IMPLE
(
EMENTASI
(CORPORA
PEMB
KES
KA
S
IN
TANGGUN
ATE SOCIA
BERDAYAA
SEJAHTER
ASUS DI PR
S U
SEKOLAH
NSTITUT PE
B
NGJAWAB S
L RESPON
AN DAN PE
RAAN MASY
ROVINSI LA
U M A R Y O
PASCASA
ERTANIAN
BOGOR
2009
SOSIAL PE
NSIBILITY) D
NINGKATA
YARAKAT:
AMPUNG
RJANA
BOGOR
ERUSAHAA
DALAM
AN
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Implementasi Tanggung-jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dalam Pemberdayaan dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat: Kasus di Provinsi Lampung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yan diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Februari 2009
SUMARYO. The Implementation of Corporate Social Responsibility on the Community Empowerment and Prosperity Improvement: The Case at Lampung Province. Under the direction of advisory committee BASITA GINTING SUGIHEN as a chief, PANG S. ASNGARI, and DJOKO SUSANTO as members.
Government or local government, business (corporate and cooperative), and the peoples have the same responsibility to the community development. Corporate operating on the local area exploited the local natural resources and human resources must implement the corporate social responsibility (CSR) by doing the developmental program (include economical development) on their peripheral community. CSR is a commitment of corporation to push the community welfare by running and contribute to the program. The program is more usefull if it is based on the community needs. The basic needs to fulfil their food, clothing, and housing are the basic needs of peripheral community at Lampung Province, so the CSR program is expected to be able to improve their earnings and prosperity to fulfil these needs.
The objectives of the study are: (1) to obtain the community and corporate manager’s perception about CSR, (2) to identify the influence of CSR imple-mentation to the community behavior progress on their business, (3) to identify the influence of the community behavior on their business to their economic capability level (4) to formulate and design of strategy to improve the community business capability and their income in relation to the CSR. LISREL was used to formulate the Structural Equation Modeling of CSR implementation. This research was carried out in two districts (Central Lampung and Pesawaran Regency). The sample is the peripheral community (200 peoples) and two corporates exploiting natural and human resources and implementing the CSR program.
The important results show: (1) the community understand that CSR program is a corporate charity to help the people in order to obtain their prosperity; the corporate manager claimed that they have been doing their social responsibility by holding a philanthropy program; they also claimed that they have been doing their environmental responsibility by operate their waste water management (2) facilitators’ competency and supporting factors are significantly influence the community business capability, while individual characters and quality program do not significantly influence the community business capability, (3) the community business capability does significantly influence to the level of household economic capability, (4) CSR program implementation improve the business capability of the peripheral community, so it will significantly contribute to improve the household economic capability and the peripheral community welfare.
The “participative CSR” is recommeded as a model of CSR implementation. In order to make more successful, CSR program must be well and properly managed. The implementation of community economical empowerment strategy must be done step by step. First, the social gap analysis between the corporate and their peripheral community should be identified. Second, CSR program initiated by an adequate program on socialization and their need assessment. Third, developmental step, mediation, facilitation, and capacitation. Fourth, decision making of business kind and their management. Fifth, operational effort of productive economy of target group. Sixth, innovative development to improve their productivity. Seventh, program evaluation.
SUMARYO. ”Implementasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dalam Pemberdayaan dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat: Kasus di Provinsi Lampung.” Dibimbing oleh BASITA GINTING SUGIHEN sebagai ketua, PANG S. ASNGARI dan DJOKO SUSANTO sebagai anggota.
Paradigma pembangunan saat ini telah diwarnai konsep pemberdayaan yang melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat, sehingga ketiga pihak memiliki tanggungjawab yang seimbang dalam mencapai tujuan pembangunan. Mereka harus bersinergi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap hasil-hasil pembangunan yang dilaksanakan. Pemerintah Pusat dan Daerah diharapkan mampu mengkoordinasikan berbagai program atau kegiatan yang ada, masyarakat diharapkan berpartisipasi aktif, dan swasta (terutama perusahaan atau korporasi yang mengeksploitasi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di suatu wilayah) seharusnya berkontribusi secara wajar di dalam pembangunan daerah sebagai implementasi tanggungjawab sosialnya.
APBD Lampung tahun anggaran 2007 mencapai nilai Rp1,6 triliun dengan total penerimaan sebesar Rp1,066 trilyun dan total PAD Rp485 juta, dari nilai tersebut selama ini peran dan kontribusi perusahaan dan BUMN kurang optimal. Hal itu disebabkan peraturan yang harus dilakukan oleh perusahaan dan BUMN belum dijalankan sebagaimana mestinya. Potensi peran perusahaan dan BUMN di Lampung cukup besar, mengingat jumlah perusahaan besar dan menengah yang beroperasi di Provinsi Lampung pada tahun 2005 mencapai 194 buah. Perusahaan-perusahaan tersebut telah lama beroperasi dan mengeksploitasi kekayaan setempat (terutama lahan pertanian) sebagai salah satu faktor produksi yang dominan. Pemerintah menegaskan bahwa setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab akan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakat di sekitarnya. Tanggungjawab yang dibebankan kepada perusahaan tersebut dituangkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomer: KEP-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 dan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomer: 40 Tahun 2007.
Pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan oleh perusahaan agroindustri di Provinsi Lampung sebagai salah satu bentuk partisipasi pihak swasta dalam pembangunan daerah belum optimal, baik secara kuantitas maupun secara kualitas programnya. Program CSR tersebut belum diawali dengan proses sosialisasi yang memadai kepada kelompok sasaran atau masyarakat. Program CSR belum menyentuh aspek pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang dan papan) yang dirasakan oleh masyarakat sekitar perusahaan serta belum mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat secara nyata.
Penelitian ini bertujuan: (1) Mengkaji pemahaman konsep tanggung-jawab sosial perusahaan (CSR) oleh masyarakat sekitar perusahaan agroindustri dan manajemen perusahaan agroindustri. (2) Mengkaji pengaruh pelaksanaan program CSR terhadap peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat sasaran dalam berusaha ekonomi produktif. (3) Mengkaji pengaruh kegiatan CSR terhadap tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga masyarakat sekitar perusahaan. (4) Merumuskan model pemberdayaan ekonomi masyarakat berdasarkan peubah-peubah yang diteliti yang sesuai bagi pelaksanaan CSR oleh perusahaan di Provinsi Lampung.
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Masyarakat berpersepsi bahwa CSR merupakan kegiatan perusahaan membantu masyarakat dalam bidang fisik, sosial, budaya, dan atau ekonomi agar masyarakat lebih berdaya dan mandiri sehingga mereka terbantu dalam meningkatkan kesejahteraannya. Manajemen perusahaan memahami bahwa dengan memberikan bantuan fisik untuk pembangunan prasarana pendidikan, ibadah, dan sosial, bantuan pendidikan, dan menjalin kemitraan dengan masyarakat berarti perusahaan telah melaksanakan tanggungjawab sosialnya. Pengelolaan limbah cair dengan instalasi pengolahan limbah yang dimiliki perusahaan, berarti manajemen perusahaan telah melaksanakan tanggungjawab lingkungannya. (2) Karakter individu masyarakat dan kualitas program CSR tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan perilaku berusaha, sedangkan kompetensi fasilitator dan faktor pendukung berpengaruh nyata terhadap perubahan perilaku berusaha masyarakat. (3) Perilaku berusaha berpengaruh nyata terhadap tingkat keber-dayaan ekonomi masyarakat. (4) Model CSR Integratif dan CSR Partisipatif lebih tepat diterapkan dalam implementasi CSR di Provinsi Lampung. Model CSR Integratif dapat meminimalkan konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya, sedangkan Model CSR Partisipatif dapat menampung aspirasi dan kebutuhan dasar masyarakat sekitar perusahaan yang diakomodasi dalam program CSR yang akan dijalankan oleh perusahaan.
Implementasi program CSR dapat bermanfaat optimal bila dilaksanakan secara integratf dan partisipatif. Program CSR partisipatif dapat dilaksanakan dengan menerapkan strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat secara bertahap. Tahap pertama, perlu dilakukan analisis secara seksama terhadap masalah kesenjangan yang terjadi antara perusahaan dan masyarakat sekitar. Tahap kedua, inisiasi program CSR yang dimulai dengan proses sosialisasi program secara transparan serta analisis kebutuhan masyarakat secara seksama. Tahap ketiga, langkah pengembangan, mediasi, fasilitasi, pembinaan, dan pendampingan kelompok sasaran. Tahap keempat, penetapan jenis usaha dan pelaksanaan usaha ekonomi produktif yang dikembangkan. Tahap kelima, operasionalisasi usaha ekonomi produktif kelompok sasaran. Tahap keenam, pengembangan inovasi bagi peningkatan produk-tivitas usaha ekonomi produktif. Tahap ketujuh, kegiatan evaluasi keberhasilan program.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
IMPLEMENTASI TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
(CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DALAM
PEMBERDAYAAN DAN PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT:
KASUS DI PROVINSI LAMPUNG
SUMARYO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, M.S.
(Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB)
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si.
(Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB) Dr. Ir. Harry Hikmat, M.Si.
Judul Disertasi : Implementasi TanggungjawabSosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dalam Pemberdayaan dan Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat: Kasus di Provinsi Lampung
Nama : Sumaryo
NIM : P061050051
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, M.A. Ketua
Prof. Dr. Pang S. Asngari Prof. (Ris.) Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM.
Anggota Anggota
Diketahui
Koordinator Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya disertasi ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul ”Implementasi TanggungjawabSosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dalam Pemberdayaan dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat: Kasus di Provinsi Lampung” ini dilaksanakan sejak bulan November 2007 sampai dengan April 2008.
Terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada Bapak Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, M.A., Bapak Prof. Dr. Pang S. Asngari, dan Bapak Prof. (Ris.) Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM, sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf dan Ketua Program Studi/ Koordinator Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan atas kesempatan studi yang diberikan; Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional atas beasiswa BPPS yang telah diberikan; Rektor Universitas Lampung dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas ijin yang diberikan untuk melanjutkan studi; Pimpinan beserta staf PT. GGP Lampung Tengah dan PT. NI Unit Produksi Lampung, serta masyarakat petani yang telah bersedia memberikan informasi yang diperlukan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman angkatan 2005 dan 2004 Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB atas motivasi dan diskusi yang konstruktif; Bapak Drs. I Gde Sidemen, M.S., Muhammad Zaini, S.P., Robinson, S.P., Muhammad Amran, A.Md., dan Siti Ayuni, S.P. yang telah membantu dalam pengumpulan data; Bapak Drs. Eri Stiawan, M.Si. dan Bapak Drs. Ahmad Bachrudin, M.Si. atas diskusi dan masukan dalam pengolahan data; serta teman-teman dari UNILA yang sedang menempuh program S3 di IPB atas perasaan senasib dan seperjuangannya. Terakhir ungkapan terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada istriku tercinta (Diah Retnowati, S.Pd.), anak-anak tersayang sumber inspirasi dan motivasiku (Panji Prasetyo Putro, Hafidz Riza Setiawan, Arjuna Ilham Kusuma, dan Anggita Prasastya Widyasari), kedua orang tua (Bapak Gito Wihardjo dan Ibu Sumi), kedua mertua (Bapak H. Sutrisno dan Ibu Hj. Musngidah) atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga semua amal dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan diberikan imbalan yang setimpal oleh Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.
Bogor, Februari 2009
1964 sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak Gito Wihardjo dan Ibu Sumi. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta lulus pada bulan Februari tahun 1988. Pada tahun 1995 penulis diterima sebagai mahasiswa Strata 2 (S-2) pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana IPB dengan beasiswa dari TMPD Ditjen Dikti Depdikbud dan lulus pada bulan Januari tahun 1998. Pada bulan September 2005 penulis memperoleh kesempatan melanjutkan ke jenjang Strata 3 (S-3) pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa dari BPPS Ditjen Dikti Depdiknas.
Pengalaman kerja penulis diawali sebagai asisten dosen pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UGM mulai tahun 1985–1987 untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi Pertanian dan Dasar-Dasar Penyuluhan. Setelah lulus sarjana, tahun 1988 bekerja sebagai asisten peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan (PPK) UGM dan dosen tidak tetap pada Fakultas Pertanian Universitas Wangsa Manggala, Yogyakarta pada tahun 1988–1989. Mulai tahun 1989 penulis bekerja sebagai dosen pada Sekolah Tinggi Pertanian Dharma Wacana dan guru tidak tetap pada STM Pertanian Dharma Wacana dan STM Muhammadiyah di Kota Metro, Lampung. Pada tahun 1990 penulis diterima sebagai dosen tetap pada Fakultas Pertanian Universitas Lampung, tempat penulis bekerja sampai saat ini. Pada fakultas tersebut penulis termasuk anggota ”pear group” penyuluhan dan komunikasi pertanian dan tim pengajar untuk mata kuliah Dasar-dasar Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Sosiologi Pedesaan, Program dan Evaluasi Penyuluhan Pertanian, Media dan Alat Bantu Penyuluhan, Komunikasi Bisnis, Psikologi Masyarakat Tani dan Pengembangan Masyarakat. Penulis pernah menjadi anggota tim MKDU untuk mengasuh mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar pada Fakultas Ekonomi dan FISIP UNILA. Selain itu penulis juga mengasuh beberapa mata kuliah layanan seperti Ilmu Penyuluhan Koperasi, Penyuluhan Kehutanan, dan Penyuluhan Perikanan pada beberapa jurusan di lingkup Universitas Lampung. Selain kegiatan pengajaran, penulis juga aktif pada kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Masalah Penelitian ... 5
Tujuan Penelitian ... 6
Manfaat Penelitian ... 6
Definisi Istilah ... 7
TINJAUAN PUSTAKA ... 9
Pembangunan Ekonomi Masyarakat dan Peran Korporasi ... 9
Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR) ... 13
Persepsi Perusahaan terhadap CSR ... 17
Perkembangan Konsep dan Makna Pemberdayaan ... 20
Dinamika Kelompok Masyarakat ... 32
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan dalam Pemberdayaan Masyarakat ... 38
Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Kesejahteraan Masyarakat ... 43
Pelaksanaan CSR oleh Perusahaan dalam Pemberdayaan Masyarakat ... 47
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 55
Kerangka Berpikir ... 55
Hipotesis Penelitian ... 59
METODE PENELITIAN ... 60
Rancangan Penelitian ... 60
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 60
Populasi dan Sampel ... 60
Data... 63
Instrumentasi ... 73
Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 73
Pengumpulan Data ... 75
DAFTAR ISI (Lanjutan)
Halaman
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 79
Gambaran tentang Program CSR di Provinsi Lampung ... 79
Profil Perusahaan yang Melaksanakan Tanggungjawab Sosial Perusahaan dalam Pemberdayaan Masyarakat ... 80
Profil Masyarakat Sekitar Perusahaan ...……… 88
Kelompok Sasaran Pemberdayaaan ... 116
Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat oleh Perusahaan .. 130
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perubahan Perilaku Berusaha dan Keberdayaan Ekonomi ... 148
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Berusaha dan Keberdayaan Ekonomi Masyarakat ... 157
Model Pemberdayaan Masyarakat melalui Program CSR ... 177
KESIMPULAN DAN SARAN ... 188
Kesimpulan ... 188
Saran ... 188
DAFTAR PUSTAKA ... 189
1 Kriteria Garis Kemiskinan Berdasarkan Pendekatan Pengeluaran Per
Kapita Per Tahun Setara dengan Nilai Tukar Beras ... 44
2. Model CSR menurut Corporate Voluntarism ... 53
3. Pemeringkatan terhadap Populasi Desa Sasaran Program CSR ... 62
4. Pengukuran terhadap Peubah Keragaan Individu (X1) ... 64
5. Pengukuran terhadap Peubah Kualitas Program Pemberdayaan (X2) ... 65
6. Pengukuran terhadap Peubah Kompetensi Fasilitator (X3) ... 65
7 Pengukuran terhadap Peubah Faktor Pendukung Kegiatan Usaha (X4) ... 66
8. Pengukuran terhadap Peubah Dinamika Kelompok (X5) ... 68
9. Pengukuran terhadap Peubah Perilaku Masyarakat dalam Usaha Ekonomi Rumah tangga (Y1) ... 70
10. Pengukuran terhadap Peubah Tingkat Keberdayaan Ekonomi Rumah Tangga (Y2) ………... 71
