• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Tentang Pola Permintaan Rumah Tinggal di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Tentang Pola Permintaan Rumah Tinggal di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi"

Copied!
235
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

t

KA JIAN TENTANG POLA PERMINTAAN RUMAH

TINGGAL DI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG,

DAN BEKASI

Oleh :

HARTATZ

KUSNADZ

PROGRAM PASCA SAR JANA

INSTITUT. PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

HARTATI KUSNADI. Kajian Tentang Pola Permintaan Rumah Tinggal di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Dibimbing oleh AFFENDI ANWAR, SUNSUN SAEFULHAKIM, dan KOOSWARDHONO.

Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh banyak pihak adalah tersedianya rumah tinggal yang layak bagi semua orang. Rumah tinggal adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang vital, disamping kebutuhan sandang dan pangan. Rumah tinggal merupakan kebutuhan dasar yang bersifat struktural sebagai bagian dari kualitas kehidupan dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu pemecahan masalah perumahan tidak bisa dipecahkan oleh pihak tertentu saja, melainkan hams melibatkan semua pihak, baik unsur pemerintah, pengusaha, maupun swasta.

Dalam penelitian ini penulis mengkaji rumah tinggal di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang dengan menggunakan data dari hasil Susenas (Survei Sosial dan ekonomi nasional) Tahun 2001 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik.

Permasalahan yang timbul dalam perumahan adalah (1) meningkatnya dengan pesat kebutuhan perumahan diperkotaan dan wilayah disekitamya akibat pertambahan penduduk, urbanisasi dan industrialisasi. (2) Makin mahalnya biaya tanah permukiman dan biaya pembangunannya, (3) banyaknya kendala yang hams dihadapi yang berhubungan dengan administrasi, perijinan, peran Pemda dan lain sebagainya.

Tujuan dari penelitian ini : (1) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi relatif masyarakat dalam menentukan pilihan rumah tinggal, (2) Identifikasi penyebaran rumah menurut tipologinya, menurut kepadatan penduduk, menurut keadaan ekonomi setempat, (3) mengkaji apakah ada hubungan antara tingkat pendapatan dan tipe rumah yang dipilih, tingkat pendidikan kepala keluarga dengan tipe rumah, Tipe rumah dengan jarak ke fasilitas umum, dan apakah ada hubungan pendapatan rumah tangga dengan kondisi rumah yang ditempati.

(13)

variable bebas pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan kepala keluarga, jarak ke angkutan umum, dan jarak ke pasar tradisional, jarak ke telpon umum, dan jarak ke Puskesmas menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih rumah tinggal. Selain itu juga pilihan tentang keadaan lingkungan dan rumah pinggir jalan, rumah di daerah perkotan untuk memudahkan aksesbilitas juga menjadi pilihan. Selain variable-variabel tersebut mempengaruhi preferensi relatif pilihan rumah tinggal juga menentukan tingkat elastisitas akibat perubahan variable bebas tersebut.

(14)

ABSTRACT

HARTATI KUSNADI. Examining Housing Demand in Jakarta, Bogor, Depok,

Tangerang and Bekasi. Under the direction of AFFENDI ANWAR, SUNSUN

SAEFULHAKIM, and KOOSWARDHONO.

Up to know one of the basic need that have not meet by a lot of stakeholders is the

proper housing for the people. Housing is one of the vital needs of people beside

clothing and food. Housing is structural basic need as part of quality of life and welfare.

Therefore the solution of housing problem can not be solve only by certain parties but

should be involving government, industrialists and private sectors.

This study is examining housing demand in Jabotabek (Jakarta, Bogor, Depok,

Tangerang, and Bekasi) areas using 2001 Susenas (National Socio-economic Survey) data sets which collected by BPS-Statistics Indonesia.

There are three sets of problems that come up in the housing matter. Firstly, the

high demands of housing in urban and its environs, due to population growth,

urbanization and industrialization. Secondly, increasing of the land price and the cost of

building the house. Thirdly, many obstacles regarding to administrative matters such as

for obtaining license for building the house and bureaucracy of regional government rule,

etc.

(15)

the relation between household income and housing types, head of household education levels and housing types, housing types and distance to public facilities, and household income and housing conditions.

Housing is divided into four types namely, 1) very simple housing, 2) simple housing, 3) moderate housing and 4) luxurious housing. Using Multinomial Logit Model, it found that the significant factors which influencing people in housing choice are the dependent variables of household income, head of household levels education, head of household ages, distances to public transport, traditional market, secondary and tertiary school. Furthermore, the choice of environment which free from flood and location of house beside the road in order to ease access to public facilities is also as preference of choices. Those variables are not only influence the relative preference of housing choices but also influence the elasticity level due to the changing of dependent variables.

(16)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

KAJIAN TENTANG POLA PERMINTAAN RUMAH TINGGAL DI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGGERANG, DAN BEKASI

Adalah benar merupakan hasil karya saya dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Sebtember 2002

HARTATI USNADI

(17)

KA JIAN TENTANG POLA PERMINTAAN RUMAH

TINGGAL DI JAKARTA, BOGOR, DEPOK,

TANGERANG, DAN BEKASI

HARTATI KUSNADI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

PROGRAM PASCA SAR JANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

Judul Tesis : Kajian Tentang Pola Permintaan Rumah Tinggal di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi

Nama : HARTATI KUSNADI

NRP : 99387

Program Studi : Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir.H.Affendi Anwar, M.Sc. Ketua

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi rogram Pascasarjana

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Prof.Dr.h.H.Affendi Anwar, M.Sc.

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 15 Februari 1945, putra ke empat dari sepuluh bersaudara keluarga Bapak R.Soedardjo (Alm) dan Ibu Rr.Sayektiningsri (Alm).

Pada Tahun 1958 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah Rakyat di Kediri, selanjutnya pada Tahun 1961 menamatkan pendidikan sekolah Menengah Pertama Negri I di Kediri, dan Tahun 1964 menamatkan Sekolah Menengah Atas Negri di Tulungagung. Tahun 1967 lulus dari Akademi Ilmu Statistik di Jakarta dengan gelar Bst, dan pada tahun 1985 memperoleh gelar sarjana Statistika dari Fakultas Matematik dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB).

Pada Tahun 1970 Penulis menikah dengan Drs. H. Kusnadi,Rs, dan dikaruniai 3 (tiga) orang anak, Wiwied Widyawati (31 tahun), Widya Sari Dewi (29 tahun) dan Budi Widyanto (27 tahun).

(20)

PRAKATA

Rumah tinggal adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang vital, disamping

kebutuhan sandang, dan pangan. Rumah tinggal merupakan kebutuhan dasar yang bersifat

struktural sebagai kualitas kehidupan dan kesejahteraan manusia. Rumah menempati posisi

yang penting didalam hidup dan kehidupan manusia karena rumah berfungsi sebagai tempat

melepas lelah, tempat bergaul dan membina keluarga, tempat berlindung dari panas dan hujan

serta berlindung dari bahaya.

Masalah perurnahan dan permukiman di Jabotabek merupakan masalah yang sangat

serius dan mendesak, karena BOTABEK (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) yang

menjadi sasaran permukiman penduduk dari kota metropolitan Jakarta, sebagai penduduk

"komuter" yaitu pada siang hari menjadi penduduk Jakarta dan pada waktu malam hari

menjadi penduduk Botabek. Banyak penduduk yang memilih tinggal didaerah Botabek karena

selain harganya relatif lebih murah juga adanya sarana transportasi bus yang semakin banyak

dan kereta listrik (KRL), dan juga adanya jalan To1 di wilayah Botabek.

Proposal dalam penelitian ini semoga bisa memberikan masukan kepada

Pemerintah Daerah, untuk menata permukiman disesuaikan dengan keadaan masyarakatnya

dan memperhatikan variable-variable yang mempengaruhi pilihan tipe rumah.

Pada kesempatan ini penulis mengucap syukur ke hadirat Allah,SWT. atas karuniaNya

sehingga saya bisa menyelesaikan tesis ini Terima kasih saya sampaikan kepada Prof.

DR.Ir.Affendi Anwar, M.Sc. (selaku Ketua Pembimbing), DR. Ir.H.R.Sunsun Saeful

hakim,M.Sc. dan Prof. DR.Ir.Kooswardhono.M,M.Sc. (selaku anggota Komisi Pembimbing), serta dosen-dosen yang telah membekali penulis dengan ilmu yang sangat bermanfaat. Terima

kasih pula saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga terselesainya

tesis ini khususnya yang membantu dalam penyediaan data pembuatan peta maupun

pembuatan program komputer, serta kepada suami dan anak-anak tercinta (Wiwiet, Dewi,

Didiet, Tatu) dengan pengertiannya telah membantu terselesainya tesis ini.

Bogor, September 2002

(21)

DAFTAR IS1

Halaman

DaftarTabel ... v

...

Daftar Gambar ix

...

Daftar Lampiran x

...

BAB I Pendahuluan I

...

