• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGANPENGEMBANGANSUAKA PERIKANAN (FISH SANCTUARy) ESTUARI BERBASIS SISTEM SOSIAL EKOLOGI DI SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RANCANGANPENGEMBANGANSUAKA PERIKANAN (FISH SANCTUARy) ESTUARI BERBASIS SISTEM SOSIAL EKOLOGI DI SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP"

Copied!
238
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN PENGEMBANGAN SUAKA PERIKANAN

(

FISH SANCTUARY

) ESTUARI BERBASIS SISTEM

SOSIAL-EKOLOGI DI SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP

AMULA NURFIARINI

C262090111

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Rancangan

Pengembangan Suaka Perikanan (Fish Sanctuary) Estuari Berbasis Sistem

Sosial-Ekologi Di Segara Anakan, Kabupaten Cilacap adalah karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Amula Nurfiarini

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

RANCANGAN PENGEMBANGAN SUAKA PERIKANAN

(

FISH SANCTUARY

) ESTUARI BERBASIS SISTEM

SOSIAL-EKOLOGI DI SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP

AMULA NURFIARINI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Disertasi : RANCANGAN PENGEMBANGAN SUAKA PERIKANAN (FISH SANCTUARY) ESTUARI

BERBASIS SISTEM SOSIAL-EKOLOGI DI SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP

Nama : Amula Nurfiarini

NRP : C. 262090111

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Luky Adrianto, M.sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pengelolaan Direktur

Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pascasarjana

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(11)

Penguji pada ujian tertutup : 1. Dr.Ir.Ario Damar, M.Sc

2. Dr. Ir. Majariana Krisanti, M.Si

Penguji pada Ujian terbuka : 1. Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc

(12)

PRAKATA

Alhamdulillah atas Rabb yang telah mengajarkan hambaNYA dengan perantaraan kalam. Puji syukur atas terselesaikannya penelitian dan penulisan disertasi dengan judul: Rancangan Pengembangan Suaka Perikanan (Fish Sanctuary) Estuari Berbasis Sistem Sosial-Ekologi Di Segara Anakan,

Kabupaten Cilacap, yang merupakan satu dari sekian nikmat, rahmat dan

karunia Allah Yang Maha Rahiim kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian disertasi ini, tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Komisi Pembimbing; Dr. Ir. Luky Adrianto, Msc., atas kebijaksanaan, kesabaran, ilmu dan bimbingan, motivasi, serta pembelajaran hidup yang senantiasa dicontohkan selama penulis menjadi mahasiswa SPL, Prof Dr. Ir. Setyo Budi Susilo M.Sc, dan Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc atas ilmu, arahan, dan motivasi yang diberikan sehingga penulis mampu berjuang dan berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam menyelesaikan studi pada program doktor.

2. Dr. Ir. Ario Damar, M.Sc dan Dr. Ir. Majariana Krisanti, M.Si selaku penguji luar komisi pada sidang tertutup, Dr. Ir. Sigid Hariyadi.M.Sc dan Dr. Fayakun Satria, S.Pi, M.App.Sc, atas saran dan masukan yang diberikan 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan IPB, dan Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.

4. Direktur BPSDM-KP, dan Kepala BP2KSI atas kesempatan belajar yang diberikan.

5. Ibunda Hj. Suprihatin, dan Ayahanda H. Susanto Praptomihardjo, atas doa, dorongan semangat dan pengorbanan yang senantiasa diberikan

6. Suami tercinta Nurul Fajri atas kesabaran, kasih sayang, doa dan pengorbanan yang diberikan serta ananda Ayyasy dan Asyraf yang dengan penuh kesabaran menantikan keberhasilan penulis, serta seluruh kakak kakakku tersayang.

7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan serta seluruh rekan rekan sejawat di lingkup BP2KSI,P4KSI dan Balitbang-KP atas bantuan dan dukungan yang dengan caranya masing-masing telah memberi warna dan teladan yang baik kepada penulis.

8. Seluruh staf pengajar dan administrasi Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, staf administrasi pada Program Pascasarjana IPB serta semua pihak yang telah membantu penulis selama masa studi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, amiin.

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Adipura, Provinsi Lampung pada tanggal 12 April 1976 sebagai anak ke lima dari pasangan H. Susanto Praptomihardjo, dan Hj. Suprihatin. Pendidikan sarjana di tempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Konsentrasi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2001 penulis diterima pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan pada program pascasarjana-IPB dan menamatkannya pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan pada program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2009, melalui beasiswa pendidikan pascasarjana dari Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan-Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai peneliti pada balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Pusat Penelitian dan Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan KKP, sejak tahun 2005.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... iiii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Kerangka Pemikiran ... 9

1.6 Kebaharuan ... 11

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Estuari ... 13

2.2 Sumberdaya Ikan di Ekosistem Estuari ... 17

2.3 Fish Sanctuary (suaka perikanan) di Ekosistem Estuari ... 27

2.4 Teori Sistem ... 29

2.5 Sistem Sosial Ekologis ... 30

2.6 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 34

2.7 Pendekatan Sosial-Ekologi Penetapan Suaka Perikanan Estuari 37 2.8 Publikasi yang Terkait dengan Penelitian ... 41

3. SISTEM SOSIAL EKOLOGI DI ESTUARI SEGARA ANAKAN 3.1 Pendahuluan ... 51

3.2 Metode Penelitian ... 52

3.3 Hasil dan pembahasan ... 56

3.4 Simpulan ... 89

4. KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PENGEMBANGAN FISH SANCTUARY DI ESTUARI SEGARA ANAKAN 4.1 Pendahuluan ... 91

4.2 Metode Penelitian ... 92

4.3 Hasil dan pembahasan ... 96

4.4 Simpulan ... 109

(15)

5.2 Metode Penelitian ... 113 5.3 Hasil dan pembahasan ... 128 5.4 Simpulan ... 171

6. PEMBAHASAN UMUM ... 173

7. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan ... 179 7.2 Saran ... 180

(16)

DAFTAR TABEL

halaman

1. Produksi ikan pada beberapa Estuari Tropis ... 26

2. Variabel dalam Kerangka Analisis SSE ... 31

3. Kisaran Nilai Parameter Kualitas Air dalam Mendukung Kehidupan BiotaEstuari ... 38

4. Index of Biological Integrity untuk Menilai Keanekaragaman Hayati Perairan ... 40

5. Ikhtisar penelitian yang dilakukan di Estuari Segara Anakan ... 43

6. Pengumpulan data, jenis data dan sumber data ... 54

7. Hasil pengamatan kualitas lingkungan perairan ... 58

8. Perubahan tutupan lahan di kawasan Estuari Segara Anakan ... 59

9. Jenis mangrove di lokasi penelitian ... 62

10. Keanekaragaman jenis ikan di Estuari Segara Anakan ... 64

11. Sumberdaya udang di Segara Anakan ... 66

12. Keanekaragaman organisme benthik di Segara Anakan ... 67

13. Luas wilayah dan jumlah penduduk di desa pesisir estuari ... 69

14. Jenis jenis alat tangkap yang beroperasi di Estuari Segara Anakan ... 70

15. Rumah tangga perikanan di sekitar perairan Segara Anakan ... 71

16. Potensi Pariwisata di Kawasan Laguna Segara Anakan ... 72

17. Sarana penerangan di desa desa pesisir estuari ... 73

18. Sebaran jumlah prasarana pendidikan di desa desa pesisirestuari ... 73

19 Rasio sekolah, murid dan guru di Kecamatan Kampung Laut ... 74

20. Sebaran sarana kesehatan dan tenaga medis di desa pesisir estuari ... 75

21. Tutupan penggunaan lahan dan komponen jasa ekosistem ... 78

22. Suplai jasa ekosistem di Desa Donan ... 79

23. Suplai jasa ekosistem di Desa Karang Talun ... 79

24. Suplai jasa ekosistem di Desa Tritih Kulon ... 80

25. Suplai jasa ekosistem di Desa Ujung Alang ... 80

26. Suplai jasa ekosistem di Desa Kutowaru ... 80

27. Suplai jasa ekosistem di Desa Panikel ... 80

28. Suplai jasa ekosistem di Desa Klaces ... 81

29. Suplai jasa ekosistem di Desa Ujung Gagak ... 81

30. Penawaran jasa ekosistem di Desa Donan ... 83

31. Penawaran jasa ekosistem di Desa Karang Talun ... 83

32. Penawaran jasa ekosistem di Desa Tritih Kulon ... 84

33. Penawaran jasa ekosistem di Desa Kutowaru ... 84

34. Penawaran jasa ekosistem di Desa Ujung Alang ... 84

35. Penawaran jasa ekosistem di Desa Panikel ... 84

36. Penawaran jasa ekosistem di Desa Klaces ... 85

37. Penawaran jasa ekosistem di Desa Ujung Gagak ... 85

38. Status ketersediaan jasa ekosistem di Desa Donan ... 86

39. Status ketersediaan jasa ekosistem di Desa Karang Talun ... 87

40. Status ketersediaan jasa ekosistem di Desa Tritih Kulon ... 87

41. Status ketersediaan jasa ekosistem di Desa Kutowaru ... 87

42. Status ketersediaan jasa ekosistem di Desa Ujung Alang ... 87

43. Status ketersediaan jasa ekosistem di Desa Panikel ... 88

44. Status ketersediaan jasa ekosistem di Desa Klaces ... 88

45. Status ketersediaan jasa ekosistem di Desa Ujung Gagak ... 88

(17)

