.
Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) adalah sejenis ikan air
tawar yang pada awalnya bersifat endemik di Danau Singkarak Sumatera Barat,
Namun karena adanya penangkapan yang berlebihan dan tidak ramah lingkungan
menyebabkan penurunan populasi ikan bilih di Danau Singkarak. Sehingga pada
tahun 2003 ikan tersebut di introduksikan di Danau Toba. Introduksi ikan adalah
upaya memindahkan atau menebar ikan dari suatu perairan ke perairan lain
dimana jenis ikan yang ditebarkan semula tidak terdapat di perairan tersebut.
Dengan demikian, introduksi ikan bilih berarti memindahkan ikan bilih dari
habitat asli di danau Singkarak ke habitat baru di Danau Toba (Kartamihardja dan
Sarnita, 2008).
Introduksi tersebut dinilai berhasil dengan melihat hasil tangkapan ikan
yang paling penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan ikan bilih adalah
makanannya. Berdasarkan kebiasaan makanannya, ikan dapat digolongkan dalam
jenis herbivora, karnivora, ataupun omnivora. Ikan herbivora adalah ikan
pemakan tumbuh-tumbuhan, ikan karnivora adalah ikan pemakan hewan dan ikan
omnivora adalah ikan pemakan segala. Sampai saat ini masih kurang penelitian
tentang kebiasaan makanan ikan bilih di Sungai Naborsahan. Berdasarkan hal
tersebut, perlu kiranya diadakan suatu penelitian yang berkenaan dengan kajian
kebiasaan makanan ikan bilih tersebut agar dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan untuk kedepannya.
Perumusan Masalah
Ikan bilih merupakan sumber daya perikanan tawar yang banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber protein hewani dan sumber
penghasilan ekonomi bagi masyarakat sekitar Danau Toba terutama masyarakat
yang tinggal di sekitar Sungai Naborsahan. Populasi ikan bilih di alam terutama
sungai cenderung mengalami penurunan yang disebabkan oleh banyak faktor;
salah satunya adalah ketersediaan pakan alami ikan tersebut di sungai dan faktor
penangkapan jika tidak dikendalikan akan membahayakan kelestarian jenis ikan
tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan data makanan alami ikan bilih di Sungai
Naborsahan sehingga dapat dilakukan pengelolaan ikan bilih di sungai tersebut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan
1. Untuk mengetahui organisme yang menjadi makanan ikan bilih
Manfaat
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dasar bagi masyarakat di
daerah Sungai Naborsahan mengenai jenis-jenis makanan ikan bilih dan dapat
mengetahui pakan-pakan alami yang terdapat di sungai naborsahan tersebut.
Kerangka Pemikiran
Pengelolaan
Faktor biologi
Kelimpahan Plankton
TINJAUAN PUSTAKA
ABSTRAK
Hafiz Muhammad. Kebiasaan Makan Ikan Bilih (
Mystacoleucus Padangensis Bleeker) di Sungai Naborsahan, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Dibimbing oleh Yunasfi dan Ani Suryanti.Sungai Naborsahan merupakan satu dari beberapa sungai yang menjadi inlet ke perairan Danau Toba. Sungai ini berperan penting dalam ekosistem tersebut terutama bagi kehidupan ikan bilih (Mystacoleucus Padangensis Bleeker). Sejalan dengan fungsi sungai tersebut, aktivitas penangkapan terutama terhadap ikan bilih sangat dominan dilakukan di sungai ini sehingga mengancam populasi ikan tersebut. Selain tekanan dari penangkapan penurunan populasi ikan bilih juga dapat disebabkan karena ketersediaan pakan alami di sungai Naborsahan yang erat kaitannya dengan faktor fisika-kimia sungai tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – juli yang bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan jenis organisme yang menjadi makanan ikan bilih dengan metode purposive random sampling. Hasil yang didapatkan bahwa organisme yang menjadi makanan ikan bilih adalah jenis fitoplankton dari genus Synedra yang paling dominan berdasarkan stasiun pengambilan sampel, kelas ukuran dan jenis kelamin ikan bilih. Hasil Pengukuran faktor fisika-kimia menunjukkan bahwa stasiun 2 merupakan stasiun dengan Populasi Synedra yang paling besar yaitu sebesar 1.375 ind/L.
ABSTRACT
Hafiz Muhammad. Feeding habits of Bilih fish ((Mystacoleucus Padangensis Bleeker) in Naborsahan river. Subdistrict Ajibata, Toba Samosir, North Sumatra. Supervised by Yunasfi and Ani Suryanti.
Naborsahan River is one of the few rivers that become the inlet to the waters of Lake Toba. The river plays an important role in the ecosystem, especially for fish life of bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker). In line with the function of the river, especially the activity of catching fish bilih very dominant in this river that threatened the fish population. In addition to the pressure from fishing, fish declining populations of bilih can be also caused due to the availability of natural food in the river Naborsahan are closely related to the physico-chemical factors of the river. The results showed that the organism is becoming fish food bilih phytoplankton species from the genus Synedra most dominant based sampling stations, class size and sex of fish bilih. Measurement results of physico-chemical factors showed that station 2 is the station with the greatest population Synedra is equal to 1.375 ind / L.