• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejadian Relaps Penderita Sindrom Nefrotik pada Anak Tahun 2011-2012 di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kejadian Relaps Penderita Sindrom Nefrotik pada Anak Tahun 2011-2012 di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

MASTER DATA

No Jenis Kelamin Usia Kejadian Relaps Proteinuria

1 Perempuan 1-4 tahun Relaps Jarang +++

2 Laki-laki 5-8 tahun Tidak Relaps +

3 Laki-laki 1-4 tahun Tidak Relaps +++

4 Laki-laki 9-12 tahun Tidak Relaps +

5 Perempuan 1-4 tahun Tidak Relaps ++

6 Laki-laki 13-16 tahun Relaps Jarang +++

7 Laki-laki 9-12 tahun Tidak Relaps +++

8 Perempuan 1-4 tahun Relaps Sering +++

9 Laki-laki 13-16 tahun Tidak Relaps +

10 Laki-laki 13-16 tahun Relaps Sering +++

11 Laki-laki 9-12 tahun Relaps Jarang ++++

12 Perempuan 1-4 tahun Relaps Jarang ++++

13 Perempuan 5-8 tahun Tidak Relaps ++

14 Perempuan 13-16 tahun Dependen Steroid ++++

15 Laki-laki 1-4 tahun Relaps Sering +++

16 Laki-laki 9-12 tahun Relaps Jarang +++

17 Laki-laki 1-4 tahun Relaps Sering +++

18 Perempuan 5-8 tahun Tidak Relaps ++

19 Laki-laki 9-12 tahun Relaps Sering ++++

20 Laki-laki 1-4 tahun Relaps Jarang ++++

21 Laki-laki 13-16 tahun Dependen Steroid ++++

22 Perempuan 5-8 tahun Dependen Steroid ++++

23 Laki-laki 1-4 tahun Tidak Relaps ++

24 Laki-laki 13-16 tahun Tidak Relaps +++

(2)

Frequency Table

Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Perempuan 8 32.0 32.0 32.0

Laki-laki 17 68.0 68.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1-4 tahun 9 36.0 36.0 36.0

5-8 tahun 5 20.0 20.0 56.0

9-12 tahun 5 20.0 20.0 76.0

13-16 tahun 6 24.0 24.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Relaps

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Relaps Jarang 6 24.0 24.0 24.0

Relaps Sering 5 20.0 20.0 44.0

Dependen Steroid 4 16.0 16.0 60.0

Tidak Relaps 10 40.0 40.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Proteinuria

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid + 3 12.0 12.0 12.0

++ 4 16.0 16.0 28.0

+++ 10 40.0 40.0 68.0

(3)

Crosstabs

Kelamin * Relaps Crosstabulation

Relaps

Total RelapsJarang Relaps Sering

Dependen

Steroid Tidak Relaps

Kelamin Perempuan Count 2 1 2 3 8

% of Total 8.0% 4.0% 8.0% 12.0% 32.0%

Laki-laki Count 4 4 2 7 17

% of Total 16.0% 16.0% 8.0% 28.0% 68.0%

Total Count 6 5 4 10 25

(4)
(5)
(6)

DAFTAR PUSTAKA

Alatas H, Tambunan T, Trihono P, Pardede SO., 2005. Prosiding dari Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak; Jakarta; Indonesia.

Behrman, R.E. MD, dkk., 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15. Jakarta: EGC.

Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L., 2002. Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta.

Betz, Cecily Lynn., 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: EGC.

Constantinescu AR, Shah HB, Foote EF, Weiss LS. Predicting first-year relaps in children with nephrotic syndrome. Pediatrics 2000; 105:492-5.

Damanik MP., 1992 Pola Penyakit Ginjal pada Anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat.;8: 116-23.

Hidayat, A. Aziz Alimul., 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Hodson EM, Willis NS, Craig JC., 2000. Incidence of nephrotic syndrome in children in Australia. Seventh Asian Congress of Pediatric Nephrology, Singapura.

(7)

Ngastiyah. 2005., Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.

Rauf, Syarifuddin., 2002, Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UH : Makssar.

(8)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah:

Struktur 3.1.1.

Kerangka konsep gambaran kejadian relaps pada penderita sindroma nefrotik.

3.2. Definisi Operasional

a.

glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, poteinuria massif

> 3,5 gr/hari, hipoalbuminemia < 3,5 gr/dl, hiperkolesterolemia dan

lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis

yang ditandai dengan sembab/edema, penambahan berat badan, gangguan

gastrointestinal seperti diare, nafsu makan berkurang dan hepatomegali

disebabkan sintesis albumin yang meningkat. Kejadian Relaps pada penderita

sindrom nefrotik

1. Usia

(9)

Tabel 3.1.1. Definisi Operasional NO VARIABEL DEFINISI

OPERASIONAL

(10)

tersering

medis nefrotik primer

(11)

bermediasi

imunologik:

lupus

eritematosus

sistemik,

purpura

Henoch-Schönlein,

sarkoidosis.

e.Neoplasma :

tumor paru,

penyakit

Hodgkin, tumor

gastrointestinal.

(12)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk melihat kejadian relaps

pada anak di RSUP.Haji Adam Malik Medan tahun 2011 hingga 2012. Pendekatan

yang digunakan pada desain penelitian ini adalah studi cross sectional

retrospektif.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengambil data rekam medis di departmen

Nefrologi di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pemilihan lokasi penelitian dengan

pertimbangan bahwa belum dilakukan penelitian sebelumnya dan merupakan

daerah yang mudah dijangkau sehingga memudahkan peneliti dalam

pengumpulan data.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung dari bulan Januari 2011 hingga bulan Desember

2012.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian

(13)

penelitian adalah merupakan sampel karena perlu didapatkan jumlah secara

keseluruhan penderita sindroma nefrotik.

4.3.2. Kriteria Insklusi

Dari kriteria inklusi, yang diambil sebagai data adalah penderita yang

sudah didiagnosis sindroma nefrotik dan terjadinya relaps pada anak berusia 0-18

tahun yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011 hingga

2012.