11. Kisaran Nilai Koefisien Korelasi Item-Item Pertanyaan dalam Satu Peubah 74
12. Jumlah Karyawan PT. GGP per Desember 2007 ………....……… 81
13. Perkembangan Produksi Fisik PT. GGP tahun 2000 – 2004 ... 82
14. Hasil Pengukuran Limbah PT. GGP ... 84
15. Jumlah penduduk Karang Endah yang bekerja menurut lapangan usaha tahun 2006 ... 89
16. Jumlah penduduk Terbanggi Besar yang bekerja menurut lapangan usaha tahun 2006 ... 96
17. Jumlah penduduk Desa Hurun yang bekerja menurut lapangan usaha tahun 2007 ... 100
18. Umur Sampel ... 101
19. Tingkat Pendidikan Sampel ... 102
20. Pekerjaan Sampel Sebelum dan Sesudah Ada Program CSR ... 103
21. Sebaran Frekuensi Jumlah Tanggungan Sampel ... 104
22. Tingkat Pengalaman Berusaha Sampel ... 105
23. Jenis Usaha Binaan Program CSR ...……… 106
24. Pemilikan Lahan oleh Sampel ... 107
25. Persepsi Sampel terhadap CSR ... 108
26. Persepsi Sampel terhadap Pengertian CSR ... 108
27. Persepsi Sampel terhadap Tujuan CSR ... 109
29. Tingkat Pengetahuan Sampel dalam Berusaha ... 110
30. Derajad Sikap Sampel terhadap Kegiatan Usahanya ... 110
31. Tingkat Keterampilan Berusaha Sampel ... 111
32. Pengambilan Keputusan Usaha oleh Sampel ... 112
33. Tingkat Kemapanan Usaha Sampel ...……… 112
34. Rata-rata Tingkat Pendapatan Sampel ... 113
35. Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Masyarakat Sekitar Perusahaan .. 114
36. Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah CSR ... 115
37. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Lele per Kolam ... 123
38. Analisis Usaha Budidaya Jamur Tiram ... 124
39. Penilaian Anggota terhadap Dinamika Kelompok ... 126
40. Dinamika Kelompok Sasaran Pemberdayaan ... 127
41. Persepsi Sampel terhadap Kualitas Perencanaan Program CSR Perusahaan ... 139
42. Persepsi Sampel terhadap kualitas pelaksanaan Program CSR Perusahaan ... 140
43. Persepsi Sampel terhadap Kompatibilitas Program CSR Perusahaan .... 140
44. Persepsi Sampel terhadap Keberlanjutan Program CSR Perusahaan ... 141
45. Penilaian Sampel terhadap Kemampuan Berkomunikasi dari fasilitator ... 143
46. Penilaian Sampel terhadap Kemampuan Mengajar dari Fasilitator ... 143
47. Penilaian Sampel terhadap Kemampuan Memotivasi dari Fasilitator ... 143
48. Penilaian Sampel terhadap Kompetensi Fasilitator ... 144
49. Penilaian Sampel terhadap Ketersediaan Sarana Prasarana Produksi .... 145
50. Penilaian Sampel terhadap Keterjangkaun Harga Sarana Produksi ... 145
51. Kepemilikan Modal Usaha Sampel ... 146
52. Penilaian Sampel terhadap Ketersediaan Pasar Hasil Produksi ... 147
53. Penilaian Sampel terhadap Kegiatan Penyuluhan dari Dinas terkait ... 147
54. Penilaian Sampel terhadap Iklim Usaha ………... 148
55. Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Perilaku Berusaha dan Keberdayaan Ekonomi Rumah Tangga ... 149
56. Hubungan antara Kualitas Program CSR dengan Perilaku Berusaha dan Dinamika Kelompok ... 151
57. Hubungan antara Kompetensi Fasilitator dengan Perilaku Berusaha dan Keberdayaan Ekonomi ... 153
58. Hubungan antara Faktor Pendukung dengan Perilaku Berusaha dan
Keberdayaan Ekonomi ... 154
59. Hubungan antara Dinamika Kelompok dengan Perilaku Berusaha dan Keberdayaan Ekonomi ... 156
60. Validitas dan Reliabilitas Konsep Karakteristik Sampel ... 158
61. Validitas dan Reliabilitas Konsep Kualitas Program CSR ... 160
62. Validitas dan Reliabilitas Konsep Kompetensi Fasilitator ... 162
63. Validitas dan Reliabilitas Konsep Faktor Pendukung ... 164
64. Validitas dan Reliabilitas Konsep Dinamika Kelompok ... 166
65. Hasil Pengolahan Ukuran-ukuran Statistik Evaluasi Model LISREL ... 168
66. Pengaruh antar Peubah dalam Model ... 169
67. Total Pengaruh antara Peubah Laten ………. 174
68. Pengaruh antar Peubah Terikat dalam Model ... 174
1. Proses Dinamika Kelompok ... 34
2. Bagan Model Analisis untuk Peningkatan Nilai Filantropis Perusahaan ... 52
3. Kerangka Berpikir Penelitian ... 57
4. Hubungan antar Peubah yang Diteliti ... 58
5. Fluktuasi Frekuensi Tingkat Kecelakaan Kerja yang Terjadi antara Tahun 1999 sampai 2004 ……….……… 83
6. Waste Water Management pada PT. GGP ………... 85
7. Koefisien Validitas untuk Konsep Karakteristik Sampel ... 159
8. Nilai t Koefisien Validitas untuk Konsep Karakteristik Sampel ……..…….. 159
9. Koefisien Validitas untuk Konsep Kualitas Program CSR ……….. 161
10. Nilai t Koefisien Validitas Konsep Kualitas Program CSR ……… 161
11. Taksiran Koefisien Validitas Konsep Kompetensi ……… 163
12. Nilai t Koefisien Validitas Konsep Kompetensi ... 163
13. Taksiran Koefisien Validitas Konsep Faktor Pendukung ... 165
14 . Nilai t Koefisien Validitas Parameter Konsep Faktor Pendukung ... 165
15. Taksiran Koefisien Validitas Dalam Persamaan Pengukuran Konsep Dinamika Kelompok ... 166
16. Nilai t dalam Persamaan Pengukuran Konsep Dinamika Kelompok ... 167
17. Taksiran Parameter dalam Persamaan Struktural ... 176
18. Nilai t dalam Persamaan Struktural ... 177
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan masyarakat merupakan tanggungjawab semua pihak, baik
pemerintah, dunia usaha (swasta dan koperasi), serta masyarakat. Pemerintah
dalam hal ini mencakup pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota) bertanggungjawab dalam
mengkoordinasi-kan berbagai pihak yang bertujuan untuk membangun masyarakat dalam
berbagai bidang kehidupan. Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut dunia
usaha juga dapat berperan secara langsung maupun tidak langsung melalui
berbagai program yang dirancang secara mandiri ataupun melibatkan pihak lain
(pemerintah dan masyarakat), namun semua itu tidak akan berhasilguna tanpa
adanya partisipasi masyarakat sebagai obyek dan subyek pembangunan. Dunia
usaha terutama perusahaan besar dan menengah yang berkembang dengan
memanfaatkan sumberdaya alam maupun memanfaatkan masyarakat sebagai
potensi pasar hasil produksinya, sudah sewajarnya mereka ikut berpartisipasi
dalam membangun masyarakat.
Paradigma pembangunan saat ini telah diwarnai konsep pemberdayaan
yang melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat, sehingga ketiga pihak
memiliki tanggungjawab yang seimbang dalam mencapai tujuan pembangunan
di segala bidang. Mereka harus bersinergi dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian terhadap hasil-hasil pembangunan yang dilaksanakan.
Pemerintah dan pemerintah daerah diharapkan mampu mengkoordinasikan
berbagai program atau kegiatan yang ada, sehingga memungkinkan masyarakat
berpartisipasi aktif, dan swasta (terutama perusahaan atau korporasi yang
mengeksploitasi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di suatu wilayah)
berkontribusi secara wajar di dalam pembangunan daerah sebagai implementasi
tanggung-jawab sosialnya.
Pembangunan yang membutuhkan anggaran cukup besar dan cenderung
selalu bertambah dari tahun ke tahun, selama ini hampir seluruhnya menjadi
tanggungjawab pemerintah. Kecenderungan tersebut terjadi pada anggaran
pembangunan nasional (APBN) dan anggaran pembangunan daerah (APBD).
APBD Lampung tahun anggaran 2007 mencapai Rp1,6 triliun dengan total
selama ini peran dan kontribusi perusahaan dan BUMN kurang optimal. Hal itu
disebabkan peraturan yang mengatur keberadaan dan tanggungjawab social
perusahaan dan BUMN belum dijalankan sebagaimana mestinya. Potensi
perusahaan dan BUMN di Lampung cukup besar, mengingat jumlah perusahaan
besar dan menengah yang beroperasi di Provinsi Lampung pada tahun 2005
mencapai 194 buah (BPS Lampung, 2005). Perusahaan-perusahaan tersebut
telah lama beroperasi dan mengeksploitasi kekayaan setempat (terutama lahan
pertanian) sebagai salah satu faktor produksi yang dominan, namun demikian
perkembangan pembangunan wilayah belum selaras dengan pertumbuhan dan
perkembangan perusahaan yang ada.
