TUGAS AKHIR
PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID
PADA
DUA LAPIS TANAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
Menyelesaikan pendidikan sarjana ( S-1) pada Departemen Teknik Elektro
Oleh :
060402093
SUPENSON SIMATUPANG
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA
DUA LAPIS TANAH
Oleh :
060402093
SUPENSON SIMATUPANG
Disetujui oleh: Pembimbing,
NIP : 1957 0720 1883 1001 IR. ZULKARNAEN PANE
Diketahui oleh :
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,
Ir. SURYA TARMIZI KASIM, M.Si
NIP : 195405311986011002
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Sistem pembumian grid digunakan untuk mengalihkan arus gangguan
ke tanah dan menjaga keselamatan manusia dan peralatan listrik dari arus
gangguan. Sehingga tahanan sistem pembumian grid harus sekecil mungkin
untuk dilalui arus gangguan.
Sistem pembumian grid biasanya ditempatkan pada tanah berlapis
vertikal atau tanah berlapis horizontal. Ketebalan dan tahanan jenis tanah
(resistivitas) setiap lapisan tanah dapat diukur secara langsung. Untuk
menghitung tahanan tanah pada dua lapis tanah atau berlapis banyak dengan
hanya mengetahui ketebalan dan resistivitas setiap lapis sebenarnya sudah bisa
dilakukan dengan metode mirror atau metode elemen hingga (finite element
method). Tetapi perhitungan dengan metode mirror atau metode elemen hingga
membutuhkan waktu yang lama dan perangkat lunak (software). Beberapa
rumus sederhana untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis
tanah telah ditemukan, namun pengembangan selalu dilakukan oleh para ahli.
Salah satu metode terbaru untuk menghitung tahanan pembumian grid pada
dua lapis tanah diperkenalkan oleh Xiobin, Guangning, Weiming dan
Ruinfang.
Pada tugas ahir ini, penulis menggunakan metode baru yang
dikembangkan oleh Xiaobin, Guangning,Weiming dan Ruinfang untuk
Dengan metode ini dapat dihitung tahanan pembumian grid pada dua lapis
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas akhir ini. Shalawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu
ibunda dan ayahanda, serta abang, kakak, adik, dan ponakan tercinta yang
senantiasa memberikan do’a,semangat dan dukungan selama ini.
Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas akhir ini adalah:
”PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH”
Selama masa kuliah sampai penyelesaian tugas akhir ini, penulis
banyak menerima bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
dengan penuh ketulusan hati, penulis menghaturkan terima kasih kepada :
a. Ayahanda S Simatupang, dan Ibunda R br Silitonga, yang tidak
terhitung cinta dan kasih sayangnya, yang tidak pernah bosan-bosanya
mengasuh, mendidik dan membimbing penulis semenjak kecil hingga
sekarang ini. Abangda Marbangun Simatupang, Kakanda Fitri
Huzaimah br Lubis, Abangda Preddi Simatupang, kakanda Irma br
Cibro, Kakanda Tetti Simatupang, Kakanda Sartana Simatupang,
Junedi simatupang, dan Adinda Erniwati simatupang serta
keponakanku tercinta Mutiara Syifa Alfatia br Simatupang ,Akila Alfi
Husna br Simatupang yang selalu menjadi tempat berbagi, bercanda
dan bermain dalam suka maupun duka.
b. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane, selaku dosen pembimbing penulis yang
telah banyak meluangkan waktu dan memberikan ide-ide brilian dalam
penyusunan Tugas Akhir ini.
c. Bapak Ir. Zulfin MT, selaku Dosen Wali penulis, yang senantiasa
memberikan bimbingannya selama perkuliahan.
d. Teman-teman satu stambuk 2006, Martua, Iqbal, Taufik, randy, Faisal,
Nasir, Fauzi, Fahmi, Alfi, Rahmuddin, Hendra, Sukesih, Helmy,
Agung, Teguh, Rozi, Salman, Bale, Bonar, Liza, Ina, dan teman-teman
yang belum disebut namanya, yang selama ini menjadi teman diskusi,
belajar dan bekerja sama dalam kegiatan kampus.
e. Keluarga Besar Laboratorium Pengukuran Listrik, Bapak Ir. Masykur
Sj, selaku Kepala Laboratorium, mas Dian selaku pegawai
Laboratorium, rekan-rekan asisten dan semua teman-teman stambuk
2006.
f. Seluruh Stap Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Elektro, Kak
Ani, Bang Ridho, Bang Ponijan, Bang Marthin, yang telah mendidik
dan membantu penulis selama perkuliahan sampai dengan selesai.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini belum sempurna, karena
dan kritik dari pembaca dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan
kajian dalam bidang ini sangat penulis harapkan.
Akhir kata kesempurnaan hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
kesalahan semata-mata dari penulis. Semoga Tugas Akhir ini berguna dan
memberikan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Medan, Juli 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1
I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 2
I.3 Batasan Masalah ... 2
I.4 Metodologi Penulisan ... 3
I.5 Sistematika Penulisan ... 3
BAB II TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH 2.1 Umum ... 5
2.2 Faktor yang mempengaruhi Tahanan Pembumian Grid ... 7
2.4 Pengukuran Tahanan Jenis Dua Lapis Tanah ... 10
2.4.1 Informasi Geologi dan Contoh Lapisan Tanah ... 11
2.4.2 Metode Elektroda Tunggal... 12
2.4.2.1 Prosedur Pengukuran ... 13
2.4.2.2 Penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas dan Ketebalan Tanah Lapisan atas ... 14
2.4.2.3 penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Bawah ... 15
2.4.2.4 Contoh Penggunaan Metoda Elektroda Tunggal ... 16
2.4.3 Gabungan Metoda 4 Titik dengan Grafik Sunde ... 19
2.4.4 Contoh Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde ... 22
2.5 Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah ... 24
2.5.1 Rumus IEEE std 80-1986 ... 25
2.5.2 Rumus M.M.A.Salama, M.M.Elsherbiny dan Y.L.Chow .... 27
2.5.3 Rumus Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah Vertikal ... 29
BAB III ANALISIS DAN PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH HORIZONTAL 3.1 Umum ... 39
3.2 Parameter dari Simulasi ... 40
3.3 Simulasi Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah ... 41
3.4 Rumus Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah Horizontal
...
50
BAB IV APLIKASI PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA GARDU INDUK
4.1 Umum ... 52
4.2 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk Binjai
(Grid Persegi Panjang) ... 52
4.3 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk (Grid
Persegi) ...
55
4.4 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk (Grid T) 56
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 61
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Variasi Tahanan jenis tanah, (a) Kandungan aram
; (b) kelembaban tanah ; (c) Temperatur ... 10
Gambar 2.2 Metode Wenner ... 19
Gambar 2.3 Grafik Sunde ... 20
Gambar 2.4 Grafik jarak probe vs tahanan jenis tanah hasil pengukuran... 23
Gambar 2.5 Grafik Sunde dengan sebuah kurva yang baru ... 24
Gambar 2.3 Bentuk Grid dan Model Lapisan Tanah ... 24
Gambar 2.6 Bentuk Grid dan Lapisan Tanah, (a) ρ2 Dianggap Tak Hingga ; (b) ρ1 Dianggap sebagai tahahanan ρ1 dan ρ2 Gambar 2.7 Grafik X vs Y ... 34
... 31
Gambar 2.8 Grafik A1/A2 Gambar 3.1 Bentuk Grid ... 40
vs 1-c ... 34
Gambar 3.2 Betuk Lapisan Tanah... 40
Gambar 3.3 Grafik Z vs Y ... 45
Gambar 3.5 Grafik X vs B ... 49
Gambar 3.6 Grafik Z vs B ... 49
Gambar 4.1 Grid pembumian persegi panjang ... 53
Gamnar 4.2 Grid pembumian persegi ... 55
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ragam tahanan pembumian gardu induk untuk berbagai
instalasi ... 7
Tabel 2.2 Tahanan jenis tanah ... 9
Tabel 2.3 Hasil pengujian tahanan jenis tanah metoda elektroda tunggal pada dua lapis tanah ... 18
Tabel 2.4 Hasil pengukuran tahanan tanah untuk tahanan jenis tanah dengan metoda empat titil ... 22
Tabel 2.5 Nilai K1 dan K2 ... Tabel 2.6 Nilai R dari hasil simulasi CDEGS ... 32
26 Tabel 2.7 Hubungan antara X dan Y untuk nilai ρ1 Tabel 3.1 Tahanan Pembumian Grid R Berdasarkan yang berbeda ... 33
Hasil Simulasi untuk ρ1,<ρ2 Tabel 3.2 Tahanan Pembumian Grid R Berdasarkan ... 42
Hasil Simulasi untuk ρ1,>ρ2 Tabel 3.3 Tahanan Pembumian Grid R ... 43
1 Tabel 4.1 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus I ... 54
... 44
Tabel 4.2 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus II ... 55
ABSTRAK
Sistem pembumian grid digunakan untuk mengalihkan arus gangguan
ke tanah dan menjaga keselamatan manusia dan peralatan listrik dari arus
gangguan. Sehingga tahanan sistem pembumian grid harus sekecil mungkin
untuk dilalui arus gangguan.
