1
PENGGUNAAN BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL)
TERHADAP KARKAS DARI AYAM BROILER YANG
DIINFEKSI BAKTERI
E.coli
SKRIPSI
Oleh:
NOVENTUS RAJAGUKGUK 100306051
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
PENGGUNAAN BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL)
TERHADAP KARKAS DARI AYAM BROILER YANG
DIINFEKSI BAKTERI
E.coli
SKRIPSI
Oleh:
NOVENTUS RAJAGUKGUK 100306051
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
Judul Penelitian : Penggunaan Bakteri Asam Laktat (BAL) terhadap
Karkas dari Ayam Broiler yang Diinfeksi Bakteri E.coli
Nama : Noventus Rajagukguk
NIM : 100306051
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Dr. Nevy Diana Hanafi., S.Pt., M.Si Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui Ketua Program Studi
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si
ii
ABSTRAK
NOVENTUS RAJAGUKGUK 2015. “Penggunaan Bakteri Asam Laktat (BAL) terhadap Karkas dari Ayam Broiler yang Diinfeksi Bakteri Escherichia coli (E. coli) ”. Dibimbing oleh NEVY DIANA HANAVI dan MA’RUF TAFSIN.
Penelitian ini bertujuan untuk Menguji pengaruh pengendalian Escherichia coli (E.coli) menggunakan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi terhadap pertambahan bobot badan dan karkas ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jl. Prof. Dr.A.Sofyan No 3, Medan. Penelitian dilaksanakan selama 35 hari dimulai dari Oktober-November 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan setiap ulangan terdiri atas 5 ekor broiler. Perlakuan ini terdiri atas P0A= (kontrol tanpa infeksi); P0B= (control + infeksi
E.coli); P1= (infeksi E.coli + bakteri asam laktat (BAL) tanpa enkapsulasi);P2= (infeksi E.coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi).
Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong (g) P0a, P0b, P1, P2, adalah 1695.83, 1632.62, 1780.51, 1843.31. Bobot Karkas(g) P0a, P0b, P1, P2 adalah 1445.61, 1382.24, 1555.25, 1681.00. Persentase karkas(%) P0a, P0b, P1, P2 adalah 85.22, 84.65, 87.34, 87.77. Hasil analisa keragaman menunjukkan
bahwa pengendalian bakteri E.coli dengan bakteri asal laktat (BAL)
terenkapsulasi memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penggunaan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot ayam broiler, namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap organ dalam ayam broiler.
iii ABSTRACT
NOVENTUS Rajagukguk 2015. "use of lactic acid bacteria ( LAB ) on the carcass infected bacteria coli eshcerichia
". Supervised by NEVY DIANA HANAVI and MA'RUF TAFSIN.
The study aims to Look at the effect of controlling Escherichia coli (E. coli) use of lactic acid bacteria (LAB) encapsulated on body weight gain and broiler chicken carcasses. This research was conducted at the Laboratory Animal Sciences Program Husbandry Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Jl. Prof. Dr.A.Sofyan No. 3, Medan. The experiment was conducted for 35 days starting from October to November 2014. The design used in this research is completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 5 replications each replication consisted of 5 animals broiler. This treatment consists of P0A = (control without infection); P0B = (control + E.coli infection); P1 = (infection of E.coli + lactic acid bacteria (LAB) without encapsulation); P2 = (infection of E.coli + lactic acid bacteria (LAB) encapsulated).
The results showed the average slaughter weight (g) P0A, P0B, P1, P2, is 1695.83, 1632.62, 1780.51, 1843.31. Carcass weights (g) P0A, P0B, P1, P2 is 1445.61, 1382.24, 1555.25, 1681.00. Carcass percentage (%) P0A, P0B, P1, P2 is 85.22, 84.65, 87.34, 87.77. Diversity analysis results showed that E.coli bacteria control the origin of lactic bacteria (LAB) encapsulated highly significant effect (P <0.05) to slaughter weight, carcass weight and carcass percentage. The conclusion from this study that the use of lactic acid bacteria (LAB) encapsulated a very real effect on the weight of broiler chickens, but no significant effect on the organ in broiler chickens.
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Penggunaan Bakteri Asam Laktat (BAL) Terhadap Karkas Ayam Broiler Yang Diinfeksi Bakteri E.coli”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa,
dukungan dan pengorbanan material dan moril yang telah diberikan. Kepada Ibu Nevy Diana Hanavi selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Bapak Ma’ruf
Tafsin selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupan memberikan informasi yang berharga bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut
membantu.
Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan
v
Metabolisme bakteri asam laktat ... 7
Media pertumbuhan bakteri asam laktat ... 10
Pengaruh Pemberian Probiotik terhadap Ayam Broiler ... 12
Enkapsulasi ... 14
Pelaksanaan Penelitian ... 23
Persiapan Kandang dan Peralatan ... 23
Pemilihan Ternak ... 24
Pembuatan Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 24
Pemeliharaan Ayam ... 24
Pengumpulan Data ... 25
vi HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Potong ... 26
Bobot Karkas ... 28
Persentase Karkas ... 30
Bobot Hati ... 32
Bobot Jantung ... 33
Bobot Gizard ... 34
Bobot Duodenum ... 35
Bobot Yeyenum ... 36
Bobot Ileum ... 38
Bobot Caecum ... 39
Bobot Colon ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42
Saran ... 42
vii
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Habitat Bakteri Asam Laktat ... 6
2. Komposisi MRS-Agar per Liter ... 10
3. Rataan Bobot Potong ... 26
4. Rataan Bobot Karkas ... 28
5. Persentase Karkas ... 30
6. Bobot Hati ... 32
7. Bobot Jantung ... 33
8. Bobot Gizard ... 34
9. Bobot Duodenum ... 36
10. Bobot Yeyenum ... 37
11. Bobot Ileum ... 38
12. Bobot Caecum ... 39
viii
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Metabolisme Homofermentatif dari Bakteri Asam Laktat ... 8
2. Metabolisme Heterofermentatif dari Bakteri Asam Laktat ... 9
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Isolasi Bakteri E. coli Tahap 1 (Pembuatan Media EMB) ... 43
2. Isolasi Bakteri E. coli Tahap 2 (Pembuatan Media EMB Gores) ... 44
3. Isolasi Bakteri E. coli Tahap 3 (Pembuatan Media NA Miring) ... 45
4. Isolasi Bakteri Asam Laktat (Pembuatan Media MRS-Agar) ... 46
5. Isolasi Bakteri Asam Laktat (Pembuatan Media MRS-Agar Gores) ... 47
6. Isolasi Bakteri Asam Laktat (Pembuatan Media MRS-Agar Miring) ... 48
7. Data dan Anova Bobot Potong ... 49
8. Data dan Anova Bobot Karkas ... 50
ii
ABSTRAK
NOVENTUS RAJAGUKGUK 2015. “Penggunaan Bakteri Asam Laktat (BAL) terhadap Karkas dari Ayam Broiler yang Diinfeksi Bakteri Escherichia coli (E. coli) ”. Dibimbing oleh NEVY DIANA HANAVI dan MA’RUF TAFSIN.
Penelitian ini bertujuan untuk Menguji pengaruh pengendalian Escherichia coli (E.coli) menggunakan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi terhadap pertambahan bobot badan dan karkas ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jl. Prof. Dr.A.Sofyan No 3, Medan. Penelitian dilaksanakan selama 35 hari dimulai dari Oktober-November 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan setiap ulangan terdiri atas 5 ekor broiler. Perlakuan ini terdiri atas P0A= (kontrol tanpa infeksi); P0B= (control + infeksi
E.coli); P1= (infeksi E.coli + bakteri asam laktat (BAL) tanpa enkapsulasi);P2= (infeksi E.coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi).
Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong (g) P0a, P0b, P1, P2, adalah 1695.83, 1632.62, 1780.51, 1843.31. Bobot Karkas(g) P0a, P0b, P1, P2 adalah 1445.61, 1382.24, 1555.25, 1681.00. Persentase karkas(%) P0a, P0b, P1, P2 adalah 85.22, 84.65, 87.34, 87.77. Hasil analisa keragaman menunjukkan
bahwa pengendalian bakteri E.coli dengan bakteri asal laktat (BAL)
terenkapsulasi memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penggunaan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot ayam broiler, namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap organ dalam ayam broiler.
iii ABSTRACT
NOVENTUS Rajagukguk 2015. "use of lactic acid bacteria ( LAB ) on the carcass infected bacteria coli eshcerichia
". Supervised by NEVY DIANA HANAVI and MA'RUF TAFSIN.
