• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan sistem pengambilan keputusan didasarkan pada pengembangan hubungan logis persoalan keputusan kedalam suatu model matematik dan model informasi yang mencerminkan hubungan antar faktor yang terlibat. Pemodelan dan analisis pada dunia nyata harus memperhitungkan faktor ketidakpastian yang bersifat inheren. Pada banyak kasus ketidakpastian tidak sama dengan keacakan (randomness), tetapi bersifat fuzziness yang tidak dapat direpresentasikan secara matematis dalam teori peluang.

Tidak semua masalah dalam dunia nyata dapat dinyatakan secara eksak dengan derajat kebenaran pada selang [0.1], yaitu antara” ya dan tidak. Hampir

Cabang 1 2 3 4 5 C1 C2 C3 Akar

semua masalah mengandung ketidakpastian yang dinyatakan dengan kata–kata “mendekati”, “kira–kira”, “hampir”, “sedikit lebih besar dari”, “sedikit lebih kecil dari” yang kenyataannya sulit dikuantifikasi dalam besaran eksak, sehingga dinamakan “fuzzy”. Representasi himpunan fuzzy pada masalah antara ya dan tidak digunakan pendekatan seperti probabilitas.

Di dalam proses pemilihan komoditas potensial dan produk unggulan agroindustri perikanan laut memerlukan evaluasi semua alternatif berdasarkan kriteria yang dinilai oleh para pakar dengan menggunakan metoda evaluasi pilihan bebas (Independent Preference Evaluation atau IPE) dengan kaidah fuzzy. Metoda tersebut, dirancang berdasarkan kriteria ganda dan dinilai dalam bentuk label linguistic. Teknik evaluasi pilihan bebas mengevaluasi kesukaan atau pilihan yang dilakukan dengan metoda perhitungan non-numerik. Label linguistik dipresentasikan dalam 5 skala, yaitu (1) Sangat Rendah (SR); (2) Rendah (R); (3) Sedang (S); (4) Tinggi (T); (5) Sangat Tinggi (ST).

Untuk mengidentifikasi faktor/kriteria digunakan metoda Ordered Weighted Averaging (OWA-Operators). Jika x adalah suatu keputusan yang terdiri atas beberapa alternatif A1, A2,…,An; dan n – kriteria. Setiap kriteria Aj, Aj (x)

( )

0,1 menunjukkan seberapa besar x memenuhi kriteria yang bersangkutan. Untuk menunjukkan suatu kisaran nilai, maka Aj (x)I. Fungsi keputusan menyeluruh dari derajat x yang memenuhi persyaratan kriteria diinginkan dinyatakan D (x)

I

∈ . Salah satu faktor utama penentuan struktur fungsi agregasi adalah keterkaitan antar kriteria yang terlibat. Ada dua kasus ekstrim yaitu (1) situasi yang diinginkan oleh semua kriteria dapat dipenuhi, maka disebut sebagai “and”- operator dan (2) situasi yang diinginkan salah satu kriteria dapat memuaskan semua pihak yang disebut “or”-operator (Yager 1988).

Pada kasus (1), x harus memenuhi A1 dan A2 dan A3…dan An , yang diformulasikan dalam bentuk fungsi keputusan menyeluruh sebagai berikut. D(x) = T(A1 (x), A2 (x),…,An (xn)), dan T adalah operator t-norms operator, yang memenuhi syarat commutative, monotonic, dan associative yang dibutuhkan sebagai operator agregasi. Yager (1988) menunjukkan salah satu implikasi dari sifat operatort-norm untuk semua aj (j=1,2,.,n) dinyatakan

T (a1, a2, …, an ) Min (a1, a2, …, an) untuk semua aI

T(a,a) = a, menunjukkan sifat idempoten, dan

T(1,a) = a, menunjukkan kondisi “allness”

Pada kasus (2), x memenuhi A1 atau A2 atau A3…atau An. yang dirumuskan dalam bentuk fungsi keputusan menyeluruh berikut :

D(x) = S(A1 (x), A2 (x),…,An (xn))

Keterangan :

S adalah operator co-t-norms operator, yang memenuhi syarat sebagai operator agregasi, kecuali bahwa untuk semua aj (j= 1,2,…,n)

dinyatakan : S (a1, a2, …, an ) Max (a1, a2, …, an ), sehingga

untuk semua aI.S(a,a) = a yang menunjukkan sifat idempoten dan

S (0,a) = a, yang menunjukkan kondisi “at least one”.

