FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN
KINERJA POSYANDU DI KABUPATEN MAROS
PROVINSI SULAWESI SELATAN
OLEH
:
ASMARUDIN PAKMRI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
ASMARUDIN PAKHRI. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Posyandu di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Dibi~nbing oleh I-IARDINSYAH dan DODlK BRIAWAN.
Posyandu sebagai unit pelayanan kesehatan terdepan kinejanya diperkirakan menurun semenjak krisis ekonomi. Di Sulawesi Selatan proporsi posyandu pumama dan ~nandiri tahun 1997 berturut-turut 15,8 % dan 2,2 % namun tahun 2000 turun menjadi 13,l % dan 2,O %. Penelitian ini bertujuan menggali faktor-faktor yang berhubungan kinerja posyandu di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Studi ini menggunakan rancangan "cro.v.s-.secrionuY, dilaksanakan pada bulan Mei
-
Juli 2001 di wilayah Puskesmas Bantimurung, Carangki dan Mandai. Unit contoh adalah posyandu, meliputi 3kategori, yaitu pratama, madya dan purnama. Semua pospandu yang memenuhi kriteria diambil sehingga diperoleh contoh 82 posyandu (pratama 27, madya 26 dan pumama 29).
Data input dan proses posyandu serta faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan kinerja posyandu dikumpulkan dengan wawancara terhadap kader, sedangkan data output menggunakan data sekunder pencatatan posyandu. Instrumen yang digunakan adalah formulir penilaian kineria ~ o s y a n d u - . . dari Hardinsyah, dkk (1999). Jawaban diberi skor 0, 5 atau 10, dan dianalisis dengan bantuan progal; SPSS 10.
Kinerja posyandu di daerah penelitian tergolong kurang, baik input, proses maupun output. Secara rinci komponen yang terlemah adalah partisipasi masyarakat dalam penimbangan, penyuluhan dan alat peraga. Demikian juga skor pembinaan posyandu, swadaya masyarakat dan partisipasi tokoh masyarakat masih rendah, kecuali skor motivasi kader tergolong sedang. Dengan uji Anova diketahui kinerja posyandu (input, proses dan output) pumama lebih baik dari posyandu madya dan kine j a posyandu madya lebih baik dari posyandu pratama (p < 0,05). Demikian juga pembinaan posyandu dan motivasi kader pada posyandu pumarna lebih baik dari posyandu madya &an pada posyandu madya lebih baik dari posyandu pratama (p < 0,lO).
Uji regresi berganda menunjukkan motivasi kader. pernbinaan posyandu dan partisipasi tokoh masyarakat mempunyai hubungan positif dengan input dan total kinerja posyandu serta ketiga faktor tersebut terdapat perbedaan pada masing-masing tipe posyandu. Di samping itu motivasi kader dan pernbinaan posyandu berhubungan positif dengan proses posyandu; serta pembinaan posyandu dan parlisipasi tokoh masyarakat berhubungan positif dengan output posyandu.
Instrumen penilaian kinerja posyandu Depkes (1999) secara umum memiliki korelasi yang besar dengan total kinerja posyandu dari instrumen Hardinsyah, dkk (1999) sehingga keduanya dapat digunakan szsuai keperluan proyam. Penggabungan kedua jenis instrumen penilaian kineja posyandu dengan memilih komponen komponen- komponen yang memiliki korelasi, sensitivitas dan spesitisitas yang tinggi dapat menghasilkan instrumen dengan reliabilitas yang tinggi pula.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul :
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Posyandu di Kabupaten Maros
Provinsi Sulawesi Selatan
Adalah benar-benar merupakan h a i l kalya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas, dapat
diperiksa kebenarannya.
Bogor, April 2002
Asmarudin Pakhri
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KINERJA POSYANDU DI KABUPATEN MAROS
PROVINSI SULAWESI SELATAN
ASMARUDIN PAKHRI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk ineinperoleh e l a r Magister Sains pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Posyandu
di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan
Nama Mahasiswa : Asmarudin Pakhri
Nomor Pokok : 9949 1
Program Studi : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing,
Dr.
8'
Ir. Ha dinsvah. MS KetuaIr. Dodik Briawan. MCN Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Propam Studi r Program Pascasarjana ,
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
@\"---
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan. MS
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rangkasbitung, Banten, pada tanggal 13 September 1956
sebag
Tahun
tahun
mahas'swa
i anak kedua dari tujuh bersaudara dari ayah H. Hasan (Alrn) dan ibu Nawiah.
1983 penulis rnenikah dengan Husniar dan dikarunia dua putera, Firman
Wijayt.kusurna dan Fajar Rabbikusuma.
Pendidikan pada Akaderni Gizi Departernen Kesehatan di Jakarta ditempuh mulai
1977 dan diselesaikan tahun 1980. Tahun 1989 penulis diterima sebagai
program alih jenjang pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasan
1
ddin dan rnenarnatkannya tahun 1991. Mulai September 1999 penulis diterirnasebaga
Keluar;a.
khususnya
rnahasiswa pascasarjana IPB Progam Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Kesehatan,
Proyek Pendidikan Guru, Dosen dan lnstruktur (Gudosin).
Pada tahun 1981-1995 penulis belierja pada Kantor Wilayah Departemen
Propinsi Sulawesi Selatan, sebagai staf seksi gizi. Mulai tahun 1995
PRAKATA
Alhamdulillahi Robbil A'lamin, bersyukur kepada Allah Swt yang dengan rahmat
dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang bejudul : Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kineja Posyandu di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan.
Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir.
l-lardinsyah, MS selaku ketua komisi pembiinbing dan Ir. Dodik Briawan, MCN selaku
anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan dan dukungan yang diberikan sejak
saat perencanaan penelitian sehingga terselesaikannya tesis ini. Di samping itu
penghargaan disampaikan kepada Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Maros
serta Kepala Puskesmas dan staf Puskesmas di daerah penelitian yang membantu dan
inemberi dukungan dalam penelitian ini.
Kepada rekan-rekan mahasiswa pascasarjana Program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga Angkatan 1999, terima kasih atas kebersamaan dan semua
dukungan kerjasar~lanya selama studi. Kepada Pak Saefuddin, Pak Akmal, Ibu Atit dan
l'ak Azis teriina kasih atas segala bantuan yang diberikan.
Ucapan terima kasih yang terhingga penulis haturkan kepada Ibuku Umi dan
lsteriku f-lusniar dan kedua anakku : Firman dan Fajar, atas segala dukungan dan doanya
selama studi sampai selesainya tesis ini.
Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu disini, terima kasih
atas segala bantuan yang diberikan selama studi dan penyusunan tesis. Semoga Allah
Swt memberikan balasan yang lebih baik.
Bogor, April 2002
DAFTAR
ISIDAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN ... 1
... TINJAUAN PUSTAKA ...
:.
Perkembangan Posyandu ... Peran Posyandu ...
. .
Penilaian Kinerja Posyandu ...
. .
Mot~vasi Kader ... Swadaya Masyarakat ... Pembinaan Posyandu ...
Partisipasi Tokoh Masyarakat ...
KERANGKA PEMIKRAN ... 25
METODE ... 28 Desain. Tempat dan waktu ... 28 Teknik Penarikan Contoh ... 28 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 30
. .
Pengolahan dan Anahsis Data ... 32 .
.
Definlsi Operasional ... 38
HASlL DAN PEMBAHASAN ... Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...
. .
Karaktensnk Contoh ...
Keragaan Komponen Kinerja Posyandu ... Perbandingan Antar Komponen Kinerja Posyandu ... Keragaan Faktor-faktor yang Diduga Berhubungan Kinerja Posyandu ... Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kine j a Posyandu ... Pemilihan 1ndika:or Kine rja Posyandu ...
KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 94
DAFTAR TABEL
1 Tingkat Kinerja Posyandu Menurut 8 Indikator Depkes ... 12
2 Jenis Data. Cara Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 32
3 Skor pada Komponen Motivasi Kader ... 33
4 Skor pada Kornponen Swadaya Masyarakat ... 34
5 Skor pada Kornponen Pembinaan Posyandu ... 34
6 Skor pada Kornponen Partisipasi Tokoh Masyarakat ... 35
7 Indikator Kineja Posyandu Depkes (1999) ... 37
...
8 Perkembangan Posyandu di Kabupaten Maros. Periode 1997-2000 43
9 I'ola Penyakit Berdasarkan 10 Besar Penyakit Rawat Jalan di Puskesmas di Kabupaten Maros Tahun 2000 ... 44
10 Nasil Pelacakan Kejadian Luar Biasa Biasa KEP Desember 1999 dan
Desember 2000 ... 45
1 1 Jurnlah Posyandu yang Diteliti dan Tidak Diteliti ... 46
12 Jurnlah Kader. Kegiatan Arisan dan luran PMT di Posyandu Contoh ... 47
13 Pendidikan. Status Perkawinan dan Pekerjaan Kader Posyandu Contoh ... 48
14 Urnur. Lamanya Jadi Kader dan Kesertaan Kursus Kader Posyandu Contoh 48
I5 Keragaan Komponen Proses Posyandu Menurut Tipe Posyandu ... 53
16 Rata-rata Nilai Skor Kornponen Kinerja Posyandu Menurut Tipe Posyandu 55
17 Rata-rata Skor Komponen Alat dan Bahan Posyandu Menurut Tipe Posyandu ... 56
19 Rata-rata Nilai Skor Kegiatan Proses Posyandu Menurut Tipe Posyandu.. .
20 Rata-rata Skor Komponen Persiapan Posyandu Menurut Tipe Posyandu
2
1 Rata-rata Skor Ko~nponen Peni~nbangan Menurut Tipe Posyandu ... ... . ..
.22 Rata-rata Skor Kompnen Penyuluhan Menurut Tipe Posyandu . ..
23 Rata-rata Skor Komponen Paket Gizi & Kesehatan Menurut Tipe Posyandu
24 Rata-rata Skor Komponen Pelaporan Menurut Tipe Posyandu.
25 Rata-rata Skor Komponen Output Menurut Tipe Posyandu . .. .. .
...
..
. . . . .. . ..26 Hasil Uji Regresi Antar Input dengan Proses Posyandu
27 Hasil Uji Regresi Antar Proses dengan Output Posyandu
28 Nasil Uji Regesi Antar Komponen Proses dengan Output Posyandu
29 Nilai Rata-rata Skor Faktor yang Diduga Berhubungan Kinerja Posyandu Menurut Tipe Posyandu.. . . .. . . ... .. . ... . . ... . . .. . . ..
..
30 Rata-rata Skor Komponen Motivasi Kader Menurut Tipe Posyandu.. . .
3 1 Rata-rata Skor Komponen Swadaya Masyarakat Menurut Tipe Posyandu.. .
32 Rata-rata Skor Kompnen Pembinaan Posyandu Menurut Tipe Posyandu
33 Rata-rata Skor Komponen Partisipasi Tokoh Masyarakat Menurut Tipe Posyandu
34 Nilai Rata-rata Skor Faktor yang Berhubungan Kinerja Posyandu
35 Hasil Uji Regresi Antar Motivasi Kader, Swadaya Masyarakat, Pembinaan dan Partisipasi Tokoh Masyarakat dengan Input Posyandu ... ... ... ... ... ... .
36 Uasil Uji Regresi Antar Motivasi Kader, Swadaya Masyarakat, Pembinaan dan Partisipasi Tokoh Masyarakat dengan Proses Posyandu . .. ... ... ... . . . .. .
37 Hasil Uji Regresi Antar Motivasi Kader, Swadaya Masyarakat, Pembinaan dan Partisipasi Tokoh Masyarakat dengan Persiapan Posyandu ... ... . . . ... . ..
39 1-lasil Uji Reyesi Antar Motivasi Kader, Swadaya Masyarakat, Pembinaan ... dan Partisipasi Tokoh Masyarakat dengan Penyuluhan di Posyandu.
40 Hasil Uji Regresi Antar Motivasi Kader, Swadaya Masyarakat, Pembinaan dan Partisipasi Tokoh Masyarakat dengan Paket Gizi & Kesehatan di Posyandu.. ...
4 I Hasil Uji Regresi Antar Motivasi Kader, Swadaya Masyarakat, Pembinaan dan Partisipasi Tokoh Masyarakat dengan Pelaporan & Tindak Lanjut ...
42 Hasil Uji Regesi Antar Motivasi Kader, Swadaya Masyarakat, Pembinaan dan Partisipasi Tokoh Masyarakat dengan Output Posyandu ...
43 Hasil Uji Regresi Antar Motivasi Kader, Swadaya Masyarakat, Pembinaan dan Partisipasi Tokoh Masyarakat dengan Kinerja Posyandu ...
44 Koefi sien Korelasi, Sensitivitas dan Spesifisitas Antara Komponen dengan Total Kineja Posyandu (Instrumen dari Hardinspah, dkk, (1999).. ...
45 Koefisien Korelasi, Sensitivitas dan Spesifisitas Antara Komponen Penilaian Kinerja Posyandu Depkes (1999) ...
46 Perbandingan Kineja Posyandu Antara Data Puskesmas dengan ~ a s i l Penelitian M e n g p a k a n Instrumen Penilaian ~ i n e r j a Posyandu Depkes
... ( 1999).
47 Perbandingan Kinerja Posyandu Antara Penggunaan lnstrumen Penilaian Kinerja Posyandu Hardinsyah dkk (1999) dan lnstrumen Depkes (1999)..
48 Komponen lndikator Kinerja Posyandu Hasil Gabungan.. ...
DAFTAR GAMBAR
Halaman
. .
1 Kerangka Pem~klran ... 27
2 Skema Pengambilan Contoh Posyandu ... 29
2
Grafik Keragaan Input Posyandu ... 514 Grafik Keragaan Proses Posyandu ... 52
[image:166.595.102.518.75.827.2]5 Grafik Keragaan Output Posyandu ... 54
...
6 Grafik Keragaan Motivasi Kader dan Swadaya Masyarakat 65
7 Gratik Keragaan Pembinaan Posyandu dan Partisipasi Tokoh Masyarakat 67
DAFTAR LAMPIRAN
I I'era Wilayah Kabupaten Maros . . . 98
2 Rekapitulasi Skor Komponen Kinerja Posyandu dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. Kabupaten Maros. 2@0 1 ... 99
3 Nasil Uji Anova dan LSD Perbandingan Komponen Kinerja Posyandu
Antar Tipe Posyandu ... 103
. . .
4
Hasil Uji Regesi Metode Enter Antar Komponen Kinerja iJosyandu 1085 tlasil Uji Anova dan LSD Perbandingan Komponen Faktor yang Diduga
Berhubungan Kineja Posyandu ... 1 1 1
6 IHasil Output Regesi Berganda Metode Enter Antara Motivasi Kader. Swrdaya htasyarakat. Pembinaan Posyandu dan Padisipasi Tokoh
Masyarakat dengan Komponen Kinerja Posyandu ... 115
7 Hasil Uji Kore!asi Spearman Komponen Penilaian Kine j a Posvandu ... 124
PENDAHULUAN
Latar fklakang
P o s ~ ~ a n d u sebagai fon~rn pelayanan kesehatan terdepan didoga kinerjanya
se~nakin menurun dalain beberapa tallun terakhir ini. Jumlali posyandu di Sulawesi
Selatan ~neningkat setiap tahun namun yang aktif inenilrun. Tahun I994 jumlah
posyandu 8.321 buah, yang aktif 85.6 %. Pada tahun 1999 jumlah posyandu rneningkat
rnenjadi 8.529 buah, narnun yang akrif rnenunln yaitc~ 83.3 %. Akibat kurang aktifnya
posyandu maka tingkat partisipasi tnasyarakat dala~n pcnimbangan anak balita hanya
~nencapai 60 % (Kanwil Depkes Sulsel, 2000). Selain it11 kurang aktifnya posyandu
dapat menyebabkan meningkatnya prevalerlsi perlyakit infeksi dan kurang gizi
(Soekinnan, 1998).