1.1 Latar Belakang 1

...

1.2 Perurnusan Masalah 5

...

1.3 Tujuan Penelitian 8

...

1.4 Kegunaaan Penelitian 9

...

BAB I1 Tinjauan Pustaka 10

...

2.1 Faktor Penentu Bentuk Kawasan Kota 10

...

2.1.1 Perluasan Kawasan Kota 10

...

2.1.2 Sistem Transportasi antar Wilayah Kota 12

...

2.1.3 Pembinaan Kelembagaan Pengaturan Lahan Kota 14

...

2.2 ~ l o k a s i penggunaan aha an ~ e c a r a optimal 15

...

2.3 Pasar Perumahan 16

...

2.4 Teori Permintaan Perurnahan 17

...

2.5 Nilai Ekonomi dari Lahan Perumahan dan Pemukiman 21

...

BAB

III

Kerangka Pikir Teoritis 29

...

3.1 Perkembangan Pembangunan Perumahan di Indonesia 29

...

3.2 Kependudukan 33

...

3.3 Urbanisasi 36

...

3.4 Keterjangkauan 38

...

3.5 Keberlanjutan 39

...

3.6 Keberimbangan 39

...

3.7 Kelembagaan 40

...

BAB IV Metodologi Penelitian 43

...

4.1 Proses Penelitian

...

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

...

4.3 Bahan-bahan dan Peralatan

...

4.4 Variabel dan Skala Pengukuran

4.4.1 Variabel Penjelas ...

4.4.2 Skala Pengukuran ...

...

4.5 Metode Pengumpulan Data

(22)

Halaman

...

4.5.2 Sumber Data 53

...

4.5.3 Metode Pengambilan Sampel 54

...

4.6 Pengolahan Data dan Analisis 55

...

4.6.1 Metode Analisis Multinomial Logit 56

...

4.6.2 Metode Correspondence Analysis 61

...

4.6.3 Hipotesis 64

...

4.6.4 Peta Tematik 64

...

4.7 Konsep dan Definisi 65

...

BAB V Gambaran Umum Wilayah Penelitian 70

...

5.1 Keadaan Geografi 70

...

5.2 Keadaan Penduduk 71

...

5.3 Keadaan Perumahan 73

...

5.4 Perekonomian 75

...

5.5 Kerniskinan 77

...

BAB VI Hasil dan Pembahasan 79

...

6.1 Keadaan Rumah Tinggal

...

6.1.1 Jenis Rumah Tinggal menurut Tipologinya

...

6.1.2 Kondisi Bangunan

...

6.1.3 Keadaan Lingkungan

...

6.1.4 Aksesbilitas

...

6.2 Karakteristik Responden

...

6.2.1 Status Perkawinan Kepala Keluarga

...

6.2.2 Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga

...

6.2.3 Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga

...

6.2.4 Kepemilikan Rumah Tinggal

...

6.3 Sebaran Rumah Tinggal di Jabotabek

...

6.4 Pola Preferensi Relatif Pilihan Jenis Rumah Tinggal

6.4.1 Pola Preferensi Relatif Pilihan Rumah Sangat Sederhana

...

dengan Referensi Rumah Mew ah (P1/P4)

6.4.2 Pola Preferensi Relatif Pilihan Rumah Sederhana dengan

...

Referensi Rumah Mewah (P2/P4)

6.4.3 Pola Preferensi Relatif Pilihan Rumah Menengah dengan

...

Referensi Rumah Mewah (P3/P4)

6.4.4 Pola Preferensi Relatif Pilihan Rumah Sangat Sederhana dengan Referensi Rumah Sederhana ( P I P 2 ) ...

6.4.5 Pola Preferensi Relatif Pilihan Rumah Sangat sederhana

...

(23)

Halaman

6.4.6 Pola Preferensi relatif Pilihan Rumah Sederhana dengan

...

Referensi Rumah Menengah

6.5 Perubahan Taraf Nyata akibat Perubahan Referensi Pilihan Rumz

...

Tinggal

...

6.6 Kajian Tentang Hubungan Variabel Penjelas

6.6.1 Hubungan Antara Pendapatan Rumah Tangga dengan Pilihar,

...

Tipe Rumah

6.6.2 Hubungan antara Pendidikan yang Ditamatkan Kepalz Keluarga dengan PilihanTipe Rumah

...

6.6.3 Hubungan antara Jarak Angkutan Umumj dengan Pilihan Tipe

...

Rumah

6.6.4 Hubungan antara Jarak ke Pasar Tradisional dengan Pilihar:

...

Tipe Rumah

6.6.5 Hubungan antara Tingkat Pendapatan Rumah Tangga dengar Kondisi Bangunan dan Tipe Rumah ...

...

6.6.6 Pembahasan Korelasi antar Variabel Penjelas

...

6.7 Peta Tematik

...

6.8 Pembangunan Permukiman di Wilayah Jabotabek

...

7.1 Kesimpulan 144

. . ...

7.2 Saran Kebijakan 146

...

(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

Keadaan Penduduk Jabotabek serta laju Pertumbuhannya

...

Tahun 1990 dan 2000 35

Penduduk Komuter (Olang-alik) DKI Jakarta berumur 10 tahun

keatas menurut Tempat Tinggal Sekarang Tahun 2001

...

35 Dummy Variabel Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga

...

47

ummy Variabel Status Perkawinan Kepala Keluarga ... 48

Dummy Variabel Tingkat Kepemilikan Rumah Tinggal ... 48

...

Dummy Variabel Jenis Atap Terluas 50

...

Dummy Variabel Jenis Dinding Terluas 50

...

Dummy Variabel Kondisi Bangunan 51

...

Dummy Variabel Fasilitas Tempat Mandi 51

...

Dummy Variabel Tempat Buang Air Besar 51

...

Dummy Variabel Sumber Air Minum 52

...

Dummy Variabel Sumber Penerangan 52

...

JadQal Kegiatan Susenas Tahun 2001 54

...

Kriteria Tipologi Rumah Tinggal 58

Lembar Kerja dugaan Koefisien fungsi dan standard deviasi dari

...

fungsi Multinomial Logit 60

...

Lembar Kerja Tabulasi Data 63

(25)

Halaman

Banyaknya Keluarga dan Rata-rata jiwa per Keluarga menurut KabupatenIKota di Jabotabek Tahun 2000..

...

Jumlah Pembangunan Rumah Tinggal oleh Perum.Perumnas di

...

Jabotabek pada Pelita

III-

VII dan Tahun 1999 -2000..

Banyaknya Bangunan Rumah Tinggal menurut jumlah Rumah

....

Tangga per Bangunan dan Wilayah di Jabotabek Tahun 2000..

Produk Domestik Bruto atas dasar Harga Konstan di Jabotabek Tahun 1997 sampai dengan 2000..

...

Pertumbuhan Ekonomi di Jabotabek Tahun 1997 -2000 ...

Persentase Penduduk Miskin per KabupatenIKota di Jabotabek Tahun 2002.. ...

Persentase Rumah Tinggal menurut Tipologi Rumah di Jabotabek Tahun 2001 ...

Jumlah Rumah Tinggal yang memenuhi Klasifikasi Tipe Rumah menurut Wilayah di Jabotabek Tahun 2001 ...

Jumlah dan Persentase Rumah Tinggal "Tipe Lainnya" menurut Luas Tapak Bangunan dan Wilayah di Jabotabek Tahun 2001.. .

Jumlah Rumah Tinggal menurut Tipe Rumah dan Kondisi

Bangunan di Jabotabek Tahun 2001..

...

Jumlah Rumah Tinggal menurut Kondisi Bangunan dan Tipe Rumah di Jabotabek Tahun 2001.. ...

Persentase Rumah Tinggal menurut Tipe Rumah dan Rawan Banjir di Jabotabek Tahun 2001..

...

(26)

Halaman

Persentase Rumah Tinggal menurut Jarak ke Angkutan Umum dan Tipe Rumah di Jabotabek Tahun 2001..

...

87 Persentase Rumah Tinggal menurut Tipe Rumah dan Jarak ke

Angkutan Umum di Jabotabek Tahun 2001..

...

87

Persentase Rumah Tinggal menurut Tipe Rumah dan Jarak ke

Pasar Tradisional di Jabotabek Tahun 2001..

...

88

Persentase Rumah menurut Jarak. ke Pasar Tradisional dan Tipe

Rumah di jabotabek tahun 2001 ... 88

Persentase Rumah Tinggal menurut Tipe Rumah dan Klasifikasi

Daerah di Jabotabek Tahun 2001..

...

