• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem pengembangan agroindustri perikanan laut suatu kajian kelayakan dan strategi pengembangan di provinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem pengembangan agroindustri perikanan laut suatu kajian kelayakan dan strategi pengembangan di provinsi Jawa Tengah"

Copied!
227
0
0

Teks penuh

(1)

SUATU KAJIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

G I Y A T M I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi, dalam bentuk salinan cetakan

dan/atau dokumen elektronik program aplikasi komputer pendukungnya, yang

berjudul :

SISTEM PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERIKANAN LAUT : SUATU KAJIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diserahkan untuk pencapaian

prestasi akademik apapun melalui perguruan tinggi manapun. Semua sumber data

dan informasi yang dipergunakan dalam penyusunan disertasi ini, telah dinyatakan

secara jelas dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

disertasi ini.

Bogor, Juni 2005

(3)

ABSTRACT

GIYATMI, 2005. Development System for Marine Fishery Agroindustry : an Assessment for Feasibility and Development Strategy in the Province of Central Java. Under supervision: MUSA HUBEIS as the chief of the commission, with RIZAL SYARIF and AGUS HERI PURNOMO as the members of the commission.

The objective of this study was to assess the feasibility and development strategy for marine fishery agroindustry and described as follows: (1) to assess and to formulate method for grouping of development area and determining of development center for marine fishery agroindustry, (2) to identify and to formulate selection methods for potential commodities and and lead products for marine agroindustry as well as financial feasibility in each area development, (3) to construct development strategy and empowerment technique of institution in marine fishery agroindustry, and (4) to formulate an alternative development model for marine fishery agroindustry based on Decision Supporting System (DSS).

Development system was designed in decision support system (DSS) based on computer program package called as AGRIPAL. Grouping of marine agroindustry development area and determining of development center was carried out using Cluster Analysis Method. Selection of priority potential commodity and determination of lead product were performed using Independent Preference Evaluation Method in the norm of Fuzzy Group Decision Making. Criteria applied to find out feasibility level of the lead products were Net Present Value, Internal Rate of Return, Benefit Cost Ratio, Break Even Point and Pay Back Period. Strategic analysis performed using Analysis Hierarchy Process Method. Analysis of elements interrelationship using Interpretative Structural Modelling Method.

Verification of the DSS AGRIPAL in Central Jawa Province showed that Central Java Province, in terms of marine fish resource, was divided into three development areas. Potential commodities for the City of Pekalongan (Development Area I) were scads, sardine and indian mackerel, with dried salted scads as a lead product. Potential commodities for Pati Regency (Development Area II) were scads, indian mackerel and marine catfish with boiled salted scads as a lead product. Cilacap regency (Development Area III) had tuna, skipjack and shrimp as potential commodities and canned tuna as a lead product. In terms of financial perspective, those lead products were suitable for condition and potency of the development areas and feasible to be implemented.

Strategic analysis informed that development of marine fishery agroindustry was to strengthen existing agroindustry. Determinative factors in the development of marine fishery agroindustry were market, human resources, and finance. Meanwhile, the objective of marine fishery agroindustry development should be directed to provide job opportunity, to widen business and to increase the added value products. The key elements of the players in the development of marine fishery agroindustry were Local and Central Governments. Raw material availability, investment fund and educated and skillful human resource were the key element of program requirements. Investment fund limitation was the key element for development constrain. The measures of the achivement were the reduction of unemployment and poverty levels, the increase of production volume and the increase of local government income. Activities needed for action plan were identification of feasible product to be developed, coordination among sectors and formation of government regulation as development support.

(4)

GIYATMI, 2005. Sistem Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut: Suatu Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan di Provinsi Jawa Tengah. Di bawah bimbingan MUSA HUBEIS sebagai Ketua Komisi, dengan anggota RIZAL SYARIEF dan AGUS HERI PURNOMO.

Agroindustri perikanan laut merupakan salah satu jenis industri pengolahan hasil perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan, mengingat potensi sumber daya ikan dari perairan laut nasional sangat besar. Namun demikian terdapat sejumlah persoalan yang menghambat pengembangannya, baik dari aspek produksi bahan baku (industri penangkapan) maupun aspek pengolahan produk (agroindustri).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sistem pengembangan agroindustri perikanan laut. Secara khusus tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Mengkaji dan merumuskan cara pengelompokan wilayah pada kawasan pengembangan dan pusat pertumbuhan agroindustri perikanan laut; (2) Mengidentifikasi dan merumuskan cara pemilihan komoditas potensial dan produk unggulan agroindustri perikanan laut, serta kelayakan usahanya di masing-masing kawasan pengembangan; (3) Menyusun strategi pengembangan dan cara pemberdayaan kelembagaan agroindustri perikanan laut; dan (4) Mengembangkan alternatif model pengembangan agroindustri perikanan laut berbasis Sistem Penunjang Keputusan.

Sistem pengembangan agroindustri perikanan laut dirancang dalam suatu program komputer dengan nama AGRIPAL (Agroindustri Perikanan Laut). Sub Model Kawasan untuk pengelompokan kawasan pengembangan agroindustri perikanan laut dan penentuan pusat pertumbuhan masing-masing kawasan dirumuskan dengan Metode Cluster Analysis; Sub Model Pemilihan untuk pemilihan prioritas komoditas potensial dan pemilihan produk unggulan dirumuskan berdasarkan Metode Independent Peference Evaluation (IPE) dalam kaidah Fuzzy Group Decision Making (FGDM); Sub Model Kelayakan untuk mengetahui tingkat kelayakan produk unggulan agroindustri perikanan laut dirumuskan dengan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return

(IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), dan Pay Back Period (PBP); Sub Model Strategi untuk memilih alternatif strategi pengembangan dirumuskan dengan metode Analysis Hierarchy Process (AHP); dan Sub Model Kelembagaan untuk menetapkan struktur elemen kelembagaan pengembangan agroindustri perikanan laut dirumuskan dengan metode

Interpretative Structural Modelling (ISM).

(5)

Berdasarkan analisis pada Sub Model Pemilihan diketahui bahwa komoditas potensial di Kota Pekalongan (KP I) adalah ikan layang, lemuru, kembung dan tongkol, dengan produk unggulan agroindustri ikan layang asin. Komoditas potensial di Kabupaten Pati (KP II) adalah ikan layang, kembung, manyung, selar, tembang dan lemuru, dengan produk unggulan ikan layang pindang. Kabupaten Cilacap yang merupakan pusat pertumbuhan di Kawasan Pengembangan III, komoditas perikanan potensialnya adalah ikan tuna, ikan cakalang dan udang, serta produk agroindustri unggulan adalah ikan tuna kaleng.

Pada perhitungan analisis kelayakan usaha produk unggulan (Sub Model Kelayakan), komoditas yang diperhitungkan merupakan campuran 2-4 komoditas potensial yang umumnya digunakan sebagai bahan baku oleh industri terkait. Perencanaan produksi bagi industri ikan asin dan ikan pindang masing-masing 1.800 ton/th dan 1.200 ton/th. Dengan asumsi umur proyek dan bunga kredit perbankan masing-masing 10 tahun dan 18%, usaha ikan asin dan pindang dinyatakan layak dengan NPV Rp 719,7 juta dan Rp 470 juta; IRR masing-masing 48,63% ; Net B/C 1,95 dan 1,89; PBP 3,76 tahun dan 4,10 tahun; serta BEP 1.127 ton untuk ikan asin dan 912 ton untuk ikan pindang. Bahan baku industri pengalengan ikan di Kabupaten Cilacap adalah ikan tuna Baby Yellow Fin, tuna

Albacore, cakalang dan tongkol Thunnus. Melalui perencanaan produksi sebesar 10.500 ton/th atau 35 ton/hari, umur proyek 20 tahun dan bunga kredit 18%, industri pengalengan ikan di Kabupaten Cilacap dinyatakan sebagai industri yang layak. Keputusan kelayakan didasarkan pada nilai NPV sebesar Rp 51 milyar; IRR 45,16%; Net B/C 1,97; PBP 3,59 tahun dan BEP 6.308 ton/th (+ 21 ton/hr).

Dari analisis sensitivitas didapatkan bahwa kelayakan finansial dari agroindustri ikan asin masih layak bila terjadi penurunan produksi sampai 55,56%, adanya kenaikan harga bahan baku tidak melebihi 3,63%, atau harga bahan produk turun sampai 3,06%. Usaha ikan pindang masih layak bila penurunan produksi tidak lebih dari 55,34%, kenaikan harga bahan baku maksimal 2,68% atau harga produk turun sampai 2,11%. Agroindustri ikan kaleng masih mampu menahan kelayakan bila terjadi penurunan produksi sampai 50,97% dan kenaikan harga bahan baku 19,51%, atau terjadi penurunan harga produk 10,36%.

(6)

perikanan laut. Keterbatasan modal merupakan elemen kunci dari kendala pengembangan yang harus diatasi. Untuk pencapaian tujuan pengembangan, tolok ukur yang dapat dijadikan elemen kunci adalah penurunan angka pengangguran dan kemiskinan, peningkatan volume produksi usaha dan peningkatan pendapatan daerah. Aktivitas kunci yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan dalam pengembangan dimulai dengan kemampuan mengidentifikasi produk agroindustri perikanan laut yang layak untuk dikembangkan, diikuti dengan melakukan koordinasi antar sektor terkait, serta perumusan peraturan-peraturan (pusat/daerah) yang relevan untuk mendukung pengembangan agroindustri perikanan laut.