The study aims to Look at the effect of controlling Escherichia coli (E. coli) use of lactic acid bacteria (LAB) encapsulated on body weight gain and broiler chicken carcasses. This research was conducted at the Laboratory Animal Sciences Program Husbandry Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Jl. Prof. Dr.A.Sofyan No. 3, Medan. The experiment was conducted for 35 days starting from October to November 2014. The design used in this research is completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 5 replications each replication consisted of 5 animals broiler. This treatment consists of P0A = (control without infection); P0B = (control + E.coli infection); P1 = (infection of E.coli + lactic acid bacteria (LAB) without encapsulation); P2 = (infection of E.coli + lactic acid bacteria (LAB) encapsulated).
The results showed the average slaughter weight (g) P0A, P0B, P1, P2, is 1695.83, 1632.62, 1780.51, 1843.31. Carcass weights (g) P0A, P0B, P1, P2 is 1445.61, 1382.24, 1555.25, 1681.00. Carcass percentage (%) P0A, P0B, P1, P2 is 85.22, 84.65, 87.34, 87.77. Diversity analysis results showed that E.coli bacteria control the origin of lactic bacteria (LAB) encapsulated highly significant effect (P <0.05) to slaughter weight, carcass weight and carcass percentage. The conclusion from this study that the use of lactic acid bacteria (LAB) encapsulated a very real effect on the weight of broiler chickens, but no significant effect on the organ in broiler chickens.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam merupakan unggas penghasil daging yang sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini karena usaha peternakan ayam
masih merupakan sektor kegiatan yang paling cepat dan paling efisien untuk memenuhi kebutuhan daging bagi masyarakat. Ayam ras pedaging disebut juga
broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam.
Hingga saat ini, produk ayam broiler telah dikenal dan sangat familiar dengan masyarakat Indonesia. Daging ayam broiler telah mengisi sebagian besar pasar dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun ada hal yang perlu
diperhatikan, yaitu adanya bakteri yang merugikan pada ayam broiler seperti bakteri Escherichia coli. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang dan bersifat anaerob. Bakteri ini merupakan penghuni normal saluran pencernaan unggas dan merupakan bakteri pathogen yang menghasilkan entrotoksin yang menyebabkan diare.
Salah satu cara adalah dengan melakukan efisiensi pakan dengan penggunaan probiotik dalam ransum. Probiotik mampu memproduksi substansi
2
yang aman untuk dikonsumsi, perlu dilakukan usaha alternatif penggunaan
antibiotik atau obat-obatan dalam industri peternakan yaitu dengan cara
memberikan probiotik seperti bakteri asam laktat (BAL).
Bakteri asam laktat (BAL) adalah salah satu bakteri penting yang berperanan pada proses produksi pakan fermentasi dan bakteri ini mampu
menghambat pertumbuhan varietas bakteri pembusuk dan patogen. BAL ini tidak terlepas dari kemampuannya untuk mengubah gula menjadi asam organik (laktat
dan asetat) sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH dan mendegradasi karbohidrat untuk digunakan sebagai sumber nutrien bagi mikroorganisme pengganggu atau pembusuk.
Bakteri asam laktat (BAL) selain penghasil bakteriosin juga memberikan efek fisiologis bagi kesehatan yaitu sebagai suplemen (pada makanan dan
minuman), obato-batan (seperti antibiotik alami), efek terapi (seperti hipokolesterol, antihipertensi, pencegah diare). BAL ini disebut juga sebagai probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang mana ketika dikonsumsi
dalam jumlah yang cukup memberi manfaat kesehatan terhadap inangnya. Pemberian langsung dikhawatirkan menurunkan viabilitas BAL karena derajat
keasaman (pH) saluran pencernaan yang bervariasi dan BAL tidak mampu hidup pada target organ yang diinginkan. Oleh karena itu perlu adanya teknologi yang dapat melindungi BAL seperti teknologi kapsulasi.
Enkapsulasi merupakan salah satu teknik untuk mempertahankan komposisi suatu bahan yang diubah penampilannya menjadi partikel padat dengan melapisi bahan atau kombinasi bahan tersebut oleh bahan lainnya. Bahan ini
3
melalui bahan tersebut. Teknologi ini berperan dalam melindungi bahan inti dari lingkungan yang merugikan. Bakteri probiotik merupakan salah satu jenis
komponen bioaktif yang sebaiknya dilindungi kehidupannya agar dapat dimanfaatkan oleh inangnya. Manfaat enkapsulasi bagi probiotik yaitu untuk mempertahankan viabilitas dan melindunginya dari kerusakan akibat kondisi
lingkungan yang tidak menguntungkan.
Atas dasar pemikiran di atas, penulis melakukan penelitian tentang
“Penggunaan Bakteri Asam Laktat (BAL) terhadap Karkas Ayam Broiler yang Diinfeksi Bakteri E.coli”.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat pemberian probiotik berupa bakteri asam laktat (BAL) terhadap bobot potong serta persentase karkas
ayam broiler.
Hipotesis penelitian
Bakteri asam laktat (BAL) mampu menekan pertumbuhan bakteri
Escherichia coli (E.coli) dalam saluran pencernaan ayam broiler sehingga meningkatkan bobot potong serta bobot karkas ayam broiler.
Kegunaan
4
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Escherichia coli (E.coli)
Bakteri Escherichia coli adalah bakteri gram negatif berbentuk batang dalam sel tunggal atau berpasangan dan merupakan anggota famili
Enterobacteriacea dan flora normal intestinal yang mempunyai kontribusi pada fungsi normal intestine dan nutrisi tetapi bakteri ini akan menjadi phatogen bila mencapai jaringan di luar jaringan intestinal. Bakteri E.coli ini tergantung pada daerah infeksi dan tidak dapat dibedakan dari gejala yang disebabkan oleh bakteri lainnya (Jawetz et al.,1995).
Bakteri Escherichia coli dapat ditemukan dalam litter, feses ayam, debu, atau kotoran dalam kandang. Debu dalam kandang ayam dapat mengandung 105 – 106 Escherichia coli per gram (Tabbu, 2000). Bakteri ini dapat bertahan lama dalam kandang, terutama dalam keadaan kering dan sebagian besar bakteri enterik lainnya membentuk koloni bulat dan cembung. Beberapa strain Escherichia coli
menyebabkan hemolisis dalam darah (Jawetz et al., 2001). Kemampuan
Escherichia coli dalam menghemolisis dapat menjadi salah satu metode penentuan pathogenitas Escherichia coli (Raji, 2003).
Escherichia coli adalah kuman oportunis dan merupakan penghuni normal saluran pencernaan unggas. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi
primer pada usus, misalnya diare pada anak dan traveller’s diarrhe, seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di luar usus.
Escherichia coli juga dapat mencapai aliran darah dan menyebabkan septis.
5
dan melepaskan toksin. Masa inkubasi Escherichia coli berlangsung 1-3 hari. Infeksi terjadi jika lebih dari 106 mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.
Escherichia coli berbentuk batang pendek dengan diameter 0,5 μm dan panjang 1
-3 μm. Escherichia coli dapat tumbuh pada suasana aerob maupun anaerob
sehingga ia memperoleh energinya dari proses fermentasi maupun respirasi
tergantung pada suasana lingkungan dimana bakteri tersebut berada, dengan suhu optimum 37oC. Escherichia coli dibedakan antara galur satu dengan yang lain dengan cara serologi dari antigen somatik (O), flagellar (H), dan kapsular (K).
Antigen O merupakan polisakarida spesifik spesies, sebagai komponen pembuat kompleks polisakarida dari dinding sel serta berperan dalam produksi
endotoksin. Antigen H merupakan antigen protein flagellar, penting dalam serotyping dan merupakan aspek penting dari patogenisitas. Antigen K merupakan
komponen polisakarida yang ada pada enterobakter, berperan dalam patogenisitas bakteri dalam hal mekanisme pembentukan koloni bakteri. Antigen ini menghambat fagositosis dan efek dari serum antibodi. Karena adanya kapsul,
antibodi tidak dapat menghancurkan Escherichia coli tersebut.
