BENTUK PENYAJIAN
DAN FUNGSI RAPA’I GELENG
PUTROE PHANG DALAM ACARA PANGGUNG SENI
MINGGUAN DI ULEE LHEUE
BANDA ACEH
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
RIZQI YANOGA
NIM. 2111542020
JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
RIZQI YANOGA, NIM 209142045. Skripsi, BENTUK PENYAJIAN DAN FUNGSI RAPA’I GELENG PUTROE PHANG DALAM ACARA PANGGUNG SENI MINGGUAN DI ULEE LHEUE BANDA ACEH. Medan: Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan. 2016.
Penelitian ini merupakan bentuk penyajian dan fungsi Rapa’i Geleng
Putroe Phang dalam acara panggung seni mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk penyajian dan fungsi Rapa’I Geleng Putroe Phang dalam acara panggung seni mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh.
Penelitian ini berdasarkan landasan teoritis yang menjelaskan teori bentuk penyajian, teori fungsi, akustik organologi dari Rapa’I Geleng Putroe Phang
Universitas Syah Kuala.
Fungsi dalam permainan Rapa’I Geleng Putroe Phang terdapat pada isi dari syair yang di bawakan dan tabuhan-tabuhan yang menyertakan kekompakan yang melambangkan sikap keseragaman.
Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif, sampel dalam penelitian adalah seluruh anggota Rapa’I Geleng Putroe Phang yang berjumlah 12 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan instrument penelitian observasi, wawancara, dan dokumentasi yang dilakukan langsung terhadap Rapa’I Geleng
Putroe Phang. Pengolahan dan analisis data menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif.
Hasil dari penelitian dan wawancara menunjukkan bahwa Rapa’I Geleng
Putroe Phang yang ada di UKM seni Putroe Phang Universitas Syah Kuala Banda Aceh sangat digemari Masyarakat. Rapa’I Geleng Putroe Phang di pertunjukkan dalam acara panggung seni mingguan di Ulee Lheue kota Banda Aceh. Dan juga ditampikan di acara-acara tertentu baik kegiatan di kampus seperti memperingati hari-hari besar agama Islam (Maulid Nabi Muhammad SAW dan Isra’ Mi’raj), maupun kegiatan diluar kampus. Instrument yang digunakan adalah Rapa’I (sejenis rebana). Bentuk penyajian yang disajikan dalam permainan Rapa’I geleng Putroe Phang yang terdiri dari tiga bagian, yakni Saleum (pembuka), Kisah (baik kisah Rasul, Nabi, Raja, sejarah kebudayaan, dan ajaran agama Islam), Lanie (penutup).Rapa’IGeleng Putroe Phang memiliki harmoni tersendiri.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia yang telah diberikannya bagi penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini.
Skripsi ini mengambil judul“Bentuk Penyajian Dan Fungsi Rapa’I Geleng
Putroe Phang Dalam Acara Panggung Seni Mingguan Di Ulee Lheue Banda
Aceh“. Yang bertujuan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan di Jurusan Sendratasik, Program studi Pendidikan Musik, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.
Penulis menyadari sepenuhnya Skripsi ini belum mencapai hasil yang
maksimal, untuk itu sangat diharapkan saran dan masukan yang membangun dari
pembaca. Semoga Skripsi ini bisa memberi kontribusi terhadap pengetahuan.
Penulis juga menyadari bahwa banyak hambatan dan kesulitan yang dialami
dalam menyelesaikan Skripsi ini, tetapi keberhasilan penulis dalam
menyelesaikan sebuah karya ilmiah tidak lah terwujud tanpa bantuan dari semua
pihak, baik dukungan moral, materi, fasilitas, dari lembaga berperan dalam
kelancaran penyusunan skripsi ini.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan.
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan.
3. Uyuni Widiastuti, M.Pd Ketua Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan.
4. Dr. Pulumun P Ginting, M.Sn Ketua Program Studi Pendidikan Musik
Universitas Negeri Medan.
5. Octaviana Tobing, M.Pd Dosen Pembimbing Skripsi 1.
6. Mukhlis Hasbullah, M.Sn Dosen Pembimbing Skripsi 2 dan Pembimbing
Akademik.