47. Rekapitulasi Nilai Manfaat ikan di Estuari Segara Anakan ……… 102

48. Rekapitulasi Analisis Manfaat dan Biaya per ha/tahun dari Manfaat Langsung Barang dan Jasa Estuari Segara Anakan ………. 103

49. Rekapitulasi Manfaat Langsung Barang dan Jasa Estuari Segara Anakan . 103 50. Perkembangan Produksi Udang (h), Upaya tangkap (E) dan Luas Mangrove ……….. 104

51. Hasil Analisis Regresi Hubungan antara Produksi Udang, Upaya Tangkap dan Luas Mangove ……… 105

52. Rekapitulasi Manfaat Langsung Barang dan Jasa Estuari Segara Anakan . 107 53. Rekapitulasi Nilai Ekonomi Total Sumber daya estuari, 2014 ……… 108

54. Pengumpulan data, jenis data dan sumber data ... 114

55. Matrik kriteria kesesuaian calon suaka perikanan estuari ... 118

56. Klasifikasi sedimen berdasarkan Wentworth Scale ... 120

57. Kriteria keberadaan nilai samawi ... 122

58. Kriteria potensi perpaduan IPTEK dengan kearifan ekologis ... 122

59. Kriteria potensi pengembangan modal sosial... 123

60. Kriteria potensi kelembagaan ... 123

61. Kriteria tingkat ancaman dari fungsi ekonomi pemanfaatan sumberdaya ikan dan habitat kawasan ... 124

62. Kriteria tingkat ancaman dari fungsi ekonomi ... 124

63. Kriteria nilai penting kawasan dalam bingkai ekonomi kerakyatan ... 125

64. Kriteria jarak/kemudahan mencapai lokasi dan potensi pengembangan wisata ... 125

65. Keragaman fisik habitat ... 129

66. Sebaran kondisi geomorfologi dan DAS di estuari Segara Anakan ... 132

67. Kondisi kualitas perairan di Segara Anakan ... 134

68. Rata rata ukuran ikan yang tertangkap pada stadia juwana dan pra dewasa 147 69. Keaneragaman jenis, kelimpahan relatif, dan frekwensi keterdapatan ikan di Segara Anakan ... 148

70. Jenis Ikan Berdasarkan Kelompok Makanan Dan Habitat 150 71. Indek integritas biologi ikan di Estuari Segara Anakan ... 152

72. Kelimpahan relatif sumberdaya udang di estuari Segara Anakan ... 153

73. Hasil penilaian kriteria modal sosial ... 158

74. Hasil penilaian kriteria potensi kelembagaan ... 159

75. Hasil penilaian kriteria potensi ancaman dari kegiatan ekonomi ... 159

76. Penilaian kriteria nilai penting kawasan dalam bingkai ekonomi kerakyatan ... 165

77. Kriteria status keseimbangan sosial ekologi ... 165

78. Kisaran nilai indek kesesuaian ... 166

79. Sebaran kesesuaian lokasi bagi pengembangan fish sanctuary ... 167

80. Perbandingan Nilai Ekonomi Total Tanpa dan Dengan adanya Pengembangan Fish Sanctuary ... 169

81. Hasil Silmulasi Hasil Keterkaitan Produksi, Jumlah Trip Melaut, dan RTP Nelayan pada Berbagai Kategori Luasan Fish Sanctuary ... 171

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Dinamika perubahan luas Laguna Segara Anakan ... 3

2. Kerangka pendekatan studi rancangan pengembangan fish sanctuary ekosistem estuari berbasis sistem sosial ekologi ... 12

3. Tipe estuari berdasarkan pola sirkulasi dan stratifikasi air ... 17

4. Model konseptual dari SSE ... 30

5. Sistem Sosial Ekologi ... 32

6. Keterkaitan antara sistem ekologi dan sosial di wilayah pesisir dan laut .... 33

7. Interaksi dan proses antar komponen dalam pengelolaan perikanan ... 35

8. Peta lokasi penelitian ... 52

9. Kerangka pengambilan contoh responden dalam analisis persepsi ... 53

10. Tahap pelaksanaan penelitian sistem sosial ekologi (SSE) ... 54

11. Matrik penilaian jasa ekosistem ... 55

12. Tutupan lahan di Estuari Segara Anakan ... 60

13. Perkembangan luas hutan mangrove di segara anakan ... 61

14. Perubahan penggunaan lahan di kawasan estuari segara anakan ... 63

15. Kerangka Hubungan Integritas Ekologi, Jasa Ekosistem, dan Kesejahteraan Manusia ... 77

15. Tahap Penilaian Nilai Ekonomi Total ESA ……….. 93

16. Nilai Ekonomi Estuari Segara Anakan ………. 109

18. Tahapan Penetapan Kawasan Peruntukan Fish Sanctuary……… 116

19 Kemunculan Pulau Baru dari aktivitas sedimentasi ……….. 128

20. Sebaran Peta Kedalaman ……… 130

21. Rata-rata Pengendapan Sedimen pada 12 muara sungai ……… 132

22. Jumlah Genera Plankton di Segara Anakan ……….. 136

23. Komposisi Kelimpahan kelas fitoplankton rata-rata untuk masing-masing stasiun pengamatan………. 137

24 Jumlah Genera zooplankton di segara anakan ……….. 138

25. Komposisi Kelimpahan kelas zooplankton berdasarkan bulan pengamatan pada masing-masing stasiun ………. 138

26. Sebaran Mangrove di Estuari Segara Anakan ……….. 140

27. Histogram kelimpahan spesies mangrove di setiap zona ……….. 141

28. INP jenis mangrove di zona timur Estuari Segara Anakan ... 142

29. INP jenis mangrove di zona tengah Estuari Segara Anakan ... 143

30. INP jenis mangrove di zona barat Estuari Segara Anakan ... 143

31. Komposisi jenis dan kelimpahan(ind/1.000m3) larva ……….. 144

32. Komposisi jenis dan kelimpahan(ind/1.000m3) juvenil ……… 146

33. Sebaran jumlah spesies ikan berdasarkan habitat yang didiami ... 150

34. Indeks Integritas Biologi (IIB) ikan di Segara Anakan ……… 152

35. Jumlah genera makrozoobenthos berdasarkan stasiun pengamatan ……… 154

36. Kelimpahan makrozoobenthos berdasarkan stasiun pengamatan ………… 155

37. Tingkat Produktifitas umur nelayan ………. 160

38. Tingkat pendidikan nelayan di lokasi penelitian ... 161

39. Nelayan berdasarkan Jenis Hasil Tangkapan Dominan di Segara Anakan 162 40. Rata-rata Hasil tangkapan Nelayan Berdasarkan Jenis Biota ... 162

41. Peta komposit kesesuaian fish sanctuary di estuari Segara Anakan ... 167

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Jumlah tegakan, kerapatan relatif, frekwensi relatif, dominasi relatif, dan Indek Nilai Penting pada tiap tingkatan pertumbuhan 191 2. Kelimpahan, keaneragaman, dan keseragaman phytoplankton berdasarkan

stasiun pengamatan 194

3. Kelimpahan, keaneragaman, dan keseragaman Zooplankton

berdasarkan stasiun pengamatan 196 4. Organisme Benthik di Segara Anakan, Juni 2014 197 5. Keanekaragaman Makrozoobenthos di segara anakan (Geist 2007a dan

