• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Bangunan Komposit Baja-Beton Bertingkat Tahan Gempa Sesuai Peta Gempa 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perencanaan Bangunan Komposit Baja-Beton Bertingkat Tahan Gempa Sesuai Peta Gempa 2010"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN

BANGUNAN KOMPOSIT BAJA-BETON BERTINGKAT

TAHAN GEMPA SESUAI PETA GEMPA 2010

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

NASRUL AMIN 06 0404 072

SUBJURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Perkembangan teknologi saat ini juga berimbas pada dunia konstruksi yang juga mengalami kemajuan yang cukup drastis terutama di bidang desain. Kayu dan beton yang selama ini digunakan penuh dalam setiap pembangunan gedung kini sudah mulai beralih menggunakan material baja. Karena diharapkan dengan menggunakan material baja ini dapat mengurangi terciptanya sampah-sampah konstruksi yang selama ini masih menjadi masalah bagi lingkungan. sebagai hasilnya terciptalah berbagai metode dalam desain struktur salah satunya sistem struktur komposit yang terdiri dari gabungan baja dan beton. Dengan adanya sistem ini bangunan tingkat tinggi bukan lagi menjadi sesuatu yang tabu pada dunia konstruksi saat ini, tetapi sudah menjamur di setiap kota di setiap negara di dunia disamping proses pengerjaannya ramah terhadap lingkungan juga proses pengerjaannya lebih cepat dari konstruksi beton biasa.

Pada tugas akhir ini direncanakan bangunan komposit tahan gempa yang mengacu pada peta gempa 2010. Bangunan terdiri dari 10 lantai dimana dimensi bangunan 24 x 24 m2, bangunan direncanakan berada di kota Medan dengan kondisi tanah lunak. Perhitungan analisa struktur dilakukan dengan program ETABS v 9.5.0, sedangkan untuk desain elemen struktur dilakukan secara manual dengan metode LRFD mengacu pada SNI 03-1729-2002. Desain struktur direncanakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMMK)dan tetap menggunakan konsep Strong Coloum Weak Beam (SCWB).

Dari hasil desain yang dilakukan didapatkan bahwa bangunan yang direncanakan telah memenuhi kriteria tahan gempa sesuai ASCE 7-05 dan juga telah memenuhi syarat SRPMK dan SCWB sesuai standard SNI 03-1729-2002.

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang

telah memberikan rahnat dan hidayah, serta innayah-Nya hingga terselesaikannya

tugas akhir ini dengan judul “Perencanaan Bangunan Komposit Baja-Beton

Bertingkat Tahan Gempa Sesuai Peta Gempa 2010”.

Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana

teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara

(USU) Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak

kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya

pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu

dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari

berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam

keadaan sulit telah memperjuangkan hingga penulis dapat menyelesaikan

perkuliahan ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan. Selaku dosen pembimbing dan juga

selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah

banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan

dalam menyelesaikan tugas akhir ini

2. Bapak Ir. Syahrizal, M.Sc. Selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

(4)

3. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT ; Bapak Ir. Sanci Barus, MT dan Bapak

Muhammmad Agung Putra Hardana, ST, MT selaku pembanding yang telah

banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan

yang luar biasa kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak/Ibu staf pengajar jurusan teknik sipil Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan

dalam penyelesaian administrasi

6. Kedua orang tua penulis Bapak Ali Sabda dan Ibu Gusbaini tersayang yang

selalu mendo’akan dan terus memperjuangkan penulis untuk bisa menyelesaikan

tugas akhir ini, juga abang penulis Ali Saputra yang telah memnbantu penulis

untuk tetap bisa melanjutkan perkuliahan serta adik-adik penulis Tika dan Tina

(si kembar) yang memberi motivasi kepada penulis.

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi jurusan teknik sipil terutama untuk

teman-teman stambuk 2006 diantaranya (MUSTEKER yaitu zainal, hery/si men,

ulil, husni, dicky, fadhly S, Aidil, adri, haikal, fadli M, ichram, hadi, sa’i,

royhan, septian, wahyudi, khoir, kang maman, syawal, septian), didik, tami,

yusuf, rivan, muhajir, subroto, hotmaster, sami, eka, sintong, tosek, agung, ade,

budi dan diana, ricky, nasib, untung, alex, roby (alumni), sinar, alfi, yosef, afdol,

joki, serta stambuk 2006 lain yang tak tersebutkan penulis minta maaf kalian

merupakan sahabat-sahabat terbaikku yang memberi motivasi tersendiri bagi

penulis. Adik-adik stambuk 2007, martinus, hermanto, yudi, nanda, gina,

rilly, ari, maulana dan lain-lani. Abang/kakak saya stambuk 2002, 2003,

(5)

8. Anak-anak kos 32 yaitu darly, deni, yogi, anjas, mardi, rangga, restu, bg

irul (togap), bg hariadi, bg kurniawan juga ibu dan bapak kos yaitu bu’

neng dan pak manan beserta keluarga (siti, ade, iqbal dan agung) yang

memberikan warna berbeda dalam hidup ini.

Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Medan, Juli 2011

Nasrul Amin

(6)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... xi

Daftar Notasi... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah ... 1

I.2. Pembatasan Masalah ... 4

I.3. Maksud dan Tujuan ... 5

I.4. Metodologi Pembahasan ... 6

I.5. Sistematika Permasalahan ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

II.1. Umum ... 10

II.2. Struktur Komposit ... 12

II.2.1. Balok Komposit ... 13

II.2.1.1. Lebar Efektif Pelat Beton... 15

II.2.1.2. Kekuatan Balok Komposit ... 15

II.2.1.3. Menghitung Momen Nominal ... 16

II.2.1.4. Penghubung Geser (Shear Connector)... 19

II.2.1.5. Kontrol Lendutan... 20

II.2.2. Kolom Komposit ... 20

(7)

II.3. Struktur Tahan Gempa ... 25

II.3.1. Desain Struktur Tahan Gempa ... 27

II.3.1.1. Kategori Hunian dan Faktor Keutamaan ... 27

II.3.1.2. Klasifikasi Site... 28

II.3.1.3. Peta Percepatan Respon Spectral ... 28

II.3.1.4. Spectral Response Coefficient... 30

II.3.1.5. Kategori Desain Gempa ... 32

II.3.1.6. Penentuan Koefisien R, Cd, dan • ... 33

II.3.1.7. Prosedur Pengerjaan yang Dipergunakan ... 33

II.3.1.8. Desain Base Shear ... 34

II.3.1.9. Periode Struktur Dasar... 35

II.3.1.10. Distribusi Gaya Vertikal ... 36

II.3.1.11. Distribusi Gaya Horizontal... 37

II.4. SRPMK dan SCWB ... 37

II.4.1. Sambungan Balok Kolom ... 39

II.4.1.1. Batasan-Batasan Terhadap Balok Kolom ... 40

II.4.1.2. Perbandingan Momen Kolom Terhadap Momen Balok ... 40

II.4.2. Jenis-Jenis Kombinasi Sambungan... 42

II.4.2.1. Sambungan Sederhana (Simple Connections)... 42

II.4.2.2. Sambungan Momen (Moment Connections)... 42

BAB III PEMBEBANAN DAN ANALISA STRUKTUR ... 46

III.1. Pendahuluan ... 46

(8)

III.1.2. Asumsi Perencanaan ... 48

III.1.3. Building Code... 49

III.1.4. Pembebanan ... 50

III.1.5. Kombinasi Pembebanan ... 52

III.1.6. Prosedur Perencanaan ... 52

III.2. Perhitungan Pembebanan ... 53

III.2.1. Struktur Sekunder ... 53

III.2.1.1. Perencanaan Tangga ... 54

III.2.1.2. Perencanaan Struktur Lantai ... 74

III.2.1.3. Perencanaan Balok Anak ... 80

III.2.1.4. Perencanaan Sambungan Balok Anak dan Balok Induk ... 91

III.2.1.5. Perencanaan Balok Lift ... 94

III.2.2. Analisa Beban Gempa... 111

III.2.2.1. Perhitungan Berat Struktur... 112

III.2.2.2. Analisa Statis Ekivalen ... 115

III.2.2.3. Pusat Massa ... 115

III.2.2.4. Arah Pembebanan Gempa... 116

III.2.2.5. Eksentrisitas Rencana Bangunan ... 116

III.2.2.6. Klasifikasi Site... 117

III.2.2.7. Parameter Percepatan pada Gempa ... 117

III.2.2.8. Koefisien Site ... 117

III.2.2.9. Parameter Percepatan Spectra Rencana ... 118

(9)

III.2.2.11. Penentuan koefisien R, Cddan • ... 120

III.2.2.12. Penentuan Waktu Getar Alami Fundamental... 120

III.2.2.13. Koefisien Gempa Dasar ... 121

III.2.2.14. Gaya Geser Dasar Total Gempa ... 121

III.2.2.15. Distribusi Gaya Gempa Vertikal ... 122

III.2.2.16. Distribusi Gaya Gempa Horizontal ... 122

III.2.2.17. Permodelan Struktur Dengan ETABS ... 123

III.2.2.18. Kontrol Drift... 125

BAB IV APLIKASI DAN DESAIN STRUKTUR ... 128

IV.1. Pendahuluan... 128

IV.2. Desain SRPMK dan SCWB... 128

IV.3. Desain Struktur Utama ... 130

IV.3.1. Perencanaan Balok Induk... 131

IV.3.1.1. Sebelum Komposit... 131

IV.3.1.2. Sesudah Komposit ... 135

IV.3.2. Perencanaan Kolom Komposit ... 143

IV.3.3. Perencanaan Sambungan ... 151

IV.3.3.1. Sambungan Balok Induk Interior dan Kolom ... 151

IV.3.3.2. Sambungan Kolom dan Kolom ... 162

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 167

V.1. Kesimpulan ... 167

V.2. Saran... 168

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel.II.1 : Klasifikasi site ... 28

