• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Alat Ukur Tingkat Kerusakan Minyak Goreng Menggunakan Prinsip Penyerapan Medan Listrik Yang Dikarakterisasi Terhadap Bilangan Peroksida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perancangan Alat Ukur Tingkat Kerusakan Minyak Goreng Menggunakan Prinsip Penyerapan Medan Listrik Yang Dikarakterisasi Terhadap Bilangan Peroksida"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN ALAT UKUR TINGKAT KERUSAKAN MINYAK

GORENG MENGGUNAKAN PRINSIP PENYERAPAN MEDAN

LISTRIK YANG DIKARAKTERISASI TERHADAP BILANGAN

PEROKSIDA

SKRIPSI

MAIZAL ISNEN

100801021

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERANCANGAN ALAT UKUR TINGKAT KERUSAKAN MINYAK

GORENG MENGGUNAKAN PRINSIP PENYERAPAN MEDAN

LISTRIK YANG DIKARAKTERISASI TERHADAP BILANGAN

PEROKSIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai

gelar Sarjana Sains

MAIZAL ISNEN

100801021

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

iii

PERSETUJUAN

Judul : Perancangan Alat Ukur Tingkat Kerusakan Minyak Goreng Menggunakan Prinsip Penyerapan Medan Listrik Yang Dikarakterisasi Terhadap Bilangan Nomor Induk Mahasiswa : 100801021

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika

Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, 26 Agustus 2014

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Bisman Perangin-angin,M.Eng.Sc Dr. Tulus Ikhsan Nasution, M.Sc. NIP. 195609181985031002 NIP. 197407162008121002

Disetujui Oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PERANCANGAN ALAT UKUR TINGKAT KERUSAKAN MINYAK GORENG MENGGUNAKAN PRINSIP PENYERAPAN MEDAN LISTRIK

YANG DIKARAKTERISASI TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing- masing di sebutkan sumbernya.

Medan, 26 Agustus 2014

(5)

v

PENGHARGAAN

Alhamdulillahirabbil ‘alamiin, puji syukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul Perancangan Alat Ukur Tingkat Kerusakan Minyak Goreng Menggunakan Prinsip Penyerapan Medan Listrik yang Dikarakterisasi Terhadap Bilangan Peroksida. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Rasulullah, Muhammad SAW semoga kita mendapatkan syafa’atnya di kemudian hari kelak. Aamiin.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat maupun ucapan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada pihak-pihak yang telah menunjang atas selesainya skripsi ini. Baik itu keluarga, penyumbang dana penelitian, laboratorium, serta teman-teman. Diantaranya kepada :

1. Ayahanda Amdadi, S.Pd dan Ibunda Habibah, terima kasih atas kasih sayang dan kepercayaannya dan senantiasa mengingatkan dan menyemangati baik untuk kuliah, belajar, sampai penelitian skripsi. Juga kepada adikku tercinta Meri Handayani, yang saat ini masih sekolah di tingkat SMA yangmana telah meminjamkan laptop demi keperluan skripsi ini selama 6 bulan. Serta seluruh keluarga yang berada baik di Jambi maupun Jawa Barat, yang turut mendoakan untuk kelancaran penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Tulus Ikhsan Nasution, M.Sc. sebagai dosen pembimbing pertama yang telah berkontribusi dalam pemeriksaan isi, analisis data dan pembahasan pada skripsi ini, serta sebagai penasehat dalam riset. Pengalaman beliau telah membuat penulis berfikir lebih keritis tentang dunia riset.

3. Bapak Dr. Bisman Perangin-angin, M.Eng.Sc. sebagai dosen pembimbing kedua yang turut menuangkan pemikirannya dalam membahas hasil penelitian ini. Banyaknya ilmu yang telah beliau berikan semasa kuliah tentang rangkaian dan akuisisi sinyal analog yang diaplikasikan dalam penelitian ini.

4. Bapak dosen penguji, Dr. Marhaposan Situmorang, Bapak Drs. Aditia Warman M.Si, Bapak Tuaraja Simbolon, M.Si., atas saran dan masukannya dalam penyelesaian skripsi ini.

5. UKM Robotik SIKONEK USU, sebagai tempat penulis mendalami ilmu pemrograman, embeded system dan elektronika selama kurang lebih 3 tahun. 6. Tanoto Foundation, selaku penyumbang dana pendidikan dari program

National Champion Schoolarship 2012, dan penyumbang dana penelitian dalam program Tanoto Students Research Award 2014.

7. Temana sejawat maupun senior di Laboratorium Fisika Terpadu dan Fisika Dasar (LIDA USU), Bang Oki Handinata, S.Si., Kak Fitri Hidayati Sinaga, Kak Melly Frizha Nasution, M.Si., M. Balyan, M. Iqbal, Kak Pepi, Ikhwanuddin dan Riki Efendi.

8. Sahabat seperjuangan di Departemen Fisika angkatan tahun 2010 yang cukup banyak dan kompak. Serta seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terimakasih atas sarannya.

Semoga tulisan ini mampu menjadi sumber ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan penelitian di Indonesia. Aamiin yaa Rabbal’aalamiin.

(6)

PERANCANGAN ALAT UKUR TINGKAT KERUSAKAN MINYAK GORENG MENGGUNAKAN PRINSIP PENYERAPAN MEDAN LISTRIK

YANG DIKARAKTERISASI TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA

ABSTRAK

Suatu identifikasikan pada perubahan kualitas minyak goreng telah dilakukan dengan mengidentifikasikan perubahan bilangan peroksida akibat terjadinya perubahan konstanta dielektrik yang ditunjukkan oleh perubahan tegangan yang terjadi pada sensor. Sensor dibentuk dari dua keping sejajar yang bekerja menggunakan prinsip perambatan gelombang listrik. Pengamatan dilakukan dengan mengukur pelemahan amplitudo gelombang listrik akibat interaksi sampel minyak goreng terhadap sensor. Dalam hal ini plat sejajar terhubung ke osilator pembangkit gelombang sinusoidal. Menggunakan frekuensi 700 kHz, sensor telah menunjukkan tegangan listrik yang berbeda untuk setiap sampel yang berbeda. Pengujian dilakukan terhadap lima sampel minyak yang telah dioksidasi pada temperatur tetap 235oC selama 0, 5, 10, 15, dan 20 menit. Hasil pengujian dengan metode iodometri berturut-turut menunjukkan bilangan peroksida 1,99, 9,95, 5,96, 11,86, 15,92 meq/kg dengan tren naik. Sementara itu, hasil pengujian terhadap sistem sensor berturut-turut menunjukkan nilai tegangan 1,13948, 1,14778, 1,16559, 1,17315, 1,17608 volt dengan tren grafik naik. Artinya, telah didapat suatu hubungan. Yang mana, semakin tinggi nilai tegangan sensor maka semakin tinggi pula tingkat kerusakan yang terjadi pada minyak. Perubahan tegangan sensor yang terjadi adalah diakibatkan adanya perubahan konstanta dielektrik minyak, yang mana proses pemanasan menyebabkan kerusakan struktur molekul minyak tersebut. Semakin rusak strukturnya menyebabkan semakin sulitnya molekul minyak mengalami polarisasi, ditunjukkan dengan semakin kecilnya konstanta dielektrik. Sehingga aliran arus listrik semakin kecil namun tegangan sensor semakin besar. Dengan kata lain, semakin tinggi tegangan sensor maka semakin rendah konstanta dielektriknya. Konstanta dielektrik yang rendah menunjukkan bilangan peroksida yang rendah dan tingkat kerusakan minyak yang tinggi.

(7)

vii

DESIGN OF EDIBLE OIL DEGRADATION LEVEL MEASUREMENT TOOL USING ELECTRIC FIELD ABSORBTION PRINCIPLE

CHARACTERIZED WITH PEROXIDE NUMBER

ABSTRACT

The identification of changes in oil quality has been done by indicating the change in peroxide number caused by the change of dielectric constant which showed by the change in sensor voltage. The sensor was formed from two parallel flats that worked by using the principle of electric wave propagation. The observation was done by measuring the amplitude of the electric wave attenuation caused by interaction between edible oil samples and with the sensor. In this case, the parallel flats were connected to a sinusoidal wave oscillator. Using 700 kHz radio frequency, the sensor has showed measurable voltage differences for each different samples. The testing was carried out to five oil sample that underwent oxidation process at fixed temperature of 235oC for 0, 5, 10, 15 and 20 minutes.

The result with iodometric method successively showed peroxide values about 1.99, 9.95, 5.96, 11.86, and 15.92 meq/kg with rising trend. While, the result using sensor system consecutively showed voltages values 1.13948, 1.14778, 1.16559, 1.17315, and 1.17608 volts with rising trend. This mean, the relation has found. Where, the higher sensor voltages value showed the higher degree of damage in oil. The change in voltage sensor value was caused by the change in oil dielectric constant, in which heating process cause the damage of oil molecules structure. More damage of the structure provided more difficult for oil molecules to polarized, indicated by smaller dielectric constant. Therefore the electric current was smaller but the potential sensor was higher. On the other hand, more high the sensor voltage showed more small in dielectric constant. The small of dielectric constant showed the low level in the peroxide number and the level of degradation of oil was higher.