4.3.3. Kriteria Eksklusi

Dari kriteria eksklusi, yang tidak diambil sebagai data adalah data yang

sudah memenuhi kriteria insklusi namun memiliki ketidaklengkapan dalam

informasi pasien dalam rekam medis.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data

sekunder penelitian ini adalah anak yang relaps sindrom nefrotik yang diperoleh

melalui data rekam medik dari RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011 hingga

2012.

Sebelum data diambil, peneliti mengajukan surat izin penelitian dari

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara kepada Direktur RSUP Haji

Adam Malik Medan. Kemudian menggunakan rekam medis RSUP Haji Adam

Malik Medan dalam pengambilan data sindrom nefrotik pada tahun 2011 sampai

2012. Setelah itu, lihat data anak yang mengalami sindrom nefrotik tersebut dan

isi lembaran check list yang sesuai dengan data yang dibutuhkan. Setelah selesai,

peneliti akan mendapatkan surat selesai penelitian dari RSUP Haji Adam Malik

(14)

4.5. Metode Analisis Data

Semua data yang terkumpul disusun dalam bentuk tabel distribusi. Data

yang diperoleh di analisis secara statistic dengan program komputer Windows

Statistic Package For Social Science (SPSS).

Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat presentase data

yang telah terkumpul dan disajikan ke dalam tabel distribusi frekuensi:

1. Editing

Dilakukan pemeriksaan kelengkapan data-data yang telah terkumpul. Bila

terdapat kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan

baik.

2. Coding

Data yang telah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya

kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan

komputer.

3. Entry

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam program

komputer.

4.Cleaning

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam komputer guna

menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

5. Saving

(15)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan dinamakan

rumah sakit kelas A pada tahun 1990 sesuai dengan Menkes No. 335/ Menkes /

SK/VII/1990. Namun, nama rumah sakit ini mengalami perubahan yang pada

mulanya bernama Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan menjadi Rumah Sakit

Umum Haji Adam Malik. Pada tahun 1991 pula ia dijadikan sebagai Rumah Sakit

Pendidikan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/ Menkes/ IX /

1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik

pada tanggal 11 Januari 1993.

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Penderita SN

Total keseluruhan anak yang menderita Sindrom Nefrotik pada tahun

2011-2012 di RSUP H. Adam Malik adalah 44 orang. Sebanyak 25 orang anak

yang menderita SN telah diambil datanya dengan membuka rekam medis mereka.

(16)

5.1.2.1 Jenis Kelamin

Gambar 5.1: Jenis Kelamin Penderita SN

Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 5.1 terlihat, dari 25 penderita

laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68% dari keseluruhan penderita sedangkan

perempuan sebanyak 8 orang yaitu 32% dari keseluruhan penderita. Dengan

demikian, mayoritas anak yang menderita SN adalah laki-laki yaitu 17 orang atau

68%.

Karakteristik Jenis Kelamin

32%

68% Laki-laki

(17)

5.1.2.2 Usia

Table 5.2 : Kelompok usia penderita SN

Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

1 - 4 9 36

5 - 8 5 20

9 - 12 5 20

13 - 16 6 24

Total 25 100

Berdasarkan hasil penelitian pada Table 5.2 terlihat, dari 25 penderita 9

orang yaitu 36% berusia antara 1-4 tahun. Sebanyak 5 penderita yaitu 20%

berusia antara 5-8 tahun. Sebanyak 5 penderita yaitu 20% berusia antara 9-12

tahun dan 6 penderita yaitu 16% berusia 13-16 tahun. Dengan demikian,

mayoritas anak yang menderita SN berusia antara 1-4 tahun yaitu 9 orang atau

36%.

5.1.2.3. Kejadian Relaps

Tabel 5.3: Kejadian Relaps pada Penderita SN

Kejadian relaps Frekuensi (n) Persentase (%)

Relaps jarang 6 24

Relaps sering 5 20

Dependen steroid 4 16

Tidak relaps 10 40

Total 25 100

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.3 terlihat, dari 25 orang

penderita 6 orang yaitu 24% mengalami relaps jarang. Sebanyak 5 orang yaitu

20% mengalami relaps sering. Sebanyak 4 orang atau 16% mengalami relaps

dependen steroid dan 10 orang tidak mengalami relaps yaitu 40%. Dengan

(18)

dan relaps sering paling banyak terjadi pada anak yang berusia 1- 4 tahun.

Demikian pula, relaps dependen steroid paling banyak terjadi pada anak yang

berusia 13-16 tahun.

5.1.2.4 Gejala klinis

Gambar 5.4 : Gejala klinis penderita SN

Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 5.4 terlihat, dari 25 penderita 13

orang yaitu 52% mengalami gejala klinis edema. Sebanyak 6 orang atau 24%

mengalami gejala klinis demam. Sebanyak 3 orang atau 12% mengalami gejala

klinis pucat, dan 3 orang yaitu 12% mengalami batuk. Dengan demikian,

mayoritas penderita mengalami edema yaitu 13 orang atau 52%. Edema

52% Demam

24% Pucat

12%

Batuk 12%

Gejala klinis

Edema

demam

pucat

(19)

5.1.2.6 Kadar Proteinuria

Tabel 5.6 Kadar Proteinuria

Kadar Proteinuria Frekuensi(n) Persentase (%)

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.6 Kadar Proteinuria terlihat,

dari 25 penderita kadar proteinuria ≤ + 3 sebanyak 17 penderita dan > + 3

sebanyak 8 penderita. Terdapat sekitar 8 penderita atau 32% yang mempunyai

kadar protein tertinggi (++++) dan 3 penderita yaitu 12% mempunyai kadar

protein (+). Disini juga dapat dilihat bahwa kadar proteinuria (+++) adalah

terbanyak ditemukan di penderita SN yaitu 10 orang atau 40%.

5.2 Pembahasan

Di dalam pembahasan ini akan difokuskan hal-hal yang berkaitan dengan

tujuan penelitian dilakukan yaitu untuk mengetahui jumlah kejadian relaps pada

penderita sindrom nefrotik pada anak tahun 2011-2012 di RSUP H. Adam Malik,

Medan.

