GAMBARAN KADAR HAEMOGLOBIN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012-2013
Oleh:
SRI WULANDARI 110100104
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”
Oleh:
SRI WULANDARI 110100104
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Gambaran kadar haemoglobin pada anak dengan Penyakit Jantung Bawaaan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012 – 2013
Nama : Sri Wulandari NIM : 110100104
Pembimbing
(dr. Tina Christina L. Tobing, Sp.A (K)) NIP. 19610910 198712 2 001
Penguji I
(dr. Taufik Sungkar, M.Ked, Sp.PD) NIP. 19791017 200912 1 002
Penguji II
(dr. Milahayati Daulay,M.Biomed) NIP. 19800720 200604 2 003 Medan, 12 Januari 2015
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan jantung yang terjadi atau terdapat sejak janin dalam kandungan dan kelainan ini berlansung setelah janin dilahirkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kadar haemoglobin pada anak dengan penyakit jantung bawaan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012-2013. Desain penelitian ini adalah deskriptif. Cara pengambilan dilakukan dengan teknik total sampling. Besar sampel yang diperoleh berjumlah 113 orang dan diolah dengan bantuan program SPSS 22.0.
Hasil penelitian ini diperoleh 113 sampel penderita PJB, 47 sampel (41.6%) laki-laki dan 66 sampel (58.4%) perempuan. Distribusi kelompok usia pada anak penderita PJB terbanyak adalah kelompok usia 0 – 24 bulan sebanyak 48 sampel (42.5%). Jenis PJB asianotik yang paling banyak ditemui adalah Defek Sekat Ventrikel (42.0%), diikuti Paten Duktus Arteriosus (29.6%), Defek Sekat Atrium (27.2%), dan Stenosis Pulmonal (1.2%), pada PJB sianotik yang paling banyak ditemui adalah Tetralogi Fallot (78.1%), diikuti Transposisi Arteri Besar (12.5%) dan Atresia Pulmonal (9.4%). Kejadian anemia pada PJB asianotik (42.0%), pada PJB sianotik (43.8%) dan polisitemia yang paling banyak ditemui pada PJB sianotik (3.1%). Anemia berdasarkan morfologi eritrosit yang paling banyak ditemui adalah hipokromik mikrositer (56.6%).
Penelitian ini dapat disimpulkan bahawa kejadian anemia pada PJB asianotik (42.0%), sedangkan anemia pada PJB sianotik (43.8%), dan polisitemia lebih sering dijumpai pada PJB sianotik. Anemia berdasarkan morfologi eritrosit pada PJB yang paling banyak dijumpai adalah anemia hipokromik mikrositer.
ABSTRACT
Congenital Heart Disease (CHD) is defined as heart defect that occurs or there since the fetus in the womb and the disorder takes place after the fetus in born.
Purpose of this study was to determine the picture of haemoglobin in children with congenital heart disease in the RSUP H. Adam Malik Medan years 2012-2013. Design this study was a descriptive. The sampling technique was total sampling. Total sample were 113 respondens and analysis of data was conducted by the SPSS.
The results of this study showed 113 sample had CHD, 47 male (41.6%), 66 female (58.4%), by age group 0-24 months (42.5%),The most common CHD acyanotic was Defek Sekat Ventrikel (42.0%), followed by Paten Duktus Arteriosus (29.6%), Defek Sekat Atrium (27.2%) and Stenosis Pulmonal (1.2%), The most commonest CHD cyanotic Tetralogy Fallot (78.1%), followed by Transposission greath arteri (12.5%) and Atresia Pulmonal (9.4%) anemia most in CHD acyanotic (42.0%), the CHD cyanotic (43.8%) and polysitemia most frequently faced CHD cyanotic (3.1%). Anemia based on the morphology of erythrocytes in CHD most often found is hipochromic micrositer (56.6%).
The conclusion that, the incidence of anemia in acyanotic CHD (42.0%), while cyanotic CHD (43.8%) and polysitemia more common in cyanotic CHD. Anemia based on the morphology of erythrocytes in CHD most often found is hipochromic micrositer (56.6%).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur kepada Allah SWT, sumber
segala nikmat yang telah dilimpahkan rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga
penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat diselasaikan sebagai tugas akhir yang
harus ditempuh untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Shalawat serta salam penulis kepada
Rasulullah SAW, para sahabat dan keluarganya.
Dalam menyelasikan penelitian yang berjudul “Gambaran kadar
haemoglobin pada anak dengan Penyait Jantung Bawaan di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2012-2013”, penulis banyak menemui kesulitan dan hambatan.
Namun karena bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun material,
karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini,
penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan
yang setulus-tulusnya kepada:
1. dr. Tina Christina L. Tobing, Sp A(K) selaku Dosen Pembiming yang
telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi
bimbingan dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini.
2. dr. Milahayati Daulay, M. Biomed selaku Dosen Penguji pada saat
penulisan proposal penelitian ini yang sudah memberikan masukan dan
saran untuk perbaikan karya tulis ilmiah ini.
3. dr. Taufik Sungkar, M. Ked, Sp PD selaku Dosen Penguji pada saat
penulisan proposal penelitian ini yang sudah memberikan masukan dan
saran untuk perbaikan karya tulis ilmiah ini.
4. Yang terhormat dan tercinta, kedua orang tua penulis, Ayahanda Nasib
dan Ibunda Sujanah yang telah memberikan kasih sayang, dukunagan,
do’a, dan semangat serta bantuan materil selama ini. Ayah dan Ibu adalah
sumber semangat dan inspirasi tiada henti. Serta terima kasih yang tak
terhingga penulis ucapkan kepada adik, kakak, dan keluarga besar yang
5. Untuk sahabat-sahabat tercinta Tengku Nurhasanah, Widya Manja Putri,
Fenti Novita Sari, Romana Andelia Siregar dan teman-teman yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu, untuk masukan-masukan maupun
informasi yang mendukung penelitian ini.
6. Untuk teman satu dosen pembimbing Reyhana Gathari yang telah
membantu dan mendukung selama proses penelitian.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi bahan penulisan maupun kemampuan ilmiah. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tulisan ini dimasa yang akan datang.