Model konseptual dalam sistem pengembangan agroindustri perikanan laut ini dapat digunakan sebagai acuan pertimbangan kebijakan bagi para pengambil keputusan baik di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota maupun pelaku usaha untuk mengembangkan agroindustri perikanan laut. Keluaran hasil penelitian ini diharapkan akan mempermudah tahapan proses pengambilan keputusan secara transparan dan mudah ditelusuri sistematika ilmiahnya, khususnya untuk mengkaji pembentukan klaster wilayah berdasarkan sumber daya alam atau bentuk klaster lainnya, membuat urutan prioritas pilihan kebijakan dalam menentukan produk unggulan daerah dan strategi pengembangannya, determinasi elemen penting dalam pengembangan, serta membuat analisis kelayakan dan resiko usaha terkait. Selain itu, metodologi dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti berikutnya.

Sistem pengembangan agroindustri perikanan laut yang direkayasa melalui Model SPK AGRIPAL didesain secara fleksibel, artinya Model AGRIPAL tidak hanya dapat diaplikasikan di Provinsi Jawa Tengah, tetapi dapat juga diaplikasikan di daerah lain sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkan. Penyesuaian dalam aplikasi model ini dapat dilakukan melalui serangkaian identifikasi awal terhadap potensi, kondisi dan harapan yang hendak dicapai oleh masing-masing wilayah.

(7)

SISTEM PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI PERIKANAN LAUT

:

SUATU KAJIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

G I Y A T M I

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

D o k t o r

pada

Program Studi Ilmu Pangan

Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Disertasi : Sistem Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut : Suatu Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan di Provinsi Jawa Tengah

Nama Mahasiswa :

Nomor Pokok :

Program Studi :

Giyatmi

P09600006

Ilmu Pangan

Disetujui

Komisi Pembimbing

____________________________________________ Prof. Dr. Ir. H. MUSA HUBEIS, MS, Dipl. Ing., DEA

Ketua

_________________________________ ________________________________ Prof. Dr. Ir. H. RIZAL SYARIEF, DESS Dr. Ir. AGUS HERI PURNOMO, MSc.

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

________________________________ _______________________________________ Prof.Dr.Ir. B. SRI LAKSMI JENIE, MS. Prof.Dr.Ir. Hj. SYAFRIDA MANUWOTO, MSc.

(9)

Persembahan untuk kedua orang tua yang tiada lelah mendoakan

Serta suami dan buah hati tercinta yang penuh keikhlasan mendukung dan berkorban :

D

Drr. . IIrr. . H

H. . H

Haarri

i E

Ekko

o IIrriiaannttoo, , D

Diippll. . T

Teecchh.,

., A

AP

PU

U

H

Huussnna

a IIzz

zzaahhnniissa

a O

Om

meeggiittaa, ,

M

(10)

PRAKATA

And if all the trees on earth were pens and the ocean (were ink), with seven oceans behind it to add to its (supply), yet would not the words of Allah be exhausted (in

the writing) : for Allah is Exalted in power, full of Wisdom (The Holly Qur’an 31 : 27)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang mencoba mengangkat setitik dari kalam Illahi yang dikaruniakan di negara tercinta ini. Karya ilmiah dalam bentuk disertasi merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar doktor di Institut Pertanian Bogor. Tulisan ini disusun berdasarkan serangkaian penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2002 hingga bulan Maret 2005 di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing., DEA, Bapak Prof. Dr. Ir. H. Rizal Syarief, DESS dan Bapak Dr. Ir. Agus Heri Purnomo, MSc. Penghargaan dan ucapan terima kasih dari hati terdalam penulis sampaikan kepada ketiga pembimbing yang penuh kesabaran telah mencurahkan waktu dan perhatian bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

Pelaksanaan penelitian ini melibatkan begitu banyak pihak, diantaranya para praktisi, asosiasi, akademisi dan birokrat baik yang berada di pemerintahan pusat, maupun yang berada di Provinsi Jawa Tengah selaku pakar atau nara sumber. Nara sumber dari industri, diantaranya Ibu Esther Satyono (Dirut PT Ocean Mitramas), Bapak Ir. Tachmid WP (Dir. PT Bonecom), Bapak Hayono (Man. Prod. PT Juifa International Foods), Bapak Wukir Sudrajat (Man. Pengadaan PT Toxindo Prima), Bapak Ibrahim (Hasil Samudera), Bapak Wahirin (UD Mina Jaya Cipta Sentosa), Bapak Riswanto (SDP), dan Ibu Hj. Romlah Wagiman (Mina Artha). Dari pihak asosiasi, penulis diterima dengan sangat baik oleh Bapak Ir. Bambang Suboko (Dir. Eks. Gappindo) dan Bapak Hendri Sutandinata, MBA (Ka. APIKI). Dari pihak akademisi tercatat Bapak Prof. Dr. H. Suwarno T. Sukarto (TPG-Fateta-IPB) dan Ibu Dr. Mita Wahyuni (PHP-FPIK-(TPG-Fateta-IPB).

(11)

Kepada seluruh nara sumber tersebut di atas, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. W. Farid Mar’ruf, MSc. dan Dr. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA yang meluangkan waktu dan berkenan menjadi penguji pada ujian terbuka, serta Dr. Ir. Sukarno selaku penguji pada ujian tertutup.

Penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada Bapak Prof. DR. H. Sukamdani Sahid Gitosardjono dan Ibu Hj. Juliah Sukamdani, kedua orang tua kami yang tergabung di Yayasan Sahid Jaya, beliau berdua mengajarkan kepada penulis untuk tidak takut bermimpi untuk terus berkarya dan mengajarkan pada kami bagaimana membangun etos kerja dalam kerangka bahwa ‘hidup untuk saling menghidupi’. Penulis juga men yampaikan terima kasih atas restu dan ijin untuk meneruskan pendidikan di tengah tugas yang beliau amanahkan kepada penulis. Biaya pendidikan penulis diantaranya didukung oleh beasiswa dari Universitas Sahid, kepada Bapak Rektor dan Pembantu Rektor Universitas Sahid Jakarta penulis mengucapkan terima kasih. Penulis juga mendapat beasiswa BPPS dari Dirjen DIKTI dan dukungan dana selama pengambilan data dari Proyek APBN di lingkungan Pusris Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi, DKP, untuk kebaikan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pimpinan di kedua instansi tersebut.

Kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Ketua Program Studi Ilmu Pangan, Ketua Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, serta seluruh pejabat, dosen dan karyawan di dalamnya yang terlibat, penulis mengucapkan terima kasih atas ilmu dan pelayanan administratif yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan tanpa kendala berarti.

Memberikan spirit dan teman diskusi yang penuh kenangan, Ir. H. Farhat Umar, MSi., Ir. Rindam Latief, MSi., dan Dr. Ir. Kohar Sulistyadi, MSIE. Untuk rekan seperjuangan S2/S3 di IPN khususnya Sub Program Manajemen Industri Pangan dan untuk mas Roni Wijaya, terima kasih banyak atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh rekan kerja di Fakultas Teknologi Industri Pertanian dan Fakultas Teknik, atas segala dukungan moral dan doanya.

Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang tiada terbilang jasanya dalam mendukung penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, kiranya tidak ada sesuatu yang pantas penulis berikan, kecuali doa dan harapan bahwa Allah SWT akan mencatat dan membalas semua kebaikan tersebut. Tak lupa permohonan maaf bila penulis melakukan kesalahan baik yang disengaja atau tidak.

(12)

RIWAYAT HIDUP

GIYATMI, dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 6 Desember 1965 dari ayah pensiunan pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Sragen bernama Minto Pawiro dan ibu Siyem seorang pedagang yang ulet. Penulis merupakan anak keenam dari sembilan bersaudara.

Pendidikan Dasar diselesaikan penulis di SD Negeri 3 Sragen dan tamat pada tahun 1977, melanjutkan studi di SMP N 1 Sragen dan tamat pada tahun 1981. Pendidikan selanjutnya dijalani di SMA N 1 Sragen hingga tamat pada tahun 1984. Pada tahun yang sama, melalui program PMDK penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Pada tahun kedua, penulis menetapkan pilihan di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian hingga lulus pada tanggal 17 Desember 1988. Tahun 1995, penulis melanjutkan kuliah di Program Studi Ilmu Pangan, dengan mengambil kajian di bidang Mikrobiologi Pangan. Pendidikan Strata Dua tersebut diselesaikan pada tanggal 25 Mei 1998. Pada tahun 2000, penulis kembali mengambil pendidikan formal untuk Strata Tiga di Program Studi Ilmu Pangan. Penulis tertarik dengan bidang kajian Manajemen Industri Pangan.

