• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard) Terhadap Industri Keramik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard) Terhadap Industri Keramik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PERDAGANGAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

LAILAN AZIZAH DAULAY

NIM. 120200394

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN (SAFEGUARD) TERHADAP INDUSTRI KERAMIK BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

PERDAGANGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

LAILAN AZIZAH DAULAY 120200394

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, S.H., M.Hum NIP : 197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Dr.Mahmul Siregar, S.H., M.Hum NIP : 195905111986011001 NIP : 197302202002121001

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas berkat dan rahmatNya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan

skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard) Terhadap

Industri Keramik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang

Perdagangan”

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangat sulit bagi Penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh

karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum. selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., S.Hum. selaku Wakil Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I, atas bimbingan dan pengetahuan yang diberikan untuk membantu Penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., DFM. selaku Wakil Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K Saidin, SH., M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas

(4)

5. Ibu Windha, SH., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan saran dalam penulisan skripsi ini dan ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam

perkulihan kepada Penulis.

6. Bapak Alm. Ramli Siregar, SH., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen

Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II, yang

telah memberikan bimbingan dan saran kepada Penulis, serta ilmu

pengetahuan baik dalam masa penulisan skripsi maupun dalam masa-masa perkuliahan.

8. Semua Bapak dan Ibu Dosen, selaku staf pengajar dan seluruh pegawai

administrasi Fakultas Hukum dan Perpustakaan Hukum serta Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara.

9. Kedua orang tua Penulis yang sangat Penulis cintai dan hormati, ayah H.

Musaffa Daulay, SH. mama Hj.Irma Suryati Harahap serta kakak dan adik

tersayang yaitu Nurul Fuady Daulay, SKM. Layyinatus Syifa Daulay, dan Zaki Arham Daulay. Serta kakek dan nenek tercinta Drs.H.Fathi Siregar dan Hj.Latifah Hanum.

10. Semua kakanda dan adinda yang ada di BTM ALADDINSYAH, SH. yang

tidak hanya memberikan ilmu dan pengalaman tetapi juga memberikan rasa

(5)

11. Semua anggota TAXY tersayang yaitu Nurul Aulia, Devina C. Ningtias, Findi Ruzika, Dea Shavira, Lia Yolanda, dan Unityasa Saleh yang telah memberikan banyak motivasi.

12. Teman dari dulu sampai sekarang yaitu Wilda Septia, Amd. Tami Cintia dan

Linda Putri, Amd. yang selalu jadi tempat curahan hati.

13. Semua anggota CISH tersayang yaitu Dinda Maurelova, Nurliza Chan, dan

Bela T. Gantika yang selalu bisa membuat kampus terasa lebih indah.

14. Semua teman-teman angkatan tahun 2012.

15. Teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi ini yaitu Edward dan teman

yang selalu memberi dukungan kepada Penulis yaitu Siti Fathia, Ainul,

Sabrina dan kakak Wildan.

16. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada Penulis dalam

penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa Penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna akan tetapi Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bukan

hanya kepada Penulis, tetapi juga kepada masyarakat.

Medan, Desember 2015

Penulis

(6)

DAFTAR TABEL ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan ... 11

E. Tinjauan Kepustakaan ... 12

F. Metode Penulisan ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II PENGATURAN TINDAKAN PENGAMANAN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Perdagangan Internasional Bagian dari Perekonomian Terbuka ... 22

1. Teori merkantilisme ... 24

2. Teori klasik ... 25

3. Teori modern ... 28

B. Pengaturan Tindakan Pengamanan dalam Perdagangan Internasional ... 31

(7)

1. Penyelesaian sengketa melalui konsultasi ... 48

2. Mekanisme penyelesaian sengketa WTO ... 50

3. Penyelesaian sengketa bagi negara berkembang ... 55

BAB III TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGANDI INDONESIA

A. Dasar Tindakan Pengamanan di Indonesia ... 57

1. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) ... 57

2. Prosedur permohonan dan proses penyelidikan

tindakan pengamanan perdagangan ... 61

3. Tindakan pengamanan sementara ... 67

4. Pengenaan tindakan pengamanan ... 69

5. Impor dari negara berkembang, notifikasi, dan

penyelesaian sengketa ... 72

B. Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) ... 73

C. Pemungutan dan Pengembalian Bea Masuk dalam

Tindakan Pengamanan ... 79

BAB IV TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

TERHADAP INDUSTRI KERAMIK DI INDONESIA

A. Industri Keramik Sebagai Salah Satu Sektor yang

Dikenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan ... 87

B. Tindakan Pengamanan Perdagangan terhadap

Industri Keramik ... 91

C. Penegakan Hukum Tindakan Pengamanan Perdagangan

(8)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 119 B. Saran ... 122

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Negara yang Paling Banyak Menuduh Safeguard,

1995-2012 ... 5 Tabel 2 Produk yang Telah Dikenakan Tindakan Pengamanan

Perdagangan Berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan

(BMTP), 2003-2014 ... 7 Tabel 3 Produk yang Telah Dikenakan Tindakan Pengamanan

Perdagangan Berupa Kuota, 2003-2014 ……… ... 8

Tabel 4 Produk yang Sudah Dikenakan Tindakan Pengamanan

Perdagangan dan Diperpanjang, 2003-2014 ... 8

(10)

PERDAGANGAN

Lailan Azizah1

Budiman Ginting2

Mahmul Siregar3

Keikutsertaan Indonesia dalam sistem perdagangan bebas, dapat menimbulkan peningkatan impor yang mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri. Salah satu industri yang

dikenakan tindakan pengamanan perdagangan adalah keramik. Hal ini

menimbulkan permasalahan seperti bagaimana pengaturan tindakan pengamanan perdagangan dalam perdagangan internasional, bagaimana tindakan pengamanan perdagangan di Indonesia dan bagaimana tindakan pengamanan perdagangan terhadap industri keramik di Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum deskriptif yang bersifat normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, tersier yang dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan dan dianalisis dengan metode kualitatif.

Hasil penelitian menujukkan bahwa pengaturan tindakan pengamanan

perdagangan Internasional yang diatur di dalam Article XIX GATT 1947 dan

Agreement on Safeguard membolehkan negara anggota WTO untuk mengambil tindakan pengamanan perdagangan terhadap industri dalam negeri yang

menghasilkan barang sejenis atau secara langsung bersaing dengan barang impor yang mengalami peningkatan secara signifikan yang dapat mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri. Industri keramik merupakan salah satu industri unggulan selama lebih dari 30 tahun, akan tetapi di era perdagangan bebas ini kalah bersaing dengan barang impor. Oleh karena itu pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk menerapkan tindakan pengamanan perdagangan untuk menyelamatkan industri keramik dari kerugian serius. Tindakan pengamanan perdagangan terhadap industri keramik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tidak bertentangan

dengan ketentuan Agreement on Safeguard maupun Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2014 tentang Perdagangan. Peraturan yang ada tentang tindakan

pengamanan perdagangan saling mempunyai kesesuaian sehingga peraturan itu dapat diterapkan dengan baik.

Kata Kunci :Tindakan PengamananPerdagangan, Safeguard, Industri Keramik.