Pada ayam broiler, infeksi dari bakteri Escherichia coli sangat berdampak buruk. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian selama periode pemeliharaan hingga perolehan bobot badan saat ayam panen tidak mencapai standart. Bakteri
Escherichia coli ini lebih banyak ditemukan di usus, dan akan dikeluarkan dari tubuh dengan jumlah besar lewat kotoran ternak (feses). Bakteri ini dapat bertahan sampai beberapa minggu di dalam feses yang sudah dikeluarkan. Akan tetapi
6
Bakteri Asam Laktat (BAL)
Bakteri ini merupakan mikroorganisme yang tersebar luas di alam baik di
udara, air dan di dalam tanah. Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri yang menguntungkan. Bakteri asam laktat merupakan kekayaan alam mikroba yang masih harus dieksplorasi. Bakteri asam laktat (BAL) merupakan kelompok bakteri
gram positif tidak berspora, berbentuk bulat atau batang, yang mempunyai kemampuan untuk membentuk asam laktat sebagai hasil utama dari metabolisme
karbohidrat. Secara ekologis kelompok bakteri ini sangat bervariasi dan anggota spesiesnya dapat mendominasi bermacam-macam makanan, minuman atau habitat yang lain seperti tanaman, jerami, rongga mulut dan perut hewan ternak (Mulyani,
1996). Habitat Bakteri Asam Laktat dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Habitat bakteri asam laktat (BAL)
Habitat Kelompok Bakteri Aktivitas atau produk
Produk sayuran
Streptococcus spp., Lactobacillus plantarum
Pikel
Produk susu Streptococcus lactis, Lactobacillus
casei, L. acidophilus, L. delbrueckii,
Streptococcus spp., Lactobacillus
spp.
Flora normal
Sumber: (Backus et al., 1985)
Dalam saluran pencernaan tumbuh normal dalam jalur intestin suatu bakteri asam laktat yang memberikan efek positif yang penting terhadap
7
patogen intestin penyebab diare, serta menstimulasi sistem kekebalan tubuh (imun) (Gildberg et al., 1997).
Metabolisme bakteri asam laktat
Berdasarkan jalur metabolisme saccharolytic, bakteri asam laktat dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu (Piard and Desmazeaud, 1992) :
1. Homofermentatif
Bakteri dalam kelompok ini akan mengubah heksosa menjadi asam laktat
8
Gambar. 1 Metabolisme Homofermentatif dari Bakteri Asam Laktat
2. Heterofermentatif
Heksosa difermentasikan menjadi asam laktat, karbon dioksida, dan etanol
(atau asam asetat sebagai akseptor elektron alternatif). Pentosa lalu diubah menjadi laktat dan asam asetat. Jalur metabolisme heterofermentatif ini dapat
9
Gambar. 2 Metabolisme Heterofermentatif dari Bakteri Asam Laktat
Glukosa
Gliseraldehid-3-fosfat Asetil fosfat Asetat
10
Media pertumbuhan bakteri asam laktat
Media selektif untuk pertumbuhan spesies bakteri asam laktat adalah
deMan-Rogosa-Sharpe Agar (MRS-Agar). Komposisi media MRS-Agar pada pH 6,2 ± 0,2 dan suhu 25 °C dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Komposisi MRS-Agar per Liter
No. Komposisi Jumlah
1. Glukosa 20 g
2. Pepton 10 g
3. Agar 10 g
4. Ekstrak daging 8 g
5. Natrium asetat.3H2O 5 g
6. Ekstrak ragi 4 g
7. K2HPO4 2 g
8. Triamonium sitrat 2 g
9. MgSO4.7H2O 0,2 g
10. Sorbiton monooleat 0,05 g
11. MnSO4.4H2O 1,0 ml
11
Gambar 3. Produk Fermentasi BAL (Lindgren and Dobrogosz, 1990)
BAL pada produksi pakan semakin mengalami peningkatan terutama untuk
memfermentasi. Menurut Savadogo et al., (2000) BAL yang digunakan dalam
fermentasi perlu diseleksi untuk memperoleh isolat yang memiliki kemampuan unggul, sehingga memiliki kelebihan-kelebihan:
- Ketersediaan mikroba terjamin, sebab bersumber dari lingkungan alam
Indonesia yang dapat diisolasi dari banyak sumber;
- Memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap kondisi lingkungan sehingga
12
- Memungkinkan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat dengan biaya yang
relatif murah untuk industri besar, maupun industri kecil, karena ketersediaan
yang cukup serta biaya relatif murah.
Pengaruh Pemberian Probiotik terhadap Ayam Broiler
Ayam pedaging merupakan ternak unggas yang cukup potensial untuk dikembangkan dan juga memiliki kemampuan menghasilkan daging dalam waktu yang cepat dan sangat efisien dalam pemanfaatan pakan. Ayam pedaging sebagai
ayam ras pedaging tumbuh dengan sangat cepat dan mampu mengubah makanan yang dikonsumsi menjadi daging dengan sangat efisien. Pakan merupakan faktor
penting dan menentukan bagi keberhasilan usaha peternakan. Peranan probiotik sebagai bahan aditif pemacu pertumbuhan Growth promoter sudah terbukti dapat digunakan. Manfaat langsung dari probiotik tersebut bagi ternak adalah antara lain
meningkatkan nafsu makan, menyediakan unsur nutrisi dan membantu proses pencernaan makanan serta menghambat perkembangan bakteri patogen. Selain
itu, Cavaazoni et al.,(1998) melaporkan probiotik Bacillus coagulans dapat mempertinggi laju pertumbuhan ayam pedaging.
Probiotik merupakan feed additive berupa mikroorganisme hidup yang diberikan kepada ternak yang mempunyai efek positif bagi ternak yang mengkonsumsi. Konsep memanfaatkan keseimbangan mikroflora inilah yang
menjadi landasan penggunaan probiotik untuk menekan perkembangan bakteri patogen, baik pada saluran pencernaan ayam maupun pada litter (lingkungan dalam kandang ternak). Berdasarkan pemikiran inilah dilakukan penelitian untuk
13
ayam pedaging. Penambahan probiotik kedalam air minum juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem mikroflora dalam saluran pencernaan dan
menyediakan enzim yang mampu mencerna serat kasar, protein, lemak dan mendetoksikasi zat racun atau metabolitnya (Soeharsono, 2002).
Beberapa laporan menunjukkan bahwa penggunaan probiotik dapat
meningkatkan laju pertumbuhan yang berhubungan dengan manfaat probiotik dapat meningkatkan nafsu makan dan menghasilkan vitamin serta enzim – enzim
pencerna. Memungkinkan probiotik tersebut dapat berperan sebagai simulasi pertumbuhan, sehingga dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sekaligus bobot karkas ayam broiler (Abrar dan Raudhati, 2006).
Peningkatan produktivitas ayam adalah melalui pemberian pakan yang berkualitas. Pakan yang berkualitas harganya relatif lebih mahal, sehingga
diperlukan manipulasi nutrisi untuk mengoptimalkan biaya pakan dengan memaksimalkan produksi. Salah satu solusi untuk meningkatkan dan menjaga produktivitas ayam adalah dengan manipulasi nutrisi untuk memaksimumkan
pasokan nutrien sesuai dengan genetiknya, yaitu dengan menambahkan bahan pakan aditif berupa suplemen probiotik. Probiotik merupakan pakan imbuhan
dengan kandungan mikroba yang menguntungkan dalam saluran pencernaan ayam. Mikroba yang dapat tumbuh dan berkembang dalam usus ayam, antara lain jenis bakteri asam laktat (BAL), Bacillus sp.,dan Lactobacillus sp., (Daud et al., 2007).
Penggunaan probiotik lokal bakteri asam laktat ( BAL) sebagai probiotik
14
meningkatkan daya tahan tubuh ternak terhadap serangan penyakit (Iriyanti dan Rimbawanto, 2001).
Kultur Bacillus sp., sebagai probiotik pada ayam ras melalui air minum maupun pakan, efektif untuk pertumbuhan ayam pedaging maupun produksi telur ayam petelur. Pemberian probiotik secara nyata meningkatkan produksi serta
menekan mortalitas (Kompiang, 2009).
Enkapsulasi
Dalam usaha peternakan ayam broiler ada tiga faktor penting yang perlu diperhatikan yaitu bibit, pakan, dan manajemen. Pakan merupakan faktor yang paling membutuhkan banyak biaya yaitu sekitar 60-80% dari seluruh biaya
produksi. Biaya produksi dapat ditekan jika efisiensi pakan yang diberikan pada ternak meningkat. Efisiensi pakan yang tinggi dapat tercapai apabila saluran
pencernaan ternak berada pada kondisi yang optimal untuk mencerna dan menyerap zat makanan. Pada ayam pedaging, ada beberapa cara untuk mengoptimalkan efisiensi penyerapan zat makanan di dalam saluran pencernaan.