Medan, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1. Tujuan Umum ... 3
1.3.2. Tujuan Khusus ... 3
1.4.Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB) ... 5
2.1.1. Definisi ... 5
2.1.2. Etiologi ... 5
2.1.3. Jenis – Jenis ... 5
2.1.4. Diagnosis ... 12
2.1.5. Penatalaksanaan ... 12
2.2. Haemoglobin ... 12
2.3. Anemia ... 13
2.3.1. Definisi ... 13
2.3.3. Gejala Klinis ... 16
2.3.4. Pendekatan Diagnosis ... 17
2.4. Kadar Haemoglobin pada Penyakit Jantung Bawaan ... 19
2.5. Polisitemia pada Penyakit Jantung Bawaan ... 20
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 21
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 21
3.2. Definisi Operasional... 21
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 23
4.1. Jenis Penelitian ... 23
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 24
4.5. Metode Analisa Data ... 24
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
5.1. Hasil Penelitian ... 25
5.1.1. Deskrpsi Lokasi Penelitan ... 25
5.1.2. Deskrpsi Karakteristik Responen ... 25
5.1.3. Hasil Analisa Data ... 27
5.1.4. Deskripsi Anemia pada PJB Asianotik dan Sianotik ... 28
5.1.5. Deskripsi Gambaran Darah Tepi berdasarkan Morflogi Eritrosit ... 29
5.2. Pembahasan ... 29
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
6.1. Kesimpulan ... 33
6.2. Saran ... 33
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Kadar Haemoglobin diagnosis anemia pada
Penyakit Jantung Bawaan ……… 13
Tabel 2.2. Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis ……….. 14
Tabel 2.3. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi….. 15
Tabel 2.4. Pemeriksaan fisik pada pasien anemia………. 17
Tabel 3.1. Kadar Haemoglobin diagnosis anemia pada
Penyakit Jantung Bawaan……… 22
Tabel 5.1. Distriusi Frekuensi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin …. 25
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Rentang Usia … 26
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi berdasarkan Jenis PJB ……….. 27
Tabel 5.4. Distribusi frekuensi anemia pada PJB Asianotik ………... 28
Tabel 5.5. Distribusi frekuensi anemia pada PJB Sianotik …………. 28
Tabel 5.6. Distribusi frekuensi anemia berdasarkan
DAFTAR SINGKATAN
AHA : American Heart Association
APSV U : Atresia Pulmonal dengan Sekat Ventrikel Utuh
AT : Atresia Trikuspid
DSA : Defek Septum Atrium
DSAV : Defek Septum Atrioventrikularis
DSV : Defek Sekat Ventrikel
Hb : Haemoglobin
KoA : Koarktasio Aorta
PDA : Paten Duktus Arteriosus
PJB : Penyakit Jantung Bawaan
SA : Stenosis Aorta
SP : Stenosis Pulmonal
TAB : Transposisi Arteri Besar
TOF : Tetralogi Of Fallot
WHO : World Health Organization
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti
LAMPIRAN 2 Ethical Clearance
LAMPIRAN 3 Surat Izin Penelitian
LAMPIRAN 4 Data Induk Subjek Penelitian
ABSTRAK
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan jantung yang terjadi atau terdapat sejak janin dalam kandungan dan kelainan ini berlansung setelah janin dilahirkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kadar haemoglobin pada anak dengan penyakit jantung bawaan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012-2013. Desain penelitian ini adalah deskriptif. Cara pengambilan dilakukan dengan teknik total sampling. Besar sampel yang diperoleh berjumlah 113 orang dan diolah dengan bantuan program SPSS 22.0.
Hasil penelitian ini diperoleh 113 sampel penderita PJB, 47 sampel (41.6%) laki-laki dan 66 sampel (58.4%) perempuan. Distribusi kelompok usia pada anak penderita PJB terbanyak adalah kelompok usia 0 – 24 bulan sebanyak 48 sampel (42.5%). Jenis PJB asianotik yang paling banyak ditemui adalah Defek Sekat Ventrikel (42.0%), diikuti Paten Duktus Arteriosus (29.6%), Defek Sekat Atrium (27.2%), dan Stenosis Pulmonal (1.2%), pada PJB sianotik yang paling banyak ditemui adalah Tetralogi Fallot (78.1%), diikuti Transposisi Arteri Besar (12.5%) dan Atresia Pulmonal (9.4%). Kejadian anemia pada PJB asianotik (42.0%), pada PJB sianotik (43.8%) dan polisitemia yang paling banyak ditemui pada PJB sianotik (3.1%). Anemia berdasarkan morfologi eritrosit yang paling banyak ditemui adalah hipokromik mikrositer (56.6%).
Penelitian ini dapat disimpulkan bahawa kejadian anemia pada PJB asianotik (42.0%), sedangkan anemia pada PJB sianotik (43.8%), dan polisitemia lebih sering dijumpai pada PJB sianotik. Anemia berdasarkan morfologi eritrosit pada PJB yang paling banyak dijumpai adalah anemia hipokromik mikrositer.
ABSTRACT
Congenital Heart Disease (CHD) is defined as heart defect that occurs or there since the fetus in the womb and the disorder takes place after the fetus in born.
Purpose of this study was to determine the picture of haemoglobin in children with congenital heart disease in the RSUP H. Adam Malik Medan years 2012-2013. Design this study was a descriptive. The sampling technique was total sampling. Total sample were 113 respondens and analysis of data was conducted by the SPSS.
The results of this study showed 113 sample had CHD, 47 male (41.6%), 66 female (58.4%), by age group 0-24 months (42.5%),The most common CHD acyanotic was Defek Sekat Ventrikel (42.0%), followed by Paten Duktus Arteriosus (29.6%), Defek Sekat Atrium (27.2%) and Stenosis Pulmonal (1.2%), The most commonest CHD cyanotic Tetralogy Fallot (78.1%), followed by Transposission greath arteri (12.5%) and Atresia Pulmonal (9.4%) anemia most in CHD acyanotic (42.0%), the CHD cyanotic (43.8%) and polysitemia most frequently faced CHD cyanotic (3.1%). Anemia based on the morphology of erythrocytes in CHD most often found is hipochromic micrositer (56.6%).
The conclusion that, the incidence of anemia in acyanotic CHD (42.0%), while cyanotic CHD (43.8%) and polysitemia more common in cyanotic CHD. Anemia based on the morphology of erythrocytes in CHD most often found is hipochromic micrositer (56.6%).
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan jantung yang terjadi atau
terdapat sejak janin dalam kandungan dan kelainan ini berlangsung setelah janin
dilahirkan. PJB ini merupakan kelainan posisi jantung dan sirkulasi jantung
(Brook, 2010).
Studi di seluruh dunia memperkirakan angka kejadian PJB 8/1000
kelahiran hidup (Linde et al, 2011). Data dari The Nothern Region Pediatric
Cardiologi memperkirakan insiden penyakit jantung bawaan di United Kingdom
sebesar 6,9/1000 kelahiran, atau di antara 145 kelahiran bayi. Penelitian di
Beijing, Cina mendapatkan insiden PJB 8,2/1000 dari total kelahiran, dimana
168,9/1000 lahir mati dan 6,7/1000 lahir hidup (Hariyanto, 2012). Data dari
American Heart Association (AHA) tahun 2013 angka kejadian PJB di Amerika
Serikat adalah 4-10/1000 kelahiran hidup. Di Eropa angka kejadian PJB adalah
6,9/1000 kelahiran hidup, dan di Asia terdapat 9,3/1000 kelahiran hidup. Di
Indonesia insiden PJB cukup tinggi, namun belum ada angka yang pasti.
Penelitian di RS. Dr. Sutomo pada tahun 2004-2006 sudah mendapatkan angka
kematian yang cukup tinggi dari PJB setiap tahunnya, berturut-turut 11,64%,
11,35%, dan 13,44% (Hariyanto, 2012).
Haemoglobin erat kaitannya dengan darah sebagai bahan yang dialirkan
keseluruh tubuh untuk mengantarkan oksigen dan karbondioksida keseluruh
tubuh. Dimana kemampuan transport oksigen dan karbondioksida ini sangat
dipengaruhi kadar haemoglobin. Pada Anemia terjadi peurunan kadar
haemoglobin sehingga transport oksigen dan karbondioksida menjadi berkurang,
dan akhirnya menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas dan
morbiditas pada PJB. Anemia bukanlah suatu penyakit tersendiri tetapi
yang sangat sering di jumpai di klinik maupun di lapangan. Di perkirakan lebih
dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia dengan sebagian
besar tinggal di daerah tropik (Bakta, 2009).
Gambran prevalensi anemia pada anak di dunia tahun 1989 pada anak usia
0-4 tahun adalah sebanyak 43%, di negara maju sebanyak 12%, dinegara
berkembang sebanyak 51%. Sementara itu prevalensi pada anak usia 5-12 tahun
adalah sebanyak 37%, di negara maju sebanyak 7%, di negara berkembang 46%
(De Maeyeret al, 1989 dalam Bakta, 2009).