Kurangnya aktifnya posyandu diduga berkaitan dengan kuranpya kader aktif
dan sarana posyandu. Jurnlall kader yang aktif pada setiap kcgiatan penitnbangan di
posyandu di Sulawesi Selatan s e l m a tahun 1997 - 2000 adalah 2,6 kader tiap bulan.
(Kanwil Depkes Sulsel; 2000). Survey revitalisasi posyandu yang dilakukan di Jawa
Timur, Strlawesi Selatan dan Sumatera Barat tal,i~n 1999 menun.jukkan bahwa
posyandu yang memiliki kader aktif minimal 4 orang adalall kurang dan 15 % dan
lebih separul~ jumlah posyandu tidak memiliki peralatanibahan yang memadai, seperti
buku kader, alat peraga, tablet besi, vitamin A, oralit dan ternpat posyandu (Hadju,
dkk, 2000). Keadaan ini menunjukkan bahwa pembinaan posyandu dan partisipasi
lnasyarakat masih kurang.
Penurunan kinerja posyandt~ terlillat dari proporsi posyandu purnatna rahi~n
1997 adalah 15,s % menjadi 13,l % tahun 2000. I'osyandu mandiri talii~n 1997 adalah
tersebut lebili jelek dibandingkari tingkat nasional, di~nana proporsi posyandu di
lndoiiesia tahun 1998 adalah 16.9 % posyandu puniaina d m 4.5 % posyandu mandiri
(Pusat Data Kes, Depkes, 2000).
Kurang berhasilnya posyandu tidak lepas dari lnnahnya pelaksanaan program.
Menurut Sander (1999) pelaksanaail progain gizi di Indonesia lebih banyak
menggunakan pendekatan teknis progam yang bersifat instruktif sehingga partisipasi
inasyarakat kurang dipentingkan. Tontisirin dan Winichagoon (1999) inerlemukan di
Thailai~d bahwa ketika di~anakan pendekatan pelayanan kesehatan dengal sisteln
perencanaan dari Pusat yang lebih mengutainakan kuranf d m mengabaikan partisipasi
lnasyarakat maka cakupan progam haiiya ~nencapai 30 %. Narnun ketika pendekatan
dirubah dirnana gizi sebagai bagian dari pernbanglnan ekonolni dan sosial dan
digtuiakan pendekatan program gizi bcrbasis masyarakat sang lebih berorientasi
preventif maka partisipasi masyarakat tumbuli dengan adariya teriaga ~nasyarakat yang
terdiri dari para kader dan kornllliikator kesellararl desa. Dengan pendekatan tersebut
probyam meluas ke pelosok desa dan cakupan pelayanan keseliatan meningkat dua kali
lipat.
Upaya peningkatan kirlerja posyarldu perltr disertai pe~nantaclan yang rerpadu
dan kontinyu. Kenyataannya upaya ini belum ditangani dengan baik, terlihat dari tidak
selalu tersedianya data kineja posyandu dalam profil kesehatan; baik di propinsi
maupun di kabupaten, serta belum optirnali~ya penggunaan kategori posyarldu sebagai
dasar perencanaan prohrram ole11 sektoripengelola program terkait. Ini menunjtlkkan
adanya inasalah dalam penilaian kinerja posyandu.
Berdasarkan ha1 tersebut diperluhan pengkajiail lebill lar~jut tentang kirlerja
posyandu d m faktor-falrtor yang ineinpcngand~inya. Di satnping iru diluncurkannya
revitalisasi posyaildu serla diberlakukannya Undang-u~idaig Nolnor 22 tahun 1999
tentang otonomi daerah, perlu didukung dengan informasi yang lebili baik guna
Inenata ke~nbali posyandu dalan upaya inengatasi masalah g ~ z i dan kesehatai yang
ada. Untuk it11 penulis mengajtikan beberapa pertanyaan untnk dijawab dalan~
penelitian ini.
I. Apakal~ komponen yang le~nah pada kinerja posyandu ?
2. Apa faktor-faktor yaiig berperan terliadap kineja posyandu tersebut ?
Tujuan
Secara omurn penelitia~i ini bertuJuan untuk ~nenggali informasi faktor-faktor
yang berhubungan dengan kinerja posyandu di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi
Selatai.
Sedangkan tujuan khusus penelitian adalah :
I . Menganalisis keragaan ko~nponen input, proses dan output kitierJa posyandu
2. Menganalisis keragaan faktor yang diduga berhubungan dengan kineja
posyandu ineliputi. lnotivasi kader. swadaya masyarakat, pe~nbinaari darl
partisipasi tokoh ~ll;~syarakat
3. Me~nbandingkan keragaan kolnponen input, proses dan output kineja
posyandu pada posyandu prataina, ~nadya dan purnatna
4. Menganalisis liubungan lnotivasi kader, swadaya masyarakat, pelnbinaan da11
partisipasi tokoh masyarakat dengan kineja posyandu
5 . Memilih indikator yang lebih baik dan sederhana untuk pemantauan kinerja
Manfaat
Penelitian ini diharapkail dapat inemberikal ganbaran mengenai kinerja
Posyandu dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja posyandu, sellingga
dapat digcmakan pihak terkait clntuk peningkatan fi~ngsi posyandu dala~n cipaya
peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat. Di samping itu dengan diperolehnya
indikator penilaian kin+; posyandu selain dapat dimanfaatkan oleh pihak terkait juga
TlNJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Posyandu
Perkembangan posyandu tidak terlepas dari pen~bahan orientasi pembangunan
kesehatan yang melanda dunia saat it11 yang diawali dengan disepakatinya pendekatan
"I'rm7ary Heallh (:ax" atau PHC sebagai strategi untuk mencapai kesehatan untok
selnua, dalam deklarasi Alma Ata, Uni S o w e t pada tahun 1978. PHC adalah upaya
kesehatan esensial yang secara universal mudah dijangkau dan dapat diterima oleli
perorangan dan keluarga dalam masyarakat, dengan peran serta penuh mereka, dcngan
biaya yang dapat ditanggung oleli masyarakat dan negara bersangkutan. Fernbangunan
kesehatan masyarakat merupakan bagian integral dari sistem kesehatan dan
pembanpnan sosial ekonomi masyarakat suahl negara (WHO, 1978).
Adapcm definisi PHC menurut Heaver (1995) adalah sebagai upaya
pemeliharaan kesehatan yang lebih sederliana dengan teknologi murah dan tenaga
kesehatan berorientasi masyarakat untuk cakupan penduduk yang has. yang berfokus
pada upaya preventif dibanding kuratif, tejangkau; adil, partisipasi masyarakat.
inregmi pelayanan kesehatan dan koordinasi antar sektor.
Dengan disepakatinya pendekatan PHC maka orientasi pembangunan
kesehatan di Indonesia lebih diarahkan ke preventif dan promotif. Pembangunan
kesehatan masyarakat desa (PKMD) yang telah dirintis di Kabupaten Banjarnegara
sejak tahun 1975 makin dikembangkan. PKMD adalah wujud kegiatan PI-IC di
Indonesia, yang kemudian sejak tahun 1985 diarahkan pada pembentukan posyandu.