Tiga bulan setelah lulus dari Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi – FATETA - IPB, penulis diterima sebagai staf pengajar di Akademi Gizi Muhammadiyah Semarang hingga penulis pada pertengahan tahun 1990 memutuskan untuk mengundurkan diri karena harus mendampingi suami tugas belajar di New Zealand. Melalui SK Rektor USAHID tanggal 31 Januari 1994, penulis kembali mengabdikan diri di dunia pendidikan, yaitu sebagai staf pengajar di Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Sahid Jakarta. Jabatan sebagai tenaga akademik Lektor Muda diperoleh penulis tanggal 1 Juli 1998, kemudian pada tanggal 9 Agustus 2000 meningkat menjadi Lektor Madya. Terhitung mulai tanggal 1 Juli 2002 hingga saat ini penulis meraih jabatan Lektor Kepala di bidang Mikrobiologi Pangan. Penulis mengawali karir dalam jabatan struktural sebagai Ketua Jurusan Teknologi Pangan pada bulan September tahun 1998, dan setahun kemudian pada bulan September 1999 diangkat untuk menduduki jabatan Dekan Fakultas Teknik. Kebijakan Universitas untuk mendirikan Fakultas Pertanian pada tahun 2001 (kini Fakultas Teknologi Industri Pertanian) membawa penulis pindah fakultas dengan tetap menduduki jabatan Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian hingga sekarang.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN...

Halaman xv xvii xxi

I.

II.

III.

IV.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... B. Tujuan Penelitian... C. Ruang Lingkup Penelitian ...

TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi dan Produksi Perikanan Laut ... ...……… B. Agroindustri Perikanan Laut ... C. Penanganan Pascapanen Perikanan Laut ... D. Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut ... E. Teori Sistem ... F. Sistem Penunjang Keputusan ... G. Analisis Klaster ... H. Evaluasi Pilihan Bebas ... I. Proses Hirarki Analitik ... J. Permodelan Struktural Interpretatif ... K. Analisis Kelayakan Finansial ... L. Konsep Strategi ... M. Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan ...

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran ... B. Metode Penelitian ... C. Pendekatan Sistem... D. Konfigurasi Model ...

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengelompokan Kawasan Pengembangan dan Penentuan Pusat Pertumbuhan ... B. Pemilihan Komoditas Potensial dan Produk Unggulan

Agroindustri Perikanan Laut ... C. Analisis Kelayakan Finansial Produk Unggulan Agroindustri Perikanan laut ... D. Strategi Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut ... E. Kelembagaan Agroindustri Perikanan Laut ... F. Implementasi Sistem Pengembangan Agroindustri Perikanan

(14)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

... ………

DAFTAR PUSTAKA

...

LAMPIRAN

...

Halaman

153

157

(15)

DAFTAR TABEL

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap pada tahun 1993 – 2002 ...………...

Potensi lestari dan pemanfaatan sumber daya perikanan laut pada Wilayah Pengelolaan Perikanan di Indonesia ...………...

Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan daerah perairan pantai Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2002 ……….

Kategori agroindustri berdasarkan tingkat transformasi bahan baku ...

Perlakuan produksi perikanan laut menurut cara perlakuan pada tahun 2002 ……….………....

Bentuk-bentuk penanganan pascapanen perikanan laut ……….

Komparasi penilaian berdasarkan skala Saaty ………...

Inventarisasi kebutuhan pelaku dalam sistem pengembangan agroindustri perikanan laut ...………...

Bobot kriteria penentuan pusat pertumbuhan agroindustri perikanan laut ...

Volume produksi perikanan laut Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1999 - 2003 ...

Kelompok wilayah dan pusat pertumbuhan kawasan pengembangan agroindustri perikanan laut Provinsi Jawa Tengah ...

Jumlah alat tangkap, armada penangkapan dan nelayan di Kabupaten Pati pada tahun 1998 – 2002 ...

Bobot kriteria pemilihan komoditas perikanan laut potensial ...

Skala prioritas komoditas perikanan laut potensial terpilih pada masing-masing kawasan pengembangan ...

Bobot kriteria pemilihan produk unggulan agroindustri perikanan laut

Skala prioritas pemilihan produk unggulan agroindustri perikanan laut Kota Pekalongan ...

(16)

17.

18.

19.

20.

21.

Skala prioritas pemilihan produk unggulan agroindustri perikanan laut Kabupaten Pati ...

Data pengolah hasil perikanan laut di Kabupaten Pati ...

Skala prioritas pemilihan produk unggulan agroindustri perikanan laut Kabupaten Cilacap ...

Asumsi kelayakan usaha produk unggulan agroindustri perikanan laut ...

Modal usaha produk unggulan agroindustri perikanan laut ...

Halaman

111

113

114

120

(17)

DAFTAR GAMBAR

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Struktur dasar sistem penunjang keputusan ...

Ilustrasi transformasi-z ...

Pembentukan jarak euclideus ...

Profil hirarki grup-grup hasil analisis klaster ...

Kerangka manajemen strategik ...

Diagram alir tahapan penelitian pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Diagram lingkar sebab akibat sistem pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Diagram input-output sistem pengembangan agroindustri perikanan laut di Provinsi Jawa Tengah ...

Konfigurasi model sistem pengambilan keputusan pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Hasil analisis pengelompokan kawasan pengembangan agroindustri perikanan laut di Provinsi Jawa Tengah ...

Volume produksi perikanan per kawasan pengembangan Jawa Tengah pada tahun 1994-2003 ...

Hasil analisis pengelompokan wilayah untuk pemilihan pusat pertumbuhan masing-masing kawasan di Provinsi Jawa Tengah ...

Volume produksi perikanan laut di kabupaten/kota unggulan pada masing-masing kawasan pengembangan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1994 – 2003 ...

Nilai produksi perikanan laut di kabupaten/kota unggulan pada masing-masing kawasan pengembangan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1994 – 2003 ...

Harga rataan komoditas perikanan laut di kabupaten/kota unggulan pada masing-masing kawasan pengembangan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1998 – 2003 ...

(18)

16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.

Laju peningkatan produksi perikanan laut di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1993 – 2002 ...

Volume produksi komoditas perikanan laut potensial Kota Pekalongan pada tahun 1994-2003 ...

Nilai produksi komoditas perikanan laut potensial Kota Pekalongan pada tahun 1994-2003 ...

Harga rataan komoditas perikanan laut potensial Kota Pekalongan pada tahun 1994-2003 ...

Volume produksi komoditas perikanan laut potensial Kabupaten Pati pada tahun 1994-2003 ...

Produksi perikanan laut Kabupaten Pati tahun 2003 ...

Nilai produksi komoditas perikanan laut potensial Kabupaten Pati pada tahun 1994-2003 ...

Harga rataan komoditas perikanan laut potensial Kabupaten Pati pada tahun 1994-2003 ...

Volume produksi komoditas perikanan laut potensial Kabupaten Cilacap pada tahun 1994-2003 ...

Nilai produksi komoditas perikanan laut potensial Kabupaten Cilacap pada tahun 1994-2003 ...

Harga rataan komoditas perikanan laut potensial Kabupaten Cilacap pada tahun 1994-2003 ...

Volume produksi ikan yang diolah menurut cara perlakuan di Kota Pekalongan pada tahun 1993 – 2002 ...

Volume produksi hasil pengolahan perikanan laut di Kabupaten Pati pada tahun 1996 – 2002 ...

Perkembangan volume dan nilai ekspor ikan kaleng Kabupaten Cilacap pada tahun 2000 – 2004 ...

Perkembangan volume dan nilai ekspor udang dan tuna beku Kabupaten Cilacap pada tahun 1997 – 2003 ...

Perubahan nilai IRR usaha ikan asin terhadap perubahan volume bahan baku, harga bahan baku dan harga produk ...

(19)

32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46.

Perubahan volume bahan baku, harga bahan baku dan harga produk pada masing-masing jenis ikan terhadap nilai IRR usaha ikan asin ...

Perubahan nilai IRR usaha ikan pindang terhadap perubahan volume bahan baku, harga bahan baku dan harga produk ...

Perubahan volume bahan baku, harga bahan baku dan harga produk pada masing-masing jenis ikan terhadap nilai IRR usaha ikan pindang ...

Perubahan nilai IRR usaha ikan kalengterhadap perubahan volume bahan baku, harga bahan baku dan harga produk ...

Perubahan volume bahan baku, harga bahan baku dan harga produk pada masing-masing jenis ikan terhadap nilai IRR usaha ikan kaleng ...

Hasil peramalan volume bahan baku dan volume produksi ikan kaleng ...

Hasil analisis strategi pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Hirarki elemen pelaku pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Grafik Dependence–Driver Power pelaku pengembangan

agroindustri perikanan laut ...

Hirarki elemen kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Grafik Dependence–Driver Power kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Hirarki elemen kendala dalam pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Grafik Dependence–Driver Power kendala dalam pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Hirarki elemen tolok ukur untuk pencapaian tujuan pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Grafik Dependence–Driver Power tolok ukur untuk pencapaian tujuan pengembangan agroindustri perikanan laut ...

(20)

47.

48.

49.

Hirarki elemen aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Grafik Dependence – Driver Power aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Elemen kunci yang mendukung strategi pengembangan agroindustri perikanan laut ...

Halaman

144

145

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Teknis penggunaan model AGRIPAL ...

Batas-batas Provinsi Jawa Tengah ...

