MASTER DATA
No Jenis Kelamin Usia Kejadian Relaps Proteinuria
1 Perempuan 1-4 tahun Relaps Jarang +++
2 Laki-laki 5-8 tahun Tidak Relaps +
3 Laki-laki 1-4 tahun Tidak Relaps +++
4 Laki-laki 9-12 tahun Tidak Relaps +
5 Perempuan 1-4 tahun Tidak Relaps ++
6 Laki-laki 13-16 tahun Relaps Jarang +++
7 Laki-laki 9-12 tahun Tidak Relaps +++
8 Perempuan 1-4 tahun Relaps Sering +++
9 Laki-laki 13-16 tahun Tidak Relaps +
10 Laki-laki 13-16 tahun Relaps Sering +++
11 Laki-laki 9-12 tahun Relaps Jarang ++++
12 Perempuan 1-4 tahun Relaps Jarang ++++
13 Perempuan 5-8 tahun Tidak Relaps ++
14 Perempuan 13-16 tahun Dependen Steroid ++++
15 Laki-laki 1-4 tahun Relaps Sering +++
16 Laki-laki 9-12 tahun Relaps Jarang +++
17 Laki-laki 1-4 tahun Relaps Sering +++
18 Perempuan 5-8 tahun Tidak Relaps ++
19 Laki-laki 9-12 tahun Relaps Sering ++++
20 Laki-laki 1-4 tahun Relaps Jarang ++++
21 Laki-laki 13-16 tahun Dependen Steroid ++++
22 Perempuan 5-8 tahun Dependen Steroid ++++
23 Laki-laki 1-4 tahun Tidak Relaps ++
24 Laki-laki 13-16 tahun Tidak Relaps +++
Frequency Table
Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Perempuan 8 32.0 32.0 32.0
Laki-laki 17 68.0 68.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1-4 tahun 9 36.0 36.0 36.0
5-8 tahun 5 20.0 20.0 56.0
9-12 tahun 5 20.0 20.0 76.0
13-16 tahun 6 24.0 24.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
Relaps
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Relaps Jarang 6 24.0 24.0 24.0
Relaps Sering 5 20.0 20.0 44.0
Dependen Steroid 4 16.0 16.0 60.0
Tidak Relaps 10 40.0 40.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
Proteinuria
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid + 3 12.0 12.0 12.0
++ 4 16.0 16.0 28.0
+++ 10 40.0 40.0 68.0
Crosstabs
Kelamin * Relaps Crosstabulation
Relaps
Total RelapsJarang Relaps Sering
Dependen
Steroid Tidak Relaps
Kelamin Perempuan Count 2 1 2 3 8
% of Total 8.0% 4.0% 8.0% 12.0% 32.0%
Laki-laki Count 4 4 2 7 17
% of Total 16.0% 16.0% 8.0% 28.0% 68.0%
Total Count 6 5 4 10 25
DAFTAR PUSTAKA
Alatas H, Tambunan T, Trihono P, Pardede SO., 2005. Prosiding dari Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak; Jakarta; Indonesia.
Behrman, R.E. MD, dkk., 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15. Jakarta: EGC.
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L., 2002. Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta.
Betz, Cecily Lynn., 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: EGC.
Constantinescu AR, Shah HB, Foote EF, Weiss LS. Predicting first-year relaps in children with nephrotic syndrome. Pediatrics 2000; 105:492-5.
Damanik MP., 1992 Pola Penyakit Ginjal pada Anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat.;8: 116-23.
Hidayat, A. Aziz Alimul., 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Hodson EM, Willis NS, Craig JC., 2000. Incidence of nephrotic syndrome in children in Australia. Seventh Asian Congress of Pediatric Nephrology, Singapura.
Ngastiyah. 2005., Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Rauf, Syarifuddin., 2002, Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UH : Makssar.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:
Struktur 3.1.1.
Kerangka konsep gambaran kejadian relaps pada penderita sindroma nefrotik.
3.2. Definisi Operasional
a.
glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, poteinuria massif
> 3,5 gr/hari, hipoalbuminemia < 3,5 gr/dl, hiperkolesterolemia dan
lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis
yang ditandai dengan sembab/edema, penambahan berat badan, gangguan
gastrointestinal seperti diare, nafsu makan berkurang dan hepatomegali
disebabkan sintesis albumin yang meningkat. Kejadian Relaps pada penderita
sindrom nefrotik
1. Usia
Tabel 3.1.1. Definisi Operasional NO VARIABEL DEFINISI
OPERASIONAL
tersering
medis nefrotik primer
bermediasi
imunologik:
lupus
eritematosus
sistemik,
purpura
Henoch-Schönlein,
sarkoidosis.
e.Neoplasma :
tumor paru,
penyakit
Hodgkin, tumor
gastrointestinal.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk melihat kejadian relaps
pada anak di RSUP.Haji Adam Malik Medan tahun 2011 hingga 2012. Pendekatan
yang digunakan pada desain penelitian ini adalah studi cross sectional
retrospektif.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengambil data rekam medis di departmen
Nefrologi di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pemilihan lokasi penelitian dengan
pertimbangan bahwa belum dilakukan penelitian sebelumnya dan merupakan
daerah yang mudah dijangkau sehingga memudahkan peneliti dalam
pengumpulan data.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung dari bulan Januari 2011 hingga bulan Desember
2012.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian
penelitian adalah merupakan sampel karena perlu didapatkan jumlah secara
keseluruhan penderita sindroma nefrotik.
4.3.2. Kriteria Insklusi
Dari kriteria inklusi, yang diambil sebagai data adalah penderita yang
sudah didiagnosis sindroma nefrotik dan terjadinya relaps pada anak berusia 0-18
tahun yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011 hingga
2012.