Berkembanpya upaya kesehatan terlihat dari meluasnya posyandu sampai ke pelosok
I'KMD merupaka~i rangkaia~i kegiata~i ~nasyarakat yang dilakukan berdasarkan
gotong royong dan swadaya ~nasyarakat, dalam rangka menolong din mereka sendiri,
dengan mengenal dan memecahkan tnasdah atau kebutuhan mereka di bidang
kesehatan atan yang berkaitan dengan kesehatan, sehingga mampu memelihara
kehidupan yang sehat, dalatn rangka meningkatkan mutu hidup dan kesejaliteraan
masyarakat. Swadaya masyarakat ini didorong dan dibina serta dilaksanakan secara
lintas program dan lintas sektor. PKMD juga ~nerupakan usalia memperluas jangkauan
pelayanan kesehatan (Dirjen Kesmas, 2000).
Pembentukan posyandu di Indonesia diawali dengan kegiatan yang telah ada
yaitu berdirinya pos peni~nbangan anak balita yang ~nerupakan bagian dari program
Usalia Perbaikan Gizi Keluarga, kemudian ditambah kegiatan-kegiatan lainnya. Usaha
perbaikan g i n di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1963 yang dimulai dengan
kegiatan Applied Nzrlrtio~i I'rogram (ANP) di Jawa, Sumatera, Bali dan NTB. Taliun
1973 diadakan evaluasi kegiatan ANP dan rnenghasilkan berbagai rekomendasi antara
lain perlunya disempurnakan kegiatan tersebut. Pada tahun itu juga melalui pertemuan
berbagai instansi nama ANP dirubah menjadi Usa!la Perbaikan Gizi Keluarga
(UPGK). Mulai Pelita I1 program perbaikan gizi merupakan program nasional dengan
d~masukkannya kebijaksanaan program tersebut dalam Repelita I1 (Soetirman, 2000)
Pada tahun 1984 dikembangkan kegiatan Posyandu berdasarkan instruksi
bersama antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan dan Kepala BKKBN.
Posyandu merupakan kegiatan terpadu di tingkat desa dalam lima kegiatan pokok yaitu
: perbaikan gizi, keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, imunisasi dan
penaiggualangan diare. Pada tanggal 12 Nopember 1986 posyandu dicanangkan oleli
Presiden Soeharto sebagai suatu strategi nasional pendukung program dasa warsa anak
Dala~n konsep, posyandu men~pakan salah satu bentuk PKMD, yang
menggunakan pendekatan yang kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan dasar,
kejasama lintas sektor dan peran serta masyarakat. Dengan konsep tersebut dan atas
kesepakatan berbagai instansi maka semua kegiatan keluarga berencana dan kesehatan
yang ada di desa hams dipadukan dalam kegiatan posyandu. Dengan demikian
kegiatan UPGK yang ada di desa dalam bentuk pos penimbangan diintegrasikan ke
dalrtln posyandu. Demikian juga pos kegiatan lainnya yang ada di desa diintegasikam
seperti pos irnunisasi dan pos KB.
Tahun 1990 terjadi terobosan besar dengan keluamya 1nmendag-i Nomor 9
tahun 1990 tentang peningkatan pembinaan lnutu Posyandu. Isi Inrnendagi tersebut
antara lain meminta kepada seiumh Kepala Daerah untuk meningkatkan lnutu
pengelolaan posyandu melalui pengefektifan fungsi LKMD (Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa) dengan mengkoordinasikan dan ~nenumbuhkari peranserla aktif
~nasyarakat dalam pembanbuan kesehatan. Keluarnya Inrnendari ini menandakan
bahwa posyandu adalah tangbmg jawab Pemerintah Daerah. Di setiap tingkatan
administratif telah terbentuk kelompok keja operasional (Pokjanal) Posyandu.
Sejak dicanangkan tahun 1984 posyandu mengalami perttunbullan pesat. Tahun
1985 jumlah posyandu di Indonesia 25.000, tahun 1989 meninpkat menjadi 226.162
dan tahun 1994 menjadi 251.459, berarti dalam 10 tahun meningkat 10 kali lipat.
Dalam beberapa tahun terakhir ini jumlah dan kualitas posyandu makin menurun.
Tahun 1995 jumlah posyandu 244.470 buah, diantaranya 42,6% kelas pratama dan 3,9
% mandiri. Tahun 1997 menjadi 240.854 buah, diantaranya 42,l % kelas prarama dan
5,2 % mandiri (Depkes RI. 1999). Tahun 1998 jurnlah posyandu menurun lagi ~nenjadi
21 2.2 15 buah. Terlihat pula terdapat drop out kader yang cukup tinggi dalam 5 tahun
karer~a faktor krisis ekonorni juga karena faktor keienuhan di lapangarl (Warta
Posyarldu 2000 No.1). Penyebab lainnya adalah kurarlgnya pembinaan posyandu
sec.za terpadu.
Untuk membangkitkan kembali posyandu pemerintal~ mengeluarkan Surat
Edaran Menteri Daliun Negeri notnor 41 1.315361SJ tahun 1999 tentang revitalisasi
posyandu. Seczra urnurr! revita!isasl posyandu lul~ujul" =t%k ~meningkatkan fungsi
dar~ kinerja posyandu agar dapat dipertahankan dan ditingkatkan status gizi dan derajat
kesehatan ibu dan anak, memantapkan sistern pelayanan kesehatan dalan raiigka
pembanbwIan kualitas manusia serta meningkatkan kemampuan organisasi
kemasyarakatan dalarn kemandirian untuk kesejahteraannya. Sasaran revitalisasi
posyandu pada dasamya rneliputi seluruh posyandu dengan perhatian utana pada
posyandu pratama dan madya. Sampai tahun 2000 telall direvitalisasi 120.000 buah
dan 180.600 posyandu pratarna dal rnadya yang ada (Warta Posyandu 2000 No. 1 ).
Revitalisasi posyandu dilaksanakan dengan berbagai strategi, diantaranya
melalui pengelompokan kegiatan pelayanan meningkatkan frekwensi kegiatan,
refungsionalisasi organisasi, pelnberdayaan LKMD? pernberdayaan kader. penyediaarl
fasilitas operasional, mengupayakan kegiatan yalg menarik, mobilisasi surnber daya
masyarakat, mengaktifkan kembali Pokjanal Posyandu dan mernanfaatkan potensi
yang ada di berbagai tingkatan administratif pemerintahan (Mendagi; 1999).
Adapun kegiatan revitalisasi posyandu terdiri dari dua paket. Pertama, pekat
minimal yaitu paket yang hatus dilaksanakan di semua posyandu, berupa kegiatan
yang rnempunyai daya ungkit besar bagi upaya peningkatan status gizi. penurunan
angka kesuburan, penurunan angka kernatian bayi, anak balita dan ibu. Paket ini terdiri
dari 5 p r o g a n utama , yaitu : perbaikan gizi berupa pemantauan status gizi, PMT,
dan penanggulangan diare. Kedua, paket optional yaitu paket pilihan yang dapat
ditambahkan bagi posyandu yang telah mapan. Paket optional anfara lain : bina
keluarga balita; pemberantasan penyakit endemis setempat seperti malaria, dernan
berdarah dengue, gondok endemik; pengadaan sarana air bersih dan perbaikan
lingkungan dan usaha perbaikan gigi masyarakat desa (Dirjen Kesmas, 2000).