1

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2

Dosen Pembimbing I 3

(11)

A. Latar Belakang

Perdagangan internasional berkembang kearah perdagangan yang lebih bebas dan terbuka. Negara-negara secara bilateral, regional, maupun global mengadakan kerja sama dalam bentuk penurunan atau penghapusan sama sekali

hambatan-hambatan perdagangan, tarif maupun nontarif untuk menciptakan suatu

mekanisme perdagangan yang lebih kondusif, agresif dan progresif.4

Peran perdagangan yang meningkat dibarengi oleh pengurangan tarif secara umum, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang, sebagai akibat dari berbagai kebijakan otonom dan akibat dari

babak-babak putaran perdagangan multilateral di bawah GATT (General

Agreement on Tariff and Trade).5

Putaran Uruguay adalah yang paling berarti dari semua negosiasi dagang multilateral dalam 50 tahun belakangan ini. Putaran ini berhasil menciptakan

organisasi internasional baru, yaitu WTO (World Trade Organization), yang

bertanggung jawab atas pelaksanaan seperangkat perjanjian-perjanjian yang sudah mengalami perluasan yang sangat besar yang mengatur perdagangan

internasional. Perjanjian-perjanjian ini dibangun berlandaskan GATT tahun 1947,

4

Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis Internasional (Bandung: PT. Refika Aditam, 2000), hlm. 3-4.

5

(12)

sebagaimana diubah dari tahun ke tahun.6 Hasil yang dicapai dari Putaran

Uruguay pada pokoknya mengatur hal-hal sebagai berikut :7

1. Berhasil membentuk suatu organisasi perdagangan internasional dengan nama

WTO (World Trade Organization).

2. Perluasan bidang pengaturan, sehingga disamping pengaturan perdagangan

barang (trade in goods), juga diatur perdagangan jasa (trade in services),

perlindungan hak milik intelektual (intellectual property rights) dan investasi

(investment) dalam rangka perdagangan.

3. Penguatan mekanisme penyelesaian sengketa (dispute settlement mechanism).

4. Penyempurnaan beberapa peraturan GATT.

Pasar bebas untuk perdagangan mulai berlaku sejak tahun 2003 dengan

dibentuknya AFTA (Asean Free Trade Area) dan tahun 2010 untuk negara-negara

APEC (Asia Pasific Economic Cooperation) yang Indonesia juga turut di

dalamnya dan secara keseluruhan negara-negara WTO pada tahun 2020.8

Perdagangan bebas dalam arti sebenarnya adalah arus barang dan jasa yang bebas melewati batas negara. Perdagangan ini tidak dihambat oleh campur tangan

pemerintah, baik dalam bentuk tarif maupun hambatan-hambatan lainnya.9

Diberlakukannya perdagangan bebas, otomatis persaingan terbuka secara bebas dan ketat. Ada anggapan bahwa pasar dalam negeri akan semakin terbuka

lebar terhadap barang-barang impor sehingga angka impor akan semakin besar

6

John W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi (Edisi Bahasa Indonesia dan Inggiris) (Jakarta: ELIPS II, 2002), hlm. 85.

7

Rusli Padika, Sanksi Dagangan Unilateral di Bawah Sistem Hukum WTO

(Bandung : PT. Alumni, 2010), hlm. 61.

8

Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional (Dalam Kerangka Studi Analitis)

(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 15.

9

(13)

dan menjadi tidak terkendali dan akhirnya akan memukul dan menghancurkan

produk-produk dalam negeri akibat tidak mampu bersaing dengan produk impor.10

Persetujuan-persetujuan WTO yang mengatur masalah-masalah

perlindungan yang ditujukan terhadap perlindungan industri, yaitu Agreement on

Implementation of Article VI (Persetujuan tentang Pelaksanaan Pasal VI

Antidumping), Agreement on Subsidies and Countervailing Measures

(Persetujuan tentang Subsidi dan Tindakan Imbalan), dan Agreement on

Safeguards (Persetujuan tentang Tindakan Pengamanan) yang secara konkret mengatur masalah-masalah antidumping, subsidi, dan tindakan pengamanan.

Ketiga instrumen pengamanan perdagangan ini dikenal dengan nama “Trade

Remedies”. Ketiganya berperan penting untuk melindungi industri dalam negeri

dari praktik-praktik kecurangan di bidang perdagangan sebagai konsekuensi dari

perdagangan bebas.11

Tindakan safeguard adalah salah satu upaya untuk menghindari keadaan

dimana anggota WTO menghadapi suatu dilema antara membiarkan pasar dalam negeri mereka menjadi sangat terganggu oleh barang impor atau menarik diri dari

kesepakatan. Apabila pilihan kedua dipilih oleh banyak negara, berarti kesepakatan tersebut menjadi tidak efektif atau berkurang tingkat liberalisasinya.

Oleh karena itu, Agreement on Safeguard memungkinkan untuk sementara waktu

negara anggota yang mengalami dilema tersebut untuk menyimpang dari

10

Christhophorus Barutu, Ketentuan Antidumping, subsidi, dan Tindakan Pengamanan (Safeguard) dalam GATT dan WTO (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 31.

11

(14)

komitmen liberalisasi perdagangan.12 Safeguard adalah suatu instrumen untuk melindungi industri dalam negeri terhadap lonjakan impor yang dilakukan secara

fair tetapi merugikan industri dalam negeri. Diadakan pengawasan yang ketat

untuk penerapan tindakan safeguard.13

Berakhirnya perundingan Putaran Uruguay, Pemerintah Indonesia

melakukan ratifikasi atas Agreement Establishing the World Trade Organization

(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) melalui

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Dengan meratifikasi Agreement Establishing the

World Trade Organization, Indonesia secara sekaligus telah meratifikasi juga Agreement on Safeguard.

Konsekuensi dari diratifikasinya Agreement Establishing the World Trade

Organization, Indonesia kemudian membuat ketentuan dasar tentang safeguard atau yang selanjutnya akan disebut sebagai tindakan pengamanan sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri dalam

Negeri Akibat Lonjakan Impor, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 85/MPP/Kep/2/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permohonan Penyelidikan atas Pengamanan Industri dalam

Negeri Akibat Lonjakan Impor, dan peraturan lainnya.

12

Ramziati, Pengamanan Perdagangan Dalam Negeri (Safeguard) Dalam Teori dan Praktek (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2007), hlm.3.

13

(15)

Diperkenalkannya subtansi bidang-bidang perjanjian GATT/WTO, mengakibatkan negara anggota untuk membuat aturan-aturan perdagangan

nasionalnya yang sesuai dengan subtansi perjanjian GATT/WTO. Sebagai bentuk komitmen negara Indonesia dalam mengikuti era perdagangan bebas, pemerintah

akhirnya mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagai bentuk dari harmonisasi hukum. Tujuan utama harmonisasi hukum hanya berupaya mencari keseragaman atau titik temu dari prinsip-prinsip

yang bersifat fundamental dari berbagai sistem hukum yang ada (yang akan

diharmonisasikan).14 Kebijakan safeguard atau tindakan pengamanan telah

diakomodir di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang dimuat di dalam BAB IX tentang Perlindungan dan Pengamanan Perdagangan.

Berikut akan disediakan data-data terhadap negara yang paling sering

menuduh safeguard dan produk yang telah dikenakan tindakan pengamanan

perdagangan berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (yang selanjutnya disebut BMTP) dan kuota serta yang telah diperpanjang di Indonesia.

Tabel 1. Negara yang Paling Banyak Menuduh Safeguard, 1995-2012 No. Negara Safeguards Pangsa (%) Rata-rata

Total 254 100,0 14,1

1 India 29 11,4 1,6

2 Indonesia 23 9,1 1,3

3 Turkey 17 6,7 0,9

4 Jordan 16 6,3 0,9

5 Chile 13 5,1 0,7

6 Ukraine 10 3,9 0,6

7 United States 10 3,9 0,6

14

Chia-Jui Cheng (ed), dalam Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional

(16)

No. Negara Safeguards Pangsa (%) Rata-rata

8 Czech Republic 9 3,5 0,5

9 Egypt 9 3,5 0,5

10 Philippines 9 3,5 0,5

Sumber: WTO (diolah)15

Berdasarkan data diatas selama periode 1995-2012, terdapat 254 kasus

safeguard. yang dituduhkan oleh negara-negara anggota WTO. India merupakan

negara yang paling banyak melakukan inisiasi penyelidikan safeguard terhadap

kenaikan lonjakan impor, dengan jumlah total kasus sebanyak 29 kasus.