7. Bapak/Ibu Dosen di Jurusan Sendratasik Program Studi Pendidikan Musik
8. Ketua UKM Seni Putroe Phang yang merupakan Narasumber dalam
penulisan Skripsi ini.
9. Seluruh pemain Rapa’I Geleng Putroe Phang yang tidak bisa di sebutkan satu
persatu
10. Teristimewa kepada Ayahanda tercinta (Alm) Drs. Mohd Khaldun. Serta
Ibunda Suharni tercinta yang telah memberikan kasih sayang baik moril
maupun materil, motivasi, semangat dan doa yang tiada hentinya demi
kesuksesan serta demi tercapainya cita-cita
11. Saudara kandung penulis kakak Sastrinda Azaristia, S.Pd, adek Gian Rizka
Giovani, Suluh Mahcoara, Azizan Asfa yang menjadi penyemangat dalam
penyelesian Skripsi ini.
12. Putri Sari, S.Pd dan keluarga yang telah banyak memberi semangat dan
motivasi dalam menyelesaikan Skripsi ini.
13. Gusri Wahyudi Sahabat terbaik yang banyak membantu menyelesaikan
Skripsi ini.
14. Rekan-rekan Mahasiswa dan sahabat penulis, Ilham Maulana, Angki
Chamaro, Agus Prawijaya, Tri Agung Nugroho, Mhd Zamzam, Ilham
Gustian, Fadly, Mutiara Ananda, serta Willi teman 1 bimbingan dan sahabat
terbaik satu rumah Nazir dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya dibidang Pendidikan Musik.
Medan, September 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...…i
KATA PENGANTAR ...…ii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR GAMBAR ...vii
DAFTAR TABEL ...viii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah... 7
C. Pembatasan Masalah... 8
D. Rumusan Masalah... 9
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II. LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL ... 12
A. Landasan Teoritis...12
1. Pengertian Bentuk Penyajian ...13
2. Pengertian Fungsi ...14
3. Pengertian Rapa’I Geleng Putroe Phang...16
4. Acara Panggung Seni...18
B. Kerangka Konseptual...19
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...22
A. Metodologi Penelitian ...22
B. Populasi dan Sampel...23
1. Populasi...23
2. Sampel ...24
C. Teknik Pengumpulan Data ...24
1. Observasi ...25
2. Wawancara ...26
3. Dokumentasi...27
D. Teknik Analisis Data ...29
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...31
A. Letak Geografis Kota Banda Aceh ...31
1. Suku Aceh ...34
2. Sektor Pariwisata ...35
3. Kesenian ...36
a. Tari Ranup Lampuan ...37
b. Tari Likok Pulo...37
c. Tari Tarek Pukat ...37
d. Rapa’I Geleng...38
e. Tari Saman ...38
f. Tari Seudati ...38
B. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Putroe Phang Unsyiah ...39
C. Rapa’I Geleng Putroe Phang...41
D. Instrument Rapa’I Geleng...44
E. Bentuk PenyajianRapa’I Geleng Putroe Phang...48
2. Kisah...52
3. Lanie ...61
a. Pendukung Acara...66
b. Tempat Pertunjukan...66
F. Fungsi Rapa’I Geleng Putroe Phang ...67
G. Nilai Pendidikan Rapa’I Geleng Putroe Phang...70
1. Pendidikan Ketaqwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa...71
2. Pendidikan Budi Pekerti ...71
3. Pendidikan Tata Krama...72
4. Pendidikan Kecerdasan ...72
5. Pendidikan kepribadian...72
6. Pendidikan Estetika...73
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...74
A. Kesimpulan ...74
B. Saran...75
DAFTAR PUSTAKA ...77
LAMPIRAN...79
DAFTAR GAMBAR
Gambar hal
Gambar 4.1 Peta Kota Banda Aceh……….32
Gambar 4.2 Kecamatan Kota Banda Aceh………..34
Gambar 4.3Pemain Rapa’I Geleng……….43
Gambar 4.4 Rapa’I Aceh……….45
DAFTAR TABEL
Tabel hal
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rapa’I geleng adalah sebuah kesenian etnis Aceh yang berasal dari
wilayah Aceh bagian selatan tepatnya desa Manggeng, yang sekarang merupakan
masuk kawasan Kabupaten Aceh barat daya.Rapa’I Geleng berawal dari upacara
agama Islam, yaitu Dalalil Qairat.Dalalil Qairat ini dilakukan pada
malam-malam tertentu setelah shalat Isya, atau Bale-BaleBeut (tempat-tempat pengajian).