Anemia merupakan faktor resiko penting untuk morbiditas dan mortalitas
pada pasien PJB asianotik dan sianotik. Pada pasien dengan penyakit jantung
memiliki prevalensi anemia yang cukup tinggi. Bedasarkan jenis PJB nya, anemia
pada PJB asianotik adalah bila kadar Hb <12 g/dl, sedangkan anemia pada PJB
sianotik adalah bila kadar Hb <15 g/dl (Amoozgar et al, 2011).
Hasil penelitian Amoozgar et al (2011) diantara 60 pasien dengan PJB
asianotik, (50,7%) mengalami anemia, (75,9%) pada kelompok PJB sianotik.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hariyanto (2012) di RSUP Dr. M. Djamil
Padang mengenai profil PJB di instalasi rawat inap pada januari 2008-februari
2009 di dapati 33,8% dari anak yang menderita penyakit jantung bawaan asianotik
mengalami anemia sedangkan di antara 34 pasien PJB sianotik terdapat 8,8%
yang menderita anemia.
Dari penelitian-penelitian sebelumnya kebanyakan PJB akan
mengakibatkan anemia pada anak dengan melihat dari kadar haemoglobin. Oleh
karena itu, dilakukan penelitian bagaimana gambaran haemoglobin pada penderita
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat di rumuskan masalah penelitian
ini adalah bagaimana gambaran kadar haemoglobin pada anak dengan penyakit
jantung bawaan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012-2013.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar haemoglobin
pada anak dengan penyakit jantung bawaan di RSUP H. Adam Malik Medan
tahun 2012-2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui jumlah anak dengan penyakit jantung bawaan di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2012-2013.
2. Mengetahui jenis-jenis penyakit jantung bawaan di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2012-2013.
3. Megetahui gambaran kadar haemoglobin pada anak dengan penyakit jantung
bawaan asianotik dan siantotik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2012-2013.
4. Mengetahui gambaran morfologi darah tepi pasien penyakit jantung bawaan
di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012-2013.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Mengetahui gambaran kadar haemoglobin pada anak dengan penyakit jantung
bawaan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012-2013.
2. Sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan peneliti
tentanggambaran kadar haemoglobin pada anak dengan penyakit jantung
bawaan.
3. Sebagai bahan informasi gambaran kadar haemoglobin pada anak dengan
4. Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Jantung Bawaan 2.1.1. Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan jantung yang terjadi atau
terdapat sejak janin dalam kandungan dan kelainan ini berlangsung setelah janin
dilahirkan. PJB ini merupakan kelainan posisi jantung dan sirkulasi jantung
(Brook, 2010).
2.1.2. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab PJB belum diketahui dengan pasti.
2-4% PJB dihubungkan dengan lingkungan ataupun keadaan ibu. Adapun penyebab
eksterna dari PJB yaitu obat-obatan, virus, pajanan dari sinar rontgen (radiasi) dan
hipoksia pada saat persalinan dapat mengakibatkan tetap terbukanya duktus
arteriosus pada bayi. Di samping faktor eksterna terdapat pula faktor interna yang
berhubungan dengan kejadian PJB yaitu faktor genetik, dan sindrom tertentu erat
berkaitan dengan kejadian penyakit jantung bawaan seperti Sindrom Down, dan
Sindrom Turner (Djer dan Madiyono, 2000).
2.1.3. Jenis-Jenis Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan dibagi atas dua bagian yaitu penyakit jantung
bawaan PJB asianotik dan PJB sianotik (Brenstein, 2000).
A. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
Penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan dan struktur fungsi
jantung yang dibawa sejak lahir yang tidak ditandai dengan sianosis.
Misalnya lubang disekat jantung sehingga terjadi dari pirau kiri ke kanan,
kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel
Masing-masing mempunyai gejala klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat
tergantung kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003).
Menurut Brenstein (2000) berdasarkan ada tidaknya pirau, kelompok
asianotik terbagi atas dua kelompok, yaitu kelompok dengan pirau kiri ke
kanan dan kelompok tanpa pirau.
Kelompok dengan pirau kiri ke kanan adalah sebagai berikut:
1. Defek Sekat Ventrikel
Defek Sekat Ventrikel (DSV) menggambarkan suatu lubang pada sekat
ventrikel.Defek ini dapat terletak dimanapun pada sekat ventrikel, baik
tunggal maupun banyak, serta ukuran dan bentuknya dapat bervariasi
(Fyler, 1996). Insiden DSV 5-50 kasus per 1000 kelahiran hidup. Defek
ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria (56%:46%) (Ramaswamy
et al, 2013).
Klasifikasi DSV dibagi berdasarkan letak defek yang terjadi, yaitu :
• Defek membranosa, sejauh ini merupakan defek yang paling sering, meliputi 75% dari seluruh kasus DSV. Sekat membranosa
adalah daerah kecil, di bawah katup aorta pada sisi kiri,
berdampingan dengan daun katup septal katup tricuspid pada sisi
kanan dan menumpangi segmen kecil atrium kanan (Fyler, 1996).
• Defek muskular, merupakan jenis DSV dengan lesi yang terletak di otot-otot septum dan sering multipel dan terjadi sekitar 5 -20%
dari seluruh angka kejadian DSV (Ramaswamy et al, 2013).
• Defek Infundibular (subpulmonal), defek ini terletak dibawah katup pulmonal bila dilihat dari ventrikel kanan, dan bila dilihat
dari ventrikel kiri sedikit dibawah katup aorta. Daun katup aorta
yang berdekatan sering prolaps kedalam DSV dengan atau tanpa
regurgitasi aorta (Fyler, 1996).
dimana terdapat pembukaan atrioventrikular komunis (Fyler,
1996).
Gejala klinis DSV bervariasi, ditemukannya suara bising jantung, gagal
jantung kongestif, semua ini sangat bergantung pada besarnya defek serta
derajat piraunya sendiri. Pada DSV kecil dengan pirau dari kiri-ke-kanan
dengan gejala dan kelainan yang ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan
fisik. Pada defek yang lebih besar hanya menimbulkan takipneu, tetapi
pada defek yang paling besar gejala-gejala gagal jantung seperti, dispneu,
kesulitan makan, pengurangan masukan cairan, gangguan pertumbuhan,
dan infeksi paru (Fyler, 1996).
2. Defek Sekat Atrium
Defek Septum Atrium (DSA) adalah defek pada sekat yang memisahkan
atrium kiri dan kanan. Secara anatomis defek ini dapat terjadi pada bagian
sekat atrium yaitu defek septum primum, sekundum, dan sinus venosus
(Brenstein, 2000).
3. Defek Sekat Atrioventrikularis
Defek Septum Atrioventrikularis (DSAV) merupakan kelainan yang
meliputi bermacam-macam anomaly. Sekat atrium, ventrikel dan
bagian-bagian didekatnya yaitu katup mitral dan trikuspidal (Fyler, 1996). DSAV
ini juga dikenal sebagai defek kanal atrioventrikuler atau defek bantalan
endokardium (Brenstein, 2000).
Gejala yang dapat ditimbulkan yaitu riwayat intoleransi kerja fisik, mudah
lelah, dan pneumonia berulang dapat ditemukan terutama pada bayi
dengan pirau besar kiri-ke-kanan dan isusifiensi mitral yang berat
(Brenstein, 2000).