89 Persentase Rumah Tinggal menurut Klasifikasi Daerah dan Tipe

Rumah di Jabotabek Tahun 2001.. ... 89

Persentase Rumah Tinggal menurut Tipe Rumah dan Letak Rumah di Jabotabek Tahun 2001.. ... 90

Persentase Rumah Tinggal menurut Letak Rumah dan Tipe Rumah di Jabotabek Tahun 2001.. ... 90

Persentase Rumah Tinggal menurut Tipe Rumah dan Status

Perkawinan Kepala Keluarga di Jabotabek Tahun 200 1 ... 9 1

Persentase Rumah Tinggal menurut Pendidikan Kepala Keluarga

dan Tipe Rumah di Jabotabek Tahun 2001 ... 92

Persentase Rumah Tinggal menurut Tipe Rumah dan Pendidikan

Kepala Keluarga di Jabotabek Tahun 2001..

...

92 Persentase Rumah Tinggal menurut Tipe Rumah dan Tingkat

Pengeluaran Rumah Tangga di Jabotabek Tahun 2001..

...

94 Persentase Rumah Tinggal menurut Tingkat Pengeluaran Rumah
(27)

Halaman

44. Persentase Rumah Tinggal menurut Status Kepemilikan Rumah

dan Tipe Rumah di Jabotabek Tahun 2001..

...

95 45. Persentase Rumah Tinggal menurut Tipe Rumah dan Status

Kepemilikan Rumah di Jabotabek Tahun 200 1

...

95

46. Persentase Rumah Tinggal menurut Wilayah dan Tipe Rumah di

Jabotabek Tahun 2001.. ... 96

47. Persentase Rumah Tinggal menurut Tipe Rumah dan Wilayah di

Jabotabek Tahun 2001 ... 97

48. Jumlah Rumah Tangga menurut Tingkat Pendapatan Rumah

...

Tangga dan Wilayah di Jabotabek Tahun 200 1 140

49. Persentase Rumah Tangga menurut Tingkat Pendapatan dan

...

Tingkat Kepemilikan Bangunan di Jabotabek Tahun 200 1 14

50. Harga Rumah menurut Tipe Rumah dan Nama Pengembang di

(28)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Prinsip Persamaan Marginal dalam Alokasi Lahan Optimal ... 16

Kurva Permintaan Konsumen

...

21

Total Ekonomi Value ... 23

Metode Valuasi Ekonomi ... 27

Kerangka Pikir Permasalahan di Jabotabek ... 42

Hubungan antara Tingkat Pendapatan Rumah Tanggaa dengan

Tipe Rumah di Jabotabek Tahun 2001 ... 129

Hubungan antara Pendidikan Kepala Keluarga dengan Tipe

Rumah di Jabotabek Tahun 2001 ... 131

Hubungan antara Jarak Angkutan Umum dengan Tipe Rumah

Di Jabotabek Tahun 2001

...

133 Hubungan antara Jarak ke Pasar Tradisional dengan Tipe Rumah di

Jabotabek Tahun 200 1 ... 134 Hubungan antara Tingkat Pendapatan Rumah Tangga. Kondisi

(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Tabel Lampiran I.

Nilai Koefisien Multinomial Logit Pilihan Rumah Sangat Sederhana dengan Referensi Rumah Mewah di Jabotabek

...

Tahun 2001 (PllP4).

Tabel Lampiran 2.

Nilai Koefisien Multinomial Logit Pilihan Rumah Sederhana dengan Referensi Rumah Mewah di Jabotabek Tahun 2001

...

(P2lP4).

Tabel Lampiran 3.

Nilai Koefisien Multinomial Logit Pilihan Rumah Menengah dengan Referensi Rumah Mewah di Jabotabek Tahun 2001

...

(P3P4).

Tabel Lampiran 4.

Nilai Koefisien Multinomial Logit Pilihan Rumah Sangat Sederhana dengan Referensi Rumah Sederhana di Jabotabek

...

Tahun 2001 (P112).

Tabel Lampiran 5.

Nilai Koefisien Multinomial Logit Pilihan Rumah Sangat Sederhana dengan Referensi Rumah Menengah di Jabotabek

...

Tahun 200 1 (P 113).

Tabel Lampiran 6.

Nilai Koefisien Multinomial Logit Pilihan Rumah Sederhana dengan Referensi Rumah Menengah di Jabotabek Tahun 2001 (P213).

...

Tabel Lampiran 7.

Perubahan Taraf Nyata Umur Kepala Keluarga akibat

...

Perbedaan Referensi Rumah Pilihan..

Tabel Lampiran 8.

Pembahan Taraf Nyata Jarak ke Pasar Tradisional akibat

...

(30)

Halaman

Tabel Lampiran 9.

Perubahan Taraf Nyata Umur Jarak ke Puskesmas akibat Perbedaan Referensi Rumah Pilihan.. . .

. . .

. . .

.

Tabel Lampiran 10.

Perubahan Taraf Nyata Jarak ke Telpon Umum akibat Perbedaan Referensi Rumah Pilihan.. . . .

. . .

. . .

. .

Tabel Lampiran 1 1.

Perubahan Taraf Nyata Jarak ke Angkutan Umum akibat Perbedaan Referensi Rumah Pilihan.. . .

.

.

.

.

.

. . .

Tabel Lampiran 12.

Perubahan Taraf Nyata Jarak ke Kantor Pos akibat Perbedaan Referensi Rumah Pilihan.. . .

.

. . .

.

. . .

.

. . .

.

. . .

Tabel Lampiran 13

Perubahan Taraf Nyata Jarak ke Kantor Polisi akibat Perbedaan Referensi Rumah Pilihan.. . .

. . .

. . .

Tabel Lampiran 14.

Perubahan Taraf Nyata Pengeluaran Rumah Tangga akibat Perbedaan Referensi Rumah Pilihan.. . . .

.

.

.

.

. .

. . .

.

. . .

.

Tabel Lampiran 15.

Perubahan Taraf Nyata Pendidikan Kepala Keluarga Tidak Tamat SD akibat Perbedaan Referensi Rumah Pilihan.. . .

.

.

Tabel Lampiran 16.

Perubahan Taraf Nyata Pendidikan Kepala Keluarga Tamat SD akibat Perbedaan Referensi Rumah Pilihan Pilihan.. . .

.

. . . .

.

. .

Tabel Lampiran 17.

Perubahan Taraf Nyata Pendidikan Kepala Keluarga Tamat SLTP akibat Perbedaan Referensi Rumah Pilihan..

.

. .

. ..

.

.

. . . .

.

. .

Tabel Lampiran 18.

(31)

Halaman

Tabel Lampiran 19.

Perubahan Taraf Nyata Kepala Keluarga Tidak Kawin akibat

Perbedaan Referensi Rumah Pilihan..

...

160

Tabel Lampiran 20.

Perubahan Taraf Nyata Kepemilikan Rumah Sewa akibat

Perbedaan Referensi Rumah Pilihan..

...

160 Tabel Lampiran 2 1.

Perubahan Taraf Nyata Kepemilikan Rumah Dinas akibat

Perbedaan Referensi Rumah Pilihan ... 160

Tabel Lampiran 22.

Perubahan Taraf Nyata Rumah Rawan Banjir akibat Perbedaan

Referensi Rumah Pilihan.. ... 161

Tabel Lampiran 23.

Perubahan Taraf Nyata Rumah Pinggir Jalan akibat Perbedaan

Referensi Rumah Pilihan.. ... 16 1

Tabel Lampiran 24.

Perubahan Taraf Nyata Rumah Daerah Perkotaan akibat

Perbedaan Referensi Rumah Pilihan.. ... 161

Peta Indeks KabupatenIKota di Jabotabek

DesaIKelurahan Sampel Survei Perumahan Susenas 200 1 di Jabotabek.

Kuesionair Survei Susenas 2001 Modul Perumahan

Hasil Pengolahan Program Analisis Multinomial Logit, dan Correspondence Analisis.

(32)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh banyak pihak adalah tersedianya rumah tinggal yang layak bagi semua orang. Rumah tinggal adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang vital, disamping kebutuhan sandang dan pangan. Rumah tinggal merupakan kebutuhan dasar yang bersifat struktural sebagai bagian dari kualitas kehidupan dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu pemecahan masalah perumahan tidak bisa hanya dilakukan oleh pihak tertentu saja, melainkan harus melibatkan semua pihak, baik unsur pemerintah, pengusaha maupun masyarakat.

(33)

tempat. Berdasarkan ahli perkotaan (Grimes dan Laquian, 1993) bahwa kebutuhan rumah dapat dilakukan penghitungan. Menurut Komarudin (1997), penghitungan kebutuhan rumah di Indonesia dari tahun 1989 sampai tahun 2000 berdasarkan teori Grimes dan Laquian (1983), seperti diuraikan dibawah ini.

Berdasarkan pertambahan penduduk selama 1 1 tahun Indonesia perlu pembangunan rumah 900.000 unit per tahun, menutupi kekurangan sebelum Tahun 1989 sebanyak 3 juta unit, dan untuk penggantian rumah yang sudah berumur 20 tahun sebanyak 1,7 juta unit per tahun. Sehingga kebutuhan rumah dari Tahun 1989 sampai dengan Tahun 2000 sebanyak 2,9 juta unit setiap tahun diseluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut untuk pembangunan rumah diperkotaan sebanyak 900.000 unit setiap tahun, namun pemerintah hanya bisa menargetkan 10 % dari kebutuhan mmah di perkotaan sekitar 90.000 unit pertahun dan sebanyak 450.000 unit selama Repelita V (330.000 unit dibangun oleh swasta dan 120.000 unit oleh pemerintah). Rendahnya target tersebut disebabkan oleh keterbatasan dana pemerintah. Pengalaman menunjukkan pemerintah hanya bisa membangun 15% dari target sedangkan 85% dibangun oleh swasta dan masyarakat.