Tabel.II.2 : Koefisien periode pendek (Fa)... 31

Tabel.II.3 : Koefisien periode 1 detik (Fv)... 31

Tabel.II.4 : Kategori gempa berdasarkan parameter percepatan respon periode pendek... 32

Tabel.II.5 : Kategori gempa berdasarkan parameter percepatan respon periode 1 detik ... 33

Tabel.II.6 : Nilai parameter periode pendekatan Ct dan x... 35

Tabel.II.7 : Koefisien untuk batasan atas pada periode yang dihitung ... 36

Tabel.II.8 : Nila perbandingan lebar terhadap tebal pelat untuk elemen tekan ... 40

Tabel.III.1 : Data perencanaan struktur ... 47

Tabel.III.2 : Data penampang komponen struktur bangunan ... 111

Tabel.III.3 : Perhitungan berat lantai atap ... 112

Tabel.III.4 : Perhitungan berat lantai 8 dan 9 ... 112

Tabel.III.5 : Perhitungan berat lantai 5 dan 7 ... 113

Tabel.III.6 : Perhitungan berat lantai 2 dan 4 ... 113

Tabel.III.7 : Perhitungan berat lantai 1... 114

Tabel.III.8 : Perhitungan berat struktur bangunan tiap lantai (WT) ... 114

Tabel.III.9 : Berat struktur bangunan total (WT)... 115

Tabel.III.10 : Nilai response spectrum rencana ... 118

(11)

Tabel.III.12 : Kategori desain gempa berdasarkan Parameter Respon Periode

1 detk (ASCE 7-05)... 119

Tabel.III.13 : Distribusi gaya gempa vertical (Fx) dan horizontal (Vx) pada arah x dan y ... 122

Tabel.III.14 : Kontrol drift limit pada gempa arah x... 126

Tabel.III.15 : Kontrol drift limit pada gempa arah y... 127

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.I.1 : Hubungan tegangan-regangan pada beton dan baja ... 2

Gambar I.2 : Peta gempa Indonesia 2010 ... 3

Gambar I.3 : Denah dan potongan bangunan... 4

Gambar.II.1 : Pemasangan shear connector pada balok komposit ... 11

Gambar.II.2 : Model shear connector pada balok komposit ... 11

Gambar.II.3 : Tipe balok komposit yang diberi bondek ... 13

Gambar.II.4 : Penampang balok komposit ... 15

Gambar.II.5 : Disribusi tegangan elastic pada balok ... 16

Gambar.II.6 : Disribusi tegangan plastis pada balok ... 18

Gambar.II.7 : Tipe-tipe shear connector ... 19

Gambar II.8 : Penampang kolom komposit dari profil baja IWF, persegi dan O yang dibungkus beton... 21

Gambar II.9 : Profil baja King Cross ... 21

Gambar II.10 : Perbandingan defleksi antar balok komposit & nonkomposit.... 25

Gambar II.11 : Peta percepatan gempa maksimum Indonesia dalam PPTI-UG 1983... 29

Gambar II.12 : Peta percepatan gempa maksimum Indonesia dalam SNI 03-1726-2002... 29

Gambar II.13 : Peta Hazard gempa Indonesia 2010 ... 30

Gambar II.14 : Ilustrasi pembentukan sendi plastis pada SCWB ... 39

Gambar II.15 : Simple Connection... 44

(13)

Gambar II.17 : Sambungan momen pelat ujung... 45

Gambar.III.1 : Denah Bangunan... 47

Gambar.III.2 : Permodelan struktur 3D ... 48

Gambar.III.3 : Denah tangga ... 55

Gambar.III.4 : Potongan A-A tangga ... 55

Gambar.III.5 : Tampak anak tangga ... 56

Gambar.III.6 : Tampak melintang anak tangga ... 58

Gambar.III.7 : Sketsa pembebanan anak tangga... 58

Gambar.III.8 : Sketsa pembebanan balok utama tangga ... 62

Gambar.III.9 : Sketsa momen pada balok tangga ... 66

Gambar.III.10 : Sketsa profil canal 260.90.10.14... 67

Gambar.III.11 : Sketsa pembebanan balok penumpu bordes ... 69

Gambar.III.12 : Sambungan balok bordes dengan balok penumpu bordes ... 73

Gambar.III.13 : Sambungan balok tangga dengan balok tumpuan tangga ... 73

Gambar.III.14 : Potongan pelat lantai atap... 76

Gambar.III.15 : Potongan pelat lantai 1 sampai 10 ... 78

Gambar.III.16 : Potongan pelat lantai mesin lift ... 80

Gambar.III.17 : Bidang M,D dan N pada balok sebelum komposit ... 82

Gambar.III.18 : Potongan balok anak ... 87

Gambar.III.19 : Detail sambungan balok anak dengan balok induk ... 93

Gambar.III.20 : Detail pelat siku pada gelagar... 95

Gambar.III.21 : Denah lift ... 96

Gambar.III.22: Sketsa mekanika perhitungan balok penggantung lift ... 98

(14)

Gambar.III.24 : Sketsa pembebanan ... 105

Gambar.III.25 : Distribusi tegangan plastis pada balok penumpu lift ... 108

Gambar.III.26 : Grafik Respon Spektrum Rencana... 119

Gambar.IV.1 : Lokasi contoh perhitungan Strong Column Weak Beam... 129

Gambar.IV.2 : Distribusi tegangan elastis positif ... 136

Gambar.IV.3 : Distribusi tegangan plastis positif... 138

Gambar.IV.4 : Distribusi tegangan plastis negatif ... 139

Gambar IV.5 : Lokasi kolom yang didesain ... 143

Gambar IV.6 : Sketsa penampang kolom komposit... 144

Gambar IV.7 : Pemodelan letak kolom (interior) lantai 1-4... 147

Gambar IV.8 : Lokasi titik sambungan balok dan kolom rencana... 151

Gambar IV.9 : Lokasi sendi plastis dan momen rencana pada sambungan ... 152

Gambar IV.10 : Detail sambungan momen pelat ujung dan model rencana gaya baut... 153

Gambar IV.11 : Rencana pelat pengaku... 156

Gambar IV.12 : Pola garis leleh pada sayap kolom... 158

Gambar IV.13 : Detail sambungan balok dengan kolom ... 161

Gambar IV.14 : Lokasi titik sambungan kolom dengan kolom... 162

Gambar IV.15 : Detail sambungan pada badan kolom ... 164

(15)

DAFTAR NOTASI

Ag = Luas penampang bruto kolom (mm2)

As = luas penampang beton (mm2)

Ar = Luas penampang tulangan longitudinal (mm2)

Asc = Luas penampang penghubung geser jenis paku (mm2)

c1,c2,c3 = Koefisien untuk perhitungan karakteristik material kolom komposit Cs = Koefisien respon gempa yang ditentukan sesuai dengan pasal 12.8.1.1

Cvx = Faktor distribusi vertikal

dz = Tinggi daerah panel diantara pelat terusan (mm)

E = Modulua elastisitas baja (MPa) Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)

Em = Modulus elastisitas untuk perhitungan kolom komposit (Mpa) Fa = Koefisien periode pendek

Fv = Koefisien periode 1.0 detik

Fi = Porsi geser dasar gempa (V) yang timbul di tingkat i

fcr = Tegangan tekan kritis (Mpa)

fL = Tegangan leleh dikurangi tegangan sisa, (Mpa) fr = Tegangan sisa, (Mpa)

fy = Tegangan leleh penampang (Mpa) fyc = Tegangan leleh penampang kolom (Mpa)

fym = tegangan leleh untuk perhitungan kolom komposit (Mpa) fc’ = Kuat tekan karakteristik beton (Mpa)

(16)

G = Modulus geser baja

g = Percepatan gravitasi 9.81 m/det2.

hi / hx = Tinggi (ft atau m) dari dasar sampai Tingkat i atau x h = Tinggi penampang

I = Inersia profil

I = Faktor keutamaan hunian yang ditentukan sesui pasal 11.5-1 J = Momen inersia torsi

Kc = Faktor panjang tekuk

kc = Factor panjang efektif kolom

k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut:

L = Panjang bentang

Lb = Panjang bentang antara 2 pengekang yang berdekatan

Lk = Panjang tekuk

Lp = Batas panjang bentang untuk balok yang mampu menerima momen

plastis

Lr = Panjang bentang minimum untuk balok yang kekuatannya mulai

Mcr = Momen kritis terhadap tekuk torsi lateral

Mn = Momen lentur nominal penampang

Mp = Momen plastis penampang

Mu = Momen lentur perlu

Nn = Kuat aksial nominal penampang (N)

Nu = Kuat tekan perlu

Qn = Kapasitas geser untuk penghubung geser (N)

(17)

R = Faktor reduksi gempa r = Jari-jari kelengkungan

rmin = Jari-jari girasi terkecil

rm = jari-jari girasi kolom komposit (mm)

ry = Jari-jari girasi terhadap sumbu y (sumbu lemah)

Ss = Nilai spektra percepatan untuk periode pendek 0.2 detik di batuan

dasar (SB) mengacu pada peta gempa indonesia 2010

S1 = Nilai spektra percepatan untk periode 1.0 detik di batuan dasar (SB)

mengacu pada peta gempa indonesia 2010

SDS = Respon spektra percepatan desain untuk perioda pendek.