2006; Hinrichs 2006; Nurdlaus et al 2009) 198 6. Hasil Analisis Nilai manfaat Kayu Bakar 199 7. Hasil Analisis Nilai Manfaat Nipah 200 8. Hasil Analisis Nilai Manfaat Satwa 202 9. Hasil Analisis Nilai Manfaat Perikanan Kepiting 203 10. Hasil Analisis Nilai Manfaat Perikanan Kerang 204 11. Hasil Analisis Nilai Manfaat Perikanan Udang 205 12. Hasil Analisis Nilai Manfaat Perikanan 209 13. Penilaian Indeks Integritas Biologi Ikan pada masing masing stasiun

pengamatan 212

14. Hasil skoring kesesuaian aspek ekobiologi untuk pengembangan Fish

Sanctuary 213

15. Hasil skoring kesesuaian aspek sosial dan konektivitas sosial-ekologi

(20)

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Estuari adalah salah satu ekosistem pesisir yang merupakan perairan semi tertutup, terbentuk di ujung sungai dan berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas yang tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Pickard 1967). Kondisi tersebut menjadikan wilayah ini unik (ecoton area) dengan terbentuknya air payau dengan salinitas yang berfluktuasi yang memungkinkan bagi keberadaan ekosistem pesisir yang kompleks. Kawasan estuari pada umumnya terbentuk di ujung sungai-sungai yang bermuara ke laut yang berpantai landai dimana aliran air membawa serta partikel-partikel unsur hara, yang sangat berpengaruh terhadap produktifitas perairan wilayah muara. Karena itu, produktivitas estuari umumnya lebih tinggi (1500 g/m2/th) dibanding produktivitas ekosistem laut lepas (125 g/m2/th) dan perairan tawar (400 g/m2/th) Saptarini et al. (1995) in Supriharyono (2000). Kombinasi tersebut menghasilkan suatu komunitas perairan yang khas yang dicirikan dengan keragaman organisme yang lebih sedikit tetapi dengan populasi yang tinggi (Supriharyono, 2000) dan menjadi habitat penting bagi sejumlah besar ikan, udang dan biota lainnya dalam menghabiskan seluruh atau sebagian siklus hidupnya untuk memijah dan membesarkan anak-anaknya. Karakteristik lain yang menyebabkan ekosistem ini menjadi penting adalah peranannya sebagai perangkap nutrien (nutrient trap) termasuk bahan pencemar (Knox dan Myabara 1984), mekanisme perangkap yang

menjadikan estuari sebagai gudang nutrien (nutrien storage) (Clark 1974; Clark

1996). Kondisi fisik dan kimia yang paling mempengaruhi organisme perairan

yang hidup di ekosistem estuaria adalah dinamika salinitas, suhu dan sedimen (Supriharyono 2000).

(21)

2

perairan di depannya (Samudera Hindia). Kekayaan sumberdaya ikan di Estuari Segara Anakan dicirikan dengan kemelimpahan berbagai biota khas dan potensial baik secara ekologis dan ekonomis, meliputi 60 jenis ikan, 19 jenis udang alam dengan dominasi jenis udang jerbung (P. merguiensis), udang peci (P. indicus) dan udang jari (M. elegans), dua jenis kepiting ekonomis penting dari jenis dan rajungan (Portunus sp.) dan kepiting bakau yang didominasi oleh jenis S.olivacea dan S. serrata, dan beberapa jenis spesies penting lain dari kelompok kerang-kerangan seperti kerang bulu dan kerang darah (Dudley 2000). Komposisi tangkapan kelompok ikan, udang udangan, kepiting, dan lainnya berturut turut 39%; 41%; 13%; dan 7% (Dudley 2000).

(22)

3

Gambar 1. Dinamika perubahan luas Laguna Segara Anakan

Sumber : Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Citanduy, Ditjen Pengairan Dep.Kimpraswil Ket : a : BPKSA, data Landsat TM hasil interpretasi citra

b : ECI-ADB, 2004 c. : Ardly et al. 2008

Pemanfaatan sumberdaya secara berlebih dan tidak ramah lingkungan khususnya konversi hutan mangrovetelah berakibat pada semakin berkurangnya luas tutupan hutan mangrove dari 22.512 ha (1942), menjadi 15.551 ha (1974) dan tinggal 8.359 ha atau 5.2% (2003). Sedimentasi juga telah mengubah komunitas mangrove berupa perubahan kelas genang (pasang surut) dan terganggunya habitat (zona mangrove) peranan fungsi sistem perakarannya (knee roots). Waryono (1968) membuktikan bahwa salah satu faktor penyebab kematian pohon tancang (Bruguiera spp.) di Segara Anakan, cenderung disebabkan karena penggenangan air tawar yang relatif berkelanjutan (air kondah). Kondisi ini diperparah dengan laju beban antropogenik akibat pertambahan penduduk yang kian tak terkendali yakni mencapai 175.155 jiwa dan sebesar 17.163 jiwa (4.190 KK) diantaranya bermukim di pesisir laguna pada wilayah Kec. Kampung laut (BPS 2014). Angka tersebut telah melampaui daya dukung kawasan yakni sebesar 8.000 jiwa (BPKSA 2008 in Hirschmann 2009), 80,85% menggantungkan hidup sebagai nelayan (BPS 2014). Aktivitas penangkapan yang tidak ramah lingkungan diiringi limbah domestik yang dihasilkan menambah laju percepatan penurunan kualitas lingkungan yang berpengaruh pada penurunan keanekaragaman dan produksi biota aquatik baik yang bersifat menetap (kelompok kepiting, kerang-kerangan dan udang) maupun yang bersifat migratory (kelompok ikan).

1890 1903 1944 1959 1971 1984 1986 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001a 2002a 2004b 2006c 2007a 2008a

(23)

4

Permasalahan sumberdaya ikan antara lain, sumberdaya kepiting sebagai spesies kunci (keystone species) ekosistem mangrove dan merupakan komoditi andalan Indonesia (komoditi ekspor terbesar ke 3), diketahui telah mengalami penurunan produksi. Pengamatan terhadap rata-rata hasil tangkapan bubu nelayan selama tahun 1987-1988 sebesar 4,5 kg/trip(Wasilun 1991), pada tahun

1999-2000 hanya mencapai 1,6 kg/trip (Dudley 1999-2000), yang berdampak pada penurunan produksi total kepiting dari 850 tons (1988) menjadi 200 ton (1999). Produksi tangkapan udang terus mengalami penurunan dari 5.250 ton (1979) saat ini tinggal 2.000-3.000 ton/tahun dengan laju tangkap apong dari 15,1 kg/trip pada tahun 1987-1988 (Amin dan Hariati 1991), menjadi 6,5 kg/trip (Dudley 2000a), bahkan hanya berkisar antara 1,5-3 kg/trip (Suradi 2005), jenis M. elegans dan M. dobsoni merupakan jenis yang dominan tertangkap di kawasan laguna. Beberapa jenis lain yang masih tertangkap nelayan mencapai 18 jenis (Suradi 2005). Penurunan produksi udang juga ditandai dengan penurunan ukuran udang yang tertangkap yang sebagian besar adalah stadia juvenile dengan kisaran 4-5 gr/ekor (Dudley 2000a), saat ini berada pada kisaran 2 gr/ekor. Demikian juga sumberdaya ikan yang pada awalnya berjumlah lebih dari 60 spesies (10 famili) dengan dominasi spesies potensial dari kelompok Anguillidae seperti sidat (Anguilla sp.) dan Scatophagidae, turun menjadi 45 jenis tanpa ada dominansi spesies (Dudley 2000). Menyempitnya kawasan perairan estuari juga akan sangat mempengaruhi produksi larva dan juvenil sumberdaya ikan, diantaranya larva dan juvenile dari famili Sciaenidae, Leiognathidae, Anguillidae, Scatophagidae, Ariidae, Carangidae, Clupeidae, Engraulidae, Haemulidae, Sparidae, Synodontidae, Teraponidae, Trichiuridae yang sebagian besar merupakan ikan potensial bagi perairan laguna maupun perairan laut di depannya (Dudley 2000).

(24)

5

anakan dengan nilai ekonomi mencapai Rp.62 milyar/tahun. Kondisi tersebut menuntut untuk segera dilakukan upaya pengelolaan. Pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (Lokarnas 2010).

Secara alamiah, pengelolaan sistem perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga dimensi yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu (1) dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya; (2) dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat;dan (3) dimensi kebijakan perikanan itu sendiri (Charles 2001). Berkaitan dengan konsep tersebut di atas, maka untuk mempertahankan keberlanjutan sistem perikanan dan daya dukung ekosistem Estuari Segara Anakan dalam perannya sebagai kantong benih, sehingga keberadaan sumberdaya ikan dapat tetap terjaga mendekati kestabilan, serta mampu memberikan manfaat secara optimal dan berkelanjutan. Salah satunya adalah mengembangkan kawasan konservasi melalui penetapan kawasan perlindungan (suaka perikanan, fish sanctuary).

