ELIMINASI GAS METANA (CH
4) ASAL TERNAK
MELALUI EKSTRAK TANAMAN
KARYA ILMIAH
OLEH:
Ir. Yunilas, MP
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBARAN IDENTITAS DAN PENGESAHAN KARYA ILMIAH
1. Judul Karya Ilmiah : Eliminasi Gas Metana (CH4) Asal Ternak Melalui Ekstrak Tanaman
2. a. Nama : Ir. Yunilas, M.P
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Pangkat/Gol/NIP : Penata TK.I /IIId / 196806111993032001
d. Jabatan : Lektor
e. Fakultas/Departemen : Pertanian / Peternakan
f. Bidang Ilmu yang Ditulis : Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak
Medan, November 2010
Mengetahui: Penulis,
Ketua Departemen Peternakan
Prof. Dr. Ir.Zulfikar Siregar, MP. Ir. Yunilas, M.P
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., berkat rahmat dan kurniaNya,
penulis telah dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul ”Eliminasi Gas Metana (CH4) Asal Ternak Melalui Ekstrak Tanaman”.
Tulisan ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dan hasil-hasil penelitian yang
berkaitan dengan produksi gas metana asal ternak. Diharapkan dari kajian kepustakaan ini
membuka cakrawala berpikir bagi kita semua khususnya petani peternak dalam
mengelimasi gas metana asal ternak.
Akhir kata, pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini khususnya kepada ibu Prof. Dr.
Ir. Mardiati Zein, MS. Semoga tulisan ini berguna bagi kita semua, amin!
Medan, November 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………... i
DAFTAR ISI ……….. ii
I. PENDAHULUAN ……… 1
1. Latar Belakang ……….. 1
2. Perumusan Masalah ……….. 3
3. Tujuan Penulisan ………... 3
II. TINJAUAN LITERATUR ………... 4
1. Pembentukan Gas Metana Pada Ternak Ruminansia ………. 4
2. Eliminasi Gas Metana Melalui Ekstrak Tanaman Pada Ternak ………. 7
III. PEMBAHASAN ………. 11
1. Strategi Eliminasi Dampak Pemanasan Global Yang Berasal Dari Ternak Ruminan ……….. 11 2. Eliminasi Gas Metana Melalui Ekstrak Tanaman Pada Ternak 13 IV. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 15
1. Kesimpulan ………... 15
2. Saran ………. 15
DAFTAR PUSTAKA ……… 16
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan rumus
kimia CH4. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan untuk keperluan komersial,
biasanya ditambahkan sedikit bau belerang untuk mendeteksi kebocoran yang mungkin
terjadi.
Metana termasuk salah satu gas atmosfir yang memberikan efek rumah kaca (green
house gas). Komposisi metana di atmosfir lebih rendah dibandingkan dengan gas
karbondioksida (CO2) yaitu hanya 0,5% dari jumlah CO2, namun koefisien daya tangkap
panas metana jauh lebih tinggi, yaitu 25 kali gas CO2, sehingga 15% pemanasan global
disumbang dari gas metana.
Pemanasan global terjadi karena meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca,
termasuk gas metana di atmosfer bumi. Metana bereaksi dengan ozon atmosfer bumi,
memproduksi karbondioksida dan air, sehingga efek rumah kaca dari metana yang
dilepaskan ke udara relatif berlangsung sesaat. Namun, metana akan menipiskan lapisan
ozon sebagai pelindung bumi sehingga memicu pemanasan global.
Selain dari dekomposisi limbah organik sampah, gas metana juga dihasilkan dari
produksi pertanian dan kegiatan transportasi. Sekitar 50% emisi gas metana merupakan
hasil aktivitas manusia yang berasal dari kegiatan pertanian.
Dari kegiatan pertanian ada sekitar 66 % emisi gas metana berasal dari peternakan
terutama ternak ruminansia (Martin,C. at al., 2008). Sapi potong dapat mengemisi gas
Gambar 1. Emisi Gas Metana dari Kegiatan Pertanian (Henry,B. 2008)
Emisi gas metana (CH4) oleh ternak ruminansia tersebut dihasilkan melalui proses
metanogenesis di dalam sistem pencernaan rumen. Gas metana dihasilkan dari rumen
sebesar 80 – 95 % dan 5 – 20 % dihasilkan dari usus besar. Gas ini dikeluarkan melalui
mulut ke atmosfir .
