• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP ZAT DAN WUJUDNYA TERINTEGRASI NILAI KEAGAMAAN (Eksperimen di MTs Al-Khairiyah,Citeureup-Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP ZAT DAN WUJUDNYA TERINTEGRASI NILAI KEAGAMAAN (Eksperimen di MTs Al-Khairiyah,Citeureup-Bogor)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

(Eksperimen di MTs Al-Khairiyah,Citeureup-Bogor)

Skripsi

Oleh :

SITI NUR’AINI HANDAYANI NIM. 104016300484

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Pembangunan dalam berbagai sektor pada era globalisasi seperti

sekarang sangat penting untuk menunjang kemajuan suatu bangsa. Kemajuan

suatu bangsa tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK) yang ada pada suatu bangsa tersebut. Perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi suatu bangsa tidak terlepas dari peranan yang

dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam pelaksanaan

pembangunan diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber

daya manusia yang berkualitas diperoleh melalui pendidikan. Karena

pendidikan merupakan kebutuhan dasar mendapatkan hak untuk pendidikan

dan pengajaran sesuai dengan kesanggupannya. Pendidikan dalam tingkat dan

lingkup manapun pada wujud nyata adalah belajar.

Berdasarkan informasi yang didapatkan, bahwa hampir setiap proses

pembelajaran berlangsung di kelas VII yang menjadi sampel penelitian masih

bersifat konvensional, maka guru yang menjadi pusat pembelajaran. Dan

dilihat dari nilai rata-rata siswa pada konsep wujud zat masih dibawah kriteria

ketuntasan minimal (KKM), yaitu 66. Sementara nilai KKM yang ditentukan

adalah 70. Sehingga peneliti memiliki keinginan untuk menciptakan proses

pembelajaran yang lebih efektif dengan mencoba menggunakan suatu

pendekatan melalui salah satu model pembelajaran, sehingga diharapkan

siswalah yang menjadi pusat pembelajaran, yang disebut dengan student

center, dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Pada proses pembelajaran, guru mengharapkan tercapainya tujuan

pembelajaran secara maksimal, dan tujuan tersebut tidak tercapai selama

komponen-komponen lainnya tidak ada, antara lain strategi atau pendekatan

pembelajaran.

Strategi pembelajaran adalah salah satu alat untuk mendukung

tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan, oleh karena itu seorang guru

(3)

harus mampu melakukannya untuk menunjang kegiatan pembelajaran,

sehingga dapat dijadikan alat yang efektif untuk mencapai tujuan

pembelajaran.

Dengan demikian, seorang guru menerapkan sebuah strategi pengajaran

dengan suatu pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk

berperan aktif dan menggali potensi yang ada pada dirinya sendiri, sehingga

siswa mampu mengembangkan keterampilan tertentu seperti keterampilan;

menyelesaikan masalah, keterampilan mengambil keputusan, menganalisis

data, berpikir secara logis dan sistematis.

Pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk terlibat secara

nyata dalam pembelajaran adalah CTL salah satu model pembelajarannya

berbasis inkuiri.

Karakteristik sains yang bersifat fisik, empiris, observable,

eksperimental, dan terukur telah melahirkan sains yang mendistorsi nilai dan

berwatak sekuler-materialistik. Pandangan positivisme telah mengukuhkan

watak sains yang bertolak belakang dengan keyakinan agama. Seperti Laplace,

Darwin, Freud, Dhurkheim, dan lain-lain ke dalam ateisme.1

Islam membangun akidah tauhid yang murni dengan cara memaparkan

bukti dan fakta alam raya, jauh dari ilusi-ilusi filsafat konvensional anti-Tuhan

yang justru menutup cahaya ilmu dan keimanan.2 Islam yang bersumber pada

Al-Qur’an dan Hadis memberikan pandangan komprehensif dan metode

terpadu, yang tidak memisahkan antara alam fisika dan alam metafisika, atau

antara ilmu yang bersifat parsial dan tujuan ilmu itu sendiri yang bersifat

universal.

Oleh karena itu, melalui integrasi antara sains dan al-Qur’an diharapkan

siswa lebih memahami gejala-gejala alam secara konstruktivistik. Pada konsep

zat dan wujudnya terdapat nilai yang ada relevansinya dengan nilai

1

Kusmana, et.al, Integrasi Keilmuan ….,Jakarta : PPJM dan UIN Jakarta Press, 2006, h. 79

2

(4)

keagamaan, artinya selain belajar konsep perubahan sifat-sifat suatu materi

wujud zat siswa juga mengenal sifat-sifat wajib bagi Allah SWT.

Dalam prosesnya, peneliti menggunakan model pembelajaran berbasis

inkuiri pada pembelajaran konsep zat dan wujudnya yang diintegrasikan

dengan nilai keagamaan. Hal ini bertujuan untuk siswa dapat belajar dengan

aktif, konstruktivistik dan menyenangkan.

Melalui kegiatan pembelajaran CTL dengan pembelajaran berbasis

inkuiri (Inquiry Based Learning) siswa aktif dikelas juga mampu berpikir

rasional dan membuat konsep zat dan wujudnya yang terintegrasi nilai

keagamaan (religius).

B. Identifikasi Masalah

Dengan melihat masalah sebelumnya dapat diidentifikasi

masalah-masalah ini sebagai berikut:

1. Proses Pembelajaran yang ada belum efektif karena masih bersifat

konvensional.

2. Menerapkan strategi pengajaran melalui pendekatan pembelajaran yang

mengarahkan siswa untuk berperan lebih aktif.

3. Belajar konsep wujud zat sebelumnya bersifat konvensional, guru sering

menggunakan metode ceramah dan belum terintegrasi nilai keagamaan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka

penelitian dibatasi pada :

1. Proses pembelajaran kontekstual (CTL) pada konsep zat dan wujudnya

terintegrasi nilai keagamaan terhadap hasil belajar siswa.

2. Hasil belajar siswa dibatasi aspek kognitif yang diambil dari siswa yang

diberikan model pembelajaran berbasis inkuiri.

3. Pada prosesnya pendekatan CTL yang digunakan adalah model

(5)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah pada penelitian ini

dirumuskan:”Bagaimana pengaruh pendekatan Contextual Teaching and

Lerning (CTL) dengan model pembelajaran berbasis inkuiri pada konsep zat

dan wujudnya yang terintegrasi nilai keagamaan terhadap hasil belajar.”?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin

dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh dari pendekatan CTL dengan menggunakan

pembelajaran berbasis inkuiri (Inquiry Based Learning) pada konsep zat

dan wujudnya terintegrasi nilai keagamaan

2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada konsep zat dan wujudnya

terintegrasi nilai keagamaan melalui pendekatan CTL dengan

menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri (Inquiry Based Learning).

F. Manfaat Penelitian

Peneliti mengharapkan dari penelitian, masalah ini bisa memberikan

beberapa manfaat diantaranya :

1. Bagi instansi, memberikan informasi tentang pendekatan pembelajaran

kontekstual dengan menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri (Inquiry

Based Learning) terhadap hasil belajar siswa pada konsep zat dan

wujudnya terintegrasi nilai keagamaan.

2. guru, dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran agar dapat

tercipta suasana pembelajaran yang efektif dan efisien.

3. siswa, dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam mata pelajaran

(6)

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) a. Landasan Filosofis CTL

CTL banyak dipengaruhi oleh filasafat konstruktivisme yang mulai

digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean

Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran

epistimologi Giambatista Vico (Suparno, 1997). Vico mengungkapkan:

“Tuhan adalah menciptakan alam semesta dan manusia adalah tuan dari

ciptaannya.” Mengetahui, menurut Pico, berarti mengetahui bagaimana

membuat sesuatu. Artinnya, seseorang dikatakan menegtahui manakala ia

dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh

karena itu menurut Vico, pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subjek)

yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subjek yang

mengamati. Selanjutnya, pandangan filsafat konstruktivisme tentang

hakikat pengetahuan memengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa

belajar bukanlah sekadar menghafal, tetapi proses mengkonstruksi

pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil

“pemberian” dari orang lain seperti guru, tetapi proses mengkonstruksi

yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahun tidak

akan menjadi pengetahuan yang makna. Bagaimana proses

mengkonstruksi pengetahuan yang dilakukan oleh setiap subjek?

Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki

struktur kognitif yang kemudian dinamakan ‘skema”. Skema terbentuk

karena pengalaman. Pandangan Piaget tentang bagaimana sebenarnya

pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat

berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model

(7)

pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual,

penegetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun

sendiri oleh siswa. Pegetahuan yang diperoleh dari hasil pemberitahuan

orang lain, tidak akan menjadi penengetahuan yang bermakna.

Pengetahuan yang demikian akan mudah dilupakan dan tidak fungsional.1

b. Pengertian CTL

CTL adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari

bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu

sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang

diberikan bagian-bagiannya secara terpisah.2 Ada beberapa pengertian

yang diberikan oleh para ahli, disini ditampilkan lima pengertian yang

berasal dari beberapa sumber yang berbeda.

Pertama, Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan suatu

proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk

memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan

mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari

sehingga siswa mmiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel

dapat diterapkan ( ditransfer ) dari satu permasalahan ke permasalahan

lain.3

Kedua, Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu

strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa

secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan

menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong

siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.4

1

Dr. Wina Sanjaya, M.Pd., Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses…, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, h. 257

2

Elaine B. Johnson, PH.D., Contextual Teaching & Learning: Menjadikan kegiatan belajar-mengajar….., Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007, h. 65

3

http://mariman-guruku.blogspot.com/2008/12/contextual-teaching-and-learning-ctl.html

4

(8)

Ketiga, Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan konsep

belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan

dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan

anatara meteri yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan

mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.5

Keempat, Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan

konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

masyarakat.6 Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih

bermakna bagi siswa., sehingga strategi pembelajaran lebih dipentingkan

daripada hasil.

Kelima, Finger dalam Suryobroto (77) mengungkapkan metode

mengajar lingkungan hidup di mana guru membawa anak-anak keluar

kelas untuk mengamati menyelidiki dan mempelajari hal-hal yang

diajarkan.7 Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran

yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan

dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik

mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam

kehidupan sehari-hari.. Melalui proses penerapan kompetensi dalam

kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar,

dan akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang

dipejarinya.8

Dari beberapa pengertian, dapat disimpulkan bahwa CTL dapat

dikatakan sebagai sebuah strategi pembelajaran yang menunjukan kondisi

alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan diluar kelas,

5

http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-dalam.html. 6

http://fisikamobile.multiply.com/journal/item/3. 7

Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika; Konstruktivistik & Menyenangkan, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007, h.120

8

(9)

bagi siswa dalam membangun pengetahuan dan mengkonstruksi

pemahamannya berdasarkan pengalamannya yang akan mereka terapkan

dalam kehidupannya. CTL menyajikan suatu konsep yang mengaitkan

materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi

tersebut digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana cara belajar

siswa.

Materi belajar akan semakin berarti jika siswa mempelajari materi

pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan

menemukan arti di dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran

akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan belajar keras

untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan selanjutnya siswa akan

memanfaatkan kembali pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu

dalam konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan permasalahan dunia

nyata, baik secara mandiri maupun secara kelompok.

c. Asas-asas CTL

CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas.

Asas-asas ini melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan CTL, diantaranya yaitu:9

1. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun

pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan

pentingalaman.

2. Menemukan (Inquiry)

Inkuiri artinya, proses pemebelajaran sidasarkan pada pencarian

dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum

proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu:

a. Merumuskan masalah

b. Mengajukan hipotesis

c. Mengumpulkan data

9

(10)

d. Menguji hipotesis

e. Membuat kesimpulan

3. Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab

pertanyaan.Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya

akan sangat berguna untuk:

a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa untuk belajar

b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.

c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.

d. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.

e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat

dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.

Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat

heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun

dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka

saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang

lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk

menularkannya pada yang lain.

5. Pemodelan (Modeling)

Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat

juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.

Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL,

sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang

teoritis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.

6. Refleksi (Reflection)

Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap

(11)

untuk “merenung’ atau mengingat kembali apa ayang telah dipelajarinya,

sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.

Konsep pengetahuan baru siswa juga akan lebih bermakna jika

seorang guru memperhatikan berbagai jenis kecerdasan yang dimiliki

siswa, yaitu setiap orang memiliki kesemua kecerdasan tersebut. Walau

bagaimanapun, tahapan dan kombinasi kecerdasan yang berbeda-beda

diantara individu. Dari berbagai jenis kecerdasan tersebut tidak hanya

memberi informasi tentang apa yang dipelajari, tetapi lebihpenting lagi

bagaimana mempelajarinya. Justru CTL dapat membangkitkan potensi

kecerdasan siswa dan pembelajaran akan lebih berkesan.

Dalam CTL, berbagai gaya pembelajaran dapat diterapkan, yaitu:10

1. Pembelajaran secara konkrit seperti mengalami dan melakukan

percobaan, merasakan dan melihatnya.

2. Pembelajaran abstrak, yaitu: dengan melihat konsep yang

dipelajarinya, siswa memikirkan informasi yang mereka terima ketika

pembelajaran.

Dalam penerapan CTL juga diperlukan berbagai macam pasilitas,

diantaranya: berbagai lingkungan, daftar pelajaran, peraturan fisik dikelas,

dan anggaran.11

d. Langkah-langkah Pembelajaran CTL

Dalam CTL, guru berperan dalam memilih, menciptakan, dan

menyelenggarakan pembelajaran yang menggabungkan seberapa banyak

bentuk pengalaman siswa termasuk aspek social, fisikal, dan psikologikal

untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Dalam lingkungan

sekitar, siswa menemukan hubungan yang bermakna antara ide abstrak

dan aplikasi pratikal dalam konteks nyata. Siswa akan memproses

10

Pusat Perkembangan Kurikulum Kementrian Pendidikan Malaysia, Pembelajaran Secara Kontekstual, [oneline], http:// myschoolnet.ppk.kpm.my/bhn /modul/kontekstual.pdf. h. 20

11

(12)

informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan

masuk akal dengan kerangka berpikir yang dimilikinya (ingatan,

pengalaman, dan tanggapan).

Dalam pelaksanaan kegiatan CTL di kelas, guru harus

memperhatikan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini.12

1. Guru memotivasi siswa

Sebelum proses pembelajaran dimulai guru memberikan stimulus

dengan memberikan pertanyaan mengenai materi yang dibahas atau yang

dipelajari.

2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

Siswa diajak untuk mempelajari sebuah materi ajar yang sesuai

dengan standar kompetensi. Dalam hal ini bahwa siswa harus mampu

menyelidiki sifat-sifat zat berdasarkan wujudnya dan penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari.

3. Guru membagi kelompok

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah

siswa. Tiap siswa ditugaskan untuk melakukan observasi. Melalui

observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan

di perpustakaan.

4. Melakukan percobaan

Untuk memperoleh pembelajaran yang bermakna, siswa diharapkan

mampu dan mengetahui penerapannya pada proses yang sebenarnya yang

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

5. Diskusi kelompok

Setiap kelompok mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan

pembagian tugas masing-masing.

6. Hasil diskusi dipresentasikan

Di dalam kelas semua siswa mendiskusikan hasil temuan mereka

sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Kemudian siswa melaporkan

hasil diskusi.