4.3.3. Kriteria Eksklusi
Dari kriteria eksklusi, yang tidak diambil sebagai data adalah data yang
sudah memenuhi kriteria insklusi namun memiliki ketidaklengkapan dalam
informasi pasien dalam rekam medis.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data
sekunder penelitian ini adalah anak yang relaps sindrom nefrotik yang diperoleh
melalui data rekam medik dari RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011 hingga
2012.
Sebelum data diambil, peneliti mengajukan surat izin penelitian dari
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara kepada Direktur RSUP Haji
Adam Malik Medan. Kemudian menggunakan rekam medis RSUP Haji Adam
Malik Medan dalam pengambilan data sindrom nefrotik pada tahun 2011 sampai
2012. Setelah itu, lihat data anak yang mengalami sindrom nefrotik tersebut dan
isi lembaran check list yang sesuai dengan data yang dibutuhkan. Setelah selesai,
peneliti akan mendapatkan surat selesai penelitian dari RSUP Haji Adam Malik
4.5. Metode Analisis Data
Semua data yang terkumpul disusun dalam bentuk tabel distribusi. Data
yang diperoleh di analisis secara statistic dengan program komputer Windows
Statistic Package For Social Science (SPSS).
Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat presentase data
yang telah terkumpul dan disajikan ke dalam tabel distribusi frekuensi:
1. Editing
Dilakukan pemeriksaan kelengkapan data-data yang telah terkumpul. Bila
terdapat kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan
baik.
2. Coding
Data yang telah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan
komputer.
3. Entry
Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam program
komputer.
4.Cleaning
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam komputer guna
menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
5. Saving
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan dinamakan
rumah sakit kelas A pada tahun 1990 sesuai dengan Menkes No. 335/ Menkes /
SK/VII/1990. Namun, nama rumah sakit ini mengalami perubahan yang pada
mulanya bernama Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan menjadi Rumah Sakit
Umum Haji Adam Malik. Pada tahun 1991 pula ia dijadikan sebagai Rumah Sakit
Pendidikan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/ Menkes/ IX /
1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik
pada tanggal 11 Januari 1993.
5.1.2 Deskripsi Karekteristik Penderita SN
Total keseluruhan anak yang menderita Sindrom Nefrotik pada tahun
2011-2012 di RSUP H. Adam Malik adalah 44 orang. Sebanyak 25 orang anak
yang menderita SN telah diambil datanya dengan membuka rekam medis mereka.
5.1.2.1 Jenis Kelamin
Gambar 5.1: Jenis Kelamin Penderita SN
Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 5.1 terlihat, dari 25 penderita
laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68% dari keseluruhan penderita sedangkan
perempuan sebanyak 8 orang yaitu 32% dari keseluruhan penderita. Dengan
demikian, mayoritas anak yang menderita SN adalah laki-laki yaitu 17 orang atau
68%.
Karakteristik Jenis Kelamin
32%
68% Laki-laki
5.1.2.2 Usia
Table 5.2 : Kelompok usia penderita SN
Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
1 - 4 9 36
5 - 8 5 20
9 - 12 5 20
13 - 16 6 24
Total 25 100
Berdasarkan hasil penelitian pada Table 5.2 terlihat, dari 25 penderita 9
orang yaitu 36% berusia antara 1-4 tahun. Sebanyak 5 penderita yaitu 20%
berusia antara 5-8 tahun. Sebanyak 5 penderita yaitu 20% berusia antara 9-12
tahun dan 6 penderita yaitu 16% berusia 13-16 tahun. Dengan demikian,
mayoritas anak yang menderita SN berusia antara 1-4 tahun yaitu 9 orang atau
36%.
5.1.2.3. Kejadian Relaps
Tabel 5.3: Kejadian Relaps pada Penderita SN
Kejadian relaps Frekuensi (n) Persentase (%)
Relaps jarang 6 24
Relaps sering 5 20
Dependen steroid 4 16
Tidak relaps 10 40
Total 25 100
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.3 terlihat, dari 25 orang
penderita 6 orang yaitu 24% mengalami relaps jarang. Sebanyak 5 orang yaitu
20% mengalami relaps sering. Sebanyak 4 orang atau 16% mengalami relaps
dependen steroid dan 10 orang tidak mengalami relaps yaitu 40%. Dengan
dan relaps sering paling banyak terjadi pada anak yang berusia 1- 4 tahun.
Demikian pula, relaps dependen steroid paling banyak terjadi pada anak yang
berusia 13-16 tahun.
5.1.2.4 Gejala klinis
Gambar 5.4 : Gejala klinis penderita SN
Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 5.4 terlihat, dari 25 penderita 13
orang yaitu 52% mengalami gejala klinis edema. Sebanyak 6 orang atau 24%
mengalami gejala klinis demam. Sebanyak 3 orang atau 12% mengalami gejala
klinis pucat, dan 3 orang yaitu 12% mengalami batuk. Dengan demikian,
mayoritas penderita mengalami edema yaitu 13 orang atau 52%. Edema
52% Demam
24% Pucat
12%
Batuk 12%
Gejala klinis
Edema
demam
pucat
5.1.2.6 Kadar Proteinuria
Tabel 5.6 Kadar Proteinuria
Kadar Proteinuria Frekuensi(n) Persentase (%)
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.6 Kadar Proteinuria terlihat,
dari 25 penderita kadar proteinuria ≤ + 3 sebanyak 17 penderita dan > + 3
sebanyak 8 penderita. Terdapat sekitar 8 penderita atau 32% yang mempunyai
kadar protein tertinggi (++++) dan 3 penderita yaitu 12% mempunyai kadar
protein (+). Disini juga dapat dilihat bahwa kadar proteinuria (+++) adalah
terbanyak ditemukan di penderita SN yaitu 10 orang atau 40%.
5.2 Pembahasan
Di dalam pembahasan ini akan difokuskan hal-hal yang berkaitan dengan
tujuan penelitian dilakukan yaitu untuk mengetahui jumlah kejadian relaps pada
penderita sindrom nefrotik pada anak tahun 2011-2012 di RSUP H. Adam Malik,
Medan.