Proses metanogenesis disamping berdampak buruk bagi atmosfir, juga berpengaruh
negatif terhadap ternak ruminansia itu sendiri, yaitu dapat menyebabkan kehilangan energi
hingga 15% dari total energi kimia yang tercerna.
Untuk mengeliminasi produksi gas metana yang berasal dari ternak ruminansia ada
beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu melalui bioteknologi (vaksinasi dan probiotik),
aditif (antibiotic, zat kimia, ekstrak tanaman dan asam organik), dan pakan konsentrat.
Eliminasi emisi gas metana melalui ekstrak tanaman meliputi penggunaan minyak
essensial (ekstrak garlic, cinnamon dan lain-lain), penggunaan tanin dan saponin.
Pemberian ekstrak tanaman ini bertujuan menghambat kerja bakteri metanogenik dan
protozoa sehingga pembentukan gas metana dapat ditekan/dikurangi.
Dari pemaparan diatas perlu direview sejauh mana keberhasilan eliminasi emisi gas
metana melalui ekstrak tanaman pada ternak dan upaya apa yang perlu dilakukan
2. Perumusan Masalah
o Emisi gas metana asal ternak memberi dampak yang cukup luas pada masalah pemanasan global yaitu efek rumah kaca (green house gas).
o Eliminasi emisi gas metana melalui ekstrak tanaman pada ternak masih memiliki kelemahan yaitu pengaruh bersifat sementara dan masih adanya residu pada hasil
ternak.
3. Tujuan Penulisan
o Mengkaji sejauh mana pengaruh emisi gas metana asal ternak memberi dampak yang cukup luas pada masalah pemanasan global yaitu efek rumah kaca.
II. TINJAUAN LITERATUR
1. Pembentukan Gas Metana Pada Ternak Ruminansia
Metana diproduksi disaluran pencernaan ternak, sebesar 80 - 95% diproduksi di
dalam rumen dan 5 - 20% dalam usus besar. Metana yang dihasilkan dalam rumen
dikeluarkan melalui mulut ke atmosfir (Martin at al, 2008).
Pada prinsipnya, pembentukan gas metana di dalam rumen terjadi melalui reduksi
CO2 oleh H2 yang dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik.
Pembentukan gas metana di dalam rumen berpengaruh terhadap pembentukan produk
akhir fermentasi di dalam rumen, terutama jumlah mol ATP, yang pada gilirannya
mempengaruhi efisiensi produksi mikrobial rumen (Thalib, 2008).
Gambar 2. Produksi Metana di Dalam Rumen
Bahan Organik
Dalam kondisi anaerob dalam rumen, reaksi oksidasi membutuhkan energi dalam
bentuk ATP melepas hidrogen. Jumlah hidrogen yang dihasilkan sangat tergantung pada
jenis makanan dan jenis mikroba rumen sebagai mikroba fermentasi pakan yang
dikeluarkan. Misalnya, pembentukan asam propionat membutuhkan hidrogen sedangkan
pembentukan asam asetat dan butirat melepas hydrogen (Martin, at al., 2008).
Gambar 3. Metabolisme Hidrogen dan Metanogenesis
Carbohydrates
H2 utilisation H2 production
CH
4Dalam rumen untuk mengurangi produksi hidrogen menjadi metana, hidrogen
harus dialihkan ke produksi propionat melalui laktat atau fumarat (Mitsumori at al., 2008).
Penurunan produksi gas metana (CH4) dari ternak ruminansia merupakan suatu strategi
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan sebagai sarana untuk meningkatkan efisiensi
pakan (Martin at al., 2008).
Metanogenesis adalah mekanisme oleh rumen untuk menghindari akumulasi
fermentasi. Pemanfaatan hidrogen dan CO2 untuk menghasilkan CH4 adalah khusus oleh
bakteri Archaea metanogen (Martin, at a.l, 2008).
Gambar 4. Lintasan Metanogenesis Pada Ternak Ruminansia (Morgavi, 2008)
Feed
(carbohydrate polymer)
Fermentative an aerobes
Pengurangan produksi hidrogen harus dicapai tanpa mempengaruhi fermentasi
pakan. Mengurangi aktivitas metanogen harus dilakukan dengan stimulasi bersamaan jalur
yang mengkonsumsi hidrogen untuk menghindari dampak negatif dari peningkatan
tekanan parsial dari gas ini (Martin, at al, 2008).