SD1 = Respon spektra percepatan desain untuk perioda 1.0 detik.

= Seksion modulus penampang

Te = Waktu getar alami efektif yang memperhitungkan kondisi inelastic

tf = Tebal flens

tw = Tebal web

V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur

V1 = Gaya gempa static ekivalen

Vn = Gaya geser nominal penampang

Vp = Gaya geser plastis penampang

Vu = Gaya geser perlu

W = Berat gempa efektif menurut pasal 12.7.2

wr = Lebar efektif gelombang pelat baja berprofil (mm)

x1,x2 = Koefisien perhitungan momen tekuk torsi lateral

(18)

* pb

M = Jumlah momen-momen balok-balok pada pertemuan as balok dan as

kolom

*

pc

M = Jumlah momen-momen kolom dibawah dan diatas sambungan pada

pertemuan as balok dan as kolom

•T = Target perpindahan

•c = Parameter kelangsingan elemen tekan

•p = Batas kelangsingan untuk penampang kompak

•r = Batas kelangsingan untuk penampang non kompak

• = Koefisien/faktor tekuk

= Angka Poisson

• = Tegangan normal

= Factor reduksi kekuatan

•• = Perputaran sendi plastis

•s = Perpindahan (story driff) akibat gempa

øc = Factor reduksi beban aksial tekan

µ = Konstanta yang tergantung pada peraturan perencanaan bangunan

yang digunakan, misalnya untuk IBC-2009 dan ASCE 7-10 dengan

(19)

ABSTRAK

Perkembangan teknologi saat ini juga berimbas pada dunia konstruksi yang juga mengalami kemajuan yang cukup drastis terutama di bidang desain. Kayu dan beton yang selama ini digunakan penuh dalam setiap pembangunan gedung kini sudah mulai beralih menggunakan material baja. Karena diharapkan dengan menggunakan material baja ini dapat mengurangi terciptanya sampah-sampah konstruksi yang selama ini masih menjadi masalah bagi lingkungan. sebagai hasilnya terciptalah berbagai metode dalam desain struktur salah satunya sistem struktur komposit yang terdiri dari gabungan baja dan beton. Dengan adanya sistem ini bangunan tingkat tinggi bukan lagi menjadi sesuatu yang tabu pada dunia konstruksi saat ini, tetapi sudah menjamur di setiap kota di setiap negara di dunia disamping proses pengerjaannya ramah terhadap lingkungan juga proses pengerjaannya lebih cepat dari konstruksi beton biasa.

Pada tugas akhir ini direncanakan bangunan komposit tahan gempa yang mengacu pada peta gempa 2010. Bangunan terdiri dari 10 lantai dimana dimensi bangunan 24 x 24 m2, bangunan direncanakan berada di kota Medan dengan kondisi tanah lunak. Perhitungan analisa struktur dilakukan dengan program ETABS v 9.5.0, sedangkan untuk desain elemen struktur dilakukan secara manual dengan metode LRFD mengacu pada SNI 03-1729-2002. Desain struktur direncanakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMMK)dan tetap menggunakan konsep Strong Coloum Weak Beam (SCWB).

Dari hasil desain yang dilakukan didapatkan bahwa bangunan yang direncanakan telah memenuhi kriteria tahan gempa sesuai ASCE 7-05 dan juga telah memenuhi syarat SRPMK dan SCWB sesuai standard SNI 03-1729-2002.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Gempa bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari,

tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan menimbulkan

kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu relatif

singkat. Letak Indonesia yang merupakan pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng

Indo-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng Eurasia, menyebabkan hampir semua

wilayah Indonesia mempunyai resiko gempa tektonik tinggi. Karena letaknya yang

demikian, Indonesia seakan-akan berada di dalam lingkaran api yang terus membara.

Melihat perkembangan konstruksi gedung di Indonesia, perlu dicari suatu

solusi yang mampu mengatasi resiko gempa yang besar di Indonesia, diantaranya

penggunaan baja sebagai salah satu alternatif material bangunan yang dipilih di

Indonesia. Disamping itu, juga perlu adanya perbaikan terhadap peraturan gempa

Indonesia (SNI 03-1726-2002) termasuk pengkajian ulang terahadap Peta Zona Gempa yang digunakan untuk keperluan perancangan infrastruktur tahan gempa

selama ini karena banyak sudah gempa terjadi dalam satu dekade terakhir sejak

dikeluarkannya peraturan gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002), seperti gempa Aceh, nias, yogya, padang dan yang terakhir gempa mentawai.

Umumnya bangunan tahan gempa direncanakan berdasarkan analisa struktur

elastis yang diberi faktor beban untuk simulasi kondisi ultimite (batas). Namun, pada

kenyataannya perilaku runtuh bangunan saat gempa adalah inelastis.

(21)

bersifat daktail, dimana daktail adalah suatu sifat yang mempengaruhi mekanisme

keruntuhan pada material baja ketika struktur baja telah berada pada kondisi inelastis

(plastisnya). Ketika mekanisme ini terjadi, baja akan mengalami leleh sebelum

runtuh yang akan memberikan waktu bagi para pengguna gedung untuk

menyelamatkan diri, tidak seperti beton tanpa tulangan baja yang bersifat getas yang

akan runtuh seketika pada saat gaya yang bekerja telah melampaui kemampuan

ultimit beton.

Gambar 1.1. Hubungan tegangan-regangan pada beton dan baja (beban sentris)

Pada tugas akhir ini direncanakan bangunan menggunakan penampang

komposit baja-beton, dimana penampang komposit merupakan penampang yang

terdiri dari profil baja dan beton yang digabung bersama untuk memikul beban tekan

dan lentur. Dan diharapkan dengan menggunakan penampang komposit ini baik dari

segi kualitas dan efisiensi waktu pekerjaan akan lebih menguntungkan.

Keistimewaan yang nyata dari sitem komposit (Charles G.Salmon, 1991) adalah :

(22)

− Penampang balok baja yang digunakan lebih kecil

− Kekakuan lantai meningkat

− Kapasitas menahan beban lebih besar

− Panjang bentang untuk batnag tertentu dapat lebih besar

Penampang komposit mempunyai kekakuan yang lebih besar dibandingkan

dengan penampang lempeng beton dan gelagar baja yang bekerja sendiri-sendiri dan

dengan demikian dapat menahan beban yang lebih besar atau beban yang sama

dengan lenturan yang lebih kecil pada bentang yang lebih panjang. Apabila untuk

mendapatkan aksi komposit bagian atas gelagar dibungkus dengan lempeng beton,

maka akan didapat pengurangan pada tebal seluruh lantai, dan untuk

bangunan-bangunan pencakar langit, keadaan ini memberikan penghematan yang cukup besar

dalam volume, pekerjaan pemasangan kabel-kabel, pekerjaan saluran pendingin

ruangan, dinding-dinding, pekerjaan saluran air, dan lain-lainnya. (Amon, Knobloch & Mazumder,1999).

Gambar1.2 . Peta Gempa Indonesia 2010

(23)

dan perancangan infrastruktur tahan gempa termasuk pengganti peta gempa yang ada

di Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Indonesia (SNI-03-1726-2002).

Dalam tugas akhir ini juga akan dibuat contoh perhitungan untuk bangunan

10 lantai dengan ketinggian setiap lantai 3,75 meter. dengan bantuan software

ETABS v.9.5 secara 3 dimensi, dan selanjutnya gaya/beban gempa yang bekerja

dihitung dengan metode statis ekivalen.

375 cm 375 cm

375 cm 375 cm 375 cm

375 cm 375 cm

375 cm 375 cm

425 cm

600 cm 600 cm 600 cm 600 cm 600 cm

600 cm

600 cm

600 cm

600 cm 600 cm 600 cm 600 cm

Gambar 1.3 Denah dan Potongan Bangunan

I.2. Pembatasan Masalah

Secara garis besar batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :

1. Perencanaan ini tidak meninjau analisa biaya, manajemen konstuksi, maupun

segi arsitektural;

2. Balok ditahan secara lateral oleh pelat lantai sehingga pengaruh lateral torsional buckling (LTB) balok tidak diperhitungkan.

(24)

a) Beban gempa dihitung dengan menggunakan analisa beban gempa

statik ekuivalen (SNI 03-1726-2002).

b) Perhitungan mekanika struktur (kecuali struktur pelat lantai) untuk

mendapatkan gaya-gaya dalam (bidang M, D dan N) menggunakan

bantuan program ETABS v.9.5.

c) Permodelan struktur dilakukan secara 3 Dimensi (analisa gempa

ditinjau pada dua arah).

d) Model desain yang digunakan adalah Sistem Rangka Pemikul Momen

Khusu (SRPMK)

e) Simpangan antar tingkat (inter story drift) untuk keadaan layan batas

(servicesability limit state),

I.3. Maksud Dan Tujuan

Tujuan dari penyusunan Tugas Akhir ini adalah :

1. Menentukan dimensi sruktur utama gedung (preliminari desain), baik

penampang struktur primer maupun sekunder..