Pemerintah menegaskan bahwa setiap perusahaan yang mengelola
sumberdaya alam memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab terhadap
peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat di sekitarnya.
Tanggung-jawab yang dibebankan kepada perusahaan tersebut dituangkan dalam
Keputusan Menteri BUMN Nomer: KEP-236/ MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003
dan Undang-Undang Nomer: 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
ditetapkan bulan Juli 2007. Pada pasal 74 dinyatakan:
“(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan;
(2) Tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitung-kan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakudiperhitung-kan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.”
Hal tersebut ternyata masih memunculkan dua kelompok yang berseberangan
dalam menafsirkan implikasi dari pasal tersebut. Di satu pihak mereka setuju
terhadap kewajiban melaksanakan tanggungjawab sosial bagi perusahaan yang
memanfaatkan sumberdaya alam, di lain pihak mereka tidak setuju terhadap
formalisasi aturan tersebut seperti yang diminta kamar dagang dan industri
(Kadin) untuk mencabut pengaturan tanggungjawab sosial dan lingkungan
perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa di lingkup manajemen perusahaan
masih terdapat perbedaan cara pandang maupun pemahaman terhadap
tanggungjawab sosial perusahaan, meskipun jauh sebelum disahkannya
Undang-undang tersebut beberapa perusahaan nasional dan multinasional telah
melaksanakan tanggungjawab sosialnya (corporate social responsibility / CSR)
melalui beragam program atau kegiatan yang dilakukan secara mandiri atau
Pelaksanaan CSR oleh perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan
prinsip profit, planet, dan people (3 P). Untuk kelangsungan aktivitas sebagai
badan usaha, perusahaan selalu berupaya mendapatkan keuntungan (profit)
namun dalam aktivitasnya tidak boleh mengabaikan kelestarian sumberdaya
alam lingkungan (planet) dan memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya
(people). Manfaat tersebut akan lebih opimal apabila mereka memiliki persepsi
dan pemahaman yang benar terhadap konsep tanggungjawab sosial perusahaan
sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam implementasi program CSR di
wilayahnya. Dari tiga prinsip tersebut diharapkan secara ekonomi perusahaan
mendapatkan keuntungan dengan cara yang jujur, terjadi keseimbangan antara
jumlah keuntungan yang diperoleh dengan upaya perbaikan lingkungan, serta
kehidupan bersama antara masyarakat dengan lingkungan yang serasi. Dengan
demikian keberadaan perusahaan di suatu wilayah dapat membantu terwujudnya
cita-cita pembangunan bekelanjutan.
Keberadaan perusahaan di suatu wilayah seharusnya juga
memper-timbangkan manfaat yang dapat dirasakan masyarakat, khususnya di sekitar
perusahaan. Dalam perspektif social justice masyarakat sekitar perusahaan juga
ikut diberdayakan, sehingga terjadi proses empowerment, melalui
kegiatan-kegiatan pelatihan (capacity building) yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Selain itu, masyarakat juga dibantu fasilitas (dana, sarana, dan
prasarana) agar mereka dapat bekerja dan menciptakan peluang usaha (creating
opportunities) untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Dari segi perspektif
”ecological” masyarakat diharapkan ikut menjaga keberlanjutan (sustainability)
perusahaan tersebut.
Provinsi Lampung merupakan provinsi termiskin kedua di Pulau Sumatra
dengan jumlah penduduk miskin mencapai 1.660.700 jiwa (BPS, 2007), namun
di provinsi tersebut beroperasi sejumlah 194 perusahaan besar dan menengah,
khususnya perusahaan yang bergerak di bidang pertanian dan industri berbasis
pertanian (agroindustri). Data tersebut menggambarkan dua kondisi yang
bertolak belakang, semestinya kehadiran perusahaan-perusahaan di suatu
wilayah dapat mempercepat pembangunan daerah termasuk dalam mengurangi
jumlah penduduk miskin. Perusahaan-perusahaan tersebut berstatus sebagai
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau government corporate seperti PTPN VII
(dahulu PTP X dan PT Bunga Mayang Divisi Pabrik Gula PTP XXV), maupun
Gunung Madu Plantation, PT GGP, dan sebagainya. Perusahaan-perusahaan
tersebut beroperasi dengan mengeksploitasi kekayaan setempat (terutama lahan
pertanian) sebagai salah satu faktor produksi yang dominan.
Perusahaan-perusahaan tersebut memproduksi bahan mentah, setengah jadi, atau bahan jadi
yang berorientasi ekspor. Perusahaan-perusahaan agroindustri tersebut sudah
beroperasi cukup lama, bahkan ada yang beroperasi sejak zaman penjajahan
Belanda, seperti PTPN VII sebelum dinasionalisasi merupakan perkebunan
(“onderneming”) milik penjajah Belanda.
Keberadaan perusahaan tersebut di lingkungan masyarakat membawa
dampak fisik dan sosial ekonomi yang beragam baik yang bersifat positif maupun
negatif. Dampak sosial ekonomi yang positif dirasakan seperti penyerapan
tenaga kerja, peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat sekitar, dan sebagainya.
Namun demikian, dampak negatif yang bersifat fisik terutama dirasakan adanya
dampak lingkungan seperti pencemaran lingkungan, serta dampak sosial seperti
munculnya konflik antara masyarakat sekitar dengan manajemen perusahaan.
Munculnya dampak sosial dari keberadaan perusahaan di suatu wilayah
salah satunya disebabkan perusahaan tersebut tidak, belum, atau kurang peduli
terhadap masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah
satu potensi sumberdaya yang dapat mendukung keberlanjutan keberadaan
perusahaan tersebut. Bila perusahaan kurang peka terhadap kondisi sosial
ekonomi masyarakat sekitar dapat memicu terjadinya konflik antara masyarakat
sekitar dengan perusahaan. Kondisi sosial ekonomi yang kurang berpihak pada
masyarakat tersebut mestinya dapat dijadikan media atau wahana bagi
perusahaan untuk mempererat hubungan sosial dengan anggota masyarakat
sekitar. Hubungan yang ada saat ini cenderung menjadikan masyarakat tidak
atau kurang mandiri karena perusahaan melaksanakan program CSR dengan
kegiatan-kegiatan yang bersifat karitatif. Oleh karena itu, perusahaan dalam
merancang program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitarnya semestinya
mempertimbangkan kebutuhan masyarakat tersebut. Dengan kata lain
implementasi CSR oleh perusahaan semestinya memperhatikan sasaran
sebagai individu dan atau kelompok masyarakat yang memiliki latar latar
belakang dan karakter yang cukup kompleks.
Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia dan beberapa perusahaan
agroindustri di Provinsi Lampung telah melaksanakan sebagian tanggungjawab
ekonomi masyarakat, baik di sekitar perusahaan maupun di beberapa wilayah di
Provinsi Lampung. Kegiatan tersebut berupa pemberian bantuan dana bagi
pembangunan wilayah sekitar dalam bentuk prasarana umum,
sarana-prasarana pendidikan, sarana-sarana-prasarana ibadah, maupun dalam bentuk
pela-tihan, pendampingan, dan atau penyuluhan di bidang ekonomi produktif untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, dan sebagainya. Berbagai
kegiatan tersebut oleh perusahaan dianggap sebagai bentuk tanggungjawab
sosialnya dalam pembangunan masyarakat di sekitarnya. Beberapa kegiatan
tersebut dimaksudkan agar masyarakat memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang diperlukan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui
usaha yang bersifat produktif.