Kegiatan ini dilakukan dengan cara duduk bersila berjajar maupun melingkar,
sambil mengumandangkan pujian-pujian kebesaran Allah SWT serta shalawat
kepada Nabi Muhammad SAW. Dari Dalalil Qairat Berkembang menjadi Rateb
Geleng.Rateb Geleng juga merupakan proses Pendekatan dan pengembangan
agama Islam dengan menggelengkan kepala ke kiri dan ke kanan sambil
membacakan pujian serta shalawat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Rapa’I sebagai salah satu alat musik hasil penyebaran agama Islam yang
dibawa dari hasil kebudayaan Timur Tengah melalui India yang kemudian
menjadi media dakwah dalam penyebaran agama Islam dimasa kerajaan Islam
pertama tersebut yang kemudian membawa pengaruh budaya yang berkembang
menjadi suatu bentuk kesenian yang mempunyai fungsi sosial budaya pada masa
pemerintahan kerajaan Islam di Aceh Yang saat itu dipimpin oleh Sultan Iskandar
Muda hingga saat ini. Penyebaran Islam melalui alat musik Rapa’I berawal dari
seorang Ulama besar Islam yaitu Syekh Abdul Qadir Zailani, yang meneruskan
2
Ahmad Rifa’I yang mengajarkan agama Islam dengan ajaran Tasawuf yang
dikenal dengan aliran“Rifaiyah”.
Pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda, alat musik ini sering
digunakan untuk keperluan penyambutan tamu kerajaan. Alat musik Rapa’I ini
merupakan hasil akulturasi budaya Islam yang masuk ke daerah Aceh sekitar abad
XIII, yang dibawa oleh para Ulama dan saudagar Islam dari Timur Tengah
melalui jalur perdagangan dunia yang melintasi Asia tengah dan selatan seperti
Pakistan, India dan sebagainya,dan kemudian menjadi alat penyebaran agama
Islam di seluruh Aceh dan Nusantara, sehingga menjadi budaya masyarakat Islam
Indonesia. Hal ini dapat kita lihat pada banyaknya ragam alat musik Perkusi
sejenis Rabana di Nusantara ini yang bentuknya hampir menyerupai Rapa’I
.Bahkan hampir semua instrument tersebut digunakan mengiringi Shalawat Nabi
yang tujuannya untuk memuliakan Nabi Muhammad sebagai Rasulullah SAW,
pada peringatan hari besar keagamaan Islam.
Rapa’I Geleng dikembangkan oleh seorang anonim pada tahun 1965 di
pesisir pantai selatan Aceh.Permainan Rapa’I Geleng juga disertakan gerakan
tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam hal kerja sama,
kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan masyarakat.
Keistimewaaan kesenian Rapa’I Geleng ini adalah dalam pertunjukannya
dilakukan secara kelompok (tidak tunggal) mempunyai gerak yang dinamis, cepat
dan kompak. Kesenian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair
yang dinyanyikan, kostum dan gerak dasar yakni dari unsurtari Meuseukat.Jenis
3
ada dua belas orang laki-laki yang sudah terlatih.Diawali dengan tempo lambat
yang kemudian berubah menjadi sangat cepat yang diakhiri dengan berhenti
secara serentak membuat Rapa’I Geleng ini memiliki unsur pertunjukan yang
dinamis, kemudian konfigurasi gerak yang membentuk saling silang pada sebuah
gerak.Syair yang dibawakan adalah sosialisasi kepada masyarakat tentang
bagaimana hidup bermasyarakat, beragama dan solidaritas yang dijunjung
tinggi.Geleng yang berarti menggeleng berbentuk syair gerakan kepala dengan
kekuatan leher dan kelenturan badan sambil melantunkan nyanyian melalui syair
dan sekaligus memainkan alat musik Rapa’I, menjadikan Rapa’I geleng ini
memiliki nilai estetika yang sangat menarik untuk dilihat sebagai sebuah seni
pertunjukantradisional.