Sistem pembumian grid biasanya ditempatkan pada tanah berlapis
vertikal atau tanah berlapis horizontal. Ketebalan dan tahanan jenis tanah
(resistivitas) setiap lapisan tanah dapat diukur secara langsung. Untuk
menghitung tahanan tanah pada dua lapis tanah atau berlapis banyak dengan
hanya mengetahui ketebalan dan resistivitas setiap lapis sebenarnya sudah bisa
dilakukan dengan metode mirror atau metode elemen hingga (finite element
method). Tetapi perhitungan dengan metode mirror atau metode elemen hingga
membutuhkan waktu yang lama dan perangkat lunak (software). Beberapa
rumus sederhana untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis
tanah telah ditemukan, namun pengembangan selalu dilakukan oleh para ahli.
Salah satu metode terbaru untuk menghitung tahanan pembumian grid pada
dua lapis tanah diperkenalkan oleh Xiobin, Guangning, Weiming dan
Ruinfang.
Pada tugas ahir ini, penulis menggunakan metode baru yang
dikembangkan oleh Xiaobin, Guangning,Weiming dan Ruinfang untuk
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tahanan pembumian grid merupakan parameter yang sangat penting
dalam sistem pembumian grid. Nilai tahanan pembumian grid sangat
berhubungan dengan keselamatan manusia maupun peralatan listrik. Maka
untuk mengetahui nilai tahanan pembumian grid perlu dilakukan perhitungan,
sehingga diketahui nilai tahanan pembumian grid tersebut.
Nilai tahanan pembumian grid dipengaruhi oleh kondisi tanah seperti
keadaan lapisan tanah, apakah tanah tempat elektroda pembumian grid ditanam
sejenis (homogen) atau tidak sejenis (non-uniform). Pembumian grid sering
dianggap diletakkan pada tanah yang homogen, padahal dilapangan
membuktikan bahwa elektroda pembumian grid diletakakan pada tanah
berlapis. Untuk mendapatkan hasil perhitungan yang akurat, penelitian telah
dilakukan oleh M.M.A. Salama dan Y.L. Chow. Mereka menyimpulkan
penelitian mereka dalam sebuah rumus. Kemudian M.M.A. Salama, Y.L Chow
dan M.M. Sherbiny melanjutkan penelitian mereka dan memperoleh rumus
yang baru untuk menghitung tahanan pembumian grid pada tanah berlapis.
ketiganya merupakan anggota IEEE.
Rumus yang dikembangkan oleh M.M.A. Salama, M.M. Sherbiny, Y.L
tidak akurat dalam menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah.
Untuk mendapatkan hasil yang akurat penelitian dilakukan oleh Xiaobin Caw,
Guangning Wu, Weiming Zhow, dan Ruifang Li. Dengan memanfaatkan
penelitian M.M.A. Salama dan Y.L Chow mereka berhasil mendapatkan rumus
yang lebih akurat jika dibandingkan dengan rumus yang dikembangkan oleh
M.M.A. Salama, M.M. Sherbiny, dan Y.L. Chow maupun dari rumus M.M.A.
Salama dan Y.L Chow.
I.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan.
Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana menghitung tahanan pembumian grid yang ditempatkan pada tanah berlapis ( dua lapis) horizontal. Manfaat penulisan ini adalah sebagai metode alternatif dalam menghitung tahanan pembumian grid yang ditempatkan pada tanah berlapis ( dua lapis) horizontal.
I.3.Batasan Masalah
Agar pembahasan materi lebih terarah, maka ditetapkan beberapa batasan masalah sebagai berikut:
1. Tanah yang digunakan dalam pembahasan dianggap dua lapis.
2. Susunan elektroda pembumian yang digunakan adalah bentuk grid.
3. Tidak membahas source code program yang digunakan.
I.4. Metode Penelitian
1. Studi Literatur yaitu dengan mempelajari buku-buku referensi yang
tersedia dari media cetak maupun internet dan juga buku ataupun
catatan kuliah untuk mendapatkan teori-teori pendukung yang
digunakan dalam penulisan tugas akhir ini.
2. Metode diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing
mengenai masalah-masalah yang timbul selama penulisan tugas akhir
ini berlangsung.
3. Analisi dengan komputer serta membuat kesimpulan.
I.5. Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini disusun berdasarkan urutan pembahasan sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, sertai sistematika
penulisan tugas akhir ini.
BAB II : Dasar Teori Tahanan Pembumian
Dalam bab ini dijelaskan tahanan pembumian, pengukluran tahanan
pembumian, tahanan jenis tanah, pengukuran tahanan jenis tanah,
BAB III : Tahanan Pembumian Grid pada Dua Lapis Tanah
Dalam bab ini dijelaskan metode untuk menghitung tahanan
pembumian grid pada dua lapis tanah.
BAB IV : Analisa dan Perhitungan Tahanan pembumian Grid pada Dua
Lapis Tanah.
Dalam bab ini dijelaskan metode yang dikembangkan oleh Xiaobin
Caw, Guangning Wu, Weiming Zhow, dan Ruifang Li dan melakukan
perhitungan berdasarkan data yang diperoleh.
BAB V : Kesimpulan
Bab ini berisi kesimpulan penulis mengenai pembahasan pada bab-bab
BAB II
TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH
2.1 Umum
Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya
menggunakan konduktor yang ditanam secara horisontal, dengan bentuk
kisi-kisi (grid). Konduktor pengetanahan biasanya terbuat dari batang tembaga
keras dan memiliki konduktivitar tinggi, terbuat dari kabel tembaga yang
dipilin (bare stranded copper) dengan luas penampang 150 mm2
Sistem pembumian grid selama ini dianggap diletakkan pada tanah
yang sejenis (uniform) padahal di lapangan menunjukkan bahwa tanah di
sekitar pembumian grid adalah terdiri dua lapisan tanah yang berbeda tahanan
jenisnya ( non-uniform). Struktur dua lapisan tanah pembumian grid
kadang-kadang berlapis horizontal dan kadang-kadang-kadang-kadang berlapis vertical.
dan
mempunyai kemampuan arus hubung tanah sebesar 250 kA selama 1 detik.
Konduktor itu ditanam sedalam kira-kira 30 cm – 80 cm atau bila dibawah
kepala pondasi sedalam kira-kira 25 cm.
Pembumian grid merupakan bagian penting dalam sistim kelistrikan
dari sudut pandang keselamatan manusia dan peralatan. Keselamatan,
kehandalan, dan kontiniutas pelayanan listrik sangat tergantung pada desain
pembumian grid.
1. Melindungi manusia terhadap bahaya listrik dengan membatasi
tegangan lebih jika gangguan tanah terjadi pada pembangkit atau pada
gardu induk.
2. Menjamin keselamatan dan kontiniutas peralatan listrik dengan
membatasi tegangan lebih yang mungkin timbul akibat kecelakaan
operasi.
3. Menjamin operasi yang tepat dari perangkat peralatan proteksi dengan
dipastikanya gangguan tanah terdeteksi serta melakukan pemutusan
terhadap area yang mengalami gangguan tanah.