Kabupaten/Kota di Pantai Utara Jawa Tengah yang memliki potensi sumber daya perikanan laut dan peta penyebaran lokasi pendaratan ikan ...

Kabupaten/Kota di Pantai Selatan Jawa Tengah yang memiliki potensi sumber daya perikanan laut dan peta penyebaran lokasi pendaratan ikan ...

Pengelompokan kawasan pengembangan daerah berpotensi produksi perikanan laut di Provinsi Jawa Tengah ...

Data produksi perikanan laut pada masing-masing kawasan dan kota unggulan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1994-2003 ...

Pelabuhan Perikanan dan Pusat Pendaratan Ikan di Provinsi Jawa Tengah ...

Bobot kriteria penentuan pusat pertumbuhan agroindustri perikanan laut ...

Data pendukung penentuan pusat pertumbuhan agroindustri perikanan laut Provinsi Jawa Tengah ...

Penentuan pusat pertumbuhan antar kawasan pengembangan agroindustri perikanan laut Provinsi Jawa Tengah ... Produksi perikanan laut di kabupaten/kota yang diunggulkan ...

Laju pertumbuhan volume produksi perikanan laut per kabupaten di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1993-2002 ……….

Laju pertumbuhan nilai produksi perikanan laut per kabupaten di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1993-2002 ……….

Bobot kriteria pemilihan komoditas perikanan laut potensial ...

Volume produksi perikanan menurut jenis ikan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1994-2002 ……….

(22)

16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.

Nilai produksi perikanan menurut jenis ikan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1994-2002 ...

Pemilihan komoditas perikanan laut potensial Kota Pekalongan ...

Pemilihan komoditas perikanan laut potensial Kabupaten Pati ……..

Pemilihan komoditas perikanan laut potensial Kabupaten Cilacap ….

Produksi komoditas agroindustri perikanan laut potensial Kota Pekalongan pada tahun 1994-2003………...

Produksi komoditas agroindustri perikanan laut potensial Kabupaten Pati pada tahun 1994-2003………...

Produksi komoditas agroindustri perikanan laut potensial Kabupaten Cilacap pada tahun 1994-2003 ………....

Bobot kriteria pemilihan produk unggulan agroinustri perikanan laut ...

Pemilihan produk unggulan agroindustri perikanan laut Kota Pekalongan ………...

Produksi ikan yang diolah menurut cara perlakuan di Kota Pekalongan pada tahun 1993-2002………...

Hasil analisis ikan layang segar, asin dan pindang ………..

Pemilihan produk unggulan agroindustri perikanan laut Kabupaten Pati ……….………..

Produksi ikan yang diolah menurut cara perlakuan di Kota Pekalongan pada tahun 1993-2002………...

Pemilihan produk unggulan agroindustri perikanan laut Kabupaten Cilacap ……….………..

Perkembangan volume dan nilai ekspor ikan kaleng Kabupaten Cilacap pada tahun 2000 – 2004………..

Perkembangan volume dan ekspor udang dan tuna beku Kabupaten Cilacap pada tahun 1997 – 2003 ...

(23)

32.

33.

34.

35.

36.

37.

Tetapan umum, investasi, modal usaha dan arus uang AIPL ikan asin ...

Tetapan umum, investasi, modal usaha dan arus uang AIPL ikan pindang ……….

Tetapan umum, investasi, modal usaha dan arus uang AIPL ikan kaleng ………...

Peramalan volume bahan baku dan produksi ikan kaleng …………

Perkembangan tingkat konsumsi ikan di Provinsi Jawa Tengah …...

Reachability matriks dan interpretasinya dari elemen struktur kelembagaan ………....

Halaman

210

213

216

221

222

(24)

A. Latar Belakang

Dalam perspektif ketahanan pangan nasional, ikan dan produk perikanan

memegang peranan penting sebagai penyedia bahan pangan sumber protein untuk

pemenuhan gizi masyarakat. Selain itu, kandungan asam lemak tidak jenuh

omega tiga yang tinggi dalam minyak ikan dilaporkan dapat memberikan banyak

keuntungan di bidang kesehatan, khususnya dalam upaya pencegahan penyakit

degenaratif, seperti penyakit jantung koroner. Asam lemak omega tiga,

eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahecsaenoic acid (DHA), diketahui dapat menurunkan kolesterol dalam darah (Kinsella, 1987). Kandungan rataan asam

lemak omega tiga pada minyak ikan lemuru dan tuna yang banyak ditemukan di

Indonesia masing-masing adalah 25,9% dan 29,5% (Irianto, 1992). Dengan

meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sehat yang

dicirikan oleh rendahnya kolesterol dan tingginya protein, telah memberikan

kecenderungan permintaan atas produk perikanan yang semakin meningkat

(Putro, 2002).

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menggambarkan selama

kurun waktu 2001 – 2003, kisaran persentase pengeluaran rataan per kapita/bulan

untuk kebutuhan konsumsi ikan adalah 5,17 – 6,37%. Dalam kurun waktu yang

sama, persentase ini lebih besar dibanding persentase pengeluaran sumber protein

hewani lainnya, yaitu daging 2,29 – 3,43% serta telur dan susu 2,86 – 3,72%

(BPS, 2004). Meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan masyarakat dan

kesadaran pada produk pangan yang lebih sehat diperkirakan akan mempengaruhi

peningkatan kebutuhan ikan. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai

garis pantai terpanjang di dunia, yaitu sekitar 81.000 km dan sebagian besar

(62%) wilayah kedaulatan Indonesia berupa laut yang memiliki luas total 5,8 juta

km2, yang terdiri dari 3,1 juta km2 perairan nusantara ditambah Zona Ekonomi

(25)

karena memiliki potensi lestari sumber daya perikanan laut 6,7 juta ton per tahun,

yaitu 4,4 juta ton pada perairan wilayah nusantara dan territorial, sekitar 2,3 juta

ton per tahun pada perairan ZEE Indonesia .

Dalam struktur perekonomian nasional, sektor perikanan memiliki peran

strategis sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa bagi negara.

Lapangan kerja yang terkait langsung dengan industri perikanan adalah usaha

produksi/penangkapan, usaha penanganan/pengolahan produk perikanan dari

yang berskala kecil (rumah tangga) sampai industri besar/modern, serta usaha

pelayanan jasa yang mendukung usaha produksi dan pengolahan. Jumlah nelayan

Indonesia mengalami peningkatan 3,86%, yaitu dari 3,1 juta orang pada tahun

2000 menjadi 3,5 juta orang pada tahun 2003. Pendapatan Domestik Bruto (PDB)

yang disumbangkan sektor perikanan pada tahun 2003 adalah Rp 44.794 M.

Nilai ini meningkat 26,04% dibanding tahun 2000 yaitu Rp 29.472 M. Dari sisi

penerimaan devisa negara, pada tahun 2003 devisa yang disumbangkan dari

ekspor hasil perikanan mencapai US$ 2,0 M dengan volume ekspor sebesar

696.290 ton. Volume ekspor tahun 2000-2003 mengalami peningkatan rataan per

tahun sebesar 11,0% dengan peningkatan nilai ekspor rataan per tahun sebesar

7,1% (DKP, 2004a). Apabila sektor perikanan ini mampu terus tumbuh positif,

pada gilirannya diharapkan akan dapat diandalkan untuk peningkatan

kesejahteraan nelayan, memperluas peluang kerja dan usaha sektor terkait, serta

meningkatkan pendapatan asli daerah dan negara.

Meskipun sektor perikanan secara keseluruhan tumbuh cukup

menggembirakan, tetapi masih menghadapi banyak permasalahan, baik dari sisi

produksi maupun penanganan pasca panen. Dari sisi produksi, hambatan yang

sering ditemui dalam pengembangan kinerja agroindustri perikanan laut secara

umum adalah ikan merupakan bahan pangan yang mempunyai sifat sangat mudah

rusak, sehingga tingkat kesegaran ikan yang menjadi prasyarat untuk pengolahan

menjadi produk lanjutan sulit dipenuhi. Hasil tangkapan untuk beberapa jenis

ikan bersifat musiman, sehingga mempersulit upaya untuk menjaga kontinuitas

bahan baku yang diperlukan dalam usaha industri. Pada agroindustri perikanan

tradisional, kendala yang dihadapi diantaranya adalah (1) penguasaan dan

(26)

keterampilan untuk melakukan diversifikasi produk olahan guna memperoleh nilai

tambah yang lebih besar; (2) rendahnya mutu bahan baku dan adopsi teknologi

menyebabkan mutu produk beragam dan cenderung rendah; (3) kurangnya

kemampuan modal dan manajerial yang menyebabkan kegiatan pengolahan masih

terbatas pada usaha-usaha kecil tradisional yang tersebar dengan target pemasaran

lokal (Dahuri, 2003; DKP, 2004b). Pola usaha ini agak menyulitkan dalam proses

pembinaan dan pengembangan (Nasution, 2002). Selain kontinuitas dan kualitas

bahan baku, agroindustri perikanan modern juga tidak luput dari berbagai kendala

lain, seperti (1) investasi yang dibutuhkan cukup besar, tetapi selama ini persepsi

bisnis perikanan masih dianggap beresiko tinggi; (2) rendahnya kemampuan

penanganan dan pengolahan hasil perikanan sesuai dengan selera konsumen dan

standarisasi mutu produk secara internasional; (3) lemahnya kemampuan

pemasaran produk perikanan, diantaranya dikarenakan lemahnya market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang pesaing, segmen pasar dan selera, serta belum memadainya prasarana dan sarana sistem transportasi dan

komunikasi untuk mendukung distribusi atau penyampaian produk perikanan dari

produsen ke konsumen secara tepat waktu. Kondisi semacam ini, terutama sangat

dirasakan di daerah terpencil di luar Jawa dan Bali (Dahuri, 2003; DKP, 2004b).