(8)

DAFTAR ISI

1.7. Metodologi Penelitian ... 4

BAB 2 Tinjauan Pustaka ... 6

2.1. Medan Listrik ... 6

2.1.1. Definisi Umum Gelombang ... 6

2.2. Interaksi Medan Listrik Pada Material Dielektrik ... 7

2.3. Peroksida pada Minyak Goreng ... 10

2.3.1. Pengertian Minyak Goreng ... 10

2.3.2. Kerusakan Minyak Goreng dan Parameternya ... 11

2.3.3. Dampak Peroksida pada Minyak Goreng Terhadap Kesehatan ... 13

2.4. Penelitian Terdahulu Mengenai Kajian Peroksida Dalam Minyak Goreng, Alat Ukur dan Metode Pengukuran Komersial ... 13

2.5. Data Processing ... 15

2.6. Osilator XR2206 ... 19

2.7. Operational Amplifier Analog Devices 620 ... 20

2.8. Bahasa Pemrograman Mikrokontroler dengan CodeVisionAVR ... 21

BAB 3 Metode Penelian ... 24

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2. Peralatan, Bahan dan Komponen ... 24

3.2.1. Peralatan ... 24

3.2.2. Bahan dan Komponen ... 25

(9)

ix

3.3.1. Diagram Blok Penelitian ... 26

3.3.2. Diagram Blok Kerja Alat ... 27

3.4. Prosedur Penelitian ... 28

3.4.1. Disain Rangkaian Elektronik ... 28

A. Sistem Minimum ATmega32 ... 28

B. Sensor ... 29

1. Pembangkit sinyal (osilator) ... 29

2. Elektroda keping sejajar ... 30

3. Pengondisi sinyal ... 32

C. Display LCD ... 32

D. Power suplay ... 33

3.4.2. Perancangan Program ... 34

A. Flow chart program ... 34

3.4.3. Persiapan Oksidasi Sampel dan Pengujian ... 35

A. Persiapan oksidasi sampel ... 35

B. Pengujian sampel ... 35

1. Metode iodometri ... 35

2. Menggunakan sistem sensor ... 35

3.5. Metode Analisis Data ... 36

A. Intersep (intercept) ... 36

B. Slope (kemiringan) ... 36

C. Koefisien determinasi (R2) ... 37

BAB 4 Hasil dan Pembahasan... 39

4.1. Hasil Penelitian ... 39

4.1.1. Pengujian Sensor ... 39

A. Pembangkit sinyal ... 39

B. Rangkaian pengondisi sinyal ... 40

C. Elektroda sensor ... 40

4.1.2. Hasil Pengukuran Terhadap Sampel Minyak Goreng ... 43

4.2. Diskusi ... 49

BAB 5 Kesimpulan dan Saran ... 53

5.1. Kesimpulan ... 53

5.2. Saran ... 54

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Konstanta dielektrik beberapa bahan yang sering dijumpai ... 9

2.2. Fungsi-fungsi yang dimiliki PORT B, Atmega32 ... 17

2.3. Fungsi-fungsi yang dimiliki PORT C, Atmega32 ... 18

2.4. Fungsi-fungsi yang dimiliki PORT D, Atmega32 ... 18

4.1. Hasil pengukuran bilangan peroksida ... 43

4.2. Hasil analisis grafik hubungan peroksida terhadap waktu pemanasan dengan metode regresi linier ... 45

4.3. Analisis regresi linier tegangan sensor terhadap durasi pemanasan sampel minyak goreng dalam 10 kali pengulangan ... 46

4.4. Analisis nilai rata-rata hasil pengukuran sampel dengan sistem sensor ... 46

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1. Struktur kimia lemak dan minyak yang mengandung 3 gugus fungsi

yakni ester pada tri-alkohol, gliserol sehingga disebut trigliserida ... 10

2.2. Hidrolisis trigliserida membentuk gliserol dan asam lemak (fatty acid) .. 11

2.3. Peroxide Value Meter buatan UNIPHOS, India ... 15

2.4. (a) Konfigurasi pin ATmega32, (b) Bentuk ATmega32 ... 16

2.5. Diagram Blok XR2206 ... 19

2.6. Skematik yang disederhanakan pada AD620 ... 21

2.7. Tampilan awal saat menjalankan program CodeVisionAVR ... 22

3.1. Tahapan-tahapan yang dilalui dalam penelitian ... 26

3.2. Diagram blok cara kerja sistem sensor dalam proses pengukuran ... 27

3.3. Skematik sistem minimum Atmega32 ... 28

3.4. Skematik rangkaian rekomendasi pabrik untuk membangkitkan osilasi sinyal ... 29

3.5. Elektroda sensor pada transmiter dan receiver ... 30

3.6. Skematik pengondisi sinyal AD620 ... 32

3.7. Skematik standar rekomendasi pabrik untuk driver LCD 16 x 2 karakter 33 3.8. Power Suplay ± 12 volt dan 5 volt ... 33

3.9. Flowchart algoritma program pada microcontroller ... 34

4.1. Menunjukkan grafik frekuensi osilasi vs resistansi antara nilai frekuensi secara teori dan praktik ... 39

4.2. Elektroda sensor, 1. transmiter, 2. spacer 2mm, 3.receiver, memiliki diameter 2 cm ... 41

4.3. Grafik hubungan amplitudo sinyal vs frekuensi kerja sensor pada saat diukur pada medium udara dan minyak goreng fresh ... 42

4.4. Grafik hubungan bilangan peroksida terhadap waktu pemanasan ... 44

4.5. Grafik tegangan sensor terhadap durasi pemanasan sampel minyak goreng dalam 10 kali pengulangan ... 45

4.6. Grafik hubungan tegangan sensor dalam volt terhadap durasi pemanasan sampel minyak goreng ... 47

4.7. Grafik hubungan konstanta dielektrik terhadap durasi pemanasan sampel atau kerusakan sampel ... 48

4.8. Gelombang yang di transmisikan transmiter (biru) dan gelombang yang diterima receiver setelah melalui pengondisi sinyal (kuning). Bagian (a) adalah frekuensi dibawah 200 kHz, (b) frekuensi diatas 300 kHz ... 49

4.9. Ilustrasi perambatan gelombang melalui bahan dielektrik diantara keping sejajar dan mengalami pelemahan gelombang ... 50

(12)

DAFTAR SINGKATAN

GEM = Gelombang Elektromagnetik AD = Analog Devices

ADC = Analog to Digital Converter ALU = Arithmetic logic unit

CT = Center Tap

FTIR = Fourier Transform Infra Red GEM = Gelombang Elektromagnetik

IDE = Integrated Development Environment IC = Integrated Circuit

ISP = In System Programming LCD = Liquid Crystal Display LED = Light Emiting Diode

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Skematik keseluruhan rangkaian ... 57

2. Kode Program CodeVisionAVR ... 58

3. Gambar alat secara keseluruhan saat proses pengujian sampel ... 65

(14)

PERANCANGAN ALAT UKUR TINGKAT KERUSAKAN MINYAK GORENG MENGGUNAKAN PRINSIP PENYERAPAN MEDAN LISTRIK

YANG DIKARAKTERISASI TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA

ABSTRAK

Suatu identifikasikan pada perubahan kualitas minyak goreng telah dilakukan dengan mengidentifikasikan perubahan bilangan peroksida akibat terjadinya perubahan konstanta dielektrik yang ditunjukkan oleh perubahan tegangan yang terjadi pada sensor. Sensor dibentuk dari dua keping sejajar yang bekerja menggunakan prinsip perambatan gelombang listrik. Pengamatan dilakukan dengan mengukur pelemahan amplitudo gelombang listrik akibat interaksi sampel minyak goreng terhadap sensor. Dalam hal ini plat sejajar terhubung ke osilator pembangkit gelombang sinusoidal. Menggunakan frekuensi 700 kHz, sensor telah menunjukkan tegangan listrik yang berbeda untuk setiap sampel yang berbeda. Pengujian dilakukan terhadap lima sampel minyak yang telah dioksidasi pada temperatur tetap 235oC selama 0, 5, 10, 15, dan 20 menit. Hasil pengujian dengan metode iodometri berturut-turut menunjukkan bilangan peroksida 1,99, 9,95, 5,96, 11,86, 15,92 meq/kg dengan tren naik. Sementara itu, hasil pengujian terhadap sistem sensor berturut-turut menunjukkan nilai tegangan 1,13948, 1,14778, 1,16559, 1,17315, 1,17608 volt dengan tren grafik naik. Artinya, telah didapat suatu hubungan. Yang mana, semakin tinggi nilai tegangan sensor maka semakin tinggi pula tingkat kerusakan yang terjadi pada minyak. Perubahan tegangan sensor yang terjadi adalah diakibatkan adanya perubahan konstanta dielektrik minyak, yang mana proses pemanasan menyebabkan kerusakan struktur molekul minyak tersebut. Semakin rusak strukturnya menyebabkan semakin sulitnya molekul minyak mengalami polarisasi, ditunjukkan dengan semakin kecilnya konstanta dielektrik. Sehingga aliran arus listrik semakin kecil namun tegangan sensor semakin besar. Dengan kata lain, semakin tinggi tegangan sensor maka semakin rendah konstanta dielektriknya. Konstanta dielektrik yang rendah menunjukkan bilangan peroksida yang rendah dan tingkat kerusakan minyak yang tinggi.