4. Paten Duktus Arteriosus
Paten Duktus Arteriosus (PDA) disebabkan oleh duktus arteriosus yang
tetap terbuka setelah bayi lahir. Jika duktus tetap terbuka ketika tahanan
pulmonal (vaskular paru) turun maka darah aorta yang dialirkan di dalam
arteri pulmonalis dapat bercampur (Brenstein, 2000). Kelainan ini sering
kehamilan trimester pertama. Keterbukaan duktus arteriosus menetap lebih
lama pada bayi prematur (Hull dan Johnston, 2008).
Gejala klinis PDA ini biasanya tidak ada gejala. Tergantung dari ukuran
duktusnya. Bila duktus berukuran kecil terdapat suara bising pada
pemeriksaan fisik, bila duktus yang besar akan menimbulkan gejala gagal
jantung kongestif, hipertensi pulmonal, dan suara bising mungkin tidak
khas (Fyler, 1996).
Kelompok tanpa pirau sebagai berikut:
1. Stenosis Pulmonal
Stenosis Pulmonal (SP) merupakan obstruksi aliran keluar dari ventrikel
kanan, pada katup pulmonal, atau dalam arteri pulmonalis (Fyler, 1996).
Gejala klinis pada SP ringan atau sedang biasanya tidak bergejala.
Pertumbuhan dan perkembangan seringnya normal, dan biasanya pada
bayi dan anak yang lebih tua dengan SP tampak berkembang baik dan
sehat (Bernstein, 2000).
2. Stenosia Aorta
Stenosis Aorta (SA) merupakan penyempitan pada jalan keluar ventrikel
kiri pada katup aorta ataupun area tepat di bawah atau atas katup aorta
mengakibatkan tekanan antara ventrikel kiri dan aorta.
Prevalensi SA terjadi pada 3-8% pasien dengan kelainan jantung bawaan.
Penyakit ini menempati urutan ke-4 atau ke-5 penyakit jantung bawaan
yang sering terjadi (Wahab, 2009).
Stenosis subvalvular (subaorta) dengan kerangka fibrosa tersendiri
dibawah katup aorta merupakan bentuk obstruksi saluran aliran keluar
ventrikel kiri. Lesi ini seringkali disertai dengan bentuk penyakit jantung
bawaan lain.
Stenosis aorta supravalvular, tipe ini jarang dijumpai, dapat terbatas,
familial, atau dapat disertai dengan sindrom William, yang sering terlihat
jembatan hidung datar, bibir atas panjang, dan pipi bulat) dan
hiperkalsemia idiopatik masa bayi.
Gejala klinis pada SA tergantung pada keparahan obstruksi SA. SA yang
ada pada masa bayi awal yang disebut dengan stenosis aorta kritis dan
disertai dengan gagal ventrikel kiri yang berat dengan tanda-tanda curah
jantung yang rendah, gagal jantung kongestif, kardiomegali, edema
paru-paru, nadi lemah pada seluruh ekstremitas, dan jumlah urin yang keluar
berkurang. Sedangkan pada anak dengan SA ringan tidak bergejala dan
memperlihatkan pertumbuhan dan pola perkembangan yang normal
(Brenstein, 2000).
3. Koarktasio Aorta
Koarktasio Aorta (KoA) adalah suatu obstruksi pada aorta desendens yang
terjadi daerah duktus arteriosus (Hull dan Johnston, 2008). Gejala klinis
KoA pada anak sering asimtomatik. Sebagian besar anak mengeluh
kelemahan atau nyeri dikaki sesudah latihan fisik. Tanda klasik KoA
adalah perbedaan nadi dan tekanan darah lengan dan kaki. Nadi femoralis,
popliteal, tibialis posterior dan dorsalis pedis lemah (atau tidak ada pada
40% pada penderita), sebaliknya nadi teraba kuat pada lengan dan
pembuluh darah karotis (Brenstein, 2000). Jika terjadi penyempitan yang
berat dapat timbul gejala gagal jantung dalam beberapa hari atau beberapa
minggu pertama kehidupan (Hull dan Johnston, 2008).
B. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Pada PJB sianosik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung
sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik
yang mengandung darah yang rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi
sistemik. Terdapat aliran darah dari pirau kanan ke kiri atau terdapat
percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis
pada mukosa bibir dan mulut serta kuku jari tangan dan kaki tampak pada
PJB sianotik dan akan terlihat bila reduksi haemoglobin yang beredar
PJB sianotik yang sering dijumpai adalah tetrallogi of fallot, transposisi
ateri besar, atresia trikuspid, dan atresia pulmonal (Hariyanto, 2012).
1. Tetralogi Of Fallot
Tetralogi Of Fallot (TOF) merupakan penyakit jantung bawaan sianotik
yang terdiri dari empat kelainan yang khas, yaitu(1) Defek Septum
Ventrikel (DSV), (2) Stenosis Pulmonal, (3) hipertrofi Ventrikel Kanan,
dan (4) dekstroposisi aorta (Overriding Aorta) (Darmadi et al, 2013).
TOF ini merupkan penyakit jantung bawaan yang sering dijumpai yaitu
sekitar 3-5 % bayi yang lahir dengan PJB menderita jenis TOF. Di
Amerika Serikat 10% kasus PJB menderita TOF dan laki-laki sedikit lebih
sering terkena dibandingkan dengan perempuan. Di Indonesia sekitar 25%
pasien dengan TOF yang tidak diterapi akan meninggal 1 tahun pertama
kehidupannya, 40% meninggal sampai usia 4 tahun, 70% meninggal
sampai usia 10 tahun, dan 95% meninggal sampai usia 40 tahun (Darmadi
et al, 2013).
Pada TOF keluhan utama yang sering dijumpai pada PJB sianotik ini
adalah sianosis. Pernafasan cepat, sianosis pada mukosa bibir, mulut dan
kuku jari tangan-kaki (Darmadi et al, 2013). Sklera abu-abu, jari tangan
dan kaki tabuh, sianosis yang bertambah, lemah, bahkan dapat disertai
dengan kejang (Brenstein, 2000).
2. Atresia Pulmonal dengan Defek Ventrikel
Pada keadaan ini merupaka kejadian yang berat dari Tetralogi Fallot, dan
merupakan penyebab penting sianosis pada neonatus. Atresia dapat
mengenai katup pulmonal seluruh ventrikel kanan dialirkan ke dalam
aorta sedangkan aliran darah pulmonal tergantung pada PDA atau
pembuluh darah bronkial. Gejala klinis penderita atresia pulmonalis dan
defek sekat ventrikel datang dengan gejala yang sama dengan tetralogi
Pada Atresia Pulmonal dengan Sekat Ventrikel Utuh (APSV U) daun
katup pulmonal berfusi sempurna shingga membentuk membran, dan
saluran aliran keluar ventrikel kanan atresia. Karena tidak ada defek sekat
ventrikel maka tidak ada jalan keluar darah dari ventrikel kanan. Karena
duktus arteriosus menutup pada umur beberapa jam atau beberapa hari
pertama sangat sianotik. Jika tidak ditangani, kebanyakan penderita
meninggal. Pada pemeriksaan fisik tampak sianosis berat dan distress
pernapasan. Seringkali tidak terdengar bising, tetapi kadang - kadang
bising sistolik atau bising yang terdengar terus menerus akibat aliran darah
ke duktus (Brenstein, 2000).