Sejak diberlakukannya UU mengenai otonomi daerah No. 22/1999, setiap

daerah semakin dituntut kemampuannya untuk mengidentifikasi potensi dan nilai

ekonomi yang dimiliki, serta mampu mengelola sumber daya perikanan dan

kelautan secara tepat dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Nasution (2002) mengungkapkan bahwa keragaman kondisi tiap daerah dalam hal

sosio-kultural tiap masyarakat, kuantitas dan mutu masyarakat, sarana dan

prasarana, iklim serta heterogenitas ketersediaan sumber daya alam menyebabkan

pengembangan pertanian dan agroindustri tidak dapat dilakukan secara terpusat.

Implikasi dari kondisi tersebut adalah bahwa setiap daerah seharusnya

mengembangkan komoditas pertanian sesuai dengan kondisi dan potensi yang

dimilikinya. Namun demikian, metodologi penentuan komoditas unggulan dan

produk unggulan daerah, serta penetapan wilayah pengembangan agroindustri

pada suatu daerah, dari waktu ke waktu memiliki kelemahan dan bahkan belum

(27)

pengambilan keputusan dalam pengusahaan agroindustri banyak diwarnai oleh

pengaruh birokrasi, seperti adanya perbedaan kriteria yang digunakan antar

instansi. Akibat kelemahan metodologi pengambilan keputusan tersebut, maka

muncul bias terhadap komoditas dan produk yang diunggulkan suatu wilayah.

Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu kajian terpadu dan

komprehensif tentang sistem pengembangan agroindustri yang mengolah hasil

perikanan pada setiap daerah atau wilayah yang sesuai dengan komoditas/produk

unggulannya. Adanya hubungan atau saling keterkaitan antara satu komponen

dengan komponen lain dalam pemenuhan kebutuhan akan membuat persoalan

semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam pemecahannya perlu dilakukan

dengan pendekatan sistem. Metode pendekatan sistem merupakan suatu

metodologi pemecahan masalah yang diawali dengan identifikasi serangkaian

kebutuhan dan menghasilkan sistem operasi yang efektif. Pada penelitian ini akan

diformulasikan sebuah model yang mengintegrasikan berbagai alat bantu dalam

sistem pengambilan keputusan yang terkait dengan masalah pengembangan

agroindustri perikanan laut.

Model yang dibangun diverifikasi di Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan

Provinsi Jawa Tengah sebagai tempat kajian dikarenakan provinsi ini merupakan

salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya perikanan

laut yang cukup besar, yaitu 281.204 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 1.122

M pada tahun 2002 (Diskanlut Prov. Jateng, 2003). Hasil tangkapan laut

tersebut berkontribusi 6,90% terhadap produksi perikanan laut nasional. Kondisi

perairan laut di sebelah utara Provinsi Jawa Tengah (perairan Laut Jawa) telah

mengalami overfishing, sebaliknya di pantai selatan (perairan Samudera Hindia) tingkat pemanfaatannya baru mencapai 57,92% (Dahuri, 2003). Profil

agroindustri perikanan laut di Jawa Tengah pada tahun 2002 menunjukkan bahwa

dari total produksi sebesar 281.204 ton, sebanyak 32% ikan dipasarkan dalam

bentuk segar dan 66% diolah secara tradisional dengan perlakuan

penggaraman/pengeringan, pemindangan, fermentasi dan pengasapan (Diskanlut

Prov. Jateng 2003). Profil agroindustri perikanan laut di Provinsi Jawa Tengah

ini tidak jauh berbeda dengan kondisi agroindustri perikanan laut nasional yang

(28)

2003; DKP, 2004b). Meskipun data nasional menunjukkan persentase kegiatan

pengolahan hasil tangkapan lebih rendah (+ 40%) dibanding persentase kegiatan

pengolahan di Provinsi Jawa Tengah (+ 70%), hal ini tidak dapat dilihat sebagai

suatu keberhasilan bahwa kegiatan agroindustri di Provinsi Jawa Tengah lebih

baik, karena pada kenyataannya dominasi bentuk usaha olahan tradisional yang

dilakukan diantaranya merupakan akibat kondisi hasil tangkapan yang kurang

baik. Di Provinsi Jawa Tengah, jenis agroindustri dengan olahan tradisional

merupakan usaha yang dominan di wilayah yang berada di pantai utara, dimana

produk yang dihasilkan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan pasar

domestik. Di wilayah pantai selatan Provinsi Jawa Tengah terdapat sejumlah

usaha agroindustri perikanan modern, seperti pengalengan dan pembekuan untuk

memenuhi pasar ekspor. Disamping itu, seperti pada umumnya, industri

pengolahan perikanan laut berada di dekat lokasi pendaratan ikan hasil tangkapan

yang tersebar di seluruh kabupaten/kota pantai. Profil agroindustri di Provinsi

Jawa Tengah ini diharapkan dapat memberikan gambaran pembangunan

agroindustri perikanan laut nasional yang diarahkan pada upaya peningkatan

pertumbuhan dan memperluas pemerataan pembangunan perikanan nasional.

Indikator peningkatan pertumbuhan, diantaranya adalah peningkatan Pendapatan

Asli Daerah (PAD) dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Perikanan,

peningkatan volume produksi, peningkatan volume dan nilai ekspor hasil

perikanan, dan peningkatan konsumsi ikan. Indikator memperluas pemerataan,

diantaranya adalah perluasan lapangan kerja, perluasan kesempatan berusaha yang

ditunjukkan dengan bertambahnya unit industri, dan distribusi pendapatan untuk

peningkatan taraf hidup nelayan dan pelaku usaha agroindustri.

Secara khusus, permasalahan pengembangan agroindustri perikanan laut

dirumuskan sebagai berikut : (1) Bagaimanakah perumusan cara pengelompokan

kawasan pengembangan dan pusat pertumbuhan agroindustri perikanan laut ?; (2)

Bagaimanakah perumusan cara pemilihan komoditas potensial dan produk

unggulan agroindustri perikanan laut, serta kelayakan usahanya di masing-masing

kawasan pengembangan ?; (3) Bagaimanakah perumusan penyusunan strategi dan

kelembagaan pengembangan agroindustri perikanan laut ?; dan (4) Bagaimanakah

(29)

mendukung rekomendasi, pengkajian ulang dan penerapan lain terkait dengan

perubahan situasional ?

B. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini ditujukan untuk mengkaji pengembangan

agroindustri perikanan laut. Secara khusus tujuan penelitian adalah sebagai

berikut :

1 Mengkaji dan merumuskan cara pengelompokan wilayah pada kawasan

pengembangan dan pusat pertumbuhan agroindustri perikanan laut.

2 Mengidentifikasi dan merumuskan cara pemilihan komoditas potensial dan

produk unggulan agroindustri perikanan laut, serta kelayakan usahanya di

masing-masing kawasan pengembangan.

3 Menyusun strategi pengembangan dan cara pemberdayaan kelembagaan

agroindustri perikanan laut.

4 Mengembangkan alternatif model pengembangan agroindustri perikanan laut

berbasis Sistem Penunjang Keputusan.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Agrondustri perikanan laut yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah

usaha penanganan/pengolahan berbahan baku hasil perikanan tangkap dari laut

oleh nelayan. Sistem agroindustri perikanan laut secara definitif adalah kumpulan

elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai tujuan usaha

penanganan/pengolahan yang berbahan baku hasil perikanan laut. Dalam sistem

agroindustri perikanan laut, perlu ditekankan bahwa pentingnya peranan

pascapanen bukan hanya terbatas pada bagaimana mempertahankan agar produk

ikan segar yang dihasilkan tidak menurun mutunya, atau seberapa besar nilai

tambah yang dihasilkan melalui penerapan teknologi pascapanen, namun juga

merupakan suatu mata rantai penghubung antara kegiatan produksi primer

(30)

Dalam sistem pengembangan agroindustri perikanan laut perlu

diperhatikan beberapa hal antara lain (1) tersebarnya wilayah yang memiliki

potensi perikanan laut, (2) banyaknya ragam/jenis komoditas perikanan, sehingga

jumlah rataan tiap komoditas menjadi relatif kecil, (3) terdapat berbagai ragam

perlakuan (teknologi) pascapanen, tetapi terdapat sejumlah keterbatasan dalam

pengusahaan, diantaranya kondisi bahan baku (jumlah, mutu dan

kesinambungan), permodalan, sumber daya manusia dan pasar, (4) studi mengenai

kelayakan yang menyangkut biaya – laba (cost-benefit) pada berbagai jenis usaha agroindustri perikanan laut sehingga prospek dan resiko usaha dapat

diperhitungkan lebih baik, dan (5) penentuan fokus strategi dan elemen-elemen

struktural yang penting dalam sistem agroindustri perikanan laut.