Untuk menjalankan fungsinya, pembumian grid harus memiliki tahanan
yang kecil. Tabel 2.1 menunjukkan nilai maksimum tahanan pembumian pada
pembangkit sesuai instalasi dari pembangkit tersebut yang dibuat oleh NEC
Table 2.1 Ragam tahanan pembumian gardu induk untuk berbagai instalasi [17]
Instalasi Tipe Nilai maksimum tahanan pembumian
Komersial Gedung, rumah,dll ≤25 Ω
Industri
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tahanan Pembumian Grid
Nilai tahanan suatu sistem pembumian diharapkan serendah mungkin.
Elektroda pembumian yang ditanamkan ke dalam tanah diharapkan langsung
memperoleh memiliki tahanan yang rendah, namun hal itu sangat jarang
diperoleh. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap nilai tahanan
pembumian.
1. Tahanan dari material elektroda yang digunakan
2. Tahanan kontak antara elektroda dengan tanah
2.3 Tahanan Jenis Tanah
Tahanan jenis tanah (ohm-meter) merupakan nilai resistansi dari bumi
yang menggambarkan nilai konduktivitas listrik bumi dan didefinisikan
sebagai tahanan, dalam ohm, antara permukaan yang berlawanan dari suatu
kubus satu meter kubik.
Pentingnya tahanan jenis tanah ini untuk diketahui karena tahanan jenis
tanah mempunyai beberapa manfaat yaitu :
1. Beberapa data yang diperoleh dari surveys geofisika dibawah
permukaan tanah dapat membantu untuk identifikasi lokasi
pertambangan, kedalaman batu-batuan dan phenomena-phenomena
geologi lainnya.
2. Tahanan jenis tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap korosi
pipa-pipa bawah tanah. Apabila tahanan jenis tanah semakin
meningkat maka aktivitas korosi akan semakin meningkat pula.
3. Tahanan jenis lapisan tanah mempunyai pengaruh langsung dalam
sistem pembumian. Ketika merencanakan sistem pembumian,
sebaiknya dicari lokasi yang mempunyai tahanan jenis tanah yang
terkecil agar tercapai instalasi pembumian yang paling ekonomis.
Faktor keseimbangan antara tahanan pembumian dan kapasitansi di
sekelilingnya adalah tahanan jenis tanah yang direpresentasikan dengan ρ. Harga tahanan jenis tanah dalam kedalaman tertentu tergantung pada beberapa
faktor yaitu :
2. Lapisan tanah : berlapis-lapis dengan tahanan jenis berlainan atau
uniform
3. Komposisi kimia dari larutan garam dalam kandungan air
4. Kelembaban tanah
5. Temperatur
6. Kepadatan tanah
Secara grafis pengaruh kandungan garam, kelembaban tanah dan
temperatur terhadap tahanan jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 2.1.Jenis
tanah, seperti berpasir, berbatu, tanah liat dan lain-lain mempengaruhi besar
tahanan jenis. Berdasarkan Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL
2000) tahanan jenis tanah dari berbagai jenis tanah dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 2.2 Tahanan Jenis Tanah
Jenis Tanah Tahanan Jenis Tanah (Ω-m)
Tanah Rawa 30
Tanah Liat dan Tanah Ladang 100
Pasir Basah 200
Kerikil Basah 500
Pasir dan Kerikil kering 1000
T
Gambar 2.1 Variasi Tahanan Jenis Tanah
(a) Kandungan Garam ; (b) kelembaban tanah ; (c) Temperatur
2.4 Pengukuran Tahanan Jenis Dua Lapis Tanah
Untuk melakukan pengukuran tahanan jenis tanah dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu :
1. Informasi Geologi dan Contoh Lapisan Tanah
2. Metode Elektroda Tunggal
2.4.1 Informasi Geologi dan Contoh Lapisan Tanah
Biasanya pada tempat dimana sistem pembumian dipasang, perlu
dilibatkan seorang ahli sipil. Tugasnya biasanya meliputi pencarian informasi
geologi yang berisi tentang sejumlah informasi mengenai sifat dan bentuk dari
lapisan tanah tersebut. Data ini sangat bermanfaat untuk membantu para ahli
listrik yang membutuhkan informasi ini.
Penentuan tahanan jenis tanah berdasarkan nilai terukur antara sisi yang
berlawanan dari sampel tanah dengan ukuran yang diketahui tidak
direkomendasikan, karena tahanan antar muka antara tanah dan elektroda yang
nilainya tidak diketahui dimasukkan dalam hasil ukur.
Penentuan yang lebih akurat didapat bila dilakukan pengukuran tahanan
jenis 4 terminal dari tanah tersebut. Terminal-terminal tegangan harus
berukuran lebih kecil daripada penampang sampel dan diletakkan jauh dari
terminal arus untuk memastikan distribusi arus bersifat hampir uniform. Jarak
sebesar penampang terbesar sampel biasanya cukup untuk pengukuran.
Terkadang sulit, bahkan hampir mustahil untuk mendapatkan nilai
tahanan jenis tanah yang cukup akurat berdasarkan pengukuran tahanan jenis
pada sampel. Kesulitan ini disebabkan sulitnya memperoleh sampel tanah yang
representatif, yaitu sampel tanah yang homogen, dan mempunyai kepadatan
2.4.2. Metoda Elektroda Tunggal
Metoda ini merupakan pengujian tahanan jenis tanah dengan
melakukan beberapa kali pengujian dimana pada setiap tingkat pengujian
kedalaman ditingkatkan secara bertahap. Tujuannya adalah untuk memaksakan
lebih banyak arus uji mengalir melalui tanah yang lebih dalam. Nilai tahanan
jenis yang terukur akan menghasilkan tahanan jenis yang bervariasi pada setiap
tingkat kedalaman.
Elektroda yang digunakan untuk pengujian adalah elektroda batang
(ground rod). Elektroda batang ini lebih baik dari tipe elektroda lain karena
mempunyai keunggulan-keunggulan yaitu :
1. Nilai teoritis dari tahanan pembumian elektroda batang dapat
dihitung dengan cara sederhana dan akurasi yang cukup, sehingga
hasilnya dapat ditafsirkan dengan mudah.
2. Menanamkan elektroda batang ke dalam tanah relatif lebih mudah
dibandingkan elektroda yang lain.
Pada saat pengukuran, ada tiga kemungkinan posisi elektroda yang
menyebabkan tahanan pembumian elektroda batang berbeda cara
menghitungnya.
a. Seluruh permukaan elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah
bagian atas, dan ρ1 > ρ2.
b. Seluruh permukaan elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah
�= ��
c. Elektroda ditancapakan hingga kelapisan kedua.
�= ��
R :Tahanan pembumian elektoda batang ( Ω )
ρ1dan ρ2
l :Panjang elektroda batang dalam tanah ( m)
:Tahanan jenis tanah lapisan atas dan lapisan bawah ( Ω-m )
d :Diameter elektroda batang ( m)