Dalam perkembangannya saat ini, Rapa’I di Aceh banyak digunakan
sebagai pengiring tarian Termasuk Rapa’I Gelengyang ditampilkan pada upacara
penyambutan pengantin pada pesta pernikahan, khitanan, dan penyambutan tamu
kehormatan, atraksi Daboh(debus) atau pertunjukan bela diri, perlombaan Rapa’I
(Rapa’I Tunang) dan sebagai identitas alat musik Aceh, dan yang digunakan
dalam beberapa garapan karya musik modern sebagai salah satu dampak proses
Globalisasi yang banyak mewarnai jenis World Music (musik Etnik di dunia)
yang menunjukan identitas budaya etnik Aceh oleh para seniman dibidang musik
di Aceh.
Rapa’I Geleng mempertahankan suatu bentuk musik dengan memainkan
pukulan dengan pola ritme Repetisi (diulang-ulang), tempo yang berubah-ubah
4
tempo lambat (andante). Melodi dibawakan oleh pelantun lagu berisi syair-syair
yang menyerukan ajaran agama Islam dengan menggunakan dinamika seperti
legato, crescendo, descresendo serta melakukan gerakan yang serempak
menggelengkan kepala kekanan-kekiri dan mengangguk-anggukan kepala.Musik
Rapa’I Gelengberfungsi sebagai media dakwah dalam mensyiarkan ajaran agama
Islam.Hal ini terlihat jelas dari ritme, melodi, yang diulang-ulang (Repetisi).
Ritme,melodidalam musik ini diangkat dari bentuk ritme pada saat berzikir.
Kesenian pada masyarakat tradisional identik dengan hal-hal yang
berhubungan erat dengan ibadah atau praktek ritual yang dilakukan masyarakat di
daerah atau suku bangsa yang ada di Indonesia, contohnya ritual tiban atau tari
tiban, tiban merupakan tari ritual rakyat yang turun temurun menjadi bagian
kebudayaan masyarakat Jawa Timur.Tarian tiban adalah sebuah tarian permintaan
permohonan kepada yang maha kuasa berharap untuk diturunkannya hujan.Selain
ituRafa’I zikir yang berasal dari Aceh juga merupakan kegiatan beribadah dengan
berzikir diiringi dengan Rapa’I (Rebana) sebagai pengiring, begitu pula dengan
kesenianRapa’I Geleng.
Dalam kenyataanya, kesenian tradisional Aceh sudah lama dipengaruhi
oleh nilai-nilai Islami.Dalam segala bidang ajaran agama Islam telah merasuk ke
semua sendi-sendi kehidupan masyarakat (solidaritas), pendidikan sampai kepada
keyakinan dan kehidupan sosial lainnya.Dengan begitu kesenian tradisional Aceh
identik dengan seni yang bernuansa Islami seperti Rapa’I Geleng.Begitu pula
bentuk-bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Aceh,
5
Rapa’I Geleng juga mempunyai tujuan untuk pendidikan karena dari syairnya bisa
membentuk manusia berbudi pekerti luhur.Secara filosofi titik tekannya adalah
obyek nilai dan moral pada diri anak didik. Karena dapat dimanfaatkan untuk
membimbing dan mendidik mental serta tingkah laku seseorang agar berubah
menuju kondisi yang lebih baik,antara lain memperluas perasaan, bersikap santun,
berperilaku lemah lembut, bermoral mulia, dan berbudi pekerti luhur.
Kebudayaan yang sudah melekat pada masyarakat dan sudah turun
temurun sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat
sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
sebuah keyakinan yang sulit untuk dihilangkan. Kepercayaan-kepercayaan yang
masih berkembang dalam kehidupan suatu masyarakat, biasanya di pertahankan
melalui sifat-sifat lokal yang dimilikinya.Dimana sifat lokal tersebut pada
akhirnya menjadi suatu kearifan yang selalu dipegang teguh oleh masyarakat.