Sistem pengembangan agroindustri perikanan laut direkayasa melalui

suatu model berbasis komputer yang ditujukan untuk membantu para pengambil

keputusan, baik di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, para pelaku

usaha yang bergerak dalam agroindustri perikanan laut, maupun pihak-pihak lain

yang terkait dengan pengembangan agroindutri perikanan laut. Keluaran hasil

penelitian ini diharapkan akan mempermudah tahapan proses pengambilan

keputusan secara transparan dan mudah ditelusuri sistematika ilmiahnya,

khususnya untuk mengkaji pembentukan klaster wilayah berdasarkan sumber

daya alam ataupun bentuk klaster lainnya, membuat urutan prioritas pilihan

kebijakan dalam menentukan produk unggulan daerah dan strategi

pengembangannya, determinasi elemen penting dalam pengembangan, serta

membuat analisis kelayakan dan resiko usaha terkait. Selain itu, metodologi dan

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi dan Produksi Perikanan Laut

Dalam periode sepuluh tahun terakhir (1993 – 2002), produksi perikanan

tangkap Indonesia meningkat rataan 3,59% per tahun, yaitu dari 3.194.938 ton

meningkat menjadi 4.378.496 ton. Produksi penangkapan ikan di laut, pada

periode tersebut meningkat rataan 3,93% per tahun, atau meningkat dari

2.886.289 ton pada tahun 1993 menjadi 4.073.506 ton pada tahun 2002 (Tabel 1).

Dari Tabel 1 tersebut diketahui bahwa lebih dari 90% produksi perikanan

nasional berasal dari perikanan laut. Perkembangan produksi perikanan laut

merupakan akibat penambahan kuantitas dan mutu prasarana dan sarana

penangkapan ikan.

Tabel 1. Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap pada tahun 1993 – 2002 (dalam ton)

Tahun Perikanan Laut Perairan Umum Jumlah

1993 2.886.289 308.649 3.194.938

1994 3.080.168 336.141 3.416.309

1995 3.292.930 329.710 3.662.640

1996 3.383.456 335.707 3.719.163

1997 3.612.961 304.258 3.917.219

1998 3.723.746 288.666 4.012.412

1999 3.682.444 327.627 4.010.071

2000 3.807.191 318.334 4.125.525

2001 3.966.480 310.240 4.276.720

2002 4.073.506 304.989 4.378.496

Rataan kenaikan 3,93 % 0,08% 3,59%

(32)

Menurut Prasetyo, et al., (1996), operasionalisasi pemanfaatan potensi sumber daya perikanan dibagi atas empat kelompok :

1. Sumber daya demersal, yaitu jenis ikan yang hidup di dasar atau dekat dasar

perairan. Beberapa jenis ikan demersal merupakan jenis ikan bernilai

ekonomis tinggi, seperti kakap putih dan kerapu. Jenis ikan lainnya adalah

petek, bawal putih, manyung, kakap merah atau bambangan dan beberapa

jenis udang seperti udang jerbung, udang windu, udang dogol dan udang

krosokan.

2. Sumber daya pelagis kecil, yaitu jenis ikan yang berenang di permukaan atau

dekat permukaan air. Jenis ikan ini, diantaranya ikan kembung, bentong,

layang dan selar.

3. Sumber daya pelagis besar, yaitu jenis ikan permukaan yang berukuran besar

dan mempunyai sifat ruaya (pengembara) yang sangat jauh. Berdasarkan

ukurannya, ikan pelagis besar dibagi atas tuna besar dan tuna kecil.

Kelompok tuna besar diantaranya adalah tuna mata besar, albakora, tuna sirip

biru utara, tuna sirip hitam, sedangkan kelompok tuna kecil, diantaranya

cakalang dan tongkol.

4. Biota laut lainnya, seperti kerang-kerangan, rumput laut, cumi-cumi dan

teripang.

Berdasarkan potensi dan penyebaran sumber daya ikan laut di perairan

Indonesia yang disusun oleh Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya

Ikan Laut Tahun 1998, potensi lestari dan pemanfaatan sumberdaya perikanan

laut pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di Indonesia dapat dilihat pada

Tabel 2.

Dari Tabel 2 diketahui, bahwa secara keseluruhan Selat Malaka dan Laut

Jawa tingkat pemanfaatannya telah melebihi potensi lestarinya. Laut Banda

lebih dari 80% potensi lestarinya juga telah dimanfaatkan, sedangkan wilayah

pengelolaan perikanan lainnya, yaitu Laut China Selatan, Selat Makassar dan

Laut Flores, Laut Arafura, Laut Seram dan Teluk Tomini, Laut Sulawesi dan

Samudera Pasifik, serta Samudera Hindia masih sangat potensial untuk

(33)

Potensi lestari adalah potensi sumber daya perikanan dimana pada saat

dieksploitasi sumber daya perikanan tersebut tetap dalam kondisi lestari.

Tabel 2. Potensi lestari dan pemanfaatan sumber daya perikanan laut pada Wilayah Pengelolaan Perikanan di Indonesia

Potensi & Produksi : (103 ton/tahun)

Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Kelompok

Sumber Daya

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Perairan Indonesia Ikan Pelagis Besar Potensi Produksi Pemanfaatan 27,67 36,27 OE 66,08 35,16 UE 55,00 137,82 OE 193,60 85,10 UE 104,12 29,10 UE 50,86 34,56 UE 106,51 37,46 UE 175,26 153,43 FE 366,26 188,28 UE 1.165,36 756,17 UE Ikan Pelagis Kecil Potensi Produksi Pemanfaatan 147,30 132,70 FE 621,50 205,53 UE 340,00 507,53 OE 605,44 333,35 UE 132,00 146,47 OE 468,66 12,31 UE 379,44 119,43 UE 384,75 62,45 UE 526,57 26,56 UE 3.605,66 1.764,33 UE Ikan Demersal Potensi Produksi Pemanfaatan 82,40 146,29 OE 364,80 54,69 UE 375,20 334,92 FE 87,20 167,38 OE 9,32 43,20 OE 202,34 156,60 UE 88,84 32,14 UE 54,86 15,31 UE 135,13 134,83 OE 1.365,09 1.085,50 UE Ikan Karang Konsumsi Potensi Produksi Pemanfaatan 5,00 21,60 OE 21,57 7,88 UE 9,50 48,24 OE 34,10 24,11 UE 32,10 6,22 UE 3,10 22,58 OE 12,50 4,63 UE 14,50 2,21 UE 12,88 19,42 OE 145,25 156,89 OE Udang Penaeid Potensi Produksi Pemanfaatan 11,40 49,46 OE 10,00 70,51 OE 11,40 52,80 OE 4,80 36,91 OE 0,00 0,00 UE 43,10 36,67 FE 0,90 1,11 OE 2,50 2,18 FE 10,70 10,24 OE 94,80 259,94 OE Lobster Potensi Produksi Pemanfaatan 0,40 0,87 OE 0,40 1,24 OE 0,50 0,93 OE 0,70 0,65 FE 0,40 0,01 UE 0,10 0,16 OE 0,30 0,02 UE 0,40 0,04 UE 1,60 0,16 UE 4,80 4,08 FE Cumi-cumi Potensi Produksi Pemanfaatan 1,86 3,15 OE 2,70 4,89 OE 5,04 12,11 OE 3,88 7,95 OE 0,05 3,48 OE 3,39 0,30 UE 7,13 2,86 UE 0,45 1,49 OE 3,75 6,29 OE 28,25 42,51 OE TOTAL Potensi Produksi Pemanfaatan 271,06 389,28 OE 1.057,05 379,90 UE 794,64 1.094,41 OE 929,72 655,45 UE 277,99 228,48 FE 771,55 263,37 UE 590,52 197,54 UE 632,72 287,11 UE 1.076,89 623,78 UE 6.409,21 4.068,42 UE Keterangan :

• Keterangan WPP : 1. Selat Malaka, 2. Laut China Selatan, 3. Laut Jawa, 4. Selat Makassar dan Laut Flores, 5. Laut Banda, 6. Laut Arafura, 7. Laut Seram dan Teluk Tomini, 8. Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, 9. Samudera Hindia

• Kategori eksploitasi : Pemanfaatan 100% = over exploited (OE), Pemanfaatan 80-100% = full exploited (FE), Pemanfaatan < 80% = under exploited (UE)

Sumber : DKP, 2004b

(34)

Secara khusus, perairan pantai Provinsi Jawa Tengah terbagi dalam dua

wilayah, yaitu perairan pantai utara Pulau Jawa yang menghadap Laut Jawa dan

perairan pantai selatan Pulau Jawa yang menghadap Samudera Hindia. Perbedaan

wilayah penangkapan ini mempengaruhi volume produksi dan jenis ikan yang

dihasilkan. Pada Tabel 3 disajikan produksi perikanan laut di Provinsi Jawa

Tengah berdasarkan jenis ikan dan daerah perairan pantai yang merupakan lokasi

pendaratan ikan.

