• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID

PADA

DUA LAPIS TANAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

Menyelesaikan pendidikan sarjana ( S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh :

060402093

SUPENSON SIMATUPANG

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA

DUA LAPIS TANAH

Oleh :

060402093

SUPENSON SIMATUPANG

Disetujui oleh: Pembimbing,

NIP : 1957 0720 1883 1001 IR. ZULKARNAEN PANE

Diketahui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

Ir. SURYA TARMIZI KASIM, M.Si

NIP : 195405311986011002

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

ABSTRAK

Sistem pembumian grid digunakan untuk mengalihkan arus gangguan

ke tanah dan menjaga keselamatan manusia dan peralatan listrik dari arus

gangguan. Sehingga tahanan sistem pembumian grid harus sekecil mungkin

untuk dilalui arus gangguan.

Sistem pembumian grid biasanya ditempatkan pada tanah berlapis

vertikal atau tanah berlapis horizontal. Ketebalan dan tahanan jenis tanah

(resistivitas) setiap lapisan tanah dapat diukur secara langsung. Untuk

menghitung tahanan tanah pada dua lapis tanah atau berlapis banyak dengan

hanya mengetahui ketebalan dan resistivitas setiap lapis sebenarnya sudah bisa

dilakukan dengan metode mirror atau metode elemen hingga (finite element

method). Tetapi perhitungan dengan metode mirror atau metode elemen hingga

membutuhkan waktu yang lama dan perangkat lunak (software). Beberapa

rumus sederhana untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis

tanah telah ditemukan, namun pengembangan selalu dilakukan oleh para ahli.

Salah satu metode terbaru untuk menghitung tahanan pembumian grid pada

dua lapis tanah diperkenalkan oleh Xiobin, Guangning, Weiming dan

Ruinfang.

Pada tugas ahir ini, penulis menggunakan metode baru yang

dikembangkan oleh Xiaobin, Guangning,Weiming dan Ruinfang untuk

(5)

Dengan metode ini dapat dihitung tahanan pembumian grid pada dua lapis

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas akhir ini. Shalawat

dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu

ibunda dan ayahanda, serta abang, kakak, adik, dan ponakan tercinta yang

senantiasa memberikan do’a,semangat dan dukungan selama ini.

Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas akhir ini adalah:

”PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH”

Selama masa kuliah sampai penyelesaian tugas akhir ini, penulis

banyak menerima bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu

dengan penuh ketulusan hati, penulis menghaturkan terima kasih kepada :

a. Ayahanda S Simatupang, dan Ibunda R br Silitonga, yang tidak

terhitung cinta dan kasih sayangnya, yang tidak pernah bosan-bosanya

mengasuh, mendidik dan membimbing penulis semenjak kecil hingga

sekarang ini. Abangda Marbangun Simatupang, Kakanda Fitri

Huzaimah br Lubis, Abangda Preddi Simatupang, kakanda Irma br

Cibro, Kakanda Tetti Simatupang, Kakanda Sartana Simatupang,

(7)

Junedi simatupang, dan Adinda Erniwati simatupang serta

keponakanku tercinta Mutiara Syifa Alfatia br Simatupang ,Akila Alfi

Husna br Simatupang yang selalu menjadi tempat berbagi, bercanda

dan bermain dalam suka maupun duka.

b. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane, selaku dosen pembimbing penulis yang

telah banyak meluangkan waktu dan memberikan ide-ide brilian dalam

penyusunan Tugas Akhir ini.

c. Bapak Ir. Zulfin MT, selaku Dosen Wali penulis, yang senantiasa

memberikan bimbingannya selama perkuliahan.

d. Teman-teman satu stambuk 2006, Martua, Iqbal, Taufik, randy, Faisal,

Nasir, Fauzi, Fahmi, Alfi, Rahmuddin, Hendra, Sukesih, Helmy,

Agung, Teguh, Rozi, Salman, Bale, Bonar, Liza, Ina, dan teman-teman

yang belum disebut namanya, yang selama ini menjadi teman diskusi,

belajar dan bekerja sama dalam kegiatan kampus.

e. Keluarga Besar Laboratorium Pengukuran Listrik, Bapak Ir. Masykur

Sj, selaku Kepala Laboratorium, mas Dian selaku pegawai

Laboratorium, rekan-rekan asisten dan semua teman-teman stambuk

2006.

f. Seluruh Stap Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Elektro, Kak

Ani, Bang Ridho, Bang Ponijan, Bang Marthin, yang telah mendidik

dan membantu penulis selama perkuliahan sampai dengan selesai.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini belum sempurna, karena

(8)

dan kritik dari pembaca dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan

kajian dalam bidang ini sangat penulis harapkan.

Akhir kata kesempurnaan hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan

kesalahan semata-mata dari penulis. Semoga Tugas Akhir ini berguna dan

memberikan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Juli 2011

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 2

I.3 Batasan Masalah ... 2

I.4 Metodologi Penulisan ... 3

I.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH 2.1 Umum ... 5

2.2 Faktor yang mempengaruhi Tahanan Pembumian Grid ... 7

(10)

2.4 Pengukuran Tahanan Jenis Dua Lapis Tanah ... 10

2.4.1 Informasi Geologi dan Contoh Lapisan Tanah ... 11

2.4.2 Metode Elektroda Tunggal... 12

2.4.2.1 Prosedur Pengukuran ... 13

2.4.2.2 Penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas dan Ketebalan Tanah Lapisan atas ... 14

2.4.2.3 penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Bawah ... 15

2.4.2.4 Contoh Penggunaan Metoda Elektroda Tunggal ... 16

2.4.3 Gabungan Metoda 4 Titik dengan Grafik Sunde ... 19

2.4.4 Contoh Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde ... 22

2.5 Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah ... 24

2.5.1 Rumus IEEE std 80-1986 ... 25

2.5.2 Rumus M.M.A.Salama, M.M.Elsherbiny dan Y.L.Chow .... 27

2.5.3 Rumus Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah Vertikal ... 29

BAB III ANALISIS DAN PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH HORIZONTAL 3.1 Umum ... 39

3.2 Parameter dari Simulasi ... 40

3.3 Simulasi Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah ... 41

(11)

3.4 Rumus Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah Horizontal

...

50

BAB IV APLIKASI PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA GARDU INDUK

4.1 Umum ... 52

4.2 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk Binjai

(Grid Persegi Panjang) ... 52

4.3 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk (Grid

Persegi) ...

55

4.4 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk (Grid T) 56

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Variasi Tahanan jenis tanah, (a) Kandungan aram

; (b) kelembaban tanah ; (c) Temperatur ... 10

Gambar 2.2 Metode Wenner ... 19

Gambar 2.3 Grafik Sunde ... 20

Gambar 2.4 Grafik jarak probe vs tahanan jenis tanah hasil pengukuran... 23

Gambar 2.5 Grafik Sunde dengan sebuah kurva yang baru ... 24

Gambar 2.3 Bentuk Grid dan Model Lapisan Tanah ... 24

Gambar 2.6 Bentuk Grid dan Lapisan Tanah, (a) ρ2 Dianggap Tak Hingga ; (b) ρ1 Dianggap sebagai tahahanan ρ1 dan ρ2 Gambar 2.7 Grafik X vs Y ... 34

... 31

Gambar 2.8 Grafik A1/A2 Gambar 3.1 Bentuk Grid ... 40

vs 1-c ... 34

Gambar 3.2 Betuk Lapisan Tanah... 40

Gambar 3.3 Grafik Z vs Y ... 45

(13)

Gambar 3.5 Grafik X vs B ... 49

Gambar 3.6 Grafik Z vs B ... 49

Gambar 4.1 Grid pembumian persegi panjang ... 53

Gamnar 4.2 Grid pembumian persegi ... 55

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ragam tahanan pembumian gardu induk untuk berbagai

instalasi ... 7

Tabel 2.2 Tahanan jenis tanah ... 9

Tabel 2.3 Hasil pengujian tahanan jenis tanah metoda elektroda tunggal pada dua lapis tanah ... 18

Tabel 2.4 Hasil pengukuran tahanan tanah untuk tahanan jenis tanah dengan metoda empat titil ... 22

Tabel 2.5 Nilai K1 dan K2 ... Tabel 2.6 Nilai R dari hasil simulasi CDEGS ... 32

26 Tabel 2.7 Hubungan antara X dan Y untuk nilai ρ1 Tabel 3.1 Tahanan Pembumian Grid R Berdasarkan yang berbeda ... 33

Hasil Simulasi untuk ρ1,<ρ2 Tabel 3.2 Tahanan Pembumian Grid R Berdasarkan ... 42

Hasil Simulasi untuk ρ1,>ρ2 Tabel 3.3 Tahanan Pembumian Grid R ... 43

1 Tabel 4.1 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus I ... 54

... 44

Tabel 4.2 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus II ... 55

(15)

ABSTRAK

Sistem pembumian grid digunakan untuk mengalihkan arus gangguan

ke tanah dan menjaga keselamatan manusia dan peralatan listrik dari arus

gangguan. Sehingga tahanan sistem pembumian grid harus sekecil mungkin

untuk dilalui arus gangguan.