Proses pelaksanaan program CSR oleh perusahaan tersebut sampai saat
ini belum melibatkan masyarakat sekitar sebagai sasaran program dalam
perencanaan kegiatannya, sehingga keberhasilan program tersebut kurang
optimal. Identifikasi kebutuhan masyarakat sekitar perusahaan belum dilakukan
oleh perusahaan dalam memulai implementasi CSR tersebut. Keberhasilan
upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat tersebut dapat dipengaruhi oleh
berbagai peubah, baik peubah internal individu masyarakat maupun peubah
eksternal seperti dinamika kelompok masyarakat, kualitas program, maupun
kualitas pendukung lainnya. Masyarakat sekitar perusahaan sebagai sasaran
program CSR juga merupakan bagian dari masyarakat suatu wilayah yang
menjadi sasaran program pembangunan (pemberdayaan) dari pemerintah (pusat
atau daerah), dengan demikian masyarakat sekitar perusahaan dimungkinkan
terkena program yang bisa jadi saling tumpang tindih (overlapping). Kondisi
tersebut dapat dihindari bila semua pihak dapat berkoordinasi, sehingga dapat
dihindari adanya tumpang tindih kegiatan dan merancang program yang saling
melengkapi (komplementer). Sampai saat ini masih jarang dilakukan penelitian
akademis yang mengkaji pelaksanaan program CSR yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan tersebut, serta seberapa besar kontribusinya dalam
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Masalah Penelitian
(1) Bagaimana pemahaman masyarakat sekitar dan jajaran manajemen
(2) Apakah implementasi CSR mampu mengubah pengetahuan, keterampilan,
dan sikap masyarakat dalam berusaha?
(3) Apakah implementasi CSR dapat mempengaruhi tingkat keberdayaan
ekonomi rumah tangga masyarakat sekitar perusahaan?
(4) Apa yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan dalam meningkatkan
keberhasilan implementasi program CSR?
Tujuan Penelitian
(1) Mengkaji pemahaman konsep tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) oleh
masyarakat sekitar perusahaan agroindustri dan manajemen perusahaan
agroindustri.
(2) Mengkaji pengaruh pelaksanaan program CSR terhadap peningkatan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat sasaran dalam berusaha
ekonomi produktif.
(3) Mengkaji pengaruh kegiatan CSR terhadap tingkat keberdayaan ekonomi
rumah tangga masyarakat sekitar perusahaan.
(4) Merumuskan model pemberdayaan ekonomi masyarakat berdasarkan
peubah-peubah yang diteliti yang sesuai bagi pelaksanaan CSR oleh
perusahaan di Provinsi Lampung.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dirinci sesuai dengan pemanfaatannya bagi
pengem-bangan ilmu pengetahuan (akademik) dan pengempengem-bangan praktis, antara lain
sebagai berikut.
Manfaat akademik
(1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu penyuluhan
pem-bangunan dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat.
(2) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan metode penelitian ilmu
penyuluhan pembangunan melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Manfaat praktis
(1) Bagi perusahaan, sebagai masukan dan perbaikan dalam implementasi
tanggungjawab sosial perusahaan dalam mengembangkan ekonomi
(2) Bagi pemerintah/pemerintah daerah, sebagai sumbangan pemikiran dalam
pengambilan kebijakan yang terkait dengan pembangunan, pelayanan, dan
pemberdayaan masyarakat di wilayah sekitar perusahaan.
Definisi Istilah
(1) Tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah
komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kontribusi
dan program yang ditentukan dan atau dijalankan oleh perusahaan.
(2) Pemberdayaan masyarakat adalah upaya kapasitasi atau peningkatan
kemampuan seseorang sehingga mampu (berdaya), tahu (mengerti),
termotivasi, dapat memanfaatkan peluang, bersinergi, mampu bekerjasama,
tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil
risiko, mamapu mencari dan menangkap informasi, serta mampu bertindak
sesuai situasi.
(3) Pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah upaya peningkatan kemampuan
seseorang sehingga mampu (berdaya), tahu (mengerti), termotivasi, mampu
bekerjasama, dapat memanfaatkan peluang, mampu mengambil keputusan,
dan berani mengambil risiko dalam berusaha ekonomi produktif yang dapat
dilakukan melalui penguatan pemilikan faktor-faktor produksi, penguatan
penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat untuk
mendapatkan gaji atau upah yang memadai, dan penguatan masyarakat
untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan keterampilan.
(4) Masyarakat sekitar perusahaan adalah sekelompok warga negara yang
secara formal bertempat tinggal di suatu wilayah administrasi tertentu
(kampung/desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi) yang lokasinya
berbatasan langsung atau tidak langsung dengan areal operasional (lahan,
perkebunan, pabrik) suatu perusahaan.
(5) Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
stimulus yang diterima oleh seseorang sehingga merupakan sesuatu yang
berarti. Persepsi tentang CSR adalah penginterpretasian seseorang individu
tentang apa, siapa, dimana, kapan, bagaimana dan mengapa suatu
perusahaan melaksanakan program CSR bagi masyarakat di sekitarnya.
(6) Perusahaan agroindustri adalah badan usaha milik swasta atau pemerintah
pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan
kehutanan).
(7) Pola kemitraan adalah pola kerjasama antara kelompok masyarakat sekitar
perusahaan dengan perusahaan agroindustri, koperasi, atau pelaku usaha
lain dalam rentang waktu tertentu.
(8) Stakeholders (pemangku kepentingan) adalah pihak-pihak terkait dalam
suatu kerjasama antar berbagai pihak yang dapat mencakup karyawan dan
keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan,
lembagalembaga swadaya masyarakat, media massa, dan pemerintah
selaku regulator.
(9) Fasilitator adalah seseorang yang bertindak atas nama individu dan atau
lembaga dalam membantu pihak lain yang dapat berperan sebagai
penyuluh, komunikator, pengajar, analisator, penasehat dan motivator serta
memberikan bimbingan, arahan dan alternatif pemecahan masalah serta
menjembatani kepentingan antar berbagai pihak melalui proses transfer
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang tertentu.
(10) Tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga adalah suatu ukuran untuk
menggambarkan kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan
hidup dengan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi usaha
ekonomi produktifnya yang dilihat dari pendapatan usaha ekonomi produktif,
kemandirian dalam mengambil keputusan, dan kemapanan usahanya.
(11) Tingkat kesejahteraan masyarakat merupakan suatu kondisi seseorang
anggota masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan minimal atau
kebutuhan pokok yang meliputi pangan, pakaian, dan tinggal yang layak
serta mendapatkan cukup asupan makanan yang bergizi sehingga mereka
dapat hidup sehat dan melakukan aktivitas rutin dan atau bekerja.
(12) Model adalah abstraksi realitas yang menggambarkan suatu hubungan
keterkaitan antar peubah yang disederhanakan dan merupakan
penggam-baran atau penghampiran dari realita empirik untuk mempermudah analisis.
Model diperoleh melalui perpaduan antara teori dan kondisi empiris yang
didasarkan pada asumsi tertentu serta dapat diuraikan dengan jelas
komponen-komponennya sehingga pengguna model dapat dengan mudah
TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan Ekonomi Masyarakat dan Peran Korporasi
Menurut Bryant dan White (Ndraha, 1990:34), arti pembangunan bagi
negara-negara dunia ketiga menyangkut tindakan (doing) dan kemampuan
(being) dalam upaya menghilangkan kemiskinan dan mengurangi kebodohan,
membebaskan dari perbudakan dan melepaskan dari ikatan cara hidup yang
sia-sia untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat. Kemiskinan dan kebodohan
serta semua ciri keterbelakangan tersebut dapat menurunkan derajad martabat
kemanusiaan dan melemahkan semangat kerja serta kemampuan manusia.
Oleh karena itu martabat dan kemampuan manusia perlu ditingkatkan melalui
upaya pembangunan untuk menghadapi masa depannya. Dalam kaitan ini,
Ndraha (1990:16) menyatakan adanya lima implikasi utama terhadap batasan
pembangunan:
(1) Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik
individu maupun kelompok (capacity);
(2) Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan
nilai dan kesejahteraan (equity);
(3) Pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk
membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.
Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama,
kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment);
(4) Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun
secara mandiri dan berkelanjutan (sustainability); dan
(5) Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu dengan
negara yang lain dan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan
saling menghormati (interdependence).
Indonesia sebagai negara berkembang telah berupaya melakukan
pembangunan di segala bidang dan bertujuan untuk mencerdaskan bangsa dan
memajukan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam
Pembukaan UUD 1945. Pembangunan nasional tersebut mencakup upaya
peningkatan semua segi kehidupan bangsa yang berupa pembangunan aspek
fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan, dan dapat pula berupa
pembangunan ideologi (Adi, 2003:39). Dari pendapat tersebut dapat dikatakan
ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berhasil diharapkan menjangkau semua
tataran sehingga terjadi perbaikan atau peningkatan pendapatan per kapita,
pendapatan rumah tangga, dan pendapatan nasional.