Tabel 3. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan daerah perairan pantai Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2002 (dalam ton)

Jenis ikan Pantai Selatan Jawa Pantai Utara Jawa Total

Layang - 56.260.600 56.260.600

Selar - 15.204.800 15.204.800

Teri - 3.671.400 3.671.400

Tembang - 39.817.800 39.817.800

Lemuru 209.600 12.173.300 12.382.900

Kembung 6.500 16.662.400 16.668.900

Tengiri 171.600 5.492.200 5.663.800

Layur 274.400 3.236.100 3.510.500

Tuna 1.666.000 - 1.666.000

Cakalang 2.523.700 - 2.523.700

Tongkol 203.800 14.396.700 14.600.500

Peperek - 15.728.800 15.728.800

Manyung 39.900 6.832.000 6.871.900

Beloso - 1.374.100 1.374.100

Merah - 3.921.800 3.921.800

Tigawaja 74.600 5.711.000 5.785.600

Cucut 412.700 2.886.100 3.298.800

Pari 143.400 3.653.100 5.956.300

Ikan lainnya 1.749.100 52.160.400 53.909.500

Udang 790.200 1.759.800 2.550.000

Cumi-cumi 58.800 3.111.100 3.169.900

Ubur-ubur 4.433.800 4.433.800 4.433.800

Lain-lain 1.536.600 695.900 2.232.500

Total 14.294.700 266.909.200 281.203.900

(35)

B. Agroindustri Perikanan Laut

Menurut Austin (1992) dan Brown (1994), agroindustri adalah industri

yang mengolah bahan baku hasil pertanian yang berupa tanaman atau hewan,

yang meliputi transformasi dan pengawetan yang melalui perubahan fisik atau

kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Soekartawi (2000)

menyatakan bahwa agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari

produk pertanian (minimal 20% dari total bahan baku), dengan penekanan pada

manajemen pengolahan pangan. Hasil pertanian mencakup hasil pertanian

pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan (Gumbira-Sai’id dan

Intan, 2001; Hubeis, 2003)

Austin (1992) mengkategorikan agroindustri dalam 4 (empat) level, yang

digolongkan atas aktivitas proses yang dikerjakan, yaitu agroindustri level 1

(pembersihan, pengkelasan dan penyimpanan), agroindustri level 2 (pemisahan,

penggilingan, pemotongan dan pencampuran), agroindustri level 3 (perebusan,

pengalengan, pembekuan, ekstraksi dan pasteurisasi), dan agroindustri level 4

(pengubahan kandungan kimia dan teksturisasi). Kategori agroindustri tersebut

[image:35.612.91.512.479.701.2]

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kategori agroindustri berdasarkan tingkat transformasi bahan baku

Level Agroindustri Aktivitas Proses Contoh Produk

Level 1 Pembersihan

Pengkelasan Penyimpanan

Buah-buahan segar Sayuran segar Telur segar

Level 2 Pemisahan

Penggilingan Pemotongan Pencampuran

Daging Tepung

Level 3 Perebusan

Pasteurisasi Pengalengan Pembekuan Ekstraksi Dehidrasi

Buah kaleng Sayuran kaleng Gula

Daging rebus

Level 4 Pengubahan kimia

Teksturisasi

Makanan instan

(36)

Agroindustri merupakan salah satu subsistem dalam sistem agribisnis.

Suatu sistem agribisnis yang lengkap terdiri atas (1) subsistem agribisnis hulu

(up-stream agribusiness), yakni kegiatan industri dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi usaha tani seperti pembibitan, agrokimia,

agro-otomotif dan agri-mekanik; (2) subsistem usaha tani (on-farm agribusiness), yakni kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi usaha tani yang

menghasilkan produk pertanian primer; (3) subsistem agribisnis hilir ( down-stream agribusiness), yakni kegiatan industri yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan (intermediate/finished product) beserta perdagangan dan konsumennya; dan (4) subsistem jasa penunjang ( agro-institution and agro-service), yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis seperti perbankan, infrastruktur, litbang, pendidikan dan penyuluhan/

konsultasi, transportasi, dan lain-lain (Saragih, 2001). Subsistem agribisnis hilir

lazim dikenal sebagai agroindustri (Gumbira-Sa’id dan Intan, 2001).

Lebih lanjut Saragih (2001) mengungkapkan bahwa agroindustri dapat

menjadi suatu sektor yang memimpin (leading sector) yang didasarkan pada pemikiran sebagai berikut : pertama, agroindustri memiliki keterkaitan yang

besar, baik ke hulu maupun ke hilir. Agroindustri pengolah, yang menggunakan

bahan baku hasil pertanian, memiliki keterkaitan yang kuat dengan kegiatan

budidaya pertanian maupun dengan konsumen akhir atau kegiatan industri lain.

Keterkaitan yang erat ini merupakan hal logis dan sebagai konsekuensinya akan

menciptakan pengaruh ganda yang besar terhadap kegiatan-kegiatan tersebut.

Kedua, produk-produk agroindustri, terutama agroindustri pengolah, umumnya

memiliki nilai elastisitas permintaan akan pendapatan yang relatif tinggi (elastis)

jika dibandingkan dengan produk pertanian dalam bentuk segar atau bahan

mentah. Maka dapat dikatakan bahwa dengan semakin besarnya pendapatan

masyarakat, akan semakin terbuka pula pasar bagi produk agroindustri. Hal ini

akan memberikan prospek baik bagi kegiatan agroindustri, dan dengan demikian

akan memberikan pengaruh pula kepada seluruh kegiatan yang mengikutinya.

Ketiga, kegiatan agroindustri umumnya memiliki basis pada sumber daya alam.

Oleh karena itu, dengan dukungan potensi sumber daya alam Indonesia, akan

(37)

kompetitif di pasar dunia, disamping dapat memiliki pasar domestik yang cukup

terjamin. Keempat, kegiatan agroindustri umumnya menggunakan masukan yang

dapat diperbaharui, sehingga keberlangsungan kegiatan ini dapat lebih terjamin.

Kelima, agroindustri merupakan sektor yang telah dan akan terus memberikan

sumbangan besar. Data empiris menunjukan, terjadi kecenderungan peningkatan

pangsa ekspor produk pertanian olahan, dan di lain pihak harga produk pertanian

primer cenderung mengalami gejolak pasar yang lebih tidak pasti. Keenam,

agroindustri yang memiliki basis di pedesaan akan mengurangi kecenderungan

perpindahan tenaga kerja yang berlebihan dari desa ke kota.

Perkembangan agroindustri ke depan perlu diarahkan pada pendalaman

struktur agroindustri lebih ke hilir, dengan tujuan menciptakan nilai tambah

(added value) sebesar mungkin di dalam negeri, mendiversifikasi produk yang mengakomodir preferensi konsumen, dalam memanfaatkan segmen-segmen pasar

yang berkembang, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional (Saragih,

2001; Nasution, 2002), mampu menyediakan lapangan kerja yang khususnya

mampu menarik tenaga kerja sektor pertanian ke sektor industri (agroindustri

sebagai proses antara) dan memperbaiki pembagian pendapatan dan menarik

investor untuk mendukung pembangunan sektor pertanian (Nasution, 2002).

Menurut Poernomo, et al. (2001), tingkat pengusahaan sumber daya perikanan di Indonesia yang rataan telah mencapai 62%, ternyata belum

diimbangi oleh kegiatan peningkatan nilai tambah secara sistematik melalui

industri pengolahan hasil perikanan. Data nasional (Tabel 5) menunjukkan bahwa

kurang lebih hanya 40% dari total produksi perikanan laut diolah terlebih dahulu

sebelum dikonsumsi, dengan perincian 30,86% diolah secara tradisional dan

hanya 12,03% yang diolah dalam bentuk modern seperti pembekuan, pengalengan

dan pembuatan tepung ikan. Dari data tersebut terlihat bahwa industri pengolahan

ikan didominasi tiga macam pengolahan, yaitu pengeringan/penggaraman

22,35%, pemindangan 4,05% dan pembekuan 9,27%.

Salah satu kendala yang dihadapi industri perikanan, baik industri yang

berteknologi maju maupun industri pengolahan tradisional adalah kesulitan

memperoleh bahan baku, karena kedua jenis industri tersebut hanya

(38)

2001). Ketersediaan bahan mentah merupakan persyaratan mutlak yang

diperlukan untuk menjamin keberlanjutan suatu kegiatan industri pengolahan,

termasuk industri perikanan. Bahan mentah tersebut harus memenuhi syarat, baik

secara kuantitas maupun mutu. Bahkan bagi industri yang mengolah limbah

perikanan, mutu bahan baku yang tinggi merupakan prasyarat yang tidak dapat

ditawar lagi (Widiasto, 2000; Poernomo, et al. 2001). Banyak perusahaan yang tidak dapat beroperasi pada kapasitas produksi dan bahkan banyak diantaranya

berhenti beroperasi, akibat tidak tesedianya bahan mentah yang memadai (Irianto,

et al. 2001). Salah satu penyebabnya, adalah corak perikanan rakyat mendominasi (87%) armada perikanan Indonesia menghasilkan tangkapan

bermutu rendah. Hal lainnya adalah banyaknya jenis yang dihasilkan dan dalam

volume yang tidak terlalu besar, dianggap sebagai kendala tersendiri dalam

menentukan prioritas jenis agroindustri.