Peran Posyandu
Posyandu adalali unit pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh; dari dan
untuk masyarakat, dengan dukungan teknis Departemen : Kesehatan, Pertanian, Dalatn
Negeri, Agama, BKKBN dan sektor terkait lainnya, yang bertujuan untuk menurunkan
angka kematian bayi. anak balita dan ibu. Posyandu adalah paket keterpaduan
kesehatan-keluarga berencana (KB) yang mencakup 5 pelayanan dasar, yaitu
kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi, jmunisasi, penanggulangan diare dan keluarga
berencana (Di jen Kesmas. 2000).
Posyandu mempakan forum komunikasi terdekat dengan masyarakat, dimana
disana para ibu berkumpul tersama, dalam suasana yang sesuai adat budaya setempat,
untuk berbagi pengalaman dan olah keterampilan tentang m a pemeliharaan anak,
tennasuk penyiapan makanan bergizi yang dapat diterima oleh waknya.
Saat ini jumlah posyandu cukup banyak dimana hampir setiap dusun di
Indonesia tela! ada posyandu. Dengan semakin tersebmya posyandu maka
peranannya dalam meningkatkan cakupan program semakin penhng. Peran posyandu
dalam meningkatkan cakupan pelayanan balita adalali 74 %, imunisasi polio ketiga 61
%, imunisasi TT 2 Bumil 22 % dan pelayanan pi1 KB 32 %. Pencapaian UCI
tidak lepas dari peran posyandu irli (Depkes RI, 1999). Nasil penelitian Hadju, dkk
(2000) menemukan masih pentingnya perat posyandu, dilna~ia lebili 75 % pernah
kontak dengan posyandu dalam 3 bulan terakhir d a l sekitar 50 % ibu-ibu rnemperoleh
dikungan dari kader.
Waas (1994) dalam penelitian di Sulawesi Utara juga rnendapatkan bahwa
kelembagaan posyandu telah memberikan peran bagi pembanynan khususnya di
bidaig kesehatan terlihatnya dari penurunan angka kernatian bayi dari alak balita
teriltama di pedesaan. Angka kematiarl bayi (AKB) di Indonesia taliun 1995 sebesar
55,O per I000 kelahiran hidup mun menjadi 35,O tahun 2000 (Pusat Data Kesehatan,
2000). Demikian juga masalah KEP (kurang enerd dan protein) pada alak balita
selnakin menurun. Prevalensi KEP tingkat nasional tahun 1995 adalah 29.8 % KEP
total dan 10,3 % KEP berat dan tahun 1999 adalah 25,5 KEP total dar~ 7,X 9'0 KEP
berat (Jallari, dkk ; 2000)
Pelayanan dasar bagi anak balita terutama ditujukan i~tltc~k ine~ijaga
pertumbuhan potensial anak sejak ldtir berlangsung normal, demikian juga daya
tahannya terhadap penyakit. Dengan perturnbuliati lisik yatts nonnal maka
perkembangan mental dan kecerdasan anak juga dapat dipacu d e i i ~ a ~ l lingkungan
hidup yang baik dan pola pengasuhan yang mendukung (Soekirmai, 2000).
Peran posyandu dalam pelayanan dasar bagi bayi, anak balita dari ibit harnil,
dilaksaiakan dengan pelayanan pola lima ~neja (Tim Pengelola UPGK TI\. Pusat.
1999). Pola lima meja tersebut terdiri dari : Meja I : Pendaftaran anak balita dan ibu
hamil. Meja 2 . Penimbangan anak balita. Meja 3 : PencatatanIper1gisia11 KMS. Meja 4
: Penyuluhai berdasar hasil penilnbangan dan pelayanan gizi benlpa pemberian tablet
besi, kapsul vitamin A dan PMT. Meja 5 : Pelayar~an kesehatan d m
KB
olch tenagaoralit serta nljukan. Kegiatan lainnya yang dilakukan setelah pelayanan di 5 ~neja
tersebut adalal~ mencatat hasil kegiatan UPGK dalrun register balita dan membahas
bersama-sruna kegiatan lain atas saran petugas. Pelaksana kegiatan di posyandu mulai
meja 1 sa~npai 4 adalah kader, sedangkan meja 5 oleh tenaga kesel~atan.
Kodyat (1998) ~nenjelaskan bahwa pelayanan gizi di posyandu dillpayakan dan
dikelola oleh lembaba swadaya masyarakat setempat dan berakar pada masyarakat
pedesaan. Dengan semakin meluasnya posyandu di hatnpir setnua dusun maka
pelayanan gizi di pedesaan makin dekat dan makin terjangkau oleh keluarga serta
menjadi ujung tomb& dalam penangbpiangan masalah kurang gizi.
Keberadaan posyandu dapat memperluas partisipasi cnasyarakal. Karim et a1
(1994) dalam penelitian di Bangladesh menemukan bahwa kegiatan monitoring
pertumbuhan anak yang dilaksanakan oleh para kader desa dapat mengurangi
keterlibatan petugas kesehalan sampai 50 % pada akliir program. Diternukan pula
bahwa integrasi monitoring pe~tu~nbuhan anak dengan kegiatan imur~isasi dan klinik
antenatal keliling di desa dapat memperluas partisipasi masyarakat dan c&upan
program.
Penelitian Haikal (1999) juga ~neltdapatkan balxwa tingkat partisipasi
masyarakat sanga; dipengad~i oleh pengelolaan posyandu, dimana pada daerah
dengan keragaan posyandu baik maka partisipasi ~nasyarakat tinggi.
Penilaian Kinerja Posyandu
Untuk dapat meriilai kinerja dengal baik pcrlu ada indikalor yang obyeklifdan
spesifik. Menurut Kamus Besar Ballasa Indonesia (Mocliono. 19891. penilaian be~arti
adalali berarti alat pemantau atau sesuatu yarig dapat memberikan petunjuk atau
ketera~igan. Kinerja adalali pencapaiari kegiatari rnulai input proses sampai hasil.
Indikator kinerja posyandu berarti sesuatu yang dapat memberikan petunjuk baik
bun~knya kegiatan meliputi input, proses dan output posyandu.
Menurut Habicht (2000) ada 3 tipe penilaian (evaluasi) yaitu somatif, proses
dan formahf. Penilaian sumatif melihat imp& progam apakah berhasil mencapai
tujuari yang direncanakan atau tidak. Penilaiari proses men~pakan penilaian secara
kualitatif khususnya mengenai pengertian. ~notivasi dan perilaku selama pelaksanaan
program. Penilaian formatif untuk menilai hasil pada saat program sedang
berlangsung, yang dirancang untuk meningkatkan program. Ciri khusus penilaian
fonnatif addah informasi yang diperoleli di ulnpari balikkan ke pengambil keputusan
sehingga keputusan baru dapat dihasilkan.
Departemen Kesehatan RI sejak taliun 1995 telali rne~nbuat indikator kinerja
posyandu yang terdiri dari 8 i~idikator. Dan penilaiari itu posyandu digolongkan ke
dalam 4 tingkatan meliputi : pratarna madya purnarna dan mandiri. Ringkasnya
kriteria penggolongan posyandu tariipak pada Tabel I
Posyandu tirrgkat pratama adalalr posyandu yang masih belmn mattap, dengan
kegiatw tidak mtin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Posyandu tingkat rnadya
dan pumama sudah dapat melaksanakan kegatan lebih dari 8 kali per tahun dengan
rata-rata jumlalr kader 5 atau lebih, tetapi cakupan program utarnanya rendah yaitu
kurang dari 50 %. Ini berarti kelestarian posyandu sudah baik nanun cakupan belurn
memuaskan. Perbedaan posyandu madya dan pumama terletak pada ada tidaknya
rnakanan tamballan. Posyandu pada tingkat rnandiri adalalt posyandu selain mernenuhi
syarat pumama juga terdapat dana seliat dengan cakupan sedikimya 50 % keluarga.