4. Atresia Trikuspid
Atresia Trikuspid (AT) merupakan kelainan yang ditandai dengan agnesia
katup trikuspid. Pada AT tidak ada jalan keluar dari atrium kanan ke
ventrikel kanan dan seluruh vena kembali masuk ke jantung kiri melalui
foramen ovale atau defek sekat atrium. Apabila aliran darah ke pulmonal
berkurang maka pasien akan tampak sianosis, sianosis biasanya timbul
segera setelah lahir (Bernstein, 2000). TA merupakan penyebab ke 3
terbanyak pada PJB sianotik. 50% pada pasien TA menunjukan gejala
pada pertama kehidupan, 80% pada 1 bulah pertama kehidupan sudah
mempunyai gejala. Besarnya aliran darah pulmonal menentukan waktu
dan juga tipe dari gejala klinis TA yaitu sianosis, hipoksemia, dan
pernafasan cepat (Rao, 2009).
5. Transposisi Arteri Besar
Transposisi Arteri Besar (TAB) merupakan aliran darah vena sistemik
kembali secara normal ke atrium kanan dan vena-vena pulmonalis ke
atrium kiri. TAB aorta terletak disebelah anterior dan kanan arteri
pulmonalis. Namun yang terjadi aorta keluar dari ventrikel kanan dan
arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri. Sianosis terjadi pada minggu
pertama kehidupan tetapi terkadang sianosis terlihat beberapa jam setelah
2009). TAB ini terjadi pada 1 dari 5000 kelahiran hidup dan ini sering
timbul pada bayi dari ibu yang menderita diabetes (Brenstein, 2000).
2.1.4. Diagnosis
Pada umumnya diagnosis PJB ini ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dasar dan lanjutan. Pemeriksaan
penunjang dasar yang penting untuk PJB adalah foto dada, elektrokardiografi dan
pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan lanjutan untuk PJB ini adalah
ekokardiografi dan kateterisasi jantung (Roebiono, 2007).
2.1.5. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penanganan PJB harus dilakukan sedini mungkin, untuk
mencegah terjadinya kondisi yang buruk. Berkembangnya ilmu kardiologi anak,
banyak pasien dengan penyakit jantung bawaan dan mempunyai harapan hidup
yang lebih panjang. Pada umumnya penatalaksanaan penyakit jantung bawaan ini
di tatalaksana dengan teknik non bedah dan teknik bedah.
Tatalaksana non bedah yaitu tatalaksana medikamentosa dan juga
kardiointervensi. Tatalaksanan medikamentosa ini umumnya sekunder
dikarenakan sebagai akibat dari komplikasi dari penyakit jantungnya sendiri atau
adanya akibat dari kelainan yang menyertai. Dalam hal ini tujuan medikamentosa
ini untuk menghilangkan gejala disamping untuk mempersiapkan operasi. Lama
dan cara pemberian obat-obatan ini tergantung pada jenis PJB yang dihadapi.
Tatalaksana bedah jantung ini merupakan bagian yang sangat penting
dalam penanganan PJB kemajuan dalam bidang bedah jantung ini memungkinkan
bayi dalam keaadan umumnya yang buruk dapat bertahan hidup, sementara itu
perkembangan diagnostik telah mampu mendeteksi dini kelainan jantung pada
bayi baru lahir bahkan sejak dalam kandungan dengan ekokardigrafi janin
(Madiyono dan Djer, 2000).
2.2. Haemoglobin
memiliki empat buah subunit polipeptida, yang dikenal juga sebagai tetramer
(Kennely, Rodwell, 2009). Tiap subunit memiliki suatu bagian heme dan satu
poliptida globin. Setiap subunit memiliki dua pasang rantai polipeptida yang
berbeda. Pada dewasa normal, Hb terdiri dari polipeptida α dan β. Semua jenis ini
disebut haemoglobin A dengan kode �2dan �2.
Hb dibentuk dari heme dan globin yang membentuk struktur tetrametrik.
Sintesis globin dimulai dari translasi MRNA dari inti sel di ribosom yang
kemudian dirakit menjadi asam amino pembentukan globin. Sedangkan heme
dibentuk dari hasil siklus asam sitrat, yakni asam amino glisin dan subsinil koA δ -aminolevulinat (ALA) yang terbentuk di mitokondria direaksikan kembali di
sitoplasma menjadi coproporhyrinogen hasil akhir ini dari kemudian dibawa ke
mitokondria lagi untuk ditambahkan besi ferro ke cincin protoporphyrin.
(Kennelly, Rodwell, 2009).
Tabel 2.1. Kadar Haemoglobin diagnosis anemia pada Penyakit Jantung Bawaan
(Amoozgar, 2011)
Jenis PJB Anemia
PJB Asianotik
PJB Sianotik
<12g/dl
<15g/dl
2.3. Anemia 2.3.1. Definisi
Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer. Anemia dapat dilihat dari penurunan kadar hemoglobin atau
hematokrit (Bakta, 2009).
Anemia bukan suatu keadaan yang spesifik, melainkan dapat disebabkan
oleh berbagai macam-macam reaksi patologis dan fisiologis (Irawan, 2013).
Tabel 2.2. Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis (Bakta, 2009)
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum
tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
b. Anemia akibat penyakit kronik
c. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloplastik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia akibat kekurangan eritropoetin: anemia pada gagal
ginjal kronik.
B. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia paska perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- thalassemia
- hemoglobinopati structural : Hbs, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ektrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan
pathogenesis yang kompleks
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran
morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam
klasifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan: (Bakta, 2009).
1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg.
2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34
pg.
3. Anemia makrositer, bila MCV >95 fl.
Klasifikasi berdasarkan etiologi dan morfologi bila digabungkan akan
sangat membantu dalam mengetahui penyebab suatu anemia berdasarkan jenis
morfologi anemia.
Tabel 2.3. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi (Bakta, 2009).
1. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia mayor
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologic
3. Anemia makrositer
b. Anemia bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi vitamin B12
c. Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
2.3.3. Gejala Klinis Anemia
Gejala anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apabila
kadar hemoglobinnya dibawah normal. Gejala umum anemia timbul karena
anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut
oksigen. Berat ringannya suatu gejala umum anemia tergantung pada derajat
penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia, adanya kelainan
jantung dan paru sebelumnya.
Gejala anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas
dan dyspepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, dapat mudah dilihat pada
konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku (Bakta,
2.3.4. Pendekatan Diagnosis Anemia
Anemia pada anak biasanya berkaitan dengan gannguan psikomotor,
kognitif, prestasi disekolah buruk, dan dapat terjadi hambatan pertumbuhan dan
juga perkembangan. Oleh karena itu diperlukannya anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan laboratorium seminimal mungkin (Irawan, 2013).
Tabel 2.4. Pemeriksaan fisik pada pasien anemia (Irawan, 2013)
Organ Tanda dan Gejala Kemungkinan Anemia
Kepala dan Leher Tulang frontal yang
Sclera ikterus
Defisiensi besi atau
vitamin B12
Dada Ronkhi, gallop,
takikardi, murmur
Gagal jantung
kongesti, anemia akut
atau berat
Ekstremitas Diplasia alat gerak
radius
Limpa Splenomegali Anemia hemolitik
congenital, infeksi,
keganasan
hematologis, hipertensi
2.4. Kadar Haemoglobin pada Penyakit Jantung Bawaan
Anemia yang digambarkan pada kadar haemoglobin yang rendah
merupkan faktor resiko penting untuk morbiditas dan mortalitas pada pasien
penyakit jantung bawaan sianotik dan asianotik. Pada pasien asianotik dengan
gagal jantung dapat diperparah dengan anemia. Pada PJB sianotik terjadi
penurunan saturasi oksigen dan jumlah sel darah merah yang cukup tinggi.
Bedasarkan jenis PJB nya, anemia pada PJB asianotik adalah bila kadar Hb <12
g/dl, sedangkan anemia pada PJB sianotik adalah bila kadar Hb <15 g/dl
(Amoozgar et al, 2011).