Dari hasil yang diperoleh, sebanyak 44 anak yang menderita SN dari tahun
2011-2012 hanya 25 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jenis
kelamin pasien menunjukkan bahwa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68%
daripada keseluruhan penderita. Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu
32% daripada keseluruhan penderita. Setelah dianalisa laki-laki lebih banyak
menderita sindroma nefrotik dibandingkan perempuan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Constantinescu dkk (2000) yang menyebutkan bahwa perbandingan
laki-laki : perempuan = 2 : 1. Dari penelitian Danamik (1997) untuk melihat
distribusi penderita SN yang datang berobat di bagian anak RSUP Dr. Sardjito di
baru SN primer dari 580 anak dengan penyakit ginjal. Penderita laki-laki lebih
banyak daripada perempuan yaitu 74.4% dan perempuan 25.6% (rasio 2,9 : 1).
Dari penelitian ini dapat terlihat rasio SN pada jenis kelamin tidak berbeda jauh
antara Indonesia dan negara lain.
Berdasarkan kelompok usia penderita yang paling tinggi adalah 1-4 tahun
yaitu sebanyak 9 orang atau 36%. Sebanyak 5 orang yaitu 20% berusia antara 5-8
tahun dan 9-12 tahun. Sebanyak 6 orang penderita yang berusia antara 13-16
tahun yaitu 16%. Berdasarkan dari penelitian berbagai negara, didapatkan
insidensi sebesar 2-4 kasus setiap 100.000 populasi per tahun, banyak yang
berusia 3 tahun. Hal ini memperkuat hasil penelitian. Di Devisi Ilmu Kesehatan
Anak FK UNPAD/RSHS telah dirawat 129 (53,5%) pasien SN dari 241 kasus
seluruh penyakit ginjal, antara Januari 1995 hingga Juni 1999, rerata usia 6 tahun
4 bulan. Hal ini bertentangan dengan hasil yang diperoleh kerna kelompok usia
yang paling tinggi menurut penelitian ini adalah anak dari usia 1-4 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian edema adalah yang paling tinggi dialami
penderita yaitu 13 orang atau 52%. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan
sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting),
dan umumnya ditemukan sekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen
daerah genitalia dan ekstermitas bawah. Kemudian diikuti dengan gejala klinis
yang lain seperti demam, pucat dan batuk. Hal ini sesuai dengan penelitian Betz &
Cecily, (2002) yang menyebut bahwa manifestasi klinis SN yang utama adalah
edema. SN adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein
kerna kerusakan glomerulus yang diinfus (Luckmans, 1996). SN adalah penyakit
kadang-Keluarnya cairan keruang interstitial menyebabkan edema diakibatkan pergeseran
cairan (Silvia, 1995).
Berdasarkan hasil penelitian mayoritas penderita mengalami kejadian
relaps yaitu 15 orang atau 60%. Sebanyak 6 orang penderita SN mengalami relaps
jarang yaitu 24%. Sebanyak 5 orang penderita mengalami relaps sering yaitu 20%.
Sebanyak 4 orang penderita mengalami relaps dependen steroid dan yang tidak
mengalami relaps 10 orang yaitu 40%. Hal ini sesuai dengan penelitian Hogg et
al, (2000) yang menyebutkan risiko relaps sebesar 60-75% dengan kemungkinan
menjadi relaps frekuen atau relaps tidak frekuen. Anderson melaporkan bahwa
jenis kelami laki-laki dan usia onset muda berhubungan dengan resiko terjadinya
relaps sering atau dependen steroid pada anak. Malah Fletcher pada tahun 2004
melaporkan waktu terjadinya relaps lebih rendah pada SNDS dan SNRF.
Demikian pula Nanjundaswamy HN pada tahun 2002 melaporkan 90% penderita
SNSS, penderita SNSS disebut 40% penderita menjadi SNRF dan SNDS. Tetapi
ISKDC pada tahun 1982 pernah melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara
waktu terjadinya relaps dan frekuensi relaps.
SN adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permiabilitas
membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan protein
urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004). Kelainan yang terjadi pada SN yang
paling utama adalah proteinuria sedangakan yang lain dianggap sebagai
manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh kerna kenaikan permibialitas
dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan
hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada SN
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya
terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerulus dan akhirnya disekresikan dalam urin (Husein, 2002). Berdasarkan
hasil kadar proteinuria terlihat, dari 25 penderita kadar proteinuria ≥ + 3 dialami
sebanyak 17 penderita dan < + 3 sebanyak 8 penderita. Terdapat sekitar 8
penderita atau 32% yang mempunyai kadar protein tertinggi (++++) dan 3
penderita yaitu 12% mempunyai kadar protein (+). Disini juga dapat dilihat bahwa
orang atau 40%. Penyebab proteinuria SN adalah adanya gangguan sirkulasi
protein, peningkatan permiabilitas glomerulus dan berkurangnya reabsorbsi
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kejadian relaps penderita sindrom
nefrotik pada anak tahun 2011-2012 di RSUP H. Adam Malik Medan., diperoleh
kesimpulan :
1. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik pada anak berdasarkan jenis
kelamin menunjukkan bahawa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68%.
Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu 42% daripada keseluruhan
penderita.
2. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik pada anak berdasarkan
kelompok usia paling tinggi adalah 1-4 tahun yaitu sebanyak 9 orang atau
36%. Sementara sebanyak 5 orang yaitu 20% penderita berusia 5-8 tahun
dan 9-12 tahun masing-masing. Diikuti dengan 6 penderita berusia 13-16
tahun yaitu 16%.
3. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik pada anak berdasarkan
gejala klinis adalah edema yaitu sebanyak 13 orang atau 53%. Sebanyak 6
penderita yaitu 24% mengalami gejala klinis demam. Diikuti dengan
gejala klinis batuk dan pucat yaitu masing-masing sebanyak 3 orang atau
12%.
4. Proporsi terbanyak kadar protein pada air kemih penderita adalah 3+ yaitu
sebanyak 10 orang atau 40%. Kadar protein 1+ sebanyak 3 orang yaitu
12%, 2+ sebanyak 4 orang dan 4+ sebanyak 8 orang yaitu 32%.
5. Proporsi terbanyak kejadian relaps adalah relaps jarang yaitu 6 orang atau
24%, diikuti dengan relaps sering sebanyak 5 orang yaitu 20% dan relaps
dependen steroid dialami oleh 4 orang yaitu 16%. Sebanyak 10 orang
6.2. Saran
Saran yang dapat peneliti sampaikan pada karya tulis ilmiah ini adalah : 1. Bagi Tenaga Kesehatan
Agar meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan melengkapi sistem
pencatatan pasien. Edukasi pasien tentang sindrom nefrotik dengan lebih
rinci. Menyarankan obat yang mempertahankan remisi kepada pasien.
2. Bagi Pasien
Bagi pasien bila terjadi tanda-tanda SN sebaiknya segera periksa ke
pelayanan kesehatan terdekat agar tidak terjadi komplikasi. Pasien juga
harus menjalani gaya hidup sehat, makan obat secara teratur dan kontrol
secara teratur ke rumah sakit.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil dari penelitian ini agar dapat digunakan sebagai bahan masukan
keperpustakaan di Bidang Pendidikan Universitas Sumatera Utara, dan
dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya. Dari hasil penelitian ini,
terbukti bahwa pasien yang menderita SN mempunyai resiko besar untuk
mengalami relaps.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya semoga penelitian ini dapat dijadikan pedoman
dan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang sama agar
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Relaps
2.1 Definisi Relaps
Relaps
bebas penyakit atau relaps adalah proteinuria ≥ 2+ (proteinuria) ≥ 40 mg/ m² LPB/
jam) setelah respon awal kurang dari 4× per tahun pengamatan (Nizar MD, 2013).
2.2 Definisi Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997).
Sindrom ini dapat terjadi karena adanya faktor yang menyebabkan
premeabilitas glomerulus (Hidayat & Aziz A., 2006).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa
oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat
(Mansjoer Arif, et al., 1999).
Terdapat beberapa definisi terkait dengan SN. Remisi adalah proteinuria
negatif atau trace proteinuria < 4mg/m² LPB/ jam) selama 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu. Relaps adalah proteinuria ≥ 2+ (proteinuria) ≥ 40 mg/ m² LPB/
jam) setelah respon awal kurang dari 4× per tahun pengamatan. Relaps sering
(relaps frekuen) adalah relaps ≥ 2× dalam 6 bulan pertama setelah respon awal
atau ≥ 4× dalam periode 1 tahun. Dependen steroid adalah relaps 2× berurutan
pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari pengobatan
dihentikan. Resisten steroid didefinisikan sebagai tidak terjadinya remisi pada
pengobatan prednison dosis penuh ( full dose ) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
Sensitif steroid adalah remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh
selama 4 minggu (Nizar MD, 2013).
2.3. Anatomi Ginjal
yang tampak halus akan tetapi kuat. Lapisan ini menyelubungi ginjal dengan
sangat ketat, tetapi dapat terbuka dengan mudah. Di bawah lapisan tersebut maka
dapat terlihat ginjal dengan permukaannya yang halus dan berwarna merah tua. Di
tengah-tengah ginjal terdapat rongga yang disebut sinus; rongga tersebut juga
terlapisi oleh hilum (Gray, 1995).
Segala benda seperti pembuluh darah dan duktus ekskretorik akan
memasuki ginjal melalui fisura tersebut. Duktus ekskretorik ginjal, ureter setelah
masuk ke dalam ginjal akan melebar seperti sebuah kerucut, struktur ini
dinamakan pelvis. Pelvis akan bercabang menjadi dua atau tiga percabangan yang
akan memisah lagi yang disebut dengan calices atau infundibula; semua struktur
tersebut berada di dalam rongga ginjal (Gray, 1995).
Bagian korteks dari ginjal berwarna merah muda, lunak, granular, dan
mudah terlaserasi. Bagian yang memisah sisi-sisi dari dua piramid dimana arteri
dan nervus masuk, dan dimana vena dan kelenjar limfe keluar dari ginjal disebut
cortical coloumn atau columna Bertini; sementara porsi yang menghubungkan
antara satu cortical coloumn dengan yang lainnya disebut cortical arch dengan
kedalaman yang bervariasi dari 0,8-1,3 cm (Gray, 1995).
Bagian medulla dari ginjal, seperti yang telah ditulis sebelumnya,
berwarna merah, striated, dan memiliki massa berbentuk kerucut, pyramids of
Malpighi; jumlahnya bervariasi dari 8-18 bergantung pada pembentukan lobus
organ pada masa embrional (Gray, 1995).
Tubuli uriniferi yang membentuk sebagian besar dari ginjal mulai dari
korteks ginjal, lalu membentuk suatu sirkuit melalui korteks dan medulla, dan
gumpalan pembuluh darah, Malphigian tuft; dan suatu membran pembungkus,
Malphigian capsule, atau capsule of Bowman (Gray, 1995).