l2 :Panjang elektroda batang yang berada pada lapisan tanah
bagian bawah
2.4.2.1 Prosedur Pengukuran
1. Elektroda batang ditancapkan ke dalam tanah secara bertahap.
Penambahan panjang elektroda disetiap tahap disimbolkan ∆l, sehingga
panjang elektroda pada pengukuran ke n adalah:
�� = ��−�+∆� 2.5
2. Tahanan pembumian Rn
��� = ��� �
���������� 2.6
di ukur setiap penambahan panjang elektroda
∆�, dan tahanan jenis tanah dari setiap pengukuran dihitung dengan
3. Untuk menghitung ketebalan tanah lapisan atas, indeks tahanan jenis
tanah gn
�� = �� �
���−� 2.7
dihitung untuk setiap pengukuran
2.4.2.2 Penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas dan Ketebalan Lapisan Tanah Lapisan Atas
Jika ρ1 > ρ2, tahanan jenis tanah dari pengukuran ��� diperkirakan akan
memiliki nilai yang sama ketika elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah
bagian atas. Nilai ��� diperkirakan akan sebanding dengan ρ1. Indek tahanan
jenis gn
�=�(�−�) 2.8
akan memiliki nilai yang mendekati satu ketika elektroda batang
ditancapakan dilapisan tanah bagian atas. Setelah elektroda mencapai lapisan
tanah bagian bawah, indek tahanan jenis tanah akan naik drastis. Asumsikan
hal ini terjadai pada pengukuran ke n, maka kedalaman lapisan atas diperoleh:
Jika ρ1 < ρ2, tahanan jenis tanah dari pengukuran ��� akan naik sesuai
kedalam elektroda. Beberapa pengukuran pertama dimana l<<h, ��� akan
memiliki nilai yang mendekati nilai tahanan jenis tanah lapisan atas. Indek
tahanan jenis gn akan menurun secara kontiniu sesuai dengan elektroda yang
makin dalam ditancapakan. Meskipun elektroda batang telah ditancapkan
dilapisan tanah bagian bawah, indek tahanan jenis akan tetap menurun. Jika hal
ini terjadi pada pengukuran ke m, kedalaman lapisan tanah bagian atas
2.4.2.3 Penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Bawah. Dari Persamaan 2.4, jika l1
��= ��−����� 2.9
= h:, maka
Dengan mensubsitusikan ρ2
�= �� −��
sesuai Persamaan 2.9 kedalam Persamaan 2.3,
maka diperoleh :
Persamaan 2.11 menjadi dasar untuk menghitung tahanan jenis tanah
lapisan bawah jika tahanan jenis lapisan atas dan ketebalan lapisan tanah
bagian atas diketahui. Prosedur untuk mencari tahanan jenis tanah lapisan
bawah adalah:
a. Tahanan pembumian elektroda batang R di ukur setelah elektroda
batang ditancapakan sampai kelapisan tanah bagian bawah, hal ini
dilakukan untuk setiap pengukuran.
b. Hitung r dengan Persamaan 2.12 untuk setiap pengukuran
c. Hitung le
l
dengan Persamaan 2.11 untuk setiap pengukuran
2 = ln
d. Hitung ρ
– h 2.13
2.4.2.4 Contoh penggunaan Metoda Elektroda Tunggal
Pengujian dilakukan oleh J.Nahman dan J.Salomon pada pusat
Pembangkit Leroy Utara. Diameter elektroda yang mereka gunakan : 0.016 m.
Panjang elektroda pembumian : 1.52 m. Sesuai prosedur di atas maka
pengukuran dilakukan. Pengukuran dilakukan sebanyak enam belas kali,
elektroda pada pengukuran pertama mencapai kedalaman 1.5 m, kemudian
pada setiap pengukuran kedua hingga pengukuran yang ke enam belas
kedalaman elektroda dinaikkan secara bertahap masing-masing sebesar 0.305
m. Hasil pengukuran yang mereka peroleh ditunjukkan Tabel 2.3.
1. Tahanan jenis tanah lapisan atas ( ρ1
Tahanan jenis tanah lapisan atas diperoleh dari hasil pengukuran
pertama, R
2. Ketebalan tanah lapisan atas. = 178.3 Ω.m
Pada pengukuran yang ke-lima, nilai indek tahanan jenis tanah naik
drastis sehingga disimpulkan bahwa ketebalan tanah lapisan lapisan
atas adalah : 2.74 m
��= �� �
��= ������..��
��= �.���
3. Tahanan jenis tanah lapisan bawah ( ρ2
Pengukuran yang ke-enam, elektroda pembumian telah sampai pada
lapisan tanah bagian bawah, sehingga tahanan jenis tanah sudah
dianggap sebagai tahanan jenis tanah lapisan bawah. )
a. Catat hasil pengukuran yang ke-enam (R6)
R6
Prosedur yang sama dilakukan untuk hasil pengukuran yang
lain. Setelah diperoleh nilai tahanan jenis tanah untuk pengukuran yang
lain, maka diambil tahanan jenis tanah rata-rata sebagai tahanan jenis
tanah lapisan bawah. Sehingga ρ2
Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh dengan mengunakan metode perkiraan statistik computerisasi
ini untuk tahanan jenis tanah lapisan atas, ketebalan tanah lapisan atas
dan tahanan jenis tanah lapisan bawah berturut-turut adalah: 178.3 Ω
-m., 2.74 m dan 118.2 Ω -m. Hasil dengan metoda perkiraan statistic
computerisasi untuk tahanan jenis tanah lapisan atas, ketebalan tanah
lapisan atas dan tahanan jenis tanah lapisan bawah berturut-turut adalah
174.8 Ω-m, 2.235 m dan 139.7 Ω-m.
2.4.3 Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde
Metoda yang paling sering digunakan dalam pelaksanaan pengukuran
tahanan jenis tanah adalah dengan menggunakan metoda 4 titik. Elektroda
kecil sebanyak 4 batang ditanam dalam 4 lobang pada kedalaman b dan diberi
jarak (pada suatu garis lurus) sebesar a. Arus uji I dialirkan diantara dua
elektroda terluar dan potensial V diantara 2 elektroda terdalam diukur dengan
voltmeter dengan impedansi yang tinggi. Kemudian V/I memberi nilai tahanan
R dalam Ω.
Metode empat titik yang digunakan dalam pengukuran ini adalah untuk
jarak elektroda yang sama atau metoda wenner.Dengan metoda ini elektroda
diatur dengan jarak yang sama (Gbr 2.2) bila a sebagai jarak antara dua
elektroda berdekatan, maka tahanan jenis tanah ��� adalah:
��� =
Harus dicatat bahwa persamaan ini tidak berlaku untuk elektroda batang
yang ditanam sedalam b; persamaan ini hanya berlaku untuk elektroda kecil
yang ditanam pada kedalaman b, dengan kawat penghubung berisolasi.
Bagaimanapun pada prakteknya, empat elektroda yang digunakan biasanya
ditempatkan segaris sejauh a dengan kedalaman kurang dari 0,1 a. Dengan
demikian kita dapat mengasumsikan b = 0 dan Persamaan (2.13) menjadi :
A
V
a a a
b
Gambar 2.2 Metoda Wenner
dan memberikan nilai perkiraan tahanan jenis rata-rata dari tanah pada
kedalaman a. Beberapa pengukuran dengan berbagai variasi probe memberikan
beberapa nilai yang bila diplot terhadap jarak interval, mengindikasikan apakah
terdapat lapisan yang berbeda dari tanah atau batu dan menunjukkan nilai
tahanan jenis dan kedalaman masing-masing.
Untuk memperoleh kedalaman lapisan tanah bagian atas, diperoleh
dengan bantuan grafik Sunde. Nilai tahanan jenis tanah lapisan atas dan lapisan
bawah diperoleh melalui pengamatan terhadap hasil pengukuran tahanan jenis
tanah.
Prosedur pengunaan grafik Sunde adalah:
1. Buat grafik antara tahanan jenis tanah hasil pengukuran ��� (sumbu Y)
terhadap jarak probe ( sumbu X).
2. Perkirakan nilai ρ1 dan ρ2 dari grafik pada ( langkah pertama), ρa
dengan jarak probe paling kecil adalah ρ1 dan ρa dengan jarak probe
paling besar adalah ρ2
3. Cari nilai ρ
. Perbesar nilai tahanan jenis tanah hasil
pengukuran pada ujung kedua grafik untuk memperoleh nilai tahanan
jenis tanah yang extrim jika data dilapangan tidak memenuhi.
2/ρ1, Pilih sebuah kurva pada grafik Sunde yang memiliki
nilai paling dekat dengan ρ2/ρ1, kemudian gambarkan sebuah kurva
4. Pilih nilai pada sumbu Y (ρa/ρ1
5. Tentukan nilai a/h pada sumbu X.
) yang memiliki kemiringan slope
Paling dekat dengan kurva yang baru di buat.
6. Hitung nilai ρa dengan mengalikan nilai ρa/ρ1 (langkah 3) dengan
ρ1
7. Cari nilai jarak probe (a) pada grafik yang dibuat (langkah 1) untuk
nilai ρa yang diperoleh pada langkah (5). .
8. Hitung h dengan rumus:
�=�� �
� 2.16
2.4.2.4 Contoh Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde
Pengukuran dilakukan oleh anggota IEEE, hasil pengukuran yang
mereka peroleh dimuat dalam IEEE std 80-2000. Mereka melakukan
pengukuran dengan menggunakan metoda empat titik. Hasil pengukuran yang
mereka peroleh pada Tabel 2.4. Dari hasil pengukuran diasumsikan bahwa ρ1 =
100 Ω-m, dan ρ2
Tabel 2.4 Hasil pengukuran tahanan tanah untuk tahanan jenis tanah dengan metode empat titik.