(34)

dikatakan bahwa "setiap warganegara mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk berpartisipasi dalam pembangunan perumahan dan permukiman" Oleh karena itu, upaya untuk menyediakan rumah yang layak tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi juga merupakan tanggung jawab berbagai pihak yaitu pihak swasta dan masyarakat. Selain itu rumah juga untuk tempat menyimpan barang atau benda berharga; lambang status sosial; dan modal atau investasi. Oleh karena itu banyak orang yang mendambakan rumah yang bermutu baik, dekat dengan tempat kerja, dan terjangkau oleh kemampuan ekonomi rumah tangga.

(35)

jalan yang memadai terutama adanya jalan to1 dan transportasi yang semakin lancar dengan adanya Kereta api listrik yang menghubungkan kota Jakarta ke wilayah Bodetabek dan adanya bus-bus yang semakin banyak sehingga para Komuter (migrasi ulang alik) merasa tidak ada masalah tentang transportasi.

Harga jual rumah makin meningkat dari tahun ke tahun. Harga jual rumah ditentukan oleh sembilan unsur yaitu tanah, kualitas prasarana, harga bahan bangunan, upah, kualitas desain rumah, biaya penyambungan air, biaya perijinan (lokasi, pengesahan rencana tapak, izin membangun prasarana, izin mendirikan bangunan, izin penggunaan bangunan) dan biaya persertifikatan tanah.

Keputusan Mentri Perumahan rakyat (Kepmenpera) nomor 08kptsl1992 diharapkan memberikan peluang bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang di perkotaan untuk membeli rumah dengan fasilitas kredit pemilikan dari Bank. Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga mentri yaitu Mentri Dalam Negri, Mentri Pekerjaan Umum dan Mentri Perumahan Rakyat, nomor 648-384 Tahun 1992 nomor 739kptsl1992, dan nomor 09lkptsl1992 tentang "Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang" sangat diharapkan masyarakat dengan demikian pembangunan perumahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat bisa diwujudkan dalam waktu secepat-cepatnya.

(36)

lingkungan perumahan dengan pengelompokan hunian yang dapat mendorong

terjadinya kerawanan sosial. Lingkungan hunian yang berimbang akan mendukung

pencapaian tujuan pembangunan perumahan dan permukiman untuk memenuhi

kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia terwujudnya

perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur

memberi arah pada pertumbuhan wilayah, serta menunjang pembangunan dibidang

ekonomi, sosial budaya dan bidang bidang lain dalam rangka peningkatan dan

pemerataan kesejahteraan rakyat menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan

pancasila.

1.2 Perurnusan Masalah

Akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, urbanisasi dan

terjadinya industrialisasi dan tidak diimbangi adan ya pembangunan permukiman

yang memadai yang disebabkan berbagai hambatan, terutama masalah lahan yang

terbatas, diikuti harga tanah yang menjadi sangat tinggi dan harga bahan bangunan

yang sangat melonjak akibat krisis ekonomi yang berlarut-larut melanda Indonesia,

maka Pemda dilingkungan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan

Bekasi) hams segera mengatasi permasalahan perumahan yang menjadi kebutuhan

dasar masyarakat disamping sandang dan pangan. Menpera mengeluarkan

Kebijaksanaan umum pembangunan perumahan mengandung pengertian

sebagai berikut : (a) swadaya masyarakat dengan bantuan dan bimbingan

pemerintah, (b) meningkatkan peran Pemerintah Daerah (Propinsi dan

(37)

melibatkan keikutsertaan masyarakat, restrukturisasi dan reorganisasi tugas dan

fungsi kelembagaan perumahan dan permukiman dalam rangka pembinaan dan

pengendalian kegiatan di bidang perumahan dan permukiman. Sesuai Pra Lokakarya

Nasional (Pra loknas) Perumahan dan Permukiman 1 992 (1 0- 12 September 1992) ada 7 butir pokok pokok kebijaksanaan perumahan yaitu :

(1) Peranan sektor informal di bidang perumahan sebagai bagian dari kegiatan

sektor formal,

(2) pemantapan keterpaduan dalam pengambilan keputusan di tingkat Badan

Kebijaksanaan Perumahan Nasional (BKPN),

(3) memprioritaskan kepentingan masyarakat untuk mendapatkan tanah

secara mudah,

(4) orientasi pembangunan perumahan perlu difokuskan pada pembangunan rumah yang bertumpu pada masyarakat/komunitas

( 5 ) penyaluran penyediaan perumahan oleh masyarakat sebagai bagian integral dari pembangunan perumahan dan permukiman nasional.

(6) mekanisme pelaksanaan kebijaksanaan perumahan nasional

ditingkat daerah

(7) upaya pemanfaatan bahan bangunan lokal melalui tehnologi

tepat guna baik tehnologi sederhana, madya maupun tehnologi

tinggi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Pembangunan perumahan dan infrastrukturnya akan mempengaruhi

lingkungan alam baik keseimbangan ekosistem, kesuburan lahan, maupun

(38)

pemerintah, pihak swasta, dan perusahaan-perusahaan pengembang (developer), agar pembangunan yang dilakukan akan tetap memperhatikan lingkungan. Disisi lain terbatasnya lahan yang bisa dikonversikan menjadi lahan pemukiman akan membatasi pasokan rumah dan ha1 ini akan mempengaruhi harga rumah menjadi sangat tinggi. Agar setiap penduduk memperoleh tempat yang layak, maka pemerintah memberikan kemudahan kredit pemilikan rumah (KPR) baik melalui Bank Tabungan Negara (BTN), maupun Bank bank lain. Pemberian kredit ini memungkinkan penduduk golongan berpendapatan menengah kebawah dapat memiliki rumah dengan jangka pembayaran kredit antara 5 sampai 20 tahun. Umumnya rumah yang dibangun tersebut adalah tipe rumah sederhana (RS) atau rumah sangat sederhana (RSS), karena selain mendapat berbagai kemudahan fasilitas dari pemerintah, juga pangsa pasar rumah sederhana sangat luas.

Masalah yang perlu diangkat adalah :

(1) Meningkatnya dengan pesat kebutuhan perumahan di Perkotaan dan wilayah disekitarnya akibat pertambahan penduduk, urbanisasi dan Industrialisasi. (2) Makin mahalnya biaya pembangunan perumahan dan permukiman. (3) Banyak kendala yang dihadapi yaitu : (a) perencanaan tata ruang yang

(39)

Sasaran pembangunan perumahan dititik beratkan pada pemenuhan kebutuhan perumahan yang keterjangkauan (affordability), keberlanjutan (sustainability), dan keberimbangan (equaty). Kebijaksanaan pemerintah hendaknya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, mengimbangi kecepatan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, urbanisasi dan globalisasi serta menciptakan kesejahteraan masyarakat.

1.3 Tujuan Penelitian:

Berdasarkan batasan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah:

(1) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi relatif masyarakat dalam menentukan pilihan rumah tinggal.

(2) Identifikasi masyarakat Jabodetabek yang belum terjangkau memiliki rumah yang layak.

(3) Identifikasi penyebaran rumah menurut tipologinya, kepadatan penduduk dan keadaan ekonomi disetiap wilayah di Jabodetabek.

(40)

1.4 Kegunaan Penelitian

Apabila bisa dilaksanakan dengan baik, maka hasil penelitian ini akan sangat berguna terutama :

( I ) Membantu para pengambil kebijakan (policy maker) yaitu Pemerintah Daerah KabupatenIKota, sebagai salah satu referensi dalam menentukan kebijaksanaan pembangunan perumahan dalam menyediakan perumahan secara berkelanjutan, keterjangkauan dan keberimbangan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

(2) Membantu para pengembang dalam menentukan lokasi dan tipe rumah yang tepat dengan memperhatikan jumlah penduduk, luas wilayah dan besarnya pendapatan masyarakat di setiap wilayah.

( 3 ) Membantu para Pejabat terkait mengidentifikasi kebutuhan mayarakat, sarana dan prasarana yang diperlukan dilokasi perumahan dalam setiap pembangunan perumahan.