(15)

vii

DESIGN OF EDIBLE OIL DEGRADATION LEVEL MEASUREMENT TOOL USING ELECTRIC FIELD ABSORBTION PRINCIPLE

CHARACTERIZED WITH PEROXIDE NUMBER

ABSTRACT

The identification of changes in oil quality has been done by indicating the change in peroxide number caused by the change of dielectric constant which showed by the change in sensor voltage. The sensor was formed from two parallel flats that worked by using the principle of electric wave propagation. The observation was done by measuring the amplitude of the electric wave attenuation caused by interaction between edible oil samples and with the sensor. In this case, the parallel flats were connected to a sinusoidal wave oscillator. Using 700 kHz radio frequency, the sensor has showed measurable voltage differences for each different samples. The testing was carried out to five oil sample that underwent oxidation process at fixed temperature of 235oC for 0, 5, 10, 15 and 20 minutes.

The result with iodometric method successively showed peroxide values about 1.99, 9.95, 5.96, 11.86, and 15.92 meq/kg with rising trend. While, the result using sensor system consecutively showed voltages values 1.13948, 1.14778, 1.16559, 1.17315, and 1.17608 volts with rising trend. This mean, the relation has found. Where, the higher sensor voltages value showed the higher degree of damage in oil. The change in voltage sensor value was caused by the change in oil dielectric constant, in which heating process cause the damage of oil molecules structure. More damage of the structure provided more difficult for oil molecules to polarized, indicated by smaller dielectric constant. Therefore the electric current was smaller but the potential sensor was higher. On the other hand, more high the sensor voltage showed more small in dielectric constant. The small of dielectric constant showed the low level in the peroxide number and the level of degradation of oil was higher.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan makanan cepat saji dalam industri kuliner menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sebagian besar dari jumlahnya adalah makanan yang dimasak dengan cara digoreng. Tidak sedikit produsen makanan yang mengabaikan faktor kesehatan dalam menggoreng makanan yakni dengan menggunakan minyak goreng secara berulang melebihi batasan yang diizinkan. Terutama pada pedangan – pedagang kecil atau bahkan ibu rumah tangga. Faktor penyebabnya selain keterbatasan ekonomi juga akibat ketidakpahaman. Tentu hal ini menyisakan dampak buruk bagi kesehatan.

Teknologi yang terus berkembang juga merambah kepada perkembangan alat instrumentasi dalam bidang kesehatan yang dapat menunjang aktifitas manusia menjadi lebih baik. Seperti halnya glukometer yang digunakan untuk mengetahui kadar gula darah, telah menjadikan masyarakat lebih waspada untuk menjaga pola makannya. Sehingga kadar gula darah dapat senantiasa dikontrol. Pada penderita kolestrol, lemak dan minyak menjadi musuh utama namun bukan berarti harus dijauhi dengan tidak sama sekali mengonsumsi makanan yang mengandung minyak atau diolah dengan minyak. Namun dengan kadar yang seimbang dan kualitas yang baik lemak dan minyak masih dapat dikonsumsi, yakni dengan menyajikan makanan yang dimasak dari minyak yang berkualitas dan tidak melebihi batas ambang kelayakkonsumsiannya. Hal ini tentu menumbuhkan pikiran akan suatu alat yang mampu mengukur atau memonitor kelayakgunaan dari minyak goreng yang akan dikonsumsi.

(17)

peroksida pada minyak. Namun cara ini memerlukan waktu yang relatif lama, tidak ekonomis, dan memerlukan fasilitas laboratorium untuk melakukannya (ex-situ). Untuk itu perlu dibuat suatu alat ukur tingkat kerusakan minyak goreng yang mengacu pada bilangan peroksida yang mampu mengukur dengan cepat, tepat, tidak memerlukan suatu fasilitas laboratorium secara khusus dalam penggunaannya (in-situ) sehingga biaya pengoperasiannya lebih ekonomis, dan masyarakat dapat senantiasa memonitor kualitas minyak goreng yang akan digunakannya setiap saat atas pertimbangan dampak kesehatan.

1.2. Perumusan Masalah

Penelitian ini diarahkan pada permasalahan sebagai berikut:

1. Memperoleh disain sistem sensor yang mampu membedakan setiap jenis minyak goreng yang memiliki kualitas berbeda.

2. Mendapatkan nilai frekuensi dan amplitudo yang optimum dalam merancang osilator pada sistem sensor.

3. Memperoleh disain elektroda transmiter dan receiver sensor yang sensitif terhadap perubahan kualitas minyak goreng.

4. Memperoleh disain pengondisi sinyal yang mampu menghilangkan efek pembebanan dengan mempertahankan sinyal data dan meniadakan noise. 5. Mampu mengolah data sensor kedalam microcontroller sehingga nilai yang

dibaca dapat diamati secara langsung.

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan penelitian, maka dapat dituliskan poin-poin batasan masalah, sebagai berikut:

1. Pengujian dilakukan pada satu jenis minyak goreng yakni Bimoli.

(18)

3. Penelitian ini masih merupakan identifikasi kualitatif yakni kualitas minyak yang dihubungkan terhadap suatu paramaeter kuantitatif yakni bilangan peroksida. Untuk parameter lain tidak dikaitkan.

4. Variasi bilangan peroksida pada minyak hanya dipengaruhi oleh durasi pemanasan sampel minyak pada suhu 235oC selama 0, 5, 10, 15, dan 20

menit.

5. Pengujian alat dilakukan dengan menjadikan hasil bacaan pada osiloskop dan multimeter digital sebagai acuan.

6. Microcontroller yang digunakan adalah microcontroller 8 bit berjenis ATmega32 dan interface ke LCD 16x2 karakter.

7. Bahasa program yang digunakan adalah CodeVisionAVR yang memiliki struktur program bahasa C.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan antara lain:

1. Memperoleh suatu cara baru dalam menentukan nilai pendekatan hasil pengukuran bilangan peroksida pada minyak goreng.

2. Mengetahui hubungan antara durasi pemanasan sampel minyak goreng maupun bilangan peroksida dan respon sensor yang terjadi pada saat dilakukan pengujian.

3. Memperoleh rangkaian penguat yang baik sehingga gelombang yang lemah dapat diukur.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat antara lain:

1. Menyadarkan pada masyarakat bahwasanya perlu memperhatikan kualitas minyak goreng yang digunakannya.

(19)

minyak yang jelek (minyak curah), maupun akibat paparan udara secara langsung dengan pertimbangan dampak kesehatan.

3. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan terhadap kemajuan penelitian, teknologi, dan pendidikan di Indonesia.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Fisika, Universitas Sumatera Utara meliputi perancangan dan perakitan sistem elektronika serta pengujian sistem sensor. Untuk keperluan karakterisasi sampel dalam memperoleh bilangan peroksida pada minyak goreng sebagai database menggunakan metode iodometri dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

1.7. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian ini meliputi: 1. Tempat dan waktu penelitian

Pada bagian ini dijelaskan mengenai tempat berlangsungnya penelitian dan waktu dimulai hingga berakhirnya penelitian.

2. Peralatan, bahan dan komponen

Menyajikan daftar peralatan-peralatan yang mendukung berlangsungnya penelitian dan komponen – komponen listrik maupun bahan-bahan penunjang yang digunakan selama penelitian.

3. Diagram blok

(20)

4. Prosedur penelitian

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Medan Listrik

2.1.1. Definisi Umum Gelombang

Menurut fisika klasik, gelombang adalah gangguan medium yang terus menerus yang merambat dengan bentuk yang tetap dengan kecepatan yang konstan. Dalam gejala penyerapan gelombang akan mengalami pengurangan ukuran saat bergerak, apabila mediumnya bersifat dispersif atau bersifat penghambur, maka frekuensi berbeda akan merambat dengan kecepatan yang berbeda pula, dalam dua ataupun tiga dimensi dan amplitudo gelombang tersebut akan berkurang selama penyebaran (Griffiths, 1999). Tidak seperti gelombang pada kawat atau gelombang suara dalam sebuah cairan, gelombang elektromagnetik tidak memerlukan bahan sebagai medium perambatannya. Dalam gelombang elektromagnetik medan magnet ( ⃗) yang bervariasi dengan waktu (bergerak) menjadi sumber medan listrik ( ⃗) dan interaksi waktu terhadap medan listrik menjadi sumber terbentuknya medan magnet. Sehingga medan magnet ( ⃗) dan medan listrik (⃗) dapat menopang satu sama lain, membentuk gelombang elektromagnetik yang merambat melalui ruang hampa (Young & Freedman, 2008). Gelombang elektromagnetik dijelaskan dalam persamaan Maxwell.

= −

= + ( . )

(22)

2.2. Interaksi Medan Listrik Pada Material Dielektrik

Telah diketahui bahwa minyak makan atau minyak goreng merupakan suatu bahan isolator atau disebut juga bahan dielektrik. Sehingga potensial listrik tidak dapat dengan mudah melewati lapisan dielektrik ini. Bahan dielektrik merupakan isolator yang baik.

Dalam bahan dielektrik meskipun tidak terdapat arus yang mengalir secara langsung namun istimewanya adalah terjadinya molekul material dielektrik akan mengalami polarisasi saat menerima medan listrik. Dapat dianggap terdapat N dipol pada setiap kubik bahan dielektrik. Dalam interval waktu dt terjadi perubahan polarisasi p ke p+dp, dp adalah perubahan polarisasi yang sangat kecil. Perubahan makroskopis dari densitas polarisasi P berubah dari P = Np ke P+dP =

N (p + dp). Anggap perubahan dp adalah efek dari perpindahan muatan q dalam

jarak ds didalam setiap atom = q ds = dp, sehingga selama selang waktu dt terbentuklah awan muatan yang memiliki densitas P= Nq , yang bergerak dengan kecepatan v = ds/dt. Hal ini adalah arus konduksi yang terjadi pada suatu bahan dielektrik dengan densitas yang jelas dan memiliki satuan esu/sec-cm2, maka

dapat dirumuskan menjadi:

= = = = ( . )

dan didapat suatu hubungan :

= ( . )

Sehingga dapat didefinisikan bahwa perubahan densitas polarisasi P adalah arus konduksi yang terjadi.