1.2. Perumusan Masalah

(25)

6

Hemingway 2002). Ekosistem ini seringkali berasosiasi dengan hutan mangrove yang secara ekologi berperan sebagai nursery ground bagi biota akuatik seperti ikan dan udang (Ikejima et al. 2003; Tse et al. 2008). Sebagai habitat asuhan, estuaria merupakan habitat penting bagi perkembangan larva ikan baik dari ikan peruaya (migratory) ataupun ikan penghuni tetap (sedentary). Oleh karena itu perairan muara memiliki peran penting untuk mendukung kelestarian produksi perikanan tangkap di wilayah pesisir dan laut.

Sebagai ekosistem yang unik, Segara Anakan telah ditetapkan sebagai salah satu kawasan konservasi yang mempunyai ciri khas sebagai satu kesatuan Ekosistem sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 ayat 3 huruf d dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil disebutkan bahwa: ”Ekosistem pesisir yang unik misalnya gumuk pasir di pantai selatan Yogyakarta, Laguna Segara Anakan, ekosistem pesisir Kepulauan Derawan sebagai habitat peneluran penyu laut”. Selanjutnya PP. Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) menyatakan bahwa “Kawasan Ekosistem Laguna Segara Anakan merupakan salah satu Kawasan Strategis Nasional yang perlu mendapat perhatian khusus”.

Sebagai kawasan potensial, Segara Anakan menghadapi banyak permasalahan pada berbagai aspek dan terancam terdegradasi. Penyebab utama kerusakan Segara Anakan ini yaitu akibat kerusakan lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama DAS Citanduy dan DAS Cimeneng (Purnamaji 2006) yang salah satunya adalah deforestasi dan degradasi lahan atas (Prasetyo 2004) yang berdampak pada pendangkalan perairan estuari. Kondisi tersebut diperparah dengan meningkatnya jumlah penduduk yang memicu pada upaya pemanfataan sumberdaya berlebih dan tidak ramah lingkungan, seperti, perambahan hutan (alih fungsi lahan dan penebangan liar), penggunaan alat tangkap destruktif, dan berdampak pada semakin menipisnya hutan mangrove, serta penurunan produksi ikan.

(26)

7

(27)

8

Permasalahan pengelolaan sumberdaya ikan saat ini tidak hanya masalah penurunan populasi atau stok sumber daya ikan akibat penangkapan yang berlebihan (overfishing), tetapi juga akibat kerusakan habitat serta tidak adanya kawasan konservasi atau area yang dilindungi (Cochrane 2000). Oleh karena itu komponen dasar untuk mempertahankan keberlanjutan sistem perikanan antara lain adanya keberlanjutan secara ekologi, yakni adanya wilayah yang dilindungi atau kawasan konservasi, mempertahankan ekosistem serta menghindari penurunan stok (Adrianto et al. 2005). Selanjutnya, fungsi pengelolaan ekosistem tidak saja berdimensi fisik untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sistem sumberdaya namun juga memiliki dimensi ekonomi dan sosial yakni keberadaan masyarakat yang berinteraksi secara dinamis terhadap sumbedaya. Setiap perubahan yang terjadi dalam sistem sumberdaya akan mempengaruhi sistem sosial begitu juga sebaliknya. Integrasi pengelolaan berbasis ekosistem dengan mempertimbangkan dinamika sistem sosial didalamnya dikenal sebagai social-ecological system approach (Anderies et al. 2004; Adrianto 2006)

Berdasarkan uraian permasalahan pokok tersebut di atas maka pertanyaan penelitian (research question) adalah sebagai berikut :

(1) Bagaimana status ekosistem dan pola pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada di estuari Segara Anakan?

(2) Seberapa besar nilai ekonomi total dari barang dan jasa yang dibangkitkan Estuari Segara Anakan?

(3) Sejauh mana status tersebut memiliki kesesuaian habitat bagi pengembangan fish sanctuary estuari, dan perkiraan dampak pengembangan terhadap sistem sosial-ekologi kawasan?

(4) Bagaimana rancangan pengembangan suaka perikanan yang dapat di aplikasikan untuk melestarikan sumberdaya ikan sekaligus mengoptimalkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan?

1.3. Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah:

(28)

9

(2) Menghitung nilai ekonomi ekosistem estuari terkait pengembangan fish sanctuary melalui pendekatan jasa ekosistem (ecosystem service) (3) Menganalisis kesesuaian habitat untuk pengembangan fish sanctuary di

Estuari Segara Anakan, Cilacap menggunakan basis sosial-ekologi kawasan

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah:

(1) Menghasilkan informasi terkini mengenai status dan pemanfaatan sumberdaya ikan serta kelayakan habitat bagi pengembangan suaka perikanan estuari di segara anakan

(2) Memberikan masukan bagi pemerintah dalam merancang pengembangan kawasan fish sanctuary di Estuari Segara Anakan.

1.5. Kerangka Pemikiran

Segara Anakan ditetapkan sebagai salah satu kawasan konservasi yang mempunyai ciri khas sebagai satu kesatuan Ekosistem sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 ayat 3 huruf d dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil: ”Ekosistem pesisir yang unik misalnya gumuk pasir di Pantai Selatan Yogyakarta, Laguna Segara Anakan, ekosistem pesisir Kepulauan Derawan sebagai habitat peneluran penyu laut”. Selanjutnya PP. Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) bahwa “Kawasan Ekosistem Laguna Segara Anakan merupakan salah

satu Kawasan Strategis Nasional yang perlu mendapat perhatian khusus” dari

pemerintah dan pemerintah daerah. Salah satu nya adalah mengembangkan kawasan konservasi.

(29)

10

tempat berlindung atau tempat berkembang biak jenis sumber daya ikan yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. Hartoto et al. (1998) melaporkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 300 kawasan suaka perikanan telah terbentuk di perairan darat, namun belum ada satupun suaka perikanan yang terletak di perairan muara/estuari. Diduga hal ini terjadi karena kurang lengkapnya informasi secara rinci mengenai struktur dan fungsi ekologi tipe-tipe habitat dari estuari. Agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal, maka selayaknya suatu sistem perlindungan sumberdaya ikan estuari yang dikembangkan harus dibuat dan teruji berdasarkan pengetahuan ilmiah, menggunakan basis sistem ekologi dalam penetapannya, yang diintegrasikan dengan sistem sosial lainnya dalam fase pengelolaannya.

(30)

11

dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pengelolaan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi), identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan (Wiyana, 2004).

Interaksi ini disebut sistem sosial-ekologis atau SSE. Dinamika sistem sosial-ekologis di Segara Anakan ditunjukkan dengan adanya interaksi antara sistem alam (laguna) dan sistem sosial (manusia) dalam memanfaatkan ekosistem estuari. Interaksi ini mengakibatkan ekosistem estuari saat ini mengalami degradasi yang diakibatkan baik oleh fenomena alam maupun akibat aktivitas manusia. Sehingga dengan menggunakan pendekatan SSE diharapkan mampu meningkatkan ketahanan sistem sosial-ekologi di estuari terkait dengan kerentanan pemanfaatan sumberdaya perikanan ekosistem estuari. Adapun kerangka teoritis dari rancangan pengembangan fish sanctuary estuari berbasis sistem sosial-ekologi disajikan pada Gambar 2.

1.6. Kebaharuan

(31)

12

Gambar 2. Kerangka pendekataan studi rancangan pengembangan fish sanctuary ekosistem estuari berbasis sistem sosial-ekologi di Estuari Segara Anakan.

(32)

13

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekologi Estuari

Estuari berasal dari kata aetus yang artinya pasang-surut (Nybakken 1988), sehingga estuari didefinisikan sebagai badan air di wilayah pantai yang setengah tertutup, yang berhubungan dengan laut bebas. Selanjutnya Pickard (1967) mendefinisikan estuari sebagai ekosistem semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan, sehingga air laut dengan salinitas yang tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Lingkungan estuari merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasang surut, seperti halnya pantai, namun umumnya terlindung dari pengaruh gelombang laut. Lingkungan estuari umumnya merupakan pantai tertutup atau semi terbuka ataupun terlindung oleh pulau-pulau kecil, terumbu karang dan bahkan gundukan pasir dan tanah liat. Tidak terlalu sulit untuk memilah atau menetukan batas lingkungan estuari dalam suatu kawasan tertentu. Hanya dengan melihat sumber air tawar yang ada di sekitar pantai dan juga dengan mengukur salinitas perairan tersebut. Karena perairan estuari mempunyai salinitas yang lebih rendah dari lautan dan lebih tinggi dari air tawar. Kisarannya antara 5 – 25 ppm.