Sistem pembumian grid biasanya ditempatkan pada tanah berlapis

vertikal atau tanah berlapis horizontal. Ketebalan dan tahanan jenis tanah

(resistivitas) setiap lapisan tanah dapat diukur secara langsung. Untuk

menghitung tahanan tanah pada dua lapis tanah atau berlapis banyak dengan

hanya mengetahui ketebalan dan resistivitas setiap lapis sebenarnya sudah bisa

dilakukan dengan metode mirror atau metode elemen hingga (finite element

method). Tetapi perhitungan dengan metode mirror atau metode elemen hingga

membutuhkan waktu yang lama dan perangkat lunak (software). Beberapa

rumus sederhana untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis

tanah telah ditemukan, namun pengembangan selalu dilakukan oleh para ahli.

Salah satu metode terbaru untuk menghitung tahanan pembumian grid pada

dua lapis tanah diperkenalkan oleh Xiobin, Guangning, Weiming dan

Ruinfang.

Pada tugas ahir ini, penulis menggunakan metode baru yang

dikembangkan oleh Xiaobin, Guangning,Weiming dan Ruinfang untuk

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tahanan pembumian grid merupakan parameter yang sangat penting

dalam sistem pembumian grid. Nilai tahanan pembumian grid sangat

berhubungan dengan keselamatan manusia maupun peralatan listrik. Maka

untuk mengetahui nilai tahanan pembumian grid perlu dilakukan perhitungan,

sehingga diketahui nilai tahanan pembumian grid tersebut.

Nilai tahanan pembumian grid dipengaruhi oleh kondisi tanah seperti

keadaan lapisan tanah, apakah tanah tempat elektroda pembumian grid ditanam

sejenis (homogen) atau tidak sejenis (non-uniform). Pembumian grid sering

dianggap diletakkan pada tanah yang homogen, padahal dilapangan

membuktikan bahwa elektroda pembumian grid diletakakan pada tanah

berlapis. Untuk mendapatkan hasil perhitungan yang akurat, penelitian telah

dilakukan oleh M.M.A. Salama dan Y.L. Chow. Mereka menyimpulkan

penelitian mereka dalam sebuah rumus. Kemudian M.M.A. Salama, Y.L Chow

dan M.M. Sherbiny melanjutkan penelitian mereka dan memperoleh rumus

yang baru untuk menghitung tahanan pembumian grid pada tanah berlapis.

ketiganya merupakan anggota IEEE.

Rumus yang dikembangkan oleh M.M.A. Salama, M.M. Sherbiny, Y.L

(17)

tidak akurat dalam menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah.

Untuk mendapatkan hasil yang akurat penelitian dilakukan oleh Xiaobin Caw,

Guangning Wu, Weiming Zhow, dan Ruifang Li. Dengan memanfaatkan

penelitian M.M.A. Salama dan Y.L Chow mereka berhasil mendapatkan rumus

yang lebih akurat jika dibandingkan dengan rumus yang dikembangkan oleh

M.M.A. Salama, M.M. Sherbiny, dan Y.L. Chow maupun dari rumus M.M.A.

Salama dan Y.L Chow.

I.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan.

Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana menghitung tahanan pembumian grid yang ditempatkan pada tanah berlapis ( dua lapis) horizontal. Manfaat penulisan ini adalah sebagai metode alternatif dalam menghitung tahanan pembumian grid yang ditempatkan pada tanah berlapis ( dua lapis) horizontal.

I.3.Batasan Masalah

Agar pembahasan materi lebih terarah, maka ditetapkan beberapa batasan masalah sebagai berikut:

1. Tanah yang digunakan dalam pembahasan dianggap dua lapis.

2. Susunan elektroda pembumian yang digunakan adalah bentuk grid.

3. Tidak membahas source code program yang digunakan.

(18)

I.4. Metode Penelitian

1. Studi Literatur yaitu dengan mempelajari buku-buku referensi yang

tersedia dari media cetak maupun internet dan juga buku ataupun

catatan kuliah untuk mendapatkan teori-teori pendukung yang

digunakan dalam penulisan tugas akhir ini.

2. Metode diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing

mengenai masalah-masalah yang timbul selama penulisan tugas akhir

ini berlangsung.

3. Analisi dengan komputer serta membuat kesimpulan.

I.5. Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini disusun berdasarkan urutan pembahasan sebagai

berikut:

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, sertai sistematika

penulisan tugas akhir ini.

BAB II : Dasar Teori Tahanan Pembumian

Dalam bab ini dijelaskan tahanan pembumian, pengukluran tahanan

pembumian, tahanan jenis tanah, pengukuran tahanan jenis tanah,

(19)

BAB III : Tahanan Pembumian Grid pada Dua Lapis Tanah

Dalam bab ini dijelaskan metode untuk menghitung tahanan

pembumian grid pada dua lapis tanah.

BAB IV : Analisa dan Perhitungan Tahanan pembumian Grid pada Dua

Lapis Tanah.

Dalam bab ini dijelaskan metode yang dikembangkan oleh Xiaobin

Caw, Guangning Wu, Weiming Zhow, dan Ruifang Li dan melakukan

perhitungan berdasarkan data yang diperoleh.

BAB V : Kesimpulan

Bab ini berisi kesimpulan penulis mengenai pembahasan pada bab-bab

(20)

BAB II

TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH

2.1 Umum

Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya

menggunakan konduktor yang ditanam secara horisontal, dengan bentuk

kisi-kisi (grid). Konduktor pengetanahan biasanya terbuat dari batang tembaga

keras dan memiliki konduktivitar tinggi, terbuat dari kabel tembaga yang

dipilin (bare stranded copper) dengan luas penampang 150 mm2

Sistem pembumian grid selama ini dianggap diletakkan pada tanah

yang sejenis (uniform) padahal di lapangan menunjukkan bahwa tanah di

sekitar pembumian grid adalah terdiri dua lapisan tanah yang berbeda tahanan

jenisnya ( non-uniform). Struktur dua lapisan tanah pembumian grid

kadang-kadang berlapis horizontal dan kadang-kadang-kadang-kadang berlapis vertical.

dan

mempunyai kemampuan arus hubung tanah sebesar 250 kA selama 1 detik.

Konduktor itu ditanam sedalam kira-kira 30 cm – 80 cm atau bila dibawah

kepala pondasi sedalam kira-kira 25 cm.

Pembumian grid merupakan bagian penting dalam sistim kelistrikan

dari sudut pandang keselamatan manusia dan peralatan. Keselamatan,

kehandalan, dan kontiniutas pelayanan listrik sangat tergantung pada desain

pembumian grid.

(21)

1. Melindungi manusia terhadap bahaya listrik dengan membatasi

tegangan lebih jika gangguan tanah terjadi pada pembangkit atau pada

gardu induk.

2. Menjamin keselamatan dan kontiniutas peralatan listrik dengan

membatasi tegangan lebih yang mungkin timbul akibat kecelakaan

operasi.

3. Menjamin operasi yang tepat dari perangkat peralatan proteksi dengan

dipastikanya gangguan tanah terdeteksi serta melakukan pemutusan

terhadap area yang mengalami gangguan tanah.

Untuk menjalankan fungsinya, pembumian grid harus memiliki tahanan

yang kecil. Tabel 2.1 menunjukkan nilai maksimum tahanan pembumian pada

pembangkit sesuai instalasi dari pembangkit tersebut yang dibuat oleh NEC

(22)

Table 2.1 Ragam tahanan pembumian gardu induk untuk berbagai instalasi [17]

Instalasi Tipe Nilai maksimum tahanan pembumian

Komersial Gedung, rumah,dll ≤25 Ω

Industri

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tahanan Pembumian Grid

Nilai tahanan suatu sistem pembumian diharapkan serendah mungkin.