Pembangunan ekonomi pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dengan
pembangunan masyarakat, sebab Sugihen (2006) menyatakan bahwa
pemba-ngunan masyarakat (community development) secara sederhana dirumuskan
sebagai gabungan antara pembangunan organisasi masyarakat (community
organization) dengan pembangunan ekonomi (economic development). Dari
pendapat tersebut dapat dipahami bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan
harus ada sinergi antara pembangunan organisasi-organisasi yang ada di
masyarakat dan organisasi pelaksana pembangunan seperti pemerintah dan
atau pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat (NGO), koperasi, dunia
usaha (perusahaan negara atau perusahaan swasta) yang mampu
meningkatkan aktivitas perekonomian dan menyebabkan terjadinya pertumbuhan
ekonomi baik di tingkat lokal maupun nasional.
Mubyarto dan Bromley (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia selama tiga dekade terakhir yang mencapai dua sampai tujuh persen
per tahun diakui telah banyak memberikan kemajuan materiil, tetapi mengandung
dua masalah serius. Pertama, perekonomian Indonesia masih sangat rentan
terhadap kondisi eksternal dan kondisi pasar finansial dan komoditas. Kedua,
kemajuan ekonomi yang telah dicapai ternyata sangat tidak merata, baik antar
daerah maupun antar kelompok sosial ekonomi. Banyaknya perusahaan
(korporasi) yang tersebar di berbagai daerah diharapkan mampu memberi
kontribusi nyata, sehingga kedua masalah tersebut dapat ditekan serendah
mungkin.
Penetapan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas merupakan langkah positif dalam rangka mengatur keberadaan
perusahaan (korporasi) yang beroperasi serta memanfaatkan sumberdaya alam
di suatu wilayah untuk lebih berperan dalam pembangunan masyarakat dan
wilayah di sekitarnya. Keberadaan korporasi di suatu wilayah diharapkan
mampu memberikan dan mendatangkan dampak positif bagi masyarakat.
Perusahaan yang relatif lebih kuat dalam penguasaan modal dan teknologi
diharapkan mau berbagi dengan usaha kecil dan anggota masyarakat
sekitarnya. Program kemitraan merupakan salah satu contoh kegiatan yang
teknologi, dan modal dengan pengusaha kecil dan koperasi di sekitarnya.
Kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan
pendapatan dan perkenomian masyarakat. Dengan demikian perusahaan
(korporasi) dapat berperan lebih besar dalam pembangunan daerah dan
pembangunan nasional. Hal ini sejalan dengan pendapat Sembiring (2008:113)
yang menyatakan bahwa Pembangunan masyarakat (CD) merupakan wujud
nyata dari terjadinya sinergi program-program pembangunan yang dilakukan
masyarakat, industri/swasta/ perusahaan/korporasi dengan pemerintah.
Program pembangunan komunitas dapat dikembangkan oleh korporasi di
wilayah ketetanggaan pabrik atau aktivitas korporasi bersangkutan (Suparlan,
2005:13). Wilayah tersebut bisa dalam radius polusi pabrik maupun dalam area
pemasaran produknya. Program itu sebaiknya mencakup pembangunan
infra-struktur, tindakan afirmatif bagi komunitas setempat dalam turut mengelola
kegiatan-kegiatan pelayanan sebagai bagian dari kegiatan pabrik atau korporasi
(seperti katering, jasa transportasi barang atau karyawan, beasiswa pendidikan,
hadiah prestasi kegiatan ilmiah, kesenian, olahraga atau lainnya). Tujuan
program-program seperti ini adalah mengembangkan nilai-nilai budaya
keman-dirian, berproduksi dan berprestasi.
Dalam praktiknya, program CSR umumnya lebih bersifat karitatif (charity)
(Suparlan, 2005:12 dan Sugihen, 2006) umumnya kurang atau tidak bersifat
mendidik sasaran. Hal ini berakibat sasaran menjadi tergantung atau memiliki
ketergantungan kepada pihak lain. Pelaksanaan CSR belum memikirkan sasaran
untuk mau berubah perilakunya (pengetahuan, keterampilan dan sikap) agar
mereka mampu menolong dirinya sendiri. Perusahaan-perusahaan saat ini
hanya memberikan bantuan material atau bantuan langsung tunai kepada
sasaran tanpa dibarengi proses penyuluhan, bimbingan atau pelatihan yang
dapat mengubah perilaku sasaran sehingga nantinya mereka dapat mandiri dan
tidak lagi tergantung pada pihak lain. Bantuan yang berupa bantuan modal,
fasilitas pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan sebagainya lebih bersifat top
down, dan kurang memperhatikan aspirasi masyarakat. Dengan kata lain
implementasi CSR belum memperhatikan aspek kebutuhan masyarakat atau
belum didasarkan pada need assesment.
Suparlan (2005:11) menyatakan bahwa ada anggapan umum jika sebuah
perusahaan atau korporasi sudah memberi hadiah atau honor bulanan kepada
maka selesailah sudah berbagai masalah sosial dan politik yang mungkin muncul
dari komunitas setempat, yang akan dihadapi dan akan merugikan perusahaan
tersebut. Pandangan ini sebenarnya kurang tepat, karena di dalam suatu
komunitas terdapat sejumlah tokoh yang saling bersaing dan berada dalam
keadaan konflik untuk akumulasi kepemilikan sumber daya alam atau rezeki dan
atau pendistribusiannya, serta untuk posisi-posisi sosial kunci yang terbatas
dalam komunitas yang bersangkutan. Oleh karena itu manfaat pelaksanaan
CSR seharusnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga
tidak menimbulkan kecemburuan sosial.
Menurut Weeden (Suparlan, 2005:5) tanggungjawab sosial korporasi
lebih tepat diganti dengan istilah investasi sosial korporasi (corporate social
investing) sebab sejumlah korporasi telah menggunakan istilah strategic giving
focused philantrophy. Tanggungjawab sosial korporasi dalam pembangunan
masyarakat melalui pemberian bantuan diantaranya memiliki tujuan untuk
memberdayakan masyarakat (community empowering), menjalin hubungan baik
dengan masyarakat (community relations) dan memberikan pelayanan kepada
masyarakat (community services). Kegiatan pengembangan atau pemberdayaan
masyarakat umumnya ditangani oleh bagian atau departemen pengembangan
masyarakat (community development departement). Dua hal terakhir lebih
mudah dalam implementasinya oleh perusahaan, banyak perusahaan memiliki
divisi atau bagian yang khusus menangani hubungan masyarakat (community
relation department / CRD). Pelayanan masyarakat oleh perusahaan umumnya
ditangani oleh public relation yang mewakili perusahaan dalam memberikan
informasi dan pelayanan kepada masyarakat, meskipun secara teknis pelayanan
tersebut ditangani oleh bagian teknis terkait di lingkup perusahaan. Banyaknya
permasalahan yang dihadapi perusahaan yang terkait dengan masyarakat
sekitar mengindikasikan kualitas program pemberdayaan yang dilakukan oleh
perusahaan belum mengena pada sasaran, sehingga perlu disadari oleh setiap
perusahaan bahwa dalam menginisiasi program pengem-bangan masyarakat
yang berorientasi pemberdayaan masyarakat (community empowering) harus
dilakukan lebih terencana, sistematis dan berkelanjutan.
Pengembangan masyarakat sebagai bagian dari implementasi
tanggung-jawab sosial perusahaan memiliki arti strategis bagi sebuah korporat, sebab
korporasi mempunyai potensi dan kapasitas untuk melaksanakan
masyarakat tidak lepas dari kerangka menciptakan kualitas kehidupan yang lebih
baik secara bersama-sama antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah dari
waktu ke waktu dan seiring dengan aktivitas perusahaan di wilayah tersebut.
Implementasi CSR dalam pengembangan masyarakat dapat dilaksanakan dalam
kerangka mentransformasikan kehidupan masyarakat yang pada awalnya
bergantung pada sumberdaya alam yang tak terbarukan menjadi sebuah
aktivitas ekonomi yang dilakukan secara berkelanjutan.
Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR)
Konsep tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social
Respon-sibility / CSR) merupakan suatu pendekatan perubahan atau pengembangan
masyarakat khususnya peningkatan sumberdaya manusia yang dilakukan oleh
suatu perusahaan sebagai bagian dari tanggungjawab sosialnya. Pendekatan ini
bertujuan agar masyarakat turut terlibat atau menjadi bagian dari perusahaan
tersebut dan menikmati manfaat dari keberadaan perusahaan di suatu wilayah
tertentu. Pendekatan pengembangan masyarakat tersebut mengacu pada
konsep Community Development yang kaitannya dapat dilihat dari perspektif
”economic”, ”social justice” maupun perspektif ”ecological”, sebagai konsep
yang dikenalkan oleh European Union dimana perusahaan memadukan aspek
sosial dan lingkungan dalam kegiatan bisnisnya serta dalam interaksinya dengan
pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip sukarela (Anonim,
2005b:5).