Diharapkan semua posyandu menjadi mandiri. Beberapa ciri kemandirian
posyandu adalalt: a) kemampuan memecahkan rnasalalr yang dihadapi, lnelnelihara apa
yang dimiliki dat meningkatkan apa yang sudah dicapai; b) kemanpuan membentuk
dan menjalankan sendiri kegiatan pelayanan di posyandu dengan ciri adanya inisiatif
dari rnasyarakat; c) kernampuan nengorganisir kegiatan pelayanar melalui suatu
tahapart: dan d ) kernampuan merencanakan, mengimplementasikan, mengevaloasi dan
membuat pemecahan masalahnya sendiri (Di j e n Kesmas, 2000).
Menurut Depkes (1999) jurnlalt indikator utama posyandu tidaklah mutlak.
Bagi daerali yaug relatif tenirtggal jurnld~ indikator utarna dapat dikura~gi. Sebaliknya
bagi daerah yang rnaju dan menginginkan indikator yang lebih banyak dapat
menambah indikator utama. Jenis indikator pada tiap indikator utama merupakan
indikator program terpilih. Misalnya indikator imulrisasi lengkap yang dipilih adalah
cakupan campak. Untuk cakupan KIA bila satu daerah menganggap indikator K 1
belum cukup. dapat rnertggunakat K4 sebagai irtdikator tambahar?.
Nuharnwa (1997) dalaln penelitiari di Kalirnantan Barat menemukan bahwa
instrumen telaah kernandirian posyandu dari Depkes sulit diterapkan sepenuhnya.
lidaknya progam lambalran dan dana sehat ten~yata tidak berkaitan dengan kegiatan
posyandu dan umumnya dibelrtuk ole11 provider pelayanan kesehatan. Ditemukan pula
bahwa instrumen tersebut belum mencakup semua kegatan posyandu serta instnunen
kemandirian dan peringkat posyandu umunya belum dipahami oleh kader, kepala desa
dan tokoh masyarakat.
Prarnudho (1997) telah melakukan u~ji coba sejilmlah indikator kemandirian
Posyandu di Kabupaten Garut dan telah ~nennnukan 5 indiktor yaitu : jumlah kader
tugas, pendanaan posyandu, umur posyandu, pertemuan kader dan tokoh masyarakat
dan jumlah peserta dana sehat. Namun karma indikator itu hanya menilai kemandirian
lnaka tidak terlihat proses rnaupun output program utama.
Hardinsyah dkk (1999) telah menyusun instl-umen penilaian kinerja posyandu
yang dapat di-makan melihat titibtitik kelemahan atau liekitatan posyandu setiap 6
hulan. Instrumen penilaian melipc~ti : input, proses dan o u t p ~ ~ t yang masing-masing
diberi skor dan diijumlahkan, dengan skor lnaksilnal 500. Kinerja posyandu dinyatakan
baik jika total skor 2 80 % dan skor outpi~t 260 %. Komponen input meliputi : alat
halltc~, baha~r. kader darr or~anisasi. Komponen proses ~neliputi persiapan, pendaftarm
d a l ~ pcni~nbangan, penyuluhar~, pelayanm paket pertolongan gizi dan kesehatan serta
pelaporan dan tindak lanjut. Komponen output meliptlti pelaporan dan SKDN.
Dari uji coba penilaian kinerja posyandu oleh Hartoyo, dkk (2000) pada 10
posyandu di kabupateri Bogor banyak pertanyaan pada input, proses dan output
~ n m i l i k i skor jalvaban yang rendall, sehingga 7 posyandu dinyatakan memiliki kin j a
h u n k dan 3 posyandu kinerja kilrang.
Sedangkan Penelitian Kaslnita (2000) pada 30 posyandu di Surnatera Barat
dengan rnenggunakan instrumen yang sama menemukan hanya ada 3 posyandu ( 10%)
~ne~niliki skor jawaban yang rendah, pada ko~nponeri input meliputi ketersediaan alat
peraga, formulir pendataan dan struktur organisasi. Pada kornponen proses, skor
jawaban yang rendah adalah pertemuan kader, menggerakan potensi masyarakat,
pengukuran LLA pada ibu hamil, penyuluhan, pembuatan laporan, pembuatan balok
SKDN, dan diskusi sesama kader. Pada komponen output yang skor jawabannya
rendah adalah : laporan mudah diakses, rasio DiS, rasio NiS, rasio balita yang lulis
penirnbangan, dan rasio balita BGM. Dan h a i l tersebut menunjukkan kornponen
pertanyaan tersebut masih memerlukan penyesuaian.
Motivasi kader
Karnus Besar Bahasa Indonesia (Moeliorio, 1989) menyebotkan motivasi
berarti dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk
nielakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Handoko (1995) mengartikan
~notivasi sebagai suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang
~nenimbulkan, rnenggerakan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal yang
~iienyebabkan seseorang berbuat sesuatu tindakan adalah karena adanya motif. Dalaii
suatu motif terdapat dua unsur pokok yaitu unsur dorongan dan unsur hguan. Proses
interaksi antara kedua unsur ini di dalam din manusia dipenganrhi oleh faktor internal
A-..
$-,
...,..,.
,,,.
..u,,v, &sternal.Dasar dari motivasi menurut Maslow (1 994) adalah adanya kebutuban manusia
yang liarus dipuaskan. Kebutuhan pokok manusia diklasifikasikan dalam 5 tingkatan
yaitu kebutuhan : fisiologis, keselamatan, rasa rnerniliki dan rasa cinia, harga diri dan
Namun pada sebagian kecil orang susunannya mungkin beruball, misalnya ada yang
menilai harga diri lebih penting dari cinta atau mereka yang menguasai kebutuhan
yang lebih tinggi (harga diri) rela meiigorbankan kebutuhan yang paling pokok.
Hasil penelitian Permanasan, Kusharto dan Baliwati (1997) diketahui adanya
faktor instrinsik dan ekstrinsik yang rnenjadi rnotivasi masyarakat untuk berpartisipasi
dalam kegiatan posyandu. Faktor yang termasuk pemotivasi ekstrinsik adalah
penghargaan fisik dan pengaruli orang lain. Pengliargaan fisik yang diterima adalah
berupa uang, baju seragam, pelayanan kesehata~dKB gratis dan bingkisan lebaran.
Faktor inhinsik merupakan motivasi yang didorong oleh keinginan dari kader sendin
seperti menyukai kegiatan sosial kemasyarakatan, keinginan untuk memajukan desa,
keinginan tampil, keinginan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya serta
mengisi waktu luang.
Banyaknya kader yang drop out menunjukkan bahwa motivasi kader rrrasili
rendah. Misaluya menurut Kanwil Depkes Sulsel (2000) rata-rata rasio kader
dibanding jumlah posyandu tahun 1999 adalah 2,3, b e d yang drop out 2-3 orang
tiap posyandu. Juga penelitirui talrun 1999 di Jawa Tirnur, Sulawesi Selatan darl
Sumatera Barat menunjukkan bahwa kurang dari 30 % posyandu mempunyai 4 orang
kader terlatih dan kurang I5 % posyandu yang tnemiliki kader ak,tif minimal 4 orang
(Hadju, dkk, 2000). Kondisi ini karena keadaan ekonomi dan sumber paidapatan
keluarga kader rendah, keterarnpilrui kurang serta waktu yang terbatas di sela-sela
aktifitas pribadinya (Di j e n Pemberdayaan Masyarakat Desa, 2000).
Penelitian Kasmita (2000) di Sumatera Barat juga mendapatkan bahwa jumlah
kader per posyandu lununuiya kurang dari 4. Diternultan pula bahwa pengetahuan dan
Iketerampilan kader umumnya masih kurang sehingga belum dapat berperan optimal,
Akibalnya sebagian kader kurang aktif Kader uinumilya tidak diberikan insentif
material atau pakaian seragam, karena posyandu tidak meiniliki sumber dana rutin.