(41)

BAB I1

TIN JAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor Penentu Bentuk Kawasan Kota 2.1.1 Perluasan Kawasan Kota

Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi adalah merupakan kota penyangga ibukota. Salah satu kebijaksanaan untuk menghadapi masalah ketidak pastian di masa depan tentang kecepatan tumbuhnya kota-kota utama seperti Jakarta, maka perlu dilakukan dekonsentrasi dalam wujud pembangunan kota-kota yang lebih kecil disekitar kota-kota utama. Pembangunan kota-kota baru dipinggiran kota utama tersebut dapat disaksikan seperti dengan tumbuhnya kota-kota satelit disekitar Jakarta yang akan sangat mempengaruhi ketersediaan lahan di wilayah pedesaan pada wilayah belakang dari kota utama tersebut (Anwar, 1999).

Untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan kota-kota yang baru dibangun itu diupayakan membangun dengan pembiayaan infrastruktur yang lebih murah. Untuk mencapai tujuan ini maka lahan-lahan yang digunakan untuk berbagai bangunan biasanya mengambil lahan datar yang umumya merupakan lahan pertanian ber irigasi yang baik, sehingga apabila ha1 ini terjadi maka sebagai akibatnya akan mengarah kepada berkurangnya lapangan kerja dan hasil pertanian di wilayah pedesaan secara mencolok (Anwar, 1999).

(42)

kredit pinjaman khusus dan pembebasan pajak (tax holiday) untuk waktu tertentu kepada industri baru atau dengan merelokasi dari industri yang sudah ada. Upaya lain melalui investasi langsung pemerintah berupaya memberikan jasa-jasa perumahan dan fasilitas sosial, investasi modal manusia (human capital investment) dan pelatihan tenaga kerja pada tugas-tugas yang sedang berjalan.

Menurut Anwar (1999) beberapa kebijaksanaan untuk menghambat laju konversi lahan pertanian di wilayah pedesaan, antara lain dapat lnelalui :

( 1 ) Pembatasan dan pelarangan kepada pembuatan bangunan non pertanian dikawasan lahan pertanian. Salah satu pembatasan tersebut menyatakan bahwa petani pemilik lahan harus meminta izin kepada Gubernur, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan dan Perikanan apabila mereka akan mengkonversi lahan pertaniannya untuk keperluan non pertanian. Sebagai contoh pengaturan zoning melalui undang-undang sudah ada di Amerika serikat dan mungkin di Indonesia harus sudah mengikuti usaha seperti di negara-negara tersebut dalam mengendalikan pertumbuhan kota besar.

(2) Penetapan distrik pertanian. Kebijaksanaan membatasi pembangunan secara langsung, tetapi mengizinkan para petani untuk membuat kawasan kecil (distrik) yang dilindungi oleh peraturan negara maupun pemerintah lokal dari konversi lahan atau dari gangguan pihak swasta.

(43)

lahan pertanian melalui pembelian hak-hak bangunan pada suatu lahan tertentu, dengan tujuan agar petani atau pemilik lahan dapat mempertahankan hak-hak lahan yang menyangkut kepemilikannya. Upaya ini bertujuan untuk menjadikan lahan-lahan di wilayah pinggiran kota (urban fringe) menjadi kompetitif guna menahan laju perluasan sektor perkotaan.

(4) Pengurangan pajak lahan pertanian. Bentuk proteksi terhadap lahan pertanian seperti ini sering dilakukan di negara berkembang. Upaya ini dapat mengurungkan terjadinya konversi lahan tersebut.

( 5 ) Pengembalian Pajak. Kebijaksanaan ini akan mengurangi beban pajak kepada para petani dengan cara mengembalikan pajak usahatani yang melebihi prosentase tertentu dari tingkat pendapatan pertanian.

(6) Pengelolaan pertumbuhan kota yang komprehensif. Upaya-upaya ini bertujuan untuk mengendalikan pola-pola pembangunan melalui beberapa kebijaksanaan terutama yang berkaitan dengan ketepatan waktunya, dan lokasi dari fasilitas keperluan umum, listrik, dan gas. Upaya ini dibuat agar supaya pertumbuhan kota mencapai tingkat optimal yang ideal sesuai dengan pentahapannya. Untuk melaksanakan kebijaksanaan ini dibutuhkan sistem informasi yang luas dan dinamika kerangka perencanaan yang kompleks.

2.1.2 Sistem Transportasi Antar Wilayah ke Kawasan Kota

(44)

cakupanlkisaran jarak dalam kegiatan-kegiatan produktif maupun untuk keperluan bersantai. Sistem transportasi mempengaruhi ruang lingkup cakupan dan penyediaan barang-barang dan jasa-jasa yang dapat disediakan untuk keperluan konsumsi. Oleh karena itu aktivitas transportasi dikawasan urban akan mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakatnya. Penyediaan sistem transport untuk memenuhi permintaan ini pada gilirannya akan membangkitkan permintaan permintaan turunan untuk melakukan pergerakan pergerakan antara permukiman atau kota kota yang barn sebagai akibat dari terjadinya aglomerasi ganda (multiple agglomeratioiz) (Anwar, 1999).

(45)

2.1.3 Pembinaan Kelembagaan Pengaturan Lahan Kota

(46)

alat untuk melaksanakan suatu rencana kota, sehingga penzoningan wilayah kota hams dapat diintegrasikan secara terkait dengan suatu Rencana Induk Kota (RIK) atau Master Plan kota secara menyelumh. Oleh karena itu adanya koordinasi antara para penentu kebijakan kawasan dan perencana kota yang terkait sangat diperlukan.

2.2 Alokasi dan Penggunaan Lahan secara Optimal

Penggunaan lahan yang efisien secara ekonomi terletak pada penggunaannya yang dapat mencapai hasil manfaat maksimal yang dapat diperoleh dari lahan tesebut. Penggunaan ini dapat dicapai dengan cara mengalokasikan lahan untuk berbagai keperluan yang bersaing sehingga memberikan nilai VMR (value of marginal rent) mencapai kesamaan (Anwar, 1994).

Kualitas lahan yang tercermin dari besarnya surplus yang dihasilkan oleh sebidang lahan yang bersangkutan itu timbul karena lahan yang baik semakin lama semakin langka. Nilai lebih yang ditimbulkan karena kualitas kesuburan lahan melebihi bidang lainnya disebut "Ricardian rent7' yaitu derajat kualitas lahan dibeda-bedakan menurut mutunya yang dicerminkan oleh tingkatan nilai lebih (surplus) yang disebut rent, yaitu sejumlah keuntungan yang hams kembali kepada pemilik lahan , diluar biaya-biaya produksi dan manajemen.

Optimisasi alokasi lahan yang bersifat ekonomi yaitu yang memenuhi :

VMRl = VMR? =. . . .. ..= VMR,

(47)

Lahan Pertanian A Lahan Pemukiman B Lahan Industri C Lahan hutan D Gambar 1. Prinsip Kesamaan Marjinal Dalam Alokasi Lahan Optimal

Keterangan : Sumbu horizontal : total luas lahan, sumbu vertical : marginal rent Pengertian : Total luas lahan (optimal) = ONP

+

ONM

+

ON1

+

ONH

Agregate Rent (optimal)= 0 NPba

+

0 NM dc

+

0 NI fe

+

0 NH hg

VMR (Value Marginal Rent) = m

VAR ( Value Average Rent) = (aggregate rent 1 (total luas lahan )

2.2 Pasar Perumahan

Biaya perumahan umumnya terdiri dari 15-20 persen dari pengeluaran rumahtangga dan karena itu merupakan salah satu dari item anggaran terbesar. Investasi untuk perumahan merupakan suatu komponen yang signifika (berarti) dari total volume investasi dan memainkan satu peran penting dalam lingkungan bisnis (Harsman, 1988). Dampak sosial dari perumahan juga penting (Harsman, l988), lokasinya yang tetap dan relatif dekat dengan tempat-tempat kerja, pelayanan- pelayanan publik dan swasta, dan transportasi merupakan alat akses terhadap pekerjaan dan individu individu lain memiliki pengaruh yang beragam pada kondisi kehidupan dari sebuah rumahtangga.

[image:47.593.108.560.80.198.2]
(48)

dan perencanaan regional. Masalah regional yang dimaksud disini adalah suatu areal geografis dimana penghuninya tidak mudah berpindah-pindah dan merubah tempat- tempat kerja. Menurut definisi ini permintaan yang berlebihan untuk perumahan pada suatu daerah tidak dapat diseimbangkan oleh persediaan yang berlebihan pada satu daerah lain. Oleh karena itu informasi regional harus digunakan dalam perencanaan pada tingkat nasional.

Daya tahan perumahan yang ekstrim menimbulkan masalah siklus, bahkan sedikit saja perubahan permintaan akan perumahan akan menyebabkan perubahan besar permintaan investasi perumahan. Dalam jangka pendek persediaan rumah tinggal itu tetap, permintaan itu berubah dari segi tingkat dan komposisi rumah (Harsman, 1988).