Salah satu cara yang umum digunakan oleh peternak saat ini adalah dengan pemberian antibiotik.
Resistensi antibiotika terhadap bakteri patogen pada manusia menjadi masalah di seluruh dunia. Terjadinya resistensi antibiotika ini disebabkan pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana untuk pengobatan pada manusia serta
pemakaian antibiotika pada hewan sebagai pemacu pertumbuhan antibiotic
15
Enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan (coating) suatu bahan inti, dalam hal ini adalah bakteri probiotik sebagai bahan inti dengan menggunakan
bahan enkapsulasi tertentu yang bermanfaat untuk mempertahankan viabilitasnya dan melindungi probiotik dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (Wu et al., 2000). Enkapsulasi adalah proses fisik dimana bahan inti dikemas dalam bahan sekunder berupa lapisan film tipis yang disebut enkapsulan (Paramitha, 2010).
Acidifier digunakan sebagai bahan pakan tambahan unggas bertujuan untuk mempertahankan pH saluran pencernaan dan menciptakan kondisi pH yang sesuai untuk pencernaan zat makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan
serta menekan mikrobapatogen dan meningkatkan pertumbuhan mikroba yang menguntungkan (Hyden,2000).
Pemanfaatan acidifier ini telah dilakukan pada ayam petelur dan
memberikan hasil yang baik. Penggunaan acidifier pada ayam pedaging telah dilakukan oleh Lückstädtet al.,(2004) dengan menggunakan asam formiat dan asam propionat dapat meningkatkan pertumbuhan dari ayam pedaging dengan kondisi terkontrol yaitu tanpa penggunaan antibiotik pemacu pertumbuhan.
Hyden (2000), juga melaporkan bahwa asam laktat adalah salah satu
acidifier yang dapat mempertahankan pH saluran pencernaan dan menciptakan kondisi pH yang sesuai untuk pencernaan zat makanan yang masuk ke dalam
saluran pencernaan, menekan mikroba patogen dan meningkatkan pertumbuhan mikroba yang menguntungkan. Namun,pemanfaatan asam laktat dalam beberapa
16
pengaruhnya terhadap daya cerna protein dan energi metabolis pada ayam pedaging.
Bahan yang umum digunakan untuk enkapsulasi adalah berbagai jenis polisakarida dan protein seperti pati, alginat, gum arab, gelatin, karagenan, albumin dan kasein. Alginat merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang
dihasilkan dari ekstraksi alga coklat (Sargassum sp., Turbinaria sp., Hormophyta
sp., dan Padina sp.). Alginat telah diaplikasikan secara luas pada produk pangan sebagai penyalut. Penggunaan bahan untuk enkapsulasi perlu dipertimbangkan, karena masing-masing bahan mempunyai karakter yang berbeda dan belum tentu cocok dengan bahan inti yang akan dienkapsulasi (Desmond et al., 2002).
Bahan yang sering digunakan dalam pembuatan makanan probiotik adalah maltodekstrin yang dikeringkan karena selain bahan pengisi, maltodekstrin
memiliki beberapa kelebihan antara lain tidak manis mudah larut dalam air. Selain itu maltodekstrin juga dapat meningkatkan vikositas, menghambat kristalisasi dan baik untuk kesehatan karena rendah kalori. Maltodekstrin biasanya digunakan
sebagai campuran bahan pangan dan merupakan pembentuk produk yang baik untuk produk yang sulit kering maltodekstrin biasanya dijual dalam bentuk tepung
padat berwarna putih (Kuntz,1998).
Penggunaan bioteknologi enkapsulasi dapat melindungi aroma dan flavor,
meningkatkan kelarutan dan melindungi senyawa kimia dari kontaminasi oksigen
(Ulfah, 2006). Penelitian tentang enkapsulasi probiotik sebelumnya sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan berbagai variasi bahan enkapsulasi dan
17
Karkas Ayam Broiler
Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala,
kaki, darah, bulu serta organ dalam kecuali paru-paru dan ginjal. Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur dan pakan serta proses setelah
pemotongan, diantaranya adalah metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging,
hormon, antibiotik, lemak intramuskular atau marbling, metode penyimpanan
serta macam otot daging (Abubakar et al., 1991). Soeparno (2005) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi persentase bobot karkas ayam broiler adalah
bobot hidup. Hasil dari komponen tubuh broiler berubah dengan meningkatnya
umur dan bobot badan (Brake et al., 1993). Wahyu (1998) menyatakan bahwa
tingkat konsumsi ransum banyak ditentukan oleh palatabilitas ransum, sistem tempat ransum, pemberian ransum dan kepadatan kandang. Lebih lanjut menurut Widodo (2005) peningkatan nilai manfaat penggunaan ransum dapat diatur
dengan mempertimbangkan konsumsi ransum.
Bobot Potong
Bobot hidup merupakan bobot badan ternak yang penimbangannya dapat dilakukan setiap saat. Bobot hidup sangat erat kaitannya dengan tingkat konsumsi dan pertambahan bobot badan. Menurut Wahyu (1998) tingkat konsumsi ransum
banyak ditentukan oleh palatabilitas ransum, sistem pakan dan pemberian pakan, serta kepadatan kandang. Dilain pihak, tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh
18
yang sehat, berbulu baik, ukurannya seragam dan berkualitas baik dengan perbandingan antara tulang dan daging seimbang (proporsional) (Priyatno, 1997).
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara menimbang bobot ayam setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapatkan pertumbuhan
yang baik (Blakely dan Bade, 1991).
Persentase Karkas
Bobot karkas normal adalah 60-75 % dari berat tubuh. Sedangkan persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan 100 % (Siregar, 1994). Menurut Soeparno (2005) bobot karkas
meningkat seiring dengan meningkatnya bobot hidup, tetapi persentase non karkas seperti kulit, darah, usus halus dan hati menurun.
Bobot karkas merupakan bobot tubuh ayam yang telah disembelih setelah dipisahkan darah, bulu, kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut dan organ dalam kecuali ginjal dan paru-paru (Murtidjo, 1992).
Persentase karkas merupakan faktor terpenting untuk menilai produksi ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin
bertambah bobot hidupnya, maka produksi karkasnya akan semakin meningkat (Murtidjo, 1987).
Persentase karkas dipengaruhi oleh bangsa, umur, jenis kelamin, bobot
hidup dan makanan. Persentase karkas umur muda lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang lebih tua dan persentase ayam jantan lebih besar dibandingkan
persentase ayam betina lebih banyak menghasilkan kulit dan lemak abdomen dari
19
persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin
bertambah bobot hidupnya maka produksi karkasnya semakin meningkat. Ahmad dan Herman (1982), yang menyatakan bahwa ayam yang bobot tubuhnya tinggi akan menghasilkan persentase karkas yang tinggi, sebaliknya ayam yang
bobot tubuhnya rendah akan menghasilkan persentase yang rendah.
Organ Dalam Ayam Broiler
Organ pencernaan ayam broiler terdiri dari mulut, kerongkongan, tembolok, proventrikulus, rempela, usus halus, usus buntu (seka), usus besar, kloaka dan anus. Pencernaan tambahan pada ayam salah satunya adalah hati
20
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, JL. A. Sofyan No. 3 Kampus Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian berlangsung selama 5
minggu dimulai dari bulan Oktober hingga pertengahan November 2014.
Bahan dan Alat
Bahan
Ayam broiler sebanyak 100 ekor DOC Merk CP 707 dari Charoen Pokphand, bakteri asam laktat (BAL) perlakuan terdiri atas bakteri asam laktat
(BAL) tanpa enkapsulasi, bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi, isolat bakteri
escherichia coli (E.coli), pakan komersil, vitamin seperti vitachick, rodalon sebagai desinfektan kandang.