Dari hasil yang diperoleh, sebanyak 44 anak yang menderita SN dari tahun

2011-2012 hanya 25 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jenis

kelamin pasien menunjukkan bahwa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68%

daripada keseluruhan penderita. Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu

32% daripada keseluruhan penderita. Setelah dianalisa laki-laki lebih banyak

menderita sindroma nefrotik dibandingkan perempuan. Hal ini sesuai dengan

penelitian Constantinescu dkk (2000) yang menyebutkan bahwa perbandingan

laki-laki : perempuan = 2 : 1. Dari penelitian Danamik (1997) untuk melihat

distribusi penderita SN yang datang berobat di bagian anak RSUP Dr. Sardjito di

(20)

baru SN primer dari 580 anak dengan penyakit ginjal. Penderita laki-laki lebih

banyak daripada perempuan yaitu 74.4% dan perempuan 25.6% (rasio 2,9 : 1).

Dari penelitian ini dapat terlihat rasio SN pada jenis kelamin tidak berbeda jauh

antara Indonesia dan negara lain.

Berdasarkan kelompok usia penderita yang paling tinggi adalah 1-4 tahun

yaitu sebanyak 9 orang atau 36%. Sebanyak 5 orang yaitu 20% berusia antara 5-8

tahun dan 9-12 tahun. Sebanyak 6 orang penderita yang berusia antara 13-16

tahun yaitu 16%. Berdasarkan dari penelitian berbagai negara, didapatkan

insidensi sebesar 2-4 kasus setiap 100.000 populasi per tahun, banyak yang

berusia 3 tahun. Hal ini memperkuat hasil penelitian. Di Devisi Ilmu Kesehatan

Anak FK UNPAD/RSHS telah dirawat 129 (53,5%) pasien SN dari 241 kasus

seluruh penyakit ginjal, antara Januari 1995 hingga Juni 1999, rerata usia 6 tahun

4 bulan. Hal ini bertentangan dengan hasil yang diperoleh kerna kelompok usia

yang paling tinggi menurut penelitian ini adalah anak dari usia 1-4 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian edema adalah yang paling tinggi dialami

penderita yaitu 13 orang atau 52%. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan

sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting),

dan umumnya ditemukan sekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen

daerah genitalia dan ekstermitas bawah. Kemudian diikuti dengan gejala klinis

yang lain seperti demam, pucat dan batuk. Hal ini sesuai dengan penelitian Betz &

Cecily, (2002) yang menyebut bahwa manifestasi klinis SN yang utama adalah

edema. SN adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein

kerna kerusakan glomerulus yang diinfus (Luckmans, 1996). SN adalah penyakit

(21)

kadang-Keluarnya cairan keruang interstitial menyebabkan edema diakibatkan pergeseran

cairan (Silvia, 1995).

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas penderita mengalami kejadian

relaps yaitu 15 orang atau 60%. Sebanyak 6 orang penderita SN mengalami relaps

jarang yaitu 24%. Sebanyak 5 orang penderita mengalami relaps sering yaitu 20%.

Sebanyak 4 orang penderita mengalami relaps dependen steroid dan yang tidak

mengalami relaps 10 orang yaitu 40%. Hal ini sesuai dengan penelitian Hogg et

al, (2000) yang menyebutkan risiko relaps sebesar 60-75% dengan kemungkinan

menjadi relaps frekuen atau relaps tidak frekuen. Anderson melaporkan bahwa

jenis kelami laki-laki dan usia onset muda berhubungan dengan resiko terjadinya

relaps sering atau dependen steroid pada anak. Malah Fletcher pada tahun 2004

melaporkan waktu terjadinya relaps lebih rendah pada SNDS dan SNRF.

Demikian pula Nanjundaswamy HN pada tahun 2002 melaporkan 90% penderita

SNSS, penderita SNSS disebut 40% penderita menjadi SNRF dan SNDS. Tetapi

ISKDC pada tahun 1982 pernah melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara

waktu terjadinya relaps dan frekuensi relaps.

SN adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permiabilitas

membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan protein

urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004). Kelainan yang terjadi pada SN yang

paling utama adalah proteinuria sedangakan yang lain dianggap sebagai

manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh kerna kenaikan permibialitas

dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan

hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada SN

keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya

terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran

glomerulus dan akhirnya disekresikan dalam urin (Husein, 2002). Berdasarkan

hasil kadar proteinuria terlihat, dari 25 penderita kadar proteinuria ≥ + 3 dialami

sebanyak 17 penderita dan < + 3 sebanyak 8 penderita. Terdapat sekitar 8

penderita atau 32% yang mempunyai kadar protein tertinggi (++++) dan 3

penderita yaitu 12% mempunyai kadar protein (+). Disini juga dapat dilihat bahwa

(22)

orang atau 40%. Penyebab proteinuria SN adalah adanya gangguan sirkulasi

protein, peningkatan permiabilitas glomerulus dan berkurangnya reabsorbsi

(23)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kejadian relaps penderita sindrom

nefrotik pada anak tahun 2011-2012 di RSUP H. Adam Malik Medan., diperoleh

kesimpulan :

1. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik pada anak berdasarkan jenis

kelamin menunjukkan bahawa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68%.

Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu 42% daripada keseluruhan

penderita.

2. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik pada anak berdasarkan

kelompok usia paling tinggi adalah 1-4 tahun yaitu sebanyak 9 orang atau

36%. Sementara sebanyak 5 orang yaitu 20% penderita berusia 5-8 tahun

dan 9-12 tahun masing-masing. Diikuti dengan 6 penderita berusia 13-16

tahun yaitu 16%.

3. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik pada anak berdasarkan

gejala klinis adalah edema yaitu sebanyak 13 orang atau 53%. Sebanyak 6

penderita yaitu 24% mengalami gejala klinis demam. Diikuti dengan

gejala klinis batuk dan pucat yaitu masing-masing sebanyak 3 orang atau

12%.

4. Proporsi terbanyak kadar protein pada air kemih penderita adalah 3+ yaitu

sebanyak 10 orang atau 40%. Kadar protein 1+ sebanyak 3 orang yaitu

12%, 2+ sebanyak 4 orang dan 4+ sebanyak 8 orang yaitu 32%.