Sementara Indonesia berada di peringkat 2 dengan inisiasi safeguard sebanyak 23

kasus, diikuti oleh Turki dengan 17 kasus. Terlihat bahwa negara-negara berkembang sangat aktif berupaya melindungi industri dalam negerinya dari

serbuan barang-barang impor. Bahkan, negara maju seperti Amerika Serikat juga

menggunakan instrumen safeguard dengan kasus yang diinisiasi sebanyak 10

kasus.16

Terdapat 254 kasus safeguard yang dituduhkan, tapi hanya sekitar 50%

(121 kasus) yang benar-benar dapat dibuktikan dalah penyelidikan bahwa

lonjakan impor mengakibatkan kerugian atau mengancam industri dalam negeri

negara penuduh. Secara rata-rata, terdapat 7 kasus tindakan safeguard yang

dikenakan oleh negara anggota WTO di seluruh dunia. India tetap merupakan

negara yang paling banyak mengenakan tindakan safeguard dengan jumlah

15

Lihat : www.wto.org yang data tersebut diolah oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, yang dimuat dalam http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2015/02/ 02/analisis-kebijakan-pengamanan-1422851508.pdf (diakses pada tgl 12 Juni 2015 pukul 20.10).

16

(17)

sebanyak 15 kasus, diikuti dengan Indonesia dan Turki yang masing-masing

sebanyak 13 kasus.17

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) mulai berdiri pada tahun 2003. Sejak adanya KPPI, Indonesia telah mengenakan tindakan

pengamanan perdagangan berupa bea masuk tindakan pengamanan terhadap 14 produk, tindakan pengamanan perdagangan berupa kuota terhadap 1 produk dan

tindakan pengamanan perdagangan yang diperpanjang terhadap 2 produk.18

Tabel 2. Produk yang Telah Dikenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan

Berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), 2003-2014

No. Nama Produk Tgl Mulai

Penyidikan Tgl Pengenaan

1. Dextrose Monohydrate 14 Mei 2008 12 September 2008

2. Paku 05 November 2008 22 Juli 2009

3. Kawat Bindrat 19 Januari 2010 04 Juni 2010

4. Kawat Seng 21 Januari 2010 16 Juli 2010

5. Tali Kawat Baja 30 April 2010 27 Agustus 2010

6. Terpal dari Serat Sintetik selain

Awning dan Kerai Matahari 22 Maret 2011 12 Juli 2011

7. Kawat Beronjong (Gabion) 22 Agustus2011 09 Agustus 2012

8. Tali Kawat Baja (Steel Wire

Roper) 05 Februari 2010 09 Juni 2010

9. Kain Tenunan dari Kapas 25 Juni 2010 12 Maret 2010

10. Benang Kapas Selain Benang

Jahit 25 Juni 2010 10 Januari 2011

11. Casing dan Tubing dari besi atau

baja 20 Januari 2012 13 Juni 2013

12. Baja Alumunium Lapis Seng 19 Desember 2012 10 April 2014

13. I dan H Section 12 Februari 2014 17 Oktober 2014

14. Keramik Tableware 19 Oktober 2004 04 Mei 2005

Sumber: KPPI (diolah)19

17

Ibid., hlm 14-15.

18

www.kppi.kemendag.go.id (diakses pada tgl 12 Juni 2015 pukul 20.35).

19

(18)

Tabel 3. Produk yang Telah Dikenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan

Berupa Kuota , 2003-2014

No. Nama Produk Tgl Mulai

Penyidikan Tgl Pengenaan

1. Tepung Gandum 24 Agustus 2012 04 November 2013

Sumber: KPPI (diolah)20

Tabel 4. Produk yang Sudah Dikenakan Tindakan Pengamanan

Perdagangan dan Diperpanjang, 2003-2014

No. Nama Produk Tgl Mulai

Penyidikan Tgl Pengenaan

1. Keramik Tablaware 05 Mei 2008 07 November 2008

2. Benang Kapas Selain Benang

Jahit Perpanjangan 15 Januari 2014 14 Maret 2014

Sumber: KPPI (diolah)21

Berdasarkan data-data diatas maka akan dibahas lebih lanjut tentang

tindakan pengamanan perdagangan yang dikenakan pada industri keramik.

Industri keramik terdiri dari ubin (tile), saniter, perangkat rumah tangga

(tableware) dan genteng. Oleh karena itu, penelitian ini secara khusus akan mengkaji tindakan pengamanan perdagangan terhadap industri keramik

tablaware. Dimana pada tahun 2006, Indonesia mengenakan tindakan

pengamanan untuk produk keramik tableware. Pengenaan tindakan pengamanan

diberlakukan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.010/2006

tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk

Keramik Tableware, yang mulai belaku pada tanggal 4 Januari 2006 sampai 3

Januari 2009. Pemerintah memperpanjang pengenaan Tindakan Pengamanan

20

Lihat : http://kppi.kemendag.go.id/daftar_kasus/detail/2/5/2 (diakses pada tgl 12 Juni 2015 pukul 20.55).

21

(19)

dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/Pmk.011/2008 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk

Keramik Tableware, yang mulai berlaku pada tanggal 4 Januari 2009 sampai 3 Januari 2012. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam

untuk mengetahui ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang digunakan untuk dapat menerapkan tindakan pengamanan perdagangan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan pengkajian secara mendalam

melalui sebuah penelitian (skripsi) dengan judul “Tindakan Pengamanan

Perdagangan Terhadap Industri Keramik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2014 Tentang Perdagangan.” Adapun rumusan masalah yang akan dibahas

di dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan tindakan pengamanan perdagangan dalam

perdagangan internasional ?

2. Bagaimanakah tindakan pengamanan perdagangan di Indonesia ?

3. Bagaimanakah ketentuan tindakan pengamanan perdagangan terhadap industri

keramik di Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulisan

(20)

a. Untuk mengetahui pengaturan yang digunakan terhadap tindakan pengamanan perdagangan dalam perdagangan internasional.

b. Untuk mengetahui tindakan pengamanan perdagangan di Indonesia.

c. Untuk mengetahui ketentuan tindakan pengamanan perdagangan terhadap

industri keramik di Indonesia.

2. Manfaat penulisan

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini terdiri dari sebagai berikut:

a. Manfaat teoritis

1) Penulisan ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam

bidang hukum ekonomi, yang berkaitan dengan perdagangan internasional khususnya tentang kebijakan perlindungan dan pengamanan perdagangan.

2) Penulisan ini dapat menambah literatur mengenai tindakan

pengamanan dalam perdagangan internasional dan dalam perdagangan

di Indonesia.

b. Manfaat praktis

1) Penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi rekan

mahasiswa dalam penulisan ilmiah lainnya yang berhubungan dengan Tindakan Pengamanan Perdagangan.

2) Penulisan skripsi ini sebagai pemenuhan syarat untuk memperoleh

(21)

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di perpustakaan

Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa skripsi yang berjudul: “Tindakan

Pengamanan Perdagangan (Safeguard) Terhadap Industri Keramik Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan” belum pernah

ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Hasil pemeriksaan di perpustakaan Universitas Sumatra Utara juga

ditemukan bahwa ada karya tulis yang memiliki kemiripan dengan skripsi ini,

yaitu skripsi yang berjudul “Perlindungan Terhadap Industri dalam Negeri

Melalui Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard) Ditinjau dari UU Nomor

7 Tahun 2014 tentang Perdagangan” yang ditulis oleh mahasiswi Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang bernama Melissa Ayu Asima Silalahi yang

membahas perlindungan terhadap industri dalam negeri melalui tindakan

safeguard secara umum dan tesis yang ditulis oleh mahasiswi Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang bernama Ramziati dengan

judul tesis “Eksistensi dan Harmonisasi Kebijakan Pengamanan Perdagangan

(Safeguard) Indonesia” membahas mengenai harmonisasi kebijakan pengamanan perdagangan dalam negeri di Indonesia dengan ketentuan WTO tentang

Safeguard.