Pembentukan gas metana di dalam rumen dapat dihambat dengan memberikan
beberapa zat kimia. Prinsip penghambatannya antara lain berdasarkan sifat toksik terhadap
bakteri metanogen, seperti senyawa-senyawa metana terhalogenasi, sulfit, nitrat, dan
trikhloroetilpivalat, atau berdasarkan reaksi hidrogenasi sehingga mengurangi reduksi CO2
oleh hidrogen, seperti senyawa asam lemak berantai panjang tidak jenuh. Beberapa ionofor
seperti monensin, lasalosid, dan salinomisin, selain meningkatkan kandungan asam
Selanjutnya dinyatakan Thalib (2008), metanogenesis dapat juga dihambat dengan
senyawa kimia seperti ion Fe3+ dan SO4 2–. Populasi protozoa di dalam rumen berbanding
langsung dengan produksi gas metana, artinya produksi gas metana berkurang bila
populasi protozoa rumen menurun. Dengan demikian, emisi gas metana dapat dikurangi
dengan memberikan zat defaunator seperti saponin.
Jalur metabolisme yang terlibat dalam produksi hydrogen, pemanfaatan dan
aktivitas metanogenik adalah dua faktor penting yang harus dipertimbangkan ketika
mengembangkan strategi untuk mengendalikan emisi metana oleh ruminansia (Martin, at
al, 2008).
2. Eliminasi Gas Metana Melalui Ekstrak Tanaman Pada Ternak
Metabolit sekunder yang ada di tanaman memberikan perlindungan tanaman
tersebut terhadap predator, patogen dan penjajah karena aktivitas anti-mikrobanya.
Sebagian besar senyawa ini masuk dalam kategori lignin, tanin, saponin, minyak atsiri,
alkaloid, dan lain-lain. Aktivitas anti-mikroba dari senyawa ini sangat spesifik dan
karenanya dapat digunakan untuk manipulasi fermentasi rumen oleh penghambatan
selektif kelompok mikroba dalam ekosistem. Selajutnya dinyatakan bahwa senyawa
sekunder tanaman tampak memiliki potensi untuk digunakan sebagai pakan aditif dalam
manipulasi rumen untuk mengurangi emisi gas metana (Kamra, at al., 2006).
Ekstraksi dalam etanol dan metanol dari bawang putih berpotensi untuk
mengurangi pembentukan gas metana rumen tanpa mempengaruhi fermentasi rumen
(Patra, at al., (2006). Ekstrak etanol dan metanol dari bawang putih (Allium sativum) ini
sangat menghambat dalam proses metanogenesis (Kamra at al., 2006).
inhibisi langsung metanogen telah diamati oleh qPCR (McAllister dan Newbold, 2008).
Busquet et al (2005) menyatakan pengaruh minyak bawang putih (30 dan 300 mg/L) pada
fermentasi mikroba menunjukkan adanya proporsi yang lebih rendah pada asetat dan
proporsi lebih tinggi propionat dan butirat.
Ekstrak etanol dan metanol dari cengkeh dan bawang putih dan ekstrak metanol
dari adas menghambat produksi gas metana. Namun, ekstrak bawang dan jahe tidak
berpengaruh pada produksi gas metana. Semua ekstrak bawang putih dan ekstrak adas
menyebabkan penurunan proporsi asetat dan rasio asetat dengan propionat (Patra, at al.,
(2006).
Ekstrak etanol dari soapnut (Sapindus mukorossi) sepenuhnya menghambat
produksi metana in vitro bersama dengan penurunan signifikan pada jumlah protozoa dan
asetat/rasio propionat (Kamra at al, 2006),
Ekstrak metanol dari daging biji Harad (Terminalia chebula), daun poplar (Populus
tremuloides), tangkai bunga cengkeh (Syzygium aromaticum), ekstrak etanol jambu biji
(Psidium guayaba) daun sangat menghambat dalam metanogenesis vitro (Kamra at al,
2006). Minyak biji rami menurunkan metanogesis rumen in vitro sampai 14% tanpa
berpengaruh negatif dalam fermentasi (Jouany at al 2008 dalam Mogavi 2008).