= 300 Ω -m. untuk memperoleh kedalaman lapisan tanah
lapisan atas maka prosedur di atas dilakukan.
Jarak Probe Tanah
feet meter
1. Tabel 2.4 diplot kedalam grafik (Gambar 2.4).
2. ρ2/ρ1
3. ρa/ρ
= 3. Gambar sebuah kurva pada grafik Sunde ( Gambar 2.5).
1
6. Dari Gambar 2.4 diperoleh bahwa a=19 untuk nilai ρ = 200.
Gambar 2.5 Grafik Sunde dengan sebuah kurva yang baru
2.5 TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPISAN TANAH
Dengan semakin bertambahnya jumlah ukuran dan kompleksitas suatu
gardu induk tuntutan untuk mengembangkan prosedur perencanaan yang akurat
untuk system pembumian yang ekonomis dan memberikan tingkat keamanan yang
diharapkan menjadi penting. Untuk keperluan perencanaan tersebut telah
dikembangkan berbagai teknik analitis mulai dari rumus-rumus sederhana yang
Setelah penelitian dilakukan, beberapa rumus yang dapat digunakan
secara praktis untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah
dipublikasikan oleh IEEE. Berikut adalah rumus yang telah dipublikasikan
oleh IEEE.
1. Rumus IEEE std 80-1986
2. Rumus M. M. Salama, M. M. Elsherbiny, dan Y. L. Chow
3. Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah horizontal
4. Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertikal.
2.5.1 Rumus IEEE std 80-1986
Sampai tahun 1982, IEEE masih menggunakan analisis pada tanah
homogen untuk menghitung tahanan pembumian pada tanah berlapis (non-
homogen). Dengan menggunakan tahanan jenis tanah rata-rata( apparent
resistivity) sebagai pengganti untuk tahanan jenis tanah lapisan atas maupun
untuk lapisan bawah. Melihat keterbatasan penggunaan konsep tahanan jenis
tanah rata-rata untuk diaplikasikan pada dua lapis tanah atau lebih, penelitian
dilakukan anggota IEEE J. Nahman dan D. Salomon. Dengan melakukan revisi
terhadap persamaan Schwarz’s ( persamaan Schwarz’s digunakan untuk
menghitung tahanan pembumian grid pada tanah yang homogen ), rumus yang
mereka peroleh adalah:
�1 = ���1��� �2�ℎ′�+�1�√�� − �2�� 2.17
ρ1
L : panjang total konduktor (m)
: resistivitas lapisan tanah paling atas (Ω.m)
A : luas wilayah grid
h’
h’ = 0.5�0 untuk h = 0
=��0ℎ untuk konduktor yang ditanam pada kedalaman h atau
d0
x = perbandingan panjang grid dengan lebar grid = diameter konduktor
k1 dan k2 = konstanta sesuai dengan kedalaman grid, luas grid, dan
perbandingan panjang grid dengan lebar grid. Nilai k1 dan k2
Tabel 2.5 Nilai K
dapat dicari
dengan Table 2.3 berikut.
2.5.2 Rumus M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow
M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow merupakan anggota
IEEE. Mereka bertiga melakukan penelitian untuk memperoleh rumus yang
dapat digunakan untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis
tanah. Rumus yang mereka peroleh didasarkan pada teori manipulasi arus
bayangan dan teknik asymtote ( theoritical manipulation current images and
asymtotes tehcnic ). Rumus yang mereka kembangkan juga merupakan fungsi
dari tahanan jenis ke dua lapisan tanah, ketebalan lapisan tanah bagian atas,
ukuran konduktor, ukuran mesh, jumlah mesh kearah sumbu X dan sumbu Y
serta kedalaman grid.
Untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah,
M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow terlebih dahulu menghitung
tahanan dari grid yang digunakan. Grid dianggap diletakkan pada permukaan
tanah yang homogen.
ρ = Tahanan jenis tanah lapisan pertama (ρ)
L = Total panjang elektroda ( meter)
N = jumlah mesh
∆l = (∆lx.∆ly)
∆lx = lebar mesh ( meter) 1/2
∆ly = panjang mesh (meter)
do = diameter konduktor ( meter)
Setelah memperoleh nilai tahanan elektroda grid, nilai pengaruh
penanaman elektroda grid ke tanah dan factor koreksi akibat adanya lapisan
tanah bagian bawah dihitung dengan Persamaan (2.17) dan (2.18):
�� =�1−2ℎ
√�1.128� 2.20
�� =2��1��(ℎ(11−�+ℎ�)) 2.21
dimana:
h = kedalaman grid (meter)
A = luas grid ( meter2
h1 = ketebalan tanah lapisan atas ( meter)
)
k = koefisien refleksi
k= �2−�1
�2+�1 2.22
ρ2 = tahanan jenis tanah lapisan bawah ( Ω-m)
hc= cf�2�� ���(1− �)�Cp 2.23
cf = factor bentuk ( cf≈0.9−0.94)
Cp = �−12� 2.24
Setelah mendapatkan ketiga parameter di atas ( nilai tahanan elektroda
grid Rm1/2, koefisien penanaman elektroda Cb, dan factor koreksi Rp) nilai
tahanan pembuimmian grid dihitung dengan persamaan:
R=Rm1/2 Cb- Rp 2.25
dimana:
R = tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah ( Ω )
Rm1/2 = Tahanan elektroda grid (Ω)
Cb = koefisien penanaman elektroda
Rp = factor koreksi
2.5.3 Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertikal
Perhitungan tahanan pembumian grid pada tanah berlapis vertikal
pertama kali dilakukan oleh anggota IEEE Xiaobin Cao, Guangning Wu,
grid lebih dari 100000 m2. Mereka menemukan bahwa grid pembumian dengan
ukuran lebih dari 100000 m2
Untuk memeproleh persamaan yang dapat dengan mudah digunkan
menghitung tahanan pembummian grid pada dua lapis tanah vertical, Xiaobin
Cao, Guangning Wu, Shenglin Li, Weiming Zhou dan RuiFang Li terlebih
dulu melakukan simulasi pembumian dimana grid dimisalkan berada pada dua
lapis tanah vertical. Simulasi dilakukan dengan software CDEGS dengan
model grid yang disimulasikan sesuai Gambar 2.6
biasanya berada pada lokasi dengan kondisi
struktur tanah yang komplek. Untuk mempermudah analisis perhitungan
tahanan pembumian grid pada kondisi seperti ini, mereka mengelompokkan
struktur tanah kedalam dua jenis yaitu: tanah berlapis vertical dan tanah
h
ρ1 ρ2
(b)
Gambar 2.6 Bentuk grid dan Model tanah, (a) bentuk grid; (b) Model tanah
Parameter simulasi yang digunakan: nilai ρ2 ≥ ρ1 dan nilai ρ1 diubah
mulai dari 100 Ω.m sampai 400Ω.m serta nilai ρ2 diubah mulai dari 100 Ω.m
sampai 1000 Ω.m, h = 0.7 m, L1=L2= 100m, A1=1000m2, A2=900m2
prosedur untuk memperoleh rumus yang dilakukan oleh: Xiaobin Cao,
Guangning Wu, Shenglin Li, Weiming Zhou dan RuiFang Li setelah melakuan
simulasi adalah sebagai berikut.
.
1. Hasil simulasi yaitu nilai tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah
vertical diperoleh ( R ). Hasil simulasi yang mereka lakukan dapat
dilihat pada Tabel 2.4 .
2. Tahanan referensi R1 dihitung dengan menggunkan Ieee std 80-1986,
ukuran grid yang digunakan pada perhitungan ini sama seperti pada
data simulasi.