12

(13)

7. Guru menerangkan konsep

Guru membantu menyampaikan materi sekitar masalah yang

dipelajari yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh siswa.

8. Menyimpulkan

Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar

hasil eksperimen yang dilakukan siswa sesuai dengan indikator hasil

belajar yang harus dicapai.

9. Penugasan

Guru menugaskan siswa untuk membuat laporan dari hasil diskusi

dan eksperimen yang merupakan hasil pengalaman dari proses

pembelajaran berlangsung.

Agar proses instruksional dapat dianggap sebagai CTL, guru harus

memperhatikan factor-faktor berikut ketika menggunakan pendekatan

CTL. Konsep ini berdasarkan pada bagaimana siswa belajar, oleh Karena

itu guru harus; 13

1. Merencanakan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan para

siswa. Hubungan antara isi kurikulum dan metode yang digunakan

untuk mengajar para siswa harus didasarkan pada tingkatan tertentu,

perkembangan social, emosional, dan intelektual siswa. Dengan

demikian yang harus menjadi pertimbangan adalah unsure para siswa,

karakteristik individual, lingkungan social dan budaya mereka.

2. Membentuk kelompok yang saling tergantung. Melalui kelompok yang

kecil, siswa belajar dari yang lain dan belajar bekerjasama, perputaran

kualitas, dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya yang diperlukan orang

dewasa di tempat kerja dan dalam konteks yang lain dimana siswa

diharapkan untuk berperan aktif.

3. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri

(diatur sendiri). Para siswa harus memahami kekuatan dan kelemahan

13

Robert G. Bern and Patricia M. Erickson, CTL The Higlightzone: Research @ Work No. 5 [online],

(14)

mereka, untuk menetapkan target yang dicapai, dan untuk

mengembangka strategi untuk mencapai target mereka. Ketika mereka

mempelajari keterampilan ini mereka akan memperoleh kepercayaan

diri dan kompetisi. Melalui guru juga menciptakan lingkungan dimana

siswa merefleksikan bagaimana mereka belajar, bagaimana mereka

mengatasi pekerjaan sekolah, bagaimana mereka mengatasi kesulitan

mereka, dan bagaimana mereka dapat bekerja secara harmonis dengan

yang lain. Dengan pendekatan CTL yang membutuhkan kerja

kelompok., para siswa harus mampu memberikan kontribusi sehingga

kelompok mereka sukses.

4. Mempertimbangkan perbedaan para siswa. Para guru harus mengajar

berbagai siswa. Pertimbangan termasuk latar belakang suku dan ras

siswa, status social, ekonomi mereka, dan berbagai ketidak mampuan

yang mereka miliki.

5. Memperhatikan multi-intelgensi siswa. Dalam menggunakan

pendekatan CTL, maka cara siswa berpartisipasi di dalam keas harus

memperhatikan kebutuhan delapan orientasi pembelajaran. Delapan

orientasi pembelajaran yang melibatkan factor-faktor seperti bahasa,

pendengaran atau penglihatan, musik, bilangan, visualisasi, gerakan

manusia, sosialisasi, dan kepemimpinan.

6. Menggunakan teknik pertanyaan yang meningkatkan pembelajaran

siswa dan perkembangan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir

tingkat tinggi. Agar CTL mencapai tujuannya harus digunakan jenis

dan tingkat pertanyaan yang sesuai. Pertanyaan-pertanyaan harus

disiapkan untuk menghasilkan tingkat berpikir, respon, dan tindakan

yang diharapkan dari siswa.

7. Menerapkan penilaian yang sebenarnya. Assessment adalah proses

pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran

perkembangan belajar siswa. Penilaian sebenarnya mengevaluasi

aplikasi penegatahuan siswa dan pemikiran yang kompleks daripada

(15)

Scott G. Paris meninjau 12 prinsip pembelajaran mandiri dalam

empat kategori umum yang dapat digunakan oleh para guru di dalam

kelas, yaitu: kategori menilai diri sendiri, kategori mengatur diri sendiri,

menolong siswa, memperoleh pemahaman, dan membentuk identitas

siswa sebagai pelajar.14

e. Strategi yang Berasosiasi dengan CTL

Startegi pengajaran yang berasosiasi dengan CTL diperlukan dalam

proses belajar mengajar dikelas agar pembelajaran berlangsung lebih

terarah dan baik. Dibawah ini merupakan beberapa strategi pengajaran

yang berasosiasi dengan CTL dan pelaksanaannya di lapangan dapat

dikombinasikan satu dengan yang lainnya. Strategi tersebut adalah:15

1) Cara Belajar Siswa Aktif

2) Pendekatan Proses

3) Life Skill Education (Pendidikan Kecakapan Hidup)

4) Authentic Instruction

5) Inquiry-Based Learning

6) Cooperatif Learning

7) Service Learning

CTL mengarahkan para guru untuk menggunakan beraneka ragam

strategi pembelajaran, yaitu: kegiatan keterampilan, pengetahuan,

bekerjasama, pengetahuan dasar masalah dan penelitian, penerapan

kehidupan nyata, penilaian sebenarnya dan penggabungan teknologi.16

Para guru di dunia pendidikan, sains telah memperjuangkan beberapa

cara untuk mengkontekskan materi. Mereka telah menggunakan aktivitas

keterampilan, permainan, simulasi, eksperimen, dan menghubungkan

14

Scott G. Paris dan Peter Wiegrad, The Role Self-Regulated Learning in Contextual Teaching: Priciples and Practices for Teacher Preparation, [online], http;//www.ciera.org/library/archive/2001-04/0104 parwin.htm. h.5

15

Dirjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Pendekatan Kontekstual(Contextual Teaching and Learning/CTL), 2003, h. 6

16

(16)

dengan kehidupan nyata (seperti tes darah, masalah control statistik,

menggambar kebun), di laboratorium sekolah dan teknologi. Para guru

lebih menggunakan strategi dasar disekolah (seperti pemecahan masalah

penemuan, penilaian portofolio) dan ini sudah banyak terkenal pada mata

pelajaran pilihan, aan tetapi mereka lebih mempercayakan kuliah,

membuat catatan, menguji fakta dan isi buku, dan instruksi guru.

Beberapa strategi lain yang dapat diterapkan dalam CTL,

diantaranya:17

1. Menghubungkan kepada keterkaitan siswa

2. Membawa IPA ke dalam kerikulum

3. Memerankan pekerjaan sains ke dalam bntuk simulasi.

4. Menggunakan penilaian alternatif

f. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional

Dibawah ini dijelaskan secara singkat perbedaan kedua model

tersebut dilihat dari konteks tertentu.

1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa

berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara

menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan,

dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek

belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.

2) Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok,

seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi.

Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa lebih banyak

belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal

materi pelajaran.

3) Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara

riil; sedangkan dalam pembeljaran konvensional, pembelajaran

bersifatteoritis dan abstrak.

17

Deborah J. Tippins, Implementasi CTL: Casr Study of Julia a middle School Science Novice Tescher, (Universitas Georgia: 2003), [online],

(17)

4) Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman; sedangkan

dalam pembelajaran konvensional kemampuan dperoleh melalui

latihan-latihan.

5) Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan

diri; sedangkan dalam pembeajaran konvensional, tujuan akhir

adalah nilai dan angka.

6) Dalam CTL tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri

sendiri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau

prilaku individu didasarkan oleh factor dari luardirinya, misalnya

individu tidakmelakukan sesuatu disebabkan takut hukuman atau

sekadar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.

7) Dalam CTL pengetahuan yang dimilii setiap individu selalu

berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab

itu terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang

dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional hal ini tidak

mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolute dan final,

oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.

8) Dalam pembelajarn CTL, siswa bertanggung jawab dalam

memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka

masing-masing; sedagkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah

penentu jalannya proses pembelajaran.

9) Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran biasa terjadi di mana saja

dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan;

sedangkan dalam pembelajaran konvensional hanya terjadi di dalam

kelas.

10) Oleh karena tujjuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek

erkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran

diukur dengan cara misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya

(18)

sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional

keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dengan tes. 18

2. Pembelajaran Berbasis Inkuiri

Inkuiri berasal dari bahasa inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai

proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang

diajukan. Pertanyaan ilmiah ini adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan

pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan. Dengan kata lain,

inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi

dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau

memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumus masalah dengan

menunjukkan kemampuan berpikir kritis.19

Pembelajaran dengan penemuan (inquiry) merupakan satu pilar

penting alam pendekatan konstruktivistik yang memiliki sejarah panjang

dalam inovasi atau pembaharuan pendidikan. Burner (1966), penganjur

pembelajaran dengan basis inkuiri, menyatakan idenya sebagai berikut : ” Kita

mengajarkan suatu bahan kajian tidak untuk menghasilkan perpustakaan hidup

tentang bahan kajian, tetapi lebih ditujukan untuk membuat siswa berpikir …

untuk diri mereka sendiri, meneladani seperti apa yang dilakukan oleh seorang

sejarawan, mereka turut mengambil bagian dalam proses mendapatkan

pengetahuan. Mengetahui adalah suatu proses bukan suatu produk” (Nurhadi

& Wikandari, 2000:10) 20. Dengan demikian belajar dengan penemuan dapat

diterapkan dalam banyak mata pelajaran

Menurut Dettrick (Rustaman et al. 2003) melakukan pembelajaran

dengan pendekatan inkuiri berarti membelajarkan siswa untuk mengendalikan

situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia nyata, yaitu dengan

18

Wina Sanjaya M.Pd., op. cit., h. 261-262 19

Muslimin Ibrahim, Inkuiri, Diakses dari http://www.puspa-Unindra6.Blogspot.com/2008_03_01 archive.html.2008

20

(19)

menggunakan teknik yang digunakan oleh para ahli penelitian.21 seperti

dalam merumuskan masalah, mengajukan pertanyaan, menentukan

langkah-langkah penelitian, membuat ramalan, dan menjelaskan hasil penelitian

Sementara ini menurut Sund dan Trowbridge (1973), model

pembelajaran inkuiri adalah mempersiapkan situasi dan kondisi bagi anak

untuk melakukan eksperimen sendiri untuk melihat apa yang terjadi, ingin

menggunnakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri,

menghubungkan yang satu dengan yang lain, membandingkan apa yang

ditemukan dengan apa yang ditemukan orang lain.22

Menurut Sund pengajaran dengan inkuiri mempunyai proses mental

yang lebih kompleks misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen,

menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Dalam pelaksanaan inkuiri

dibutuhkan sikap-sikap objektif, jujur, terbuka, penuh dorongan ingin tahu,

dan tangguh dalam pengajaran.

Menurut NRC (1996) pembelajaran berbasis inkuiri meliputi kegiatan:

observasi, mengajukan pertanyaan, memeriksa buku-buku dan sumber-sumber

lain untuk melihat informasi yang ada, merencanakan penyelidikan,

merangkum apa yang sudah diketahui dalam bukti eksperimen, menggunakan

alat untuk mengumpulkan, menganalisa, dan prediksi serta

mengkomunikasikan hasil.23

Jenis-jenis keterampilan proses yang dikembangkan sejak kurikulum

1984 meliputi keterampilan mengamati (observasi), berkomunikasi,

menafsirkan (inter-pretasi), meramalkan, menerapkan (aplikasi),

melaksanakan percobaan. Keterampilan mengajukan pertanyaan dan yang

penting dikembangkan dalam bekerja ilmiah, yaitu berhhipotesis24

Pembelajaran inkuiri membutuhkan strategi pengajaran yang

mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran

21

Nengsih Juanengsih, Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan…, Tesis, 2006, h. 22.

22

Wartono, Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pendidikan Sains di Sekolah Dasar, IMAPIPA: Khazanah Pengajaran IPA, 1996, h. 34.

23

Sri Anggraeni, Pembelajaran Biologi Berbasis Inkuiri ….. 24

(20)

bermakna. Inkuiri adalah seni dan ilmu bertanya serta menjawab. Inkuiri

melibatkan observasi dan pengukuran, pembuatan hipotesis dan interpretasi,

pembentukan model dan pengujian model. Inkuiri menuntut adanya

eksperimentasi, refleksi, dan pengenalan akan keunggulan dan kelemahan

metode-metodenya sendiri.

Pembelajaran inkuiri dilakukan melalui beberapa siklus, berikut.25

a. Observasi (Observation). Dalam siklus ini siswa melakukan observasi

terhadap objek atau bahan yang akan dijadikan sumber belajar.

b. Bertanya (Questioning). Setelah melakukan observasi, siswa mengajukan

pertanyaan-pertanyaan berdasarkan observasi.

c. Mengajukan hipotesis (Hipothesis), kegiatan pembuatan prediksi atau

jawaban-jawaban sementara atas pertanyaan-pertanyaan diatas.

d. Pengumpulan data (Data gathering), yaitu kegiatan mengumpulkan data

atau informasi yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam masalah

di atas melalui berbagai sumber yang ada.

e. Pembahasan, yaitu kegiatan menganalisis dan membahas data atau bahan

yang telah berhasil dikumpulkan oleh siswa.

f. Penyimpulan (Conclusion), yaitu kegiatan menyimpulkan atas apa yang

sudah dibahas dan ditemukan terhadap suatu masalah.

Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut:26

1) Merumuskan masalah

2) Mengamati atau melakukan observasi

3) Menganalisis dan menyajikan hasil delam Tulsan, gambar, laporan, bagan,

table, dan karya lainnya

4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman

sekelas, guru, atau audien yang lain.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa

pendekatan contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menggunakan

pembelajaran berbasis inkuiri adalah pendekatan yang ditujukan untuk

25

Kunandar, Guru Profesional…….h. 374 26

(21)

membantu siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keahlian yang

diperlukan memunculkan masalah dan menemukan pemecahan masalah

tersebut (konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori baru) oleh siswa itu

sendiri, sehingga siswa menjadi penemu pemecahan masalah yang

independen.

3. Pembelajaran Fisika Terintegrasi Nilai Keagamaan (religius) a. Hakikat Ilmu Fisika

Menurut K.H Bahaudin Mudhary, “Ilmu pengetahuan fisika merupakan ilmu yang mempelajari materi dan energi, mulai inti atom, yang dipelajari para ahli fisika nuklir, sampai bintang-bintang dan galaksi. Dalam kajian fisika segala sesuatu digolongkan menjadi materi (seperti benda padat, cair, dan gas), dan energi (seperti cahaya, listrik, dan panas), Dengan kata lain, kajian dari ilmu pengetahuan fisika adalah alam semesta yang sering disebut al-Amin atau al-Kaun. Alam semesta ini merupakan salah satu sumber kebenaran ilmiah yang harus di tafakurkan, diobservasi, diteliti, dan dinalari secara cermat, akurat, dan seksama. ILmu pengetahuan fisika ini oleh Kiai Bahaudin digolongkan sebagai ilmu pengetahuan eksata. Perintah Allah untuk mengkaji ayat-ayat kauniyah ini sangat banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, seperti pada surat al-Ghasyiyah ayat 17-20, yang berbunyi:27

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia

diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung

bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan”.

mengintegrasikan, menyatupadukan, menggabungkan, mempersatukan,

(dua hal atau lebih menjadi satu). Sebagai kata benda, integration, berarti

integrasi, pengintegrasian atau penggabungan, atau integrity berarti

ketulusan hati, kejujuran dan keutuhan. Dalam kamus besar Bahasa

Indonesia, kata integrasi mengndung arti:1. mengenai keseluruhannya;

meliputi bagian yang perlu untuk menjadikan lengkap; utuh, bulat,

sempurna; 2. tidak terpisah terpadu. Berintegrasi: bergabung supaya

menjadi kesatuan yang utuh, yang tidak akan bias berubah lagi.