Penelitian yang dilakukan pada skripsi yang berjudul “Tindakan

Pengamanan (Safeguard) Perdagangan Terhadap Industri Keramik Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan” secara khusus

(22)

terhadap industri keramik di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Penelitian skripsi ini berbeda dengan penelitianan skripsi dan tesis tersebut

yang juga membahas tentang safeguard, karena terdapat perbedaan yang

signifikan mengenai substansi pembahasan. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan hasil pemikiran sendiri tanpa ada meniru hasil karya orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Dengan demikian keaslian penulisan

skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Tindakan pengamanan perdagangan

Tindakan pengamanan (safeguard) adalah tindakan yang diambil

pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan atau untuk mencegah ancaman kerugian serius dari industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan impor

barang sejenis atau barang yang secara langsung merupakan saingan hasil industri dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian

serius dan atau ancaman kerugian serius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural.22

Agreement on Safeguard berlaku untuk keadaan peningkatan impor secara umum. Pada dasarnya berlaku untuk semua barang dikecualikan untuk tekstil

yang diatur dalam Agreement on Textiles and Clothing (ATC), dan produk

22

(23)

pertanian yang diatur dalam Agreement on Agriculture (AA), serta perdagangan

jasa yang diatur dalam General Agreement on Trade in Services (GATS).23

Menurut Bismar Nasution tujuan dari diterapkannya tindakan

pengamanan, adalah sebagai berikut :24

a. Untuk tujuan perbaikan daya saing industri dalam negeri.

b. Untuk mencegah terjadinya goncangan atau kejutan terhadap faktor-faktor

produksi, terutama buruh atau tenaga kerja, dengan cara memperlambat

tingkat konsentrasi/aktivitas di industri impor yang sensitif.

c. Sebagai alat keselamatan politis.

d. Sebagai aplikasi dari alat-alat mikro ekonomi terhadap tingkah laku sosial

(social behavior).

Pengertiaan terkait dengan pembahasan mengenai tindakan pengamanan

yang akan dipergunkan dalam penelitian ini, akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :

a. Industri dalam negeri adalah keseluruhan produsen dalam negeri yang

menghasilakan barang sejenis dengan barang terselidik dan atau barang

yang secara langsung merupakan saingan barang terselidik, atau produsen yang secara kolektif menghasilkan bagian terbesar dari total produksi

barang sejenis dalam negeri.25

23

Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Transaksi Bisnis Internasional “Safeguard”

(Medan : 2009), hlm. 2. 24

Ramziati, Op.Cit., hlm.16. 25

(24)

b. Barang sejenis adalah barang produksi dalam negeri yang identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor atau barang yang memiliki

karakteristik menyerupai barang yang diimpor.26

c. Barang terselidik adalah barang yang impornya mengalami lonjakan

sehingga mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius

industri dalam negeri.27

d. Barang yang secara langsung bersaing adalah barang produksi dalam

negeri yang dalam penggunaannya dapat menggantikan barang yang diselidiki.28

e. Kerugian serius adalah kerugian menyeluruh yang signifikan yang diderita

oleh industri dalam negeri.29

f. Ancaman kerugian serius adalah kerugian serius yang jelas akan terjadi

dalam waktu dekat pada industri dalam negeri yang penetapannya didasarkan atas fakta-fakta, bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau

perkiraan.30

26

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, Dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka 10.

27

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 84 tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor, Pasal 1 angka 7.

28

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, Dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka 11.

29

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, Dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka 15.

30

(25)

2. Industri keramik

Industri keramik merupakan salah satu industri dalam negeri yang menjadi

unggulan di Indonesia dengan dukungan ketersediaan bahan baku yang melimpah. Prospek industri keramik nasional dalam jangka panjang cukup baik seiring

dengan pertumbuhan pasar dalam negeri yang terus meningkat, terutama untuk jenis tile/ubin karena didukung oleh pertumbuhan pembangunan baik properti

maupun perumahan.31

Industri keramik yang terdiri dari ubin (tile), saniter, perangkat rumah

tangga (tableware), dan genteng telah memberikan kontribusi signifikan dalam

mendukung pembangunan nasional melalui penyediaan kebutuhan domestik,

perolehan devisa dan penyerapan tenaga kerja.32

Proses produksi keramik impor dan lokal telah distandarkan dengan

tingkat teknologi yang tidak mengalami perubahan signifikan dalam kurun waktu lebih dari satu dasa warsa terakhir. Alur proses produksi keramik adalah sebagai

berikut :33

a. Bahan baku (tanah liat, pasir dan kaolin) dicampur dengan air dalam porsi

yang tepat dalam mesin giling sehingga menjadi larutan (slip).

b. Larutan disaring dan selanjutnya di-press dengan mesin filter-press

sehingga manjadi tanah kepingan (filter cake).

31

Mohamad S. Hidayat, “Sambutan Menteri Perindustrian Pada Acara Keramika”

(Jakarta, 18 April 2013), hlm. 2.

32

ibid .

33

PT. Lucky Indah Keramik, Petisi Tidak Rahasia Permohonan Untuk Memperpanjang Tindakan Pengamanan (Safeguard) Atas Produk Keramik Tableware,

(26)

c. Tanah kepingan yang telah didiamkan selama 3 hari di masukan kedalam

mesin extruder (pugmil) sehingga menjadi tanah batangan (pugroll).

d. Tanah batangan dipotong menjadi tanah lempengan (clay piece), lalu

dibentuk dengan mesin pembentuk (jigger) menjadi barang cetak (green

ware) dalam bentuk yang beragam (piring, mangkok, cangkir).

e. Barang cetak lalu dibakar dalam tungku sehingga menjadi biscuit.

f. Bahan glasir ditambahkan pada permukaan biscuit sehingga menjadi

glasir.

g. Biscuit glasir dibakar dalam tungku sehingga menjadi barang polos (white

ware).

h. Barang polos didekorasi dengan decal atau dilukis, lalu dibakar dalam

tungku sehingga menjadi barang jadi (finished product).

3. General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan World Trade

Organization (WTO)

General Agreement on Tariff and Trade (yang selanjutnya disebut GATT) dibentuk pada Oktober tahun 1947. GATT adalah suatu perjanjian multilateral

dalam bidang perdagangan yang bertujuan untuk mengadakan perdagangan yang

lebih bebas (free trade) dengan cara mengurangi hambatan-hambatan

perdagangan internasional, baik hambatan tarif maupun nontarif.34

World Trade Organization (yang selanjutnya disebut WTO) dibentuk pada tahun 1994. WTO adalah suatu lembaga perdagangan multilateral yang permanen.

Sebagai suatu organisasi permanen, peranan WTO akan lebih kuat daripada

34

(27)

GATT. Hal ini secara langsung tercermin dalam struktur organisasi dan sistem

pengambilan keputusan.35 WTO membawa perubahan yang cukup penting bagi

GATT, antara lain sebagai berikut : 36

a. WTO mengambil alih GATT dan menjadikannya salah satu lampiran

aturan WTO.

b. Prinsip-prinsip GATT menjadi kerangka aturan bagi bidang-bidang baru

dalam perjanjian WTO, khususnya Perjanjian mengenai Jasa (GATS),

Penanaman Modal (TRIMs), dan juga dalam Perjanjian mengenai Perdagangan yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (TRIPS).