2.3 Teori Permintaan Perumahan

Menurut Anwar (1999), model ekonomi mikro sederhana yaitu model yang memaksimumkan kepuasan ( u t i l i ~ ) rumah tangga sebagai konsumen jasa perumahan yang dibatasi oleh kendala anggaran belanja. Proses maksimisasi ini sejalan dengan usaha rumah tangga untuk mencoba menentukan lokasi tempat tinggalnya. Model yang aslinya disusun oleh Muth (1969) juga mengandaikan bahwa rumah tangga mempunyai kepuasan (Utility function) yang dirumuskan sebagai berikut :

u

= U ( X , Y )

Yang disyaratkan oleh kendala anggaran belanja :

(49)

X = banyaknya konsumsi selain perumahan q = banyaknya konsumsi dari perumahan U = Utilit?, (kepuasan)

Model (Muth, 1974) diatas mengasumsikan bahwa elastisitas permintaan perumahan terhadap pendapatan nilainya lebih dari satu pada penurunan hasil analisis diatas. Kemudian Muth merubah model dengan mengubah-ubah :

( 1 ) Jumlah perjalanan ke fasilitas umum dibuat sebagai peubah pu tusdengan memasukkan kedalam fungsi kepuasan.

(2) Preferensi terhadap lokasi dimasukkan dalam fungsi kepuasan Alonso (1964). Dalam membangun suatu model sistem pasar perumahan di perkotaan dimasukkan peubah luas lahan kedalam fungsi kepuasan rumah tangga seperti berikut :

MAX ~ ( x , l , ~ ( r ) ) . . . .. . . .. ... .. . .. . .. . ... . . .. (1)

x , l , r subject to x

+

~ ( r ) l = Y Dimana U = Fungsi Kepuasan

x = Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga selain Bumi dan Bangunan

I = Luas lahan

r = Jarak dari fasilitas umum D(r) = Jasa fasilitas umum pada jarak r

E(r) = Unit Land rent pada jarak r

Y = Pendapatan Rumah Tangga

(50)

menawarkan bumi dan bangunan kepada peminta harga yang meminta harga paling tinggi. Kemudian Fungsi permintaan lahan (bumi dan bangunan) adalah merupakan nilai-nilai dari segugus (jumlah uang) yang akan diminta rumah tangga pada alternatif lokasi-lokasi yang berlainan, sehingga rumah tangga akan mencapai tingkat kepuasan tertentu. Pemilik lahan memaksimumkan keuntungannya dengan menerima harga permintaan lahan tertinggi, sehingga dalam keseimbangan bidder dengan gradien bid-rent tertinggi akan menduduki sebagian besar dari lokasi kawasan CBD.

Selain masalah perumahan ditinjau dari sisi permintaan (demand side) dengan model Muth, juga dapat menganalisis masalah perumahan dilihat dari sisi penawaran (scipply side), dimana perumahan tersebut diproduksikan dengan menggunakan input-input modal dan lahan. Dalam model tersebut perumahan diasumsikan merupakan komoditas yang homogen yang dihasilkan oleh industri perumahan yang bersifat kompotitif. Penawaran perumahan dicirikan oleh fungsi produksi yang neo-klasik sebagai berikut :

Q = Q(L, N ) . . .

.

. . . . (2)

Dimana L dan N berturut-turut menyatakan input lahan dan input non-lahan. Model Muth melukiskan perilaku para pengusaha yang memproduksikan jasa perumahan dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan. Perilaku pengusaha tersebut dinyatakan seperti dibawah ini :

(51)

Dimana

n

adalah keuntungan; L merupakan kuantitas input lahan; N adalah kuantitas input bukan lahan ; dan R(k) merupakan gradien harga lahan; sedangkan input non lahan diasumsikan tersedia dengan harga konstan r, k adalah jarak dari pusat pasar ke lokasi produksi, dan Q(L,N) merupakan fungsi produksi dari jasa-jasa perumahan. Seorang konsumen dikatakan dalam kondisi ekuilibrium, apabila dengan kendala pendapatan dan harga tertentu, konsumen itu memaksimalkan utilitas atau kepuasan total dari pengeluarannya. Dengan kata lain, seorang konsumen berada dalam kondisi ekuilibrium apabila dengan garis anggaran tertentu, orang itu mencapai kurva indeferen tertinggi yang mungkin diraihnya (Salvatore, 1992). Dengan mengubah harga X, sementara harga Y, citarasa konsumen, dan pendapatan konstan, kita dapat memperoleh kurva konsumsi harga dan kurva permintaan konsumen untuk komoditi X. Kurva permintaan konsumen untuk komoditi X menunjukkan jumlah X
(52)

Gambar 2. Kurva Permintaan Konsumen

2.4 Nilai Ekonomi dari Lahan Perumahan dan Permukiman

[image:52.588.81.498.100.799.2]
(53)

pakai (Use Value=UV) dan nillai bukan pemakaian (Non Use Value = NUV).

Use value (nilai pakai) diartikan sebagai nilai yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dari sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan seperti berburu memancing, rekreasi, dan sebagainya termasuk pemanfatan secara langsung secara komersial misalnya ikan dan kayu yang bisa dijual maupun untuk konsumsi langsung. Use value secara lebih rinci terbagi menjadi nilai pakai langsung (direct use value), misalnya lahan kering untuk permukiman, penangkapan ikan dan sebagainya, pakai tidak langsung (indirect use value), misalnya fungsi pencegahan banjir dan nilai pilihan (Option Value) mengandung makna ketidak pastian yaitu nilai barangljasa dari SDA yang mungkin timbul pada masa mendatang bisa diartikan premi asuransi dimana keinginan masyarakat membayar jaminan pemanfaatan masa mendatang dari lahan pemukiman (Dahuri , 1997).

(54)

lahir). Secara sistimatis konsep nilai ekonomi total (total economic value) dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Total Economic Value

Use Value

b

ri

Non Use Value

Indirect

m

v

v

[image:54.588.70.562.164.401.2]

Sumber: Environmental economics (R.kerry Turner,David Pearce and Lan Bateman)

Gambar 3. Total Economic Value

Bequest Direct

Nilai ekonomi total dari lahan permukiman adalah :

TEV = UV

+

NUV = (DUV

+

IUV

+

OV)

+

(BV

+

EV)

Dimana : TEV = Total Econ.value DUV = Direct Use Value BV = Bequest Value UV = Use Value UV = Indirect Use Value Ev = Existence Value NUV = Non Use Value OV = Option Value

Option

(55)

pendekatan manfaat (benefit) dan pendekatan biaya (cost). Valuasi ekonomi yang berdasarkan pada sisi manfaat (benefit based) dapat dikelompokkan pada dua kategori umum, pertama yang menyangkut langsung dengan nilai pasar (market value) yaitu produktifitas dan yang kedua yang menyangkut pasar pengganti (substitute atau surrogate) atau barang-barang komplemeter (complementary goods).

Metode valuasi ekonomi yang termasuk kedalam pengukuran pasar yang actual antara lain adalah metode Effect of production (EOP) dan Human Capital approach (HCA) atau sering disebut Loss of Earnings Approach (LEA).

Pendekatan Effect on Production (EOP) adalah pendekatan yang merupakan aplikasi langsung dari tehnik analisis biaya manfaat (benefit cost analysis), sebagai contoh pencemaran limbah industri yang terbuang ke muara akan menurunkan kualitas perairan dan akan mengurang produksi perairan, sehingga hasil perikanan (out put) akan menurun. Di dalam pendekatan EOP, nilai yang sering diukur nilai kegunaan langsung (Direct Use Value) dari ekstraksi sumberdaya.

(56)

Untuk metode yang menggunakan surrogate market, pendekatan ini pada dasarnya menggunakan barang substitusi atau komplementer untuk menilai perubahan-perubahan yang terjadi pada sumberdaya alam dan lingkungan yang unprice (tidak teramati secara explicite) misalnya pembuatan taman dengan kolam ikan bisa dijadikan substitusi dari kondisi taman dengan danau dialam bebas.

Sumberdaya alam dan lingkungan tidak semuanya bisa dinilai secara moneter, misalnya keindahan alam untuk keperluan rekreasi, dan juga nilai estetik lainnya yang sulit dikuantifikasi misalnya perbedaan harga rumah yang dekat dan jauh dari kebisingan (Fauzi, 1999). Metode yang tergolong kelompok ini antara lain : travel cost method (TCM), property Value atau land value, Wage cllfferential dan Hedonic Pricing (HP).

Travel Cost Method, kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaan rekreasi dialam terbuka seperti memancing, berburu, hiking sebagainya. Metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan individu untuk mendatangi tempat tempat rekreasi. Tujuan dasar dari TCM adalah ingin mengetahui nilai kegunaan (Use Value) dari sumberdaya alam melalui pendekatan proxy. Dengan kata lain biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya alam tersebut.

(57)

berbeda. Selain itu pendekatan ini bisa juga digunakan untuk menentukan keinginan membayar (willingness to pay) terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam. Pendekatan Wage diferential menggunakan tingkat upah sebagai tolok ukur untuk mengukur kwalitas lingkungan, misalnya perbedaan upah pekerja yang bekerja dilokasi yang terpolusi lebih rendah dari pada dilokasi yang tidak terpolusi.