Musik yang telah lama hidup dan berkembang di negara Indonesia yang
tercinta ini, diciptakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan memiliki sifat
turun-temurun secara tradisional dari generasi yang satu kegenerasi berikutnya.
Dari proses pewarisan yang turun temurun inilah musik jenis ini hidup dan
berkembang sampai saat ini. Musik-musik ini sering disebut dengan istilah musik
tradisional yang tersebar di seluruh Indonesia. Karena musik tradisional yang ada
di Indonesia merupakan hasil karya cipta setiap suku bangsa (Batak, Dayak,
Mentawai, Papua, Riau, Sunda, Jawa, Bali,Aceh dan sebagainya) yang hidup di
bumi ini. Maka banyaknya jenis musik yang ada di tentukan oleh jumlah suku
6
Indonesia memiliki jenis musik yang berbeda dengan musik yang berkembang
pada suku-suku bangsa lainnya di Negeri ini.
Berdasarkan jenisnya musik terbagi menjadi dua, yaitu musik tradisional
dan musik modern. Musik tradisional disebut juga musik daerah , yaitu
merupakan jenis musik yang muncul atau lahir dari budaya daerah secara turun
temurun. Biasanya lirik lagu tradisional bersifat sederhana.Demikian pula dengan
peralatan yang digunakan masih bersifat sederhana, seperti gamelan, angklung,
danrebana. Hampir setiap daerah di wilayah nusantara memiliki musik daerah atau
musik tradisional dengan lagu serta peralatan yang berbeda-beda.Pada umumnya,
musik daerah di Indonesia masih sederhana dan kental dengan unsur
kedaerahannya.
Secara garis besar, Kesenian Aceh pada umumnya sama yaitu sabagai
media dakwah mensyiarkan ajaran agama Islam. Salah satu contoh yaitu terlihat
pada syair yang dinyanyikan mengandung amanah dari Rasulullah dalam
memperjuangkan agama Islam serta shalawat.Isntrumen musik yang digunakan
dalam Rapa’I Geleng yaitu Rapa’I (rebana).Kemudian dari segi bentuk musik
diawali dengan saleum (pembuka), kisah (baik kisah Rasul, Nabi, Raja, dan ajaran
agama), dan lanie (penutup).Oleh karena itu, secara keseluruhan kesenian di Aceh
bernuansa Islam.
Dalam hal ini penulis ingin mengetahui bagaimana Rapa’I Geleng Putroe
Phang yang ada di Banda Aceh propinsi Nanggroe Aceh Darusallam yang masih
melestarikan budaya Aceh ini.Rapa’I Geleng Putroe Phang di Banda Aceh
7
kampus seperti memperingati hari-hari besar agama Islam (Maulid Nabi
Muhammad SAW dan Isra’ Mi’raj), maupun kegiatan di luar kampus seperti acara
Pernikahan, dan pada acara Panggung Seni Mingguan yang setiap hari minggu di
adakan di Uleelheue Banda Aceh.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik mengangkat topik ini
menjadi bahan penelitian yang diberi judul Bentuk Penyajian Dan Fungsi
Rapa’I Geleng Putroe Phang Dalam Acara Panggung Seni Mingguan di Uleelheue Banda Aceh.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah sangat penting dilakukan dengan benar dalam
penelitian ilmiah.Hal ini bertujuan agar penelitian menjadi terarah dan cakupan
masalah yang dibahas tidak terlalu luas dan melebar. Maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk penyajian Rapa’I Geleng Putroe Phangdalam acara
Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh?
2. Jenis instrumen apa saja yang berperan padaRapa’I Geleng Putro Phang
dalam acara Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh?
3. Bagaimana nilai pendidikan padaRapa’I Geleng Putroe Phang setiap
dalam acara Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh?
4. Bagaimana bentuk musik padaRapa’I Geleng Putroe Phang dalam acara
8
5. Siapa saja yang berperan dalam memainkan alat musik Rapa’I Geleng
Putroe Phang di Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh?
6. Apakah fungsiRapa’I Geleng Putroe Phang dalam acara Panggung Seni
Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh?