Elektroda pembumian yang ditanamkan ke dalam tanah diharapkan langsung

memperoleh memiliki tahanan yang rendah, namun hal itu sangat jarang

diperoleh. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap nilai tahanan

pembumian.

1. Tahanan dari material elektroda yang digunakan

2. Tahanan kontak antara elektroda dengan tanah

(23)

2.3 Tahanan Jenis Tanah

Tahanan jenis tanah (ohm-meter) merupakan nilai resistansi dari bumi

yang menggambarkan nilai konduktivitas listrik bumi dan didefinisikan

sebagai tahanan, dalam ohm, antara permukaan yang berlawanan dari suatu

kubus satu meter kubik.

Pentingnya tahanan jenis tanah ini untuk diketahui karena tahanan jenis

tanah mempunyai beberapa manfaat yaitu :

1. Beberapa data yang diperoleh dari surveys geofisika dibawah

permukaan tanah dapat membantu untuk identifikasi lokasi

pertambangan, kedalaman batu-batuan dan phenomena-phenomena

geologi lainnya.

2. Tahanan jenis tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap korosi

pipa-pipa bawah tanah. Apabila tahanan jenis tanah semakin

meningkat maka aktivitas korosi akan semakin meningkat pula.

3. Tahanan jenis lapisan tanah mempunyai pengaruh langsung dalam

sistem pembumian. Ketika merencanakan sistem pembumian,

sebaiknya dicari lokasi yang mempunyai tahanan jenis tanah yang

terkecil agar tercapai instalasi pembumian yang paling ekonomis.

Faktor keseimbangan antara tahanan pembumian dan kapasitansi di

sekelilingnya adalah tahanan jenis tanah yang direpresentasikan dengan ρ. Harga tahanan jenis tanah dalam kedalaman tertentu tergantung pada beberapa

faktor yaitu :

(24)

2. Lapisan tanah : berlapis-lapis dengan tahanan jenis berlainan atau

uniform

3. Komposisi kimia dari larutan garam dalam kandungan air

4. Kelembaban tanah

5. Temperatur

6. Kepadatan tanah

Secara grafis pengaruh kandungan garam, kelembaban tanah dan

temperatur terhadap tahanan jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 2.1.Jenis

tanah, seperti berpasir, berbatu, tanah liat dan lain-lain mempengaruhi besar

tahanan jenis. Berdasarkan Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL

2000) tahanan jenis tanah dari berbagai jenis tanah dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 2.2 Tahanan Jenis Tanah

Jenis Tanah Tahanan Jenis Tanah (Ω-m)

Tanah Rawa 30

Tanah Liat dan Tanah Ladang 100

Pasir Basah 200

Kerikil Basah 500

Pasir dan Kerikil kering 1000

(25)

T

Gambar 2.1 Variasi Tahanan Jenis Tanah

(a) Kandungan Garam ; (b) kelembaban tanah ; (c) Temperatur

2.4 Pengukuran Tahanan Jenis Dua Lapis Tanah

Untuk melakukan pengukuran tahanan jenis tanah dapat dilakukan

dengan beberapa cara yaitu :

1. Informasi Geologi dan Contoh Lapisan Tanah

2. Metode Elektroda Tunggal

(26)

2.4.1 Informasi Geologi dan Contoh Lapisan Tanah

Biasanya pada tempat dimana sistem pembumian dipasang, perlu

dilibatkan seorang ahli sipil. Tugasnya biasanya meliputi pencarian informasi

geologi yang berisi tentang sejumlah informasi mengenai sifat dan bentuk dari

lapisan tanah tersebut. Data ini sangat bermanfaat untuk membantu para ahli

listrik yang membutuhkan informasi ini.

Penentuan tahanan jenis tanah berdasarkan nilai terukur antara sisi yang

berlawanan dari sampel tanah dengan ukuran yang diketahui tidak

direkomendasikan, karena tahanan antar muka antara tanah dan elektroda yang

nilainya tidak diketahui dimasukkan dalam hasil ukur.

Penentuan yang lebih akurat didapat bila dilakukan pengukuran tahanan

jenis 4 terminal dari tanah tersebut. Terminal-terminal tegangan harus

berukuran lebih kecil daripada penampang sampel dan diletakkan jauh dari

terminal arus untuk memastikan distribusi arus bersifat hampir uniform. Jarak

sebesar penampang terbesar sampel biasanya cukup untuk pengukuran.

Terkadang sulit, bahkan hampir mustahil untuk mendapatkan nilai

tahanan jenis tanah yang cukup akurat berdasarkan pengukuran tahanan jenis

pada sampel. Kesulitan ini disebabkan sulitnya memperoleh sampel tanah yang

representatif, yaitu sampel tanah yang homogen, dan mempunyai kepadatan

(27)

2.4.2. Metoda Elektroda Tunggal

Metoda ini merupakan pengujian tahanan jenis tanah dengan

melakukan beberapa kali pengujian dimana pada setiap tingkat pengujian

kedalaman ditingkatkan secara bertahap. Tujuannya adalah untuk memaksakan

lebih banyak arus uji mengalir melalui tanah yang lebih dalam. Nilai tahanan

jenis yang terukur akan menghasilkan tahanan jenis yang bervariasi pada setiap

tingkat kedalaman.

Elektroda yang digunakan untuk pengujian adalah elektroda batang

(ground rod). Elektroda batang ini lebih baik dari tipe elektroda lain karena

mempunyai keunggulan-keunggulan yaitu :

1. Nilai teoritis dari tahanan pembumian elektroda batang dapat

dihitung dengan cara sederhana dan akurasi yang cukup, sehingga

hasilnya dapat ditafsirkan dengan mudah.

2. Menanamkan elektroda batang ke dalam tanah relatif lebih mudah

dibandingkan elektroda yang lain.

Pada saat pengukuran, ada tiga kemungkinan posisi elektroda yang

menyebabkan tahanan pembumian elektroda batang berbeda cara

menghitungnya.

a. Seluruh permukaan elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah

bagian atas, dan ρ1 > ρ2.

b. Seluruh permukaan elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah

(28)

�= ��

c. Elektroda ditancapakan hingga kelapisan kedua.

�= ��

R :Tahanan pembumian elektoda batang ( Ω )

ρ1dan ρ2

l :Panjang elektroda batang dalam tanah ( m)

:Tahanan jenis tanah lapisan atas dan lapisan bawah ( Ω-m )

d :Diameter elektroda batang ( m)

l2 :Panjang elektroda batang yang berada pada lapisan tanah

bagian bawah

2.4.2.1 Prosedur Pengukuran

1. Elektroda batang ditancapkan ke dalam tanah secara bertahap.

Penambahan panjang elektroda disetiap tahap disimbolkan ∆l, sehingga

panjang elektroda pada pengukuran ke n adalah:

�� = ��−�+∆� 2.5

2. Tahanan pembumian Rn

��� = ��� �

�������� 2.6

di ukur setiap penambahan panjang elektroda

∆�, dan tahanan jenis tanah dari setiap pengukuran dihitung dengan

(29)

3. Untuk menghitung ketebalan tanah lapisan atas, indeks tahanan jenis

tanah gn

�� = �� �

���−� 2.7

dihitung untuk setiap pengukuran

2.4.2.2 Penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas dan Ketebalan Lapisan Tanah Lapisan Atas

Jika ρ1 > ρ2, tahanan jenis tanah dari pengukuran ��� diperkirakan akan

memiliki nilai yang sama ketika elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah

bagian atas. Nilai �� diperkirakan akan sebanding dengan ρ1. Indek tahanan

jenis gn

�=�(�−�) 2.8

akan memiliki nilai yang mendekati satu ketika elektroda batang

ditancapakan dilapisan tanah bagian atas. Setelah elektroda mencapai lapisan

tanah bagian bawah, indek tahanan jenis tanah akan naik drastis. Asumsikan

hal ini terjadai pada pengukuran ke n, maka kedalaman lapisan atas diperoleh:

Jika ρ1 < ρ2, tahanan jenis tanah dari pengukuran ��� akan naik sesuai

kedalam elektroda. Beberapa pengukuran pertama dimana l<<h, �� akan

memiliki nilai yang mendekati nilai tahanan jenis tanah lapisan atas. Indek

tahanan jenis gn akan menurun secara kontiniu sesuai dengan elektroda yang

makin dalam ditancapakan. Meskipun elektroda batang telah ditancapkan

dilapisan tanah bagian bawah, indek tahanan jenis akan tetap menurun. Jika hal

ini terjadi pada pengukuran ke m, kedalaman lapisan tanah bagian atas

(30)