5. Proporsi terbanyak kejadian relaps adalah relaps jarang yaitu 6 orang atau

24%, diikuti dengan relaps sering sebanyak 5 orang yaitu 20% dan relaps

dependen steroid dialami oleh 4 orang yaitu 16%. Sebanyak 10 orang

(24)

6.2. Saran

Saran yang dapat peneliti sampaikan pada karya tulis ilmiah ini adalah : 1. Bagi Tenaga Kesehatan

Agar meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan melengkapi sistem

pencatatan pasien. Edukasi pasien tentang sindrom nefrotik dengan lebih

rinci. Menyarankan obat yang mempertahankan remisi kepada pasien.

2. Bagi Pasien

Bagi pasien bila terjadi tanda-tanda SN sebaiknya segera periksa ke

pelayanan kesehatan terdekat agar tidak terjadi komplikasi. Pasien juga

harus menjalani gaya hidup sehat, makan obat secara teratur dan kontrol

secara teratur ke rumah sakit.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil dari penelitian ini agar dapat digunakan sebagai bahan masukan

keperpustakaan di Bidang Pendidikan Universitas Sumatera Utara, dan

dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya. Dari hasil penelitian ini,

terbukti bahwa pasien yang menderita SN mempunyai resiko besar untuk

mengalami relaps.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya semoga penelitian ini dapat dijadikan pedoman

dan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang sama agar

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Relaps

2.1 Definisi Relaps

Relaps

bebas penyakit atau relaps adalah proteinuria ≥ 2+ (proteinuria) ≥ 40 mg/ m² LPB/

jam) setelah respon awal kurang dari 4× per tahun pengamatan (Nizar MD, 2013).

2.2 Definisi Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,

hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,

hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997).

Sindrom ini dapat terjadi karena adanya faktor yang menyebabkan

premeabilitas glomerulus (Hidayat & Aziz A., 2006).

Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa

oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat

(Mansjoer Arif, et al., 1999).

Terdapat beberapa definisi terkait dengan SN. Remisi adalah proteinuria

negatif atau trace proteinuria < 4mg/m² LPB/ jam) selama 3 hari berturut-turut

dalam 1 minggu. Relaps adalah proteinuria ≥ 2+ (proteinuria) ≥ 40 mg/ m² LPB/

jam) setelah respon awal kurang dari 4× per tahun pengamatan. Relaps sering

(relaps frekuen) adalah relaps ≥ 2× dalam 6 bulan pertama setelah respon awal

atau ≥ 4× dalam periode 1 tahun. Dependen steroid adalah relaps 2× berurutan

pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari pengobatan

dihentikan. Resisten steroid didefinisikan sebagai tidak terjadinya remisi pada

pengobatan prednison dosis penuh ( full dose ) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

Sensitif steroid adalah remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh

selama 4 minggu (Nizar MD, 2013).

2.3. Anatomi Ginjal

(26)

yang tampak halus akan tetapi kuat. Lapisan ini menyelubungi ginjal dengan

sangat ketat, tetapi dapat terbuka dengan mudah. Di bawah lapisan tersebut maka

dapat terlihat ginjal dengan permukaannya yang halus dan berwarna merah tua. Di

tengah-tengah ginjal terdapat rongga yang disebut sinus; rongga tersebut juga

terlapisi oleh hilum (Gray, 1995).

Segala benda seperti pembuluh darah dan duktus ekskretorik akan

memasuki ginjal melalui fisura tersebut. Duktus ekskretorik ginjal, ureter setelah

masuk ke dalam ginjal akan melebar seperti sebuah kerucut, struktur ini

dinamakan pelvis. Pelvis akan bercabang menjadi dua atau tiga percabangan yang

akan memisah lagi yang disebut dengan calices atau infundibula; semua struktur

tersebut berada di dalam rongga ginjal (Gray, 1995).

Bagian korteks dari ginjal berwarna merah muda, lunak, granular, dan

mudah terlaserasi. Bagian yang memisah sisi-sisi dari dua piramid dimana arteri

dan nervus masuk, dan dimana vena dan kelenjar limfe keluar dari ginjal disebut

cortical coloumn atau columna Bertini; sementara porsi yang menghubungkan

antara satu cortical coloumn dengan yang lainnya disebut cortical arch dengan

kedalaman yang bervariasi dari 0,8-1,3 cm (Gray, 1995).

Bagian medulla dari ginjal, seperti yang telah ditulis sebelumnya,

berwarna merah, striated, dan memiliki massa berbentuk kerucut, pyramids of

Malpighi; jumlahnya bervariasi dari 8-18 bergantung pada pembentukan lobus

organ pada masa embrional (Gray, 1995).

Tubuli uriniferi yang membentuk sebagian besar dari ginjal mulai dari

korteks ginjal, lalu membentuk suatu sirkuit melalui korteks dan medulla, dan

(27)

gumpalan pembuluh darah, Malphigian tuft; dan suatu membran pembungkus,

Malphigian capsule, atau capsule of Bowman (Gray, 1995).

Tubuli uriniferi yang bermula pada Malphigian bodies dalam

perjalanannya melewati korteks dan medulla dari ginjal. Setelah melewati

Malphigian capsule akan ada suatu penyempitan yang disebut neck atau leher dari

tubulus tersebut. Setelah itu maka tubulus akan berbelit pada bagian korteks

membentuk proximal convoluted tubule. Dalam perjalanannya ke daerah medulla

tubulus membentuk suatu spiral yang disebut spiral tube of Schachowa. Pada

daerah medulla, tubulus tiba-tiba mengecil dan melandai ke dalam piramid dengan

kedalaman yang bervariasi membentuk descending limb of Henle’ s loop; lalu

tubulus akan melengkung naik (loop of Henle), membesar membentuk ascending

limb of Henle’ s loop dan kembali memasuki ke korteks. Ascending limb of Henle

lalu membentuk distal convoluted tubule yang menyerupai proximal convoluted

tubule; ini akan berakhir dengan suatu lengkungan yang memasuki collecting tube

(Gray, 1995).

2.4. Fisiologi Ginjal

Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi

yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus.

Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang

mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output (Rauf, 2002).