7. Bagaimana keberadaan Rapa’I Geleng Putroe Phang dalam acara
Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh?
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan batasan dari
masalah.Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasikan faktor mana saja
yang termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian dan faktor mana yang
tidak termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian.
Mengingat luasnya cakupan masalah, keterbatasan waktu dan kemampuan
teoritis maka penulis merasa perlu membatasi masalah-masalah dan lain-lain yang
timbul dari rencana tertentu untuk memudahkan pemecahan masalah yang
dihadapi dalam penelitian ini. Sebab sebuah masalah yang dirumuskan terlalu
umum dan luas tidak pernah dipakai sebagai masalah dan tidak akan pernah
dipakai sebagai masalah dan tidak akan pernah jelas batasan-batasan masalahnya.
Oleh karena itu penulis membatasi masalah tersebut sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk penyajian Rapa’I Geleng Putroe Phang Dalam Acara
Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh?
2. Bagaimana fungsi Rapa’I Geleng Putroe Phang Dalam Acara Panggung
9
3. Bagaimana nilai pendidikan pada Rapa’I Geleng Putroe Phang Dalam
Acara Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh?
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang
hendak dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk
menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik,
sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban pertanyaan.
Berdasarkan uraian diatas hal ini sejalan dengan pendapat maeryeni
(2005 :14), yang mengatakan bahwa:
“Rumusan masalah merupakan jabaran detail fokus penelitian yang akan digarap. Rumusan masalah menjadi semacam kontrak bagi peneliti karena penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan sebagaimana terpapar pada rumusan masalahnya.Rumusan masalah juga bisa disikapi sebagai jabaran fokus penelitian karena dalam praktiknya, proses penelitian senantiasa berfokus pada butir-butir masalah sebagaimana dirumuskan.”
Berdasarkan uraian baik latar belakang masalah, identifikasi masalah, serta
pembatasan masalah, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk penyajian Rapa’I Geleng Putroe Phang dalam
acara Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda aceh?
2. Bagaimana fungsi Rapa’I Geleng Putroe Phang dalam acara
Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh?
3. Bagaimana nilai pendidikan pada Rapa’I Geleng Putroe Phang Dalam
10
E. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan selalu mengarah pada tujuan, yang merupakan suatu
keberhasilan penelitian yaitu tujuan penelitian, dan tujuan penelitian merupakan
jawaban atas pertanyaan dalam penelitian. Maka tujuan yang hendak dicapai oleh
penulis adalah:
1. Untuk mengetahui bentuk penyajian Rapa’I Geleng Putroe Phang
Dalam Acara Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh.
2. Untuk mengetahui fungsiRapa’I Geleng Putroe Phang Dalam Acara
Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh.
3. Untuk mengetahui nilai pendidikan Rapa’I Geleng Putroe Phang Dalam
Acara Panggung Seni Mingguan di Ulee Lheue Banda Aceh.
F. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian hendaknya memberikan manfaat agar apa yang diperbuat
tidak sia-sia, manfaat penelitian merupakan kegunaan dari penelitian yang
merupakan sumber informasi dalam mengembangkan kegiatan penelitian
selanjutnya. Maka dengan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi penulis dalam menambah wawasan
mengenai musikRapa’I Geleng Putroe Phang.
2. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kesenian tradisional yang
11
3. Sebagai bahan suatu kesenian daerah yang dapat dipertahankan agar
tidak terjadi pengklaiman oleh Negara lain.
4. Sebagai motivasi bagi para pembaca khususnya yang berkecimpung di
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Rapa’I Geleng pada masyarakat Aceh merupakan salah satu bentuk
Kesenian yang memiliki nilai estetika dan kaya akan nilai budaya. Berdasarkan
bahasan di atas yang telah dijelaskan secara rinci sesuai dengan apa yang telah
didapatkan selama penelitian, baik itu melalui wawancara, observasi, dan
dokumentasi serta membaca buku-buku yang relevan. bahwa Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh menjaga warisan kesenian Aceh yakni Rapa’I Geleng dan
beberapa kesenian Aceh lainnya. Rapa’I Geleng Putroe Phang yang ada di
Universitas Syah Kuala Banda Aceh merupakan perkembangan dan juga sekaligus
menjaga warisan budaya Rapa’I Geleng yang asalnya sendiri dari kabupaten Aceh
selatan kecamatan Manggeng. Untuk itu penulis menarik kesimpulan bahwa:
1.Bentuk penyajian musik Rapa’I Geleng Putroe Phang Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh disajikan dalam tiga bagian yakni Saleum (pembuka), Kisah (baik
kisah Rasul, Nabi, Raja, dan ajaran agama Islam), dan Lanie (penutup).