(33)

14

mekanisme perangkap yang menjadikan estuari sebagai gudang nutrien (nutrien storage) (Clark 1974)

Secara umum estuaria mempunyai peran ekologis penting antara lain : sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri (Bengen 2004).

Secara umum estuari dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu: (1) Estuari positif merupakan suatu estuari dimana sumber air tawar yang masuk dari sangai dan hujan lebih banyak dibandingkan dengan penguapan, sehingga salinitas permukaan lebih rendah daripada laut terbuka. Kebanyakan estuari yang ada adalah estuari positif, dan (2) Estuari negatif yaitu penguapan lebih besar daripada aliran sungai dan hujan, karena itu akan terjadi keadaan “asin berlebih” atau hypersaline. Berdasarkan tipe umum tersebut maka terbentuk tipologi percampuran massa air estuari dalam satu periode tertentu yakni:

 Estuaria positif adalah perairan di mana jumlah air tawar yang masuk lebih besar daripada penguapan air laut maka air tawar berada di atas air laut sehingga menimbulkan pergerakan air laut ke atas mengikuti pola percampuran air tawar dan air laut. Hal ini terjadi pada bulan Oktober sampai Februari.  Estuaria negatif adalah perairan yang memiliki penguapan air laut lebih besar

daripada pemasukan air tawar, sehingga menimbulkan peregerakan air laut dari atas ke bawah. Hal ini terjadi pada bulan April- Agustus

 Estuaria netral adalah perairan yang mengalami percampuran air karena adanya penghadangan air laut terhadap air tawar yang datang. Hal ini terjadi pada bulan Maret dan bulan September.

(34)

15

sebab itu beberapa tipe estuari dapat digolongkan, diantaranya berdasarkan geomorfologi proses pembentukannya dan pola sirkulasi air.

Berdasarkan geomorfologi (proses pembentukan) secara umum estuari dapat dibedakan: (1) Estuari dataran pesisir (Coastal plain, flodded river valley), terbentuk oleh naiknya permukaan air laut yang menggenangi sungai di bagian pantai yang landai. Contoh: Teluk Chesapeake, (2) Estuari bentukan penghalang, terjadi akibat adanya beting pasir atau endapan sedimen yang menghalangi interaksi langsung dan terbuka dengan laut dan atau peraian darat. Tipe ini banyak dijumpai di daerah tropis umumnya berbentuk laguna (goba), teluk semi tertutup (pembentukan oleh beting pasir), dan delta (pembentukan oleh endapan sedimen di mulut sungai), (3) Estuaria tektonik, terbentuk akibat aktivitas tektonik (gempa bumi atau letusan gunung berapi) yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah, kemudian digenangi air laut (Tiwow 2003). Contoh: Teluk San Fransisco, USA, dan (4) Estuaria yang dalam (fjord), terbentuk oleh aktivitas glasier yang mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh air laut, di indonesia, tipe ini hampir tiak dijumpai. Contoh: Glasier Alaska. Berdasarkan topografi, estuari digolongkan dalam 3 kategori yakni;

(1) Drowned river valleys, yaitu tipe estuaria berbentuk lembah, cukup dalam namun masukan air tawar dari sungai relatip kecil dibandingkan dengan volume air laut ketika pasang. Tipe ini banyak dijumpai di daerah temperate, (2) Estuari fjord, yaitu profile lembahnya berbentuk huruf U, dan terbentuk akibat

pelelehan gunung es (glaciers) ketika jaman Pleistocene, banyak dijumpai di daerah temperate. Di mulut esturia biasanya terdapat sill (dataran lembah yang mencuat) yang dangkal. Kedalaman lembah (water basin) di bawah sill bisa mencapai sekitar 300-400 m, bahkan 800 m. Masukan air tawar dari sungai relatif besar dibanding volume air laut ketika pasang.

(35)

16

Estuaria Berdasarkan Distribusi Salinitas, Supriharyono (2009) menggolongkannya dalam 4 tipe:

(1) The highly stratifies estuary (salt wedge estuary), air laut masuk ke sungai seperti taji (menukik ke dasar), sedangkan air tawar menuju ke laut melalui permukaan air laut. sehingga terbentuklah strata.

(2) The highly stratifies estuary (fjord type), adanya sill di mulut fjord sehingga arus pasang lebih ketat, dan air tawar secara terus-menerus keluar melalui permukaan.

(3) Partially mixed estuary, estuaria ini dicirikan dengan efisiensi pertukaran air. Permukaan air tidak begitu asin dibandingkan bagian dasar perairan. Pencampuran air masuk dari dasar perairan dan keluar melalui permukaan terjadi di sepanjang estuaria.

(4) The vertically homogeneous estuary, pada estuaria ini arus pasang sangat kuat dibandingkan dengan aliran sungai yang masuk ke estuaria, sehingga pencampuran vertical menjadi intensif dan membuat salinitas di estuaria secara vertikal dari dasar ke permukaan homogen.

Berdasarkan pada sirkulasi air dan stratifikasi airnya estuaria terbagi atas 3 tipe (Bengen 2004) yaitu:

(1) Estuaria Berstratifikasi Sempurna/Nyata (Estuaria Baji Garam), Estuari yang terbentuk apabila masukan air tawar dari sungan lebih besar di banding air laut yang dibawa pasut. Tipe ini dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air laut (Gambar 3). Contoh Delta Sungai Missisipi.

(2) Estuaria berstratifikasi sebagian/parsial, estuari yang terbentuk pada kondisi air tawar dari sungai seimbang dengan air laut yang masuk melalui pasang. Percampuran air dapat terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara berkala oleh pasang surut Jenis ini paling umum dijumpai, contoh: Teluk Chesapeake,RI

(3) Estuaria campuran sempurna atau estuari homogen vertikal:

(36)

17

Gambar 3. Tipe estuari berdasarkan pola sirkulasi dan stratifikasi air (Ross 1995)

2.2.Sumberdaya Ikan di Ekosistem Estuari

Sifat fisik estuarin yang mempunyai variasi yang besar dalam banyak parameter sering kali menciptakan lingkungan yang sangat menekan bagi organisme, yang menyebabkan mengapa jumlah spesies yang hidup didaerah estuari lebih sedikit dibanding dengan di habitat laut lainnya. Namun kandungan bahan organik yang tinggi (lebih tinggi dari perairan tawar dan perairan laut di depannya) memberikan dampak bagi keberadaan populasi yang cukup mendominasi kawasan.

Biota air yang hidup di ekosistem estuari umumnya adalah percampuran antara yang hidup endemik (artinya yang hanya hidup di estuari), dengan biota yang berasal dari laut dan beberapa yang berasal dari perairan tawar, khususnya yang mempunyai kemampuan osmoregulasi yang tinggi. Dan yang paling penting adalah lingkungan perairan estuari merupakan lingkungan yang sangat kaya akan

nutrient yang menjadi unsur terpenting bagi pertumbuhan phytoplankton. Inilah

sebenarnya kunci dari keunikan lingkungan estuari. Sebagai kawasan yang sangat

kaya akan unsur hara (nutrient) estuari dikenal dengan sebutan daerah pembesaran

bagi berjuta ikan, invertebrata (crustacean, bivalve, echinodermata, annelida dan masih banyak lagi kelompok infauna). Tidak jarang ratusan jenis ikan-ikan laut

ekonomis penting seperti siganus, baronang, kerapu, menjadikan daerah estuari

sebagai daerah pemijahan dan pembesaran. Udang niaga yang memijah di laut lepas

(37)

18

makanan. Biota khas estuari antara lain kelompok kepiting, kerang, udang, dan

beberapa spesies ikan komersil. Estuari juga merupakan jalan keluar masuk bagi ikan diadromus (anadromus dan katadromus). Ikan ikan anadromus menggunakan estuari sebagai jalam masuk dari laut menuju sungai/estuari, sedangkan ikan katadromus menggunakan estuari sebagai jalan keluar dari sungai/danau untuk bermigrasi menuju ke laut. Nursyid (2002) dalam penelitiannya di estuari segara anakan, menemukan lebih dari 45 jenis ikan, dimana 17 jenis merupakan ikan peruaya (migratory), 12 jenis menetap (resident spesies) dan 16 jenis ikan pendatang (occasional visitor). Selanjutnya Ditjen Perikanan (1992) menyebutkan bahwa beberapa jenis ikan peruaya di Segara Anakan diantaranya teri (Sardinella fimbriata), belanak (Mugil sp.), sidat (Anguila anguila), dan pepetek (Leiognathus spp.)