Dalam perspektif social justice masyarakat sekitar perusahaan turut
diberdayakan, sehingga terjadi proses empowerment, melalui kegiatan-kegiatan
pelatihan (capacity building) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain
itu, masyarakat juga dibantu fasilitas (dana, sarana, dan prasarana) agar mereka
dapat bekerja dan menciptakan peluang usaha (creating opportunities) untuk
meningkatkan kualitas kehidupannya. Dari segi perspektif ”ecological”
masya-rakat diharapkan juga turut menjaga kelestarian lingkungan demi keberlanjutan
(sustainability) perusahaan tersebut.
Kalangan industri Kanada menyatakan bahwa CSR merupakan upaya
yang ditempuh perusahaan mencapai keseimbangan ekonomi, lingkungan, dan
sosial sesuai harapan para pemegang saham dan pemangku kepentingan (CSR
is the way a company achieves a balance or integration of economic,
shareholer and stakeholder expectations) (Anonim, 2005a). Hal ini sejalan
dengan landasan teoritik dari Elkington (Pambudi, 2005:19) bahwa CSR adalah
aktivitas yang mengejar triple buttom line yang terdiri dari profit, people, dan
planet (3P). Selain mengejar keuntungan untuk kepentingan pemegang saham
(profit), perusahaan juga harus memperhatikan pemangku kepentingan seperti
pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people), serta berpartisipasi aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan (planet). Sebagai konsekuensinya implementasi
program CSR di lingkungan masyarakat juga dapat didasarkan pada konsep
”local resource based” sebab kehadiran perusahaan di suatu wilayah
memanfaatkan berbagai aset masyarakat, terutama prasarana transportasi. Hal
ini terkait dan sejalan dengan prinsip community ownership. Dengan demikian
diharapkan perusahaan juga ikut memelihara dan merasa memiliki kekayaan
yang berupa prasarana di suatu wilayah. Pendekatan CSR diharapkan dapat
menciptakan multiplier effect bagi masyarakat lokal secara luas. Keberadaan
perusahaan diharapkan akan menjadi pendorong aktivitas dan pertumbuhan
ekonomi di suatu wilayah.
Dari beberapa batasan tersebut dapat dipahami bahwa tanggung jawab
perusahaan yang bersifat ekonomis, teknis (lingkungan), dan sosial dapat
tercapai secara bersama-sama apabila perusahaan tersebut mau
mengimple-mentasikan tanggungjawab sosialnya secara bijaksana. Semua manfaat yang
dapat dipetik perusahaan pada akhirnya dapat membantu kelangsungan usaha
(sustainability) perusahaan. Hubungan sosial perusahaan yang meningkat
dengan masyarakat sekitar akan menambah rasa aman terhadap gangguan dari
masyarakat sekitar.
Menurut Frederick et.al. (1988:28-29) ada dua prinsip yang mendasari ide
moderen tentang CSR, yaitu prinsip karitatif (charity principle) dan prinsip
pelayanan (stewardship principle). Prinsip karitatif menganjurkan agar dalam
masyarakat si kaya membantu si miskin (yang kurang beruntung), dengan
demikian perusahaan harus memberikan bantuan secara sukarela kepada
perorangan dan kelompok yang membutuhkan. Hal ini dilakukan oleh
perusa-haan melalui kedermawanan perusaperusa-haan (corporate philanthropy) dan aksi
pemasaran sosial. Prinsip pelayanan mengajarkan agar pengelola perusahaan
melihat dirinya sebagai pelayan untuk melakukan kegiatan di masyarakat yang
berkepentingan dengannya, sehingga perusahaan harus bertindak sebagaimana
terpengaruh oleh keputusan dan kebijakan perusahaan. Hal ini dilakukan
perusahaan dengan membangun saling ketergantungan antara perusahaan dan
masyarakat, serta berlaku adil terhadap keinginan dan kebutuhan berbagai
kelompok di dalam masyarakat.
Kotler dan Lee (2005:3) menyatakan bahwa CSR merupakan suatu
komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai pertimbangan
dalam praktik bisnis dan kontribusi dari sumberdaya perusahaan. Inti dari
pengertian tersebut tidak mengacu pada aktivitas bisnis yang diatur oleh
peraturan perundangan yang berlaku, namun lebih pada komitmen kerelawanan
perusahaan sehingga dipilih dan diimplementasikan dalam praktik bisnisnya.
Pandangan yang lebih komprehensif mengenai CSR yang kemudian
disebut sebagai ”teori Piramida CSR” dikemukakan oleh Carrol (dalam Nursahid,
2006:7) bahwa tanggungjawab sosial perusahaan dapat dilihat berdasarkan
empat jenjang (ekonomis, hukum, etis, dan filantropis) yang merupakan satu
kesatuan. Untuk memenuhi tanggungjawab ekonomis, sebuah perusahaan
harus menghasilkan laba sebagai pondasi untuk mempertahankan
perkem-bangan dan eksistensinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Drucker (Nursahid,
2006:8) yang cukup terkenal bahwa ”business is business”, sebab inti kegiatan
setiap perusahaan adalah berusaha mencari keuntungan. Namun demikian
dalam menggapai keuntungan tersebut perusahaan harus bertanggungjawab
secara hukum dengan mentaati aturan hukum yang berlaku. Perusahaan juga
harus bertanggunjawab secara etis, perusahaan harus mempraktikkan hal-hal
yang baik dan benar sesuai dengan nilai etika dengan nilai-nilai atau
norma-norma masyarakat sebagai rujukan bagi perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya. Perusahaan juga mempunyai tanggungjawab filantropis yang
mensyaratkan agar perusahaan memberikan kontribusi kepada masyarakat agar
kualitas hidup masyarakat meningkat sejalan dengan perkembangan bisnis
perusahaan.
Dalam pelaksanaannya, Nugraha dkk. (2005) menyatakan bahwa CSR
mempunyai lima pilar aktivitas. Pertama, building human capital; secara internal
perusahaan dituntut menciptakan dan meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia (SDM) yang handal; secara eksternal perusahaan dituntut untuk
melakukan pemberdayaan masyarakat, yang biasanya dilaksanakan melalui
community development. Kedua, strengthening economies; perusahaan dituntut
memberdayakan ekonomi komunitas sekitar. Ketiga, assesing social cohesion;
perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat
sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik. Keempat, encouraging good
governance; dalam menjalankan bisnisnya perusahaan harus menjalankan tata
kelola bisnis dengan baik. Kelima, protecting the environment; perusahaan harus
berusaha keras menjaga kelestarian lingkungan.
Dari pengertian tersebut, sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada
pemangku kepentingan (stakeholders) dapat dipahami bahwa CSR memiliki
empat sisi tanggungjawab:
(1) Tanggungjawab ekonomis, yakni setiap perusahaan melakukan kegiatan
bisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan atau profit.
(2) Tanggungjawab legal, yakni setiap perusahaan yang beroperasi memiliki
kewajiban membayar pajak kepada pemerintah, memenuhi persyaratan
perundangan seperti memiliki SITU, SIUP, NPWP, Dokumen Amdal, dan
sebagainya.
(3) Tanggungjawab etika, yaitu perusahaan untuk berlaku jujur dan tidak
diskriminatif kepada semua karyawan dan semua konsumen, serta tidak
berlaku korup.
(4) Tanggungjawab discretionary, merupakan tanggungjawab yang seharusnya
tidak dilakukan perusahaan namun perusahaan melakukannya atas kemauan
sendiri.
Berdasarkan sifatnya, tanggungjawab tersebut dapat dibedakan menjadi sesuatu
yang bersifat eksternal, misalnya tanggungjawab memenuhi regulasi pemerintah
setempat, kewajiban menyisihkan pendapatan untuk usaha kecil menengah; dan
sesuatu yang bersifat internal, misalnya perilaku pribadi pemilik perusahaan
terhadap masyarakat sekitar, pemberian fasilitas dan kemudahan bagi
masya-rakat sekitar terhadap akses dan transaksi produk perusahaan.
Dalam proses reformasi Indonesia menuju masyarakat sipil dan
demo-krasi seperti sekarang ini, selayaknya korporasi mempunyai tanggung jawab
sosial, melalui investasi sosial dalam bentuk pembangunan komunitas untuk turut
mendemokratiskan masyarakat sipil. Untuk itu berbagai program pemberian dana
bantuan seharusnya dilakukan secara selektif dengan prinsip bottom up.