Berdasarkan persamaan 2. 1, maka:

= +

=

(23)

Yang membedakan bahan konduktif dan dielektrik terdapat pada densitas arus J, dielektrik tidak sepenuhnya terbebas dari muatan, namun juga terdapat bagian yang meiliki muatan, sehingga persamaan 2.4 menjadi:

= + + ( . )

dalam medium dielektrik berlaku:

+ = ( . )

maka persamaan 2.5 menjadi :

= + ( . )

disebut juga perpindahan arus (displacement current= D) , sehingga dari persamaan ini maka terbuktilah bahwasanya arus dapat mengalir melalui bahan dielektrik jika terdapat medan listrik dan persamaan menjadi :

= + ( . )

(24)

Tabel 2.1. Konstanta dielektrik beberapa bahan yang sering dijumpai

Bahan Fasa Konstanta Dielektrik

Udara Gas, 0 oC, 1 atm 1,00059

Sumber: Purcell 1985 dan Paranjpe & Deshpand 1935

Konstanta dielelektrik suatu ruang hampa sempurna adalah 1,0. Untuk gas pada kondisi normal memiliki nilai yang sedikit lebih besar dari 1,0 secara singkat dijelaskan bahwa gas adalah keadaan yang hampir hampa. Untuk bahan solid dan liquid pada umumnya memiliki konstanta dielektrik berkisar antara 2 sampai 6. Namun menjadi pengecualian untuk amoniak dan air. Karena sebenarnya air merubakan suatu bahan yang sedikit konduktif.

Pengaruh medan listrik pada suatu material yakni dapat menpolarisasi ( ) bahan material tersebut yang didefinisikan sebagai momen dipol per volume. Pengaruh untuk sejumlah material terhadap medan listrik (E) adalah sama sebagaimana distribusi muatan terdapat dalam vakum dan memiliki densitas = − . Apabila nilai P sebanding dengan E dalam suatu material, maka material tersebut dapat dikatakan sebagai dielektrik. Dapat didefinisikan suatu medan elektrik lemah

=

dan = + . Muatan bebas yang terdapat

didalam dielektrik mampu menaikkan medan listrik yakni / kali lipat sekuat

(25)

Shah and Tahir (2011) dalam Journal of Scientific Research dengan judul Dielectric Properties of Vegetables Oil, telah menunjukkan pengaruh suhu pemanasan terhadap nilai konstanta dielekstrik. Dalam hasil penelitiannya telah menunjukkan penurunan konstanta dielektrik seiring dengan meningkatnya temperatur. Pengaruh penurunan konstanta dielektrik oleh peningkatan suhu pemanasan disebabkan oleh penurunan densitas yang secara langsung memiliki hubungan dengan densitas dipol dari sampel minyak yang diuji. Peningkatan suhu juga berpengaruh terhadap peningkatan energi kinetik pada molekul penyusun yang bergerak yang mana menyebabkan semakin besarnya gerakan acak dan hal ini menurunkan kedudukan dipol-dipol yang ditutunjukkan dengan kecilnya konstanta dielektrik (Shah and Tahir, 2011).

2.3. Peroksida pada Minyak Goreng

2.3.1. Pengertian Minyak Goreng

Minyak nabati dan lemak pada dasarnya memiliki struktur yang lebih mengarah kepada gugus substansi biologi yang disebut lipid. Lipid merupakan bahan kimia biologi yang tidak larut dalam air. Lemak dan minyak pada umumnya ditunjukkan dengan struktur molekul sebagai berikut:

Gambar 2.1. Struktur kimia lemak dan minyak yang mengandung 3 gugus fungsi yakni ester pada tri-alkohol, gliserol sehingga disebut trigliserida

(Shakhashiri, 2008)

(26)

sebagian besar (±50%) merupakan asam laurat yang memiliki 12 karbon. Rumus kimianya adalah CH3(CH2)10COOH dengan berat molekul adalah 200,3 g.mol-1

(Shakhashiri, 2008).

Gambar 2.2. Hidrolisis trigliserida membentuk gliserol dan asam lemak (fatty acid) (Shakhashiri, 2008)

2.3.2. Kerusakan Minyak Goreng dan Parameternya

(27)

Terdapat sejumlah parameter kimia yang dapat menjadi acuan untuk menentukan kualitas minyak goreng. Antara lain bilangan asam (acid value), bilangan penyabunan, bilangan ester, bilangan hehner, bilangan asam lemak total yang terdiri atas bilangan reichert-meissl, bilangan polenske, dan bilangan kirschner, kemudian tedapat bilangan iod, bilangan thiocyanogen, bilangan diene, bilangan asetil dan hidroksi, bilangan peroksida. Namun tidak akan dijelaskan satu persatu karenan yang dijadikan acuan hanya satu parameter saja yakni bilangan peroksida. Bilangan peroksida merupakan parameter terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak dan lemak (Ketaren, 2005).

(28)

2.3.3. Dampak Peroksida pada Minyak Goreng Terhadap Kesehatan Ciri awal minyak goreng yang memiliki bilangan peroksida tinggi antara lain: 1. Warna cendrung coklat tua sampai kehitaman, sedangkan untuk warna

minyak goreng yang masih memiliki bilangan peroksida standar adalah berwarna kuning sampai coklat muda.

2. Terdapat endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga membuat minyak goreng lebih kental dari pada minyak goreng yang bilangan peroksidanya masih sesuai standar.

3. Memiliki bau yang terasa tengik, tingkat ketengikan minyak goreng berbanding lurus dengan jumlah bilangan peroksida.

Tingginya bilangan peroksida memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan yakni menyebabkan beberapa jenis penyakit antara lain diarhea, pengendapan lemak pada pembuluh darah (artero sclerosis), kanker, menurunkan nilai cerna lemak, dan lain sebagainya. Selain itu, peroksida dapat menyebabkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil vitamin B). Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E meningkat lebih besar. Padahal vitamin E dibutuhkan untuk menangkal radikal bebas yang ada dalam tubuh. Sehingga hal ini menyebabkan laju penuaan kulit menjadi lebih cepat. Lemak dengan bilangan peroksida lebih besar dari 100 dapat meracuni tubuh (Ketaren, 2005).

2.4. Penelitian Terdahulu Mengenai Kajian Peroksida Dalam Minyak Goreng, Alat Ukur dan Metode Pengukuran Komersial

(29)

apabila terdapat suatu alat yang mampu mengukur tingkat okisdasi maupun bilangan peroksida pada minyak, guna mengidentifikasi kandungan nutrisi pada minyak masih baik, dengan prinsip kerja lebih mudah dari analisis dengan FTIR.

Secara umum ada dua metode pengukuran. Metode konvensional yakni dengan iodometri secara titrasi. Proses penentuan dengan cara titrasi ini cukup mudah terganggu faktor eksternal, dan hasil pengukurannya memiliki tingkat keberulangan (reproducability) yang kecil. Cocok untuk menentukan zat dengan kadar hidrogenperoksida dengan jumlah besar. Pengembangan sedang berlangsung tentang pemanfaatan FTIR dalam meneliti makanan terkhusus pada minyak makan dan lemak. Keunggulannya adalah dalam pengukuran tidak merusak sampel dan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit. Mengkombinasikannya dengan teknik kemometrik, FTIR spektroskopi menjadi alat yang baik untuk analisis kuantitatif. Artinya dalam penelitian Liang et al menggunakan alat laboratorium yang telah ada yakni Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk mengukur jumlah peroksida yang terbentuk akibat proses oksidasi minyak kenari. Untuk penggunaan sehari-hari cara ini tentu tidak ekonomis dan memerlukan keahlian khusus dalam mengoperasikannya.

Salah satu perusahaan elektronik di India telah melihat berbagai macam kerumitan dalam menentukan bilangan peroksida pada minyak goreng, baik itu secara iodometri yang sudah umum, maupun secara spektroskopi yang sedang berkembang. Yakni perusahaan bernama UNIPHOS telah berhasil membuat suatu alat ukur nilai peroksida yang penggunaannya khusus untuk mengamati derajat kejenuhan pada minyak goreng. Gambar 2.3, menunjukan sebuah Peroxide Value Meter produksi UNIPHOS.

(30)

LCD. Data hasil pengukur disimpan pada microcontroller instrumen tersebut dan juga dapat berkomunikasi dengan komputer dengan turut menampilkan tanggal pengujian, waktu serta identitas sampel yang diuji. Alat ini dikalibrasi dengan suatu larutan standard yang telah diketahui bilangan peroksidanya (UNIPHOS, 2013).

Gambar 2.3. Peroxide Value Meter buatan UNIPHOS, India (UNIPHOS, 2013)

Secara umum pengukuran menggunakan prinsip absorbsi cahaya memiliki kelemahan yakni adanya gangguan dari warna alami yang dimiliki minyak goreng itu sendiri. Ada minyak goreng yang memiliki kandungan beta karoten lebih tinggi sehingga memiliki warna kuning keemasan, namun juga ada minyak yang memiliki warna cenderung jernih dan tidak terlalu kuning. Ada kalanya kedua minyak ini memiliki tingkat oksidasi ataupun jumlah peroksida yang sama namun hasil pengukuran dari alat yang memanfaatkan absorbsi cahaya dapat menunjukkan hasil yang beda.