Peningkatan efisiensi penggunaan energi dapat dilakukan dengan cara penyediaan
senyawa penambat/aseptor elektron, sebagaimana asam lemak tidak jenuh dan senyawa
quinon. Minyak ikan lemuru (sumber asam lemak tidak jenuh) serta daun Cassia alata L
(sumber quinon) telah diuji secara in vitro kemampuannya dalam menghambat sintesis gas
metana (metanogenesis) dan peningkatan produksi asam lemak volatile (VFA) serta
produksi protein mikrobia. Penambahan minyak ikan Lemuru ataupun daun Cassia alata L
menurunkan secara nyata produksi gas metana. Dibanding dengan penambahan minyak
gas metana. Penambahan minyak ikan Lemuru sebanyak 5 dan 7,5 % menyebabkan
penurunan produksi gas metana sebesar 17 dan 31 %, sedang penambahan daun Cassia
alata L, sebesar rata-rata 47 % (Yusiati, 2002).
Buah lerak dalam bentuk hasil ekstraksi dengan metanol mengandung saponin
dengan kadar dua kali lebih tinggi daripada buah lerak tanpa diekstrak. Aksapon SR
mengandung saponin 15% dan efektif menekan proses metanogenesis di dalam rumen
(Thalib, 2008).
Modus aksi saponin tampaknya jelas berhubungan dengan efek anti-protozoa
(Newbold et al., 1997). Namun, pengaruh saponin pada protozoa dapat bersifat sementara
(Koenig et al., 2007).
Jadi penurunan produksi gas metana pada perlakuan Aksapon SR dan serbuk lerak
diasumsikan berkaitan dengan berkurangnya populasi protozoa. Dengan demikian, buah
lerak dalam bentuk produk Aksapon SR memberikan harapan untuk menurunkan
kontribusi gas metana dari ternak ruminansia terhadap akumulasi gas rumah kaca (Thalib,
2008).
Untuk tanaman yang mengandung tannin, kegiatan antimetanogenic telah dikaitkan
terutama untuk tanin kental. Dua model tindakan tanin pada metanogenesis telah diusulkan
oleh Tavendale et al. (2005): berdampak langsung pada metanogen cerna rumen dan efek
tidak langsung pada produksi hidrogen akibat penurunan kualitas pakan yang lebih rendah.
Tambahan penelitian in vivo diperlukan untuk menentukan dosis optimal dari
senyawa aktif, untuk mempertimbangkan potensi adaptasi mikroba, keberadaan residu
dalam produk hewani serta gizi anti-potensi efek samping molekul seperti (Calsamiglia et
III. PEMBAHASAN
1. Strategi Eliminasi Dampak Pemanasan Global Yang Berasal Dari Ternak
Ruminansia
Ternak sebagai penyumbang paling besar dalam memproduksi gas metana di
atmosfir bumi memberi dampak pemanasan global (green house gas) yang cukup serius.
Berdasarkan pemaparan dalam Meat & Liivestock Australia (2008) bahwa ternak
ruminansia merupakan penyumbang emisi gas metana terbesar (66%) dari 50% emisi gas
metana hasil kegiatan dibidang pertanian.
Produksi gas metana yang tinggi dari ternak perlu ditekan agar dampak pemanasan
global yang berasal dari kegiatan pertanian (termasuk ternak ruminansia) dapat dieliminir
sedemikian rupa. Untuk mengeliminasi produksi gas metana asal ternak berbagai
penelitian telah dilakukan oleh para ilmuwan antara lain dengan cara memanipulasi
metabolisme dalam rumen (fermentasi mikroba) dan menghambat/mengurangi proses
metanogenesis (proses pembentukan gas metana oleh bakteri metanogenik).
Manipulasi metabolisme dalam rumen memiliki kelebihan dan kelemahan.
Fermentasi mikroba dalam rumen dipengaruhi juga oleh makanan yang dimakan ternak.
Strategi pemberian pakan dalam bentuk pemberian imbangan pakan yang tepat antara
hijauan dan konsentrat turut menentukan produksi gas metana. Pemberian imbangan pakan
hijauan yang lebih tinggi dari pada konsentrat akan menyebabkan produksi H2 lebih tinggi.
H2 ini nantinya akan mereduksi CO2 sehingga terbentuk metana yang tinggi oleh aktifitas
bakteri metanogen. Dari satu sisi hal ini tidak menguntungkan karena ternak memproduksi
metana cukup tinggi, namun disisi lainnya menguntungkan karena produk akhir dari ternak
rendah kadar asam lemak jenuhnya.