2. Memodelkan dan menganalisa struktur dengan menggunakan program bantu

ETABS v.9.5.

3. Bisa merencanakan sambungan pada balok-kolom maupun kolom-kolom

yang memenuhi kriteria perancangan struktur.

Manfaat dari penyusunan Tugas Akhir ini adalah :

1. Mendapatkan suatu desain bangunan gedung komposit yang mampu menahan

(25)

2. Diharapkan gedung yang direncanakan dengan metode SRPMK ini mampu

menahan beban gempa yang dimungkinkan akan terjadi, dan memberikan

rasa aman dan nyaman kepada penghuninya.

I.4. Metodologi Pembahasan

Adapun metodologi pembahasan dilakukan dengan metode study literatur yaitu

dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku-buku, perpustakaan serta

masukan dari dosen pembimbing. Analisa struktur dilakukan dengan bantuan

program komputer untuk mempercepat perhitungan. Dalam hal ini program yang

akan digunakan adalah ETABS v.9.5.

Untuk perencanaan hitungan gempa digunakan analisis beban statik ekivalen,

dan sebelum perhitungan beban, ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu

elemen-elemen pada struktur dipilih dengan cara coba-coba (trial and error), dengan

mempertimbangkan kekuatan elemen dan simpangan antar tingkat yang terjadi

kemudian dilakukan perhitungan berat bangunan pada setiap lantainya.

Untuk perencanaan/desain penampang digunakan metode LRFD (Load Resistance Factor Desain), dan dilakukan dalam beberapa tahap berikut ini:

1) Setelah dilakukan analisa struktur dengan menggunakan program ETABS

v.9.5, maka didapat nilai momen dan gaya geser ultimit yang terjadi,

dimana momen dan gaya geser ultimit tersebut diambil dari kombinasi yang

paling menentukan.

2) Dengan hasil analisa ETABS, selanjutnya profil yang didesain diawal

(26)

Secara garis besar bisa diperhatiukan pada bagan/diagram alir di bawah ini:

Bagan/diagram alir metode penulisan tugas akhir:

Jika NOT OK

Mulai

Pemilihan Kriteria Design Pengumpulan dan pencarian data

Preliminary design

Beban gempa Statis

Analisa Struktur dengan ETABS ( 3 Dimensi )

Output gaya dalam akibat beban gravitasi dan gempa statis

Selesai Beban gravitasi

Syarat-syarat OK

(27)

I.5. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis

besar isi setiap bab yang akan dibahas pada tugas akhir ini. Sistematika penulisan

tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi mengenai latar belakang dan perumusan masalah, tujuan

penulisan, batasan masalah, dan sistematika pembahasan. Secara umum bab ini

memberikan gambaran secara umum mengenai penyusunan tugas akhir ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi penjelasan dan gambaran umum dari material baja dan beton

sebagai struktur komposit, konsep Sistem Struktur Pemikul Momen Khusus,

konsep mekanisme keruntuhan dan plastisitas struktur portal gedung, serta

konsep perencanaan sesuai peta gempa 2010.

BAB III PEMBEBANAN DAN ANALISA STRUKTUR

Bab ini berisi asumsi-asumsi, aturan-aturan yang dijadikan patokan serta

tahapan/proses perhitungan dalam mendesain struktur komposit tahan gempa

ini. Disamping itu bab ini juga berisi perhitungan beban-beban pada struktur

termasuk beban mati, hidup dan gempa yang kemudian dilakukan pemodelan

struktur bangunan dengan menggunakan bantuan program ETABS v.9.5,

(28)

BAB IV APLIKASI DAN DESAIN STRUKTUR

Bab ini berisi tentang proses mendesain struktur utama termasuk balok

komposit, kolom komposit dan rencana sambungan antar balok dan balok serta

antara kolom dan kolom.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil dari seluruh kegiatan tugas akhir

ini dengan menitikberatkan pada kinerja dan perilaku kedua sistem struktur

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. UMUM

Kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap perkembangan konstruksi

di Indonesia termasuk pemakaian baja menjadi bahan konstruksi. Baja menjadi

sangat penting karena memiliki tingkat daktalitas (ductility) yang sangat tinggi, dimana ductility merupakan kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam

tegangan maupun regangan sebelum terjadi kegagalan. (Charles G. Salmon, 1991)

Sebelumnya pada struktur komposit, kerangka baja yang menyangga

konstruksi pelat beton bertulang pengaruh komposit dari pelat beton dan baja yang

bekerja bersama-sama tidak diperhitungkan. Hal ini terjadi karena adanya asumsi

pada saat mendesain bahwa pelat beton dan baja dalam menahan beban bekerja

secara terpisah, dan ikatan antara pelat beton dan bagian atas balok baja dianggap

tidak dapat diandalkan.

Namun dengan berkembangnya teknik pengelasan, pemakaian alat

penyambung geser (shear connector) mekanis menjadi praktis untuk menahan gaya geser horizontal yang timbul ketika batang terlentur. (Charles G. Salmon, 1991)

Karena struktur komposit melibatkan dua macam material yang berbeda,

maka perhitungan kapasitasnya tidak sesederhana bila struktur bukan komposit.

Karakteristik dan dimensi kedua bahan akan menentukan bagaimana pemilihan jenis

profil dan pelat beton yang akan dikomposisikan dan kinerja struktur tersebut.

(30)
[image:30.595.187.452.121.298.2]

Gambar 2.1 Pemasangan shear connector pada balok komposit

Sistem struktur komposit sendiri terbentuk akibat interaksi antara komponen

struktur baja dan beton yang karakteristik dasar masing-masing bahan dimanfaatkan

secara optimal. Karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja adalah

kekuatan tinggi, modulus elastisitas tinggi, serta daktalitas tinggi. Sedangkan

karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur beton adalah ketahanan yang baik

(31)
[image:31.595.237.424.79.259.2]

Gambar 2.2 Model shear connector pada balok komposit

Struktur komposit dalam aplikasinya dapat merupakan elemen dari bangunan,

baik sebagai balok, kolom, dan pelat. Struktur balok komposit terdiri dari dua tipe

yaitu balok komposit dengan penghubung geser dan balok komposit yang

diselubungi beton. Kolom komposit dapat merupakan tabung atau pipa baja yang

dicor beton atau baja profil yang diselimuti beton dengan tulangan longitudinal dan

diikat dengan tulangan lateral. Pada struktur pelat komposit digunakan pelat beton

yang bagian bawahnya diperkuat dengan dek baja bergelombang. (Ida Bagus Rai Widiarsa & Putu Deskarta, 2007).

II.2. STRUKTUR KOMPOSIT

Batang komposit adalah batang yang terdiri dari profil baja dan beton yang

digabung bersama untuk memikul beban tekan dan atau lentur. Batang yang memikul

lentur umumnya disebut dengan balok komposit. Sedangkan batang yang memikul

beban tekan umumnya disebut dengan kolom komposit.

Di era modern saat ini banyak gedung-gedung dengan struktur komposit

(32)

penuh ini sendiri mempunyai beberapa tipe, diantaranya balok komposit dengan pelat

beton yang dicor tempat (solid in situ), balok komposit yang menggunakan precast reinforced concrete planks yang bagian atasnya kemudian dicor tempat, balok komposit yang penghubung gesernya diberi perkuatan, serta balok komposit yang

[image:32.595.114.521.252.409.2]

diberi bondek (gambar 2.3 )

Gambar 2.3 Tipe balok komposit yang diberi bondek

Keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan balok komposit yaitu

penghematan berat baja, penampang balok baja dapat lebih rendah, kekakuan lantai

meningkat, panjang bentang untuk batang tertentu dapat lebih besar, kapasitas

pemikul beban meningkat. Penghematan berat baja sebesar 20 % sampai 30 %

seringkali dapat diperoleh dengan memanfaatkan semua keuntungan dari sistem

komposit. Pengurangan berat pada balok baja ini biasanya memungkinkan

pemakaian penampang yang lebih rendah dan juga lebih ringan. Keuntungan ini bisa

(33)

penghematan bahan bangunan yang lain seperti dinding luar dan tangga (Salmon & Johnson, 1991)

III.2.1.Balok Komposit

Balok adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur yang paling banyak

dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban

yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini akan menyebabkan

balok melentur (Spiegel & Limbrunner,1998).

Sebuah balok komposit (composite beam) adalah sebuah balok yang

kekuatannya bergantung pada interaksi mekanis diantara dua atau lebih bahan

(Bowles,1980). Beberapa jenis balok komposit antara lain :

a) Balok komposit penuh

Untuk balok komposit penuh, penghubung geser harus disediakan dalam

jumlah yang memadai sehingga balok mampu mencapai kuat lentur

maksimumnya. Pada penentuan distribusi tegangan elastis, slip antara baja

dan beton dianggap tidak terjadi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.6). b) Balok komposit parsial

Pada balok komposit parsial, kekuatan balok dalam memikul lentur dibatasi

oleh kekuatan penghubung geser. Perhitungan elastis untuk balok seperti ini,

seperti pada penentuan defleksi atau tegangan akibat beban layan, harus

mempertimbangkan pengaruh adanya slip antara baja dan beton (SNI 03-1729-2002 Ps. 12.2.7).