Dibentuknya WTO sebagai suatu organisasi perdagangan multilateral,

membuat peranannya akan lebih meningkat dari GATT, yaitu :37

a. Mengadministrasikan berbagai persetujuan yang dihasilkan Putaran

Uruguay di bidang barang dan jasa, baik multilateral maupun plurilateral, serta mengawasi pelaksanaan komitmen akses pasar di bidang tarif

maupun nontarif.

b. Mengawasi praktik-praktik perdagangan internasional dengan cara regular

meninjau kebijaksanaan perdagangan negara anggotanya dan melalui prosedur nontifikasi.

c. Sebagai forum dalam menyelesaikan sengketa dan menyediakan

mekanisme konsiliasi guna mengatur sengketa perdagangan yang timbul.

35

Syahmin AK, Op.Cit., hlm.51.

36

Huala Adolf, Op.Cit., hlm 97. 37

(28)

d. Menyediakan bantuan teknis yang diperlukan bagi anggotanya termasuk bagi negara-negara berkembang dalam melaksanakan hasil Putaran

Uruguay.

e. Sebagai forum bagi negara anggotanya untuk terus-menerus melakukan

perundingan pertukaran konsesi di bidang perdagangan guna mengurangi hambatan perdagangan.

F. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian berupa :

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum deskriptif yang bersifat normatif yakni penelitian yang dilakukan bersumberkan dari peraturan perundang

undangan tertulis, teori hukum, dan pendapat para sarjana hukum yang berkaitan

dengan skripsi.38 Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindakan

pengamanan perdagangan baik dalam hukum internasional maupun dalam hukum nasional Indonesia.

Penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan menginventarisir hukum positif yang berkaitan dengan hukum di bidang hukum perdagangan internasional khususnya yang berkaitan mengenai tindakan pengamanan perdagangan.

38

(29)

2. Jenis data

Data yang dipergunakan berupa data sekunder. Adapun data sekunder

yang dimaksudkan adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka, yang mencakup:

a. Bahan hukum primer, yaitu berbagai peraturan yang ada dalam dunia

internasional mengenai tindakan pengamanan perdagangan yakni Article

XIX GATT pada Tahun 1947 dan Agreement on Safeguard. Ketentuan

peraturan perundang-undangan di Indonesia yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan, Tindakan Pengamanan Perdagangan dan peraturan-peraturan lainnya yang ada dalam pembahasan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang berkaitan dengan bahan hukum

primer yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,

seperti buku-buku, hasil seminar, jurnal hukum, karya ilmiah, artikel majalah maupun koran serta artikel-artikel yang di dapat di internet

mengenai tindakan pengamanan perdagangan.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya

kamus dan ensiklopedia yang terkait dengan pembahasan penelitian ini.

3. Teknik pengumpulan data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data

(30)

dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar, dan

sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Kemudian dipelajari dengan cara membaca, menafsirkan, membandingkan serta

menterjemahkan dari berbagai sumber yang berhubungan dengan tindakan pengamanan perdagangan terhadap industri keramaik di Indonesia untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi ini.

4. Analisis data

Data yang diperoleh dari studi kepustakaan, dianalisis dengan metode

kualitatif. Metode kualitatif yaitu data penelitian diolah dan dianalisis berdasarkan kualitas dan kebenarannya lalu dideskripsikan dengan menggunakan kata-kata sehingga diperoleh bahasan atau paparan dalam bentuk kalimat yang sistematis

dan dapat dimengerti yang kemudian dapat ditarik sebuah kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari V (lima) bab yang

masing-masing bab memiliki sub-babnya tersendiri, yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I tentang pendahuluan. Bab ini memaparkan mengenai latar

belakang, rumusan masalah yang akan dibahas, tujuan dan manfaat penulisan skripsi, mengenai keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian,

(31)

Bab II membahas tentang pengaturan tindakan pengamanan dalam perdagangan internasional. Bab ini menjelaskan tentang konsep perdagangan

internasioanl secara umumnya dan pengaturan tindakan pengamanan perdagangan

dalam GATT dan Agreement on Safeguard, serta membahas cara penyelesaian

sengketa yang timbul akibat adanya tindakan pengamanan perdagangan.

Bab III membahas tentang tindakan pengamanan perdagangan di Indonesia. Bab ini menjelaskan tentang tindakan pengamanan perdagangan di

indonesia dan pengenaan BMTP, serta membahas mengenai pemungutan dan pengembalian bea masuk dalam tindakan pengamanan.

Bab IV membahas tentang tindakan pengamanan perdagangan terhadap industri keramik di Indonesia. Bab ini menjelaskan tentang industri keramik sebagai salah satu sektor yang dikenakan tindakan pengamanan

perdagangan, kemudian membahas mengenai tindakan pengamanan perdagangan terhadap industri keramik dan penegakan hukum tindakan pengamanan

perdagangan di Indonesia

Bab V membahas tentang Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi

kesimpulan yang diambil dari bab-bab sebelumnya yang telah diuraikan dan terdapat saran-saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam hal analisis hukum terhadap tindakan pengamanan yang terjadi dalam kegiatan

(32)

BAB II

PENGATURAN TINDAKAN PENGAMANAN DALAM PERDAGANGAN

INTERNASIONAL

A. Perdagangan Internasional Bagian dari Perekonomian Terbuka

Suatu negara dapat menganut sistem perekonomian terbuka atau perekonomian tertutup. Perekonomian terbuka adalah perekonomian suatu negara

yang terlibat dalam perdagangan antar negara (internasional) secara global. Negara yang menganut perekonomian terbuka akan ikut dalam perdagangan

internasional, sebaliknya negara yang menganut perekonomian tertutup akan menolak adanya perdagangan internasional.

Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri dari

interaksi dengan luar negeri. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi membuat batas-batas negara makin kabur. Kesadaran akan nilai-nilai universal

turut memacu keterbukaan. Memang, setiap negara tak akan dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri. Kalaupun dipaksakan pasti biaya yang

ditanggungnya sangat besar. Melalui perdagangan dengan negara-negara lain,

setiap negara bisa mencapai economic of scale39 dan selanjutnya dapat

menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen di

dalam negeri. Kelebihan produksi ini bisa diekspor. Devisa yang diperoleh dari ekspor inilah yang digunakan untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi

39

(33)

berbagai kebutuhannya tanpa harus memproduksi seluruh yang mereka butuhkan tersebut.40

Perekonomian terbuka, dapat mengakibatkan absorption41 domestik bisa

lebih besar dari produksi nasional. Hal ini dimungkinkan karena adanya ekspor

dan impor. Jika terjadi defisit ada dua kemungkinan yang dilakukan untuk

menutupinya. Pertama; defisit dibiayai dari tabungan dalam bentuk mata uang

asing (cadangan devisa). Kedua; defisit ditutup oleh arus modal masuk (capital in

flow), baik dalam bentuk penanaman modal asing langsung dan tak langsung

maupun pinjaman luar negeri.42

Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama,

Pertama; negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan

sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua; negara-negara melakukan perdagangan

dengan tujuan untuk mencapai economic scale dalam produksi. Maksudnya, jika

setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan

karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi

segala jenis barang.43

40

Faisal Basri dan Haris Munandar, Dasar-dasar Ekonomi Internasional : Pengenalan dan Aplikasi Metode Kuantitatif (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 32.

41

Absorptionadalah investasi dan pembelian konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga, dunia usaha dan pemerintah baik barang domestik maupun barang impor. Apabila absorpsi melebihi produksi, maka neraca transaksi yang sedang berjalan akan mengalamai defisit, Lihat : Tumpal Rumapea, Op.Cit., hlm.1.

42

Faisal Basri dan Haris Munandar, Op.Cit., hlm. 9.

43

(34)

Penjelasan teoritis dari kedua motif di atas dapat diperoleh dari teori merkantilisme, teori perdagangan internasional klasik dan teori perdagangan

modern.