27

(22)

Hal lain yang perlu dijelaskan adalah pengetahuan dan ilmu (dan

atau ilmu pengetahuan). Menurut Jujun S. Suriasumantri pengetahuan

dapat diartikan sebagai segala hal ynag kita ketahui tentang suatu obyek

tertentu. Pengetahuan didapat lewat proses berpikir, merasa dan

,mengindra atau melalui intuisidan wahyu dari Tuhan. Terdapat tiga jenis

penetahuan: etis, estetis, dan logis. Pengetahuan etis membicarakan

pengetahuan yang baik dan buruk, estetis yang indah dan jelek, dan logis

yang benar atau salah. Dalam kerangka ini, menurut Jujun, ilmu termasuk

pada penegtahuan logis. Sementara ilmu adalah “organized knowledge

especially when obtained by observation and testing of facts, about

physical world, natural laws and society; study leading to such

knowledge.” (pengetahuan yang terorganisir, khususnya ketika didapat

melalui observasi dan pengujian fakta-fakta tentang dunia fisik, hokum

alam dan masyarakat; suatu kajian yang mengarahkan pada peraihan

pengetahuan seperti itu). Jujun mendefinisikannya sebagai “ suatu

pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah

tersebut tidak lagi merupakan misteri.” Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa ketika disebut ilmu atau ilmu pengetahuan, maka yang

dimaksud adalah satu cabang pengetahuan yang dicirikan dengan sifat

sistematis atau terorganisir, dapat diuji kembali, dan dapat didapat melalui

pikiran, perasaan, indera, intuisi dan wahyu.28

b. Integrasi Sains dengan Agama (Kesadaran Ketuhanan)

Upaya untuk menegakkan obyektivitas ilmu, dan melepaskannya

dari dogma agama (kristen) dalam sejarah Eropa mengalami pergulatan

yang sangat panjang. Setelah ilmu mendapatkan otonomi yang terbebas

dari segenap nilai yang bersifat dogmatic, ilmu dengan leluasa dapat

mengembangkan dirinya baik dalam bentuk abstrak maupun konkret

seperti teknologi. Perkembangan ilmu berbanding terbalik dengan

28

(23)

kepercayaan agama, seperti dalam tradisi positivisme. Satu-satunya

kebenaran ialah kebenaran ilmiah yang bersifat obyektif, dapat diobservasi

(observable) dan terukur (measurable). Penemuan-penemuan ilmiah hanya

dapat dilakukan oleh mereka yang sudah meninggalkan keyakinan agama

yang bersifat dogmatis.

Perkembangan ilmu dan teknologi yang merupakan puncak

intelektualitas manusia yang tidak terkait dengan persoalan moral dan

agama, ternyata menimbulkan ekses negatif yang cenderung menimbulkan

fenomena dehumanisasi. Dihadapkan masalah moral dan ekses sains dan

teknologi yang bersifat merusak, pendapat para ilmuan terbagi kedalam

dua kelompok. Kelompok pertama berpendapat bahwa ilmu harus bersifat

netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologism maupun aksiologis.

Dalam hal ini hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada

orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan digunakan untuk tujuan

yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Kelompok ini ingin

melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total, seperti pada masa

Galileo. Kelompok kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap

nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam

penggunaannya haruslah berlandaskan nilai-nilai moral. Kelompok ketiga

mendasarkan pendapatnya pada realitas bahwa: (a) ilmu menimbulkan

ekses yang bersifat destruktif, seperti munculnya senjata pemusnah missal;

(b) Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin eksoterik hingga kaum

ilmuan lebih mengetahui ekses-ekses yang mungkin terjadi dalam kasus

penyalahgunaan ilmu; dan (c) ilmu dapat mengubah manusia dan

kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika.29

Bagaimana memasukan nilai-nilai, etika, dan moral Islam ke dalam

bangunan sains? Hal ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, ditinjau dari

hasil proses sains dan teknologi yang dapat dilihat dalam dua bentuk,

yakni: (a) teori, gagasan, rumusan-rumusan tentang nilai dan etika yang

dibangun berdasarkan realitas empiris, laboratories (dilakukan

29

(24)

dilaboratorium), replicable (dapat diulang), measurable (dapat diukur),

dan adanya kemungkinan kesalahan yang diketahui melalui rumus-rumus

dan perhitungan statistic. Kedua, ditinjau dari kerangka berpikir yang

menghasilkan teori.30

Dalil-dalil yang melahirkan ide-ide keilmuan (Scientific Ideas)

al-Qur’an dan sunnah adalah rujukan ilmu-ilmu Islam. Al-al-Qur’an adalah

himpunan wahyu yang merupakan dalil ilmu-ilmu. Dalil disini

mengandung arti petunjuk adanya ilmu-ilmu, bukan ilmu itu sendiri. Oleh

karena itu, sejarah menunjukan adanya fakta bahwa al-Qur’an mendorong

umatnya untuk menciptakan ide-ide sains yang menjadi dasar bagi

perkembangan ilmu dikemudian hari.31

c. Signifikansi Pembelajaran Sains dengan Agama (bernuansa IMTAQ)

Pembelajaran sains bernuansa IMTAQ dapat diberikan secara

eksplisit maupun implisit. Pembelajaran sains bernuansa IMTAQ secara

eksplisit adalah mempelajari sains dengan sistem nilai dan moralnya

dikaitkan dengan dalil-dalil ajaran agama, seperti dikaitkan dengan

ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang relevan untuk melegitimasinya. Adapun

pembelajaran sains bernuansa IMTAQ secara implisit adalah menggali

sistem nilai dan moral yang dikandung oleh setiap bahan ajarnya dikaitkan

dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat untuk dianalogikan

dalam kehidupan manusia. Pemberian nuansa secara implicit dalam setiap

pembelajaran sains tersebut adalah sangat diberikan kepada kelas yang

bersifat heterogen, yaitu siswa-siswa di dalam kelas itu menganut Agama

yang berbeda-beda sehingga penganut Agama lainnya tidak merasa

tersinggung. Tetapi untuk sekolah-sekolah yang sifatnya homogen, seperti

madrasah-madrasah sudah semestinya pemberian nuansanya secara

eksplisit, seehingga menambah keyakinan dan keimanan terhadap ajaran

30

Kusmana, Ibid., h. 93 31

(25)

agamanya, serta lebih meyakini kebenaran ilmu yang dipelajarinya.

Bertambahnya pemahaman dan penghayatan seseorang terhadap system

nilai dan moral dari materi pelajaran sains, serta akhirnya meningkatkan

keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang

senantiasa ingat adanya Allah, dalam kehidupannya akan terjaga dari

perbuatan nista atau terhindar dari perbuatan yang dimurkai oleh Allah,

karena ia meyakini bahwa siksa Allah adalah sangat pedih.Dengan

demikian pembelajaran sains bernuansa IMTAQ diharapkan dapat

menghasilkan generasi yang memiliki wawasan IPTEK dan menghayati

akan nilai-nilai dan moral yang didukung oleh setiap bahan ajarnya.32

d. Konsep Zat dan Wujud

Bentuk zat ada yang padat, cair, dan juga gas. Ini merupakan tiga

keadaan atau fase zat. Bahwa suatu zat mampu berubah bentuk atau wujud

tetapi zatnya tetap sama. Zat kayu akan tetap kayu walaupun bentuknya

berubah-ubah. Misalkan batang dari pohon digunakan untuk membangun

rumah dan membuat perabotan meja atau kursi. Begitu juga dengan wujud

es, air, dan uap air yang memiliki bentuk yang berbeda tetapi merupakan

zat yang sama. Cara termudah dan umum dilakukan untuk membedakan

fase-fase zat ialah dengan memperhatikan bentuk dan volume zat.33

Padat: partikel zat padat sangat rapat sehingga tidak dapat bergerak dengan bebas. Setiap partikel tersusun teratur dan tetap pada posisinya

karena diikat kuat oleh gaya tarik-menarik antar partikel. Susunan ini

menyebabkan partikel tidak dapat berpindah, tatpi memiliki energi untuk

bergerak. Jadi, partikel zat padat hanya dapat bergetar dan berputar

ditempatnya. Inilah alasan mengapa zat padat memiliki bentuk dan volume

yang tetap.