Anemia pada PJB dapat terjadi sebagai dari akibat kehilangan darah akut
atau kronis akibat hemostasis yang abnormal, perdarahan pembuluh darah
(malformasi arteriovenouse atau pembuluh kolateral), penggunaan antikoagulan
dan antitrombosit, hemolisis, intervensi, atau operasi. Mengurangi hemopoiesis
adalah mekanisme lain anemia pada PJB. Produksi eritropoietin berkurang dan
dikaitkan dengan disfungsi ginjal, yang baru-baru ini terbukti pada PJB. Anemia
penyakit kronis adalah penyebab lain anemia pada PJB. Aktivasi kekebalan akut
atau juga kronis dasar anemia penyakit kronis, seperti sitokin dan system
retikuloendotelial yang mempengaruhi homeostasis besi, Produksi eritropoietin,
dan durasi hidup dari eritrosit. Aktivasi kekebalan meningkatkan konsentrasi
hepsidin. Hepsidin adalah suatu protein yang dilepaskan dari hati oleh IL 6 yang
menghambat ferroportin protein yang di temukan dalam usus halus dan
bertanggung jawab untuk pelepasan besi. Apabila ferroportin ini di hambat maka
akan menghambat penyerapan dari zat besi. Hasilnya zat besi rendah dan terjadi
penurunan besi ke sumsum tulang, sehingga menyebabkan anemia kekurangan
zat besi. Dengan zat besi yang tidak memadai maka akan mengakibatkan
pembawa oksigen sebagai hasil dari berkurangnya kadar hemoglobin
(Dimopoulos, 2009).
2.5. Polisitemia pada Penyakit Jantung Bawaan
Polisitemia adalah peningkatan nilai kadar haemoglobin (Hb) dan
hematokrit, yang mencerminkan rasio massa sel darah merah dengan volume
plasma (Puspitasari, Harimurti, 2010). Polisitemia dengan kadar haemoglobin
bertambah merupakan akibat lain dari ketidakjenuhan arterial bahwa kadar
oksigen arterial rendah berperan sebagai perangsang sumsum tulang (melalui
pelepasan eritropoetin dari ginjal).
Polisitemia pada defek kardiovaskular yang menyangkut dari pirau
kanan-ke-kiri dan penyakit paru yang mengganggu oksigenasi normal merupakan
penyebab polisitemia yang paling sering. Tanda-tanda klinis biasanya meliputi
sianosis, hiperemia sklera dan jari tabuh. Bila hematokrit meningkat diatas 65%
gejala hiperviskositas mungkin memerlukan flebotomi. Sebaliknya kebutuhan
yang meningkat untuk produksi eritosit dapat menyebabkan defisiensi besi.
Eritrosit yang kurang besi lebih kaku, sehingga meningkatkan resiko thrombosis
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Definisi
1. Anak adalah setiap individu yang berusia kurang dari 18 tahun (UUD No.
23 tahun 2002).
2. Penyakit Jantung Bawaan adalah kelainan jantung yang sudah ada sejak
lahir.
3. Penegakan diagnosis PJB asianotik dan PJB sianotik adalah dengan
anamnesa, pemeriksaan fisik, Pemeriksaan penunjang yaitu foto dada,
elektrokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin dan Pemeriksaan
lanjutan yaitu ekokardiografi dan kateterisasi jantung.
4. Kadar Haemoglobin merupakan kandungan protein yang sangat berperan
dalam transport oksigen dan karbondioksida di tubuh yang dapat dilihat
hasil pemeriksaan laboratorium darah.
Kadar Haemoglobin Penyakit Jantung
5. Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup
ke jaringan perifer. Anemia dapat dilihat dari penurunan kadar hemoglobin.
3.2.2. Cara Ukur
Cara ukur dalam penelitian adalah dengan mengolah dan menganalisis
data pada rekam medik.
3.2.3. Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik.
3.2.4. Hasil Ukur :
Tabel 3.1. Kadar Haemoglobin diagnosis Anemia pada Penyakit Jantung
Bawaan (Amoozgar, 2011)
Jenis PJB Anemia
PJB Asianotik
PJB Sianotik
<12g/dl
<15g/dl
Polisitemia pada PJB bila Kadar Haemoglobin >22 g/dl (Okoromah, 2011)
Anemia berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit
atau hapusan darah tepi (Bakta, 2009).
1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27
pg.
2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH
27-34 pg.
3. Anemia makrositer, bila MCV >95 fl.
3.2.5. Skala Pengukuran
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu untuk melihat gambaran
kadar haemoglobin pada anak dengan penyakit jantung bawaan di RSUP H.
Adam Malik Medan mulai dari 1 Januari 2012 - 31 Desember 2013.
4.2. Waktu danTempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2014 di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini dipilih karena
merupakan rumah sakit tipe A dan menjadi rumah sakit rujukan utama di
wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien anak penyakit jantung
bawaan yang tercatat di rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan mulai dari 1 Januari 2012 - 31 Desember 2013.
4.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total
sampling dimana semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi menjadi sampel penelitian.
1. Kriteria Inklusi
Pasien penderita penyakit jantung bawaan yang berobat di di RSUP H.
Adam Malik Medan tahun 2012-2013.
2. Kriteria Eksklusi
Pasien yang tidak memiliki data pemeriksaan laboratorium darah rutin
didalam rekam medik.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang di kumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari bagian instalasi rekam medik pasien anak
Penyakit Jantung Bawaan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan mulai dari 1 Januari 2012 - 31 Desember 2013.
4.5. Metode Analisis Data
Semua data yang diperoleh dari penelitian ini akan diproses dan dianalisis
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik
RSUP Haji Adam Malik medan. RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan
rumah sakit tipe A dengan SK Menkes No. 335Menkes/SK/VII/1990. RSUP Haji
Adam Malik Medan merupakan pusat rujukan utama wilayah Sumatra Utara dan
sekitarnya.
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan berlokasi di jalan
Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan,
Medan, Sumaetra Utara.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Jumlah responden pada penelitian ini adalah 113 orang. Semua data
responden diambil dari data sekunder, yaitu data rekam medis anak yang
menderita penyakit jantung bawaan periode Januari 2012 - Desember 2013.
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N %
Laki-laki
Perempuan
47
66
41.6
Total 113 100
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 113 sampel jenis kelamin
yang banyak dijumpai adalah jenis kelamin perempuan yaitu 66 orang (58.4%)
sisanya berjenis kelamin laki - laki sebanyak 47 orang (41.6%).
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Rentang Usia
Rentang Usia N %
Pada tabel 5.2 dapat dilihat bahwa sampel mayoritas berusia antara 0-24
bulan, yaitu 48 orang (42.5%) dan yang jumlah sampel terendah terdapat pada
kelompok usia >144 bulan, yaitu 3 orang (2.7%). Diikuti oleh kelompok usia
49-72 bulan sebanyak 20 orang (17.7%), kelompok usia 73-96 bulan sebanyak 14
orang (12.4%), kemudian kelompok usia 97-120 bulan sebanyak 12 orang
(10.6%), kelompok usia 121-144 bulan sebanyak 10 orang (8.8%) dan kelompok
5.1.3. Hasil Analisa Data
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi berdasarkan Jenis PJB
PJB Asianotik N %
Keterangan: DSV : Defek Sekat Ventrikel; DSA : Defek Sekat Atrium; PDA : Paten Duktus
Arteriosus ; SP : Stenosis Pulmonal; TOF : Tetralogi Of Fallot; TAB : Transposisi Arteri Besar;
AP: Atresia Pulmonal.