Pada persoalan Multi Expert Multi Criteria Decision Making (ME - MCDM), proses agregasi berada pada posisi di antara kasus (2) dua ekstrim tersebut. OWA – operator merupakan operator agregasi yang dengan mudah dapat melakukan penyesuaian atau menggabungkan diantara “and” -operator dan

“or” - operator.

Untuk melakukan evaluasi preferensi Non-Numerik secara bebas Yager (1993) merumuskan suatu metode komputasi non-numerik untuk proses pengambilan keputusan kelompok secara fuzzy. Metode komputasi dilakukan secara bertahap yaitu (1) agregasi terhadap kriteria ganda, kemudian (2) agregasi terhadap semua pakar.

Agregasi Terhadap Kriteria Ganda. Untuk melakukan agregasi terhadap kriteria ganda setiap proposal Pi , setiap pakar akan memberikan suatu himpunan

yang terdiri dari n nilai, yaitu

( ) ( )

( )

[

Pik q1 ,Pik q2 ,...,Pik qn

]

Keterangan : ) ( j ik q

P adalah rating dari proporsal ke-i pada kriteria ke- j oleh pakar ke- k. Pik(qj) adalah elemen dalam himpunan S.dan tingkat kepentingan setiap kriteria dinyatakan sebagai (q j ), dengan skala

Yager (1993) merumuskan formula agregasi kriteria, sehingga didapatkan unit skor setiap proposal oleh setiap pakar, sebagai berikut :

[

(

( )

j

)

ik

( )

j

]

j

ik Min Neg I q P q

P = ∨

Agregasi Terhadap Semua Pakar. Pada proses agregasi semua pakar dilakukan penentuan suatu fungsi agregasi Q, yang menunjukkan generalisasi ide banyak pakar yang dibutuhkan untuk mendukung suatu keputusan. Untuk nilai Q(i) diambil dari skalaS= {s1, s2, …,sn}, dimana i merupakan nilai dari 1 s/d m.

Yager (1993) menunjukkan bentuk khusus dari Q apabila skala S hanya dua yaitu : “tidak ada’ dan “sempurna”. Jika diperlukan pa ling sedikit persetujuan

m pakar untuk pengambilan keputusan , maka Q(i) =”tidak ada” untuk i < m, dan Q(i) =”sempurna” untuk im. Jumlah titik penilaian q pada skala kardinal S

dan jumlah pakar r adalah (r=1,2,…k), maka untuk semua i = 0,1,2,…,r fungsi

Q dapat digunakan rumus :

Q (k) = Sb ( k) dan ( )             − + = r q k Int bk 1 1

Agregasi keputusan pakar dapat dirumuskan berdasarkan metode OWA- operator.

( )

[

j

]

r j i Max Q j B P = =1,.., ∧ Keterangan :

Pi adalah agregasi pendapat gabungan pakar terhadap proposal ke-i. Qj dapat dilihat sebagai petunjuk seberapa penting kelompok memandang jumlah pakar yang mendukung suatu nilai skor yang diputuskan. Bj adalah skor tertinggi ke – j di antara unit skor yang diberikan pakar untuk proporsal ke-i (Pik).

[

Q

( )

jBj

]

merupakan pembobot skor terbaik dari objek ke-j, dan terdapat sejumlah j pakar yang mendukung keputusan skor tersebut.

I. Proses Hirarki Analitik

Proses Hirarki Analitik atau Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu analisis yang dapat dipakai dalam pengambilan keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem dan membantu melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan. Metode ini digunakan dalam memodelkan problema- problema dan pendapat-pendapat, dimana permasalahan telah benar-benar dinyatakan secara jelas, dievaluasi, diperbincangkan dan diprioritaskan untuk dikaji (Saaty, 1980). AHP yang disampaikan oleh Saaty (1980) sebagai pengkajian terhadap kondisi nyata tanpa melalui proses penyederhanaan, tetapi mempertahankan model yang kompleks seperti semula. Untuk itu masalah nyata yang kompleks, dan tidak terstruktur perlu dilakukan penyusunan beberapa bagian komponen atau peubah pada struktur bangunan secara hirarki

Hirarki adalah abstraksi struktur suatu sistem, dimana fungsi hirarki antar komponen dan dampaknya pada sistem secara keseluruhan dapat dipelajari. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, semuanya tersusun ke bawah dari sutu puncak (tujuan akhir), turun ke suatu sub tujuan (sub objective), kemudian faktor-faktor pendorong (forces) yang mempengaruhi sub tujuan tersebut, serta pelaku (actors) yang memberikan dorongan, turun ke tujuan-tujuan pelaku aktor dan kebijakan-kebijakannya, strategi-strateginya dan hasil dari strategi tersebut selanjutnya timbul pertanyaan yang berkaitan dengan hirarki ini, bagaimana dan berapa besar suatu faktor individu dari tingkat yang lebih rendah pada hirarki itu mempengaruhi faktor puncak, yaitu tujuan utama, karena pengaruh ini tidak akan seragam bagi semua faktor dan untuk itu perlu dilakukan identifikasi terhadap intensitasnya, atau sering disebut dengan menyusun prioritas (Fewidarto, 1996).