2.4.1.Faal Glomerolus

Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang

dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar

dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume

ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate

(GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR

normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak (Rauf,

(28)

2.4.2. Faal Tubulus

Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari

zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana

diketahui, GFR : 120 ml / menit / 1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya

100 ml / menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml / menit dalam bentuk urin

atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa) (Rauf, 2002).

Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan

umur : (Rauf, 2002).

a) 1-2 hari : 30-60 ml

b) 3-10 hari : 100-300 ml

c) 10 hari-2 bulan : 250-450 ml

d) 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml

e) 1-3 tahun : 500-600 ml

f ) 3-5 tahun : 600-700 ml

g) 5-8 tahun : 650-800 ml

h) 8-14 tahun : 800-1400 ml

2.4.3. Faal Tubulus Proksimal

Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak

(29)

2.4.4. Faal loop of henle

Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan

ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih

hipotonik (Rauf, 2002).

2.4.5. Faal tubulus distalis dan duktus koligentes

Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan

cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.

(Rauf, 2002).

2.5. Etiologi

Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini

dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.

Umumnya etiologi dibagi menurut (Mansjoer Arif, et al., 1999), yaitu:

2.5.1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.

Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien

meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya (Mansjoer Arif, et al., 1999).

2.5.2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh :

• Malaria kuartana atau parasit lainnya.

• Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.

• Glumerulonefritis akut atau kronik,

• Trombosis vena renalis.

• Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.

• Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik (Mansjoer Arif, et al., 1999).

(30)

Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindrom nefrotik primer.

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan

mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :

(Mansjoer Arif, et al., 1999).

a. Kelainan minimal

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.

Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler

glomerulus (Mansjoer Arif, et al., 1999).

2.5.3.1. Glomerulus Membranosa (Nefropati Membranosa)

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar

tanpa proliferasi sel (Mansjoer Arif, et al., 1999).

2.5.3.2. Glomerulonefritis Proliferatif

Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel

mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel

yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan penebalan batang lobular, terdapat

prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular, dengan

bulan sabit (crescent), didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel

epitel sampai kapsular dan viseral (Mansjoer Arif, et al., 1999).

Prognosis buruk, glomerulonefritis membranoproliferatif, proliferasi sel

mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di

mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah dan lain-lain perubahan

(31)

dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini

menyebabkan retensi garam dan air (Mansjoer Arif, et al., 1999).

Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan

yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler.

Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin,

menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut (Mansjoer Arif, et al., 1999).

Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan

peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia) (Mansjoer Arif, et

al., 1999).

Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan

karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau defisiensi seng (Mansjoer Arif, et

al., 1999).

Sindrom nefrotik (SN) dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik

atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit

ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada

orang dewasa termasuk lansia (Mansjoer Arif, et al., 1999).

2.7. Gejala klinis

Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya

bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan

cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata

(periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah

(Betz & Cecily L., 2002).

a. Edema.

b. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa

c.Pucat

d.Hematuri

e. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.

f. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan

(32)

g.Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang) (Betz & Cecily L., 2002).

2.8. Komplikasi

1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat

hipoalbuminemia.

2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang

menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.

3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga

terjadi peninggian fibrinogen plasma.

4

.

Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal (Rauf,

2002).

2.9. Penatalaksanaan

2.9.1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan sindrom nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk

mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan

hipoalbuminemia mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:

a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang

lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan

menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.

(33)

d. Dengan antibiotik bila ada infeksi.

e. Diuretikum

f. Kortikosteroid

International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)

mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :

1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas

permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.

2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis

40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60

mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara

intermitten selama 4 minggu.

3) Tapering-off : prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg,

20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.

4) Lain-lain

Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada

gagal jantung, diberikan digitalis (Behrman, 2000).

2.9.2. Penatalaksanaan Keperawatan

Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena memerlukan

pengawasan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu

diperhatikan adalah edema yang berat (anasarka), diet, resiko komplikasi,

pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa aman dan nyaman, dan

kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien.

Pasien sindrom nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur,

karena dengan keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan

kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan

(34)

a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks

akan menyebabkan sesak nafas.

b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan

memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah

dan akan menyebabkan edema hebat).

c. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk

mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi

keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).

Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan

sesuai kemampuannya, tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau

perawat dan pasien tidak boleh kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya edema

pasien perlu ditimbang setiap hari, di ukur lingkar perut pasien. Selain itu

perawatan pasien dengan sindroma nefrotik, perlu dilakukan pencatatan masukan

dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindroma nefrotik

diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 gram/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu

35 kal/kgBB/hari serta rendah garam (1 gram/hari). Bentuk makanan disesuaikan

dengan keadaan pasien, bisa makanan biasa atau lunak (Ngastiyah, 2005).

Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh

yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat infeksi

streptococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut, kebersihan kulit

perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien harus bersih dan kering.

Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan diberikan pada waktu yang sama. Jika

pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan penjelasan

(35)

2.10. Pemeriksaan Penunjang 2.10.1. Pemeriksaan Urin

Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom

nefrotik. Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick

bacaan, atau dengan pengujian semi kuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3

+ merupakan 300 mg/dL dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g/

L atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran nefrotik. Pemeriksaan

dipsticks kimia albumin adalah protein utama yang diuji.

a. Protein urin : > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari

b. Urinalisa : cast hialin dan granular, hematuria

c. Dipstick urin : positif untuk protein dan darah

d. Berat jenis urin : meningkat (normal : 285 mOsmol)

2.10.2. Darah

a. Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:

b. Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100 ml)

Albumin menurun ( N : 6,2-8,1 mg/ 100 ml). Hal ini disebut sebagai

hipoalbumenia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5 gram/ 100 ml).

Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme

protein yang terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan katabolisme merupakan

faktor tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari protein uria

(albuminuria). Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema

mukosa usus sehingga intake berkurang yang pada gilirannya dapat

menimbulkan hipoproteinemia. Pada umumnya edema anasarka terjadi

bila kadar albumin darah < 2 gram/100ml, dan syok hipovolemia terjadi

biasanya pada kadar < 1 gram/100ml (Betz, 2002).

c. Pemeriksaan Diagnostik

(36)

2. USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan

ginjal atau pembentukkan jaringan parut yang tidak spesifik pada

(37)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insiden sindrom nefrotik dilaporkan 2-7 anak / 100.000 / tahun, dengan

perbandingan laki-laki : perempuan adalah 2 : 1, sindrom nefrotik banyak terjadi

pada anak-anak usia 18 bulan sampai 6 tahun. Sembilan puluh persen anak

dengan sindrom nefrotik kelainan minimal akan respon terhadap pengobatan

dengan prednison yang ditandai dengan berkurangnya proteinuria (Constantinescu

et al., 2000).