Dengan demikian program CSR semestinya dirumuskan dan dilaksanakan
dengan melibatkan masyarakat sekitar perusahaan sebagai sasaran kegiatan.
pasal 74 berusaha mengatur pelaksanaan CSR. Hal tersebut mendapat
tanggapan yang intinya dapat dikelompokkan menjadi dua, mereka yang setuju
dan mereka yang tidak setuju dengan adanya pengaturan terhadap pelaksanaan
CSR.
Sumarto (2007) menyatakan bahwa CSR sebagai bentuk kepedulian
tidak mungkin diatur secara legal, namun bila CSR dianggap sebagai kewajiban
dapat diatur oleh negara. Banyak perusahaan menganggap bahwa realisasi
CSR yang selama ini diwujudkan dalam program pengembangan masyarakat
(community development) dilakukan karena kepedulian perusahaan sebagai
makhluk sosial (corporate citizenship). Karena CSR merupakan kepedulian,
maka keberadaan peraturan yang mewajibkannya menjadi tidak relevan. Dalam
realitanya, proses produksi perusahaan menciptakan externality, kehadirannya
melegitimasi negara untuk mewajibkan perusahaan menginternalisasikan guna
meminimalkan dampak negatif keberadaan perusahaan pada masyarakat.
Dengan demikian, CSR dapat ditafsirkan sebagai kewajiban. Sebagai
konsekuensinya, pilihan pemaknaan CSR sebagai kewajiban atau kepedulian
menimbulkan implikasi yang berbeda.
Persepsi Perusahaan terhadap CSR
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan
(Walgito, 2003:45). Proses penginderaan terjadi setiap saat indvidu menerima
stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera (penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan, dan pengecapan/perasaan). Stimulus tersebut kemudian
diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari tentang apa
yan diinderanya. Stimulus dapat berupa dapat berupa obyek yang besifat konkrit
maupun abstrak. Obyek konkrit berupa benda dapat mengenai semua jenis
indera manusia, sedangkan obyek yang abstrak dapat diindera setelah melalui
proses audial dan atau visual.
Obyek yang diindera akan dipersepsi oleh seseorang dan menjadi dasar
pemahaman seseorang terhadap sesuatu. Litterer (Asngari, 1982:16)
menyata-kan bahwa persepsi seseorang individu dipengaruhi oleh keberadaannya dalam
melihat situasi, fakta atau suatu aksi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ketika
seseorang menangkap informasi maka terjadilah pembentukan persepsi,
kemudian diikuti pemilihan atau seleksi terhadap informasi, penutup, dan
CSR sebagai obyek dapat dipersepsi dan dipahami oleh seseorang ataupun
perusahaan (sebagai individu yang direpresentasikan oleh manajernya) dalam
perspektif yang berbeda, tergantung situasi atau keadaan yang melingkupinya.
CSR sebenarnya konsep merupakan konsep yang sudah lama (Yano,
2005), namun di Indonesia masih relatif baru. Namun, beberapa perusahaan
yang mengeksploitasi sumberdaya alam (perusahaan pertambangan) sudah
cukup lama memahami dan menerapkannya. Sejak ditetapkannya UU Nomer 40
Tahn 2007, CSR diyakini sebagai ekspresi kewajiban perusahaan yang peka
terhadap pemangku kepentingan di lingkungan lokasi perusahaan melakukan
aktivitasnya. Sampai saat ini memang belum ada formula hubungan langsung
antara pengaruh praktik CSR terhadap keuntungan perusahaan. Hal ini pula
yang mungkin menjadikan CSR dipandang negatif oleh beberapa perusahaan.
Kontroversi ini terus berlanjut, sebagian pelaku usaha masih memandang CSR
sebagai komponen biaya perusahaan yang akan mengurangi keuntungan.
Kalaupun mereka melaksanakan parktik CSR lebih karena terpaksa didesak oleh
masyarakat di lingkungannya, oleh lembaga swadaya masyarakat, atau bahkan
oleh pemerintah. Di lain pihak, justru CSR akan membentuk citra positif bagi
perusahaan, CSR sebagai investasi masa depan. Oleh karena itu CSR dapat
dijadikan modal sosial perusahaan.
Pelaksanaan atau implementasi CSR di negara-negara maju sudah
dibingkai dengan standar yang pasti. Sebagai contoh di Canada dengan Canada
PLUS 9018 (Corporate Social Responsibility), di Jepang dengan Japan ECS
2000 (Corporate Ethics Compliance Standards) dan Japan Keidanren
Implementation Guidline (Japan Business Federation), dan di Spanyol dengan
Spain PEN (Ethics – Corporate Ethics Management System). Di negara-negara
berkembang, seperti Thailand juga sudah memiliki Thai Labor Standards (CSR
and its implementation). Dari data tersebut dapat kita pahami bahwa kesadaran
di negara-negara maju maupun berkembang akan pentingnya imlementasi CSR
sudah semakin nyata. Standar implementasi CSR di suatu negara diperlukan
agar progam-program atau kegiatan CSR tidak menyimpang dari rencana
pembangunan masyarakat di masing-masing negara. Dengan demikian, kita
harus mulai menetapkan standar implementasi CSR agar bermanfaat bagi
masyarakat dan selaras dengan keinginan pemerintah dalam pembangunan.
Kesadaran akan pentingnya CSR juga direspon oleh kalangan usahawan
pengumpulan bahan masukan untuk mewujudkan standar ISO 26000. Namun
demikian, penerapan CSR di Indonesia masih jauh dari ideal, hal tersebut
disebabkan lemahnya penegakan hukum (Jakarta Post, 21 Maret 2005).
Pelaksanaan CSR umumnya tergantung pada persepsi Chief of Executive
Organization (CEO), jika CEO memiliki kesadaran moral bisnis yang baik, besar
kemungkinan perusahaan akan menerapkan kebijakan CSR secara layak; dan
sebaliknya bila moral bisnisnya rendah maka penerapan kebijakan CSR hanya
bersifat kosmetik.
CSR dapat dijadikan strategi bisnis di masa depan guna meningkatkan
citra dan investasi masa depan bagi perusahaan. Bila citra perusahaan
meningkat, umumnya keuntungan perusahaan juga akan meningkat. Demikian
halnya perlakuan perusahaan terhadap masyarakat lingkungan, bila kontribusi
perusahaan tidak memberikan kontribusi positif maka lingkungan yang ada juga
tidak akan memberikan kontribusi positif terhadap perusahaan.
Sebagai strategi bisnis, CSR memiliki kesamaan pengertian dengan
konsep pemasaran sosial (social marketing). Menurut Fox dan Kotler (Susanto,
1990), pemasaran sosial merupakan rancang bangun, implementasi, dan
pengendalian program-program yang telah diperhitungkan untuk mempengaruhi
penerimaan ide-ide sosial dan menyertakan pertimbangan-pertimbangan
mengenai perancangan produk, aspek harga, komunikasi, dan riset pemasaran.
Perusahaan sebagai institusi bisnis selalu menginginkan keuntungan dari
hasil penjualan produknya kepada konsumen. Melalui pemasaran sosial
diharapkan terjadi perubahan perilaku konsumen (masyarakat sekitar
perusa-haan khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya), sehingga akhirnya
terjadi perubahan sosial seperti yang dikehendaki oleh perusahaan. Agar
supaya perubahan sosial yang terjadi tidak merugikan masyarakat, seharusnya
pemasaran sosial yang dilakukan oleh perusahaan mempertimbangkan aspek
sosial budaya masyarakat, terutama untuk menghindari sifat konsumerisme.
Menurut Kavei, pakar manajemen Universitas Manchester (Pambudi,
2005:24), ada lima keuntungan mempraktekkan CSR: (1) profitabilitas dan
kinerja finansial yang lebih kokoh, misalnya melalui efisiensi lingkungan; (2)
meningkatkan akuntabilitas dan asesmen dari komunitas investasi; (3)
mendorong komitmen karyawan karena mereka diperhatikan dan dihargai; (4)
menurunkan kerentanan gejolak dengan komunitas; dan (5) mempertinggi
tahun 2005 (Pambudi, 2005:24-25) menyatakan bahwa manfaat pelaksanaan
program CSR bagi perusahaan adalah:
(1) Memelihara dan meningkatkan citra perusahaan (37,38 %).
(2) Hubungan yang baik dengan masyarakat (16,82 %).
(3) Mendukung operasional perusahaan (