1. Teori merkantilisme

Filsafat ekonomi yang dikenal sebagai merkatilisme,44menyatakan bahwa

cara yang terpenting bagi suatu negara untuk menjadi kaya dan berkuasa adalah mengekspor lebih banyak dari pada mengimpor. Dengan demikian para

merkantilis berpendapat bahwa pemerintah seharusnya merangsang setiap ekspor

dan membatasi impor45.

Para penganut teori merkantilisme adalah Sir Josih Child, Thomas Mun,

Jean Bodin. Mereka beranggapan bahwa :46

a. Logam mulia (specie) adalah ukuran kemakmuran suatu negara, semakin

banyak memiliki logam mulia maka negara tersebut semakin kaya. Logam mulia diperoleh dari surplus ekspor dan impor. Apabila ekspor lebih besar

dari impor maka logam mulia akan mengalir ke dalam negeri lebih banyak.

b. Peranan pemerintah sangat penting dalam perdagangan internasional,

dengan kebijakan (policy) pemerintah maka akan diperoleh ekspor lebih

44

Mercantilsme adalah suatu aliran falsafah ekonomi yang sangat berpengaruh pada abad 16 dan 17 yang menyamakan pemilikan emas atau mata uang internasional dengan kekayaan. Para ahli politik beranggapan bahwa surplus perdagangan diartikan sama dengan kekuatan ekonomi dan mendukung kebijakan promosi ekspor, sekaligus dengan kebijakan proteksi industri dalam negeri. Lihat : Tumpal Rumapea Op.Cit., hlm. 240.

45

Dominick Salvatore ed. Rudy Sitompul, Ekonomi Internasional : Edisi Kedua

(Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama, 1986), hlm.1-2. 46

(35)

besar dari impor misalnya tarif quota dan subsidi sehingga impor dapat ditekan.

Merkantilisme dalam usahanya untuk melaksanakan ide tersebut,

menggunakan kebijakan perdagangan (trade policy) yaitu : 47

a. Mendorong ekspor sebesar-besarnya, kecuali logam mulia.

b. Melarang membatasi impor dengan ketat, kecuali logam mulia.

David Hume memberikan kritik terhadap teori merkantilsme bahwa logam

mulia tak mungkin ditumpuk dengan suplus ekspor karena penumpukan tersebut akan sia-sia. Logam mulia akan mengalir dengan sendirinya melalui perdagangan

internasional yang dikenal sebagai price spiece flow mechani.48 Ekspor naik

berarti logam mulia masuk ke dalam negeri akibatnya uang yang beredar bertambah, pertambahan tersebut menyebabkan harga dalam negeri naik dan

akhirnya logam mulia akan kembali lagi keluar sebagai akibat masuknya barang

impor.49 Dengan adanya kritik dari David Hume maka teori merkantilisme

dianggap tidak relevan sehingga muncullah teori klasik.

2. Teori klasik

Teori klasik dalam perdagangan internasional dimulai dengan kritik Adam Smith terhadap kebijaksanaan ekonomi yang dilaksanakan oleh golongan

merkantilis. Salah satu kritik yang dipakai oleh Adam Smith adalah kritik David

Hume yang dikenal dengan Price Spiece Flow Mechani. Menurut Adam Smith,

47

Hamdy Hady, Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Buku 1 Edisi Revisi (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 25.

48

Price Spiece Flow Mechani adalah kegiatan ekonomi berdasarkan emas, mengalami inflasi apabila ekspor lebih besar daripada impor dan deflasi apabila impor lebih besar daripada ekspor. Lihat : Tumpal Rumapea Op.Cit., hlm. 191.

49

(36)

pemerintah tidak perlu campur tangan di bidang ekonomi karena akan menyebabkan timbulnya kekacauan pada jalannya roda perekonomian. Adam

Smith menyarankan di dalam negeri dilakukan Laisses Faire,50sedangkan ke luar

negeri dilakukan perdagangan bebas.51

Perdagangan bebas akan membuat orang bekerja keras untuk kepentingan negaranya sendiri sekaligus menciptakan spesialisasi. Jadi dengan adanya spesialisasi, maka negara akan menghasilkan suatu produk yang mempunyai

absolute advantage52 (keunggulan absolut) atau compreation advantage53

(keunggulan komperatif).54

Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain

from trade) karena melakukan spesialisasi produksi. Negara akan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, tetapi jika negara tidak

memiliki keunggulan mutlak maka negara tersebut akan mengimpor barang.

Teori absolute advantage ini didasarkan pada asumsi pokok, antara lain

sebagai berikut :55

50

Laissez Faire adalah suatu doktrin dalam ilmu ekonomi mengenai campur tangan pemerintah dalam perekonomian seminimum mungkin dan memberikan kebebasan pada kekuatan pasar dan lembaga-lembaga ekonomi swasta dalam mengambil keputusannya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Lihat : Tumpal Rumapea, Op.Cit., hlm. 226.

51

Lia Amalia, Ekonomi Internasional (Yogyakarta : Graha Ilmu & UIEU-Universitas Pers, 2007), hlm. 13-14.

52

Absolute Advantage atau keunggulan absolut adalah keunggulan suatu negara atau kawasan atas negara atau kawasan lainnya dalam hal biaya produksi

suatu produk tertentu dilihat dari sumber daya produksi yang digunakan. Lihat :

Tumpal Rumapea, Loc.Cit.

53

Comparative Advantage atau keuntungan komparatif adalah keunggulan suatu negara atau kawasan dalam memproduksi barang tertentu apabila biaya sosial untuk memproduksi barang tersebut lebih rendah dari pada dilakukan oleh negara atau kawasan lain. Lihat : Tumpal Rumapea, Ibid., hlm. 75-76.

54

Apridar, Loc.Cit.

55

(37)

a. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja

b. Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama

c. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang.

d. Biaya transpor diabaikan.

Perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulun absolute yang berbeda. Dengan demikian, bila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut untuk kedua

jenis produk yang berbeda, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional

yang menguntungkan. Hal ini merupakan kelemahan teori absolute advantage.

Namun, kelemahan teori Adam Smith ini disempurnakan oleh David Ricardo

dengan teori Comparative Advantage atau keunggulan komperatif, baik secara

Cost Comparative (Labor Efficiency) maupun Production Comparative (Labor Productivity).56

Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau Theory Of

Labour Value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu cost comparative produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk

memproduksinya. Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency),

bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdaganagan internasional

jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara

tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana

negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.57

56

Ibid., hlm. 32.

57

(38)

Berdasarkan teori ini, setiap negara mengkhusukan produksinya dalam bidang-bidang yang diunggulinya secara komparatif dan semua negara melakukan

perdagangan secara bebas tanpa hambatan, maka akan tercapainya efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi dan pada gilirannya produksi dunia secara

keseluruhannya akan mencapai maksimum, sehingga makin tinggi

kemakmurannya.58

Menurut teori production comparative advantage (labor productivity),

bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut

dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara

tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif.59

Teori comparative advantage dari David Ricardo, menyatakan bahwa

perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolute, asalkan masing-masing negara

memiliki perbedaan dalam labor efficiency atau labor productivity.60

3. Teori modern

Fungsi faktor produksi (produktivitas dan efisiensi) walaupun sama di antara dua negara, ternyata harga barang yang sejenis dapat berbeda, sehingga dapat terjadi perdagangan internasional. Dalam hal ini, teori klasik tidak dapat

menjelaskan mengapa terjadi perbedaan harga untuk barang/produk sejenis walaupun fungsi faktor produksi sama di kedua negara. Untuk itu teori modern

58

Apridar, Op.Cit., hlm. 94.

59

Hamdy Hady, Op.Cit., hlm. 36.