2.2.1. Komposisi Fauna Estuari

Di perairan estuaria terdapat 3 komponen fauna utama yaitu: fauna laut, fauna air tawar dan fauna payau. Komponen fauna yang terbesar adalah fauna air laut atau lebih dikenal sebagai hewan stenohaline dan euryhalin (Kinne 1964). Hewan stenohalin yakni kelompok fauna yang terbatas kemampuannya dalam mentolelir perubahan salinitas (umumnya ≥ 300/00) atau hanya toleran pada kisaran salinitas yang sempit (Kinne 1967), sedangkan hewan euryhaline mempunyai kemampuan untuk mentolerir berbagai perubahan atau penurunan salinitas di bawah 300/00. Fauna lautan yang tidak mampu mentolerir perubahan-perubahan salinitas yang ekstrem biasanya hanya dijumpai terbatas di sekitar perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas airnya masih berkisar di atas 30‰ (stenohaliyn). Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalyn) mampu masuk

lebih jauh ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin turun hingga 15‰ atau kurang (occasional visitor). Sebaliknya fauna perairan tawar umumnya tidak

mampu mentolerir salinitas di atas 5‰, sehingga penyebarannya terbatas berada

di bagian hulu dari estuaria.

(38)

19

spesies dari Famili Clupeidae, Gobiidae, Engraulidae, dan Ambassidae (Day et al. 1981 in Blaber 1997), serta beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia), siput kecil Hydrobia, udang Palaemonetes, dan cacing Polikaeta Nereis.

Kelompok ketiga adalah fauna-fauna peralihan, yang berada di estuaria untuk sementara waktu saja (sedentary). Beberapa jenis udang Penaeus, menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria, untuk kemudian pergi ke laut ketika dewasa. Day et al. (1981) in Blaber (1997) menyebutkan bahwa disamping tipe biota di atas, ada dua tipe lainnya yakni kelompok biota anadromus dan katadromus. Jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan salem (Salmon, Onchorhynchus sp.) tinggal sementara waktu di estuaria dalam perjalanannya dari hulu sungai ke laut, atau sebaliknya untuk memijah. Dan banyak jenis hewan lain, dari golongan ikan, reptil, burung, yang datang untuk mencari makanan (Nybakken 1988).

Fauna khas estuaria memiliki keragaman spesies lebih sedikit dibandingkan dengan keragaman fauna pada ekosistem lain yang berdekatan. Umpamanya dengan fauna khas sungai, hutan mangrove atau padang lamun, yang mungkin berdampingan letaknya dengan estuaria. Para ahli menduga bahwa fluktuasi kondisi lingkungan, terutama salinitas, dan sedikitnya keragaman topografi yang hanya menyediakan sedikit relung (niche), yang bertanggung jawab terhadap terbatasnya fauna khas setempat sehingga jumlah spesies organisme yang mendiami estuari jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut. Hal ini karena ketidakmampuan organisme dalam mentolerir kenaikan/penurunan salinitas, sehingga hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologi yang mampu bertahan hidup di estuari.

2.2.2. Komposisi Flora di Estuari

(39)

20

yang terbatas. Padang rumput laut (Zosfera Thalassia, Cymodocea) dapat dijumpai pada bagian hilir estuari, selain di tumbuhi oleh alga hijau dari Genera Ulva, Entheromorpha dan Chadophora. Estuaria berperan sebagai perangkap nutrien (nutrient trap) yang mengakibatkan semua unsur-unsur esensial dapat didaur ulang oleh bermacam kerang, cacing dan oleh detritus atau bekteri secara berkesinambungan sehingga terwujud produktivitas primer yang tinggi.

Plankton estuaria miskin dalam jumlah spesies. Biasanya yang ditemukan hanya jenis diatom dan diflagellata. Jenis diatom yang dominan adalah Skeletonema, Asterionella dan Melosira. Sedangkan dinoflagellata yang melimpah adalah Gymnodinium, Gonyaulax dan Ceratium. Banyaknya zooplankton yang berkembang membuktikan bahwa terjadi keterbatasan produktivitas fitoplankton

2.2.3. Tingkah laku dan Adaptasi Fauna Estuari

Sebagai tempat bersatunya debit sungai partikel baru garam laut. Estuari dipegaruhi oleh pasang surut. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut, dan sangat dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut. Nutrien dari sungai memperkaya estuari. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa, ganggang, dan fitoplankton. Sedangkan komunitas hewan antara lain berbagai jenis cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar (Harvey et al. 1983).

(40)

21

pada kehadiran pesaing (Rozas dan Odum 1987). Pada organisme laut yang masuk ke daerah estuari, konsentrasi garam internalnya lebih tinggi dari pada konsentrasi garam air estuaria, sehingga air cenderung melewati selaput, masuk ke dalam tubuh untuk menyamakan konsentrasi. Pengaturan dilakukan melalui pengeluaran kelbihan air tanpa kehilangan garam atau pengantian garam yang hilang dengan penyerapan iondari lingkungan secara aktif. Untuk binatang air tawar, terjadi proses sebaliknya, Pada binatang bertubuh lunak tertentu, seperti cacing polichaeta, respon pengaturan osmosisnya relatif lambat. Organisme ini dapat mentolerir kisaran konsentrasi internal yang lebar, untk jangka waktu tertentu. Sedangkan pada moluska bivalvia biasanya merupakan osmoregulator yang buruk dan tanggap terhadap penurunan salinitas yang drastis dengan menutup diri di dalam cangkangnya untuk menghindrai pengenceran cairan tubuhnya yang berlebihan (Weinstein et al. 1980).

2.2.4. Rantai Makanan di Estuari

Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-carnivora). Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang tersedia (Anonim 2010). Ada dua tipe dasar rantai makanan, yaitu:

1. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain). Misalanya tumbuhan-herbivora-carnivra.

2. Rantai makanan sisa (detritus food chain). Bahan mati mikroorganisme (detrivora = organisme pemakan sisa) predator.

(41)

22

saling terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks (Bengen 2002). Rantai makanan di estuari tergantung pada pasokan energi dari sinar matahari dan transportasi senyawa organik ke dalam estuari dari sungai dan dari arus pasang surut air laut. Di dalam estuari, tumbuhan atau produsen primer mengubah pasokan itu menjadi senyawa organik tumbuhan. Tumbuhan itu kemudian dimakan oleh hewan pemakan tumbuhan (herbivora) atau konsumen pertama, lalu konsumen pertama dimakan oleh karnivor atau konsumen kedua, dan seterusnya sampai ke konsumen tingkat akhir. Setiap tingkat dalam rantai makanan disebut dengan tingkat trofik, produsen adalah trofik tingkat pertama.

(1) Produsen Primer

Di dalam ekosistem estuari dapat dijumpai berbagai jenis produsen primer. Pada paparan pasir atau lumpur, dapat dijumpai lamun (Enhalus acoroides) yang merupakan tumbuhan berbunga, dan beberapa jenis algae, antara lain algae berfilamen seperti Enteromorpha sp., dan Padina sp. Di dalam kolom air estuari dijumpai fitoplankton, seperti diatom atau dinoflagellata. Produktivitas primer jenis-jenis tumbuhan tergantung pada sinar matahari dan suhu, serta nutrien, terutama nitrogen dan fosfat. Begitu tingginya tingkat produktivitas primer di estuari dibanding dengan di laut dan air tawar ini terutama disebabkan oleh tingginya tingkat nutrisi di estuari, baik yang datang dari laut, sungai, atau daratan di sekitar estuari. Nutrisi tersebut dimanfaatkan oleh tumbuhan. Tumbuhan yang mati kemudian didaur ulang oleh bakteri pembusuk/ dekomposer menjadi nutrisi untuk dimanfaatkan lagi oleh tumbuhan. Detritus juga memegang peranan penting. Detritus yang terdiri dari sisa–sisa pembusukan tumbuhan produsen primer dan mikroba, mempunyai peran penting dalam menjaga kestabilan ekosistem estuari. Keberadaan detritus menjamin suplai makanan sepanjang tahun dan diabsorbsinya kembali nutrisi yang telah larut.