Teknik analisis AHP digunakan untuk menemukan pemecahan masalah yang bersifat strategis dengan prinsip kerja : decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency.

Decomposition. Decomposition merupakan pemecahan permasalahan yang utuh menjadi beberapa bagian komponennya. Untuk mendapatkan hasil

kajian yang teliti diperlukan proses penyusunan komponen pada beberapa tingkatan / hirarki.

Comparative Judgement. Comparative Judgement merupakan penilaian terhadap masalah berdasarkan kepentingan reklatif dua (2) komponen pada tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian tersebut, merupakan faktor penting dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas komponen. Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matrix pairwise comparation.

Synthesis of Priority. Synthesis of Priority merupakan penentuan peringkat bebrapa komponen berdasarkan penilaian kepentingan relatif. Penentuan peringkat dilakukan berdasarkan nilai eigen vector pada setiap matrix pairwise comparation untuk mendapatkan local priority. Untuk mendapatkan

global priority harus dilakukan sintesis terhadap local priority. Proses pengurutan berdasarkan kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

Logical Consistency. Logical Consistency merupakan proses untuk menjamin semua komponen dikelompokkan secara logis dan dilakukan prioritas secara konsisten sesuai kriteria yang logis.

AHP membuka kesempatan adanya perbedaan pendapat dan konflik sebagaimana yang terjadi dalam kondisi nyata dalam usaha mencapai konsesus. Langkah yang dilakukan pada metoda AHP, yaitu : (1) Mengidentifikasi sasaran/cita-cita utama (ultimate goals) pada puncak hirarki sebagai (focus), (2) Menyusun kekuatan pendorong (forces), (3) Menentukan pelaku (actors), (4) Menetapkan beberapa tujuan (objectives) yang dimungkinkan dan (5) Menentukan prioritas pilihan dalam berbagai alternatif (Alterniatives ). Semua problema sistem tidak dapat dipecahkan melalui komponen yang terukur seperti keadaan ya dan tidak (1 dan 0), karena ada kondisi perbedaan kepentingan.

AHP mencoba memecahkan masalah dengan cara membandingkan masukan secara berpasangan berdasarkan skala yang dapat membedakan setiap

pendapat serta mempunyai keteraturan dalam nilai skala komparasi Saaty : 1 sampai dengan 9 yang ditunjukkan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Komparasi penilaian berdasarkan skala Saaty

Saaty (1993) telah membuktikan bahwa nilai skala komparasi 1 sampai dengan 9 merupakan pengambilan keputusan individual yang baik dalam pendekatan sistem dengan pertimbangan ketelitian yang ditunjukkan pada nilai

RMS (Root Means Square) dan MAD (Mean Absolute Deviation).

Untuk menyusun prioritas dilakukan identifikasi terhadap intensitas masalah yang merupakan faktor dominan. Teknik komparasi berpasangan menerapkan penilaian para pakar berdasarkan skala komparasi berpasangan, sehingga membentuk matriks segi (nxn). Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan prioritas yang dicari berdasarkan nilai eigenvector dan untuk mendapatkan konsistensi penilaian diukur berdasarkan nilai eigenvalue. Revisi Pendapat dapat dilakukan jika rasio konsistensi (CR) pendapat cukup tinggi, dan dianggap konsisten jika mempunyai nilai < 0,1.

J. Permodelan Struktural Interpretatif

Teknik Permodelan Struktural Interpretatif (Interpretative Structural Modelling atau ISM) merupakan suatu proses pengkajian kelompok dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis dan kalimat. Teknik ISM terutama ditujukan untuk pengkajian suatu tim, namun bisa juga dipakai oleh seorang peneliti (Eriyatno, 1999). Metodologi dan

Nilai Keterangan

1 Sama pentingnya

3. Sedikit lebih penting

5 Jelas lebih penting

7 Sangat jelas lebih penting 9 Mutlak lebih penting

2,4,6,8 Jika terjadi keraguan jawaban antara 2 nilai yang berdekatan 1/ (1-9) kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1 - 9

teknik ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi sub-sistem. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem akan memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan pengambilan keputusan yang lebih tinggi.

Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji. Menentukan tingkat jenjang mempunyai banyak pendekatan, diantaranya dengan pendekatan lima kriteria. Pertama, kekuatan pengikat dalam dan antar kelompok atau tingkat. Kedua, frekuensi relatif dari oskilasi (guncangan) dimana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari yang di atas. Ketiga, konteks dimana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat daripada ruang yang lebih luas. Keempat, liputan dimana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah. Kelima, hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat di tingkat di bawahnya (Eriyatno, 1999).

Program yang sedang ditelaah penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen dimana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen sampai dipandang memadai. Studi dalam perencanaan program yang terkait memberikan pengertian mendalam terhadap berbagai elemen dan peranan kelembagaan guna mencapai solusi yang lebih baik dan mudah diterima. Teknik ISM memberikan basis analisis dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna dalam formulasi kebijakan dan perencanaan strategis. Menurut Saxena yang dikutip oleh Eriyatno (1999), program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu : (1) sektor masyarakat yang terpengaruhi; (2) kebutuhan dari program; (3) kendala utama; (4) perubahan yang dimungkinkan; (5) tujuan dari program; (6) tolok ukur untuk menilai setiap tujuan; (7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan; (8) ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas; dan (9) lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.

Selanjutnya, untuk setiap elemen dari program yang dikaji dijabarkan menjadi sejumlah sub-elemen menggunakan masukan dari pakar. Setelah itu hubungan kontekstual antar sub-elemen yang mengandung suatu pengarahan

seperti “apakah tujuan A lebih penting daripada tujuan B ?”, dan ”apakah lembaga A lebih berperan daripada lembaga B?”. Perbandingan berpasangan yang menggambarkan ada atau tidak adanya keterkaitan antar sub-elemen didapat berdasarkan pendapat pakar. Jika pendapat pakar lebih dari satu dilakukan agregasi.

Hubungan kontekstual pada matriks perbandingan berpasangan disusun

structural self interaction matrix (SSIM). Penyusunan SSIM menggunakan simbol V, A, X, dan O.

V adalah eij=1 dan eji=0

A adalah eij=0 dan eji=1

X adalah eij=1 dan eji=1

O adalah eij=0 dan eji=0

Pengertiannya adalah simbol 1 menunjukkan terdapat atau ada hubungan kontekstual, sedangkan simbol 0 menunjukkan tidak ada ubungan kontekstual antar sub-elemen ke –i dan ke -j.

Hasil penilaian structural self interaction matriks (SSIM) selanjutnya dibuat tabel reachability matiks (RM) melalui perubahan VAXO menjadi bilangan 1 dan 0. Matriks tersebut dikoreksi lebih lanjut menjadi matriks tertutup yang memenuhi aturan transitivitas.

Klasifikasi sub-elemen mengacu pada hasil olahan RM yang memenuhi aturan transitivitas. Hasil olahan dari nilai driver power (DP) dan nilai

dependence (D) digunakan untuk menentukan klasifikasi sub-elemen yang dibedakan menjadi empat sektor, dibawah ini :

Sektor 1 : Weak driver-weak dependent variables (AUTONOMOUS).Sub-elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau mungkin mempunyai hubungan kecil, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Jika nilai DP < 0,5 jumlah sub-elemen, dan nilai D < 0,5 jumlah sub-elemen, maka akan diklasifikasikan sektor 1. Sektor 2 : Weak driver-strongly dependent variables (DEPENDENT). Sub- elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya adalah sub-elemen yang tidak bebas. Jika nilai DP < 0,5 jumlah sub-elemen, dan nilai D > 0,5 jumlah sub-elemen, maka akan diklasifikasikan sektor 2.

Sektor 3 : Strong driver-strongly dependent variables (LINKAGE). Sub-elemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, karena hubungan antar sub-elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub- elemen akan memberikan dampak terhadap sub-elemen yang lain dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Jika nilai DP > 0,5 jumlah sub-elemen, dan nilai D > 0,5 jumlah sub-elemen, maka akan diklasifikasikan sektor 3.

Sektor 4 : Strong driver-weak dependent variables (INDEPENDENT). Sub- elemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Jika nilai DP < 0,5 jumlah sub- elemen, dan nilai D < 0,5 jumlah sub-elemen, maka akan diklasifikasikan sektor 4.