�1 =�1
4 �
�
� 2.26
3. Untuk mempermudah analisis mereka menggunakan dua parameter
baru X dan Y, dimana:
�=��2
�= �
�1 2.28
Tabel 2.6 Nilai R dari hasil simulasi CDEGS ρ2 ρ1 = 100 ρ1 = 200 ρ1 = 300 ρ1 = 400
Setelah nilai X dan Y diperoleh, hubungan X,Y dibuat dalam table 2.5
4. Hubungan antara X dan Y pada Table 2.5 di buat kedalam grafik.
5. Dari grafik yang diperoleh Xiaobin Cao, Guangning Wu, Shenglin Li,
Weiming Zhou dan RuiFang Li mencari persamaan matematis yang
menggambarkan hubungan antara parameter Y dengan parameter X.
�= ���1−�
1+��1−� 2.29
6. Menentukan koefisien a,b,dan c pada persamaan 2.27
Berdasarkan data dari grafik antara 1-c Vs A1/A2 yang mereka
buat, ternyata bahwa nilai 1-c tidak mengalami perubahan yang
significan ketika nilai A1/A2 dinaikkan dari 0.1 sampai 0.9 sehingga
c dapat diabaikan. Persamaan 2.27 dapat ditulis menjadi:
�= ���
1+�� 2.30
Tabel 2.7 Hubungan antara X dan Y untuk nilai ρ1 yang berbeda.
ρ1 = 100 ρ1 = 200 ρ1 = 300 ρ1 = 400
X Y X Y X Y X Y
1 1 1 1 1 1 1 1
2 1.33 1.5 1.2 1.33 1.1429 1.25 1.111
3 1.5 2. 1.333 1.67 1.25 1.5 1.2
4 1.6 2.5 1.4286 2 1.333 1.75 1.2727
5 1.6667 3 1.5 2.33 1.4 2 1.3333
6 1.7143 3.5 1.5556 2.67 1.4546 2.25 1.3846
7 1.75 4 1.6 3 1.5 2.5 1.4286
8 1.7778 4.5 1.6364 3.33 1.5385
9 1.8 5 1.667
Gambar 2.7 Grafik X VS Y
6.2 Menentukan Koefisien a
Jika X cenderung menuju tak hingga pada Persamaan 2.30
diperoleh bahwa:
�= lim�→∞� 2.31
Untuk X = ρ2/ ρ1, jika ρ1 tahanan jenis tanah referensi dan
nilainya dijaga konstan, dapat ditulis bahwa:
� → ∞ ⇒ ρ2 → ∞ 2.32
dianggap sebagai isolasi, sehingga grid yang digunakan adalah
seluas A1 dan R adalah tahanan dari grid pembumian yang hanya
mencakup luas A1. jika dibuat suatu cermin pada garis putus-putus
Gambar 2.9.a maka tahanan pembumian grid menjadi R2.
berdasarkan prinsip elektrostatis bahwa:
lim�2→∞� =�2 2.34
R2 adalah tahanan pembumian grid pada tanah homogen dengan
tahanan jenis tanah ρ1 dengan luas grid 2A1. sehingga koefisien a
adalah:
Gambar 2.9 Bentuk Grid dan Lapisan Tanah (a) Grid pembumian dengan ρ2
6.3 Menentukan Koefisien b
Ketika X = 1 maka ρ1=ρ2 dengan kata lain tanah adalah
homogen sehingga R sebanding dengan R1 dan Y = 1. Dari Persamaan
2.28 diperoleh bahwa:
1 = ��
1+� sehingga:
�=�−11 2.36
Persamaan 2.35 disubsitusikan ke Persamaan 2.36, sehingga:
�= �1
2�2−�1 2.37
7. Masing-masing koefisien disubsitusikan ke Persamaan 2.30.
�
nilai X= ρ2/ ρ1 disubsitusikan ke Persamaan 2.38, sehingga diperoleh tahanan
pembumian grid pada dua laspi tanah vertical.
� = 2�2�1�2
(2�2−�1)�1+�1�2 2.39
Dimana:
R = tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertical (ohm)
R2 = tahanan pembumian grid pada tanah homogen dengan tahanan jenis
tanah ρ1 dengan luas grid 2A1 ( ohm )
ρ1 = tahanan jenis tanah pertama ( ohm-meter )
BAB III
ANALISIS DAN PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH HORIZONTAL
3.1. Umum.
Penggunaan tegangan tinggi AC pada sistem kelistrikan menyebabkan
arus gangguan pada pusat pembangkit dan gardu induk semakin besar. Sistem
pembumian grid dibutuhkan agar standar keselamatan pada pusat pembangkit
maupun pada gardu induk tercapai. Tahanan pembumian grid merupakan
parameter penting yang harus diketahui. Dalam menentukan tahanan
pembumian grid pada dua lapis tanah, berbagai metode telah dikembangkan
para ahli. Metode baru dalam menghitung tahanan pembumian grid pada dua
lapis tanah horizontal yang dikembangkan oleh Xiaobin, Guangning,Weiming
dan Ruinfang akan dibahas dalam tugas akhir ini.
Metode ini terdiri dari dua bagian utama. Pada bagian pertama simulasi
dilakukan terhadap suatu sistem pembumian grid yang mana elektroda grid
pembumian ditanam pada tanah homogen dan tanah non-homogen ( tanah yang
memiliki dua lapisan). Bagian kedua adalah analisis terhadap hasil simulasi
yang menggambarkan hubungan antar variable pembumian. Hubungan antara
variable inilah yang di nyatakan dalam bentuk persamaan sehingga diperoleh
persamaan untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah
3.2. Parameter dari Simulasi.
Gambar 3.2 adalah bentuk pembumian grid dan model tanah yang
digunakan dalam simulasi. Garis putus-putus adalah batas antara dua lapis
tanah horizontal. Parameter yang dibutuhkan untuk simulasi pembumian grid
pada dua lapis tanah adalah:
1. Tahanan jenis tanah lapisan atas dan tahanan jenis tanah lapisan bawah
( ρ1 dan ρ2)
2. Luas grid ( A)
3. Jumlah mesh grid
4. kedalaman grid ( h)
5. ketebalan lapisan tanah bagian atas ( h1)
6. jumlah mesh kearah sumbu X ( ∆Nx) dan arah sumbu Y ( ∆Ny)
L2= 100m
L1= 100 m
h udara h1
ρ1
ρ2
Gambar 3.2 Bentuk lapisan tanah 3.3 Simulasi Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah
Pada bagian ini, simulasi dilakukan beberapa kali secara bertahap.
simulasi pertama dilakukan untuk memperoleh tahanan pembumian grid pada
dua lapis tanah. Program untuk melakukan simulasi tahanan pembumian grid
pada dua lapis yang saya gunakan adalah program Matlab. Data simulasi yang
digunakan adalah sebagai berikut:
• L1 = L2 = 100 m
• h = 0.7 m
• h1 = [ 5 10 20 40 80 100 ] m
• ρ1/ρ2 = [150/500, 300/1000, 600/2000 ]Ω.m
• N = 160 • ∆Nx = 16
• ∆Ny = 10
Dengan data diatas, simulasi dilakukan untuk memperoleh tahanan
pembumian grid pada dua lapis tanah untuk berbagai kedalaman lapisan tanah
bagian atas dengan tiga komposi tahanan jenis tanah yang berbeda. Pada
simulasi ini tahanan jenis tanah bagain atas digunakan lebih kecil dari tahanan
secara otomatis program akan meminta data-data pembumian grid yang tidak
tersimpan di database matlab. Setelah semua data di input, maka program akan
memproses data dan menampilkan hasilnya. Hasil simulasi ditunjukkan dalam
Tabel 3.1
Tabel 3.1 Tahanan pembumian grid R berdasarkan hasil simulasi untuk ρ1<ρ2.
h1(m)
ρ1/ ρ2
150/500 300/1000 600/2000
5 1.7885 3.5769 7.1539
Simulasi kedua dilakukan kembali untuk memperoleh tahanan
pembumian grid pada dua lapis tanah. Model tanah yang digunakan serta data
grid pembumian sama seperti pada simulasi pertama kecuali nilai tahanan jenis
tanah. Pada simulasi yang kedua ini, Nilai tahanan jenis tanah lapisan atas di
buat lebih besar dari tahanan jenis tanah lapisan bawah. Prosedur simulasi
sama seperti simulasi pertama. Hasil simulasi akan ditunjukkan oleh Tabel 3.2.