Tabel 5. Perlakuan produksi perikanan laut menurut cara perlakuan pada tahun 2002 (dalam ton)

Jawa Tengaha) Total Indonesia b) Cara Perlakuan

Jumlah % Jumlah %

Total 281.267 100,00 4.073.506 100,00

Dipasarkan segar 90.170 32,06 2.323.886 57,05

Pengeringan/penggaraman 126.641 45,02 910.581 22,35

Pemindangan 41.884 14,89 164.815 4,05

Terasi 142 0,05 29.884 0,73

Peda 44 0,02 6.849 0,17

Peragian

Kecap ikan 0 0,00 9 0,00

Pengasapan 10.108 3,59 69.262 1,70

Pengawetan

Lain-lain 7.577 2,69 75.946 1,86

Pembekuan 3.467 1,23 377.526 9,27

Pengalengan 1.027 0,36 66.333 1,63

Pembuatan tepung ikan 206 0,07 48.415 1,19

a)

Diskanlut Prov. Jateng, 2003.

b)

(39)

Permasalahan yang dihadapi oleh industri perikanan tidak hanya pasokan

bahan baku, melainkan juga ketersediaan dan keterbatasan akses kepada

teknologi, sumber modal dan pemasaran, sumber daya manusia dan kultur, serta

masalah-masalah kelembagaan, termasuk di dalamnya peraturan dan perundangan

(Poernomo, et al., 2001; Nasution, 2002). Heruwati, et al. (2001) menyatakan bahwa salah satu kelemahan agribisnis perikanan adalah jauhnya jarak antara

lokasi pengolahan ikan dengan lokasi produksi bahan baku. Kelemahan ini

berdampak pada mengalirnya nilai tambah ekonomi perkotaan, yang biasanya

merupakan lokasi pengolahan ikan, sementara produsen bahan baku selain tidak

menikmati nilai tambah,juga menanggung resiko penurunan mutu kesegaran ikan.

C. Penanganan Pascapanen Perikanan Laut

Ikan dan produk perikanan merupakan bahan pangan yang mudah rusak

(perishable), sehingga diperlukan upaya penanganan yang tepat untuk mencegah proses pembusukan atau segera dilakukan pengolahan, yang sekaligus merupakan

upaya untuk pengawetan. Mengacu pada pengkategorian agroindustri

berdasarkan tingkat transformasi bahan baku yang dikemukakan oleh Austin

(1992) dan bentuk-bentuk pemanfaatan hasil perikanan oleh Suparno dan Irianto

(1995) dan Poernomo, et al. (1988), maka penanganan pascapanen perikanan laut secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6.

1. Penanganan ikan hidup

Perdagangan ikan hidup untuk konsumsi merupakan trend baru dalam perdagangan dunia bagi komoditas hasil perikanan. Ikan hidup merupakan

suatu jaminan mutu yang sangat prima, bila dibandingkan segala bentuk

komoditas lain, baik dalam bentuk segar maupun olahan. Oleh karena itu,

komoditas ini dihargai tinggi di pasaran (Suparno dan Irianto, 1995).

Penanganan atau transportasi ikan hidup umumnya dilakukan untuk

hasil laut yang mempunyai nilai ekonomis sangat tinggi, misalnya ikan kerapu

(40)

tong-tong plastik dan tabung oksigen untuk sistem basah dan dikemas kering

dengan serbuk gergaji, setelah ikan dilakukan pemingsanan terlebih dahulu.

Tabel 6. Bentuk-bentuk penanganan pascapanen perikanan laut

No Penanganan pascapanen Cakupan

1. Penanganan ikan hidup - sistem basah

- sistem kering

2. Penanganan ikan segar - tanpa es

- pemberian es

3. Pengolahan tradisional - pengasinan

- pengeringan - pemindangan - pengasapan - fermentasi

4. Pembekuan -

5. Pengalengan -

6. Surimi -

7. Reduksi - penepungan

- ekstraksi minyak

8. Lain-lain - kerupuk

- dendeng - petis - dll

Sumber : Modifikasi dari Austin, 1992, Suparno dan Irianto, 1995, serta Poernomo, et al., 1988.

2. Penanganan ikan segar

Ikan segar, dalam hal ini adalah ikan yang telah mati dan pada keadaan

tersebut mudah sekali busuk. Dengan demikian, setelah ikan mati harus

secepatnya dilakukan penanganan untuk memperlambat atau mencegah proses

pembusukan akibat proses autolisis, kimiawi dan bakterial (Suparno dan

Irianto, 1995). Pemasaran segar adalah pemasaran hasil tangkapan dalam

keadaan belum mengalami perubahan bentuk atau dalam bentuk belum diolah.

Pada saat ini, praktek penanganan ikan laut segar sudah agak lebih maju.

Kesadaran para nelayan maupun pedagang akan pentingnya es dalam menjaga

kesegaran ikan sudah semakin meningkat. Di samping itu, fasilitas pendaratan

(41)

ideal. Pengangkutan antar kota maupun antar Provinsi sudah menggunakan

es, bahkan beberapa industri besar telah menggunakan truk yang dilengkapi

dengan unit pendingin. Pada usaha ekspor, dipergunakan peti kemas yang

dilengkapi dengan unit pendingin (Poernomo, et al., 1988).

Praktek yang dilakukan pedagang kelas menengah atau kecil,

umumnya dalam transportasi ikan segar adalah menyusun ikan dengan es

selapis demi selapis dalam kotak kayu, keranjang bambu, tong/kotak dari

bahan plastik. Untuk keperluan penangkapan, nelayan menggunakan palka

ikan dan peti-peti berinsulasi dengan sistem air laut yang didinginkan sebagai

sarana pendingin atau dengan membawa bongkahan es selama masa

penangkapan.

3. Pengolahan tradisional

Dalam penanganan pasca panen hasil perikanan laut, pengolahan

tradisional menduduki tempat teratas dalam pemanfaatan ikan dalam bentuk

olahan. Praktek pengolahan tradisional umumnya hampir sama di tiap daerah,

dengan sedikit variasi sesuai dengan kebiasaan lokal. Praktek ini dilakukan

secara turun temurun dan praktis tidak mengalami perubahan berarti.

Penggaraman dan Pengeringan. Penggaraman adalah salah satu

teknik pengawetan makanan yang paling awal diterapkan dalam kehidupan

manusia. Konsentrasi garam yang tinggi di sekitar ikan menghasilkan

pertukaran air dalam ikan dengan garam. Pengurangan air dari ikan

menyebabkan terjadinya penghambatan pertumbuhan bakteri penyebab

kebusukan ikan. Kandungan garam 6-7% atau lebih tinggi pada umumnya

dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri halofilik

biasanya tidak dapat tumbuh pada kadar garam 3,5%, tetapi tumbuh dengan

baik pada konsentrasi garam antara 12% sampai dengan jenuh (Motohiro,

1992).

Pada dasarnya, ada 3 macam cara penggaraman, yaitu secara kering,

basah dan kombinasi keduanya. Penggaraman kering dilakukan dengan

(42)

yang dihasilkan dibuang melalui lubang di dasar wadah penggaraman. Hal

tersebut dilakukan untuk penggaraman ikan-ikan berukuran besar.

Penggaraman basah merupakan cara penggaraman dengan merendam ikan

dalam larutan garam. Cara ini sering dilakukan untuk ikan kecil seperti teri.

Cara ketiga merupakan cara yang paling banyak dilakukan, yaitu menyusun

ikan dan garam secara berlapis dalam wadah penggaraman dan kemudian

dituangi dengan larutan garam. Cara ini cukup efektif, karena kejenuhan

larutan garam akan terjaga dengan adanya kristal garam. Perbandingan antara

kristal garam dengan berat ikan berkisar 20 – 30%. Larutan garam digunakan

berkali-kali, bahkan sampai 25 kali, tergantung keadaan larutan. Lama

penggaraman 4 – 24 jam, tergantung jenis ikan dan tingkat keasinan yang

dikehendaki (Poernomo, et al., 1988). Setelah penggaraman selesai, ikan dicuci untuk menghilangkan kristal garam yang melekat di permukaan,

kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari (penjemuran) selama 1 – 3 hari.

Pemindangan. Pemindangan adalah suatu cara pengawetan ikan

jangka pendek yang telah digunakan di banyak negara, khususnya Asia

Tenggara. Daya simpan produk bervariasi dari satu atau dua hari sampai

beberapa bulan, tergantung pada metode pengolahan yang diterapkan (Clucas

and Ward, 1996).

Pada dasarnya, pemindangan merupakan kombinasi antara proses

penggaraman dan perebusan. Pemindangan dilakukan dengan merebus ikan

dalam media bergaram selama waktu tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam

cara pemindangan, yaitu pemindangan kering dan basah. Pemindangan kering

dilakukan dengan merebus ik

Gambar

Tabel 4.   Kategori agroindustri berdasarkan tingkat transformasi bahan baku
Gambar 1.  Struktur dasar Sistem Penunjang Keputusan (Eriyatno,  1999)
Gambar 5.   Kerangka manajemen strategik
Gambar 6.  Diagram alir tahapan penelitian pengembangan agroindustri perikanan laut
+7

Referensi

Dokumen terkait