Alat
Kandang individu dengan ukuran 50 x 100 x 60 cm sebanyak 20 petak,
timbangan digital kapasitas 3 kg dengan kepekaan 0,1 g, tempat pakan dan tempat minum pada tiap kandang dengan total sebanyak 20 unit, lampu pijar 25 watt sebagai penerangan kandang serta penghangat, termometer untuk mengetahui
21
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode uji tantang dimana peneliti akan
menginangkan bakteri E. coli pada ayam broiler dan diberi perlakuan sehingga dapat diketahui pertumbuhan dan perkembangan bakteri Escherichia coli (E.coli)
terhadap perlakuan yang diberikan, apakah perlakuan yang diberikan dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli (E.coli) pada inang atau tidak yang dapat mempengaruhi pertambahan bobot karkas.
Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri atas 4 perlakuan dan 5 ulangan. Adapun perlakuan yang akan diberikan dan akan diteliti adalah sebagai berikut;
P0A = kontrol tanpa infeksi P0B = kontrol + infeksi E.coli
P1 = infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL) tanpa enkapsulasi P2 = infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi
Bakteri eschericia coli (E.coli) yang digunakan berkisar (6 x 108 CFU/ml), sedangkan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi maupun tanpa enkapsulasi yang digunakan berkisar (1,45 x 109 CFU/g). Penambahan BAL ke dalam pakan
sebesar 3g/1000g pakan (4,35 x 106 CFU/g).
22 Keterangan:
Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = 1,2,3…= perlakuan
j = 1,2,3…= ulangan
μ = Nilai tengah umum
σi = Pengaruh perlakuan ke-i
23
Peubah yang Diamati 1. Bobot Potong
Bobot potong diperoleh dari penimbangan bobot ayam sebelum dilakukan pemotongan setelah dipuasakan enam jam.
2. Bobot Karkas
Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan daging setelah komponen non karkas dipisahkan.
3. Persentase Karkas (%)
Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong dikali 100 %
Persentase karkas = Bobot karkas Bobot potong
x 100 %
4. Bobot Relatif (g/kg BB)
- Hati
1. Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran 50 x 100 x 60 cm sebanyak 20 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum ayam
24
menggunakan sebuah lampu 25 watt digantung ditengah setiap plot kandang individu.
2. Pemilihan Ternak
Penyeleksian ternak ayam yang akan digunakan sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak ayam dalam keadaan sehat,
lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan lincah. Sebelum ayam dimasukkan ke dalam kandang, dilakukan penimbangan untuk
mengetahui bobot badan awal dari masing-masing ayam kemudian dilakukan random (pengacakan) yang bertujuan untuk memperkecil nilai keragaman. Lalu ayam dimasukkan kedalam sebanyak 5 ekor per unit penelitian.
3. Pembuatan bakteri asam laktat (BAL) tanpa enkapsulasi dan bakteri asam
laktat (BAL) terenkapsulasi, serta persiapan isolat E. coli. Pembuatan bakteri asam laktat (BAL) tanpa enkapsulasi dan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi. Diawali dari pengambilan bakteri asam laktat yang terdapat di bagian saluran pencernaan ayam steril, sedangkan persiapan isolat E. coli
diambil dari feses ayam segar.
4. Pemeliharaan Ayam
25
Sisa pakan ditimbang 24 jam setelah pemberian pakan saat sebelum ayam diberikan makan kembali untuk mengetahui konsumsi ternak tersebut.
Pengumpulan Data
Data diambil setelah umur ayam mencapai umur pemotongan karkas yaitu umur 5 minggu. Pengambilan data dilakukan dengan menimbang dan mengukur
parameter yang telah ditentukan.
Persiapan yang dilakukan untuk memperoleh karkas adalah :
1. Pemuasaan, ayam dipuasakan selama enam jam untuk mengosongkan isi
tembolok dan mengurangi isi saluran pencernaan.
2. Pemotongan, ayam dipotong di bawah rahang termasuk vena jugularis, pipa
tenggorokan dan kerongkongan.
3. Pengeluaran darah, setelah dipotong ayam digantung dengan posisi kepala ke
bawah dan biarkan selama dua menit.
4. Penyeduhan (scalding), ayam dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu
sekitar 60 0C selama 1 menit untuk mempermudah pencabutan bulu.
5. Pencabutan bulu dilakukan secara manual.
6. Pemisahan komponen non karkas, kepala hingga batas leher dipotong, kaki
hingga batas lutut dipotong, isi rongga perut ditarik keluar lalu dipisahkan.
Analisis Data
Data yang diperoleh, dianalisis menggunakan analisis ragam (Anova), apabila
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Potong
Bobot potong di peroleh dengan cara penimbangan bobot akhir ayam
broiler setelah di puasakan selama 12 jam. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat data bobot potong pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan bobot potong pada setiap perlakuan (g/ekor)
Perlakuan
Ulangan
Rataan±sd
1 2 3 4 5
POA 1621.78 1687.55 1675.08 1796.40 1698.32 1695.83±63.45b
POB 1601.90 1598.37 1702.32 1587.28 1673.21 1632.62±51.67b
P1 1798.97 1732.29 1742.90 1793.40 1835.00 1780.51±42.47 a
P2 1892.32 1811.32 1820.08 1833.90 1858.94 1843.31±32.78 a
Ket. Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Bobot potong pada Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan bobot potong tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (infeksi E.coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi) yaitu sebesar 1843,31 g/ekor dan rataan bobot potong terendah terdapat pada perlakuan P0B (kontrol + infeksi E.coli) yaitu sebesar 1632,62 g/ekor.
Hasil analisi ragam dapat diketahui bahwa perlakuan penambahan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata
27
perlakuan yang paling potensial (mengetahui perbedaan perlakuan). Didapat bahwa perlakuan P0A, P0B memiliki notasi yang sama yang artinya potensi yang
sama pada kedua perlakuan namun memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P1 dan P2. Penambahan bakteri asam laktat (BAL) memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot potong ayam. Setiap
perlakuan memberikan respon yang berbeda, baik secara statistik maupun numerik.
Tingginya bobot potong pada perlakuan penambahan bakteri asam laktat
(BAL) terenkapsulasi disebabkan oleh penekanan pertumbuhan E coli yang
memberikan efek positif dalam saluran pencernaan ayam untuk menekan
pertumbuhan bakteri E .coli dan dapat menambah kekebalan tubuh pada ayam
tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gildberg et al., (1997), yang
menyatakan bahwa dalam saluran pencernaan tumbuh normal dalam jalur intestin suatu bakteri asam laktat yang memberikan efek positif yang penting terhadap kesehatan tubuh, yaitu melalui kemampuannya menekan pertumbuhan bakteri
patogen intestin penyebab diare, serta menstimulasi sistem kekebalan tubuh (imun).
Tingginya bobot potong pada perlakuan bakteri asam laktat (BAL) juga
disebabkan karena pemberian BAL yang terenkapsulasi, sehingga Bakteri Asam Laktat yang diberikan pada ayam dapat terlindungi dari kerusakan lingkungan
28
yang bermanfaat untuk mempertahankan viabilitasnya dan melindungi probiotik dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan.
Bobot Karkas
Bobot karkas merupakan bobot tubuh ayam yang telah dipotong setelah dipisahkan darah, bulu, kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut
dan organ dalam kecuali ginjal dan paru-paru. Rataan bobot potong ayam broiler selama penelitian (g/ekor) dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Rataan bobot karkas setiap perlakuan (g/ekor)
Perlakuan
Ket. Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan bobot karkas tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (infeksi E.coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi) yaitu sebesar 1618,00 g/ekor dan rataan bobot karkas terendah terdapat pada perlakuan P0B ( kontrol + infeksi E.coli) yaitu sebesar 1382,24 g/ekor.
Hasil analisi ragam dapat diketahui bahwa perlakuan penambahan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap bobot karkas. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar
29
Diketahui bahwa pada perlakuan penambahan bakteri asam laktat meberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot karkas. Pada perlakuan P0A dan P0B
secara statistik menunjukkan notasi yang sama namun secara numerik menunjukkan perbedaan. Pada perlakuan P1 dan P2 juga menunjukkan notasi yang sama, namun memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap
bobot karkas.
Faktor yang mempengaruhi bobot karkas adalah tingkat konsumsi pada
unggas itu sendiri, semakin tinggi tingkat konsumsi maka akan semakin baik pula bobot karkas yang dihasilkan bila nilai gizi dalam ransum terpenuhi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyu (1988) menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum
banyak ditentukan oleh palatabilitas ransum, sistem tempat ransum, pemberian ransum dan kepadatan kandang. Lebih lanjut menurut Widodo (2005) peningkatan
nilai manfaat penggunaan ransum dapat diatur dengan mempertimbangkan konsumsi ransum.