Sedangkan pemberian imbangan pakan konsentrat lebih tinggi dari pada hijauan
dari proses fermentasi hijauan digunakan untuk proses pembentukan asam propionat
sehingga H2 tidak mereduksi CO2 menjadi metana, akan tetapi kelemahannya adalah
produk akhir dari ternak menghasilkan asam lemak jenuh tinggi.
Pemaparan diatas sesuai pendapat Martin, at al., (2008), bahwa jumlah hidrogen
yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis makanan dan jenis mikroba rumen sebagai
mikroba fermentasi pakan yang menghasilkan produk akhir yang berbeda yang tidak sama
dengan hydrogen yang dikeluarkan. Misalnya, pembentukan asam propionat membutuhkan
hidrogen sedangkan pembentukan asam asetat dan butirat melepas hydrogen.
Manipulasi melalui proses metanogenesis juga memiliki kelebihan dan kekurangan
antara lain: (1) melalui pemberian vaksinasi yaitu adanya gangguan kekebalan selama
pemberian (Klark at al., 2007), membutuhkan informasi genomic untuk identifikasi
kekebalan secara umum, penurunan gas metana sebesar 8% ( Wrighat at al., 2004), (2)
melalui depaunasi inhibisi protozoa dengan metanogen memberi pengaruh sementara
(Rannila at al., 2004), penurunan metana mencapai 25% (Hegarty, 1999), (3) melalui
penambahan bahan kimiawi yaitu pelaksanaan sebagian besar secara in vitro, kemungkinan
menimbulkan toksin dan tidak dapat dipasarkan; (4) melalui ekstrak tanaman adanya
anggapan produk lebih alami, sebagian besar in vitro, untuk percobaan in vivo dibutuhkan
dalam jumlah banyak, residu pada hasil ternak, pengaruh bersifat sementara.
Strategi yang perlu dilakukan agar produksi gas metan dapat dieliminasi melalui
pengendalian tanpa mempengaruhi hasil produk dan pengurangan aktifitas metanogenik
melalui stimulasi bersamaan jalur yang mengkonsumsi hidrogen untuk menghindari
dampak negatif dari peningkatan tekanan parsial dari gas ini sesuai pernyataan Martin, at
2. Eliminasi Gas Metana Melalui Ekstrak Tanaman Pada Ternak
Senyawa sekunder tanaman tampak memiliki potensi untuk digunakan sebagai
pakan aditif dalam memanipulasi rumen untuk mengurangi emisi gas metana. Sebagian
besar senyawa sekunder masuk dalam kategori lignin, tanin, saponin, minyak atsiri,
alkaloid, dan lain-lain seperti yang dikemukakan Kamra, at al., (2006).
Berbagai upaya dilakukan untuk mengeliminasi produksi gas metana asal ternak.
Salah satu cara untuk mengeliminasi produksi gas metana adalah melalui penggunaan
ekstrak tanaman seperti minyak esensial (ekstrak bawang putih, kayu manis dan lain-lain),
tanin, saponin.
Ekstrak bawang putih mampu menurunkan pembentukan gas metana tanpa
mempengaruhi fermentasi dan dapat menghambat proses metanogenesis. Ekstrak bawang
putih dan adas menyebabkan penurunan jumlah asetat dan ratio asetat dengan propionat.
Hal ini dapat disebabkan karena ekstrak bawang putih menekan aktifitas bakteri
metanogen sehingga H2 yang dihasilkan dari proses fermentasi segera dimanfaatkan untuk
pembentukan propionat melalui malate dan fumarate.
Pemberian ekstrak tumbuhan yang mengandung saponin pada ternak ruminansia
lebih efektif menekan proses metanogenesis dari pada tanpa diekstrak. Hal ini terjadi
karena hasil ekstraksi mengandung saponin dua kali lebih tinggi dari pada tanpa diekstrasi.
Saponin memberi efek anti protozoa sehingga perkembangan protozoa tertekan.
Eliminasi protozoa rumen meningkatkan jumlah bakteri amilolitik. Dengan berkurangnya
populasi protozoa maka aktivitas bakteri amilolitik di dalam rumen meningkat, sehingga
menghasilkan lebih banyak asam propionat dan lebih sedikit gas metana. Selain itu,
sejumlah bakteri metanogen dalam rumen hidup dengan menempel pada permukaan
menurun karena kehilangan sebagian habitatnya. Kelemahan dari penggunaan saponin ini
adalah pengaruhnya hanya bersifat sementara.
Tanin berperan sebagai antimetanogenic sehingga berdampak langsung pada
metanogen cerna rumen dan efek tidak langsung pada produksi hidrogen akibat penurunan
kualitas pakan yang lebih rendah.
Senyawa sekunder tanaman tampak memiliki potensi untuk digunakan sebagai
pakan aditif dalam manipulasi rumen untuk mengurangi emisi gas metana, namun dari
hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan seberapa besar tingkat pengurangan gas metana
hasil ternak masih bervariasi dan bagaimana pengaruhnya terhadap efisiensi pakan dan
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Upaya menekan laju produksi gas metana asal ternak merupakan suatu upaya yang
perlu didukung oleh berbagai pihak demi menyelamatkan bumi dari pemanasan global
(efak rumah kaca). Tindakan ini merupakan tanggung jawab bersama masyarakat dunia
umumnya dan pemerhati lingkungan beserta instansi terkait (ilmuwan, pemerintah dan
perusahaan-perusahan) khususnya, yang dalam proses produksi banyak memberi dampak
terhadap pemanasan global (efek rumah kaca).
Ternak sebagai penyumbang emisi gas metana paling besar (66%) dari kegiatan
dibidang pertanian, mendapat sorotan yang tajam dari masyarakat dunia. Namun ini
merupakan suatu dilema karena disatu sisi usaha peternakan menyangkut kehidupan sosial
ekonomi masyarakat luas, tapi di sisi lain dampak yang ditimbulkan cukup besar.
Solusi yang dapat dilakukan adalah melakukan penelitian-penelitian lebih intensif
dalam rangka mengeliminasi emisi gas metana menggunakan berbagai perlakuan (biologis,
penambahan zat aditif dan pengolahan pakan). Hasil penenlitian diharapkan dapat
mengeliminasi emisi gas metana secara optimal tanpa menimbulkan residu maupun
menurunkan produk hasil peternakan.
2. Saran
Khusus penelitian-penelitian tentang penambahan additive berupa ekstrak dari
tanaman perlu dieksploitasi dan dikembangkan lagi, tumbuh-tumbuhan mana yang dapat
menekan proses metanogenesis maupun mendepaunasi protozoa, serta pada penggunaan
V. DAFTAR PUSTAKA
Busquet M, Calsamiglia S, Ferret A, Carro Md And Kamel C 2005. Journal Of Dairy Science 88, 4393-4404.
Calsamiglia S, Busquet M, Cardazo Pw, Castillejos L And Ferret A 2007. Journal Of Dairy Science 90, 2580-2595.
Henry,B. 2008. R and D for Livestock Methane Reductiion. meat & liivestock australliia.
Koenig Km, Ivan M, Teferedegne Bt, Morgavi Dp, Rode Lm, Ibrahim Im And Newbold Cj 2007. British Journal Of Nutrition 98, 504-516.
Macheboeuf D, Lassalas B, Ranilla Mj, Carro Md And Morgavi Dp. 2006. Reproduction Nutrition Development 46, S103.
Mcallister Ta And Newbold Cj 2008. Australian Journal Of Experimental Agriculture 48, 7-13.
Martin,C., M. Doreau, D. P. Morgavi. 2008. Methane Mitigation In Ruminants: From Rumen Microbes To The Animal. Inra, Ur 1213, Herbivores Research Unit, Research Centre Of Clermont-Ferrand-Theix, F-63122 St Genès Champanelle,France.
Martin, C At Al., 2008. Methane Mitigation In Ruminants: From Rumen Microbes To The Animal. Livestock & Global Climate Change Conference. Hammamet, Tunisia.
Morgavi. 2008. Manipulacion del ecosistema ruminal “Que perspectivas”. Reunion Cientifica Annual de la Asociacion Peruana de Produccion Animal.
Newbold Cj, El Hassan Sm, Wang J, Ortega Me And Wallace Rj 1997. British Journal Of Nutrition 78, 237-249.
Tavendale Mh, Meagher Lp, Pacheco D, Walker N, Attwood Gt And Sivakumaran S 2005. Animal Feed Science Andtechnology 123-124, 403-419.
Thalib, A. 2008. Buah Lerak Mengurangi Emisi Gas Metana Pada Hewan Ruminansia. Warta Penelitian Dan Pengembanganpertanian Vol 30 N0 2.