(58)

Economic Valuation

Price

-Effect on pyodirction (EOP): Lahan Perumahan dan Permukiman

- Loss of Earnings (H~lrnun Cupitul

Approach)

Surrogate Marcet

i

Cost-Based Valclation

,

1

-Replacement Cost -Shadow Price

-Preventive xpendit~lre

- Re Location Cost

-Travel Cost -Wage Different

-Property Value (Lahan

Perumahan dan permukiman) -Hedonic Pricing

[image:58.593.83.544.85.504.2]

Sumber:Environmental economics (R.Kerry Turner, DavidPearce, and Lan Bateman)

Gambar 4. Metode Valuasi Ekonomi

2.5 Ketahanan (Durability) dan Aneka Ragam Stok Perumahan

(59)

produksi yang berlaku di pasar (Anwar, 1999). Harrison dan Kain (1986) adalah orang-orang yang pertama yang mengusulkan bahwa stok perumahan harus dianggap bersifat tahan lama, yang merupakan pertimbangan penting dalam menganalisis struktur spasial dikawasan urban.

Menurut (Heaton, 1982) mengasumsikan bahwa kapital bersifat tahan lama, tetapi dapat diganti pada setiap waktu atas pertimbangan ekonomi. Model "sentra tunggal" mengasumsikan bahwa komoditas perumahan bersifat homogen dan rumah tangga bersifat indiferen terhadap proporsi lahanlnon lahan yang digunakan dalam memproduksi setiap jumlah jasa-jasa perumahan.

(60)

BAB

I11

KERANGKA PIKIR TEORITIS

3.1 Perkembangan Pembangunan Perumahan di Indonesia.

Di dunia saat ini di perkirakan 1 milyar orang tinggal di rumah-rumah yang tidak layak, dan 100 juta diantaranya tinggal di rumah-rumah kumuh (slums area), ( Komarudin, 1996).

Rumah memiliki arti yang sangat luas bila dikaitkan dengan perumahan dan permukiman yaitu rumah yang sehat dalam lingkungan yang sehat. Selain itu rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan merupakan refleksi kepribadian manusia yang menempatinya. Rumah yang ideal adalah rumah dalam kondisi baik, cukup luas untuk satu keluarga, dan terbuat dari bahan bangunan yang cukup baik, serta mempunyai syarat kesehatan.

Permasalahan yang ada tersebut tidak bisa diatasi secara insidental tetapi perlu penyelesaian yang menyeluruh dan terpadu. Karena itu dibutuhkan suatu kerangka pokok kebijaksanaan perumahan dan permukiman yang disusun berdasarkan informasi keadaan perumahan dan permukiman di Indonesia. BPS melalui Susenas 2001 dengan muatan modul perumahan dan permukiman berusaha untuk menyediakan gambaran perumahan dan permukiman secara menyeluruh.

(61)

Pembangunan perumahan sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan kegiatan ekonomis dengan mempertimbangkan aspek pembiayaan, keterjangkauan (aflordability) pembangunan yang berkelanjutan (sustainability), pengembalian biaya (cost recovery), keberimbangan ( e q u i ~ ) dan implementasi yang realistis.

Menurut GBHN (1998), Pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat serta menciptakan suasana kerukunan hidup keluarga dan kesetiakawanan sosial masyarakat dalam rangka membentuk lingkungan persemaian nilai agama dan budaya bangsa serta pembinaan watak anggota keluarga. Pembangunan perumahan dan permukiman, baik pembangunan perumahan barn maupun pemugaran perumahan diperdesaan maupun perkotaan, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal baik dalam jumlah maupun kualitasnya dalam lingkungan yang sehat dan layak huni serta memenuhi kebutuhan akan suasana kehidupan yang memberikan rasa aman, damai, tenteram, dan sejahtera.

Disebutkan pula bahwa pembangunan perumahan dan permukiman hams mampu memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja serta mendorong berkembangnya industri bahan bangunan murah yang memenuhi syarat tehnis dan kesehatan serta terbuat dari bahan setempat.

(62)

termasuk penanganan limbah, disertai upaya peningkatan kesadaran dan tanggung jawab warga masyarakat baik perdesaan maupun perkotaan agar makin banyak

mendiami rumah sehat dalam lingkungan permukiman yang sehat pula.

Beberapa kondisi harus diciptakan agar pembangunan perumahan berhasil yaitu:

( I ) perlu komitmen bersama atas strategi global perumahan,

(2) pelaksanaan pembangunan harus didukung oleh strategi internasional,

( 3 ) badan internasional hams mendorong dan menunjang kemampuan nasional. Secara garis besar permintaan rumah ditentukan oleh pembentukan rumahtangga baru, pendapatan rumahtangga, tingkat urbanisasi, harga rumah, kebijakan perumahan (termasuk ketersediaan dana kredit perumahan), dan pasokan (suppl-y) rumah. Masing-masing faktor tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor (selanjutnya disebut subfaktor) lain. Kualitas rumah, di mana kualitas rumah sendiri dipengaruhi oleh aksesbilitas, daya tahan rumah (tipe konstruksi dan bahan baku rumah), ketersediaan pelayanan dasar (penerangan, air minum, dan sanitasi lingkungan), jenis lantai, luas lantai, jenis dinding, jenis atap, tingkat keamanan, dan amenitas (tempat rekreasi dan hiburan). Kebijakan perumahan yang menyentuh konsumen perumahan dan produsennya sangat bergantung pada political will pemerintah (pusat dan daerah), dan pasokan perumahan sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, lahan peruntukanltata ruang, kebijakan fiskal di bidang perumahan, dan pasokan industri bahan baku rumah Hasil SUSENAS 1998

(63)

Tahun 1992 dan 1995. Dengan demikian sudah semakin banyak rumahtangga yang menempati rumah diatas tanah milik sendiri. Meningkatnya rumahtangga yang menempati rumah diatas tanah milik sendiri terlihat didaerah perdesaan maupun perkotaan. Kalau dibandingkan mereka yang tinggal diperdesaan lebih mudah memperoleh rumah diatas tanah milik sendiri, ha1 ini disebabkan karena tanah didaerah perkotaan jauh lebih mahal daripada di daerah perdesaan. Ada tujuh Propinsi yang rumahtangganya menempati bukan tanah milik diatas 20 persen yaitu Propinsi DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan, Sumatra Barat, Sulawesi Tenggara dan irian Jaya. Dari ketujuh propinsi tersebut banyak rumahtangga yang menempati tanah hak guna bangunan, hak pakai atau lainnya. Indikator lain juga memperlihatkan bahwa tingkat perekonomian masyarakat berdasarkan kondisi perumahan adalah penguasaan bangunan tempat tinggal. Hasil SUSENAS 1998 juga menunjukkan persentase penduduk Indonesia yang menempati rumah tinggal bukan milik sendiri terdapat 18,43 persen, angka ini lebih kecil dari angka tahun 1995 sebesar 18,7 persen.

(64)

Irian Jaya sebanyak 55,79 % dan paling banyak kedua di Nusa Tenggara Timur sebanyak 53,77 %.

3.2 Kependudukan

Penduduk adalah aspek utama perencanaan. Perencanaan disusun oleh penduduk, dan untuk penduduk. Perencanaan dibuat oleh penduduk berarti penduduk bertindak sebagai subyek, dan perencanaan dibuat untuk penduduk, karena penduduk yang akan merasakan akibat dari perencanaan itu, dengan kata lain penduduk merupakan salah satu obyek perencanaan.

Pengetahuan tentang kependudukan yaitu tentang kualitas penduduk dan kuatintas penduduk. Kwalitas penduduk ialah keadaan masyarakat dan merupakan masalah sosial, masalah kuanti tas penduduk menyangkut keadaan jumlah penduduk, ha1 ini bisa digunakan sebagai gambaran para perencana untuk menentukan kebijaksanaan pembangunan. Selain kedua ha1 tersebut ada yang lebih penting tentang kependudukan yaitu pergerakan penduduk yang lebih dikenal dengan kata migrasi, yang dapat digunakan sebagai ukuran perkembangan suatu daerah atau kota. Pergerakan penduduk sangat penting untuk menganalisis kependudukan dalam hubungan dengan berbagai aspek sosial dan ekonomi suatu daerah.

(65)
(66)

Tabel 1. Keadaan Penduduk, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta Laiu Pertumbuhannva Pada Tahun 1990 - 2000

Daerah

Jurnlah Penduduk

Hasil SP 90

I

Hasil SP 2000

Rata-rata Laju Pertumbuhan

8.259.266

Dari Tabel 1. tersebut terlihat bahwa laju pertumbuhan penduduk Jakarta jauh lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan penduduk di wilayah Botabek, ha1 ini menunjukkan bahwa banyak penduduk Jakarta yang migrasi ke wilayah Botabek diperkuat dengan data penduduk komuter (ulang-alik) dari Jakarta ke wilayah sekitarnya (Botabek. Pada Tabel 1. terlihat bahwa Kota Bekasi, Kota Depok dan kota Tangerang belum terbentuk datanya masih tergabung dengan kabupaten terkait.