Bobot karkas yang diperoleh pada ayam berbeda sangat nyata, hal ini
disebabkan pemberian probiotik berupa asam laktat. probiotik yang digunakan dalam penelitian ini mengandung mikroorganisme yang mampu menghasilkan asam laktat yang dapat menghasilkan pH rendah sehingga menimbulkan suasana
asam pada usus. Menurut Reddy et al. (2008) menyebutkan bahwa bakteri asam laktat dapat mengakibatkan suasana usus menjadi asam, sehingga bakteri patogen
tidak dapat bertahan di dalam usus, yang akan berdampak pada efesiensi pakan dan peningkatan karkas. Ayam broiler yang diberi tambahan probiotik mempunyai penyerapan nutrisi yang lebih tinggi sehingga zat-zat pakan yang
30
badannya jauh lebih tinggi daripada kontrol. Putri (2010) lebih lanjut menyatakan bahwa penggunaan probiotik yang mengandung Bacillus spp dicampurkan dalam pakan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi ternak.
Persentase Karkas
Persentase karkas dihasilkan dari perbandingan bobot karkas dengan bobot
hidup kemudian dikalikan seratus persen. Hasil persentase karkas pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Persentase karkas pada setiap perlakuan (%)
Perlakuan Ulangan Rataan±sd
1 2 3 4 5
Ket. Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Persentase karkas pada table 5 menunjukkan bahwa rataan bobot potong
tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (infeksi E.coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi) yaitu sebesar 87,77 % dan rataan persentase terendah terdapay pada perlakuan P0B (kontrol + infeksi E.coli) yaitu sebesar 84,65 %.
Hasil analisi ragam dapat diketahui bahwa perlakuan penambahan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata
(P<0.01) terhadap persentase karkas. Dari hasil statistik menunjukan bahwa perlakuan penambahann bakteri asam laktat lebih potensial dari perlakuan kontrol. Untuk itu dilakukan uji lanjut yaitu uju Duncan untuk mengetahui perbedaan
31
menunjukkan notasi yang berbeda terhadap P0B yang artinya perlakuan P0A menunjukkan pengaruh berbeda nyata (lebih potensial). Dan perlakuan P1 dan P2
menunjukkan notasi yang sama yang artinya potensi yang sama pada kedua perlakuan namun memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap P0A.
Menurut Guntoro (2002), produksi karkas erat hubungannya dengan bobot
potong, karena semakin bertambah bobot potong maka bobot karkas semakin
meningkat juga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Young (2001), yang
menyatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi produksi karkas ayam broiler antara lain strain, usia, kesehatan, nutrisi, bobot badan, dan pemuasaan sebelum
dipotong. Seperti pada bobot potong yang memberikan pengaruh yang sangat nyata karena bobot potong sejalan dengan persentase karkas dan bobot karkas,
semakain tinggi bobot karkas yang diperoleh maka persentase karkas yang diperoleh semakin tinggi pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987) yang menyatakan bahwa persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk
menilai produk ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin bertambah bobot hidupnya maka produksi karkas semakin
meningkat. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Ahmat dan Herman (1992) yang menyatakan bahwa ayam yang bobot tubuhnya tinggi akan menghasilkan persentase karkas yang tinggi, sebaliknya ayam yang bobot tubuhnya rendah akan
menghasilkan persentase yang rendah.
32
Bobot Hati
Persentase hati diperoleh dengan cara menimbang hati kemudian angka
yang diperoleh dibagi dengan bobot hidup dan dikalikan 100 %. Hasil penelitian bobot hati dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Bobot hati pada setiap perlakuan (g/kg BB)
Perlakuan Ulangan Rataantn±sd
1 2 3 4 5
Tabel 6 dapat dilihat bahwa bobot hati rataan tertinggi adalah pada
perlakuan P1 (infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL) tanpa enkapsulasi) dan rataan terendah terdapat pada perlakuan P2 (kontrol + infeksi E.coli). Berdasarkan analisis keragaman diketahui bahwa pengendalian Escherichia coli ( E.coli)
menggunakan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi pada ayam broiler tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap bobot hati.
Bobot hati pada penelitian ini tidak berbeda nyata karena pakan yang
dikonsumsi juga sama kandungan nutrisinya, karena bobot hati juga dipengaruhi oleh jumlah nutisi yang dikonsumsi, karena pakan yang dikonsumsi sama, maka
bobot hati ayam pun hampir sama sehingga memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hal ini sesuai dengan pernyata Natsir (2008), yang menyatakan bahwa bobot hati meningkat dipengaruhi oleh jumlah penyerapan nutrien dan kandungan
33
Bobot Jantung
Persentase jantung diperoleh dengan cara menimbang jantung kemudian
angka yang diperoleh dibagi dengan berat hidup dan dikalikan 100 %. Hasil penelitian diperoleh rataan bobot jantung setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Rataan bobot jantung pada setiap perlakuan (g/kg BB)
Perlakuan Ulangan Rataantn±sd
1 2 3 4 5
Tabel 7 diketahui bahwa rataan bobot jantung tertinggi terdapat pada
perlakuan P0A (control tanpa infeksi) dan rataan terendah terdapat pada perlakuan P2 (infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi). Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa pengendalian Escherichia coli ( E.coli)
menggunakan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi pada ayam broiler tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap bobot jantung.
Tingginya bobot jantung pada perlakuan P1 disebabkan oleh terinfeksinya jantung ayam pada perlakuan P1, karena kinerja dari BAL tidak maksimal yang
disebabkan oleh tidak adanya pelindung dari BAL ketika masuk dalam pencernaan ayam karena tidak adanya enkapsulasi yang dapat melindungi probiotik dari kerusakan selama dalam pencernaan. Karena kerja jantung lebih
banyak menyerap racun sehingga menyebabkan pembengkakan pada jantung. Hal
34
enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan (coating) suatu bahan inti, dalam hal ini adalah bakteri probiotik sebagai bahan inti dengan menggunakan bahan
enkapsulasi tertentu yang bermanfaat untuk mempertahankan viabilitasnya dan melindungi probiotik dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan.
Bobot Gizard
Persentase gizard diperoleh dengan cara menimbang gizard yang bagian
dalamnya telah dibersihkan dari sisa - sisa pakan, angka yang diperoleh kemudian dibagi dengan berat hidup dan dikalikan 100 %. Hasil penelitian diperoleh rataan bobot gizzard setiap perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Rataan bobot gizard pada setiap perlakuan (g/kg BB)
Perlakuan Ulangan Rataantn±sd
1 2 3 4 5
Tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa rataan bobot gizzard tertinggi pada
perlakuan POB (kontrol + infeksi E.coli) dan rataan bobot izard terendah terdapat pada perlakuan P2 (infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi). Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa pengendalian Escherichia coli ( E.coli) menggunakan bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi pada ayam broiler tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap bobot gizzard.
35
bahwa berat gizzard dipengaruhi oleh kadar serat kasar ransum, semakin tinggi kadar serat kasar ransum, maka aktifitas gizzard juga semakin tinggi, sehingga
beratnya juga semakin besar. Menurut Akoso (1998), ukuran gizzard dipengaruhi oleh aktivitasnya. Aktivitas otot gizzard akan terjadi apabila makanan masuk kedalamnya. Karena kinerja gizzard yang tinggi sehingga meyebabkan tingginya
bobot gizzard. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gildberg et al., (1997), yang menyatakan bahwa dalam saluran pencernaan tumbuh normal dalam jalur intestin
suatu bakteri asam laktat yang memberikan efek positif yang penting terhadap kesehatan tubuh, yaitu melalui kemampuannya menekan pertumbuhan bakteri patogen intestin penyebab diare, serta menstimulasi sistem kekebalan tubuh
(imun).
Bobot Duodenum
Duodenum merupakan bagian pertama dari usus halus yang letaknya sangat dekat dengan dinding tubuh dan terikat pada mesentri yang pendek yaitu
mesoduodenum. Duodenum berfungsi untuk mensekresikan enzim
enteropeptidase, sekretin dan pancreosimin (Swenson, 1997). Ductus
pancreaticus pada duodenum berguna dalam pencernaan karbohidrat, lemak, dan
protein. Penyerapan sari-sari makanan terjadi dan hasilnya akan dibawa ke dalam
darah (Suprijatna et al., 2005). Rataan bobot duodenum dapat dilihat pada Tabel 9
36
Tabel 9. Rataan bobot duodenum pada setiap perlakuan (g/kg BB)
Perlakuan Ulangan Rataantn±sd
1 2 3 4 5
Tabel 9 diatas diketahui bahwa rataan bobot duodenum tertinggi terdapat
pada perlakuan POA (kontrol tanpa infeksi dan rataan bobot duodenum terendah
terdapat pada perlakuan P2 (infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL)
terenkapsulasi. Hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi pada ayam broiler terhadap bobot duodenum berpengaruh tidak nyata (P>0.05).