Sampai saat ini penyakit SN merupakan penyakit ginjal pada anak yang

paling banyak terjadi. Insidens pada anak di bawah 16 tahun adalah 1-2 per

100.000 anak, tertinggi pada anak Asia dan Afrika-Amerika. Penelitian pada 251

anak berumur 3-15 tahun dengan SN mendapatkan 85% SN primer dan 15% SN

sekunder (Hodson et al., 2000).

Damanik (1992) menemukan 32,26% SN primer dari 6 jenis penyakit

ginjal pada anak di Bagian IKA-FK UGM/RSUP Dr. Sardjito di Yogyakarta.

Prednison masih merupakan obat utama dalam penatalaksanaan anak dengan

sindrom nefrotik. Ada beragam metode dan dosis pemberian kortikosteroid antara

lain standarisasi pemberian kortikosteroid yang dibuat oleh International Study of

Kidney Disease in Children (ISKDC) (Constantinescu et al., 2000).

Masalah dalam penatalaksanaan anak dengan sindrom nefrotik adalah

kejadian relaps yang sering terjadi saat dosis steroid diturunkan pada fase

pemeliharaan remisi. Risiko relaps sebesar 60-75% dengan kemungkinan

menjadi relaps frekuen (lebih dua kali dalam enam bulan atau lebih empat kali

dalam setahun) atau relaps tidak frekuen (kurang dari dua kali dalam enam

bulan). Kadang-kadang relaps pada sindrom nefrotik tetap terjadi walaupun terapi

dengan prednison dosis inisial diperpanjang. Pada kasus anak dengan sindrom

nefrotik yang mengalami relaps, prednison digunakan sampai penderita bebas

(38)

Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Disease in

Children) pengobatan inisial sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian

prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m² LPB/hari atau 2mg/kgBB/hari

(maksimal 80mg/hari), dibagi 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison

dihitung sesuai dengn berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan).

Prednison dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian

steroid 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi

mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4

minggu pertama, maka pemberian pemberian steroid dilanjutkan dengan 4

minggu kedua dengan dosis 40 mg/m²LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating

(selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu

pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan resisten

steroid (Alatas et al., 2005).

Penelitian oleh Soliday dkk (1999) pada anak dengan sindrom nefrotik sensitif

steroid, penelitian ini terutama memfokuskan masalah fungsional atau klinik dan

memerlukan penelitian lebih lanjut tentang masalah kualitas hidup dilihat dari segi

psikososial yaitu perilaku terutama pada pemberian steroid jangka panjang. Pada

penelitian yang dilakukan secara prospektif dengan melihat perilaku anak setelah

pemberian steroid dosis inisial dan dosis tinggi selama relaps didapatkan masalah

serius yang berkaitan dengan perilaku cemas, depresi, dan peningkatan

agresivitas. Penelitian pada anak dengan sindrom nefrotik resisten steroid tidak

dilakukan (Soliday et al., 1999).

Perkembangan data menunjukkan bahwa sindrom nefrotik sensitif steroid

(39)

Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

kejadian relaps pada pasien dengan sindrom nefrotik supaya sehingga kejadian

relaps ini dapat ditangani dengan tepat. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan karena rumah sakit ini

merupakan rumah sakit pusat rujukan seluruh lapisan masyarakat, kota Medan

khususnya dan Sumatera Utara umumnya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini

adalah berapa banyak kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan pada tahun 2011 –

2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum:

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak

kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik tahun 2011-2012 di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan.

1.3.2. Tujuan khusus:

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui jumlah kasus kejadian relaps pada anak yang menderita

sindrom nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP

HAM) Medan pada tahun 2011 - 2012.

2. Mengetahui gejala klinis yang sering terjadi pada anak yang menderita

sindrom nefrotik di saat pertama datang berobat di Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan pada tahun 2011 - 2012.

3. Mengetahui gambaran laboratorium pada anak yang menderita sindrom

nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM)

(40)

1.4. Manfaat Penelitian:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1.4.1. Peneliti:

Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berfikir secara logis

dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian berdasarkan

metode yang baik dan benar.

1.4.2. Pendidikan:

Diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa informasi mengenai

terjadinya relaps pada anak dengan sindrom nefrotik.

1.4.3. Masyarakat:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat tentang terjadinya relaps pada anak dengan sindrom nefrotik maka

(41)

ABSTRAK

Latar belakang : Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Pengobatan dan peningkatan hasil akhir pada penderita sindroma nefrotik masih menjadi tantangan dalam bidang kedokteran oleh itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik.

Tujuan : Untuk meneliti kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik pada anak pada tahun 2011-2012 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).

Metode penelitian : Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif dengan desain penelitian cross sectional study digunakan. Data penelitian diambil secara retrospektif (sekunder) dari rekam medis yaitu pada tahun 2011-2012 untuk mengetahui kejadian relaps penderita sindroma nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Sampel penelitian adalah semua penderita sindrom nefrotik di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari periode 2011-2012. Pengolahan data telah dilakukan dengan menggunakan komputer dengan perisian SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) kemudian dianalisa dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi.

Hasil : Jumlah kasus penderita sindrom nefrotik di RSUP. H. Adam Malik dari periode 2011-2012 berjumlah 25 kasus. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahawa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68% daripada keseluruhan penderita SN. Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu 32% daripada keseluruhan penderita SN dan berdasarkan kelompok usia menunjukkan bahawa kelompok usia yang paling tinggi adalah 1- 4 tahun yaitu sebanyak 9 orang (36%). Berdasarkan hasil penelitian 25 orang (100%) penderita sindroma nefrotik sebanyak 6 orang yaitu 24% telah mengalami relaps jarang dan 5 orang yaitu 20% mengalami relaps sering dan 4 orang mengalami relaps dependen steroid. Sebanyak 10 orang yaitu 40% tidak mengalami relaps.