Tubuli uriniferi yang bermula pada Malphigian bodies dalam
perjalanannya melewati korteks dan medulla dari ginjal. Setelah melewati
Malphigian capsule akan ada suatu penyempitan yang disebut neck atau leher dari
tubulus tersebut. Setelah itu maka tubulus akan berbelit pada bagian korteks
membentuk proximal convoluted tubule. Dalam perjalanannya ke daerah medulla
tubulus membentuk suatu spiral yang disebut spiral tube of Schachowa. Pada
daerah medulla, tubulus tiba-tiba mengecil dan melandai ke dalam piramid dengan
kedalaman yang bervariasi membentuk descending limb of Henle’ s loop; lalu
tubulus akan melengkung naik (loop of Henle), membesar membentuk ascending
limb of Henle’ s loop dan kembali memasuki ke korteks. Ascending limb of Henle
lalu membentuk distal convoluted tubule yang menyerupai proximal convoluted
tubule; ini akan berakhir dengan suatu lengkungan yang memasuki collecting tube
(Gray, 1995).
2.4. Fisiologi Ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi
yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus.
Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang
mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output (Rauf, 2002).
2.4.1.Faal Glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang
dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar
dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume
ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate
(GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR
normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak (Rauf,
2.4.2. Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari
zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana
diketahui, GFR : 120 ml / menit / 1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya
100 ml / menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml / menit dalam bentuk urin
atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa) (Rauf, 2002).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan
umur : (Rauf, 2002).
a) 1-2 hari : 30-60 ml
b) 3-10 hari : 100-300 ml
c) 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
d) 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
e) 1-3 tahun : 500-600 ml
f ) 3-5 tahun : 600-700 ml
g) 5-8 tahun : 650-800 ml
h) 8-14 tahun : 800-1400 ml
2.4.3. Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak
2.4.4. Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan
ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih
hipotonik (Rauf, 2002).
2.4.5. Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan
cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
(Rauf, 2002).
2.5. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menurut (Mansjoer Arif, et al., 1999), yaitu:
2.5.1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya (Mansjoer Arif, et al., 1999).
2.5.2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh :
• Malaria kuartana atau parasit lainnya.
• Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
• Glumerulonefritis akut atau kronik,
• Trombosis vena renalis.
• Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
• Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik (Mansjoer Arif, et al., 1999).
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindrom nefrotik primer.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
(Mansjoer Arif, et al., 1999).
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler
glomerulus (Mansjoer Arif, et al., 1999).
2.5.3.1. Glomerulus Membranosa (Nefropati Membranosa)
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel (Mansjoer Arif, et al., 1999).
2.5.3.2. Glomerulonefritis Proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel
yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan penebalan batang lobular, terdapat
prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular, dengan
bulan sabit (crescent), didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel
epitel sampai kapsular dan viseral (Mansjoer Arif, et al., 1999).
Prognosis buruk, glomerulonefritis membranoproliferatif, proliferasi sel
mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah dan lain-lain perubahan
dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini
menyebabkan retensi garam dan air (Mansjoer Arif, et al., 1999).
Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan
yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler.
Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin,
menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut (Mansjoer Arif, et al., 1999).
Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan
peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia) (Mansjoer Arif, et
al., 1999).
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau defisiensi seng (Mansjoer Arif, et
al., 1999).
Sindrom nefrotik (SN) dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik
atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit
ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada
orang dewasa termasuk lansia (Mansjoer Arif, et al., 1999).
2.7. Gejala klinis
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya
bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan
cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata
(periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah
(Betz & Cecily L., 2002).
a. Edema.
b. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
c.Pucat
d.Hematuri
e. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
f. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
g.Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang) (Betz & Cecily L., 2002).
2.8. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga
terjadi peninggian fibrinogen plasma.
4
.
Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal (Rauf,2002).
2.9. Penatalaksanaan
2.9.1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindrom nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk
mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan
hipoalbuminemia mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang
lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan
menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
d. Dengan antibiotik bila ada infeksi.
e. Diuretikum
f. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis
40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60
mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara
intermitten selama 4 minggu.
3) Tapering-off : prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg,
20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.
4) Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada
gagal jantung, diberikan digitalis (Behrman, 2000).
2.9.2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena memerlukan
pengawasan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu
diperhatikan adalah edema yang berat (anasarka), diet, resiko komplikasi,
pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa aman dan nyaman, dan
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien.
Pasien sindrom nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur,
karena dengan keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan
kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan
a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks
akan menyebabkan sesak nafas.
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan
memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah
dan akan menyebabkan edema hebat).
c. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk
mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi
keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan
sesuai kemampuannya, tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau
perawat dan pasien tidak boleh kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya edema
pasien perlu ditimbang setiap hari, di ukur lingkar perut pasien. Selain itu
perawatan pasien dengan sindroma nefrotik, perlu dilakukan pencatatan masukan
dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindroma nefrotik
diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 gram/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu
35 kal/kgBB/hari serta rendah garam (1 gram/hari). Bentuk makanan disesuaikan
dengan keadaan pasien, bisa makanan biasa atau lunak (Ngastiyah, 2005).
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh
yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat infeksi
streptococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut, kebersihan kulit
perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien harus bersih dan kering.
Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan diberikan pada waktu yang sama. Jika
pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan penjelasan
2.10. Pemeriksaan Penunjang 2.10.1. Pemeriksaan Urin
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom
nefrotik. Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick
bacaan, atau dengan pengujian semi kuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3
+ merupakan 300 mg/dL dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g/
L atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran nefrotik. Pemeriksaan
dipsticks kimia albumin adalah protein utama yang diuji.
a. Protein urin : > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari
b. Urinalisa : cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin : positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin : meningkat (normal : 285 mOsmol)
2.10.2. Darah
a. Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
b. Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100 ml)
Albumin menurun ( N : 6,2-8,1 mg/ 100 ml). Hal ini disebut sebagai
hipoalbumenia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5 gram/ 100 ml).
Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme
protein yang terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan katabolisme merupakan
faktor tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari protein uria
(albuminuria). Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema
mukosa usus sehingga intake berkurang yang pada gilirannya dapat
menimbulkan hipoproteinemia. Pada umumnya edema anasarka terjadi
bila kadar albumin darah < 2 gram/100ml, dan syok hipovolemia terjadi
biasanya pada kadar < 1 gram/100ml (Betz, 2002).
c. Pemeriksaan Diagnostik
2. USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan
ginjal atau pembentukkan jaringan parut yang tidak spesifik pada
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Insiden sindrom nefrotik dilaporkan 2-7 anak / 100.000 / tahun, dengan
perbandingan laki-laki : perempuan adalah 2 : 1, sindrom nefrotik banyak terjadi
pada anak-anak usia 18 bulan sampai 6 tahun. Sembilan puluh persen anak
dengan sindrom nefrotik kelainan minimal akan respon terhadap pengobatan
dengan prednison yang ditandai dengan berkurangnya proteinuria (Constantinescu
et al., 2000).
Sampai saat ini penyakit SN merupakan penyakit ginjal pada anak yang
paling banyak terjadi. Insidens pada anak di bawah 16 tahun adalah 1-2 per
100.000 anak, tertinggi pada anak Asia dan Afrika-Amerika. Penelitian pada 251
anak berumur 3-15 tahun dengan SN mendapatkan 85% SN primer dan 15% SN
sekunder (Hodson et al., 2000).
Damanik (1992) menemukan 32,26% SN primer dari 6 jenis penyakit
ginjal pada anak di Bagian IKA-FK UGM/RSUP Dr. Sardjito di Yogyakarta.
Prednison masih merupakan obat utama dalam penatalaksanaan anak dengan
sindrom nefrotik. Ada beragam metode dan dosis pemberian kortikosteroid antara
lain standarisasi pemberian kortikosteroid yang dibuat oleh International Study of
Kidney Disease in Children (ISKDC) (Constantinescu et al., 2000).
Masalah dalam penatalaksanaan anak dengan sindrom nefrotik adalah
kejadian relaps yang sering terjadi saat dosis steroid diturunkan pada fase
pemeliharaan remisi. Risiko relaps sebesar 60-75% dengan kemungkinan
menjadi relaps frekuen (lebih dua kali dalam enam bulan atau lebih empat kali
dalam setahun) atau relaps tidak frekuen (kurang dari dua kali dalam enam
bulan). Kadang-kadang relaps pada sindrom nefrotik tetap terjadi walaupun terapi
dengan prednison dosis inisial diperpanjang. Pada kasus anak dengan sindrom
nefrotik yang mengalami relaps, prednison digunakan sampai penderita bebas
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Disease in
Children) pengobatan inisial sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian
prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m² LPB/hari atau 2mg/kgBB/hari
(maksimal 80mg/hari), dibagi 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison
dihitung sesuai dengn berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan).
Prednison dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian
steroid 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi
mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4
minggu pertama, maka pemberian pemberian steroid dilanjutkan dengan 4
minggu kedua dengan dosis 40 mg/m²LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating
(selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu
pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan resisten
steroid (Alatas et al., 2005).
Penelitian oleh Soliday dkk (1999) pada anak dengan sindrom nefrotik sensitif
steroid, penelitian ini terutama memfokuskan masalah fungsional atau klinik dan
memerlukan penelitian lebih lanjut tentang masalah kualitas hidup dilihat dari segi
psikososial yaitu perilaku terutama pada pemberian steroid jangka panjang. Pada
penelitian yang dilakukan secara prospektif dengan melihat perilaku anak setelah
pemberian steroid dosis inisial dan dosis tinggi selama relaps didapatkan masalah
serius yang berkaitan dengan perilaku cemas, depresi, dan peningkatan
agresivitas. Penelitian pada anak dengan sindrom nefrotik resisten steroid tidak
dilakukan (Soliday et al., 1999).
Perkembangan data menunjukkan bahwa sindrom nefrotik sensitif steroid
Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
kejadian relaps pada pasien dengan sindrom nefrotik supaya sehingga kejadian
relaps ini dapat ditangani dengan tepat. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan karena rumah sakit ini
merupakan rumah sakit pusat rujukan seluruh lapisan masyarakat, kota Medan
khususnya dan Sumatera Utara umumnya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini
adalah berapa banyak kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan pada tahun 2011 –
2012.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum:
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak
kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik tahun 2011-2012 di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan.
1.3.2. Tujuan khusus:
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui jumlah kasus kejadian relaps pada anak yang menderita
sindrom nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP
HAM) Medan pada tahun 2011 - 2012.
2. Mengetahui gejala klinis yang sering terjadi pada anak yang menderita
sindrom nefrotik di saat pertama datang berobat di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan pada tahun 2011 - 2012.
3. Mengetahui gambaran laboratorium pada anak yang menderita sindrom
nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM)
1.4. Manfaat Penelitian:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1.4.1. Peneliti:
Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berfikir secara logis
dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian berdasarkan
metode yang baik dan benar.
1.4.2. Pendidikan:
Diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa informasi mengenai
terjadinya relaps pada anak dengan sindrom nefrotik.
1.4.3. Masyarakat:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang terjadinya relaps pada anak dengan sindrom nefrotik maka
ABSTRAK
Latar belakang : Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Pengobatan dan peningkatan hasil akhir pada penderita sindroma nefrotik masih menjadi tantangan dalam bidang kedokteran oleh itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik.
Tujuan : Untuk meneliti kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik pada anak pada tahun 2011-2012 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).
Metode penelitian : Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif dengan desain penelitian cross sectional study digunakan. Data penelitian diambil secara retrospektif (sekunder) dari rekam medis yaitu pada tahun 2011-2012 untuk mengetahui kejadian relaps penderita sindroma nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Sampel penelitian adalah semua penderita sindrom nefrotik di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari periode 2011-2012. Pengolahan data telah dilakukan dengan menggunakan komputer dengan perisian SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) kemudian dianalisa dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi.