2.4.2.3 Penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Bawah. Dari Persamaan 2.4, jika l1

��= ��−���� 2.9

= h:, maka

Dengan mensubsitusikan ρ2

�= �� −��

sesuai Persamaan 2.9 kedalam Persamaan 2.3,

maka diperoleh :

Persamaan 2.11 menjadi dasar untuk menghitung tahanan jenis tanah

lapisan bawah jika tahanan jenis lapisan atas dan ketebalan lapisan tanah

bagian atas diketahui. Prosedur untuk mencari tahanan jenis tanah lapisan

bawah adalah:

a. Tahanan pembumian elektroda batang R di ukur setelah elektroda

batang ditancapakan sampai kelapisan tanah bagian bawah, hal ini

dilakukan untuk setiap pengukuran.

b. Hitung r dengan Persamaan 2.12 untuk setiap pengukuran

c. Hitung le

l

dengan Persamaan 2.11 untuk setiap pengukuran

2 = ln

d. Hitung ρ

– h 2.13

(31)

2.4.2.4 Contoh penggunaan Metoda Elektroda Tunggal

Pengujian dilakukan oleh J.Nahman dan J.Salomon pada pusat

Pembangkit Leroy Utara. Diameter elektroda yang mereka gunakan : 0.016 m.

Panjang elektroda pembumian : 1.52 m. Sesuai prosedur di atas maka

pengukuran dilakukan. Pengukuran dilakukan sebanyak enam belas kali,

elektroda pada pengukuran pertama mencapai kedalaman 1.5 m, kemudian

pada setiap pengukuran kedua hingga pengukuran yang ke enam belas

kedalaman elektroda dinaikkan secara bertahap masing-masing sebesar 0.305

m. Hasil pengukuran yang mereka peroleh ditunjukkan Tabel 2.3.

1. Tahanan jenis tanah lapisan atas ( ρ1

Tahanan jenis tanah lapisan atas diperoleh dari hasil pengukuran

pertama, R

2. Ketebalan tanah lapisan atas. = 178.3 Ω.m

Pada pengukuran yang ke-lima, nilai indek tahanan jenis tanah naik

drastis sehingga disimpulkan bahwa ketebalan tanah lapisan lapisan

atas adalah : 2.74 m

��= �� �

(32)

��= ������..

��= �.���

3. Tahanan jenis tanah lapisan bawah ( ρ2

Pengukuran yang ke-enam, elektroda pembumian telah sampai pada

lapisan tanah bagian bawah, sehingga tahanan jenis tanah sudah

dianggap sebagai tahanan jenis tanah lapisan bawah. )

a. Catat hasil pengukuran yang ke-enam (R6)

R6

Prosedur yang sama dilakukan untuk hasil pengukuran yang

lain. Setelah diperoleh nilai tahanan jenis tanah untuk pengukuran yang

lain, maka diambil tahanan jenis tanah rata-rata sebagai tahanan jenis

tanah lapisan bawah. Sehingga ρ2

Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan hasil yang

diperoleh dengan mengunakan metode perkiraan statistik computerisasi

(33)

ini untuk tahanan jenis tanah lapisan atas, ketebalan tanah lapisan atas

dan tahanan jenis tanah lapisan bawah berturut-turut adalah: 178.3 Ω

-m., 2.74 m dan 118.2 Ω -m. Hasil dengan metoda perkiraan statistic

computerisasi untuk tahanan jenis tanah lapisan atas, ketebalan tanah

lapisan atas dan tahanan jenis tanah lapisan bawah berturut-turut adalah

174.8 Ω-m, 2.235 m dan 139.7 Ω-m.

(34)

2.4.3 Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde

Metoda yang paling sering digunakan dalam pelaksanaan pengukuran

tahanan jenis tanah adalah dengan menggunakan metoda 4 titik. Elektroda

kecil sebanyak 4 batang ditanam dalam 4 lobang pada kedalaman b dan diberi

jarak (pada suatu garis lurus) sebesar a. Arus uji I dialirkan diantara dua

elektroda terluar dan potensial V diantara 2 elektroda terdalam diukur dengan

voltmeter dengan impedansi yang tinggi. Kemudian V/I memberi nilai tahanan

R dalam Ω.

Metode empat titik yang digunakan dalam pengukuran ini adalah untuk

jarak elektroda yang sama atau metoda wenner.Dengan metoda ini elektroda

diatur dengan jarak yang sama (Gbr 2.2) bila a sebagai jarak antara dua

elektroda berdekatan, maka tahanan jenis tanah �� adalah:

��� =

Harus dicatat bahwa persamaan ini tidak berlaku untuk elektroda batang

yang ditanam sedalam b; persamaan ini hanya berlaku untuk elektroda kecil

yang ditanam pada kedalaman b, dengan kawat penghubung berisolasi.

Bagaimanapun pada prakteknya, empat elektroda yang digunakan biasanya

ditempatkan segaris sejauh a dengan kedalaman kurang dari 0,1 a. Dengan

demikian kita dapat mengasumsikan b = 0 dan Persamaan (2.13) menjadi :

(35)

A

V

a a a

b

Gambar 2.2 Metoda Wenner

dan memberikan nilai perkiraan tahanan jenis rata-rata dari tanah pada

kedalaman a. Beberapa pengukuran dengan berbagai variasi probe memberikan

beberapa nilai yang bila diplot terhadap jarak interval, mengindikasikan apakah

terdapat lapisan yang berbeda dari tanah atau batu dan menunjukkan nilai

tahanan jenis dan kedalaman masing-masing.

Untuk memperoleh kedalaman lapisan tanah bagian atas, diperoleh

dengan bantuan grafik Sunde. Nilai tahanan jenis tanah lapisan atas dan lapisan

bawah diperoleh melalui pengamatan terhadap hasil pengukuran tahanan jenis

tanah.

Prosedur pengunaan grafik Sunde adalah:

1. Buat grafik antara tahanan jenis tanah hasil pengukuran �� (sumbu Y)

terhadap jarak probe ( sumbu X).

2. Perkirakan nilai ρ1 dan ρ2 dari grafik pada ( langkah pertama), ρa

dengan jarak probe paling kecil adalah ρ1 dan ρa dengan jarak probe

paling besar adalah ρ2

3. Cari nilai ρ

. Perbesar nilai tahanan jenis tanah hasil

pengukuran pada ujung kedua grafik untuk memperoleh nilai tahanan

jenis tanah yang extrim jika data dilapangan tidak memenuhi.

2/ρ1, Pilih sebuah kurva pada grafik Sunde yang memiliki

nilai paling dekat dengan ρ2/ρ1, kemudian gambarkan sebuah kurva

(36)

4. Pilih nilai pada sumbu Y (ρa/ρ1

5. Tentukan nilai a/h pada sumbu X.

) yang memiliki kemiringan slope

Paling dekat dengan kurva yang baru di buat.

6. Hitung nilai ρa dengan mengalikan nilai ρa/ρ1 (langkah 3) dengan

ρ1

7. Cari nilai jarak probe (a) pada grafik yang dibuat (langkah 1) untuk

nilai ρa yang diperoleh pada langkah (5). .

8. Hitung h dengan rumus:

�=� �

� 2.16

(37)

2.4.2.4 Contoh Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde

Pengukuran dilakukan oleh anggota IEEE, hasil pengukuran yang

mereka peroleh dimuat dalam IEEE std 80-2000. Mereka melakukan

pengukuran dengan menggunakan metoda empat titik. Hasil pengukuran yang

mereka peroleh pada Tabel 2.4. Dari hasil pengukuran diasumsikan bahwa ρ1 =

100 Ω-m, dan ρ2

Tabel 2.4 Hasil pengukuran tahanan tanah untuk tahanan jenis tanah dengan metode empat titik.

= 300 Ω -m. untuk memperoleh kedalaman lapisan tanah

lapisan atas maka prosedur di atas dilakukan.

Jarak Probe Tanah

feet meter

(38)

1. Tabel 2.4 diplot kedalam grafik (Gambar 2.4).

2. ρ2/ρ1

3. ρa/ρ

= 3. Gambar sebuah kurva pada grafik Sunde ( Gambar 2.5).