Kesimpulan dan saran : Pada pihak Rumah Sakit disarankan untuk melengkapi sistem pencatatan yang sudah ada tentang penderita sindroma nefrotik yang dirawat untuk dipergunakan pada penelitian lebih lanjut. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan kriteria inklusi serta eksklusi yang lebih ketat.Semua penderita sindroma nefrotik harus segera diperiksa parameter labotarium yang dapat memperburuk sehingga segera dapat dilakukan koreksi untuk mencegah hasil akhir klinis yang lebih buruk.

(42)

ABSTRACT

Background: Nephrotic syndrome is a kidney disease that is often found in

children, characterized by proteinuria, hypoalbuminemia, edema, and hypercholesterolemia.

Objective: To examine the incidence of relapse in patients with nephrotic

syndrome in children in 2011-2012 at Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).

Method: In this study, a descriptive approach to the design of the study used a

cross-sectional study. The data were taken retrospectively (secondary) of the medical record that in 2011-2012 to determine the incidence of relapse in patients with nephrotic syndrome General Hospital Haji Adam Malik. The samples were all patients with nephrotic syndrome in the ER General Hospital Haji Adam Malik of the period 2011-2012. Data processing was performed using SPSS computer with perisian (Statistical Package for the Social Sciences) then analyzed and the results are presented in tabular form distribution.

Result: The number of case of patients with nephrotic syndrome in hospital. H.

Adam Malik of the period 2011-2012 amounted to 25 cases. Highest proportion of patients with nephrotic syndrome by gender indicate where men were 17 people at 68%. While women were 8 people is 32% rather than the whole patient SN and by age group indicate where the highest age group is 1 to 4 years of the 9 people (36%). Based on the results of 25 people (100%) patients with nephrotic syndrome as many as 6 people is 24% have experienced a relapse rarely and 5 is 20% relapse frequently and 4 relapsing steroid dependent. A total of 10 people, with 40% did not relapse.

Conclussion: For Hospital advised to complement the existing recording system

(43)

KEJADIAN RELAPS PENDERITA SINDROM

NEFROTIK PADA ANAK TAHUN 2011-2012 DI RSUP

H. ADAM MALIK

MEDAN.

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

PARAMESWARY J A BALAN

100 100 419

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(44)

KEJADIAN RELAPS PENDERITA SINDROM

NEFROTIK PADA ANAK TAHUN 2011-2012 DI RSUP

H. ADAM MALIK

MEDAN.

“Karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh :

Parameswary J A BALAN

(45)

ABSTRAK

Latar belakang : Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Pengobatan dan peningkatan hasil akhir pada penderita sindroma nefrotik masih menjadi tantangan dalam bidang kedokteran oleh itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik.

Tujuan : Untuk meneliti kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik pada anak pada tahun 2011-2012 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).

Metode penelitian : Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif dengan desain penelitian cross sectional study digunakan. Data penelitian diambil secara retrospektif (sekunder) dari rekam medis yaitu pada tahun 2011-2012 untuk mengetahui kejadian relaps penderita sindroma nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Sampel penelitian adalah semua penderita sindrom nefrotik di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari periode 2011-2012. Pengolahan data telah dilakukan dengan menggunakan komputer dengan perisian SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) kemudian dianalisa dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi.

Hasil : Jumlah kasus penderita sindrom nefrotik di RSUP. H. Adam Malik dari periode 2011-2012 berjumlah 25 kasus. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahawa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68% daripada keseluruhan penderita SN. Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu 32% daripada keseluruhan penderita SN dan berdasarkan kelompok usia menunjukkan bahawa kelompok usia yang paling tinggi adalah 1- 4 tahun yaitu sebanyak 9 orang (36%). Berdasarkan hasil penelitian 25 orang (100%) penderita sindroma nefrotik sebanyak 6 orang yaitu 24% telah mengalami relaps jarang dan 5 orang yaitu 20% mengalami relaps sering dan 4 orang mengalami relaps dependen steroid. Sebanyak 10 orang yaitu 40% tidak mengalami relaps.

Kesimpulan dan saran : Pada pihak Rumah Sakit disarankan untuk melengkapi sistem pencatatan yang sudah ada tentang penderita sindroma nefrotik yang dirawat untuk dipergunakan pada penelitian lebih lanjut. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan kriteria inklusi serta eksklusi yang lebih ketat.Semua penderita sindroma nefrotik harus segera diperiksa parameter labotarium yang dapat memperburuk sehingga segera dapat dilakukan koreksi untuk mencegah hasil akhir klinis yang lebih buruk.

(46)

ABSTRACT

Background: Nephrotic syndrome is a kidney disease that is often found in

children, characterized by proteinuria, hypoalbuminemia, edema, and hypercholesterolemia.

Objective: To examine the incidence of relapse in patients with nephrotic

syndrome in children in 2011-2012 at Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).

Method: In this study, a descriptive approach to the design of the study used a

cross-sectional study. The data were taken retrospectively (secondary) of the medical record that in 2011-2012 to determine the incidence of relapse in patients with nephrotic syndrome General Hospital Haji Adam Malik. The samples were all patients with nephrotic syndrome in the ER General Hospital Haji Adam Malik of the period 2011-2012. Data processing was performed using SPSS computer with perisian (Statistical Package for the Social Sciences) then analyzed and the results are presented in tabular form distribution.

Result: The number of case of patients with nephrotic syndrome in hospital. H.

Adam Malik of the period 2011-2012 amounted to 25 cases. Highest proportion of patients with nephrotic syndrome by gender indicate where men were 17 people at 68%. While women were 8 people is 32% rather than the whole patient SN and by age group indicate where the highest age group is 1 to 4 years of the 9 people (36%). Based on the results of 25 people (100%) patients with nephrotic syndrome as many as 6 people is 24% have experienced a relapse rarely and 5 is 20% relapse frequently and 4 relapsing steroid dependent. A total of 10 people, with 40% did not relapse.