Sebelum melakukan analisis terhadap hasil simulasi, Xiaobin,
Guangning, Weiming dan Ruinfang memunculkan sebuah parameter baru R1
pada tanah homogen dimana ukuran grid dan kedalaman grid sama seperti data
pada simulasi tahanan pembumian grid serta tahanan jenis tanah yang
digunakan adalah tahanan jenis tanah ρ1.
Tabel 3.2 Tahanan pembumian grid R berdasarkan hasil simulasi untuk ρ1>ρ2.
h1(m)
ρ1/ ρ2
500/150 1000/300 2000/600
5 1.0552 2.1103 4.2207
10 1.2523 2.5045 5.0091
20 1.5060 3.0120 6.0239
40 1.7683 3.5365 7.9382
80 1.9846 3.9691 7.9382
100 2.0396 4.0791 8.1583
Untuk memperoleh nilai tahanan referensi R1, Xiaobin, Guangning,
Weiming dan Ruinfang menggunakan persamaan IEEE untuk menghitung
tahanan pembumian grid pada tanah homogen. Sesuai IEEE std 80-1986,
rumus untuk mencari tahanan pembumian untuk tanah uniform adalah:
�1 =�41��� (3.1)
Nilai tahanan referensi R1 dapat dilihat pada Tabel 3.3
Dimana :
R1 = tahanan pembumian grid referensi ( Ω )
A = luas grid ( m )
Tabel 3.3 Tahanan pembumian grid R1.
ρ1
150 300 500 600 1000 2000
R1 0.6647 1.3293 2.2156 2.6587 4.4311 8.8623
Untuk mempermudah analisis tehadap hasil simulasi, Xiaobin,
Guangning, Weiming dan Ruinfang menggunakan variable baru, sebagai
pengganti variable pembumian dan hasil simulasi. Variable yang digunakan
adalah:
�=�2
�1 (3.2)
�= �
�1 (3.3)
�=ℎ�1 (3.4)
Dimana :
r = jari jari pembumian grid.
�=�� �� ( 3.5)
Dari hasil simulasi di atas, dilihat bagaimana hubungan anatara variabel
X, Y dan Z. Untuk mempermudah melihat hubungan antara variabel X, Y, Z,
Gambar 3.3 Grafik Z vs Y
Gambar 3.3 grafik Z vs Y memperlihatkan bahwa grafik Y vs Z akan
selalu sama dan berimpit jika X yang digunakan dijaga konstan, baik pada saat
nilai tahanan jenis tanah lapisan atas lebih besar dari lapisan bawah ataupun
ketika tahanan jenis tanah lapisan tanah bagian atas lebih kecil dari lapisan
bawah.
Selanjutnya, simulasi yang ketiga dilakukan untuk melihat hubungan
antara variabel Z dan Y jika nilai X berbeda. Data yang digunakan dalam
simulasi adalah sebagai berikut:
• ρ1/ρ2 ( X ) = [0.167 0.833 1.111 2.33 6.67 16.67 33.33 ]Ω.m
• N = 160
• ∆Nx = 16
• ∆Ny = 10
Prosedur simulasi yang digunakan tetap sama seperti simulasi pertama,
namun pada program yang dibuat diatur supaya simulasi dilakukan untuk
setiap nilai X dengan berbagai kedalaman. Pada simulasi ini, nilai tahanan
jenis tanah ρ1 di buat konstan, sementara nilai tahanan jenis tanah ρ2 diubah –
ubah untuk memperoleh nilai X yg berbeda. Hasil simulasi kemudian di
tampilkan dalam Gambar 3.4 grafik Z vs Y.
Dari Gambar 3.4 terlihat bahwa untuk setiap nilai X yang berbeda ,
maka grafik Z terhadap Y berubah. Dari grafik diatas, Xiaobin Cao, Guangning
Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li membuat sebuah persamaan yang
menggambarkan hubungan antara Z dan Y.
�= �+��
Gambar 3.4 Grafik, Z vs Y
3.3.1 Koefisien A dan B
Untuk mencari nilai koefisien A dan B, Xiaobin Cao, Guangning Wu,
Weiming Zhou, dan Ruinfang Li melakukan pemisalan. Pertama mereka
memisalkan Z bernilai nol (ketebalan lapisan tanah bagian atas dianggap
diabaikan), dalam kata lain grid di tanam dalam tanah uniform dengan tahanan
jenis tanah ρ2. Pada kondisi ini nilai tahanan pembumian grid dimisalkan
adalah tahanan pembantu R2, sehingga Persamaan 3.3 menjadi:
�=�2
�1 3.7
Nilai Z dan Y disubsitusikan kepersamaan (3.6), sehingga diperoleh
persamaan:
Persamaan (3.7) disubsitusikan ke persamaan (3.6) sehingga diperoleh
persamaan:
�= �−�
(�−1)� 3.9
Dari Persamaan 3.9 dapat dilihat bahwa B adalah fungsi dari X dan Z,
Untuk melihat hubungan hubungan antara B, X, Z simulasi dilakukan lagi.
Simulasi dilakukan dua tahap, pertama untuk menggambarkan grafik antara X
vs B, kedua untuk menggambarkan grafik antara Z vs B. Data simulasi yang
digunakan untuk memperoleh grafik antara X vs B dan Z vs B adalah sebagai
berikut:
a. Data simulasi Grafik X vs B
• L1 = L2= 100 m
• h = 0.7 m
• h1 = [ 0.8 1.0 2.0 5.0 8.0 10.0 500 700 1000 ] m
• ρ1 = 150 Ω.m
• ρ2 = [ 400 750 1200 1800 2600 3800 5250] Ω.m
• N = 160
• ∆Nx = 16
• ∆Ny = 10
b. Data simulasi Grafik Z vs B
• L1 = L2= 100 m
• h1 = [ 0.8 1.5 20 100 500 700 1000 ] m
• ρ1 = 150 Ω.m
• ρ2 = [ 25 125 200 1000 2500 5250] Ω.m
• N = 160
• ∆Nx = 16
• ∆Ny = 10
Prosedur yang sama seperti simulasi untuk menentukan tahanan
pembumian grid pada dua lapis tanah dilakukan terhadap simulasi ini, baik
untuk memperoleh grafik X vs B maupun untuk memperoleh grafik Z vs B.
untuk memperoleh hubungan antara X vs B dalam bentuk grafik, nilai
ketebalan tanah lapisan atas di masukkan satu persatu, sedangkan untuk
memperoleh grafik Z vs B nilai X yang dimasukkan secara berurutan. Gambar
Gambar 3.5 Grafik X vs B
Dari kedua grafik diatas (3.5) dan (3.6), Xiaobin Cao, Guangning Wu,
Weiming Zhou, dan Ruinfang Li membuat hubungan antara B, X, dan Z.
�= 0 (ρ2<ρ1, a<h) (3.9a)
�=�(23.16 ln(�+ 31.9)−78)(1 + 1.95�−20�−0.3�−0.5��
(ρ2<ρ1, a≥h) (3.9b)
�= (23.16 ln(�+ 31.9)−78)(1 + 1.55�−15�−0.1�−0.25�+ 0.2�−�)
(ρ2<ρ1) (3.9c)
3.4. Rumus Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah Horizontal
Subsitusi persamaan (3.2), (3.3), (3.4), (4.7) dan (3.9) ke persamaan
(3.6), sehingga diperoleh persamaan baru:
R2 adalah tahanan pembantu ( assistance resistance), R1 adalah tahanan
referensi. R2 dan R1 dapat dihitung dengan rumus IEEE ( IEEE std 80-1986):
�1 = �41���
�2 =�41���
Dengan nilai R1 dan R2 disubsitusi ke persamaan (3.10), maka
rumus untuk memghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah
gorizontal diperoleh:
BAB IV
APLIKASI PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA GARDU INDUK
4.1 Umum
Ada beberapa bentuk grid, baik yang simetris maupun asimetris, dengan jarak sama antar konduktor grid yang paralel atau tidak. Bentuk-bentuk grid yang umum diketahui dan dipakai adalah bentuk bujur sangkar dan persegi panjang sedangkan yang masih jarang adalah bentuk L,T,∆.
4.2 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk Binjai ( Grid Persegi Panjang )
Grid pembumian gardu induk Binjai berbentuk persegi panjang
dengan jarak antar konduktor grid yang tidak sama. Grid ditanam pada dua
lapis tanah dengan resistivitas setiap lapis tanah telah diukur.