1

6. Dari Gambar 2.4 diperoleh bahwa a=19 untuk nilai ρ = 200.

(39)

Gambar 2.5 Grafik Sunde dengan sebuah kurva yang baru

2.5 TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPISAN TANAH

Dengan semakin bertambahnya jumlah ukuran dan kompleksitas suatu

gardu induk tuntutan untuk mengembangkan prosedur perencanaan yang akurat

untuk system pembumian yang ekonomis dan memberikan tingkat keamanan yang

diharapkan menjadi penting. Untuk keperluan perencanaan tersebut telah

dikembangkan berbagai teknik analitis mulai dari rumus-rumus sederhana yang

(40)

Setelah penelitian dilakukan, beberapa rumus yang dapat digunakan

secara praktis untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah

dipublikasikan oleh IEEE. Berikut adalah rumus yang telah dipublikasikan

oleh IEEE.

1. Rumus IEEE std 80-1986

2. Rumus M. M. Salama, M. M. Elsherbiny, dan Y. L. Chow

3. Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah horizontal

4. Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertikal.

2.5.1 Rumus IEEE std 80-1986

Sampai tahun 1982, IEEE masih menggunakan analisis pada tanah

homogen untuk menghitung tahanan pembumian pada tanah berlapis (non-

homogen). Dengan menggunakan tahanan jenis tanah rata-rata( apparent

resistivity) sebagai pengganti untuk tahanan jenis tanah lapisan atas maupun

untuk lapisan bawah. Melihat keterbatasan penggunaan konsep tahanan jenis

tanah rata-rata untuk diaplikasikan pada dua lapis tanah atau lebih, penelitian

dilakukan anggota IEEE J. Nahman dan D. Salomon. Dengan melakukan revisi

terhadap persamaan Schwarz’s ( persamaan Schwarz’s digunakan untuk

menghitung tahanan pembumian grid pada tanah yang homogen ), rumus yang

mereka peroleh adalah:

�1 = ���1��� �2��+�1�√�� − �2�� 2.17

(41)

ρ1

L : panjang total konduktor (m)

: resistivitas lapisan tanah paling atas (Ω.m)

A : luas wilayah grid

h’

h’ = 0.5�0 untuk h = 0

=��0ℎ untuk konduktor yang ditanam pada kedalaman h atau

d0

x = perbandingan panjang grid dengan lebar grid = diameter konduktor

k1 dan k2 = konstanta sesuai dengan kedalaman grid, luas grid, dan

perbandingan panjang grid dengan lebar grid. Nilai k1 dan k2

Tabel 2.5 Nilai K

dapat dicari

dengan Table 2.3 berikut.

(42)

2.5.2 Rumus M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow

M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow merupakan anggota

IEEE. Mereka bertiga melakukan penelitian untuk memperoleh rumus yang

dapat digunakan untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis

tanah. Rumus yang mereka peroleh didasarkan pada teori manipulasi arus

bayangan dan teknik asymtote ( theoritical manipulation current images and

asymtotes tehcnic ). Rumus yang mereka kembangkan juga merupakan fungsi

dari tahanan jenis ke dua lapisan tanah, ketebalan lapisan tanah bagian atas,

ukuran konduktor, ukuran mesh, jumlah mesh kearah sumbu X dan sumbu Y

serta kedalaman grid.

Untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah,

M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow terlebih dahulu menghitung

tahanan dari grid yang digunakan. Grid dianggap diletakkan pada permukaan

tanah yang homogen.

ρ = Tahanan jenis tanah lapisan pertama (ρ)

L = Total panjang elektroda ( meter)

(43)

N = jumlah mesh

∆l = (∆lx.∆ly)

∆lx = lebar mesh ( meter) 1/2

∆ly = panjang mesh (meter)

do = diameter konduktor ( meter)

Setelah memperoleh nilai tahanan elektroda grid, nilai pengaruh

penanaman elektroda grid ke tanah dan factor koreksi akibat adanya lapisan

tanah bagian bawah dihitung dengan Persamaan (2.17) dan (2.18):

=�1−2ℎ

√�1.128� 2.20

�� =2��1��((11−�+ℎ)) 2.21

dimana:

h = kedalaman grid (meter)

A = luas grid ( meter2

h1 = ketebalan tanah lapisan atas ( meter)

)

k = koefisien refleksi

k= �2−�1

�2+�1 2.22

(44)

ρ2 = tahanan jenis tanah lapisan bawah ( Ω-m)

hc= cf�2�� ���(1− �)�Cp 2.23

cf = factor bentuk ( cf≈0.9−0.94)

Cp = �−12� 2.24

Setelah mendapatkan ketiga parameter di atas ( nilai tahanan elektroda

grid Rm1/2, koefisien penanaman elektroda Cb, dan factor koreksi Rp) nilai

tahanan pembuimmian grid dihitung dengan persamaan:

R=Rm1/2 Cb- Rp 2.25

dimana:

R = tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah ( Ω )

Rm1/2 = Tahanan elektroda grid (Ω)

Cb = koefisien penanaman elektroda

Rp = factor koreksi

2.5.3 Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertikal

Perhitungan tahanan pembumian grid pada tanah berlapis vertikal

pertama kali dilakukan oleh anggota IEEE Xiaobin Cao, Guangning Wu,

(45)

grid lebih dari 100000 m2. Mereka menemukan bahwa grid pembumian dengan

ukuran lebih dari 100000 m2

Untuk memeproleh persamaan yang dapat dengan mudah digunkan

menghitung tahanan pembummian grid pada dua lapis tanah vertical, Xiaobin

Cao, Guangning Wu, Shenglin Li, Weiming Zhou dan RuiFang Li terlebih

dulu melakukan simulasi pembumian dimana grid dimisalkan berada pada dua

lapis tanah vertical. Simulasi dilakukan dengan software CDEGS dengan

model grid yang disimulasikan sesuai Gambar 2.6

biasanya berada pada lokasi dengan kondisi

struktur tanah yang komplek. Untuk mempermudah analisis perhitungan

tahanan pembumian grid pada kondisi seperti ini, mereka mengelompokkan

struktur tanah kedalam dua jenis yaitu: tanah berlapis vertical dan tanah

(46)

h

ρ1 ρ2

(b)

Gambar 2.6 Bentuk grid dan Model tanah, (a) bentuk grid; (b) Model tanah

Parameter simulasi yang digunakan: nilai ρ2 ≥ ρ1 dan nilai ρ1 diubah

mulai dari 100 Ω.m sampai 400Ω.m serta nilai ρ2 diubah mulai dari 100 Ω.m

sampai 1000 Ω.m, h = 0.7 m, L1=L2= 100m, A1=1000m2, A2=900m2

prosedur untuk memperoleh rumus yang dilakukan oleh: Xiaobin Cao,

Guangning Wu, Shenglin Li, Weiming Zhou dan RuiFang Li setelah melakuan

simulasi adalah sebagai berikut.

.

1. Hasil simulasi yaitu nilai tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah

vertical diperoleh ( R ). Hasil simulasi yang mereka lakukan dapat

dilihat pada Tabel 2.4 .

2. Tahanan referensi R1 dihitung dengan menggunkan Ieee std 80-1986,

ukuran grid yang digunakan pada perhitungan ini sama seperti pada

data simulasi.

1 =�1

4 �

� 2.26

3. Untuk mempermudah analisis mereka menggunakan dua parameter

baru X dan Y, dimana:

�=�2

(47)

�= �

�1 2.28

Tabel 2.6 Nilai R dari hasil simulasi CDEGS ρ2 ρ1 = 100 ρ1 = 200 ρ1 = 300 ρ1 = 400

Setelah nilai X dan Y diperoleh, hubungan X,Y dibuat dalam table 2.5

4. Hubungan antara X dan Y pada Table 2.5 di buat kedalam grafik.

5. Dari grafik yang diperoleh Xiaobin Cao, Guangning Wu, Shenglin Li,

Weiming Zhou dan RuiFang Li mencari persamaan matematis yang

menggambarkan hubungan antara parameter Y dengan parameter X.

�= ���1−�

1+��1−� 2.29

6. Menentukan koefisien a,b,dan c pada persamaan 2.27

(48)

Berdasarkan data dari grafik antara 1-c Vs A1/A2 yang mereka

buat, ternyata bahwa nilai 1-c tidak mengalami perubahan yang

significan ketika nilai A1/A2 dinaikkan dari 0.1 sampai 0.9 sehingga

c dapat diabaikan. Persamaan 2.27 dapat ditulis menjadi:

�= ���

1+�� 2.30

Tabel 2.7 Hubungan antara X dan Y untuk nilai ρ1 yang berbeda.