Conclussion: For Hospital advised to complement the existing recording system

(47)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih

karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan

dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Ucapan jutaan terima kasih ini penulis tujukan kepada kedua orang tua penulis

yaitu Bapak Balan dan Ibu Letchumi yang telah memberikan dorongan dan doa

restu, baik moral maupun material selama penulis menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar

A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. Pembantu Dekan 1 Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) atas izin dan

bantuan kepada penulis.

3. Dr. Siska Mayasari Lubis, M. Ked(Ped), SpA dosen pembimbing, yang

telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis

selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

4. Dr. Isti ilmiati Fujiati, MSc.CM-FM, MPd.Ked. telah memberikan bantuan

dan bimbingan kepada penulis.

5. Dosen penguji Dr. Ibnu alferary dan Dr. Ariyani atiyatul spM telah

membantu bantuan dan bimbingan kepada penulis.

6. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa

pedidikan.

7. Direktur RSUP. H. Adam Malik, Medan atas izin penelitian yang diberikan

(48)

8. Staf-Staf Bagian Rekam Medis RSUP. H. Adam Malik yang telah

membantu penulis dalam mendapatkan infromasi rekam medis yang

dibutuhkan.

9. Dr. Thaneswary Balan MBBS UK, kakak kandung saya untuk doa, kasih,

berkat dan dorongan.

10. Keluarga besar penulis Thavamalar Balan, BA (Hons) dan Aruna Balan.

Terima kasih untuk menghulurkan bantuan dalam mencari maklumat yang

diperlukan dan untuk dukungan serta doa yang diberikan.

11. Komana dan Wino Rajh serta teman-teman lain yang tidak dapat

disebutkan nama satu per satu, terima kasih atas doa, saran, dukungan, dan

bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan

penelitian ini.

12. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan terlupa oleh

penulis karena banyaknya, terima kasih banyak atas segala bantuan yang

telah diberikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan

Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas.

Skripsi ini tentu saja masih jauh dari sempurna, sehingga penulis dengan senang

hati menerima kritik demi perbaikan. Kepada peneliti lain mungkin masih bisa

mengembangkan hasil penelitian ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan

analisis yang lebih tajam. Akhirnya semoga skripsi ini ada manfaatnya. Demikian

(49)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Singkatan...xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Definisi Relaps ... 5

2.2. Definisi Sindrom Nefrotik ... 5

2.3. Anatomi Ginjal...6

2.4. Fisiologi Ginjal ... 7

2.4.1. Faal glomerolus ... 7

2.4.2. Faal Tubulus ... 8

2.4.3. Faal Tubulus Proksimal... 8

2.4.4. Faal loop of henle ... 9

(50)

2.5. Etiologi...9

2.5.1. Sindrom nefrotik bawaan ... 9

2.5.2. Sindrom nefrotik sekunder ... 9

2.5.3. Sindrom nefrotik idiopatik ... 10

2.6. Patofisiologi ... 11

2.7. Gejala klinis ... 12

2.8. Komplikasi ... 12

2.9. Penatalaksanaan ... 13

2.9.1. Penatalaksanaan Medis ... 13

2.9.2. Penatalaksanaan Keperawatan ... 14

2.10 Pemeriksaan Penunjang ... 15

2.10.1. Pemeriksaan Urin ... 15

2.10.2. Darah ... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 17

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 17

3.2. Definisi Operasional... 17

3.1.2 Tabel Definisi Operasional ... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Jenis penelitian ... 21

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

4.2.1.Waktu penelitian ... 21

4.2.2.Tempat penelitian ... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

(51)

5.1. Hasil Penelitian ... 24

5.2. Pembahasan ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 32

6.1 Kesimpulan... 32

6.2 Saran ... 33

6.2.2 Bagi Pasien...33

6.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan...33

6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan...33

6.2.4 Bagi peneliti selanjutnya...33

(52)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 3.1.1 Definisi Operasional 18

Tabel 5.1 Jenis kelamin penderita 25

Tabel 5.2 Kelompok usia penderita SN 26

Tabel 5.3 Kejadian relaps pada penderita SN 27

Tabel 5.4 Gejala klinis penderita SN 28

(53)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Struktur 3.1.1 Kerangka konsep gambar kejadian relaps

pada penderita SN 17

Gambar 5.1 Jenis kelamin penderita 25

(54)

DAFTAR SINGKATAN

Halaman

AIDS : acquired immunodeficiency syndrome 20

BB : berat badan 15

cc : cubic centimeter 8

dL: desiliter 15

g : gram 16

GFR: glomerula filtration rate 8

Hg :logam berat 21

H2O : air 9

IgG : immunoglobulin G 10

ISKDC: International Study of Kidney Disease in Children 1

IVP :

16

K : kalium 9

Kg : kilogram 2

LPB : luas permukaan badan 2

mg : miligram 2

ml : milliliter 16

m² : meter kuadrat 2

Na : sodium 9

SN : sindroma nefrotik 1

Gambar

Tabel 3.1.1. Definisi Operasional
Gambar 5.1: Jenis Kelamin Penderita SN
Tabel 5.3: Kejadian Relaps  pada  Penderita SN
Gambar 5.4 : Gejala klinis penderita SN
+2

Referensi

Dokumen terkait

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN

[r]

Tujuan penulisan ini adalah untuk membuat suatu modul yang diharapkan dapat memberikan kelebihan-kelebihan yang tidak didapatkan dari media buku dan dalam modul ini juga disertai

tindak lanjut dari permintaan yang belum dipenuhi, penolakan permintaan informasi publik disertai dengan alasan penolakannya dan waktu yang diperlukan dalam memenuhi

Aplikasi Lintasan Peluru ini diharapkan dapat menjadi mediator siswa SLTA dengan komputer sehingga terjadi suatu interaksi yang dapat menarik siswa untuk mengenal komputer dan

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Untuk itulah penulis mencoba untuk membuat web site Melo Pop Core Distro yang terdapat Shopping Cart sederhana dengan menggunakan bahasa pemrograman HTML (Hyper Text Mark-up

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Pengadaan Langsung Nomor : 011.10a/MTsN-SJJ/2012 tanggal 27 September 2012 Perihal Penetapan Pemenang Pengadaan Langsung untuk