(34)

Walaupun tidak diberi angker, balok baja yang diberi selubung beton di

semua permukaannya dianggap bekerja secara komposit dengan beton,

selama hal-hal berikut terpenuhi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.8)

− Tebal minimum selubung beton yang menyelimuti baja tidak kuang

daripada 50 mm, kecuali yang disebutkan pada butir ke-2 di bawah.

− Posisi tepi atas balok baja tidak boleh kurang daripada 40 mm di bawah

sisi atas pelat beton dan 50 mm di atas sisi bawah plat.

− Selubung beton harus diberi kawat jaring atau baja tulangan dengan

jumlah yang memadai untuk menghindari terlepasnya bagian selubung

[image:34.595.196.459.365.466.2]

tersebut pada saat balok memikul beban.

Gambar 2.4 Penampang balok komposit

III.2.1.1. Lebar efektif pelat beton

Lebar efktif pelat lantai yang membentang pada masing-masing sisi dari

sumbu balok tidak boleh melebihi :

− Untuk gelagar interior :

4 L bE ≤ , dan

o

E b

b ≤ (untuk jarak balok yang sama)

− Untuk gelagar eksterior:

(35)

b eff

b tr

GN baja

tb

H

H/2

?

yb ya

GN komposit

Ea Eaea

M ec

es

Xe

ec = (es/n)

Es x es

+

≤ o

E b

b (jarak dari pusat balok ke pinggir slab)

Dimana : L = bentang balok

bo = bentang antar balok

III.2.1.2. Kekuatan balok komposit dengan Penghubung geser

Kuat lentur positif rencana ditentukan sebagai berikut (LRFD Pasal 12.4,2,1) :

y

w f

t

h 1680

≤ , dengan

− øb = 0,85 dan Mndihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis pada

penampang komposit

− øb = 0,9 dan Mn dihitung berdasarkan superposisi tegangan-tegangan

elastis yang memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara plastis

pada penampang komposit.

Kuat lentur negatif rencana øb . Mn harus dihitung untuk penampang baja saja, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan pada butir 8 (LRFD Pasal 12.4.2.2)

III.2.1.3. Menghitung Momen Nominal

[image:35.595.136.500.594.724.2]

Perhitungan Mn berdasar distribusi tegangan elastis :

(36)

− Menghitung nilai transformasi beton ke baja

(MPa)……….untuk beton normal

Dimana : Es = 200000 MPa

c s E E n= ;

n b

btr

=

eff dan Atr =

(

btr xts

)

− Menentukan letak garis netral penampang transformasi :

(

tr s

)

s tr

A A

d ts A ts A GNE

+ 

 

   

  + +

= 2

. 2

.

− Menghitung momen inersia penampang transformasi

( )

3 2 2

2 2

12 .

  

   

+ +

+ +    

+

= b ts A GNE ts Ix A d ts hr GNE

It s

tr tf

− Mengitung modulus penampang transformasi

yt I S dan yc I S

GNE hr

ts d yt

GNE yc

tr t tr tr

c

tr = =

− + + =

=

. .

− Menghitung momen ultimit

Kapasitas momen positif penampang balok komposit penuh

digunakan dari nilai yang terkecil dari :

c tr c

n f n S

M 1 =0.85. '. . dan Mn2 = fy.Strt

(37)

b eff b tr

0.85 fc'

GN baja

GN pelat

tb

d

c

T

Cc a

fy fy fy

d1

d/2

tb

Cs

T' d2"d2'

0.85 fc' 0.003

GN komposit

[image:37.595.116.524.113.253.2]

Pelat memadai Pelat tidak memadai Regangan batas Perhitungan Mnberdasar distribusi tegangan plastis :

Gambar 2.6 Distribusi tegangan plastis (sumber: Charles G. Salmon, 1996)

Menghitung momen nominal (Mn) positif :

− Gaya tekan (C) pada beton : C = 0,85. f’c.tp.beff

Gaya tarik (T) pada baja : T = As.fy *Dari hasil diatas dipilih nilai terkecil

− Menentukan tinggi balok tekan effektif :

eff b c f

fy As a

. ' . 85 , 0

.

=

− Kekuatan momen nominal : Mn= C..d1atau T.d1

Kuat nominal dalam bentuk gaya baja : 

  

+

=

2 2

.fy d ts a As

Mn

Menghitung momen nominal (Mn) negatif :

− Menentukan lokasi gaya tarik pada balok baja

T = n.Ar.fy dan Pyc = As.fy Gaya pada sayap ; Pf =bf.tf.fy

Gaya pada badan ; Pw= Pyc−T −Pf

2 ; w y

w w

f t

P a

.

=

(38)

(

)

(

(

)

)

2

. 5 , 0 .

5 , 0 .

3 2 1

d d

Pw Pf

a tf

Pw tf

Pf d

c tb hr d

web

=

+ + +

=

− + =

− Menghitung momen ultimit ;

Mn = T (d1+ d2) + Pyc (d3+ d2)

III.2.1.4. Penghubung Geser( Shear Connector )

Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan profil baja harus dipikul oleh

sejumlah penghubung geser, sehingga tidak terjadi slip pada saat masa layan.

Idealnya alat penghubung geser harus cukup kaku untuk menghasilkan interaksi

penuh, namun hal ini akan memerlukan pengaku yang sangat tergar.Adapun

jenis-jenis alat penghubung geser yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :

- Alat penyambung stud (stud connector) berkepala dan berbentuk pancing. - Alat peyambung kanal (canal connector)

[image:38.595.137.523.523.718.2]

- Alat penyambung spiral (spiral connector) - Alat penyambung siku (angle conector)

(39)

Pada tugas akhir ini, alat penghubung geser yang digunakan berbentuk stud

berkepala (stud connector). Kekuatan penghubung geser jenis paku (LRFD Pasal 12.6.3)

(

f cEc

)

rs A fu A

Qn =0,5. sc. ' . . ≤ sc.

Dimana : rs untuk balok tegak lurus balok : 0,85. . 1≤1   

      =

hr Hs hr wr Nr rs

rs untuk balok sejajar balok : 0,6. . 1≤1   

      =

hr Hs hr wr rs

Dan untuk perhitungan jumlah penghubung geser (shear connector) yang

dibutuhkan digunakan persamaan :

n

Q C n=

III.2.1.5. Kontrol Lendutan

Batasam lendutan atau deflection pada balok telah diatur dalam SNI

03-1729-2002. Lendutan diperhitungkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

- Lendutan yang besar dapat mengakibatkan rusaknya barang-barang atau

alat-alat yang didukung oleh balok tersebut .

- Lendutan yang terlalu besar akan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi

penghuni bangunan tersebut. Perhitungan lendutan pada balok

berdasarkan beban kerja yang dipakai di dalam perhitungan struktur,

bukan berdasarkan beban terfaktor. Besar lendutan dapat dihiutng dengan

rumus :

I E ql f

. . 384

. 5 4

max = , untuk beban terbagi merata, dan

I E Pl f

. . 48

4

(40)

III.2.2. Kolom Komposit

Kolom komposit didefinisikan sebagai “kolom baja yang dibuat dari

potongan baja giling (rolled) built-up dan di cor di dalam beton struktural atau

terbuat dari tabung atau pipa baja dan diisi dengan beton struktural (Salmon & Jonson, 1996). Menurut SNI 03-1729-2002 Ada dua tipe kolom komposit, yaitu :

− Kolom komposit yang terbuat dari profil baja yang diberi selubung beton di

sekelilingnya (kolom baja berselubung beton).

− Kolom komposit terbuat dari penampang baja berongga (kolom baja

berintikan beton).

a) b)

[image:40.595.206.432.343.559.2]

c) d)

Gambar 2.8 Penampang Kolom Komposit dari profil baja IWFdan Kingcross yang dibungkus beton, Persegi dan O yang diisi beton

Pada tugas akhir ini penulis merencanakan kolom komposit dengan

(41)
[image:41.595.170.468.91.215.2]

Gambar 2.9 Profil Baja Kingcross

Pada kolom baja berselubung beton (gambar a dan b) penambahan beton

dapat menunda terjadinya kegagalan lokal buckling pada profil baja serta berfungsi sebagai material penahan api, sementara itu material baja disini berfungsi sebagai

penahan beban yang terjadi setelah beton gagal. Sedangkan untuk kolom baja

berintikan beton (gambar c dan d) kehadiran material baja dapat meningkatkan

kekuatan dari beton serta beton dapat menghalangi terjadinya lokal buckling pada baja.

Kolom komposit merupakan suatu solusi hemat untuk kasus dimana kapasitas

beban tambahan yang diinginkan lebih besar dibandingkan dengan penggunaan

kolom baja sendiri. Kolom komposit juga menjadi solusi yang efektif untuk berbagai

permasalahan yang di ada pada desain praktis. Salah satunya, yaitu jika beban yang

terjadi pada struktur kolom sangatlah besar, maka penambahan material beton pada

struktur kolom dapat memikul beban yang terjadi, sehingga ukuran profil baja tidak

perlu diperbesar lagi (Roberto Leon, Larry Griffis,2005).