ρ1 = 100 ρ1 = 200 ρ1 = 300 ρ1 = 400

X Y X Y X Y X Y

1 1 1 1 1 1 1 1

2 1.33 1.5 1.2 1.33 1.1429 1.25 1.111

3 1.5 2. 1.333 1.67 1.25 1.5 1.2

4 1.6 2.5 1.4286 2 1.333 1.75 1.2727

5 1.6667 3 1.5 2.33 1.4 2 1.3333

6 1.7143 3.5 1.5556 2.67 1.4546 2.25 1.3846

7 1.75 4 1.6 3 1.5 2.5 1.4286

8 1.7778 4.5 1.6364 3.33 1.5385

9 1.8 5 1.667

(49)

Gambar 2.7 Grafik X VS Y

(50)

6.2 Menentukan Koefisien a

Jika X cenderung menuju tak hingga pada Persamaan 2.30

diperoleh bahwa:

�= lim�→∞� 2.31

Untuk X = ρ2/ ρ1, jika ρ1 tahanan jenis tanah referensi dan

nilainya dijaga konstan, dapat ditulis bahwa:

� → ∞ ⇒ ρ2 → ∞ 2.32

dianggap sebagai isolasi, sehingga grid yang digunakan adalah

seluas A1 dan R adalah tahanan dari grid pembumian yang hanya

mencakup luas A1. jika dibuat suatu cermin pada garis putus-putus

Gambar 2.9.a maka tahanan pembumian grid menjadi R2.

berdasarkan prinsip elektrostatis bahwa:

lim2→∞� =�2 2.34

R2 adalah tahanan pembumian grid pada tanah homogen dengan

tahanan jenis tanah ρ1 dengan luas grid 2A1. sehingga koefisien a

adalah:

(51)

Gambar 2.9 Bentuk Grid dan Lapisan Tanah (a) Grid pembumian dengan ρ2

(52)

6.3 Menentukan Koefisien b

Ketika X = 1 maka ρ1=ρ2 dengan kata lain tanah adalah

homogen sehingga R sebanding dengan R1 dan Y = 1. Dari Persamaan

2.28 diperoleh bahwa:

1 = ��

1+� sehingga:

�=�−11 2.36

Persamaan 2.35 disubsitusikan ke Persamaan 2.36, sehingga:

�= �1

2�2−�1 2.37

7. Masing-masing koefisien disubsitusikan ke Persamaan 2.30.

nilai X= ρ2/ ρ1 disubsitusikan ke Persamaan 2.38, sehingga diperoleh tahanan

pembumian grid pada dua laspi tanah vertical.

� = 2�2�1�2

(2�2−�1)�1+�12 2.39

Dimana:

R = tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertical (ohm)

(53)

R2 = tahanan pembumian grid pada tanah homogen dengan tahanan jenis

tanah ρ1 dengan luas grid 2A1 ( ohm )

ρ1 = tahanan jenis tanah pertama ( ohm-meter )

(54)

BAB III

ANALISIS DAN PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH HORIZONTAL

3.1. Umum.

Penggunaan tegangan tinggi AC pada sistem kelistrikan menyebabkan

arus gangguan pada pusat pembangkit dan gardu induk semakin besar. Sistem

pembumian grid dibutuhkan agar standar keselamatan pada pusat pembangkit

maupun pada gardu induk tercapai. Tahanan pembumian grid merupakan

parameter penting yang harus diketahui. Dalam menentukan tahanan

pembumian grid pada dua lapis tanah, berbagai metode telah dikembangkan

para ahli. Metode baru dalam menghitung tahanan pembumian grid pada dua

lapis tanah horizontal yang dikembangkan oleh Xiaobin, Guangning,Weiming

dan Ruinfang akan dibahas dalam tugas akhir ini.

Metode ini terdiri dari dua bagian utama. Pada bagian pertama simulasi

dilakukan terhadap suatu sistem pembumian grid yang mana elektroda grid

pembumian ditanam pada tanah homogen dan tanah non-homogen ( tanah yang

memiliki dua lapisan). Bagian kedua adalah analisis terhadap hasil simulasi

yang menggambarkan hubungan antar variable pembumian. Hubungan antara

variable inilah yang di nyatakan dalam bentuk persamaan sehingga diperoleh

persamaan untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah

(55)

3.2. Parameter dari Simulasi.

Gambar 3.2 adalah bentuk pembumian grid dan model tanah yang

digunakan dalam simulasi. Garis putus-putus adalah batas antara dua lapis

tanah horizontal. Parameter yang dibutuhkan untuk simulasi pembumian grid

pada dua lapis tanah adalah:

1. Tahanan jenis tanah lapisan atas dan tahanan jenis tanah lapisan bawah

( ρ1 dan ρ2)

2. Luas grid ( A)

3. Jumlah mesh grid

4. kedalaman grid ( h)

5. ketebalan lapisan tanah bagian atas ( h1)

6. jumlah mesh kearah sumbu X ( ∆Nx) dan arah sumbu Y ( ∆Ny)

L2= 100m

L1= 100 m

(56)

h udara h1

ρ1

ρ2

Gambar 3.2 Bentuk lapisan tanah 3.3 Simulasi Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah

Pada bagian ini, simulasi dilakukan beberapa kali secara bertahap.

simulasi pertama dilakukan untuk memperoleh tahanan pembumian grid pada

dua lapis tanah. Program untuk melakukan simulasi tahanan pembumian grid

pada dua lapis yang saya gunakan adalah program Matlab. Data simulasi yang

digunakan adalah sebagai berikut:

• L1 = L2 = 100 m

• h = 0.7 m

• h1 = [ 5 10 20 40 80 100 ] m

• ρ1/ρ2 = [150/500, 300/1000, 600/2000 ]Ω.m

• N = 160 • ∆Nx = 16

• ∆Ny = 10

Dengan data diatas, simulasi dilakukan untuk memperoleh tahanan

pembumian grid pada dua lapis tanah untuk berbagai kedalaman lapisan tanah

bagian atas dengan tiga komposi tahanan jenis tanah yang berbeda. Pada

simulasi ini tahanan jenis tanah bagain atas digunakan lebih kecil dari tahanan

(57)

secara otomatis program akan meminta data-data pembumian grid yang tidak

tersimpan di database matlab. Setelah semua data di input, maka program akan

memproses data dan menampilkan hasilnya. Hasil simulasi ditunjukkan dalam

Tabel 3.1

Tabel 3.1 Tahanan pembumian grid R berdasarkan hasil simulasi untuk ρ1<ρ2.

h1(m)

ρ1/ ρ2

150/500 300/1000 600/2000

5 1.7885 3.5769 7.1539

Simulasi kedua dilakukan kembali untuk memperoleh tahanan

pembumian grid pada dua lapis tanah. Model tanah yang digunakan serta data

grid pembumian sama seperti pada simulasi pertama kecuali nilai tahanan jenis

tanah. Pada simulasi yang kedua ini, Nilai tahanan jenis tanah lapisan atas di

buat lebih besar dari tahanan jenis tanah lapisan bawah. Prosedur simulasi

sama seperti simulasi pertama. Hasil simulasi akan ditunjukkan oleh Tabel 3.2.

Sebelum melakukan analisis terhadap hasil simulasi, Xiaobin,

Guangning, Weiming dan Ruinfang memunculkan sebuah parameter baru R1

(58)

pada tanah homogen dimana ukuran grid dan kedalaman grid sama seperti data

pada simulasi tahanan pembumian grid serta tahanan jenis tanah yang

digunakan adalah tahanan jenis tanah ρ1.

Tabel 3.2 Tahanan pembumian grid R berdasarkan hasil simulasi untuk ρ1>ρ2.

h1(m)

ρ1/ ρ2

500/150 1000/300 2000/600

5 1.0552 2.1103 4.2207

10 1.2523 2.5045 5.0091

20 1.5060 3.0120 6.0239

40 1.7683 3.5365 7.9382

80 1.9846 3.9691 7.9382

100 2.0396 4.0791 8.1583

Untuk memperoleh nilai tahanan referensi R1, Xiaobin, Guangning,

Weiming dan Ruinfang menggunakan persamaan IEEE untuk menghitung

tahanan pembumian grid pada tanah homogen. Sesuai IEEE std 80-1986,

rumus untuk mencari tahanan pembumian untuk tanah uniform adalah:

�1 =�41�� (3.1)

Nilai tahanan referensi R1 dapat dilihat pada Tabel 3.3

Dimana :

R1 = tahanan pembumian grid referensi ( Ω )

(59)

A = luas grid ( m )

Tabel 3.3 Tahanan pembumian grid R1.