32

DR. H. Suroso Adi Yudianto, M.Pd., Manajemen Alam; Sumber Pendidikan Nilai, Bandung: Mughni Sejahtera, 2005, h. 28

33Kamajaya, Tedy Wibowo, Inspirasi Sains Pelajaran IPA Terpadu

(26)

Cair: Partikel zat cair juga rapat tetapi tidak serapat partikel zat padat sehingga dapat bergetar dan bergerak lebih bebas. Walaupun

demikian, partiel zat cair tidak mudah meninggalkan kelompoknya karena

gaya tarik-menarik antar partikel yang mengikat. Hal ini menyebabkan zat

cair mempunyai volume tetap tetapi tidak mempunyai posisi yang tetap

sehingga dapat dikatakan zat cair mengalir

Gas: Partikel zat gas terbesar luas dan tidak tersusun. Partikel-partikelnya bergerak bebas ke semua arah dengan cepat karena gaya

tarik-menarik antar partikel zat sangat lemah. Partikel-partikel tidak lagi

bersentuhan kecuali pada saat bertumbukan. Selain itu, partikel juga

bertumbukan dengan dinding wadah yang ditempatinya. Kondisi inilah

yang menyebabkan gas dapat memberikan tekanan. Partikel zat gas tidak

mempunyai bentuk dan volume yang tetap.

Nilai religius : Menurut Suroso Adi Yudianto, ”nilai religius suatu bahan ajar IPA adalah kandungan nilai yang dapat meningkatkan keyakinan terhadap Allah SWT. Keteraturan, keseimbangan, peristiwa sebab akibat, dan sebagainya merupakan aspek yang dapat menumbuhkan kesadaran bahwa segala hal yang terjadi pasti ada yang menciptakan dan mengaturnya ( Suroso Adi Y., 1998: 14).”34

Perkara gaib yang paling agung dan paling jauh dari jangkauan

pengetahuan manusia adalah tentang hakikat zat Tuhan Yang Maha Suci,

yang Mahaluhur mengatasi semua makhluk, yang tersifati dengan segala

kesempurnaan dan suci dari setiap kekurangan.35

lembaga-lembaga Al-Qur’an mengajak akal untuk mengakui

kekurangan dirinya dalam menegtahui hakikat zat Allah SWT, yaitu

dengan mengetahui wujud-Nya, keesaan-Nya, dan kekhasan pribadi-Nya

dengan kesempurnaan yang paling luhur. Juga dengan mengetahui

keindahan pengaturan-Nya terhadap jagat raya ini dan kebersifatan-Nya

dengan sifat ilmu, hikmah, berkehendak, kuasa, mulia, kasih saying, dan

seterusnya dari sifat-sifat kesempurnaanyang layak bagi zat-Nya.

34

Suroso Adi Yudianto,., op.cit, h. 306-307 35

(27)

Untuk mengetahui dalil-dalil secara rinci tentang sifat wujud Allah

SWT. Firman-Nya,

“apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi?....” (ath-Thur: 35-36)

Karena, adanya akibat pasti ada penyebabnya. Segala gerak pasti ada

penggeraknya dan setiap ciptaan pasti ada penciptanya. Ini fitrah hukum

alam yang tidak mungkin dispungkiri kecuali oleh para pendusta. Kalau

mereka tidak tercipta dari sesuatu, mungkinkah mereka menciptakan dari

mereka sendiri? Tentu tidak, karena sesuatu tidak akan menciptakan

dirinya sendiri, juga karena makhluk sebelum kejadiannya adalah ‘adam

tidak ada’, sedang ketiadaan (‘adam) mustahil bisa menjadikan sesuatu

menjadi ada.

Wujud Sang Pencipta merupakan hakikat yang baku dan beriman

kepada-Nya merupakan fitrah dalam jiwa yang bersih. Dari sini dapat

dikatakan bahwa perasaan pertama yang muncul dalam diri manusia ketika

ia mengamati dirinya dan alam sekitarnya adalah tentang adanya sebuah

kekuatan besar yang mengendalikan, memelihara, mengatur alam dan

kehidupan, serta bertindak sekehendak sekehendak dirinya. Kepercayaan

dan keyakinan seseorang terhadap sesuatu sudah cukup jika perasaan

fitrahnya sesuai dengan hal-hal yang dicapai oleh peneliti melalui

metodologi yang benar. Jika penelitian tidak dipengaruhi oleh hawa nafsu

dan fanatisme, akan menagantarkan penelitianya mencapai hasil yang

(28)

beriman kepada Allah serta beriman kepada semua yang ditetapkan oleh

Islam, agama yang benar.36

Dari penjelasan di atas, penulis menganalisa bahwa konsep zat dan

wujudnya dapat diintegrasikan dengan nilai keagamaan yang dihubungkan

dengan nilai-nilai ilahiyah melalui ayat-ayat qauniyyah. Dengan harapan

siswa lebih paham akan konsep materi tersebut, dan dapat meningkatkan

keyakinan dank ke-Esaan Allah SWT (tauhid) pada diri siswa.

B. Bahasan Hasil Penelitian yang Relevan

CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for

Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi,

20 sekolah dan lembaga lembaga ayat-ayat 37

Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning

(CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara

materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini

siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa

mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menghidari

bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti.

Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang

memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa

akan berusaha untuk meggapainya.

36

Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains Al-Qur’an …., Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2004, h. 7

37

(29)

C. Kerangka Berpikir

Belajar dan pembelajaran adalah aktivitas dimana guru dan siswa dapat

saling berinteraksi. Didalam proses interaksi yang terjadi di kelas melibatkan

adanya perbedaan kecepatan setiap siswa dalam menerima dan memahami

suatu materi pelajaran, ada siswa yang cepat, sedang, dan ada juga yang

lambat.

Beberapa faktor yang menjadi penghambat atau penghalang proses

pembelajaran siswa antara lain: pertama hambatan psikologis misalnya minat,

sikap, dan intelgensi. Dan kedua adalah hambatan fisik seperti kelelahan,

sakit, dan keterbatasan dengan indera. Karena adanya hambatan tersebut

menyebabkan proses pembelajaran siswa kurang efektif dan efisien. Oleh

karena itu pembelajaran CTL terintegrasi nilai keagamaan dengan

menggunakan metode inkuiri (Inquiry Based Learning) dapat dijadikan salah

satu pilihan strategi dan metode yang efektif dalam pelaksanaan kegiatan

pembelajaran agar tercapai hasil belajar yang bermakna.

Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata, mendorong

siswa membuat hubungan antar pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka menambahkan keyakinan mereka

terhadap apa yang jadi pengalamannya dalam belajar. Guru mengintegrasikan

suatu ilmu pengetahuan dalam ilmu fisika dengan nilai religius. Kemampuan

para siswa mengaitkan pengetahuan akademis mereka dengan kehidupan

sehari-hari mereka, semakin banyak makna pelajaran.