Kriteria untuk kolom komposit bagi komponen struktur tekan (SNI

03-1729-2002 Ps.12.3.1) :

1. Luas penampang profil baja minimal sebesar 4 % dari luas penampang

(42)

2. Selubung beton untuk penampang komposit yang berintikan baja harus

diberi tulangan baja longitudinal dan tulangan pengekang lateral.

3. Tulangan baja longitudinal harus menerus pada lantai struktur portal,

kecuali untuk tulangan longitudinal yang hanya berfungsi memberi

kekangan pada beton.

4. Jarak antar pengikat lateral tidak boleh melebihi 2/3 dari dimensi terkecil

penampang kolom komposit. Luas minimum penampang tulangan

transpersal (atau longitudinal) terpasang, tebal bersih selimut beton dari

tepi terluar tulangan longitudinal dan transversal minimum sebesar 40

mm.

5. Mutu beton yang digunakan tidak lebih 55 MPa dan tidak kurang dari 21

MPa untuk beton normal dan tidak kurang dari 28 MPa untk beton

ringan.

6. Tegangan leleh profil dan tulangan baja yang digunakan untuk

perhitungan kekuatan kolomkomposit tidak boleh lebih dari 380 MPa.

7. Tebal minimum dinding pipa baja atau penampang baja berongga yang

diisi beton adalah untuk setiap sisi selebar b pada

penampang persegi dan untuk penampang bulat yang

mempunyai diameter luar D.

Kuat rencana kolom komposit yang menumpu beban aksial adalah øcNn dengan øc= 0,85

(

s cr

)

u A f

N = . dan

    =

w f fcr my

(43)

2 . 1 25

.

0 ≤λr ≤ ……...maka

c w

λ

67 . 0 6 . 1

47 . 1

− =

2 . 1

r

λ ……….maka w=1.25 xλ2c

dengan :

Em fmy r

L kc c

mπ λ =

c f w E

A A E c E E

A A c f c A A fyr c fy fmy

c

s c c m

s c s

r

' 041

, 0

'

5 , 1 3

2 1

=

    +

=

    +

    +

=

III.2.3. Aksi Komposit

Aksi komposit terjadi apabila dua batang struktural pemikul pemikul beban

seperti pada pelat beton dan balok baja sebgai penyangganya dihubungkan secara

menyeluruh dan mengalami defleksi sebagai satu kesatuan.

Pada balok non-komposit pelat beton dan balok baja tidak bekerja

bersama-sama sebagai satu kesatuan karena tidak terpasang alat penghubung geser, sehinga

masing-masing memikul beban secara terpisah. Apabila balok non-komposit

mengalami defleksi pada saat dibebani, mka permukaan bawah pelat beton akan

tertarik dan mengalami perpanjangan sedangkan permukaan atas dari balok baja akan

tertekan dan mengalami perpendekan.

Karena pengubung geser tidak terpasang pada bidang pertemuan antara pelat

beton dan balok baja maka pada bidang kontak tersebut tidak ada gaya yang

menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja.

(44)

Sedangkan pada balok komposit, pada bidang pertemuan antara pelat beton

dan balok baja dipasang alat penghubung geser (shear connector) sehingga pelat beton dan balok baja bekerja sebagai satu kesatuan. Pada bidang kontak tersebut

bekerja gaya geser vertical dan horizontal, dimana gaya geser horizontal tersebut

[image:44.595.119.521.235.366.2]

akan menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja.

Gambar 2.10 Perbandingan defleksi antara balok komposit dan non-komposit

Pada dasarnya aksi komposit pada balok komposit dapat tercapai atau

tidaknya tergantung dari penghubung gesernya. Biasanya penghubung geser

diletakkan disayap atas profil baja. Hal ini bertujuan untk mengurangi terjadinya slip

pada pelat beton dengan balok baja. (Qing Quan Liang, 2004)

II.3. STRUKTUR TAHAN GEMPA

Gempa bumi merupakan salah satu bagian dari jenis beban yang dapat

membebani struktur selain beban mati, beban hidup dan beban angin, dimana beban

gempa ini termasuk kepada beban dinamis. Beban dinamis adalah beban yang

berubah-ubah menurut waktu, arah maupun posoisinya. Beban dinamis dapat

dikatagorikan dalam dua hal yaitu beban periodic maupun beban non periodik.

Beban gempa memang tidak selalu diperhitungkan dalam perencanaan atau

analisa struktur. Namun bagi struktur yang dibuat pada suatu lokasi dimana gempa

(45)

kapan datangnya, sehinga ketika gempa menimpa struktur bangunan maka ada hal

yang dapat dilihat. Bangunan itu tetap kokoh tanpa ada korban jiwa, bangunan rusak

tanpa ada korban jiwa, dan bisa juga bangunan rusak serta terdapat korban jiwa.

Kerusakan bangunan akibat gempa bumi dapat diantisipasi dengan beberapa

metode, baik secara konvensional maupun secara teknologi.

Umumnya ada tiga faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam

mendesain semua struktur yaitu : faktor kekuatan, kekakuan, dan stabilitas.

Pertimbangan kekuatan adalah faktor yang penting untuk bangunan

bertingkat rendah. Akan tetapi dengan semakin bertambah tingginya bangunan,

faktor kekakuan dan stabilitas menjadi lebih penting bahkan menjadi faktor utama

dalam desain.

Ada dua cara untuk memenuhi faktor kekakuan dan stabilitas didalam suatu

struktur. Yang pertama adalah memperbesar ukuran-ukuran elemen dengan

melampaui permintaan kekuatan. Namun hal ini memiliki keterbatasan, dimana pada

suatu tempat menjadi tidak praktis dan tidak ekonomis lagi untuk memperbesar

ukuran elemen. Cara kedua adalah merupakan cara penyelesaian yang lebih baik

adalah dengan mengubah struktur menjadi sesuatu yang lebih kaku dan stabil untuk

membatasi deformasi dan juga untuk meningkatkan stabilitas.

Belum ada laporan yang mengatakan bahwa sebuah bangunan runtuh karena

gaya atau beban angin. Secara analitis dapat ditunjukkan bahwa bangunan tinggi

yang diberi aksi angin pada suatu titik tertentu akan mencapai keruntuhan yang

disebut efek delta P (•- P). Karena itu kriteria kestabilan (stabilitas) adalah untuk

memastikan bahwa gaya angin yang akan terjadi dibawah beban yang diperbolehkan

(46)

Pertimbangan kedua adalah pembatasan defleksi lateral agar detail arsitektur

dan dinding penyekat ruangan tidak rusak. Meskipun tidak separah kerusakan /

keruntuhan bangunan secara keseluruhan, tetapi defleksi lantai dengan lantai (tarikan

antar lantai) harus dibatasi dikarenakan biaya untuk mengganti jendela serta elemen

non struktur lainnya adalah besar dan pecahan-pecahan kaca dapat melukai bahkan

membunuh penghuni bangunan tersebut.

II.3.1. Desain Struktur Tahan Gempa

Bagi struktur yang direncanakan dapat menahan beban gempa, maka struktur

tersebut harus dapat memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Pada saat terjadi gempa ringan, maka tidak terjadi kerusakan baik pada elemen

struktural maupun non-srruktural.

2. Pada saat terjadi gempa sedang, elemen structural tidak boleh rusak, sedangkan

elemen non-struktural boleh rusak tetapi masih bisa diperbaiki lagi.

3. Pada saat terjadi gempa kuat, elemen non-struktural dan structural rusak (terjadi

sendi plastis pada struktur) tetapi struktur tidak sampai runtuh (mekanisme runtuh

di desain)

Untuk perencanaan pembebanan gempa ini digunakan analisis beban statik

ekivalen. Karena peta zoning gempa Indonesia terbaru 2010 mengacu pada ASCE

7-05, maka perhitungannya juga dilakukan dengan metode yang ada pada aturan

tersebut, prosedur pengerjaannya sebagai berikut :

(47)

Untuk kategori hunian dari bangunan yang akan direncanakan dapat dilihat

pada table 1.1 pada ASCE 7-05, sedangkan factor keutamaan (I) dijelaskan pada

table 11.5-1 ASCE 7-05.

II.3.1.2. Klasifikasi Site

Klasifikasi site merupakan kategori jenis tanah pada tempat bangunan yang

akan direncanakan sesuai kategori-kategori yang sudah ditetapkan pada peta gempa

Indonesia 2010 table 2 ataupun pada ASCE 7-05 table 20.1 sebagai berikut :

Klasifikasi Site Vs (m/s) N Su (kPa)

A. Batuan Keras Vs • 15 00 N/A N/A

B. Batuan 750 < Vs •

1500 N/A N/A

C. Tanah Sangat Padat

dan Batuan Lunak 350 < Vs • 750 N> 50 Su • 100 D. Tanah Sedang 175 < Vs • 350 15 • N• 50 50 • Su • 100 E. Tanah Lunak Vs < 175 N< 15 Su < 50

Atau setiap profil lapisan tanah dengan ketebalan lebih dari 3 m dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Indeks plaastisitas, PI > 20, 2. Kadar air (w) • 40 %, dan

3. Kuat geser tak terdrainase Su< 25 kPa

F. Lokasi yang membutuhkan

penyelidikan

geoteknik dan analisis respon

spesifik (site specific response analisys)

Setiap profil ;lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik seperti :

- Rentan dan berpotensi gagal terhadap beban gempa seperti likuifaksi, tanah lempung sangat sensitive, tanah tersementasi lemah. - Lempung organic tinggi dan/atau gambut

(dengan ketebalan > 3 m)

- Plastisitas tinggi (ketebalan H > 7.5 m dengan PI > 75 )

[image:47.595.112.526.281.647.2]

- Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H> 35 m

Tabel 2.1 Klasifikasi Site

Dari table diatas dapat ditentukan jenis tanah sesuai data-data yang sudah

ada. Untuk tugas akhir ini direncanakan berada pada tanah lunak atau kategori E dan

(48)

II.3.1.3. Peta percepatan respon spectral (Ssdan S1)

Peta percepatan maksimum gempa di batuan dasar mulai digunakan untuk

peraturan perencanaan Indonesia pada tahun 1983 melalui PPTI-UG (Peraturan

Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung) 1983. Pembagian daerah

gempa tersebut adalah seperti pada gambar dibawah ini. Peta gempa ini merupakan

hasil studi oleh Beca Carter dalam kerjasama bilateral Indonesia-New Zealand (Beca

[image:48.595.179.452.285.451.2]

Carter Hollings dan Ferner, 1978).