(2) Konsumen primer (herbivora dan detritivora)

(42)

23

lainnya yang hidup di dalam lumpur, seperti cacing. Zooplankton biasanya berada di kolom air. Akan tetapi, adanya arus pasang surut dan aliran sungai yang masuk ke estuari ditambah lagi dengan keterbatasan yang ditimbulkan dari kekeruhan, membuat zooplankton mempunyai peran kecil dalam rantai makanan estuari dibanding dengan perannya di laut. Makanan zooplankton dan bentos kebanyakan berada dalam bentuk partikel organik halus, apakah itu berupa fitoplankton hidup atau macam-macam fragmen hasil pembusukan yang menjadi detritus. Konsumen primer yang ada di ekosistem estuari antara lain: (a) benthos, baik yang hidup di permukaan lumpur seperti kerang hijau (Perna viridis) dan siput (Strombus sp.), maupun di dalam lumpur seperti cacing (Marphysa sp.) dan (Branchimaldane sp.) yang memakan benda-benda organik (detritus), diatom yang terdapat di dasar, atau benda-benda organik yang tersuspensi pada waktu air pasang dan surut, (b) Crustacea, seperti amfipod (Amphipoda) yang hidup di dalam lumpur dekat permukaan dan memakan berbagai detritus organik dan fragmen detritus di sekitar liang, kepiting (Brachyura), kelomang (Anomura), dan udang-udangan (Macrura); (c) Meiofauna merupakan hewan bentik bersel banyak (multiseluler) dengan

ukuran 32ųm-1000ųm. Meiofauna hidup di antara rongga-rongga butiran

pasir dimana seluruh siklus hidupnya tidak mengalami fase planktonik sehingga fase larva juga hanya terjadi di lingkungan bentik. Keberadaan meiofauna dapat dijumpai di perairan pasang surut sampai dengan dasar perairan laut dalam. Termasuk meiofauna adalah hewan yang dapat melewati lubang saringan berukuran 0.5 mm, seperti Copepoda, Harpacticoida yang hidup di dasar perairan

(3) Konsumer sekunder

(43)

24

avertebrata ditemukan menghuni perairan estuari sebagian merupakan penghuni tetap, sebagian lagi datang untuk mencari makan, membesar, atau bertelur. Salah satu contoh adalah udang galah (Macrobrachium sp.) yang datang ke perairan estuari dari hulu untuk bertelur, dan larva udang penaeid yang bergerak dari laut menuju perairan estuaria untuk membesar.

De Sylva (1975), menyatakan bahwa kunci penting dalam ekosistem estuari yang berhubungan dengan ikan adalah kemampuan estuari untuk menjebak nutrien baik dari produksi primer maupun produksi sekunder. Sehingga estuari menjadi ekosistem yang kaya dan berlimpah akan sumber makanan untuk organisme yang cara makannya dengan filter dan deposit yang menjadi makanan invertebrate, spesies ikan detrivor dan semua kejadian ini dapat di lihat di estuari. Produksi alami nutrien berasal dari mangrove, Reed beds, lamun (Zostera, Thallasia), phytoplankton dan makroalgae. Sedangkan nutrien buatan berasal dari aliran sungai dan limbah rumah tangga. De Sylva (1975) mengklasifikasikan jaring-jaring makanan berdasarkan Nekton di estuari sebagai berikut:

1. Jejaring makanan yang berasal dari phytoplankton

2. phytoplankton  zooplankton  ikan pelagis planktivorous/ikan pelagis dasar

3. phytoplanktonzooplankton  ikan pemakan plankton  ikan predator 2. Jejaring makanan yang berasal dari detritus

 detritus  benthos  ikan benthopagous  detritus  benthos  ikan predator besar

 detritus  zooplankton  ikan-ikan kecil dan invertebrata ikan besar

2.2.5. Manfaat Ekosistem Estuari

Seperti halnya ekosistem pesisir lainnya, secara umum estuaria mempunyai peran penting baik ekologis maupun ekonomis. Bengen (2004) membagi peran dan manfaat estuari dalam 2 kelompok penting yakni:

1. Manfaat Ekologis Estuaria, antara lain :

- Sumber zat hara sehingga produktivitas estuari cukup tinggi.

(44)

25

primernya sendiri, karena sifat-sifat dinamika estuaria dan karena kekeruhan airnya yang berlumpur, hanya dihasilkan secara terbatas oleh sedikit jenis alga, rumput laut, diatom bentik dan fitoplankton. Bahan-bahan organik dalam berupa detritus yang terendapkan di estuaria membentuk substrat yang penting bagi tumbuhnya alga dan bakteri, yang kemudian menjadi sumber makanan bagi tingkat trofik di atasnya. Banyaknya bahan-bahan organik ini dibandingkan oleh Odum dan de La Cruz (1988) in Nybakken (1988) yang mendapatkan bahwa air drainase estuaria mengandung sampai 110 mg berat kering bahan organik per liter, sementara perairan laut terbuka hanya mengandung bahan yang sama 1-3 mg/l. Dalam penelitiannya di kawasan estuari segara anakan, Kabupaten Cilacap (Saptarini et al. 1995; Dudley 2000a), menunjukkan bahwa produktivitas estuari (1500 g/m2/th) lebih tinggi dibanding produktivitas ekosistem laut lepas (125 g/m2/th) dan perairan tawar (400 g/m2/th).

- Penyedia habitat bagi beragam biota perairan yang bergantung pada estuari, seperti habitat mangrove, lamun dan terumbu karang

- Tempat memijah (spawning ground), mencari makanan (feeding ground), dan tempat bereproduksi dan/atau tumbuh besar (nursery ground) beragam biota laut baik yang bersifat endemik maupun migratori khususnya sejumlah spesies udang dan ikan. Sebagai contoh, pada berbagai hasil penelitian yang dilakukan di estuari segara anakan, memiliki potensi keragaman larva dan juvenile ikan sebanyak 60 jenis dari kelompok Sciaenidae, Leiognathidae, Anguillidae, Scatophagidae, Ariidae, Carangidae, Clupeidae, Engraulidae, Haemulidae, Sparidae, Synodontidae, Teraponidae, Trichiuridae yang merupakan jenis potensial ekonomis.

- Tempat singgah bagi beberapa fauna migrasi (resting and migration routes areas). Sebagai tempat singgah, estuari Alaska menjadi tempat faforit bgi sekelompok burung dan itik. Contoh lain, ikan salmon, memijah di daerah hulu sungai, namun menghabiskan masa dewasanya di laut.

- Perangkap sedimen dan penyaring nutrien maupun bahan pencemar.

(45)

26

langsung dari ekosistem mangrove dirasakan lebih tinggi jika dibandingkan manfaat langsungnya, khususnya dalam menurunkan tingkat erosi di pantai dan sungai, mencegah banjir, mencegah intrusi air laut. Hong dan San (1993), menambahkan bahwa pada kenyataannya ekosistem ini menjaga kestabilan garis pantai, menyediakan penghalang alami dari badai, taufan, pasang surut yang tidak menentu dan bencana alam lainnya.

2. Manfaat ekonomis dan sosial estuaria, antara lain:

- Sebagai tempat pemukiman

Sebagai ekosistem subur, merupakan daya tarik bagi penduduk untuk bermukim dan mengantungkan nasib pada sumberdaya yang tersedia, sehingga hampir sebagian besar kawasan estuari dunia menjadi tempat bermukim penduduk. Kawasan laguna segara anakan, yang merupakan salah satu estuari potensial di Indonesia, saat ini telah di huni oleh lebih dari 14.500 jiwa dari beragam suku, dimana 98% menggantungkan hidup sebagai nelayan (BPKSA, 2007).

- Sebagai tempat penangkapan dan budidaya ikan

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa estuari merupakan salah satu kawasan penghasil sumberdaya ikan potensial (Tabel 1). Pasa sebagian jenis biota, bahkan memiliki potensi kandungan asam lemak tak jenuh ganda yang sangat tinggi, seperti hasil penelitian jeniffer et al (2002), terhadap Shewanella olleyana sp. salah satu spesies yang terisolasi di Estuari muara sungai Tasmania, Australia.