2.5. Data Processing

(31)

microcontroller 8 bit produksi ATMEL jenis ATmega32. IC ini dipilih karena telah memiliki memori yang cukup besar yakni 32 kbyte flash. Konfigurasi PIN pada microocntroller Atmega32 ditunjukkan pada Gambar 2.4.

(a) (b)

Gambar 2.4. (a) Konfigurasi pin ATmega32, (b) Bentuk ATmega32 (ATMEL, 2009)

(32)

keperluan komunikasi serial antar peralatan muapun komputer. Masih banyak lagi beberapa kemampuan ATmega32 yang dapat diaplikasikan dengan berbagai keperluan. Atmel AVR ATmega32 telah di dukung oleh bahasa pemrograman dan pengembangan sistem antara lain: C compilers, macro assemblers, program debugger/simulators, in-circuit emulators, dan evaluation kits (ATMEL, 2009).

Berikut deskripsi Pin pada Atmega32.

VCC : berfungsi sebagai suplay digital 5 volt GND : berfungsi sebagai ground

Port A (PA7..PA0) : Port A berfungsi sebagai masukan analog yang dapat dikonversi ke digital. Port A juga berfungsi sebagai kanal input/output dengan resistor pull-up internal, jika analog ke digital konverter tidak di gunakan (dengan mengatur fuse bit_nya).

Port B (PB7..PB0) : Port B adalah kanal input/output sebanyak 8 bit dengan resistor pull-up internal. Selain itu Port B memiliki fungsi khusus seperti di tuliskan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Fungsi-fungsi yang dimiliki PORT B, Atmega32

(33)

Port C (PC7..PC0) : Port C juga merupakan kanal 8 bit input/output dengan resistor pull-up internal. Port C memiliki fungsi khusus seperti di tunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Fungsi-fungsi yang dimiliki PORT C, Atmega32

Sumber: ATMEL, 2009

Port D (PD7..PD0) : Port D adalah kanal input/output sebanyak 8 bit dengan resistor pull-up internal. Selain itu Port D memiliki fungsi khusus seperti di tuliskan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Fungsi-fungsi yang dimiliki PORT D, Atmega32

Sumber: ATMEL, 2009

(34)

XTAL1 : jalur masukan ke osilasi penguat inverting dan merupakan masukan ke clock internal.

XTAL2 : jalur keluaran dari osilasi penguat inverting.

AVCC : AVCC adalah tegangan suplay untuk port A maupun ADC. Apabila ADC tidak di gunakan, pin ini harus terhubung secara eksternal ke VCC. Jika ADC digunakan, maka pin ini sebaiknya terhubung ke VCC melalui low pass filter.

AREF : AREF adalah tegangan referensi analog untuk ADC.

( ATMEL, 2009).

2.6. Osilator XR2206

Pembangkit sinyal ini terdiri atas IC yang mampu membangkitkan osilasi sinyal. Dalam penelitian ini digunakan IC produksi EXAR Corporation tipe XR2206 menjadi. Keluaran IC terdiri atas gelombang sinus, segi tiga, dan gelombang kotak dengan stabilitas yag tinggi. Untuk mengatur frekuensinya hanya memerlukan konfigurasi R dan C eksternal. Dapat beroperasi dari frekuensi 0,01 Hz sampai lebih dari 1 MHz. Rangkaiannya sangan ideal untuk perangkat komunikasi, instrumentasi, dan pembangkit fungsi (function generator). Aplikasi yang dapat diterapkan antara lain sebagai pembangkit sinyal sinusidal untuk suara, gelombang AM, FM dan pembangkit FSK (Frequency Shift Keying).

(35)

XR2206 terdiri dari empat blok fungsi (Gambar 2.5) yakni pengontrol tegangan osilator (voltage-controlled oscillator (VCO)), pengali analog dan pembentuk sinyal sinusoidal, gabungan penguat dan penyangga, dan satu paket pemilih arus. VCO menghasilkan keluaran frekuensi pilihan terhadap arus masukan, yang diatur oleh resistor dari pewaktu terminal ke ground yang mana dua pin pewaktu, dua keluaran frekuensi yang diskrit dapat menghasilkan aplikasi pembangkit FSK menggunakan pin pengontrol FSK. Masukan ini mengontrol bagian pemilih arus yang dipilih satu dari pewaktu arus resistor, dan meneruskannya ke VCO (EXAR, 2008).

Untuk mengatur frekuensi yang akan dibangkitkan (fo), ditentukan oleh nilai kapasitor pewaktu (C) yang terhubung pada pin 5 dan 6, dan oleh resistor pewaktu (R), yang terhubung ke pin 7 juga terhubung seri dengan resistor variabel untuk memvariasikan nilai frekuensi yang akan dibangkitkan. Perhitungan frekuensi ini mengikuti Persamaan 12.

= ( . )

Nilai R yang direkomendasikan berada pada range 4 kΩ < R < 200 kΩ. Sementara untuk nilai C yang direkomendasikan berada pada range 1 nF sampai dengan 100 uF, dan akan bekerja optimal pada suhu ruangan yakni 25 – 30 oC.

2.7. Operational Amplifier Analog Devices 620

(36)

Gambar 2.6. Skematik yang disederhanakan pada AD620

Resistor penguat internal R1 dan R2 telah diatur untuk nilai yang mutlak yakni 24,7 kΩ, sehingga memungkinkan penguatan dapat di program hanya dengan memanfaatkan satu resistor variabel eksternal (RG). Rumus penguatannya

adalah:

=49,4 + 1 (2.10)

Sehingga

=49,4 − 1 (2.11)

Maka dengan persaman ini dapat ditentuan nilai Rg yang akan digunakan sesuai besar penguatan yang diinginkan (ANALOG DEVICES, 1999).

2.8. Bahasa Pemrograman Mikrokontroler dengan CodeVisionAVR

(37)

download program ke chip AVR dapat dilakukan dengan CodeVision, selain itu ada fasilitas terminal, yaitu melakukan komunikasi serial dengan mikrokontroler yang sudah di program. Proses download program ke IC mikrokontroler AVR dapat menggunakan System programmable Flash on-Chip mengizinkan memori program untuk diprogram ulang dalam sistem menggunakan hubungan serial SPI.

Gambar 2.7. Tampilan awal saat menjalankan program CodeVisionAVR

Salah satu keistimewaan bahasa pemrograman CodeVision ini adalah memiliki library standar C dan library tertentu untuk keperluan sebagai berikut: a. Modul LCD alphanumeric

b. Bus I2C dari Philips

c. Sensor Suhu LM75 dari National Semiconductor

d. Real-Time Clock: PCF8563, PCF8583 dari Philips, DS1302 dan DS1307

dari Maxim/Dallas Semiconductor

e. Protokol 1-Wire dari Maxim/Dallas Semiconductor

f. Sensor Suhu DS1820, DS18S20, dan DS18B20 dari Maxim/Dallas Semiconductor

g. Termometer/Termostat DS1621 dari Maxim/Dallas Semiconductor h. EEPROM DS2430 dan DS2433 dari Maxim/Dallas Semiconductor i. SPI

(38)

k. Delay

l. Konversi ke Kode Gray

CodeVisionAVR juga mempunyai Automatic Program Generator bernama CodeWizardAVR, yang dapat mempermudah programmer dalam menulis kode-kode program yang bersifat umum, antara lain:

a. Set-up akses memori eksternal b. Inisialisasi port input/output c. Inisialisasi interupsi eksternal d. Inisialisasi Timer/Counter e. Inisialisasi Watchdog-Timer

f. Inisialisasi UART (USART) dan komunikasi serial berbasis buffer yang digerakkan oleh interupsi

g. Inisialisasi Pembanding Analog h. Inisialisasi ADC

i. Inisialisasi Antarmuka SPI j. Inisialisasi Antarmuka Two-Wire k. Inisialisasi Antarmuka CAN

l. Inisialisasi Bus I2C, Sensor Suhu LM75, Thermometer/Thermostat DS1621 dan Real-Time Clock PCF8563, PCF8583, DS1302, dan DS1307 m. Inisialisasi Bus 1-Wire dan Sensor Suhu DS1820, DS18S20

n. Inisialisasi modul LCD

(39)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Fisika, Universitas Sumatera Utara meliputi perancangan dan perakitan sistem elektronika serta pengujian sistem sensor. Untuk keperluan karakterisasi sampel dalam memperoleh nilai peroksida pada minyak goreng menggunakan metode iodometri dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Waktu penelitian dimulai pada tanggal 19 Perbuari 2014 sampai dengan tanggal 28 Juni 2014.

3.2. Peralatan, Bahan dan Komponen

3.2.1. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain: a. Komputer

b. Solder

c. Vacum desoldering

d. Multimeter e. Osiloskop

f. USB ISP Programmer g. Gergaji

(40)

3.2.2. Bahan dan Komponen

Bahan dan komponen elektronik yang dipakai dalam penelitian dan pembuatan sistem sensor antara lain:

a. Microcontroller 8 bit, ATmega32

b. LCD 16x2 karakter

c. Oscillator IC tipe XR2206

d. OP-AMP Analog Devices 620 e. Crystal Oscillator 16 MHz f. Trafo CT 1 A

g. Dioda h. Resistor i. Kapasitor j. Trimmer k. Terminal Port l. Pin header

m. Black Housing

n. Push Button o. Kabel p. Saklar q. LED

(41)

3.3. Diagram Blok

3.3.1. Diagram Blok Penelitian

Dalam menjalankan penelitian, terdapat tahapan-tahapan disiplin yang harus dikerjakan untuk mencapai hasil akir penelitian yang sesuai dan tepat waktu. Tahapan tersebut dijelaskan dalam diagram blok pada Gambar 3.1.