Berikut data-data grid pembumian pada gardu induk Binjai.
• Ketebalan lapisan atas ( a) : 6.82 m
• Resistivitas lapisan atas (ρ1) : 42.68 ohm-meter
• Resistivitas lapisan bawah (ρ2) : 92.85 ohm-meter
• Panjang grid ( Ly ) : 170 meter
• Lebar grid (Lx ) : 82.5 meter
Grid Pembumian
170 m
82.5 m
Gambar 4.1 Grid pembumian persegi panjang
Dari data-data di atas, perhitungan tahanan pembumian grid di atas
Tabel 4.1 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus I
Rumus 4.11 Rumus Salama dan Chow
Persen kesalahan dari ke empat rumus diatas jika digunakan hasil simulasi
CYMGRD sebagai acuan.
3. Rumus salama , Chow, Elsherbiny
4.3 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk ( Grid Persegi )
Sebuah grounding grid dengan spesifikasi seperti berikut:
Lx= 500 m Ly= 300
a = 50 m h = 0.7 m
ρ1 = 150 Ω.m ρ2=750 Ω.m
300m
500 m
Gambar 4.2 Grid pembumian persegi Hasil perhitungan ditunjukkan oleh Tabel dibawah:
Tabel 4.2 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus II
Rumus 4.11 Rumus Salama dan Chow
Rumus salama , Chow, Elsherbiny
software CDEGS
Rumus IEEE
Persen kesalahan dari ke empat rumus diatas jika digunakan hasil simulasi
7. Rumus salama , Chow, Elsherbiny
% ������ℎ��= �0.48005−0.4579
4.4 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk ( Grid T )
Sebuah grounding grid dengan spesifikasi seperti berikut:
Lx= 160 m Ly= 170 m
a = 30 m h = 0.7 m
160m 60m
100m 50m
170m
Gambar 4.5 Grid pembumian bentuk T
Tabel 4.3 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus III
Rumus 4.11 Rumus Salama dan Chow
Rumus salama , Chow, Elsherbiny
software CDEGS
Rumus IEEE
4.5282 5.80130 5.67389 4.3611 10.0211
Persen kesalahan dari ke empat rumus diatas jika digunakan hasil simulasi
1. Rumus (4.11)
% ������ℎ��= �4.5282−4.3611
4.3611 � �100%
= 3.8316%
2. Rumus Salama dan Chow
% ������ℎ��= �5.80130−4.3611
4.3611 � �100%
= 33.0237%
3. Rumus salama , Chow, Elsherbiny
% ������ℎ��= �5.67389−4.3611
4.3611 � �100%
= 30.1022%
4. Rumus IEEE
% ������ℎ��= �5.67389−4.3611
4.3611 � �100%
BAB V KESIMPULAN
5.1 KESIMPULAN
1. Untuk menggunakan Rumus yang di kembangkan oleh Xiaobin Cao,
Guangning Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li hanya membutuhkan
parameter : ketebalan lapisan tanah bagian atas, tahanan jenis tanah
bagian atas dan bagian bawah serta Luas area grid.
2. Rumus yang dikembangkan oleh Xiaobin Cao, Guangning Wu,
Weiming Zhou, dan Ruinfang Li dapat digunakan untuk menghitung
tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah horizontal dengan
berbagai bentuk grid pembumian.
3. Tahanan pembumian grid yang diperoleh dengan metode yang yang
dikembangkan oleh Xiaobin Cao, Guangning Wu, Weiming Zhou, dan
Ruinfang Li serta beberapa rumus lain dibandingkan dengan hasil
perhitungan software propesional, dan hasilnya menunjukkan bahwa
perhitungan dengan metode yang yang dikembangkan oleh Xiaobin
Cao, Guangning Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li lebih akurat
DAFTAR PUSTAKA
1. A.G.J, E. H. F, R. B. F and M. R. J, “ A practical approach for
determinating the ground resistance of grounding grids using FEM”,
IEEE Transactions on power Delivery, Vol 31, pp 1261-1266,2006
2. Angelo Camponicia, Eleonora Riva Sanseverino, Gaetano Zizzo, “
Earthing System’s Design in Presence of Non-Uniform Soil”,
Departemen of Electrical, Electrical and Telecommunications
Engginering University of Palermo, Italy.
3. ANSI /IEEE std 80-1983, IEEE Guide for safety in AC substation
grounding”, IEEE, New York, 2000.
4. ANSI /IEEE std 80-1986, IEEE Guide for safety in AC substation
grounding”, IEEE, New York, 2000.
5. C.J.Blattner,” Analysis of a Soil Resistivity test methods in two layer
Earth”, IEEE Transactions on Power Apparatus and System vol.
PAS-104, pp.3603-3608, December 1985
6. C.J.Blattner,” Study of Driven Ground Rods and Four Point Soils
Resistivity Test”, IEEE Transactions on Power Apparatus and System
vol. PAS-101, pp.2837-2850, Augusts 1982
7. C.Xiabin W, G. Guangning, L. Shengkin, Z. Weiming, and L.
Ruifang,” A simple formula for grounding grid in Vertical two layer
soil”, in proc .2008 Transmission and distribution, conference dan
8. G.Vijayaraghan, Mark Brown, Malcom Barnes, “Practical Grounding,
Bomding, Shielding and Surge Protection”.
9. Hutauruk,T.S,”Pengetanahan netral sistem tenaga & pengetanahan
peralatan”, Erlangga, Jakarta, 1999.
10. IEEE Std.80-2000,”Guide for safety in AC substation grounding”,
IEEE, New York, 2000.
11. J. A. Guemes and F. E. Hernando, “ Method for cakculating the ground
resistance of grounding grids using FEM”, IEEE Transaction on Power
Delivery, vol. 19, no. 1, pp.595-600, 2004.
12. J.Nahman and D.Salomon, “A practical method for The Interpretation
of Earth Resistivity Data Obtained from driven Rod Tests”, IEEE
Transaction on Power Delivery, vol. 3, no. 4, October 1988
13. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ A formula for
Resistance of Sunstation Grid in Two Layer Soil”, IEEE Transaction
on Power Delivery, vol. 10. no. 3, July 1995.
14. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ Calculation and
Interpretation of Grounding Grid in Two-Layer Earth with the Synthtic
Asymtote Aproach”, Electric power system Research 35 (1995)
157-165,
15. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ Resistance
Formulas of Grounding Systems in Two Layer Earh”, IEEE
16. M. M. A. Salama, Y. L. Chow, “ A Simplified Method for Calculating
the Sunstation Grounding Grid Resistance”, IEEE Transaction on
Power Delivery, vol. 9. no. 2, April 1992. 17. National Electrical Safety Code Handbook
18. S.J.Schwarz, “ Analytical Expression for the Resistance of Grounding
LAMPIRAN
1. Simulasi untuk Tabel pertama, ρ1< ρ2
rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas
(rho1a):');
rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan
Bawah (rho1b):');
A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');
dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');
h1= [ 5 10 20 40 80 100 ]
cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi)
2. Simulasi untuk Tabel kedua, ρ1>ρ2
%Tahanan pembumian Grid R
rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas
(rho1a):');
rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan
Bawah (rho1b):');
A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');
dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');
h1= [ 5 10 20 40 80 100 ]
hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K))*Cp) Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc)) R=(Rm*Cb)-Rp
R1= rho*((1/L)+1/sqrt(20*A)*(1+1./(1+h1*sqrt(20/A))))
3.Simulasi untuk grafik ke-dua
rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas
(rho1a):');
rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan
Bawah (rho1b):');
A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');
dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');
h1= [ 0 75 150 300 600 1200 ]
cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi)
4. Simulasi untuk grafik ke-tiga
rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas
(rho1):');
rho2=[ 400 750 1200 1800 2600 3800 5250] A= input (' Input Luas Grid (A):');
N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');
dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');
h1= input (' Input Nilai ketebalan lapisan tanah atas:'); cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:');
Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc)))
5. Simulasi untuk grafik ke-empat
rho=150
rho2=input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas
(rho2):');
A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');
dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');
h1= [ 0.8 1.5 20 100 500 750 1000 ]