Hasil : Jumlah kasus penderita sindrom nefrotik di RSUP. H. Adam Malik dari periode 2011-2012 berjumlah 25 kasus. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahawa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68% daripada keseluruhan penderita SN. Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu 32% daripada keseluruhan penderita SN dan berdasarkan kelompok usia menunjukkan bahawa kelompok usia yang paling tinggi adalah 1- 4 tahun yaitu sebanyak 9 orang (36%). Berdasarkan hasil penelitian 25 orang (100%) penderita sindroma nefrotik sebanyak 6 orang yaitu 24% telah mengalami relaps jarang dan 5 orang yaitu 20% mengalami relaps sering dan 4 orang mengalami relaps dependen steroid. Sebanyak 10 orang yaitu 40% tidak mengalami relaps.
Kesimpulan dan saran : Pada pihak Rumah Sakit disarankan untuk melengkapi sistem pencatatan yang sudah ada tentang penderita sindroma nefrotik yang dirawat untuk dipergunakan pada penelitian lebih lanjut. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan kriteria inklusi serta eksklusi yang lebih ketat.Semua penderita sindroma nefrotik harus segera diperiksa parameter labotarium yang dapat memperburuk sehingga segera dapat dilakukan koreksi untuk mencegah hasil akhir klinis yang lebih buruk.
ABSTRACT
Background: Nephrotic syndrome is a kidney disease that is often found in
children, characterized by proteinuria, hypoalbuminemia, edema, and hypercholesterolemia.
Objective: To examine the incidence of relapse in patients with nephrotic
syndrome in children in 2011-2012 at Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).
Method: In this study, a descriptive approach to the design of the study used a
cross-sectional study. The data were taken retrospectively (secondary) of the medical record that in 2011-2012 to determine the incidence of relapse in patients with nephrotic syndrome General Hospital Haji Adam Malik. The samples were all patients with nephrotic syndrome in the ER General Hospital Haji Adam Malik of the period 2011-2012. Data processing was performed using SPSS computer with perisian (Statistical Package for the Social Sciences) then analyzed and the results are presented in tabular form distribution.
Result: The number of case of patients with nephrotic syndrome in hospital. H.
Adam Malik of the period 2011-2012 amounted to 25 cases. Highest proportion of patients with nephrotic syndrome by gender indicate where men were 17 people at 68%. While women were 8 people is 32% rather than the whole patient SN and by age group indicate where the highest age group is 1 to 4 years of the 9 people (36%). Based on the results of 25 people (100%) patients with nephrotic syndrome as many as 6 people is 24% have experienced a relapse rarely and 5 is 20% relapse frequently and 4 relapsing steroid dependent. A total of 10 people, with 40% did not relapse.
Conclussion: For Hospital advised to complement the existing recording system
KEJADIAN RELAPS PENDERITA SINDROM
NEFROTIK PADA ANAK TAHUN 2011-2012 DI RSUP
H. ADAM MALIK
MEDAN.
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
PARAMESWARY J A BALAN
100 100 419
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KEJADIAN RELAPS PENDERITA SINDROM
NEFROTIK PADA ANAK TAHUN 2011-2012 DI RSUP
H. ADAM MALIK
MEDAN.
“Karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”
Oleh :
Parameswary J A BALAN
ABSTRAK
Latar belakang : Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Pengobatan dan peningkatan hasil akhir pada penderita sindroma nefrotik masih menjadi tantangan dalam bidang kedokteran oleh itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik.
Tujuan : Untuk meneliti kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik pada anak pada tahun 2011-2012 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).
Metode penelitian : Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif dengan desain penelitian cross sectional study digunakan. Data penelitian diambil secara retrospektif (sekunder) dari rekam medis yaitu pada tahun 2011-2012 untuk mengetahui kejadian relaps penderita sindroma nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Sampel penelitian adalah semua penderita sindrom nefrotik di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari periode 2011-2012. Pengolahan data telah dilakukan dengan menggunakan komputer dengan perisian SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) kemudian dianalisa dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi.
Hasil : Jumlah kasus penderita sindrom nefrotik di RSUP. H. Adam Malik dari periode 2011-2012 berjumlah 25 kasus. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahawa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68% daripada keseluruhan penderita SN. Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu 32% daripada keseluruhan penderita SN dan berdasarkan kelompok usia menunjukkan bahawa kelompok usia yang paling tinggi adalah 1- 4 tahun yaitu sebanyak 9 orang (36%). Berdasarkan hasil penelitian 25 orang (100%) penderita sindroma nefrotik sebanyak 6 orang yaitu 24% telah mengalami relaps jarang dan 5 orang yaitu 20% mengalami relaps sering dan 4 orang mengalami relaps dependen steroid. Sebanyak 10 orang yaitu 40% tidak mengalami relaps.
Kesimpulan dan saran : Pada pihak Rumah Sakit disarankan untuk melengkapi sistem pencatatan yang sudah ada tentang penderita sindroma nefrotik yang dirawat untuk dipergunakan pada penelitian lebih lanjut. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan kriteria inklusi serta eksklusi yang lebih ketat.Semua penderita sindroma nefrotik harus segera diperiksa parameter labotarium yang dapat memperburuk sehingga segera dapat dilakukan koreksi untuk mencegah hasil akhir klinis yang lebih buruk.
ABSTRACT
Background: Nephrotic syndrome is a kidney disease that is often found in
children, characterized by proteinuria, hypoalbuminemia, edema, and hypercholesterolemia.
Objective: To examine the incidence of relapse in patients with nephrotic
syndrome in children in 2011-2012 at Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).
Method: In this study, a descriptive approach to the design of the study used a
cross-sectional study. The data were taken retrospectively (secondary) of the medical record that in 2011-2012 to determine the incidence of relapse in patients with nephrotic syndrome General Hospital Haji Adam Malik. The samples were all patients with nephrotic syndrome in the ER General Hospital Haji Adam Malik of the period 2011-2012. Data processing was performed using SPSS computer with perisian (Statistical Package for the Social Sciences) then analyzed and the results are presented in tabular form distribution.