ρ1

150 300 500 600 1000 2000

R1 0.6647 1.3293 2.2156 2.6587 4.4311 8.8623

Untuk mempermudah analisis tehadap hasil simulasi, Xiaobin,

Guangning, Weiming dan Ruinfang menggunakan variable baru, sebagai

pengganti variable pembumian dan hasil simulasi. Variable yang digunakan

adalah:

�=�2

�1 (3.2)

�= �

�1 (3.3)

�=ℎ1 (3.4)

Dimana :

r = jari jari pembumian grid.

�=�� �� ( 3.5)

Dari hasil simulasi di atas, dilihat bagaimana hubungan anatara variabel

X, Y dan Z. Untuk mempermudah melihat hubungan antara variabel X, Y, Z,

(60)

Gambar 3.3 Grafik Z vs Y

Gambar 3.3 grafik Z vs Y memperlihatkan bahwa grafik Y vs Z akan

selalu sama dan berimpit jika X yang digunakan dijaga konstan, baik pada saat

nilai tahanan jenis tanah lapisan atas lebih besar dari lapisan bawah ataupun

ketika tahanan jenis tanah lapisan tanah bagian atas lebih kecil dari lapisan

bawah.

Selanjutnya, simulasi yang ketiga dilakukan untuk melihat hubungan

antara variabel Z dan Y jika nilai X berbeda. Data yang digunakan dalam

simulasi adalah sebagai berikut:

(61)

• ρ1/ρ2 ( X ) = [0.167 0.833 1.111 2.33 6.67 16.67 33.33 ]Ω.m

• N = 160

• ∆Nx = 16

• ∆Ny = 10

Prosedur simulasi yang digunakan tetap sama seperti simulasi pertama,

namun pada program yang dibuat diatur supaya simulasi dilakukan untuk

setiap nilai X dengan berbagai kedalaman. Pada simulasi ini, nilai tahanan

jenis tanah ρ1 di buat konstan, sementara nilai tahanan jenis tanah ρ2 diubah –

ubah untuk memperoleh nilai X yg berbeda. Hasil simulasi kemudian di

tampilkan dalam Gambar 3.4 grafik Z vs Y.

Dari Gambar 3.4 terlihat bahwa untuk setiap nilai X yang berbeda ,

maka grafik Z terhadap Y berubah. Dari grafik diatas, Xiaobin Cao, Guangning

Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li membuat sebuah persamaan yang

menggambarkan hubungan antara Z dan Y.

�= �+��

(62)

Gambar 3.4 Grafik, Z vs Y

3.3.1 Koefisien A dan B

Untuk mencari nilai koefisien A dan B, Xiaobin Cao, Guangning Wu,

Weiming Zhou, dan Ruinfang Li melakukan pemisalan. Pertama mereka

memisalkan Z bernilai nol (ketebalan lapisan tanah bagian atas dianggap

diabaikan), dalam kata lain grid di tanam dalam tanah uniform dengan tahanan

jenis tanah ρ2. Pada kondisi ini nilai tahanan pembumian grid dimisalkan

adalah tahanan pembantu R2, sehingga Persamaan 3.3 menjadi:

�=�2

�1 3.7

Nilai Z dan Y disubsitusikan kepersamaan (3.6), sehingga diperoleh

persamaan:

(63)

Persamaan (3.7) disubsitusikan ke persamaan (3.6) sehingga diperoleh

persamaan:

�= �−�

(�−1) 3.9

Dari Persamaan 3.9 dapat dilihat bahwa B adalah fungsi dari X dan Z,

Untuk melihat hubungan hubungan antara B, X, Z simulasi dilakukan lagi.

Simulasi dilakukan dua tahap, pertama untuk menggambarkan grafik antara X

vs B, kedua untuk menggambarkan grafik antara Z vs B. Data simulasi yang

digunakan untuk memperoleh grafik antara X vs B dan Z vs B adalah sebagai

berikut:

a. Data simulasi Grafik X vs B

• L1 = L2= 100 m

• h = 0.7 m

• h1 = [ 0.8 1.0 2.0 5.0 8.0 10.0 500 700 1000 ] m

• ρ1 = 150 Ω.m

• ρ2 = [ 400 750 1200 1800 2600 3800 5250] Ω.m

• N = 160

• ∆Nx = 16

• ∆Ny = 10

b. Data simulasi Grafik Z vs B

• L1 = L2= 100 m

(64)

• h1 = [ 0.8 1.5 20 100 500 700 1000 ] m

• ρ1 = 150 Ω.m

• ρ2 = [ 25 125 200 1000 2500 5250] Ω.m

• N = 160

• ∆Nx = 16

• ∆Ny = 10

Prosedur yang sama seperti simulasi untuk menentukan tahanan

pembumian grid pada dua lapis tanah dilakukan terhadap simulasi ini, baik

untuk memperoleh grafik X vs B maupun untuk memperoleh grafik Z vs B.

untuk memperoleh hubungan antara X vs B dalam bentuk grafik, nilai

ketebalan tanah lapisan atas di masukkan satu persatu, sedangkan untuk

memperoleh grafik Z vs B nilai X yang dimasukkan secara berurutan. Gambar

(65)

Gambar 3.5 Grafik X vs B

(66)

Dari kedua grafik diatas (3.5) dan (3.6), Xiaobin Cao, Guangning Wu,

Weiming Zhou, dan Ruinfang Li membuat hubungan antara B, X, dan Z.

�= 0 (ρ2<ρ1, a<h) (3.9a)

�=�(23.16 ln(�+ 31.9)−78)(1 + 1.95�−20�−0.3�−0.5��

(ρ2<ρ1, a≥h) (3.9b)

�= (23.16 ln(�+ 31.9)−78)(1 + 1.55�−15�−0.1�−0.25�+ 0.2�−�)

(ρ2<ρ1) (3.9c)

3.4. Rumus Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah Horizontal

Subsitusi persamaan (3.2), (3.3), (3.4), (4.7) dan (3.9) ke persamaan

(3.6), sehingga diperoleh persamaan baru:

(67)

R2 adalah tahanan pembantu ( assistance resistance), R1 adalah tahanan

referensi. R2 dan R1 dapat dihitung dengan rumus IEEE ( IEEE std 80-1986):

�1 = �41��

�2 =�41��

Dengan nilai R1 dan R2 disubsitusi ke persamaan (3.10), maka

rumus untuk memghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah

gorizontal diperoleh:

(68)

BAB IV

APLIKASI PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA GARDU INDUK

4.1 Umum

Ada beberapa bentuk grid, baik yang simetris maupun asimetris, dengan jarak sama antar konduktor grid yang paralel atau tidak. Bentuk-bentuk grid yang umum diketahui dan dipakai adalah bentuk bujur sangkar dan persegi panjang sedangkan yang masih jarang adalah bentuk L,T,∆.

4.2 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk Binjai ( Grid Persegi Panjang )

Grid pembumian gardu induk Binjai berbentuk persegi panjang

dengan jarak antar konduktor grid yang tidak sama. Grid ditanam pada dua

lapis tanah dengan resistivitas setiap lapis tanah telah diukur.

Berikut data-data grid pembumian pada gardu induk Binjai.

• Ketebalan lapisan atas ( a) : 6.82 m

• Resistivitas lapisan atas (ρ1) : 42.68 ohm-meter

• Resistivitas lapisan bawah (ρ2) : 92.85 ohm-meter

• Panjang grid ( Ly ) : 170 meter

• Lebar grid (Lx ) : 82.5 meter

(69)

Grid Pembumian

170 m

82.5 m

Gambar 4.1 Grid pembumian persegi panjang

Dari data-data di atas, perhitungan tahanan pembumian grid di atas

(70)

Tabel 4.1 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus I

Rumus 4.11 Rumus Salama dan Chow

Persen kesalahan dari ke empat rumus diatas jika digunakan hasil simulasi

CYMGRD sebagai acuan.