Untuk merangsang keaktifan kader mereka diberikan k m seiiat (kartu berobat gratis).
Pihak Puskesmas juga menunjuk petugas kesehatan sebagai pe~nbina posyandu untuk
tiap desa.
Para kader yang terns mengabdi umumnya telah tahan uji dan memiliki
.
-
motivasi religius. Suatu studi di Garut menujukkan baliwa 60 % kader telali ~nengabdi
lebih dari 5 tahun. Studi di Jawa Tengah juga menu~ijukkan bahwa 96 % kader bangga
mcnjadi kader. Mereka tidak mendapat imbalan uang, namun mereka mendapatkan
berbagai macam pengakuan dan penghargaan dalatii bentuk peningkatan pengetahuan,
pelayanrui g a t i s di Puskesmas, piagam penghargaan d m peningkataii status di
m a s y d a t (Di j e n Pembinaan Kesmas, 1999).
Tjukami dkk (2000) di NTB menemukan baliwa 75 % kader memiliki
peiigetahuan gizi yang kurang bahkan setelah diadakan peiiyululian gizipun masill 33
% yang kurang. Namun ditemukan bahwa beberapa kader telah berperan melakukan
penyuluhan gizi ternlama bagi yang telah memiliki pengetaliuan gizi. Sebagian besar
kader telah berperan di posyandu baik dalam penimbangan anak balita, pengisian KMS
maupun pernasakan dan pembagian PMT. Ditemukan pula beberapa kader berperan
dalam pengumpulan dana untuk PMT.
Sulamto (1993) dalrun penelitian di Kabupaten Semariilig ~nene~nukan bahwa
kemauan kader berpartisipasi berhubungan dengan pengetahuan dan tingkat
pendapatannya. Penelitian Saliidu (1998) di Lombok ~nenyatakan bahwa faktor
pe~iggerak partisipasi yang paling utama adalal~ kemauan dan ke~nampuan. Kernauiili
rnenrpakan energi pembangunan yang membangkitkan kemiilnpuan dan kesempatan
berpartisipasi. Sedangkan kemauan berpartisipasi dipengaruhi oleh kebutuhm,
imbalan; harapan dan penguasaai infomasi. Kemampuan dipengaruhi oleh pendidikan
formal dan not1 formal, pengalaman dan modal.
Penelitian Hartoyo, dkk (2000) pada uji coba penilaian kinerja posyruidu di
Bogor menunjukkan baliwa ko~nponen proses khususnya persiapan, pendaflaran,
penimbangan dan penyuluhan ~ne~niliki skor yang rendah, menunjukkan baliwa peran
kader dalam pelaksanaan poqlandu masih kurang.
Swadaya Masyarakat
Pengertian swadaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia IMeoliono, 1989)
adalah kekuatan atau tenaga sendiri. Jadi swadaya masyarakat dalam posyandu adalali
kekuatan sendiri dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan posyandu agar
kegiatannya dapat terlaksana dengan baik, khususnya dalam pengadaan sarana, tenaga
atau dana sendiri seperti tempat posyandu, balian penyciluhan. bahan PMT, buku
pencatatan, papan data dan kesejaliteraan kader.
Tingkat swadaya masyarakat dalam posyandu umumnya masih klrrang. Survey
talicln 1999 yang dilahlkan di Jawa Timur, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan
~nenunjukkan bahwa lebih sepanlll jwnlah posyandu tidak memiliki peralatan dan
tempat yang memadai. Keadaan ini sebenarnya dapat diatasi dengan menggali potensi
masyarakat yang ada. Pelayanan posyandu akan berjalan balk apabila potensi yang ada
dalan masyarakat dapat dioptimalkan dengan sung@-sungguh, baik yang lnampli
maupun yang kurang mampu (Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa 2000).
Sander (1999) dalam pengkajian tentang proyarn-program gizi rnasyarakat di
beberapa negara menyimpulkan baliwa program UPGK di Indonesia lebih banyak
menggtmakan pendekatan instniktif dari partisipatif sehingga dt~kungan dari
menggonakari biaya mural1 dimana banyak digunakai tenaga sukarela yang dibina ole11
teliaga keseliatan setempat.
Penelitian Tjukami, dkk (2000) di 4 desa di NTB mene~nukan bahwa
pernberian lnakanan tambahan (PMT) umumnya diselenggarakan atas bantuan
pernerintah atau piliak luar, dan hanya beberapa posyandu yang menyelenggarakan
PMT atas biaya swadaya bempa bantuan Kas desa, Majlis Ta'lim atau jimpitan beras.
. ~.
Nuhanara (1997) menemukan bahwa bantitan proyek untuk posyandu dapat
meningkatkai fungsi posyandu, partisipasi lnasyarakat &an rerata kader yang aktif,
namun setelah proyek berakhir maka ketiga indikator tersebut cendenmg mulai
menilrun kembali. Hal ini karena ktlran~mya swadaya masyarakat seliingga begitu
proyek berhenti maka dana untuk kegiatan posyandu d a i penyuluhan kepada
masyarakat tidak tersedia.
menur rut
Sander (1999) keberlangsungan p r o w sangattergantung pada kemampuali ke~rangari masyarakat setempal dan pelrieliharaar~iiya.
Pe~ielitian Zulyali (1996) di Kodya Bengkulu ~nenernukai bahwa kernatnpuan
teknis (keterampilan) berhubungan nyata dengan keswadayaan karang taruna serta ada
liubungan nyata antara keswadayaan derigan dinarnika karang taruna. Maka demikian
pula peningkatan kemampuan teknis dalam pelaksanaan posyandu kemungkinai aka1
mempengaruhi keswadayaan posyandu.
Kuranbmya swadaya masyarakat diduga karena kelemahan dalam pelaksanaan
program kemasyarakatan saat ini yaitu kurang melibatkan lnasyarakat sejak awal.
Masyarakat sekedar diperkenankan berpartisipasi dalam pelaksanaan fisiknya di
lapangan. Jika masyarakat dapat dilibatkan secara berarti dalrun keselurulian proses
dari survey awal sanpai perencanam dan peligorgaiisasian program, maka s l a i n
warga terl~adap progaln lebih tinggi, juga keteratnpilan-keterainpilan atlalitis dan perencatlam rnenjadi teralihkan kepada rnereka (Studio Driya Media, 1994).
Pembinaan posyandu
Pernbinaan adalah proses atau usaha tindakan dan kegiata~i yang dilakukan
secara berdaya guna dan bert~asil Lwna untc~k rnemperolelr hasil yang lebih baik
(Kamus Besar Bahasan Indonesia, 1989). Jadi pernbinaan mempakan keaatan prioritas
yang direncanakan dan berkesinambungan agar hasil kegatan meningkat:
Dirjen Kesehatan Masyarakat (2000) rnenyatakan bahwa posyandu
diselenggarakan oleh, dari dan untuk masyarakat, dengan dukungan teknis Departemen
Kesehatan, BKKBN dan sektor terkait lainnya. Dalam undang-ondang No. 23 talnin
1992 tentang kesehatan dinyatakan pula balrwa pemerintah bertugas ~nenggerakan
peranserta ~nasyarakat dalam menyelenggardian dan pembiayaan kesehatan. Dcnca~i
demikian posyandt~ sebagai wujud peranserta masyarakat adalah merljadi tugas
pernerintah kliususnya sektor terkait untuk mengperakan dan me~nbinanya.