60

(39)

dari Heckscher-Ohlin atau teori H-O menjelaskan bahwa walaupun fungsi faktor produksi (tenaga kerja) di kedua negara sama, perdagangan internasional akan

tetap terjadi. Ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh masing-masing negara, sehingga terjadilah perbedaan

harga barang yang dihasilkan. Teori modern dari H-O ini yang dikenal sebagai

The Proportional Factors Theory.61

Menurut teori H-O, bahwa keuntungan komperatif ditentukan oleh

perbedaan relatif kekayaan faktor produksi (the relative abudancy of endowments

of factors of production) dan penggunaan faktor tersebut (the abundant factor)

secara relatif intensif dalam kegiatan produksi barang ekspor.62 Negara-negara

yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, negara

akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi

yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya.63

Peranan ekonom terkemuka yaitu Paul Samuelson, berhasil membuat H-O model mendominasi teori perdagangan internasional setelah Perang Dunia II, ada

empat teori pokok (the main properties or core propositions) yang menjadi

kerangka pokok dari teori perdagangan internasional (the central body of

internasional trade theory), adalah sebagai berikut.64

61

Ibid.

62

Faisal Basri dan Haris Munandar, Op.Cit., hlm. 34.

63

Hamdy Hady, Op.Cit., hlm.39.

64

(40)

a. Hecksher-Ohlin theorem

Menurut dalil (teorema) ini, suatu negara mempunyai keuntungan

komparatif atas barang, dengan demikian seharusnya mengekspor barang tersebut, yang diproduksi dengan menggunakan secara intensif faktor

produksi yang dimiliki secara relatif lebih kaya (the abundant factor).

b. Factor-price equalization theorem

Dalil ini menyatakan bahwa dengan asumsi the H-O model, maka

perdagangan internasional yang bebas (free internasional trade) akan

menyebabkan harga faktor produksi menjadi sama secara internasional.

c. Stolper-Samuelson theorem

Dalil ini mengemukakan bahwa perdagangan internasional yang bebas

menguntungkan faktor produksi yang dimiliki secara relatif lebih kaya (the

abundant factor) dan sebaliknya merugikan faktor produksi yang kurang

dimiliki (the scarce factor).

d. Rybczynski theorem

Dalil ini menyatakan bahwa pada harga konstan di pasaran internasional,

maka apabila suatu negara mengalami suatu kenaikan dalam jumlah dari

satu faktor produksi (the supply of one factor), negara tersebut akan

memproduksi lebih banyak barang yang menggunakan faktor tersebut

(41)

Teori yang digambarkan oleh Smith, Torrens, dan Ricardo sangat teoritis. Kesimpulan yang didasarkan pada beberapa asumsi yang mungkin tidak atau lebih

yang jarang berlaku di "dunia nyata”. Sejak saat ini filsuf ekonomi

mengungkapkan bahwa jumlah proteksi perdagangan antar negara-negara telah

bangkit dan jatuh karena berbagai alasan. Meski telah jelas bahwa liberalisasi perdagangan multilateral akan menguntungkan semua negara yang terlibat. Tahun 1947 dibentuk GATT untuk memfasilitasi pengurangan hambatan

perdagangan. Penjelasan ekonomi untuk klausula safeguard bahwa GATT

menyediakan cara bagi negara-negara dengan tingkat perlindungan yang tinggi

untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan perdagangan liberal dibawah ketentuan GATT. Dalam hal perubahan yang tak terduga yang dibawa oleh liberalisasi menyebabkan bahaya serius bagi produsen dalam negeri,

negara-negara ini diperbolehkan untuk menerapkan liberalisasi perdagangan secara perlahan, memberikan waktu untuk sumber daya lokal untuk pindah ke daerah

yang lebih produktif.65

B. Pengaturan Tindakan Pengamanan dalam Perdagangan Internasional

Tindakan pengamanan dalam perdagangan internasional dikenal dengan

sebutan safeguard. Safeguard adalah salah satu instrumen hukum untuk

melindungi industri dalam negeri terhadap peningkatan barang impor yang terjadi dalam perdagangan normal tetapi merugikan industri dalam negeri.

65

Garret Wilson, The Rational, Operation and Prospects of GATT Article XIX

(London : Essay, 8 Desember 1998),

(42)

Safeguard telah lama dikenal dalam praktik perdagangan internasional, bahkan sebelum GATT ditandatangani pada tahun 1947. Negara yang pertama

kali memperkenalkan bentuk safeguard adalah Amerika Serikat yang dikenal

dengan escape clause. Bentuk tersebut dapat ditemukan pada perjanjian

perdagangan bilateral antara Amerika Serikat dan Meksiko pada tahun 1942, yang

berbunyi : 66

“If, as result of unforeseen developments and of the concession granted on

any article enumerated and described in the schedules annexed to this agreement, such article is being imported in such increased quantities and under such conditions as to cause or threaten serious injury to domestic producers of like, or similar articles, the governments of either country shall be free to withdraw the concessions, in whole or in part, or to modify it to the extent and for such time as may be necessary to prevent such injury (Agreement between the United States and Mexico Respecting Reciprocal Trade Dec 23, 1942, Article XI).

Dalam terjemahan bebas dapat diartikan sebagai berikut :

“Jika, hasil dari perkembangan tidak terduga dan konsesi yang dibenarkan

pada setiap pasal yang disebutkan dan dijelaskan dalam daftar lampiran perjanjian ini, seperti pasal tentang peningkatan jumlah impor dalam kondisi yang menyebabkan atau mengancam kerugian serius bagi produsen dalam negeri yang serupa atau sejenis, pemerintah negara harus bebas untuk menarik konsesi, secara keseluruhan atau sebagian, atau membatasi sampai pada jangka waktu yang mungkin diperlukan untuk mencegah kerugian (Perjanjian antara Amerika Serikat dan Meksiko tentang Perdagangan Timbal Balik, 23 Desember 1942, Pasal XI)."

Klausula tersebut di atas menjadi acuan bagi pembentukan Article XIX

GATT. Hal ini dapat dilihat pada unsur-unsur atau syarat-syarat penerapan

tindakan safeguard, yaitu adanya perkembangan yang tidak terduga, adanya

peningkatan impor yang berlebihan, mengakibatkan kerugian bagi industri dalam

66

(43)

negeri, kewenangan negara importir untuk menarik atau mengubah pemberian

konsesi perdagangan dalam jangka waktu yang diperlukan.67

Jika dicermati Article XIX GATT 1947, berbunyi :

If, as a result of unforeseen developments and of the effect of the obligations incurred by a contracting party under this Agreement, including tariff concessions, any product is being imported into the territory of that contracting party in such increased quantities and under such conditions as to cause or threaten serious injury to domestic producers in that territory of like or directly competitive products, the contracting party shall be free, in respect of such product, and to the extent and for such time as may be necessary to prevent or remedy such injury, to suspend the obligation in whole or in part or to withdraw or modify the concession. (GATT, Article XIX.1.a).

Dalam terjemahan bebas dapat diartikan sebagai berikut :

"Jika, hasil dari perkembangan tidak terduga dan akibat dari kewajiban yang timbul oleh pihak yang menyetujui dalam Perjanjian ini, termasuk konsesi tarif, produk apapun yang sedang diimpor ke dalam wilayah pihak yang berkontrak tersebut, terjadi peningkatan jumlah dan dalam kondisi yang menyebabkan atau mengancam kerugian serius kepada produsen dalam negeri dalam wilayah yang sama atau barang yang bersaing secara langsung, mengenai dengan produk tersebut pihak yang berkontrak bebas untuk membatasi sampai pada jangka waktu yang mungkin diperlukan untuk mencegah atau memperbaiki kerugian, untuk menangguhkan kewajiban secara keseluruhan atau sebagian atau untuk mencabut atau

mengubah konsesi. (GATT, Pasal XIX.1.a).”