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa PJB asianotik merupakan
jenis PJB dengan jumlah sampel terbanyak, yaitu 81 sampel (71.7%). Sedangkan
jumlah sampel PJB sianotik adalah 32 sampel (28.3%) dan dapat diketahui jenis
PJB asianotik yang paling banyak ditemui adalah DSV dengan jumlah sampel 34
orang (42.0%), dan jumlah sampel terendah adalah SP dengan jumlah 1 orang
(1.2%) diikuti DSA 22 sampel (27.2%), PDA 24 sampel (29.6%). Sedangkan
penderita 25 orang (78.1%), TGA sebanyak 4 orang (12,5%), dan AP sebanyak 3
orang (9.4%).
5.1.4. Deskripsi Anemia pada PJB Asianotik dan Sianotik
Tabel 5.4. Distribusi frekuensi anemia pada PJB Asianotik
Hematologi N %
Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dari 81 sampel 34 orang (42.0%)
mengalami anemia, sisanya 47 orang (58.0%) tidak mengalami anemia, dan tidak
ada yang mengalami polisitemia.
Tabel 5.5. Distribusi frekuensi anemia pada PJB Sianotik
Hematologi N %
Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa dari 32 sampel PJB sianotik 14 (43.8%)
mengalami anemia, 18 orang (56.3%) tidak mengalami anemia, sisanya 1 orang
5.1.5. Deskripsi Gambaran Darah Tepi berdasarkan Morfologi Eritrosit
Tabel 5.6. Distribusi frekuensi anemia berdasarkan morfologi eritrosit
Morfologi Eritrosit N %
Dari Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa dari morfologi eritrosit pada PJB yang
paling banyak dijumpai adalah anemia hipkromik mikrositer 64 sampel (56.6%)
sedangkan anemia normokromik normositer didapati 48 sampel (42.5%) dan yang
paling sedikit dijumpai adalah anemia makrositer yaitu 1 sampel (0.9%).
5.2. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar haemoglobin
pada anak dengan penyakit jantung bawaan di RSUP H. Adam Malik Medan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada data rekam medis yang telah
memenuhi kriteria inklusi diperoleh data sebanyak 113 sampel dari Januari 2012 -
Desember 2013.
Dari tabel distribusi jenis kelamin penderita PJB di RSUP H. Adam Malik
Medan, mayoritas sampel berjenis kelamin perempuan 66 orang (58.4%) dan
sisanya berjenis kelamin laki-laki 47 orang (41.6%). Hasil penelitian ini sesuai
terjadinya PJB pada jenis kelamin perempuan (57.3%) sedangkan pada laki - laki
(42.7%).
Dari penelitian ini didapati kelompok usia dengan jumlah penderita PJB
terbanyak adalah kelompok usia 0-24 bulan dengan jumlah sampel 48 orang
(42.5%), diikuti oleh kelompok usia 49-72 bulan sebanyak 20 orang (17.7%),
kelompok usia 73-96 bulan sebanyak 14 orang (12.4%), kelompok usia 97-120
bulan sebanyak 12 orang (10.6%), kelompok usia 121-144 bulan sebanyak 10
(8.8%), kelompok usia 25-48 bulan sebanyak 6 orang (5.3%), dan kelompok usia
>144 bulan sebanyak 3 orang (2.7%). Hasil ini sama dengan penelitian yg
dilakukan oleh Okoromah et al (2011) kelompok usia terbanyak adalah 0-59 bulan
(64.3%), diikuti dengan anak usia 60-120 bulan sebanyak (23.1%) dan anak
berusia >120 bulan sebanyak (12.6%). Berdasarkan teori, PJB adalah kelainan
jantung yang terjadi atau terdapat sejak janin dalam kandungan dan kelainan
berlansung setelah janin dilahirkan (Brook, 2010). Sekitar 2-3 dari 1000 neonatus
akan mengalami PJB pada usia 1 tahun pertama sehingga usia yang paling sering
terdiagnosa PJB adalah pada awal kehidupan.
Jenis PJB terbagi menjadi dua kategori, yaitu PJB asianotik dan sianotik.
Pada penelitian ini didapati jumlah sampel yang menderita PJB asianotik dengan
jenis yang paling banyak ditemui adalah DSV, yaitu sebanyak 34 orang (42.0%).
Diikuti dengan DSA dengan jumlah penderita sebanyak 22 orang (27.2%), PDA
dengan jumlah penderita sebanyak 24 orang (29.6%) dan SP dengan jumlah
penderita sebanyak 1 orang (1.2%). Sedangkan pada PJB sianotik dengan jenis
yang paling banyak dijumpai adalah TOF sebanyak 25 orang (78.1%), diikuti
dengan TAB dengan jumlah penderita sebanyak 4 orang (12.5%) dan AP dengan
jumlah penderita sebanyak 3 orang (9.4%). Kejadian VSD lebih sering dijumpai
disebabkan meningkatnya jumlah perempuan dinegara-negara maju alasan
tersebut diperkuat dengan teori yang menyatakan bahwa VSD paling sering
dijumpai pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki (56%:46%) selain itu
ada beberapa faktor yaitu faktor lingkungan ataupun keadaan ibu yang mengalami
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Okoromah et al (2011)
dimana hasil penelitiannya didapati 26 orang (35.6%) penderita PJB asianotik
dengan DSV sebagai jenis PJB asianotik yang paling banyak ditemui, dan jenis
PJB sianotik yang paling banyak ditemui adalah TOF (15.1%). Dan hasil
penelitian ini sama dengan penelitian Cahyono (2007) didapati 65 orang (34.39%)
penderita PJB asianotik dengan jenis yang paling banyak ditemui adalah DSV
tahun 2004, pada tahun 2005 didapati 43 orang (23.24%) dan tahun 2006 31 orang
(16.67%) sedangkan pada PJB sianotik yang paling sering dijumpai adalah TOF
32 orang (16.93%) tahun 2004, pada tahun 2005 didapati 37 orang (20.00%) dan
tahun 2006 sebanyak 47 orang (25.27%). Dan hasil penelitian ini tidak jauh
berbeda dengan penelitian Lin et al (2014) didapati jenis PJB asianotik yang
paling banyak ditemui adalah DSV (13.1%). Sedangkan pada PJB sianotik yang
paling banyak ditemui adalah TOF (23.0%).
Hasil distribusi frekuensi anemia pada PJB asianotik dan sianotik, anak
yang menderita PJB asianotik yang mengalami anemia sebanyak 34 sampel
(42.0%) sedangkan pada PJB sianotik terdapat 14 sampel (43.8%) dan kejadian
polisitemia pada PJB asianotik tidak dijumpai, sedangkan pada PJB sianotik
terdapat 1 orang (3.1%) yang mengalami polisitemia. Anemia pada PJB dapat
terjadi sebagai dari akibat kehilangan darah akut atau kronis akibat haemostasis
yang abnormal, perdarahan pembuluh darah (malformasi arteriovenouse atau
pembuluh kolateral), penggunaan antikoagulan atau antitrombosit, hemolisis,
intervensi, atau operasi. PJB sianotik memiliki kadar saturasi oksigen yang lebih
rendah sehingga terjadi kenaikan nilai kadar haemoglobin yang merupakan
kompensasi tubuh terhadap kondisi tersebut (Dimopoulos, 2009). Polisitemia
pada PJB sianotik merupakan respon fisiologis akibat hipoksemia kronik jaringan,
akan merangsang eritropoesis sumsum tulang. Kadar oksigen arterial yang rendah
akan menstimulasi sumsum tulanng melalui pelepasan eritropoietin dari ginjal
akan meningkatkan produksi sel darah merah sehingga terjadi peningkatan massa
sel darah merah, Hematokrit, dan viskositas darah ( Puspitasari, 2010)
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Okoromah et al (2011)
daripada PJB sianotik (11.4%). Sama juga dengan penelitian Hariyanto (2012)
anemia yang paling sering dijumpai pada PJB asianotik (34%) daripada PJB
sianotik yaitu (8.8%).