Perbedaan yang tidak nyata pada penelitian ini dikarenakan pakan yang diberikan selama penelitian adalah pakan yang sama untuk setiap erlakuan yaitu
pakan komersil, sehingga kandungan nutrisi yang dimakan pun sama sehingga perubahan saluran pencernaan pun sama. Hal ini sesuai dengan penyataan Amrullah (2003), yang menyatakan bahwa perubahan dapat terjadi selama proses
perkembangan karena dipengaruhi oleh jenis ransum yang diberikan. Ransum
yang banyak mengandung serat akan menimbulkan perubahan ukuran saluran
pencernaan sehingga menjadi lebih berat, lebih panjang dan lebih tebal.
Bobot Yeyenum
Yeyenum merupakan bagian terpanjang dari usus halus. yeyenum dengan
37
posisi ketika mesentri mulai terlihat memanjang (pada duodenum mesentrinya pendek). Rataan bobot yeyenum dapan dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Rataan bobot yeyenum pada setiap perlakuan (g/kg BB)
Perlakuan Ulangan Rataantn±sd
1 2 3 4 5
POA 11.59 11.26 7.70 6.74 7.71 9.00±2.25
POB 10.49 8.13 6.11 7.43 6.04 7.64±1.82
P1 5.95 6.52 7.29 9.76 6.32 7.17±sd53
P2 6.02 8.12 8.08 7.80 6.46 7.29±0.98
Ket. Tidak berbeda nyata
Tabel 10 diatas menunjukkan rataan bobot yeyenum tertinggi terdapat pada perlakuan P0A (control tanpa infeksi) dan rataan bobot yeyenum terendah
pada perlakuan P1 (infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL. Hasil analisis keanekaragaman diketahui bahwa infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi pada ayam broiler terhadap bobot yeyenum berpengaruh tidak nyata P>0.05.
Perbedaan yang tidak nyata pada setiap perlakuan ini disebkan oleh umur
yang sama, bangsa yang sama dan pakan yang sama, karena faktor yang mempengaruhi panjang dan berat usus halus adalah umur, jenis, pakan dan
bangsa.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Yuwanta (2004), yang menyatakan
bahwa panjang dan berat usus halus dipengaruhi oleh umur, jenis, pakan dan
38 Bobot Ileum
Ileum adalah bagian usus yang paling pertama bekerja dalam proses
pencernaan dan penyerapan nutrisi untuk berkembang sehingga sangat dipengaruhi oleh kecepatan ayam tersebut mendapatkan makanan. Rataan bobot
Ileum dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11. Rataan bobot Ileum pada setiap perlakuan (g/kg BB)
Perlakuan Ulangan Rataantn±sd
1 2 3 4 5
Tabel 11 diatas menunjukakan rataan bobot Ileum tertinggi terdapat pada
perlakuan P0A (control tanpa infeksi dan bobot ileum terendah terdapat pada
perlakuan POB (kontrol + infeksi E.coli). Hasil analisis keragaman diketahui bahwa infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi pada ayam broiler terhadap bobot ileum berpengaruh tidak nyata (P>0.05).
Bobot ileum pada perlakuan ini tidak nyata disebabkan oleh ayam yang memiliki berat badan sama karena memiliki umur yang sama dan diberikan pakan yang sama, karena perbedaan berat badan menyebabkan panjang usus yang
39
Bobot Caecum
Caecum terdiri atas dua coeca atau saluran buntu yang berukuran panjang
20 cm. Fungsi caecum yaitu sebagai tempat terjadinya pencernaan mikrobiologik
di dalamnya terdapat sedikit pencernaan karbohidrat dan protein dan absorbsi air. Di dalamnya juga terjadi digesti serat oleh aktivitas mikroorganisme. Rataan
bobot caecum dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
Tabel 12. Rataan bobot caecum pada setiap perlakuan (g/kg BB)
Perlakuan Ulangan Rataantn±sd
1 2 3 4 5
Tabel 12 diatas dapat dilihat bahwa bobot caecum tertinggi terdapat pada perlakuan POB (kontrol + infeksi E.coli) dan bobot caecum terendah terdapat pada perlakuan P1 (infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL) tanpa enkapsulasi. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi pada ayam broiler terhadap bobot caecum berpengaruh
tidak nyata (P>0.05).
Bobot caecum yang tidak nayata disebabkan oleh pakan yang sama yaitu
pakan komersil shingga kandungan serat kasar yang ada pada pakan sama
sehingga kinerja dari caecum juga sama sehingga menyebabkan bobot caecum
yang sama. Hal ini sesuai dengan penyataan Yuwanta (2004), yang menyatakan
bahwa bobot caecum yang berbeda disebabkan oleh perbedaan individu serta
40
maka caecum akan semakin berkembang karena caecum berfungsi untuk
mencerna serat kasar.
Bobot Colon
Colon merupakan tempat keluarnya ekskreta karena urodeu dan
cuprodeum terletak berhimpitan. Kloaka merupakan pertemuan atau muara bagi
saluran pengeluaran sistem pencernaan, urinari dan genital. Rataan bobot colon
dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13. Rataan bobot colon pada setiap perlakuan (g/kg BB)
Perlakuan Ulangan Rataantn±sd
1 2 3 4 5
Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa rataan bobot colon tertinggi terdapat
pada perlakuan POA (kontrol tanpa infeksi) dan rataan bobot colon terendah terdapat pada perlakuan POB (kontrol + infeksi E.coli). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa infeksi E. coli + bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi pada ayam broiler terhadap bobot colon berpengaruh tidak nyata P>0.05.
Pada bobot colon antar perlakuan tidak berbeda nyata disebabkan oleh
bangsa yang sama dan pakan yang dikonsumsi juga sama yaitu pakan komersil
yang memiliki kandungan nutrisi sama. Antar tiap perlakuan memiliki perbedaan
yang sedikit mungkin disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sedikit berbeda
karena tingkat stress setiap ayam juga berbeda. Karena yang menyebabkan
41
sesuai dengan pernyataan Sarwono (1997), yang menyatakan bahwa perbedaan
42
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan bakteri asam laktat (BAL) dalam pakan dapat meningkatkan bobot potong dan persentase karkas ayam broiler tetapi tidak memberikan
pengaruh terhadap organ dalam (bobot gizzard, hati, jantung, duodenum, yeyenum, ileum, caecum dan colon).
Saran
Sebaiknya pakan ayam broiler ditambahkan dengan pemberian bakteri asam laktat (BAL) terenkapsulasi untuk meningkatkan pertambahan bobot potong
43
DAFTAR PUSTAKA
Abrar,A. dan Raudhati, E. 2006. Produktifitas dan aktifitas mikroba saluran pencernaan ayam broiler yang diberi probiotik. Penelitian DIK-S. fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya.
Abu-Bakar, K., Ahmad-Tarmizi, R., Mahyuddin, R., Elias, H., Luan, W. S. and Mohd-Ayub, A. F. (2010). Relationship between University Students'
Achievement Motivation, Attitude and Academic Performance in Malaysia. Procedia Social and Behavioral Sciences 4906-4910.
Ahmad, B dan R. Herman. 1982. Perbandingan Produksi Daging Antara Ayam Jantan Kampung dan Ayam Jantan Petelur. Media Peternakan (25) 3-6.
Akoso, T. 1998. Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petugas Teknis, Penyuluhan, dan Peternak. Kanisius.Yogyakarta.
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor.
Barton. 2000. Pemakaian Antibiotika pada Ternak dan Dampaknya pada Kesehatan Manusia
Blakely, J and D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Diterjemahkan oleh
Srigandono, Bambang. UGM Press: Yogyakarta.
Brake, J., G. B. Havenstein, S. E. Schidelet, P. R. Farket and D. V. Rives. 1993.
44
Cavazzoni, V., A. Adami and C. Castrovilli, 1998. Performance of Broiler
Chickens Suplemented with Bacillus Coagulans as Probiotic.