Proses pembelajaran CTL berlangsung alamiah. Siswa bekerja

mengalami sendiri, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi

pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil, Siswa akan menyadari bahwa

yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti.

Belajar berbasis inkuiri membutuhkan strategi pengajaran yang

mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran

bermakna. Dengan mengaplikasikan CTL berbasis inkuiri, siswa dapat

(30)

dalam proses pembelajaran sehari-hari. Hal ini dapat meningkatkan minat

belajar fisika siswa dan berimplikasi pada hasil belajar yang berupa

pemahaman siswa terhadap konsep zat dan wujudnya yang terintegrasi nilai

religius.

Pendekatan CTL dengan menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri

(31)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Ho = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara penggunaan CTL model

inquiry based learning pada konsep zat dan wujudnya terhadap hasil

belajar siswa.

Ha = Terdapat pengaruh yang signifikan antara penggunaan CTL model

inquiry based learning pada konsep zat dan wujudnya terhadap hasil

belajar siswa. Faktor Internal

Faktor Eksternal

Pembelajaran CTL Inquiry Based Learning

Mengaktifkan Potensi Siswa BELAJAR

Penerimaan dan penggunaan konsep Terintegrasi Nilai Keagamaan

Menghubungk an pikiran danTindakan

Kebergantung an Positif

(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

eksperimen, dengan menganalisis uji-t yang menganalisis pengaruh yang

terjadi antara variabel X dan O berdasarkan perbedaan hasil belajar antara

kelompok eksperimen yang menggunakan pendekatan CTL dengan model

pembelajaran berbasis imkuiri, dan kelompok kontrol dengan menggunakan

metode demonstrasi. Metode eksperimen merupakan kegiatan yang

direncanakan dan dilaksanakan oleh peneliti untuk mengumpulkan bukti-bukti

yang ada hubungannya dengan hipotesis yang diajukan, yaitu dengan melihat

akibat setelah subjek dikenai perlakuan pada variabel bebasnya.

Tujuan penelitian eksperimen yaitu mengetahui sebab-akibat dengan

cara mengenakan kepada satu kelompok atau lebih kelompok eksperimental

kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih

kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan.1

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Control

Group Pre test-Post test Design”2. Dalam rancangan ini dilibatkan dua

kelompok yang dibandingkan. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan

untuk jangka waktu tertentu.

Pengukuraran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan diberikan dan

pengaruh perlakuan diukur dari perbedaan antara tes awal (O1) dan tes akhir

(O2). Desain penelitian ini tampak pada tabel 3.1.

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: suatu pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, h. 108-109.

2

. Suharsimi Arikunto, Ibid, h. 86-87.

(33)

Tabel 3.1 Control Group Pre test-Pos test Design

Grup Pre test Variabel Terikat Post test

Eksperimen O1 XM O2

Kontrol O1 Xm O2

Keterangan:

O1 = Tes yang diberikan sebelum proses belajar mengajar dimulai,

diberikan kepada kedua kelompok (eksperimen dan kontrol).

XM = Pemberian perlakuan proses belajar mengajar untuk kelompok

eksperimen menggunakan model pembelajaran berbais inkuiri

(inquiry based learning)

Xm = Pemberian perlakuan proses belajar mengajar untuk kelompok kontrol

dengan menggunakan metode demonstrasi

O2 = Tes yang diberikan setelah proses belajar mengajar dan diberikan

kepada kedua kelompok.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2009/2010,

pada bulan Oktober 2009. Dan bertempat di MTs Al-Khairiyah

Citeureup-Bogor.

C. Prosedur Penelitian

1. Tahap Awal (Pendahuluan)

Langkah awal pada tahap persiapan sebelum melaksanakan penelitian

adalah pengurusan surat izin penelitian dari Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Langkah selanjutnya adalah survey ke tempat penelitian

yang dituju, melalui informasi yang diperoleh dapat dikaji suatu masalah

yang terdapat pada proses kegiatan belajar-mengajar kemudian melakukan

studi literatur yang berhubungan dengan kajian teori yang sesuai dengan

(34)

mengetahui perangkat penelitian yang harus disiapkan, juga dapat menentukan

waktu yang direncanakan untuk penelitian.

Pada tahap ini, melakukan pembuatan perangkat pembelajaran dengan

bimbingan dosen pembimbing, dan penyusunan instrumen untuk penelitian.

Setelah itu instrumen yang telah dibuat dapat diuji cobakan.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Menentukan dua kelompok sampel, yaitu kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Selanjutnya, dilaksanakan tes awal (pre test) kepada kedua

kelompok penelitian menggunakan soal-soal hasil analisis data uji coba

instrumen penelitian. Setelah itu dilaksanakan kegiatan belajar mengajar dapat

dilaksanakan. Kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran

melalui pendekatan CTL dengan menggunakan model pembelajaran berbasis

inkuiri, sedangkan kelompok kontrol dengan menggunakan metode

demonstrasi. Setelah diberikan perlakuan, dilaksanakan tes akhir ( post test)

untuk kedua kelompok penelitian dengan menggunakan soal-soal yang sama

pada saat tes awal (pre test) dilaksanakan. Tes post test merupakan langkah

terakhir pada tahap pelaksanaan penelitian. Tahap selanjutnya adalah tahap

akhir dalam proses penelitian.

3. Tahap Akhir Penelitian

Setelah kelompok penelitian melaksanakan tes akhir (post test).

Selanjutnya adalah melakukan analisis data hasil tes awal (pre test) dan tes

akhir (post test) kedua kelompok penelitian, kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol, menggunakan uji statistik. Setelah itu dilakukan penarikan

kesimpulan berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan sebelumnya.

Penarikan kesimpulan merupakan langkah paling akhir dalam prosedur

(35)

Studi Literatur Survei

Pendahuluan

Telaah Kurikulum

Masalah

Pembuatan Perangkat Pembeljaran

Penyusunan Instrumen

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian

Uji coba Revisi

Pelaksanaan

Pretest

Penerapan CTL dengan menggunakan pembelajaran

berbasis inkuiri di kelas

Pelaksanaan Posttest

Analisa Data

Hasil Penelitian

(36)

D. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel

adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.3Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs Al-Khairiyah Citeureup-Bogor.

Pembagian kelas di sekolah tersebut disebar secara merata dan tidak dibagi

berdasarkan kelas unggulan.

Sampel penelitian yang digunakan diambil dua kelas VII yang ada.

Adapun sampel yang akan diambil adalah kelas VII-A sebagai kelas

eksperimen dan kelas VII-B sebagai kelas kontrol.

E. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dilaksanakan secara claster sampling, dan

pemilihan kelas diambil secara random, sehingga terpilih satu kelas yakni

kelas VII-A sebagai kelas eksperimen dengan jumlah sebanyak 30 siswa yang

diberi metode CTL dan kelas VIII-B sebagai kelas control dengan jumlah 30

siswa yang diajar dengan metode demonstrasi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan, yaitu dengan tes (Test). Instrumen penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes hasil belajar pada

aspek kognitif. Tes merupakan alat ukur dalam menentukan adanya perubahan

akibat perlakuan dari penelitian. Tes diberikan dalam bentuk pilihan ganda (a,

b, c, dan d). Soal-soal yang diambil dari beberapa sumber yang relevan dan di

adaptasi untuk tujuan penelitian ini.

G. Instrumen Penelitian

Sebelum instrumen tes di buat, peneliti terlebih dahulu membuat

kisi-kisi instrumen tes. Kisi-kisi-kisi adalah suatu format atau tes matriks yang

3

(37)

membuat kriteria tentang soal-soal yang diperlukan oleh suatu tes atau ujian4.