Result: The number of case of patients with nephrotic syndrome in hospital. H.
Adam Malik of the period 2011-2012 amounted to 25 cases. Highest proportion of patients with nephrotic syndrome by gender indicate where men were 17 people at 68%. While women were 8 people is 32% rather than the whole patient SN and by age group indicate where the highest age group is 1 to 4 years of the 9 people (36%). Based on the results of 25 people (100%) patients with nephrotic syndrome as many as 6 people is 24% have experienced a relapse rarely and 5 is 20% relapse frequently and 4 relapsing steroid dependent. A total of 10 people, with 40% did not relapse.
Conclussion: For Hospital advised to complement the existing recording system
KATA PENGANTAR
Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih
karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan
dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Ucapan jutaan terima kasih ini penulis tujukan kepada kedua orang tua penulis
yaitu Bapak Balan dan Ibu Letchumi yang telah memberikan dorongan dan doa
restu, baik moral maupun material selama penulis menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar
A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.
2. Pembantu Dekan 1 Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) atas izin dan
bantuan kepada penulis.
3. Dr. Siska Mayasari Lubis, M. Ked(Ped), SpA dosen pembimbing, yang
telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis
selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
4. Dr. Isti ilmiati Fujiati, MSc.CM-FM, MPd.Ked. telah memberikan bantuan
dan bimbingan kepada penulis.
5. Dosen penguji Dr. Ibnu alferary dan Dr. Ariyani atiyatul spM telah
membantu bantuan dan bimbingan kepada penulis.
6. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa
pedidikan.
7. Direktur RSUP. H. Adam Malik, Medan atas izin penelitian yang diberikan
8. Staf-Staf Bagian Rekam Medis RSUP. H. Adam Malik yang telah
membantu penulis dalam mendapatkan infromasi rekam medis yang
dibutuhkan.
9. Dr. Thaneswary Balan MBBS UK, kakak kandung saya untuk doa, kasih,
berkat dan dorongan.
10. Keluarga besar penulis Thavamalar Balan, BA (Hons) dan Aruna Balan.
Terima kasih untuk menghulurkan bantuan dalam mencari maklumat yang
diperlukan dan untuk dukungan serta doa yang diberikan.
11. Komana dan Wino Rajh serta teman-teman lain yang tidak dapat
disebutkan nama satu per satu, terima kasih atas doa, saran, dukungan, dan
bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini.
12. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan terlupa oleh
penulis karena banyaknya, terima kasih banyak atas segala bantuan yang
telah diberikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas.
Skripsi ini tentu saja masih jauh dari sempurna, sehingga penulis dengan senang
hati menerima kritik demi perbaikan. Kepada peneliti lain mungkin masih bisa
mengembangkan hasil penelitian ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan
analisis yang lebih tajam. Akhirnya semoga skripsi ini ada manfaatnya. Demikian
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Abstract ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel ... ix
Daftar Gambar ... x
Daftar Singkatan...xi
Daftar Lampiran ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1. Tujuan Umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Definisi Relaps ... 5
2.2. Definisi Sindrom Nefrotik ... 5
2.3. Anatomi Ginjal...6
2.4. Fisiologi Ginjal ... 7
2.4.1. Faal glomerolus ... 7
2.4.2. Faal Tubulus ... 8
2.4.3. Faal Tubulus Proksimal... 8
2.4.4. Faal loop of henle ... 9
2.5. Etiologi...9
2.5.1. Sindrom nefrotik bawaan ... 9
2.5.2. Sindrom nefrotik sekunder ... 9
2.5.3. Sindrom nefrotik idiopatik ... 10
2.6. Patofisiologi ... 11
2.7. Gejala klinis ... 12
2.8. Komplikasi ... 12
2.9. Penatalaksanaan ... 13
2.9.1. Penatalaksanaan Medis ... 13
2.9.2. Penatalaksanaan Keperawatan ... 14
2.10 Pemeriksaan Penunjang ... 15
2.10.1. Pemeriksaan Urin ... 15
2.10.2. Darah ... 16
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 17
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 17
3.2. Definisi Operasional... 17
3.1.2 Tabel Definisi Operasional ... 18
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21
4.1. Jenis penelitian ... 21
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
4.2.1.Waktu penelitian ... 21
4.2.2.Tempat penelitian ... 21
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21
5.1. Hasil Penelitian ... 24
5.2. Pembahasan ... 29
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 32
6.1 Kesimpulan... 32
6.2 Saran ... 33
6.2.2 Bagi Pasien...33
6.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan...33
6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan...33
6.2.4 Bagi peneliti selanjutnya...33
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 3.1.1 Definisi Operasional 18
Tabel 5.1 Jenis kelamin penderita 25
Tabel 5.2 Kelompok usia penderita SN 26
Tabel 5.3 Kejadian relaps pada penderita SN 27
Tabel 5.4 Gejala klinis penderita SN 28
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Struktur 3.1.1 Kerangka konsep gambar kejadian relaps
pada penderita SN 17
Gambar 5.1 Jenis kelamin penderita 25
DAFTAR SINGKATAN
Halaman
AIDS : acquired immunodeficiency syndrome 20
BB : berat badan 15
cc : cubic centimeter 8
dL: desiliter 15
g : gram 16
GFR: glomerula filtration rate 8
Hg :logam berat 21
H2O : air 9
IgG : immunoglobulin G 10
ISKDC: International Study of Kidney Disease in Children 1
IVP :
16
K : kalium 9
Kg : kilogram 2
LPB : luas permukaan badan 2
mg : miligram 2
ml : milliliter 16
m² : meter kuadrat 2
Na : sodium 9
SN : sindroma nefrotik 1