Gambar 2.11. Peta percepatan gempa maksimum Indonesia dalam PPTI-UG 1983

PPTI-UG 1983 diperbaharui pada tahun 2002 dengan keluarnya Tata Cara

Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002

(Gambar4). Peraturan baru ini disusun dengan mengacu pada UBC 1997.

[image:48.595.162.461.567.734.2]
(49)

Seiring dengan perkembangan konstruksi gedung di Indonesia dan juga

karena seringnya terjadi gempa besar belakangan ini, maka dikeluarkanlah peta

gempa Indonesia terbaru 2010 , dimana yang menjadi patokan dalam pembuatan peta

[image:49.595.130.493.220.411.2]

gempa ini adalah ASCE 7-10.

Gambar 2.13. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar pada kondisi spektra T = 0.2 detik untuk 2% PE 50 tahun.

Berbeda dengan peta zoning gempa Indonesia 1983 dan 2002, peta gempa

Indonesia 2010 secara kuantitatip tidak lagi diberikan dalam bentuk peta zoning

gempa akan tetapi disajikan dalam format dua buah peta kontur percepatan gempa

rencana maximum dari batuan dasar untuk waktu getar pendek 0.2 detik SS dan 1 detik, S1.

II.3.1.4. Spectral response coefficients (SDSdan SD1)

Respon spectra adalah nilai yang menggambrakan respon maksimum dari

system berserajat kebebasan tunggal (SDOF) pada berbagai frekuensi alami (periode

alami) teredam akibat suatu goyangan tanah. Untuk kebutuhan praktis, maka respon

(50)

Untuk penentuan parameter respon spectra percepatan di permukaan tanah,

diperlukan factor ampkasi terkait spectra percepatan untuk periode pendek (Fa) dan periode 1 detik (Fv). Selanjutnya parameter respon spectra percepatan dipermukaan tanah dapat diperoleh dengan cara mengalikan koefisien Fa dan Fv (relatip sama

dengan UBC-97 atau SNI 1726) dengan spectra percepatan untuk periode pendek (Ss) dan Periode 1 detik (S1) di batuan dasar yang diperoleh dari peta gempa

Indonesia 2010 sesuai rumus berikut :

SMS= Fa xSs ,dan

SMS= FvxS1

Klasifikasi Site Ss

SS• 0.25 SS= 0.5 SS= 0.75 SS= 1.0 SS• 1.25

Batuan keras (SA) 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

Batuan (SB) 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

Tanah Sangat Padat dan

Batuan Lunak (Sc) 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0

Tanah Sedang (SD) 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0

Tanah Lunak (SE) 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9

Tanaha Khusus (SF) SS SS SS SS SS

Tabel 2.2 Koefisien periode pendek, Fa

Klasifikasi Site SPGA

SS• 0.1 SS= 0.2 SS= 0.3 SS= 0.4 SS• 0.5

Batuan keras (SA) 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

Batuan (SB) 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

Tanah Sangat Padat dan

Batuan Lunak (Sc) 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2

Tanah Sedang (SD) 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0

Tanah Lunak (SE) 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9

Tanaha Khusus (SF) SS SS SS SS SS

Tabel 2.3 Koefisien periode 1.0 detik, Fv

SS adalah lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respon

[image:50.595.125.539.300.465.2] [image:50.595.129.536.512.640.2]
(51)

spektra percepatan desain untuk perioda pendek dan perioda 1.0 detik dapat

diperoleh melalui perumusan berikut ini:

SDS= • S MS , dan SD1= • S M1

II.3.1.5. Kategori Desain Gempa (Seismic Design Category/SDC)

Perhitungan perancangan besarnya gaya gempa rencana untuk desain dan

analisis perhitungan dinyatakan oleh besarnya gaya geser dasar, ketentuan mengenai

syarat kekuatan dan pendetailan tulangan serta fleksibilitas ketidak teraturan bentuk

bangunan dan limitasi tinggi bangunan tidak lagi ditentukan oleh peta zoning gempa

sebagaimana halnya yang telah ditetapkan dalam SNI 1726-02. Pada ASCE 7-05,

ketentuan mengenai hal tersebut di atas telah di gantikan oleh kriteria perancangan

baru yang di sebut Kategori Desain Gempa (Seismic Design Category-SDC) dan

dikaitkan dengan Kategori Hunian atau Occupancy Category. Struktur harus

diperuntukan pada Kategori Desain Gempa sesuai dengan ASCE 7-05, Tabel 11.6-1

dan Tabel 11.6-2.

Nilai SDS

Kategori Hunian

I atau II III IV

SMS < 0,167 A A A

0,167 • SDS < 0,33 B B C

0,33 • SDS < 0,50 C C D

0,50 • SDS D D D

Tabel 2.4 Kategori gempa berdasarkan parameter percepatan respon periode pendek

Nilai SDS

Kategori Hunian

I atau II III IV

SMS < 0,067 A A A

0,067 • SDS < 0,133 B B C

0,133 • SDS < 0,20 C C D

0,20 • SDS D D D

[image:51.595.154.488.497.590.2] [image:51.595.149.489.623.719.2]
(52)

II.3.1.6. Penentuan Koefisien R, Cd, dan •

Sistem penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar harus memenuhi pada

salah satu tipe yang ditunjukkan dalam ASCE 7-05, Tabel 12.2-1 atau kombinasi

sistem seperti dalam ASCE 7-05, Pasal 12.2.2, 12.2.3, dan 12.2.4. Setiap tipe

dibagi-bagi oleh tipe elemen vertikal yang digunakan untuk menahan gaya gempa lateral.

Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan kategori desain gempa

dan batasan ketinggian yang ditunjukkan dalam Tabel, 12.2-1. Koefisien modifikasi

respons yang tepat, R, faktor kuat lebih sistem, • , dan faktor pembesaran defleksi, Cd, ditunjukkan dalam Tabel 12.2-1 harus digunakan dalam penentuan geser dasar, gaya desain elemen, dan drif tingkat desain

II.3.1.7. Prosedur pengerjaan yang dipergunakan

Analisis struktur yang dibutuhkan terdiri dari salah satu dari tipe yang

diperbolehkan dalam ASCE 7-05, Tabel 12.6-1 berdasar pada kategori desain gempa

struktur, sistem struktural, data dinamik, dan keteraturan, atau dengan persetujuan

otoritas yang mempunyai yurisdiksi, suatu alternatif prosedur yang berlaku umum

boleh digunakan. Prosedur Analisis yang terpilih harus diselesaikan menurut

kebutuhan sesuai dengan subbab yang terkait mengacu pada Tabel 5.6-1.

II.3.1.8. Design base shear (V)

Geser dasar gempa (base shear), V dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan ASCE 7-05, Pers.12.8-1.

W C V = s

(53)

      =

T R S Cs DS

Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan ASCE 7-05, Pers. 12.8-2 tidak perlu melebihi:

      =

T R T

S

C D

s

1

untuk T • TL

      =

T R T

T S

Cs D L

2 1

untuk T > TL

Csharus tidak kurang dari 0,01. Dan sebagai tambahan, untuk struktur yang

berlokasi dimana S1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6g, Cs harus tidak kurang

dari :

      =

I R

S Cs 0,5 1

II.3.1.9. Periode Struktur Dasar (T)

Perioda struktur dasar (T) dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan properti struktur dan karateristik deformasi elemen penahan dalam

analisis yang teruji. Perioda dasar (T) tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada perioda yang dihitung (Cu) dari ASCE 7-05, Tabel 12.8-1 dan perioda dasar pendekatan, (Ta) yang ditentukan dari ASCE 7-05, Pers. 12.8-7.

Sebagai alternatif pada pelaksanaan analisis untuk menentukan perioda dasar

(54)

hn adalah tinggi dalam feet di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur dan koefisien Ct dan x ditentukan dari ASCE 7-05, Tabel 12.8-2.