3. Rumus salama , Chow, Elsherbiny

(71)

4.3 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk ( Grid Persegi )

Sebuah grounding grid dengan spesifikasi seperti berikut:

Lx= 500 m Ly= 300

a = 50 m h = 0.7 m

ρ1 = 150 Ω.m ρ2=750 Ω.m

300m

500 m

Gambar 4.2 Grid pembumian persegi Hasil perhitungan ditunjukkan oleh Tabel dibawah:

Tabel 4.2 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus II

Rumus 4.11 Rumus Salama dan Chow

Rumus salama , Chow, Elsherbiny

software CDEGS

Rumus IEEE

(72)

Persen kesalahan dari ke empat rumus diatas jika digunakan hasil simulasi

7. Rumus salama , Chow, Elsherbiny

% ������ℎ��= �0.48005−0.4579

4.4 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk ( Grid T )

Sebuah grounding grid dengan spesifikasi seperti berikut:

Lx= 160 m Ly= 170 m

a = 30 m h = 0.7 m

(73)

160m 60m

100m 50m

170m

Gambar 4.5 Grid pembumian bentuk T

Tabel 4.3 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus III

Rumus 4.11 Rumus Salama dan Chow

Rumus salama , Chow, Elsherbiny

software CDEGS

Rumus IEEE

4.5282 5.80130 5.67389 4.3611 10.0211

Persen kesalahan dari ke empat rumus diatas jika digunakan hasil simulasi

(74)

1. Rumus (4.11)

% ������ℎ��= �4.5282−4.3611

4.3611 � �100%

= 3.8316%

2. Rumus Salama dan Chow

% ������ℎ��= �5.80130−4.3611

4.3611 � �100%

= 33.0237%

3. Rumus salama , Chow, Elsherbiny

% ������ℎ��= �5.67389−4.3611

4.3611 � �100%

= 30.1022%

4. Rumus IEEE

% ������ℎ��= �5.67389−4.3611

4.3611 � �100%

(75)

BAB V KESIMPULAN

5.1 KESIMPULAN

1. Untuk menggunakan Rumus yang di kembangkan oleh Xiaobin Cao,

Guangning Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li hanya membutuhkan

parameter : ketebalan lapisan tanah bagian atas, tahanan jenis tanah

bagian atas dan bagian bawah serta Luas area grid.

2. Rumus yang dikembangkan oleh Xiaobin Cao, Guangning Wu,

Weiming Zhou, dan Ruinfang Li dapat digunakan untuk menghitung

tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah horizontal dengan

berbagai bentuk grid pembumian.

3. Tahanan pembumian grid yang diperoleh dengan metode yang yang

dikembangkan oleh Xiaobin Cao, Guangning Wu, Weiming Zhou, dan

Ruinfang Li serta beberapa rumus lain dibandingkan dengan hasil

perhitungan software propesional, dan hasilnya menunjukkan bahwa

perhitungan dengan metode yang yang dikembangkan oleh Xiaobin

Cao, Guangning Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li lebih akurat

(76)

DAFTAR PUSTAKA

1. A.G.J, E. H. F, R. B. F and M. R. J, “ A practical approach for

determinating the ground resistance of grounding grids using FEM”,

IEEE Transactions on power Delivery, Vol 31, pp 1261-1266,2006

2. Angelo Camponicia, Eleonora Riva Sanseverino, Gaetano Zizzo, “

Earthing System’s Design in Presence of Non-Uniform Soil”,

Departemen of Electrical, Electrical and Telecommunications

Engginering University of Palermo, Italy.

3. ANSI /IEEE std 80-1983, IEEE Guide for safety in AC substation

grounding”, IEEE, New York, 2000.

4. ANSI /IEEE std 80-1986, IEEE Guide for safety in AC substation

grounding”, IEEE, New York, 2000.

5. C.J.Blattner,” Analysis of a Soil Resistivity test methods in two layer

Earth”, IEEE Transactions on Power Apparatus and System vol.

PAS-104, pp.3603-3608, December 1985

6. C.J.Blattner,” Study of Driven Ground Rods and Four Point Soils

Resistivity Test”, IEEE Transactions on Power Apparatus and System

vol. PAS-101, pp.2837-2850, Augusts 1982

7. C.Xiabin W, G. Guangning, L. Shengkin, Z. Weiming, and L.

Ruifang,” A simple formula for grounding grid in Vertical two layer

soil”, in proc .2008 Transmission and distribution, conference dan

(77)

8. G.Vijayaraghan, Mark Brown, Malcom Barnes, “Practical Grounding,

Bomding, Shielding and Surge Protection”.

9. Hutauruk,T.S,”Pengetanahan netral sistem tenaga & pengetanahan

peralatan”, Erlangga, Jakarta, 1999.

10. IEEE Std.80-2000,”Guide for safety in AC substation grounding”,

IEEE, New York, 2000.

11. J. A. Guemes and F. E. Hernando, “ Method for cakculating the ground

resistance of grounding grids using FEM”, IEEE Transaction on Power

Delivery, vol. 19, no. 1, pp.595-600, 2004.

12. J.Nahman and D.Salomon, “A practical method for The Interpretation

of Earth Resistivity Data Obtained from driven Rod Tests”, IEEE

Transaction on Power Delivery, vol. 3, no. 4, October 1988

13. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ A formula for

Resistance of Sunstation Grid in Two Layer Soil”, IEEE Transaction

on Power Delivery, vol. 10. no. 3, July 1995.

14. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ Calculation and

Interpretation of Grounding Grid in Two-Layer Earth with the Synthtic

Asymtote Aproach”, Electric power system Research 35 (1995)

157-165,

15. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ Resistance

Formulas of Grounding Systems in Two Layer Earh”, IEEE

(78)

16. M. M. A. Salama, Y. L. Chow, “ A Simplified Method for Calculating

the Sunstation Grounding Grid Resistance”, IEEE Transaction on

Power Delivery, vol. 9. no. 2, April 1992. 17. National Electrical Safety Code Handbook

18. S.J.Schwarz, “ Analytical Expression for the Resistance of Grounding

(79)

LAMPIRAN

1. Simulasi untuk Tabel pertama, ρ1< ρ2

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas

(rho1a):');

rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan

Bawah (rho1b):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 5 10 20 40 80 100 ]

cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi)

2. Simulasi untuk Tabel kedua, ρ1>ρ2

%Tahanan pembumian Grid R

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas

(rho1a):');

rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan

Bawah (rho1b):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 5 10 20 40 80 100 ]

(80)

hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K))*Cp) Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc)) R=(Rm*Cb)-Rp

R1= rho*((1/L)+1/sqrt(20*A)*(1+1./(1+h1*sqrt(20/A))))

3.Simulasi untuk grafik ke-dua

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas

(rho1a):');

rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan

Bawah (rho1b):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 0 75 150 300 600 1200 ]

cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi)

4. Simulasi untuk grafik ke-tiga

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas

(rho1):');

rho2=[ 400 750 1200 1800 2600 3800 5250] A= input (' Input Luas Grid (A):');

N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= input (' Input Nilai ketebalan lapisan tanah atas:'); cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:');

(81)

Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc)))

5. Simulasi untuk grafik ke-empat

rho=150

rho2=input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas

(rho2):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 0.8 1.5 20 100 500 750 1000 ]

Gambar

Table 2.1 Ragam tahanan pembumian gardu induk  untuk berbagai instalasi [17]
Tabel 2.2   Tahanan Jenis Tanah
Gambar 2.1 Variasi Tahanan Jenis Tanah
Tabel 2.3 Hasil pengujian tahanan jenis tanah metode elektroda tunggal pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada bulan Nopember 2010 bendahara umum daerah Kabupaten Karo telah membayarkan belanja bantuan keuangan kepada Pemerintah Desa selakkar dengan cara pemindah bukuan dari

No.. Mekanisme peminjaman pustaka menggunakan kartu anggota perpustakaan baik tingkat pusat maupun fakultas dan Pascasarjana. Pengecekan judul buku dapat dilakukan dengan e-Library

Jumlah Daun (Helai) Zat pengatur tumbuh yang paling berpengaruh terhadap jumlah daun pada setek jambu air yaitu setek dengan pemberian zat pengatur tumbuh cair sintetis (Hantu),

Tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana peran Program Keluarga Harapan (PKH) yang dicanangkan oleh KEMENSOS dapat meningkatkan Partisipasi Wajib Belajar 9 Tahun khususnya

b. jika kedua serambi menguncup dan bilik mengembang, darah dari serambi mengalir masuk ke bilik;.. jika kedua bilik menguncup, darah keluar dari bilik menuju

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa data warehouse merupakan penyimpanan data historis yang saling berhubungan yang di rancang untuk analisis dan query ,

Hasil uji hipotesis keempat me nun jukkan bahwa terdapat hubungan po sitif antara kepemimpinan spiritual dan budaya or ganisasi dengan ke puas an kerja kar ya wan PT