(42)

3.3.2. Diagram Blok Cara Kerja Alat

Berikut adalah diagram alir mekanisme kerja alat dalam melakukan pengukuran kerusakan minyak goreng (Gambar 3.2.).

Gambar 3.2. Diagram blok cara kerja sistem sensor dalam proses pengukuran

Berikut deskripsi fungsi setiap blok:

1. Blok Pembangkit Sinyal : osilator akan membangkitkan sinyal berupa gelombang listrik kemudian di alirkan ke elektroda sensor.

2. Blok Tranmitter : jalur osilasi gelombang listrik dihubungkan ke elektroda yang berhubungan akan langsung dengan sampel yang akan diuji, sebagai transmitter.

3. Blok Sample Minyak : meletakkannya sampel minyak goreng yang akan diuji.

4. Blok Receiver : mendeteksi adanya beda potensial antara transmitter dan receiver, dan meneruskan sinyalnya ke rangkaian penguat, atau dengan kata lain, mengukur pelemahan gelombang yang terjadi.

5. Blok Pengondisi sinyal (amplifier) : mempertahankan dan memperkuat sinyal dari receiver sehingga berada pada range yang memungkinkan untuk diproses oleh microcontroller.

(43)

terdapat pada microcontroler sehingga mampu diproses lebih lanjut oleh microcontroller.

7. Blok Pemroses Data : sinyal yang telah di konversi ke bentuk digital diproses yakni dikonversi dalam bentuk tegangan sensor (volt) maupun dalam satuan bilangan peroksida (meq/kg).

8. Blok LCD : data yang telah di proses kemudian ditampilkan yang menunjukkan tingkat kualitas minyak goreng yang direlasikan dengan bilangan peroksidanya.

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Disain Rangkaian Elektronik

A. Sistem minimum ATmega32

Pada rangkaian elektronik sistem minimum terdiri atas rangkaian standar rekomendasi pabrik agar microcontroller dapat bekerja sebagai mana mestinya. Rangkaian ini terdiri atas konfigurasi kristal eksternal dan standar PORT USB programer, ditunjukkan pada Gambar 3.3. Catu daya yang digunakan sebesar 5 volt terhubung pada pin 10 (Vcc) dan 11 (GND).

(44)

B. Sensor

Sensor terdiri atas beberapa rangkaian menjadi satu kesatuan sehingga memiliki fungsi khusus yakni mengamati tingkat kerusakan (degradation) minyak goreng, terdiri atas beberapa komponen utama, antara lain rangkaian pembangkit sinyal, elektroda sensor, dan rangkaian pengondisi sinyal.

1. Pembangkit sinyal (osilator)

Osilator adalah suatu rangkaian pembangkit gelombang elektris. Dengan konfigurasi yang di sesuaikan maka rangkaian osilator mampu menghasilkan bentuk gelombang sinusoidal, kotak, dan segitiga. Pada rangkaian osilator ini memiliki komponen aktif IC XR2206 yang hanya memerlukan pengaturan R dan C untuk mengatur besar frekuensi yang dihasilkan. Skematik rangkaiannya ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Skematik rangkaian rekomendasi pabrik untuk membangkitkan osilasi sinyal

Untuk menghasilkan osilasi dengan frekuensi tertentu, maka perlu diatur nilai R dan C eksternalnya. Misalkan nilai kapasitor ditentukan sebesar 100 nF, dan nilai resistor variabel diatur pada 1 kOhm, maka frekuensi secara teori yang dihasilkan adalah (mengikuti Persamaan 2.9):

(45)

2. Elektroda keping sejajar

Elektroda sensor ini adalah bagian yang berhubungan langsung dengan sampel saat pengukuran berlangsung. Terdiri atas 2 keping sejajar yang di disain dari PCB. Elektroda ini cukup efektif mentransmisikan gelombang listrik yang dihasilkan rangkaian pembangkit sinyal sehingga mampu diteruskan oleh elektroda recevier untuk kemudian diolah oleh sistem. Pada dasarnya elektroda transmitter dan receiver adalah sama. Yang membedakan yakni elektroda transmitter terhubung ke osilator, sementara elektroda receiver terhubung ke rangkaian pengondisi sinyal. Secara skematik bentuk elektroda sensor ini dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Elektroda sensor pada transmiter dan receiver

Disain elektroda mengacu pada persamaan kapasitor keping sejajar:

= ; ( ) (3.1)

yang mana : k = konstanta dielektrik

= permitivitas ruang hampa (8,85 x 10-12 C/Nm2)

A = luas permukaan keping sejajar (m2)

d = jarak antara dua keping sejajar (m)

(46)

memiliki nilai impedansi yang kecil sehingga sinyal dapat lebih mudah menembus lapisan-lapisan minyak. Berdasarkan persamaan impedansi kapasitor,

= 1 ; ( ) (3.2) dengan

= 2 (3.3)

Agar nilai kecil, maka nilai kapasitansi harus besar. Nilai kapasitansi berbanding lurus dengan luas permukaan elektroda (A), dan berbanding terbalik dengan jarak keping (d). Apabila telah diketahui nilai konstanta dielektrik untuk minyak goreng tersebut (3,254 (coconut oil) dan 3,252 (olive oil)), dan dimensi keping yang dibuat adalah berdiameter 2 cm, sehingga memiliki = =

. 3,14. 0,02 = 3,14.10 , dan d dibuat tetap 2 mm, maka nilai

kapasitansinya adalah:

=3,254 8,85 102 10 3,14 10 = 45,213 10

= 4,52

Dari Persamaan 16 juga didapat hubungan frekuensi terhadap nilai impedansi, yakni memiliki hubungan berbanding terbalik. Jika ingin memperoleh nilai impedansi yang kecil, maka f harus bernilai besar. Apabila frekuensi yang digunakan osilator adalah 700 kHz, maka:

= 2 3,14 700000 ( ) 45,213 101 = 50312,86

(47)

3. Pengondisi sinyal

Rangkaian pengondisi sinyal berguna untuk mempertahankan dan menguatkan gelombang yang dihasilkan osilator dari akibat pembebanan komponen elektronik. Rangkaian ini menggunakan IC AD620 yang merupakan IC modifikasi dari rangkaian penguat instrumentasi 3 op-amp sehingga penggunaannya lebih mudah dengan kinerja yang baik dan noise sangat kecil (dapat diabaikan).

Gambar 3.6. Skematik pengondisi sinyal AD620

Konfigurasi yang digunakan dalam rangkaian ini menjadikan pin inverting sebagai masukan dan pin non inverting terhubung langsung ke ground. Konfigurasi ini dipilih karena impedansi masukan inverting lebih besar, sehingga dapat menghindari efek pembebanan yang dapat menghilangkan informasi penting dari sinyal.

C. Display LCD

Rangkaian driver display LCD merupakan rangkaian standard rekomendasi pabrik yang terdiri atas brighness adjust, dioda pengaman dan jalur komunikasi ke microcontroller (Gambar 3.7). LCD yang digunakan adalah LCD karakter 16x2, sehingga hanya mampu menampilkan angka, huruf dan simbol sebanyak 2 baris dan disetiap baris mampu menampikan 16 karakter. Catu daya yang digunakan adalah sebesar 5 volt.

(48)

Gambar 3.7. Skematik standar rekomendasi pabrik untuk driver LCD 16 x 2 karakter

D. Power suplay

Power suplay tersusun atas trafo CT 1A, dioda, dan kapasitor elektrolit. Didisain sesuai keperluan, yakni memiliki keluaran ±12 volt dengan menggunakan IC regulator 7812 (untuk +12 volt) dan 7912 (untuk -12), dan tegangan 5 volt menggunakan IC regulator 7805. Gambar 3.8. menunjukan skematik rangkaian power suplay.

(49)

3.4.2. Perancangan program

A. Flow chart program

(50)

3.4.3. Persiapan oksidasi sampel dan pengujian

A. Persiapan oksidasi sampel

Sampel minyak goreng yang digunakan dibeli dari toko sekitar dengan merek Bimoli ukuran 1 liter. Kemudian dipanaskan pada suhu titik didihnya yakni 235oC masing-masing selama 0, 5, 10, 15, dan 20 menit.

B. Pengujian sampel

1. Metode iodometri

Dalam menentukan nilai peroksida secara kimiawi adalah dengan metode iodometri, yakni dengan mereaksikan minyak dengan asam asetat glasial dan kloroform. Setelah minyak larut, direaksikan dengan kalium iodida jenuh (KI) dan air. Kemudian di titar dengan natrium thiosulfat (Na2S2O3). Metode iodometri

bukan metode terbaik untuk mengukur bilangan peroksida pada minya goreng, sehingga hasil yang diperoleh tidak terlalu akurat.