2. Rapa’I Geleng mempunyai tujuh fungsi apabila dilihat dari makna syair-syair yang dilantunkannya seperti pada bagian Shalawat, Saleum, dan kisah Riwayat
nabi Muhammad SAW, dan ada pun fungsi tersebut diantaranya adalah, fungsi
75
fungsi norma-norma sosial, fungsi kesinambungan budaya, fungsi
pengintergrasian masyarakat.
3. Salah satu nilai yang terkandung pada kesenian Rapa’I Geleng adalah nilai pendidikan. Karena Rapa’I Geleng Putroe Phang bersifat mendidik para
pendengarnya. Mengingat bahwa kesenian Rapa’I Geleng dimainkan dengan cara
dan sifat tertentu.
B. Saran
Untuk menyempurnakan skripsi ini maka penulis membuat beberapa saran
yaitu sebagai berikut :
1. Diharapkan bagi seluruh masyarakat Aceh agar tetap bersama-sama menjaga
dan melestarikan apa yang telah diwariskan oleh leluhur kita, warisan yang
telah diberikan oleh leluhur merupakan harta terbesar dan aset negara yang
tidak terhingga nilainya. Menjaga warisan leluhur berarti juga menjaga
identitas bangsa dimata dunia.
2. Peneliti berharap kepada pihak yang berwenang untuk tetap menjaga
kelestarian Rapa’I Geleng agar bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya
sehingga kebudayaan ini tidak akan punah dimakan waktu dan masih bisa
dipertunjukan kembali.
3. Meningkatkan minat generasi muda untuk mencintai dan mengenal budaya
76
4. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para peneliti selanjutnya yang
ingin membahas lebih jauh lagi masalah-masalah lain yang belum sempat
77
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 2009. Apresiasi Karya Seni Musik Daerah Nusantara. Bandung: Sarana Ilmu Pustaka.
Ananda, Rizka Tri. 2014. Keberadaan Rapa’I Geleng Inong Di Sanggar Mirah
Delima Universita Al-Muslim Kab.Bireuen (Studi Terhadap Bentuk Penyajian Dan Bentuk Musik).Skripsi FBS.Universitas Negeri Medan.
Depdikbud, 1986. Ensiklopedi Musik Dan Tari Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh: Pusat Penelitian Sejarah Dan Budaya.
Depdikbud, 2014.Seni Budaya Kurikulum 2013 SMA/MA SMK/MK Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan Dan Kebuduyaan.
Dewantara. 1977. Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Hardjana, Suka. 2003. Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. Jakarta: Ford Foundation.
Irwansyah. 2010. Peranan dan Bentuk Musik Pada Pertunjukan Debus Di Aceh. Skripsi FBS.Universitas Negeri Medan.
Ishak, dkk.1978/1979.Ensiklopedia Musik dan Tari Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh: Depdikbud.
Langer, Susanne K. 1998. Rout-Ledge Encyclopedia Of Philosophy. London
Merriam, Alan P. 1964. The Anthopology Of Music. Evanston Illinois: North Western University Press.
Pane, Wahyu. 2007. Khasanah Budaya. Artikel.Depdikbud.
Siegmester, Elie. 2004. Melody As The Metion Of a Single Voice or Instrument. New York. Wesley.
Soedarsono.R.M. 2001. Seni Pertunjukan. Yogyakarta: Ford Foundation.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Tampubolon. 2007. Teori Musik. Bogor: Piranti Darma.
78
http://acehdalamsejarah.blogspot.co.id/2009/11/putroe-phang-puteri-pahang-putroe.html.