8.385.639

4.37 2,25 10,97 *) 5,02 *) 6,03 2. Bodetabek

- Kabupaten Bogor - Kota Bogor

- Kabupaten Tangerang - Kabupaten Bekasi

I

(% per Tahun)

0,16 Total Jabodetabek 8.876.901 3.736.180 271.341 2.764.988 2.104.392

17.136.167

1

21.141.678

1

2.34

Tabel 2. Penduduk Komuter (olang-alik) DKI Jakarta Berumur 10 Tahun ke Atas menurut Tempat Tinggal Sekarang Pada Tahun 2000

12.756.039 4.635.801 750.8 19 4.087.18 1

3.282.238

Sumber : BPS ( data SP 2000) *) = laju pertumbuhan Kabupaten+Kota

**)= Laju pertumbuhan Kab.Bogor+depok

Nomor

1 .

2. 3. 4.

I I I I

Daerah Tempat Tinggal sekarang

Kabupaten Bogor Kota Bogor Depok

Kabupaten Bekasi

5.

I

Kota Bekasi

6. 7.

1.663.802

1

222.533

1

13,37

I

-

-

I I I

Jumlah penduduk (Jiwa)

3.508.826 750.8 19

1 .146.047 1.668.494

Kabupaten Tangerang Kota Tannerang

I

Jumlah 12.845.270

1

1. 012.435

1

7,88

Jumlah Komuter (jiwa) 100.323 14.731 127.839 64.017 2.78 1.428 1.325.854

Sumber : BPS DKI Jakarta (2001 )

%dari

Jumlah Penduduk

2 3 6 1,96 15,15 3,84

370.285

1 12.707

(67)

Pada Tabel 2. diatas terlihat bahwa penduduk ulang-alik (komuter) ke DKI Jakarta yaitu kalau siang menjadi penduduk DKI Jakarta namun kalau malam menjadi penduduk daerah tempat tinggalnya jumlahnya cukup signifikan yaitu 1.012.435 orang atau sebanyak 12,07 persen dari penduduk Jakarta dan paling banyak dari Kabupaten Tangerang sebanyak 370.285 penduduk atau 13,31 % dari penduduk Tangerang, ha1 ini karena di Kabupaten Tangerang banyak dibangun perumahan baik dari Perumnas maupun Real estate, dan paling rendah dari Kota Bogor. Kalau dilihat dari persentase jumlah penduduk yang paling banyak dari Depok sebanyak 15,15% dari penduduk depok setiap hari pergi ke Jakarta sebagai pekerja atau sekolah, dan sebanyak 7,78% dari seluruh penduduk Jabodetabek menjadi penduduk komuter (olang-alik) ke Jakarta setiap hari.

3.3 Urbanisasi

(68)

dibidang perindustrian di kota. Dari pandangan para psikolog, urbanisasi dapat dilihat sejauh mana manusia itu dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah-ubah, baik yang disebabkan oleh kemajuan teknologi maupun dengan adanya perkembangan dalam kehidupan. Dari sudut pandang sosiologi, urbanisasi dikaitkan dengan sikap hidup penduduk dalam lingkungan pedesaan yang mendapat pengaruh dari kehidupan kota. Dari sudut pandang geografi, urbanisasi berarti distribusi, difusi perobahan, dan pola menurut waktu dan tempat. Dalam pengertian yang luas, urbanisasi erat hubungannya dengan proses atau gejala pertumbuhan, modernisasi, dan kemajuan ekonomi suatu kota, dengan berbagai dampak positif dan negatif serta sebagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan penguasa pemerintahan perkotaan. Dengan kata lain pengertian urbanisasi meliputi segala ha1 ihwal yang berkaitan dengan masalah perkotaan.

Alasan terjadinya urbanisasi pada umumnya berlatar belakang klasik yaitu faktor daya tarik kota itu sendiri, misalnya :

( 1 ) Suatu kota yang menjadi pusat pemerintahan merupakan konsentrasi dari kantor instansi pemerintahan, memerlukan tenaga kerja, dari yang berpendidikan tinggi sampai yang berpendidikan rendah.

(69)

menjadi pusat perdaganganhisnis, jasa keuangan/perbankan, perkantoran dan lain sebagainya.

3.4 Keterjangkauan (A ffordability)

Kebijaksanaan umum perumahan dan permukiman pada Program Jangka Panjang Tahun

II

(PJPT 11) perlu secara tegas menentukan kelompok sasaran, yaitu perumahan dan permukiman khusus bagi kelompok yang berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh sektor formal dan tidak dapat menjangkau betapapun murahnya harga rumah sederhana. Mereka perlu didorong untuk bisa membangun rumahnya sendiri secara bertahap dengan bantuan dan bimbingan pemerintah. Peran pemerintah dalam membangun dan menyediakan perumahan secara bertahap dibatasi pada pelayanan bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pemerintah dalarn mencapai target pembangunan perumahan menggunakan prinsip keterjangkauan (aflordability) yaitu bagian dari pendapatan keluarga yang dapat disisihkan untuk perumahan. Pada kenyataannya lebih 80 persen penduduk perkotaan berpenghasilan sangat rendah, sehingga bagian dari pendapatan yang disisihkan untuk perumahan tidak cukup untuk membayar angsuran pembelian rumah yang layak. Dengan perkataan lain daya jangkau untuk memperoleh perumahan sangat rendah. Besarnya daya beli masyarakat sangat dipengaruhi oleh :
(70)

3.5 Keberlanjutan (Sustainability)

Pembangunan perumahan berkelanjutan adalah pembangunan perumahan yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi masa kini dan masa depan secara merata. Pembangunan perumahan masa datang yang bertumpu pada kemandirian masyarakat dengan azas manfaat adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan dan kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan serta kelestarian lingkungan hidup. Kebutuhan rumah selain untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, juga dapat mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat, mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional. Azas kelestarian lingkungan hidup memberikan landasan untuk menunjang pembangunan perumahan dan permukiman bekelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.

3.6 Keberimbangan (equity)

(71)

sederhana dan sangat sederhana, dibanding rumah menengah dan rumah mewah adalah 6 : 3 : 1 jadi setiap membangun 100 rumah mewah harus membangun 300 rumah menengah, dan 600 rumah sederhana dan sangat sederhana. Pengendalian pelaksanaan SKB ini secara nasional dilaksanakan oleh Mentri Perumahan Rakyat, Gubernur, Bupati dan Walikota secara berjenjang melakukan koordinasi di wilayahnya masing masing. Ketentuan dalam SKB ini digunakan sebagai acuan dalam penataan ruang wilayah Propinsi maupun KabupatenIKota. Ditetapkannya SKB Tiga Menteri ini diharapkan agar pembangunan perumahan dan permukiman terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, terencana dan berkesinambungan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

3.7 Kelembagaan

Karena belum adanya kejelasan tentang urusan prasarana utilitas umum dan fasilitas sosial lingkungan perumahan dan permukiman antara pemerintah Pusat dan pemerintah daerah sehinggaa menimbulkan keragaman dalam pengaturan. Kemampuan aparatur Pemda belum mantap sehingga lambat mengantisipasi pembangunan perumahan yang berkembang cepat. penanganan masalah perumahan tidak pada satu lembaga sehingga terkesan pembangunan perumahan yang tidak efisien dan efektif. Lembaga yang mengurus pembangnan perumahan adalah :

(72)

Gambar

Gambar 1. Prinsip Kesamaan Marjinal Dalam Alokasi Lahan Optimal
Gambar 2. Kurva Permintaan Konsumen
Gambar 3. Total Economic Value
Gambar 4. Metode Valuasi Ekonomi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rerata produksi NO makrofag pada kelompok perlakuan dosis bertingkat lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, walaupun secara statistik tidak ada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar VEGF serum wanita yang menderita endometriosis dibandingkan dengan non endometriosis. Metode: Penelitian ini

Hal ini disebabkan bahwa investor memiliki persepsi risiko yang tinggi maka dalam pengambilan keputusan investasi akan cenderung rendah pula karena investor akan memilih

Di bagian utara, nilai berkisar antara 304-575 μ S/cm yang ditunjukan dengan warna merah (sebagai batas nilai terendah) hingga kuning pada peta iso-DHL, lihat Gambar

Di era yang sudah modern ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa manfaat yang sangat penting dalam kehidupan manusia.Kalau dulu manusia

Bahwa Terdakwa telah meninggalkan kesatuan tanpa ijin yang sah dari Komandan Kesatuan sejak tanggal 15 April 2014 sampai dengan tanggal 29 Mei 2014, dan kembali

Berdasarkan uji hipotesis tersebut dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang kuat dan positif antara self efficacy dan minat belajar secara bersama-sama dengan hasil

Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan Pe- rempuan Klas IIA Tangerang hanya memfasili-tasi untuk para narapidananya melalui penye-diaan seperti halnya informasi tentang agama,