Tipe Struktur Ct x

Sistem rangka penahan momen dimana rangka

menahan 100% gaya gempa yang disyaratkan dan

tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan

komponen yang lebih kaku dan akan mencegah

rangka dari defleksi bilamana dikenai gaya gempa:

Rangka penahan momen baja

0.028

(0.0724)a

0.8

Rangka momen penahan beton

0.016

(0.046)a

0.9

Rangka baja dibres secara eksentris

0.03

(0.0731)a

0.75

Semua sistem struktur lainnya

0.02

(0.0488)a

[image:54.595.143.491.137.478.2]

0.75

Tabel 2.6 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ctdan x

[image:54.595.177.464.593.715.2]

Dimana nilai Perioda dasar ( T) tidak boleh melebihi, T • CuTa dengan Cu sebagai batasan atas pada perioda yang dihitung yang ditentukan dari ASCE 7-05,

Tabel 12.8-1.

Parameter Percepatan Respon Spektrum Desain pada 1 detik

SD1

KoefisienCt

• 0.4 1.4

0.3 1.4

0.2 1.5

0.15 1.6

• 0.1 1.7

(55)

II.3.1.10. Distribusi gaya Vertikal (Fx)

Gaya gempa lateral (Fx) (kip atau kN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari ASCE 7-05, Pasal 12.8.3:

V C

Fx = vx dan

=

= n

i k i i

k x x vx

h w

h w C

1

Dimana : Cvx = faktor distribusi vertikal

V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur

w1/ w2 = porsi berat gempa efektif total struktur (W) yang ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x hi /hx = tinggi (ft atau m) dari dasar sampai Tingkat i atau x k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur

sebagai berikut:

- k = 1 untuk periode sebesar 0,5 detik

- k = 2 untuk periode sebesar 2,5 detik

- jika 0,5 < T < 2.5, maka harus diinterpolasi.

II.3.1.11. Distribusi gaya Horizontal (Vx)

Geser tingkat desain gempa di semua tingkat (Vx) (kip atau kN) harus ditentukan dari ASCE 7-05, Pasal 12.8.4:

=

= n

x i

x

x F

V

Dimana : Fi = Porsi geser dasar gempa (V) yang timbul di tingkat i

Geser tingkat desain gempa (Vx) (kip atau kN) harus didistribusikan pada berbagai elemen vertikal sistem penahan gaya gempa di tingkat yang ditinjau

(56)

II.4. SRPMK dan SCWB

Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) merupakan sistem rangka ruang (yang terbentuk dari balok dan kolom) dimana komponen-komponen struktur

dan join-joinnya menahan beban gravitasi dan beban lateral yang bekerja melalui

aksi lentur, geser dan aksial. Sehingga struktur diharapkan dapat merespon gempa

kuat secara inelastis tanpa mengalami keruntuhan getas, melainkan secara daktail.

Getas ialah sifat bahan atau struktur yang apabila diberi beban luar sampai melebihi kuat elastisnya maka bahan atau struktur tersebut akan segera pecah atau

rusak. Daktail merupakan sifat bahan atau struktur yang apabila diberi beban luar sampai melebihi kuat elastisnya tidak langsung pecahatau rusak, namun berubah

bentuk dulu (misalnya memanjang) secara plastis sampai batas tertentu dan akan

pecah atau rusak bila batas kemampuan plastisnya tercapai.

Apabila struktur bersifat getas maka struktur harus kuat menahan beban

gempa tersebut, namun pada struktur yang daktail kekuatannya tidak perlu lebih

besar dari beban gempa tersebut. Hal ini karena pada strukitur yang getas akan segera

runtuh jika beban gempa melebihi kekuatan elastisnya, sedangkan pada struktur yang

daktail tidak akan runtuh, hanya akan mesuk pada kondisi lendutan plastis, hanya

jika lendutan plastis ini mencapai maksimum baru struktur akan runtuh.

Strong Coloum Weak Beam (SCWB) merupakan mekanisme keruntuhan suatu gedung yang mengharapkan terjadinya pembentukan sendi plastis pada daerah

bentang balok terlebih dahulu sehingga keruntuhan yang ada diprioritaskan untuk

terjadi pada daerah bentang balok. Mekanisme ini digunakan untuk mengurangi

resiko kecelakaan pada pengguna gedung ketika gedung mengalami pembebanan

(57)
[image:57.595.195.449.91.289.2]

Gambar 2.14. Ilustrasi pembentukan sendi plastis pada SCWB

II.4.1. Sambungan Balok-Kolom

- Sambungan balok-kolom harus menunjukkan rotasi inelasis

sekurang-kurangnya sebesar 0.03 rad berdasarkan referensi dari SNI-129-2002.

- Sambungan balok-kolom harus memiliki juat lentur sekurang-kurangnya

sama dengan momen nominal (Mp) dimana Mp = fy .Zx , kecuali apabila sambungan yang ada adalah sambungan antara kolom dan balok dengan

penampang melintang yang direduksi. Balok tersebut akan memiliki nilai

kuat lentur minimum sebesar 0.8 Mp.

- Gaya geser terfaktor (Vu) yang dimiliki oleh sambungan balok-kolom harus ditentukan menggunakan kombinasi bean 1.2 DL + 0.5L ditambah

dengan gaya geser yang dihasilkan dari bekerjanya momen lentur sebesar

(58)

II.4.1.1. Batasan-Batasan Terhadap Balok dan Kolom

Tidak diperkenankan terjadi perubahan luas sayap balok yang mendadak pada

daerah sendi plastis. Selain itu, rasio antara lebar terhadap tebal harus memenuhi

persyaratan •ppada tabel berikut :

Keterangan Elemen

Perbandingan Lebar Terhadap Tebal

Nilai batas perbandingan lebar terhadap tebal Sayap-sayap profil I,

profil hibrida atau profil tersusun dan profil kanal

dalam lentur

t b

fy

135

Pelat-pelat badan pada kombinasi lentur dan

aksial tekan w

c

t h

Bila Nu/øbNy• 0.125

    

  

y b

u

N N

fy 1 1.54φ

1365

Bila Nu/øbNy> 0.125

fy N

N

fy b y

u 665

33 . 2 500

≥     

  

− φ

Penampang baja bulat beraongga dalam aksial

tekasn dan lentur t

D

fy

9000

Penampang baja persegi berongga dalam aksial

tekan dan lentur t

b atau

w c

t h

fy

290

Tabel 2.8 Nilai Perbandingan lebar tehadap tebal (•p) untuk elemen tekan

II.4.1.2. Perbandingan Momen Kolom Terhadap Momen Balok

Sambungan balok-kolom pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

[image:58.595.136.501.203.538.2]
(59)

• M*column : Jumlah momen-momen kolom dibawah dan diatas sambungan pada pertemuan antara as kolom dan as balok. Ditentukan dengan

menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal kolom diatas dan

dibawah sambungan pada as balok dengan reduksi akibat gaya

aksial tekan kolom. Diperkenankan untuk mengambil :

    

  

− =

g uc yc c

pc A

N f Z M*

• M *bea m : Jumlah momen-momen balok pada pertemuan as balok dan as kolom. Ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur

nominal balok di daerah sendi plastis pada as kolom.

Diperkenankan mengambil

M*pb =

(

1.1RyMp +My

)

, dengan

My adalah momen tambahan akibat amplikasi gaya geser dari

lokasi sendi plasris ke as kolom.

Apabila perbandingan antara jumlah momen kolom terhadap jumlah momen

balok yang lebih besar dari 1.25 dan tetap berada dalam keadaan elastis di luar

daerah panel, maka sambungan balok-kolom hanya perlu dikekang pada daerah

sayap atas balok. Bila suatu kolom tidak menunjukkan keelastisitasannya di luar

daerah panel, maka persyaratan berikut harus dipenuhi :

1.

Gambar

Gambar 2.1 Pemasangan shear connector pada balok komposit
Gambar 2.2 Model shear connector pada balok komposit
Gambar 2.3 Tipe balok komposit yang diberi bondek
Gambar 2.4 Penampang balok komposit
+7

Referensi

Dokumen terkait

b) Bangunan sipil termasuk jembatan direncanakan dan dibangun tahan gempa. Pengalaman telah membuktikan bahwa sebagian besar korban dan kejadian yang. terjadi gempa disebabkan

Bab 7 berupa hasil perencanaan atau hasil desain struktur rumah tahan gempa yang berupa dimensi elemen (kolom, sloof, balok, ring balk, balok miring, balok

Berdasarkan hasil evaluasi kinerja bangunan tidak beraturan 6- dan 10-lantai dengan vertical set-back 50% di wilayah 6 peta gempa Indonesia yang direncanakan

Besar peralihan lantai (displacement) ini dipengaruhi oleh material struktur, fundasi, dan karakteristik kekuatan gempa.. Perilaku bangunan pada saat dikenai beban gempa berkaitan

Lokasi gedung berada di wilayah gempa tinggi dan harus direncanakan tahan gempa sesuai SNI 2847 – 2013 dan 1726 – 2012 Metode perhitungan pembebanan gempa adalah analisa

Miskonsepsi pelaksanaan pekerjaan untuk menghasilkan bangunan tahan gempa sebesar 52%, hal ini lebih rendah dari pemahaman mengenai konsep dasar bangunan tahan gempa,

Dalam perencanaan bangunan tahan gempa harus memperhatikan standar yang mengacu pada SNI 1726:2012 untuk tata cara perencanaan ketahananan gempa, sedangkan untuk

Meskipun saat ini perencanaan berbasis kinerja difokuskan pada perencanaan bangunan tahan gempa, tetapi cara yang sama dapat juga digunakan untuk perencanaan bangunan terhadap