2. Menggunakan sistem sensor

Perlu diperhatikan beberapa catatan dalam pengoperasian alat ini yakni: Pastikan alat terhubung ke sumber tegangan dan semua kabel catu daya telah terpasang dengan benar dan nyalakan alat.

a. Elektroda sensor biarkan bebas di udara, pada halaman menu utama. Terdapat dua mode pengukuran yakni, 1. FREE RUNNING dan 2. PROFESIONAL. Apabila mode free running dipilih maka sistem akan membaca sensor secara jeneral dalam volt, tanpa perhitungan khusus. b. Pada pilihan 2. PROFESIONAL, maka akan masuk ke halaman PILIH

MODE. Pilihan 1 adalah ZERO dan pilihan 2 adalah UKUR. Tekan tombol 1. Zero, untuk membuat bacaan awal sensor bernilai nol. Tunggu beberapa saat sampai ditunjukkan Nilai Awal = 0, seketika akan kembali ke menu utama, PILIH MODE.

c. Masukkan elektroda kedalam gelas sampel, pastikan 2 cm elektroda tercelup ke sampel.

(51)

3.5. Metode Analisis Data

Dalam keperluan analisis data, metode statistik yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil (Least Squares Methods). Metode ini merupakan metode yang cocok untuk menentukan garis regresi yang baik. Disebut metode kuadrat terkecil dikarenakan dalam menduga garis regresi yang baik jika nilai kuadrat error sangat kecil atau menuju nol, dinotasikan ∑( ) = .

Regresi (y) atau korelasi (r) adalah metode yang dipakai untuk mengukur hubungan antara dua variabel atau lebih. Kedua metode regresi maupun korelasi sama-sama dipakai untuk mengukur derajat hubungan antar variabel yang bersifat korelasional atau bersifat keterpautan atau ketergantungan. Penggunaan regresi adalah sebagai pengukur bentuk hubungan, dan korelasi adalah sebagai pengukur keeratan hubungan antar variabel.

Regresi linier berguna untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen; respon; Y) dengan satu atau lebih variabel bebas (independen, prediktor, X). Dengan menggunakan metode ini dapat menentukan intersep, slope dan determinasi.

A. Intersep (intercept)

Intersep memiliki definisi secara metematis yakni suatu titik perpotongan antara suatu garis dengan sumbu Y pada diagram/sumbu kartesius saat nilai X = 0. Sedangkan definisi secara statistika adalah nilai rata-rata pada variabel Y apabila nilai pada variabel X bernilai 0. Dengan kata lain, apabila X tidak memberikan kontribusi, maka secara rata-rata, variabel Y akan bernilai sebesar intersep. Intersep hanyalah suatu konstanta yang memungkinkan munculnya koefisien lain di dalam model regresi. Intersep tidak selalu dapat atau perlu untuk interpretasikan. Apabila data pengamatan pada variabel X tidak mencakup nilai 0 atau mendekati 0, maka intersep tidak memiliki makna yang berarti, sehingga tidak perlu diinterpretasikan.

B. Slope (kemiringan)

(52)

konsep statistika, slope merupakan suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar kontribusi yang diberikan suatu variabel X terhadap variabel Y . Nilai slope dapat pula diartikan sebagai rata-rata pertambahan (atau pengurangan) yang terjadi pada variabel Y untuk setiap peningkatan satu satuan variabel X.

C. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi adalah besarnya keragaman (informasi) di dalam variabel Y yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan. Nilai R2 berkisar

antara 0 s.d. 1. Apabila nilai R2 dikalikan 100%, maka hal ini menunjukkan

persentase keragaman (informasi) di dalam variabel Y yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan. Semakin besar nilai R2, semakin baik model

regresi yang diperoleh.

Dalam hal ini peneliti mengkaji hubungan linier antara durasi pemanasan sampel yang menginterpretasikan nilai bilangan peroksida dengan nilai tegangan sensor. Dengan kata lain, durasi pemanasan sampel minyak merupakan prediktor (X), sementara tegangan sensor merupakan respon (Y). Garis lurus yang terbentuk mengikuti persamaan linier :

= + + (3.4)

Sehingga dengan mengetahui nilai x (slope) dari setiap grafik hasil pengukuran, mampu didapatkan hubungan linier antara bilangan peroksida dan nilai tegangan sensor.

(53)

= ∑ − ∑ ∑

∑ − (∑ ) ∑ − (∑ )

; koe isien korelasi (3.7)

Koefisien determinasi (R2) merupakan hasil kuadrat dari koefisien korelasi (r)2

(54)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Pengujian Sensor

A. Pembangkit sinyal

Rangkaian pembangkit sinyal atau signal generator terdiri atas IC XR2206 sebagai pembangkit gelombang yang memiliki konfigurasi RC eksternal guna mengatur seberapa besar frekuensi osilasi yang diinginkan. Dirumuskan berdasarkan Persamaan 12. Menggunakan kapasitor dengan kapasitansi 1 nF , dan resistor variabel dengan resistansi maksimum 2 MΩ, hasil pengukuran kinerja IC XR2206 sebagai pembangkit sinyal yang diukur pada suhu tetap 25 oC ditunjukan

pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Menunjukkan grafik frekuensi osilasi vs resistansi antara nilai frekuensi secara teori dan praktik

(55)

kHz. Grafik menunjukkan penurunan frekuensi disetiap kenaikan nilai resistansi. IC XR2206 mampu menghasilkan frekuensi maksimum pada nilai R terkecil yakni 1 kΩ, yang mana menurut perhitungan secara teori menghasilkan frekuensi 1 MHz, namun secara praktik hanya mencapai 729,9 kHz. Untuk kombinasi nilai R berikutnya (2,3,4, ... , 100 kΩ), menunjukkan nilai pendekatan yang lebih baik dengan penyimpangan yang kecil. Penurunan kinerja ini tidaklah menjadi hal yang serius, karena frekuensi yang digunakan dalam pengaplikasian tidak mutlak harus pada frekuensi 1 MHz.

B. Rangkaian pengondisi sinyal

Sinyal yang diterima oleh elektroda recevier sangat lemah, yakni pada kisaran milivolt, sehingga memerlukan suatu rangkaian penguat sinyal. Penguatan dilakukan menggunakan operational amplifier IC yakni AD620. Gambar 3.6. merupakan skematik rangkaian pengondisi sinyal dengan AD620. IC ini memiliki kemudahan dalam pengaplikasian yakni hanya memerlukan 1 resistor variabel yang terhubung ke pin 1 dan 8 untuk mengatur penguatannya. Secara teori sinyal dikuatkan sebesar 1236 kali yakni dengan mengatur nilai resistor sebesar 50 ohm. Berdasarkan persamaan 2.10.

=49,4 + 1 (2.10)

=49,4 50 + 1 = 1236

Namun akibat frekuensi sinyal yang tinggi, menyebabkan penguatan hanya terjadi sebesar dibawah 10 kali. Hal ini disebabkan nilai unity gain frequency dari Op-Amp pada umumnya sebesar 1 Mhz, sementara frekuensi sinyal sebesar 700 kHz. Unity gain frequency adalah suatu keadaan penguatan op-amp menjadi 1, apabila frekuensi gelombang yang dikuatkan adalah 1 Mhz.

C. Elektroda sensor

(56)

sinyal. Elektroda ini berhubungan langsung dengan sampel minyak yang akan diuji tingkat kerusakannya. Untuk mengetahui kondisi optimum kinerja sensor maka perlu diamati frekuensi pembangkit sinyal terhadap amplitudo dan bentuk gelombang pada receiver. Gelombang dengan sedikit distorsi dan amplitudo yang stabil adalah menjadi prioritas. Hal ini dikarenakan apabila gelombang memiliki distorsi yang besar atau perubahan amplitudo yang tidak menentu, maka hasil pembacaan sensor tidak stabil.

Gambar 4.2. Elektroda sensor, 1. transmiter, 2. spacer 2mm, 3.receiver, memiliki diameter 2 cm

Selain itu, pengaruhnya gelombang terhadap sampel yang berbeda juga menjadi faktor utama. Apabila interaksi gelombang terhadap perubahan sampel relatif sama, maka sensor akan sulit membedakan sampel yang diuji. Gambar 4.3. menunjukkan hasil pengamatan frekuensi dan interaksinya terhadap medium udara maupun minyak goreng fresh.

(57)

pada frekuensi 100 kHz, naik bertahap ke 2,05 volt pada 200 kHz, dan naik signifikan pada frekuensi 250 kHz yakni 2,13 volt. Selanjutnya turun secara bertahap sampai level 1,50 volt pada frekuensi 700 kHz.

Gambar 4.3. Grafik hubungan tegangan sensor vs frekuensi kerja sensor pada saat diukur pada medium udara dan minyak goreng fresh

Dari perbandingan kedua kurva ini dapat diamati kemampuan sensor membedakan kedua jenis sampel yang berbeda dalam hal ini medium minyak dan udara. Berdasarkan hubungan = , disebut bahwa perpindahan arus (displacement current = D) pada suatu bahan dielektrik berbanding lurus dengan = konstanta dielektrik dan perubahan medan listrik . Artinya apabila suatu gelombang yang melewati medium dengan konstanta dielektrik lebih besar, maka perpindahan arus dari elektroda transmiter ke recevier juga besar. Berdasarkan persamaan 3.1,

= ; ( ) (3.1)

(58)

yang berbanding terbalik. Artinya, apabila nilai tegangan semakin tinggi menunjukkan penurunan konstanta dielektrik. Dalam pada kasus ini, tegangan yang ditunjukkan pada sensor mampu menginterpretasikan bahwa medium udara memiliki tegangan sensor yang lebih tinggi jika dibandingkan pada medium minyak yang mana minyak lebih besar dari udara, adalah relevan dengan penjabaran persamaan diatas diatas.