Berdasarkan Article XIX 1.a GATT diatas dijelaskan bahwa kata “if”

merupakan syarat di mana artinya dalam situasi dimaksud berikut ini adalah

kondisi di mana tindakan safeguard dapat dilakukan. Tindakan safeguard yang

dimaksud dapat dilakukan apabila ada unsur-unsur terjadinya perkembangan yang

tidak terduga (unforeseen developments), adanya kewajiban dari pihak-pihak yang

melakukan kesepakatan yang meliputi konsesi atas tarif di mana akibatnya jumlah barang impor yang masuk ke wilayah tersebut meningkat pesat sehingga

67

(44)

menimbulkan ancaman kerugian yang (threaten serious injury) terhadap produk sejenis sehingga negara-negara yang melakukan kesepakatan tersebut diberikan

wewenang untuk mengambil tindakan pencegahan terhadap kerugian yang lebih parah yang akan dialami industri dalam negeri. Tindakan pencegahan dan

perbaikan itu dapat berupa penundaan konsesi, menarik atau mengubah konsesi68.

Pengaturan tentang safeguard diperbarui dalam bentuk Agreement on

Safeguards. Hal ini dilakukan untuk memperjelas dan menyempurnakan

aturan-aturan tentang safeguard sehingga dapat memperkuat sistem perdagangan

internasional berdasarkan ketentuan GATT 1994.

Safeguard memperbolehkan dua bentuk tindakan safeguard secara

multilateral yaitu sebagai berikut :69

1. Negara berhak untuk mengawasi impor secara temporer atau dengan hambatan

perdagangan lainnya untuk mencegah kerugian perdagangan bagi industri dalam negeri.

2. Hak yang bersamaan bagi negara pengekspor untuk tidak mencabut akses

pasar secara sewenang-wenang.

Berdasarkan Article XIX GATT, suatu negara diperbolehkan untuk

menarik diri atau memodifikasi konsesi yang telah disepakati, memberlakukan pembatasan impor untuk waktu yang sementara apabila dapat dibuktikan bahwa

peningkatan produk impor tertentu mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi produsen dalam negeri, dan tetap memberlakukan pembatasan impor selama

waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi memperbaiki kerugian yang dialami.

68

Ibid., hlm. 105. 69

(45)

Penerapan pengaturan tindakan safeguard yang tertuang dalam Agreement

on Safeguards sesuai dengan aturan-aturan yang ada pada Article XIX GATT

1994. Hal ini dapat dimuat dalam Article 1 Agreement on Safeguard tentang

ketentuan umum.

Berdasarkan Article 2.1 Agreement on Safeguard dijelaskan mengenai

kondisi safeguard bahwa dalam mengidentifikasi peningkatan impor adalah

barang impor yang masuk dalam wilayah kepabeanan suatu negara meningkat

dalam jumlah secara absolut dan relatif dibandingkan dengan produksi dalam negeri serta mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius bagi

industri yang menghasilkan barang yang serupa atau secara langsung tersaingi

oleh barang impor tersebut.70

Ada perbedaan mengenai pengidentifikasian peningkatan impor antara

Article XIX GATT 1994 dan Article 2.1 Agreement on Safeguard di mana dalam

Article 2.1 Agreement on Safeguard pengidentifikasian impor lebih diperjelas dengan pencantuman unsur pembedaan antara peningkatan absolute dan relatif, di

mana hal ini tidak disinggung dalam Article XIX GATT 1994.71

Berdasarkan Article 2.1 Agreement on Safeguard peningkatan impor

dilihat dalam bentuk, yaitu secara absolut (misalnya, dalam ton atau satuan ukur lainnya) dan perbandingan secara relatif terhadap produksi dalam negeri atas

barang serupa atau barang yang secara langsung tersaingi. Ketentuan peningkatan secara absolut dan relatif ini tidak mengikat harus keduanya meningkat. Misalnya,

70

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), Perlindungan Industri dalam Negeri Melalui Tindakan Safeguard World Trade Organization (Jakarta : 2005), hlm. 5.

71

(46)

pada saat impor meningkat, terjadi juga peningkatan produksi dalam negeri sehingga secara relatif tidak terlihat peningkatan yang besar. Atau sebaliknya,

mungkin terjadi volume tidak menunjukan peningkatan atau konstan , tetapi karena terjadi penurunan produksi dalam negeri yang besar mengakibatkan

perbandingan antar impor dan produksi dalam negeri menjadi tinggi.

Berdasarkan Article 2.2 Agreement on Safeguard diatur bahwa pengenaan

tindakan safeguard berlaku terhadap semua negara eksportir tanpa membedakan

negara asalnya. Hal ini sesuai dengan prinsip GATT yaitu most favoured nation.72

Menurut Appellate Body WTO, peningkatan impor terjadi dalam keadaan

sebagai berikut :73

1. Rentang waktu yang paling akhir (recent).

2. Cukup mendadak (sudden).

3. Cukup tajam.

4. Cukup signifikan dalam kuantitas dan kualitas impornya.

5. Menyebabkan terjadinya kerugian serius (serious injury) atau ancaman

kerugian serius (threaten serious injury) terhadap.

6. Industri dalam negeri.

Rentang waktu tidak terlalu panjang, karena kemungkinan kerugian bagi industri dalam negeri secara langsung bukan diakibatkan oleh peningkatan barang

impor dan kerugian tersebut terjadi bukan dalam keadaan mendadak atau sifatnya

72

Most Favoured Nation adalah prinsip memberikan perlakuan yang sama kepada setiap anggota WTO atau penduduknya dalam memberikan fasilitas perdagangan.. Lihat: Harun Setiawati dan Gavriyuni Amier dalam ed. Sjamsul Arifin dkk, Kerja Sama Perdagangan Internasiona : Peluang dan Tantangan bagi Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hlm. 83.

73

(47)

yang tidak terduga, tetapi karena masalah struktural industri di dalam negeri.74

Sebelum mengambil tindakan safeguard dalam penentuan peningkatan impor ada

dua persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu, yaitu :75

1. Peningkatan impor yang harus disebabkan oleh adanya perkembangan yang

tidak diperkirakan sebelumnya sebagai akibat dari tindakan memenuhi kewajiban internasional dalam rangka liberalisasi perdagangan.

2. Peningkatan impor tersebut mengakibatkan kerugian serius atau ancaman

kerugian serius bagi industri dalam negeri.

Negara dapat menerapkan tindakan pengamanan dengan melakukan

penyelidikan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan

ketentuan Article 3 Agreement on Safeguard. Penyelidikan dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut :76

1. Penyelidikan harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

dan diumumkan sebelumnya termasuk harus diberitahukan ke Committee on

Safeguard77WTO.

2. Dimulainya penyelidikan tindakan safeguard harus diumumkan di media

cetak.

74

Ibid.

75

Christhophorus Barutu, Op.Cit., hlm. 107-108.

76

Ramziati, Op.Cit., hlm. 50.

77

Commite on Safeguard adalah unit di bawah struktur kelembagaan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menangani hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Perjanjian Safeguards. Lihat : Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 84 tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor, Pasal 1 angka 13.

Gambar

Tabel 1 DAFTAR TABEL Negara yang Paling Banyak Menuduh Safeguard,  1995-2012 ...............................................................................
Tabel 1. Negara yang Paling Banyak Menuduh Safeguard, 1995-2012
Tabel 2. Produk yang Telah Dikenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Tabel 4.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan Pasal 1 angka 10.. total produksi Barang Sejenis

Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kerangka hukum perdagangan bebas dalam World Trade Organization , bagaimanakah pelindungan dan

atau keadaan perdagangannya dalam keadaan yang sulit. 4) Pemberian prefensi tarif oleh negara-negara maju kepada produk. impor dari negara yang sedang berkembang atau

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.011/2014 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.011/2014 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan

Mengubah Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang

TENTANG : PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD).. DAFTAR

(1) Dalam hal terjadinya lonjakan jumlah barang impor yang menyebabkan produsen dalam negeri dari barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing dengan yang