Cole,D.J.A. 1991.The role of the nutritionistin designing feedfor the future in feed industry. T.P.Lyons(ed). Proceeding ofAltechs.Seventhannual Symposium.Altech Technical Publication.Nicholasville Kentucky :1 -2
Daud, M., W.G. Piliang and I.P. Kompiang. 2007. Carcass percentage and quality
of broilers given a ration containing probiotics and prebiotics. JITV 12(3): 167-174.
Desmond, C. C. Stanton, G.F.K. Collins and R.P. Ross. 2002. Improved survival
of Lactobacillus paracasei NFBC 338 in spray dried powders containing gum acacia. J of Appl Microbiol 93:1003-1012.
Gildberg A, Mikkelsen H, Sandaker E, Ringø E. 1997. Probiotic effect of lactic acid bacteria in the feed on growth and survival of fry of Atlantic cod (Gadus morhua) Hydrobiologia. 352:279-285
Hyden. M. 2000. “Protected”AcidAdditives.Feed International.July. 2000.
Iriyanti, N. dan E.A. Rimbawanto. 2001. Pengaruh suplementasi probiotik
Lactobacillus sp. dalam ransum unggas terhadap aktivitas antagonisme dan kompetisi Lactobacillus sp. pada saluran pencernaan unggas. Biosfera. 18 (2):68-72.
45
Jawetz, Melnick and Adelberg’s . 1995. Medical Microbiologi, 20 th edition, Appleton and Lange. ISBN 08385-62434807 P.
Jin, L.Z., Ho, Y.W., Abdullah, N and Jalaludin, S. 1997. Probiotics in Modes of Action. World’s Poultry Science Journal 53: 351-368 10.
Kompiang, I.P. 2009. Pemanfaatan Mikroorganisme sebagai Probiotik untuk Meningkatkan Produksi Ternak Unggas di Indonesia. Jurnal
Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (3):177-191.
Kuntz, L.A. 1997. Making The Most of Maltodextrins. Food Product Design Making The Most of Maltodextrins.htm.
Lückstädt.C, N. Senöylü, H.Akyürek. and A. Aĝma. 2004. Acidifier-A Modern Alternative For Antibiotic Free Feeding in Live stock Production, With Special Focus on Broiler Production. Veterina rija Ir Zootechnika.T.27(49).
Morran, E. T. and H. L. Orr. 1970. Influence of Strain on the Carcass. Poult. Sci.
49: 725-729.
Mulyani, S. 1996. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yagyakarta.
Natsir, M. Halim. 2008. Pengaruh Penggunaan Kombinasi Asam Sitrat dan Asam
46
Karkas dan Berat Organ Dalam Ayam Pedaging. Jurnal Nutrisi dan
Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.
Novel, D.J., J.W. Ng’ambi., D. Norris and C.A. Mbajiorgu. 2009. Effect of different feed restriction regimes during the starter stage on productivity and carcass characteristics of male andfemale Ross 308 broiler chickens. J.
Poult. Sci. 8 (1): 35-39.
Paramita, D., 2010. Kualitas mikrobiologis set yoghurt sinbiotik dengan
penambahan natamycin sebagai biopreservatif. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Peternakan. Labolaturium Fisiologi danBiokimia. Fakultas Peternakan,Universitas
Padjadjaran.
Piard JC, Desmazeaud M. 1992. Ingibiting factors produced by lactic acid
bacteria: Bacteriocins and other antibacterial substances. Lait 71:525-541. Pierard, D., Van Etterijck, R. Brenaert. J., Moriau, L and Louwers, S. 1990.
Results of Screening for Verocitotoxin- Producing Escherichia coli in Belgium. European Journal of Clinical Microbiology and Infectious Disease 9, 198-201.
Priyatno, M.A., 1997. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Penebar swadaya, Jakarta.
47
Sarwono, B. 1997. Ragam Ayam Piaraan, Edisi I. Penebar Swadaya. Jakarta
Savadogo, A., Cheik A. T. Ouattara, Imael H. N. Bassole, S. A. TRAORE. 2000.
Bacteriocins and lactic acid bacteria - a minireview. African Journal ofBiotechnology, Vol. 5 (9), pp. 678-683.
Siregar, A. P. 1994. Tehnik Beternak ayam Pedaging. Merdie Group. Jakarta
Sjofjan,O. Aulani’am. Sutrisdiarto. Rosdiana, A. dan Supiati.2003. Isolasi dan IdentifikasiBacillus spp Dari Usus Ayam Petelur Sebagai Sumber
Probiotik. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati(life sciences). Vol.15-No.2.
Soeharsono. 1999. Prospek Penggunaan Probiotika sebagai Pengganti Antibiotika untuk Ternak. Wacana Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni Tahun
Akademik 1999-2000. Universitas Padjajaran.
Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging cetakan keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Sultana K, Godward G, Reynolds N, Arumugaswamy R, Peiris P, dan Kailasapathy K. 2000. Encapsulation of probiotics bacteria with alginate
starch and evaluation of survival insimulated gastrointestinal conditions and in yoghurt. International Journal of FoodMicrobiology 62: 47–55. Suprijatna, E., Umiyati, A. Dan Ruhyat, K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Tabbu, C. R. 2000. Kolibasilosis. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya.
48
Tobing, V. 2002. Beternak Ayam Broiler Bebas Antibiotika Murah dan Bebas Residu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ulfah, M. 2006. Potensi Tumbuhan Obat sebagai Fitobiotik Multifungsi untuk Meningkatkan Penampilan dan Kesehatan Satwa di Penangkaran. Media Konservasi. 11(3) : 109- 114.
Wahyu, J. 1998. Ilmu Nutrisi Unggas, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Widodo Budiarto. 2005. Perancangan Sistem dan Aplikasi Mikrokontroler. Jakarta: Elex Media Kompotindo.
Wu W, Roe WS, Gimino VG, Seriburi V, Martin DE, Knapp SE. 2000. Low melt
encapsulation with high laurate canola oil. US Patent. 6:153-326.
Young, L. L., Northcutt, J. K., Buhr, R. J., Lyon, C. E. and Ware. G. O., 2001.
Effects of Age, Sex, and Duration of Postmortem aging on Percentage Yield of Parts from Broiler Chicken Carcasses. Poultry Sci 80(3). Hlm. 376- 379.
49
Lampiran 1 : Isolasi Bakteri E-coli Tahap 1 (Pembuatan Media EMB)
Ditimbang EMB 3,6 gr
Ditambahkan Aquades 100 ml
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Disiapkan NaCl fisiologis 0,9 % sebanyak 10 ml
Dimasukkan kedalam tabung reaksi
Diautoklaf erlenmeyer berisi media dan tabung reaksi berisi NaCl fisiologis selama 15 menit dengan suhu 1210 C
Dituang media kedalam cawan petri
Disiapkan sampel (feses ayam segar)
Dimasukkan feses kedalam tabung reaksi berisi NaCl fisiologis
Dihomogenkan
Diambil 1 tetes feses yang sudah dihomogenkan dengan NaCl fisiologis
Dimasukkan kedalam cawan petri yang telah berisi media EMB
Diinkubasi selama 24-48 jam
50
Lampiran 2 : Isolasi Bakteri E-coli Tahap 2 (Pembuatan Media EMB Gores)
Ditimbang EMB 3,6 gr
Ditambahkan Aquades 100 ml
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Diautoklaf erlenmeyer berisi media selama 15 menit dengan suhu 1210 C
Dituang media kedalam cawan petri
Diambil bakteri yang sudah tumbuh dari media EMB yang sudah diinkubasi menggunakan jarum ose steril
Digoreskan kedalam media EMB baru dengan pola segiempat menggunakan jarum ose steril
Diinkubasi selama 24-48 jam
51
Lampiran 3 : Isolasi Bakteri E-coli Tahap 3 (Pembuatan Media NAMiring)
Ditimbang NA 2 gr
Ditambahkan Aquades 100 ml
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Diautoklaf erlenmeyer berisi media selama 15 menit dengan suhu 1210 C
Dituang media kedalam tabung reaksi
Didiamkan dengan pososi miring hingga membentuk agar
Diambil bakteri yang sudah tumbuh dari media EMB gores yang sudah diinkubasi menggunakan jarum ose steril
Digoreskan kedalam media NA miring dengan pola zig-zag menggunakan jarum ose steril
Diinkubasi selama 24-48 jam
Diamati