Namun beberapa llasil penelitian menunjukkan baliwa pernbinaan posyandu
belum baik. Sulamto (1993) dalam penelitian di Kabupaten Semarang menemukan
bahwa kegiatan posyandu belum ditangani secara lintas sektor, yang ada ban1
keterpaduan dalam pelayanan kesehatan.
Di sektor kesehatan pembinaan posyandu adalah t a n g g ~ n g jawab Puskesmas
dan Puskesrnas pembantu. Posisi Puskesmas dalam jaringan upaya kesehatan dan
peranannya dalatn menggalang partisipasi masyarakat merupakan posisi serrtral karena
~nasyarakat. Peran Puskesmas dalan pe~nbinaru~ posyruldu adalali dengall menyediaka~i
pelatil~at, bantuan teknis, bimbingan teknis dan pemantauat~ (Depkes, 1990).
Peitelihan yang dilakukan oleh Dit Bina Gizi Masyardat dan FKM UI (1998)
~nenemukan bahwa pembinaan kader ~nerupakan sarana penling dala~n peningkatan
pengetal~uan dan keterampilan kader. Kader yang terampil sangat me~nbantu dalan
pelaksanaan kegiatan di dalam dan di luar jadual kegiatan posyandu. lnformasi dan
pesan-pesan gizi akan dapat dengan mudah disa~npaikan kepada masyarakat.
Kasmita (2000) menemukan baliwa para. bidan di desa sangat beperan
membina keterampilan kader posyandu. Menunit Nuhamara ( I 997) faktor yang cukup
berperan lerltadap kesinambungan posyandu adalal~ ju~nlah kader aktif dar~ kt~njur~gan
petugas puskesmas.
Hardjono (2000) dalam penelitian di Bekasi menemukan bahwa sikap petugas
kesellalar~ terhadap masyarakat dan ~rlelode penyululta~~ cukup berperari dalaln
penerimaan dan pe~nanfaatan Puskestnas sebagai telnpat inendapal pelayanan
kesehatan dan kebutuhan kesehatan lain. Penelitian Hikmawah ( 1997) di Kodya
Bogor merlanukan bahwa penilaian ibu tnenyusui terl~adap peran petugas kesellatan
tunumnya baik. Ditemukat pula bahwa interaksi ibu-ibu derigarl petugas keselialrui
berhubungan nyata dengm penilaian ibu menyusui pada peran petugas kesehatan
sebagai motivator.
Pembinaat yang kurang baik dapat berakibat buruk, misalnya pe~idekatan yruig
bersifat instmktif dalam pelaksanaan posyandu, ~nenyebabkan para pengelola kuraig
tanggung jawab dan keberhasilan cendert~ng semu dilnana laporan dibuat ltartya unluk
Partisipasi Tokoh Masyarakat
Pentinpya partisipasi atau penn s m a rnasyarakat antara lain tercantuln dalam
Undang-undng nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatai. Di dalamnya disebutkan
bahwa peran serta masyarakat ditekankan pada kemaidirian kesehatan dengan peran
serta rnasyarakat temasuk swasta. Khusus kemandirian dalarn trpaya kesehatarl lebih
diarahkan pada pelaksanaan pe~nberian kesempatan kepada lnasyarakat unhrk liidup
sehat secara merata, bermutu, efisien dan efektif.
Posyando merupakan salali sahr bent& partisipasi ~nasyarakat di bidang
kesehatan atacr upaya kesehatan bersumber daya lnasyarakat (UKBM). Makin
berkembanbmya posyandu ternyata lnampu rnelnacu munculnya berbagai bentuk
UKBM lainnya seperti pondok bersalin desa; pos obat desa. pos irpaya liesellatan
kerja, taman obat keluarga, pos kesehatan pesantren dan dana seiiat (Depkes, 1999).
Menurut Dirjen Pembinaan Keseliatai Uepkcs 1<1 (1999) ada beberapa W L I . ~ L I ~
peranserta rnasyarakat dalam pernbangnnan keseltatan. antara lain: pertama sebagai
su~nberdaya tnancrsia yaitu setiap insan y a ~ g berpartisipasi aktif dala~n pembangunan
keseharan, ini dapat berupa pelnilnpin masyarakat formal riiauplrri irlfonnal (tokoh
lnasyarakat). Wurjod kedua adalah sernua jenis institusi atau organisasi masyarakat
yang aktivitasnya di bidaig kesehatan seperti posyaidu atau letnbaga swadaya
masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang upaya kesehatan. Wirjud ketiga adalah
peran dalam pembiayaan kesehatan, seperti dana sehat7 asuransi kesehatan dan jarninan
pemeliliaraan keseliatan masyarakat. Wcrjud lain seperti gotong royong dalam .lum'at
Menurut Habicht (2000) partisipasi tokoh inasyarakat meliptiti keterlibatan
intelektual dan emosional. Tokoh masyarakat adalah target alih pengetaliuan dimana
rnereka dapat ~ n e m p ~ n u d a h keputusan dan kegiataii program.
Sander (1999) menggambarakar~ partisipasi masyarakat adalah prinsip utama
dalan pendekatan pelayanan kesehatan dasar, tennasuk program gizi masyarakat. Kebijakan pemerintah dan partisipasi rnasyarakat inerupakan kekuatan dan hubungan
sosial yang kuat mempengaruhi keberhasilan prograin gjzi.
Heaver (1995) mengemukakan ada tiga bentuk partisipasi masyarakat untuk
kelestarian program : pertama, pemanfaatan kontinyu provider masyarakat setempat,
kedua; berkembangnya proses konsultasi untuk belajar dan membimbing dari
masyarakat, dan ketiga pemi~npin lokal dan kelornpok rnasyarakat berperan memonitor
kinerja program.
Kasmita (2000) dalam penelitian di Sumatera Barat rneriernukan bahwa jika
tokoh inasyarakat berperan ineinbantu kelancaran pelaksmiaan posyandu sangat
berpengaruh positif. N a m w kenyataannya urnurnnya peran pernuka agama dan tokoh
inasyarakat dirasakan masili kurauz.
Tjukanii, dkk (2000) inei~dapatkru~ bali\va sikap tokoh ~nasyarakat terhadap
kegiatan posyandu positif namun pensetahuan mereka tentang masalah gizi umumnya
masih kurang. Demikian juga Sularnto (1993) inenernukan bahwa partisipasi tokoh
masyarakat berhubungan dengan pengetaliuan dan kemauan yang dimilikinya.
Sehingga apabila mereka diharapkrui berperrui sena memberikan penyuluhan dalam
kegiataii posyandu perlu ditingkatkail pengetalluan dan keterrunpilannya. Tokoh
rnasyarakat yang berperan uinuinnya dari uilsur leinbaga keagainaan terutaina
-. Peran ibu-ibu PKK di desa sangat penting bagi posyandu. Waas (1994) dalatn
penelitian di Sulawesi Utara tnendapatkan bahwa dengan melibatka~l ibu-ibu PKK di
desa ~ n a k a posyandu dapat menjadikan dirinya sebagai institusi yalg konsisten d a ~
kontinyu dalan memainkan perannya.
Penelitian Ginting (1999) di Tapanuli Utara menujukkan bahwa pemimpin
infonnal di pedesaan masih menunjukkan perilaku kepemimpi~lan yang arahannya
patut diikuti tercennin dari interaksi ~nereka sehari-hati dengan pengikutnya. Mereka
dalan menggerakan partisipasi masyarakat lebih berdasar pada tanggung jawab tnoril
dan komitmen terhadap amanah leluhur yang memandang peranannya sebagai
panggilan. la menemukan pula bahwa pemimpin infonnal baik secara langsung
tnaupun tidak langsung berpenganih terhadap upaya menggerakan partisipasi
tnasyarakat dalan pembangunan desa. Adapun peran pemimpii~ inforin