Hasil distribusi frekuensi anemia berdasarkan morfologi eritrosit pada PJB
yang paling banyak dijumpai adalah anemia hipokromik mikrositer yaitu 64 orang
(56.6%). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Dimopoulus (2009)
bahwasanya anemia hipokromik mikrositer paling banyak dijumpai yaitu (25.7%).
Gambaran morfologi eritrosit hipokromik mikrositer dapat disebabkan oleh
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Jenis kelamin anak yang paling banyak menderita PJB adalah perempuan,
berdasarkan kelompok usia anak yang menderita PJB terbesar 0 - 24 bulan.
Berdasarkan jenis PJB asianotik yang paling banyak ditemui adalah DSV,
sedangkan pada PJB sianotik yang paling banyak ditemui adalah TOF. Kejadian
anemia pada PJB asianotik (42.0%), sedangkan anemia pada PJB sianotik
(43.8%), dan polisitemia lebih sering dijumpai pada PJB sianotik. Anemia
berdasarkan morfologi eritrosit pada PJB yang paling banyak dijumpai adalah
anemia hipokromik mikrositer.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil yang didapat, maka timbul beberapa saran dari peneliti,
yaitu:
1. Anemia pada PJB memiliki prevalensi yang tinggi dan mengganggu
morbiditas dan mortalitas pada penderita. Anemia hipokromik
mikrositer paling sering dijumpai yang disebabkan oleh status gizi
yang tidak memadai, sehingga perlu ditingkatkan perhatian terhadap
asupan makanan terutama untuk mengurangi kejadian gizi kurang pada
penderita PJB.
2. Penatalaksanaan PJB harus ditingkatkan untuk mengurangkan tingkat
morbiditas dan mortalitas pada anak yang menderita PJB.
3. Bagi tempat penelitian agar lebih meningkatkan kelengkapan data pada
rekam medis sehingga semakin banyak imformasi yang dapat
dipergunakan untuk penelitian selanjutnya.
4. Bagi peneliti dimasa yang akan datang agar dapat lebih
mengembangkan penelitian ini sehingga bisa menjadi sumber
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association, 2013. Congenital Cardiovascular Defect.
Amoozgar, H. et al., 2011. Undiagnosed Anemia In Pediatric Patients With
Congenital Heart Disease. Iran Cardivascular Research Journal ;
5: 70-71
Bakta, I made, 2009. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. Dalam Sudoyo, Aru
W. ,dkk. , 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi 5.
Jakarta: Interna Publishing.
Brenstein, D. , 2000. Sistem Kardiovaskuler. Dalam: Wahab, A. S. , Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi 5 Jakarta: EGC.
Brook, M. M. , 2010. Sistem Kardiovaskuler. Dalam: Behrman, R. E. , and
Kligman, R. M. ,Nelson Esensi Pediatri.Edisi 4. Jakarta: EGC.
Bruce M.Camitta. , 2012. Polisitemia. Dalam: Behrman, R. E. , and Kligman, R.
M. , Nelson Esensi Pediatri. Edisi 15. Jakarta: EGC.
Cahyono, Agus. , dan Rachman M. A. , 2007. The Cause Of Mortality Among
Congenital Heart Disease Patients In Pediatric Ward, Soetomo
General Hospital (2004-2006). Jurnal Kardiologi Indonesia ; 28:
279-284
Darmadi, Ruslie R. H. , 2013. Diagnosis dan Tatalaksana Tetralogi of Fallot.
CDK-202; 40: 176-181
Dimopoulos, K.,et al., 2009. Anemia In Adults With Congenital Heart Disease
Relates to Adverse Outcome. Journal of the American Collage of
Djer, M. M., Madiyono B. , 2000. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Sari
Pediatri; 2: 155 – 162
Fyler, D. C. , 1996. Kardiologi Anak Nadas. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Hariyanto, Didik, 2012. Profil Penyakit Jantung Bawaan di Instalasi Rawat Inap
Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Januari 2008-Februari 2011.
Sari Pediatri; 14:152-156
Hull, D., dan Johnston, D. I. ,2008. Dasar-Dasar Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Available from:
Irawan, H. , 2013. Pendekatan Diagnosis Anemia pada Anak. CDK-205;
40:422-425
Kennelly, P. J., Rodwell, V. W. , 2009. Protein Mioglobin dan Hemoglobin.
Dalam: Biokimia Harper edisi 27. Jakarta: EGC
Linde, Denise van der, et al. , 2011. Birth Prevalence of Congenital Heart
Disease Worldwide.JACC; 58:2241-2247
Lin, Yu-Sheng. , et al. , 2014. Major Adverse Cardiovascular events in Adult
Congenital Heart Disease: A Population-based Follow-up Study
From Taiwan. BMC Cardiovascular Disorders
Oehadian, A. , 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia
.
CDK-194;Okoromah, Christy A. N. , et al. , 2011. Prevalence, Profile and Predictor of
Malnutrition In Children With Congenital Heart Defect. Arch Dis
Child; 96: 354-360
Puspitasari, Febtusia dan Harimurti G. M, 2010. Hiperviskositas pada Penyakit
Jantung Bawaan (PJB) Sianotik. Jurnal Kardiologi Indonesia; 31
Ramaswamy, P. , 2013. Ventricular Septal Defect. Available from
Rao, P. S. , 2009. Diagnosis and Management of Cianotic Congenital Heart
Disease: Part I. Indian Journal of Pediatrics; 76: 57-70
Roebiono, Poppy S. , 2003. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakitn Jantung
Bawaan.
Roebiono, Poppy S. , 2007. Bagaimana dokter spesialis jantung melakukan
pemeriksaan pada anak dengan penyakit jantung bawaan?.
National Cardiovascular Center Harapan Kita
Wahab, A. S., dan Allamanda, E. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung
Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta: EGC. Available from:
2014]
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sri Wulandari
NIM : 110100104
Tempat/Tanggal lahir : Harapan Jaya/07 Agustus 1993
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sumarsono No 26
Riwayat Pendidikan :
1. SDN No 12 Harapan Jaya ( 1999-2005)
2. SMPN 6 Kampung Salak (2005-2007)
3. SMPN 1 Bagan Sinembah (2007-2008)
4. SMAS Pembangunan Bagan Sinembah (2008-2011)
5. Fakultas Kedokteran USU (2011 – sekarang)
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Divisi Kenaziran PHBI FK USU
2. Anggota Divisi Dana dan Usaha PHBI FK USU
LAMPIRAN 4
Data Induk Subjek Penelitian
LAMPIRAN 5
OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Lk 47 41,6 41,6 41,6
Pr 66 58,4 58,4 100,0
Total 113 100,0 100,0
Kelompok Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0-24 48 42.5 42.5 42.5
25-48 6 5.3 5.3 47.8
49-72 20 17.7 17.7 65.5
73-96 14 12.4 12.4 77.9
97-120 12 10.6 10.6 88.5
121-144 10 8.8 8.8 97.3
144 3 2.7 2.7 100.0
PJB Asianotik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Hipokrommikrostik 64 56,6 56,6 56,6
Normokromnormositik 48 42,5 42,5 99,1
Makrositik 1 ,9 ,9 100,0