Tabel 1. Produksi ikan pada beberapa ekosistem estuari tropis

No Negara Estuari Produksi (ton/km2/th)

Referensi

1 India Danau Chilka 3,7 Jhirram and natarajan (1969) Danau Pulikat 2,6 Jhirram and Gopalakrishnam (1973) Laguna Mandapan 5,6 Tampi (1959)

2 Malaysia Larut-matang 38,6 Choy (1993)

3 Pilipina Teluk san miguel 23,8 Mines et al (1986)

4 Afrika selatan Kosi 1,0 Kyle (1988)

5 Ghana Laguna sakum 15,0 Pauly (1976)

6 Malagasy Laguna palanganas 3,7 Laserre (1979)

7 USA Teluk texas 12,1 Jones et al(1963)

8 Colombia Cienaga 12,0 Inderena (1974)

(46)

27

- Sebagai jalur transportasi, kawasan pelabuhan, industri dan Kawasan pengembangan pariwisata

Daerah estuari yang terlindung dengan muara sungai sebagai penghubung daratan dan lautan menjadi media perhubungan yang sangat praktis sekaligus tempat berlabuh dan berlindung kapal, terutama di saat-saat laut berombak besar. Daratan estuari juga merupakan akses yang bagus untuk kegiatan industri didukung ketersediannya air yang melimpah baik itu untuk pendingin generator maupun untuk pencucian alat-alat tertentu, termasuk membuang limbah ke lingkungan akuatik

2.3.Fish Sanctuary (suaka perikanan) di Ekosistem Estuari

Dalam PP No 60 tahun 2007 tentang konservasi sumberdaya ikan, menyebutkan bahwa konservasi sumber daya ikan didefinisikan sebagai upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan. Selanjutnya pasal 4 menjabarkan bahwa yang termasuk dalam konservasi sumberdaya ikan adalah konservasi ekosistem, konservasi jenis dan genetik ikan. Beberapa tipe ekosistem terkait sumberdaya ikan, terdiri atas; (a) laut, (b) padang lamun, (c) terumbu karang, (d) mangrove, (e) estuari, (f) pantai, (g) rawa, (h) sungai, (i) danau, (j) waduk, (k) embung, dan (l) ekosistem perairan buatan. Satu atau beberapa tipe ekosistem tersebut kemudian dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan dalam bentuk

taman nasional perairan, taman wisata perairan, suaka alam perairan, dan suaka

perikanan.

(47)

28

berfungsi sebagai daerah perlindungan. Suaka perikanan sendiri sebenarnya merupakan suatu sarana pengelolaan perikanan tangkap yang berfungsi untuk melestarikan produksi perikanan tangkap perairan disekitarnya yang berbasis pada stok ikan yang tumbuh alami atau dengan kata lain suaka perikanan adalah kawasan untuk penyangga produksi

Dalam penetapan sebuah kawasan perlindungan bagi satu tipe ekosistem tertentu, memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi baik kaidah ekologi, ekonomi dan sosial. Hartoto et al. (1998) menyebutkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam menempatkan kawasan suaka perikanan di muara sungai antara lain adanya ciri morfologi penting di ruas sungai utama seperti lubuk dengan kedalaman minimal 5 m pada saat suplai air minimal (musim kemarau), memiliki vegetasi riparian dengan ketebaan minimal 100m dari batas air, bila ruas sungai utama memiliki percabangan maka sebagian ruas anak sungai utama harus menjadi bagian dari kawasan yang dilindungi.

Selanjutnya menyebutkan bahwa kawasan konservasi yang dilindungi sebagai suaka perikanan kemudian dikelola dengan sistem zonasi untuk tujuan mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan (PP no 60 tahun 2007, pasal ayat 8). Zona inti adalah bagian tertentu dari kawasan suaka yang ikannya tidak boleh ditangkap oleh siapapun dengan cara apapun, dan pada waktu kapanpun untuk tujuan agar ikan dapat melaksanakan daur hidupnya dengan baik dan tidak terganggu sama sekali dari aktifitas penangkapan, gangguna fisik, kimia, biologi, dan faktor lainnya. Zona penyangga merupakan bagian kawasan yang membatasi zona inti, dimana sumberdaya ikan boleh ditangkap namun dilakukan secara terbatas dan di atur oleh peraturan tertentu. Sedangkan zona ekonomi, merupakan bagian perairan yang ikannya boleh ditangkap secara bebas dengan menggunakan cara dan alat sesuai dengan ketentuan yang telah di atur dalam undang-undang.

Beberapa kriteria dalam penetapan kawasan konservasi lainnya dijelaskan dalam pasal 8 ayat 3 PP No 60 tahun 2007, yakni mencakup:

(48)

29

b. sosial dan budaya, meliputi tingkat dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, kearifan lokal serta adat istiadat; dan

c. ekonomi, meliputi nilai penting perikanan, potensi rekreasi dan pariwisata, estetika, dan kemudahan mencapai kawasan

2.4.Teori Sistem

Teori sistem adalah suatu bidang interdisipliner dari ilmu pengetahuan dan studi yang menyangkut sifat alami dari sistem kompleks di alam, masyarakat dan ilmu pengetahuan. Lebih rinci, merupakan suatu kerangka dimana seseorang dapat meneliti dan/atau menguraikan kelompok objek manapun bahwa bekerja dengan maksud untuk menghasilkan beberapa hasil. Teori sistem menganalisis struktur dan pemfungsian sistem yang mengatur dirinya sendiri dalam suatu lingkungan yang kompleks (McCarthy 2006). Prinsip sistem sebagai struktur pengetahuan dimaksudkan untuk mengintegrasikan pengamatan dengan pengetahuan sehingga lebih bermakna (Forrester 1968).

(49)

30

2.5. Sistem Sosial Ekologis

Sistem sosial-ekologis (social-ecological system - SES) untuk selanjutnya disingkat SSE, didefinisikan sebagai sistem yang terpadu dari alam dan manusia dengan hubungan yang timbal balik (Berkes and Folke 1998). Sementara itu menurut Anderies et al. (2004), sistem sosial-ekologis adalah sebuah sistem dari unit biologi/ekosistem dihubungkan dengan dan dipengaruhi oleh satu atau lebih sistem sosial. Suatu sistem ekologis dapat digambarkan sebagai suatu sistem unit biologi atau organisme yang saling tergantung. Sistem sosial sederhananya berarti membentuk ko-operasi dan hubungan saling tergantung dengan orang yang lain (Merriam-Webster Online Dictionary 2004). Dalam pendekatan SSE ini unit analisisnya adalah unit sosial-ekologi (social-ecological unit). Unit sosial ekologi sangat relevan di Estuari Segara Anakan, mengingat pada dasarnya dinamika wilayah ini adalah interaksi bersama – sama (co exist) antara dinamika sosial ekonomi dan ekosistem. Pengelolaan yang berbasis pada pendekatan ini adalah pengelolaan berbasis sosial-ekosistem, yang pada dasarnya adalah integrasi antara pemahaman ekologi dan nilai – nilai sosial ekonomi. Tujuan dari pengelolaan berbasis sosial ekologi adalah memelihara, menjaga kelestarian dan integritas, sehingga pada saat yang sama mampu menjamin keberlanjutan suplai sumberdaya untuk kepentingan manusia. Dengan demikian sistem sosial-ekologis ini membicarakan unit ekosistem seperti wilayah pesisir, ekosistem mangrove, danau, terumbu karang, pantai yang berasosiasi dengan struktur dan proses sosial sebagaimana konsep Anderies et al. (2004) seperti yang tertuang pada Gambar 4.

Gambar 4. Model Konseptual dari SSE (Anderies et al. 2004)

7

4 1

5

7 6

3

8 2

8

A.Sumberdaya

D Infrasturktur publik

B. Pengguna Sumberdaya

Gambar

Gambar 2.     Kerangka pendekataan studi rancangan pengembangan fish
Gambar 4. Model Konseptual dari SSE (Anderies et al. 2004)
Tabel 2.  Variabel dalam kerangka analisis SSE (Ostrom 2007)
Gambar di atas menyajikan model sederhana dari interaksi antar komponen dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGADAAN CPNS DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2019 Lampiran Pengumuman. Sekretaris Daerah Kabupaten

Tingkat pengetahuan siswa setelah mempelajari kompetensi dasar mengolah hidangan berbahan terigu (pasta) dapat dijadikan tolak ukur sebagai kesiapan cook helper

“Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Media Grafis dalam Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa pada Mata Pelajaran PKn kelas IV SDN Munggu

Dari hasil penelitian terhadap 30 sampel telah ditetapkan beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengkonsumsi daging ayam yang berpengaruh juga terhadap

[r]

Dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan Surat Penetapan Pemenang oleh Pokja/ULP Pengadaan Barang Jasa Pemerintah pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Ambon Nomor

Sesuai perihal tersebut diatas disampaikan bahwa perusahaan saudara/i diundang untuk melaksanakan kegiatan pembuktian kualifikasi atas paket pekerjaan Pengawasan

Diharapkan hadir tepat waktu dengan membawa Seluruh Dokumen Form Isian Kualifikasi beserta lampiran kelengkapan dokumen dan diwajibkan untuk membawa Seluruh Dokumen