4.1.2. Hasil Pengukuran Terhadap Sampel Minyak Goreng

Telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka, salah satu besaran yang menjadi faktor utama dalam mengukur tingkat kerusakan minyak goreng adalah bilangan peroksida. Nilai peroksida pada penelitian ini digunakan sebagai nilai variabel tetap untuk melihat hubungannya dengan tegangan sensor. Maka terlebih dahulu disiapkan sampel minyak yang memiliki perbedaan kualitas dengan cara mengoksidasinya melalui proses pemanasan, kemudian ditentukan bilangan peroksidanya. Proses oksidasi yang dilakukan dengan memanaskan minyak goreng dengan ketel pemanas dan menjaga suhu pemanasannya pada 235oC

dengan variasi waktu 0, 5, 10, 15, dan 20 menit. Tabel 4.1 merupakan hasil pengukuran bilangan peroksida dengan metode iodometri yang dibandingkan dengan hasil pengukuran sistem sensor yang telah dirancang.

Tabel 4.1. Hasil pengukuran bilangan peroksida

Durasi Pemanasan Sampel

(menit) Bilangan Peroksida (meq/kg)

Nila Rata-Rata

(59)

memiliki ralat yang cukup besar juga pengerjaannya tertumpu pada suatu fasilitas laboratorium yang memerlukan keahlian khusus.

Dari hasil pengukuran terdapat satu data yakni bilangan peroksida pada sampel minyak dengan durasi pemanasan 5 menit, yakni 9,9593 meq/kg lebih besar dibandingkan sampel dengan lama pemanasan 10 menit. Dalam analisis statistika, suatu hasil ukur yang memiliki penyimpangan cukup besar dapat diabaikan. Sehingga dalam menentukan garis regresi linier hasil pengukuran dengan cara meniadakan data hasil pengukuran pada minyak dengan durasi pemanasan 5 menit.

Gambar 4.4. Grafik hubungan bilangan peroksida terhadap waktu pemanasan

Grafik tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus antara durasi pemanasan sampel terhadap bilangan peroksida. Semakin lama proses pemanasan (oksidasi) pada sampel minyak maka terjadi kenaikan bilangan peroksida. Dengan metode regresi linier hasil pengukuran ini memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0,92001 dengan standard error 1,59007 dan kemiringan

(60)

Tabel 4.2. Hasil analisis grafik hubungan peroksida terhadap waktu pemanasan dengan metode regresi linier

Equation y = a + b*x

Adj. R-Square 0,92001

Value Standard Error

Bilangan peroksida Intercept 1,01628 1,59007

Slope 0,70377 0,11811

Setelah melakukan pengujian terhadap sampel minyak goreng dengan metode iodometri, selanjutnya 5 sampel minyak tersebut diuji menggunakan sistem sensor yang telah dirancang. Hasil pengukuran sebanyak 10 kali perulangan ditunjukkan pada grafik Gambar 4.4.

Gambar 4.5. Grafik tegangan sensor terhadap durasi pemanasan sampel minyak goreng dalam 10 kali pengulangan

(61)

yang sama disetiap perulangan. Hasil analisis secara lengkap disajikan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Analisis regresi linier tegangan sensor terhadap durasi pemanasan sampel minyak goreng dalam 10 kali pengulangan

Tegangan Sensor perulangan tersebut, maka dapat diamati grafik pada Gambar 4.6, dan Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Analisis nilai rata-rata hasil pengukuran sampel dengan sistem sensor

Equation y = a + b*x

Nilai pukul rata menunjukkan persebaran data memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0,92163, dengan error pengukuran sebesar 0,00348,

(62)

analisis kuadrat terkecil.

Gambar 4.6. Grafik hubungan tegangan sensor dalam volt terhadap durasi pemanasan sampel minyak goreng

Tegangan sensor yang ditunjukkan pada hasil pengukuran dengan sistem sensor menginterpretasikan perubahan konstanta dielektrik pada minyak. Semakin besar tegangan yang dihasilkan menunjukkan semakin kecilnya konstanta dielektrik. Dapat dibuktikan dengan menguraikan persamaan dasar kapasitor yakni persamaan 3.1. Diketahui suatu hubungan kapasistansi dielektrik = . Hasil perhitungan disain sensor kapasitif ini memiliki kapasitansi maksimum 4,52 pF, untuk suatu kondisi minyak fresh yang mana berdasarkan referensi memiliki konstanta dielektrik (k) sebesar 3,254. Hasil pengukuran tegangan sensor yang dihasilkan pada minyak dalam kondisi fresh adalah 1,13948 volt. Maka dapat diketahui bahwa muatan listrik yang dapat terkumpul adalah 51,52 .10-13

Coulomb. Sehingga untuk mengetahui perubahan dielektrik yang terjadai pada masing-masing sampel yang telah mengalami pemanasan pada suhu 235 oC

selama 5, 10, 15, dan 20 menit, dapat dihitung dari hubungan persamaan:

(63)

Hasil perhitungan konstanta dielektrik tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.5

Tabel 4.5. Hubungan lama pemanasan terhadap bilangan peroksida, konstanta dielektrik minyak, dan tegangan sensor

Durasi Pemanasan Sampel (menit)

Bilangan Peroksida

(meq/kg)

k (konstanta

dielektrik) Tegangan Sensor (volt)

0 (fresh) 1,9913 3,254 1,13948

5 9,9593 3,231 1,14778

10 5,9617 3,181 1,16559

15 11,8574 3,161 1,17315

20 15,9245 3,153 1,17608

Sehingga jelas bahwasanya semakin lama dipanaskan, maka minyak semakin mengalami kerusakan ditunjukkan juga oleh penurunan konstanta dielektrik. Penurunan konstanta dielektrik ini menunjukkan semakin sulitnya molekul minyak untuk mengalami proses polarisasi sehingga perpindahan arus listrik menjadi semakin rumit. Semakin kecil arus yang mengalir maka semakin tinggi tegangan listrik yang dihasilkan (Gambar 4.7).

(64)

4.2. Diskusi

Dari sejumlah variasi nilai frekuensi yang dilakukan terhadap medium udara dan minyak goreng, frekuensi 650-700 kHz memiliki selisih pembacaan terbesar dibandingkan frekuensi lain dibawahnya, yakni dengan selisih pembacaan sebesar 0,28 volt, dapat dilihat pada Gambar 4.2. Semakin besar selisih bacaan sensor untuk medium yang berbeda, maka semakin besar jangkauan pengukurannya dan menjadikan ketelitian pembacaan lebih tinggi. Dari hasil uji coba ini maka ditentukan frekuensi kerja yang digunakan pada 700 kHz.

Dari Gambar 4.3, terdapat suatu keunikan pada frekuensi 100–300 kHz yakni ditunjukkan dengan terbentuknya puncak yang sesaat. Fenomena ini disinyalir terjadi akibat terdapatnya beban yang tinggi namun gelombang yang dikirimkan belum memiliki energi yang cukup untuk menembus medium dielektrik tersebut. Sehingga gelombang melemah dan terbentuklah lembah hingga mencapai suatu frekuensi yang cukup, maka gelombang akan berlahan mengalami trend naik. Apabila bentuk gelombangnya diamati dengan osiloskop, maka terlihat suatu fenomena ketidak stabilan gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8, (a), sementara (b) adalah bentuk gelombang pada frekuensi 300 kHz keatas.

.(a) (b)

Gambar 4.8. Gelombang yang di transmisikan transmiter (biru) dan gelombang yang diterima receiver setelah melalui pengondisi sinyal (kuning). Bagian (a)

adalah frekuensi dibawah 200 kHz, (b) frekuensi diatas 300 kHz

Gambar

Tabel 2.1. Konstanta dielektrik beberapa bahan yang sering dijumpai
Gambar 2.1. Struktur kimia lemak dan minyak yang mengandung 3 gugus fungsi yakni ester pada tri-alkohol, gliserol sehingga disebut trigliserida  (Shakhashiri, 2008)
Gambar 2.2. Hidrolisis trigliserida membentuk gliserol dan asam lemak (fatty acid) (Shakhashiri, 2008)
Gambar 2.3. Peroxide Value Meter buatan UNIPHOS, India
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tampilan ini berfungsi untuk melakukan analisis kebutuhan tulangan pada balok. Pada tampilan ini pengguna diminta memasukkan input data pada TextBox dan ComboBox dengan

Lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul merupakan teknik antropometri yang sederhana dan murah untuk melihat distribusi lemak dalam tubuh yang

Dari uraian beberapa defi nisi diatas maka dicoba untuk mendefi nisikan hermeneutik berikut ini, hermeneutik adalah seni berpikir dalam kerangka membuat suatu

Kawasan tersebut mempunyai fungsi sebagai daerah lidung, penyangga dan daerah tangkapan air dan di dalamnya terdapat kekayaan sumberdaya alam yang cukup tinggi dan beragam

Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) ini dilakukan pada forum KKG dabin Putra Serang IV, Kecamatan Wonosegoro-Boyolali tahun pelajaran 2014/2015. Pelaksanaan

Perlakuan yang telah dilakukan menunjukkan dan membuktikan pada kelompok APS dan RT secara keseluruhan tidak berpengaruh signifikan (p&gt;0,05) karena pertimbangan faktor

Seandainya Pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara dilakukan hari ini, dari 3 pasangan calon berikut ini telah didukung oleh partai politik 1). Pasangan DJAROT