Kisi-kisi disusun bertujuan untuk menjamin bahwa soal yang dikembangkan

sesuai dengan tujuan yang hendak diukur. Untuk itu, sebelum uji coba

instrumen peneliti melakukan validitas isi berdasarkan jugdmen pakar, yaitu

pembimbing skripsi dan praktisi, yaitu guru bidang studi fisika.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen

Aspek yang diukur

H. Variabel Penelitian

Variabel Bebas (O) :Pembelajaran menggunakan pendekatan CTL

dengan pembelajaran berbasis inkuiri.

Variabel Terikat (X) :Hasil belajar siswa pada konsep Zat dan

wujudnya terintegrasi nilai keagamaan.

4

(38)

I. Uji Coba Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya telah

diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa kelas VIII yang tidak diikutkan

dalam sampel. Uji coba instrumen ini dimaksudkan untuk mengetahui

syarat-syarat suatu tes yang baik seperti validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan

daya pembeda.

1. Pengujian Validitas

Pengujian validitas dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan

mengkorelasikan antara skor item instrumen dengan menggunakan rumus

korelasi Pearson Product Moment,5 yaitu :

(

) ( )( )

rxy = koefisien korelasi

ΣXi = jumlah skor item

ΣYi = jumlah skor total (seluruh item) n = jumlah responden

Setelah harga koefisien korelasi Pearson Product Moment diperoleh,

maka dilakukan uji signifikansi untuk mengukur keberartian korelasi

berdasarkan distribusi kurva normal dengan menggunakan statistik uji-t

dengan rumus :

thitung = nilai hitung koefisien validitas

rxy = koefisien korelasi tiap butir soal

n = jumlah responden

5

Ridwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula,

(39)

Kemudian hasil di atas dibandingkan dengan nilai t-tabel pada

signifikansi 5% (α = 0.05) dan derajat kebebasan (dk) = n – 2. Kaidah

keputusannya : jika thitung > ttabel berarti valid, sebaliknya jika thitung < ttabel

berarti tidak valid. Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran

indeks korelasinya (r)6 sebagai berikut :

Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0.80 – 1.000 Sangat tinggi

0.60 – 0.799 Tinggi

0.40 – 0.599 Sedang

0.20 – 0.399 Rendah

0.00 – 0.199 Sangat rendah (tidak valid)

2. Pengujian Reliabilitas

Dalam hal ini peneliti menguji reliabilitas dengan menggunakan

metode single test single trial method, maksudnya pengetesan hanya

menggunakan sebuah tes dan di uji cobakan satu kali. Reliabilitas tes

ditentukan dengan menggunakan rumus (KR20): 7

r 11 = koefisien reliabilitas tes

p = proporsi subjek yang menjawab item yang benar

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1- p)

Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

6

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, Jakarta : Erlangga, 2008,, h. 81- 82.

7

(40)

n = banyaknya item

S2 = standar deviasi dari tes

Jika instrument itu reliable, maka dapat dilihat kriteria penafsiran indeks

reliabilitasnya (r11) sebagai berikut:

Tabel 3.4 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen Interval Koefisien Tingkat Korelasi

< 0,20 Tidak ada korelasi

0,020 0,40 Korelasi rendah

0,40 0,70 Korelasi sedang

0,70 0,90 Korelasi tinggi

0,90 1,00 Korelasi sangat tinggi

1,00 Korelasi sempurna

3. Tingkat Kesukaran

Taraf kesukaran butir soal merupakan bagian dari keseluruhan siswa

yang menjawab benar pada butir soal tersebut, soal yang baik memiliki 3

variasi, yaitu mudah (25%), sedang (50%), dan sukar (25%). Angka indeks

kesukaran item itu dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:8

JS B

P=

Keterangan:

P = Taraf kesukaran butir soal

B = Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal yang

dianalisis

JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Berdasarkan harga P yang dimiliki masing-masing butir soal, dapat

diketahui butir soal mana yang tergolong sukar, sedang dan mudah. Butir soal

8

(41)

dengan P>0.75 tergolong mudah, butir soal dengan 0.25≤P≤0.75 tergolong

sedang, dan butir soal dengan P<0.25 tergolong sukar.

4. Daya Pembeda (Discriminating Power)

Daya pembeda butir soal menunjukka seberapa jauh kemampuan butir

soal tersebut dalam membedakan siswa pandai atau berkemampuan tinggi

dengan siswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda (DP) daya

pembeda butir soal diperoleh melalui persamaan:9

B

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal

dengan benar

BB

= banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal

dengan benar

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

DP = daya pembeda

Klasifikasi daya pembeda soal:

Tabel 3.5 Klasifikasi daya pembeda

Indeks Kriteria

(42)

J. Teknik Analisis Data

Analisis data diawali dengan pengujian persyaratan analisis, yaitu uji

normalitas dan uji homogenitas kemudian dilanjutkan dengan pengujian

hipotesis.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian terhadap normal tidaknya sebaran data

yang akan dianalisis. Teknik yang digunakan untuk menguji normalitas dalam

penelitian ini adalah dengan metode Chi-Kuadrat.10

Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut:

1) Mencari skor terkecil dan terbesar

2) Mencari nilai rentang (R)

3) Mencari banyaknya kelas (BK)

4) Mencari nilai panjang kelas:

BK R i=

5) Membuat tabulasi dengan table penolong

6) Mencari rata-rata:

n fXi

=

χ

7) Mencari simpangan baku (standar deviasi):

(

)

8) Membuat daftar frekuensi yang diharapkan dengan cara:

a) Menentukan batas kelas

b) Mencari nilai Z-skor untuk batas kelas interval dengan rumus:

S

menggunakan angka-angka untuk batas kelas

(43)

d) Mencari luas kelas interval dengan mengurangkan angka-angka 0 – Z

yaitu angka baris pertama dikurangi baris ketiga dan seterusnya.

e) Mencari frekuensi yang diharapkan (fe) dengan cara mengalikan luas

tiap interval dengan jumlah responden.

9) Mencari Chi Kuadrat hitung

(

χ2hitung

)

:

kebebasan (dk) = k – 1, dengan criteria:

Jika χ2hitung ≥ χ2tabel artinya distribusi data tidak normal

Jika χ2hitung ≤ χ2tabel artinya data berdistribusi normal

2. Uji Homogenitas

Setelah kelas diuji kenormalannya maka setelah itu kelas diuji

kehomogenitasannya. Teknik yang digunakan untuk uji homogenitas pada

penelitian ini adalah dengan uji Bartlett.11

Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

1) Masukan angka-angka statistic untuk pengujian homogenitas pada table

penolong

2) Menghitung varians (S) gabungan dari kedua sampel:

3) Menghitung Log S

4) Menghitung B

5) Menghitung nilai χ2hitung

(44)

3. Uji Hipotesis

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata antara dua

kelompok, maka dilakukan uji-t.

Uji-t adalah tes statistik yang dapat dipakai untuk menguji perbedaan

atau kesamaan dua kondisi perlakuan atau dua kelompok berbeda. Kemudian

diuji dengan rumus:12

χ : rata-rata nilai hasil belajar kelompok siswa yang diajar

menggunakan pendekatan CTL dengan pembelajaran

berbasis inkuiri

2

χ : rata-rata nilai hasil belajar kelompok siswa yang diajar tidak

menggunakan pendekatan CTL dengan pembelajaran

berbasis inkuiri

1

n : jumlah sample kelas eksperimen

2

n : jumlah sampel kontrol

1

S : varians kelompok esperimen

2

S : varians kelompok kontrol

S : nilai varians gabungan

Langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:

1) Menentukan derajat kebebasan (dk) dengan rumus:

dk=

(

n1−1

) (

+ n2−1

)

2) Menentukan nilai ttabel

3) Menguji hipotesis

12

Gambar

table, dan karya lainnya
Gambar  2.1  Bagan Kerangka Pikir
Tabel 3.1 Control Group Pre test-Pos test Design
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait