KONFLIK ELIT LOKAL DALAM PEMEKARAN KECAMATAN BLANG
JERANGO DI KABUPATEN GAYO LUES
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
DISUSUN OLEH :
NASRULLAH
Nim. 090901005
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Indonesia sebagai negara republik dan negara kesatuan yang menganut asas
desentralisasi di dalam penyelenggaraan pemerintahan memberikan kesempatan
dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Salah
satu produk dari otonomi daerah yaitu terbentuknya daerah - daerah baru melalui
pemekaran. Terjadinya pemekaran di Kecamatan Blang Jerango merupakan wujud
rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerataan pelayanan dan pembangunan.
Maka, kondisi ini dijadikan oleh aktor yaitu para elit politik, untuk melakukan
pemekaran. Seiring dengan terjadinya pemekaran di Kecamatan Blang Jerango
maka menimbulkan konflik antar elit yang berpengaruh di Kecamatan Blang
Jerango, yang didasari dengan tujuan - tujuan tertentu. Hal ini menjadi perhatian
tersendiri bagi peneliti untuk meneliti konflik elit lokal dalam Pemekaran di
Kecamatan Blang Jerango, Kabupaten Gayo Lues.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme
konflik elit lokal dalam pemekaran Kecamatan Blang Jerango. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus atau
case study.
Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain
dengan observasi, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah terjadinya pemekaran di
Kecamatan Blang Jerango menyebabkan timbulnya konflik perebutan Kekuasaan.
Pada awalnya tujuan para elit memekarkan Kecamatan Blang Jerango adalah
untuk mensejahterakan masyarakat. Namun, setelah Kecamatan Blang Jerango
berhasil dimekarkan, para elit justru disibukkan dengan perebutan posisi camat di
kecamatan yang baru dengan berujung pada konflik horizontal. Tindakan -
tindakan yang dilakukan oleh para elit yang berkonflik antara lain, saling
menjelek - jelekkan satu sama lain, mengklaim bahwa diri masing - masing pantas
menduduki kursi camat karena menganggap dirinya banyak berkontribusi dalam
proses pemekaran, serta melakukan lobi kepada sekretaris bupati agar diunjuk
menjadi camat di Kecamatan Blang Jerango.
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :
‘
’
KONFLIK ELIT LOKAL DALAM PEMEKARAN KECAMATAN
BLANG JERANGO DI KABUPATEN GAYO LUES’’
guna memenuhi syarat
untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi berbagai hambatan, hal
ini disebabkan oleh keterbatasan wawasan penulis, kurangnya pengalaman serta
sedikitnya wacana yang menyangkut bahan penelitian yang ditemukan oleh
peneliti. Akan tetapi, atas berkah-Nya semua hambatan tersebut dapat dilalui,
sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Hal ini tak luput dari keluarga
dan teman - teman yang selalu memberikan motivasi dan dorongan serta doa.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
serta dalam membantu penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Badaruddin,M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sumatera Utara.
2.
Ibu Dra. Lina Sudarwati,M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas
ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
3.
Bapak Drs. Muba Simanihuruk,M.Si, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi
dan dosen wali serta dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, pemikiran, saran, evaluasi, serta
motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4.
Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Departemen Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara Khususnya
Departemen Sosiologi.
penulis dengan serius semenjak kecil hingga saat ini dengan penuh rasa kasih
sayang dan selalu memanjatkan doa - doa yang tiada hentinya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Begitu juga dengan bang junaidi, kak Seri
Minta, bang Syaparuddin, Seri wahyuningsih yang sangat penulis sayangi.
Terimakasih atas doa dan dukungannya.
6.
Buat Risman Sitompul Sos’09, terimakasih atas segala kontribusi dan
motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7.
Bapak M.Nasir, Bapak Abd.Karim, Bapak M.Kasim Ibrahim, Bapak Abd.
Manap, dan para tokoh Agama di Kecamatan Blang Jerango terimakasih atas
segala bantuannya.
8.
Seluruh teman - teman kos, Rabudin, Jul, Nia, Nanda dan teman lainnya, tetap
semangat dalam hidup ini. Somoga angin kesuksessan berada disekitar kita.
9.
Buat seluruh teman -
teman stambuk Sos’09 dan juga komunitas JC yang selalu
kompak dan membantu satu sama lain. Thank you very much.
10.Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini. Akan
tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan dari kesempurnaan
skripsi ini.
Medan, Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah ... 1
1.2
Perumusan Masalah. ... 6
1.3
Tujuan Penelitian ... 6
1.4
Manfaat Penelitian ... 6
1.5
Defenisi Konsep ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Elit ... 9
2.2 Teori Konflik ... 10
2.3 Teori Pemekaran Wilayah ... 12
2.4 Pemekaran Kecamatan ... 16
2.5 Pemerintahan Daerah. ... 18
2.6 Pelayanan Publik ... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 24
3.2 Lokasi Penelitian ... 24
3.3 Unit Analisis Dan Informan... 24
3.3.1 Unit Analisis ... 24
3.3.2 Informan... 25
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 25
3.4.1 Data Primer ... 25
3.5 Interpretasi Data ... 26
3.6 Jadwal Penelitian ... 27
BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 28
4.1.1 Sejarah Kabupaten Gayo Lues dan Kecamatan Blang Jerango ... 28
4.1.1.1 Sejarah Terbentuknya Kabupaten Gayo Lues... 28
4.1.1.2 Letak Geografis Gayo Lues ... 34
4.1.1.3 Topografi dan Morpologi Wilayah Kabupaten Gayo Lues ... 35
4.1.1.4 Pemerintahan Kabupaten Gayo Lues ... 37
4.1.1.5 Sosial dan Budaya Masyarakat Gayo Lues... 38
4.2.1.1 Sejarah Kecamatan Blang Jerango ... 39
4.2.1.2 Letak dan Luas Kecamatan Blang Jerango ... 41
4.2.1.3 Pemerintahan Kecamatan Blang Jerango ... 41
4.1.4 Struktur Organisasi Pemerintahan Kecamatan Blang Jerango ... 42
4.2.1.4 Jumlah Penduduk Kecamatan Blang Jerango Dirinci Per Desa ... 44
4.2.1.5 Persentase Jumlah Keluarga di Kecamatan Blang Jerango ... 45
4.2.1.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 46
4.2.1.7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis ... 47
4.2.1.8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ... 47
4.2.1.9 Sarana dan Prasarana Kecamatan Blang Jerango... 48
4.2.1.10 Sarana dan Prasarana Ibadah... 48
4.2.1.11 Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 49
4.2 Profil Informan ... 50
4.3 Interpretasi Data Penelitian... 65
4.3.2 Identifikasi Sejarah Pemekaran Kecamatan Blang Jerango ... 69
4.3.3 Proses Terbentuknya Panitia Pemekaran Kecamatan ... 74
4.3.4 Proses Penysunan Raperda ... 75
4.3.5 Argumentasi Pemekaran Wilayah Kecamatan... 80
4.3.6 Penyebab Terjadinya Konflik Elit Dalam Pemekaran Kecamatan ... 83
4.3.7 Bentuk Konflik Elit Yang Terjadi Pasca Pemekaran Kecamatan Blang
Jerango... 88
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 94
5.2 Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pegawai Kantor Kecamatan Blang Jerango Kategori PNS dan Honorer... 41
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Dirinci Perdesa ... 44
Tabel 4.3 Komposisi Keluarga di Kecamatan Blang Jerango Tahun 2013 ... 45
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 46
Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis ... 47
Tabel 4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ... 47
Tabel 4.7 Sarana Ibadah ... 49
ABSTRAK
Indonesia sebagai negara republik dan negara kesatuan yang menganut asas
desentralisasi di dalam penyelenggaraan pemerintahan memberikan kesempatan
dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Salah
satu produk dari otonomi daerah yaitu terbentuknya daerah - daerah baru melalui
pemekaran. Terjadinya pemekaran di Kecamatan Blang Jerango merupakan wujud
rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerataan pelayanan dan pembangunan.
Maka, kondisi ini dijadikan oleh aktor yaitu para elit politik, untuk melakukan
pemekaran. Seiring dengan terjadinya pemekaran di Kecamatan Blang Jerango
maka menimbulkan konflik antar elit yang berpengaruh di Kecamatan Blang
Jerango, yang didasari dengan tujuan - tujuan tertentu. Hal ini menjadi perhatian
tersendiri bagi peneliti untuk meneliti konflik elit lokal dalam Pemekaran di
Kecamatan Blang Jerango, Kabupaten Gayo Lues.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme
konflik elit lokal dalam pemekaran Kecamatan Blang Jerango. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus atau
case study.
Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain
dengan observasi, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah terjadinya pemekaran di
Kecamatan Blang Jerango menyebabkan timbulnya konflik perebutan Kekuasaan.
Pada awalnya tujuan para elit memekarkan Kecamatan Blang Jerango adalah
untuk mensejahterakan masyarakat. Namun, setelah Kecamatan Blang Jerango
berhasil dimekarkan, para elit justru disibukkan dengan perebutan posisi camat di
kecamatan yang baru dengan berujung pada konflik horizontal. Tindakan -
tindakan yang dilakukan oleh para elit yang berkonflik antara lain, saling
menjelek - jelekkan satu sama lain, mengklaim bahwa diri masing - masing pantas
menduduki kursi camat karena menganggap dirinya banyak berkontribusi dalam
proses pemekaran, serta melakukan lobi kepada sekretaris bupati agar diunjuk
menjadi camat di Kecamatan Blang Jerango.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara republik dan negara kesatuan yang menganut
asas desentralisasi di dalam penyelenggaraan pemerintahan memberikan
kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi
daerah. Pemberian otonomi kepada daerah dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia esensinya telah terakomodasikan dalam pasal 19 UUD 1945 yang
intinya bahwa membagi daerah Indonesia atas daerah besar (provinsi) dan daerah
provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil (Yudhoyono, 2001). Dengan
demikian UUD 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan
otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung
jawab kepada daerah.
25 Tahun 1999 (telah direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004) tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. walaupun
undang-undang tersebut masih diwarnai dengan beberapa kelemahan dan menjadi sorotan
kritis dari masyarakat, namun masih ada rasa optimisme karena makna otonomi
itu sebenarnya adalah pengakuan pentingnya kemandirian.
Salah satu produk dari otonomi daerah yaitu terbentuknya daerah - daerah
baru melalui pemekaran. Dalam era otonomi daerah sekarang ini banyak
tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pemerintah. Masa transisi sistem
pemerintahan dari UU No.1 Tahun 1945 sampai pada UU No.32 Tahun 2004
membawa perubahan yang mendasar sehingga memberikan peluang pada daerah
yang memiliki sumber daya alam dan wilayah yang luas untuk dimekarkan
menjadi beberapa wilayah, hal ini dimaksudkan agar mobilisasi dan percepatan
proses pertumbuhan dan pembangunan dapat menyentuh serta menjangkau
segenap aspek kehidupan masyarakat hingga ke daerah - daerah terpencil. Banyak
daerah - daerah terpencil yang belum terjangkau pembangunan secara maksimal,
begitu juga dari sisi pelayanan terhadap masyarakat, maka dengan diperkecilnya
wilayah administratif tentu akan memperpendek rentang kendali pemerintah.
reformasi 1999 telah terjadi 13 kali pemekaran di Provinsi Aceh sehingga jumlah
kabupaten-kota telah mencapai 23 kabupaten/kota.
Peningkatan jumlah penduduk dan volume kegiatan pemerintah dan
pembangunan di wilayah kabupaten Gayo lues, maka untuk memperpendek
rentang kendali tugas roda pemerintahan dan pemerataan pembangunan serta
peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang berdaya guna dan berhasil guna
dipandang perlu diadakan pemekaran kecamatan di Wilayah Kabupaten Gayo
Lues. Pemekaran yang ada di Kecamatan Blang Jerango terjadi pada tahun 2004,
yang merupakan Kecamatan yang dimekarkan dari Kecamatan Kuta Panjang.
Kecamatan Blang Jerango sendiri merupakan salah satu wilayah yang
berada di Kabupaten Gayo Lues yang meliputi wilayah Kampung Penosan,
Penosan sepakat, Gegarang, Peparik gaib, Tingkem, Sekuelen, Akul, Ketukah,
Blang jerango, dan Peparik dekat. Wilayah Kecamatan Blang Jerango semula
merupakan bagian dari Wilayah Kecamatan Kutapanjang. Dengan dibentuknya
Kecamatan Blang Jerango maka luas wilayah Kecamatan Kutapanjang dikurangi
dengan wilayah Kecamatan Blang Jerango.
penjelasan Syaukani dkk (2003: 175 - 177), yaitu pembangunan tradisi politik
yang lebih sesuai dengan kultur setempat demi menjamin tampilnya
kepemimpinan pemerintahan yang berkualitas tinggi dengan tingkat akseptabilitas
yang tinggi pula. Dengan demikian pemilihan pemimpin daerah termasuk pada
tingkat Kecamatan diberikan peluang seluas - luasnya untuk memunculkan
seorang pemimpin yang diharapkan lebih sesuai dengan budaya setempat demi
tercapainya kesejahteraan bersama. Peluang ini diberikan sejak proses awal dan
tahap sosialisasi hingga tahap pemilihan secara langsung. Apalagi menurut
undang - undang No.32 tahun 2004 pengganti undang - undang tahun 1999
tentang pemerintahan daerah, telah memungkinkan semua pimpinan daerah di
pilih secara langsung melalui proses pemilihan kepala daerah .
Suatu tim peneliti dari Bank Dunia (
World Bank
) dalam studinya telah
memetakan beberapa faktor pendorong atau penyebab tingginya keinginan elit -
elit lokal di Indonesia pada era reformasi untuk memekarkan daerah. Faktor -
faktor tersebut adalah
1.
Motif untuk efektivitas dan efesiensi administratif pemerintahan
mengingat luasnya wilayah, penduduk yang menyebar, dan pembangunan
daerah yang tertinggal.
2.
Kecenderungan untuk homogenitas (etnis, bahasa,agama,urban - rural,
tingkat pendapatan)
4.
Motif politik ekonomi (
beruaucratic and political rent seeking
) para elit
lokal dan pusat.
Seiring dengan terjadinya pemekaran di Kecamatan Blang Jerango maka
timbullah pertentangan atau konflik antara elit-elit yang berpengaruh di daerah
tersebut, yang didasari dengan tujuan-tujuan tertentu. Elit lokal adalah salah satu
aktor yang menjadi sumber struktural yang mampu melakukan perubahan
dimasyarakat. Perubahan - perubahan yang ada dimasyarakat disebabkan oleh
adanya kelompok - kelompok strategis dimasyarakat dan pada akhirnya juga akan
membawa perubahan kembali bagi kelompok - kelompok strategis yang sudah
ada. Kelompok strategis disini adalah golongan atau elit yang memiliki pengaruh
di wilayah tersebut. Tidak hanya satu elit atau golongan yang terlibat dalam
pemekaran wilayah, tapi juga banyak elit terkait. Setiap elit memiliki peranan
didalam pemekaran Kecamatan dimana memiliki gagasan - gagasan, kepentingan,
ideologi dan tujuan tersendiri didalam pemekaran wilayah tersebut. Beragam cara
dilakukan oleh setiap elit yang terlibat untuk membuat gagasan mereka tercapai.
Para penganut konflik dalam ilmu sosial menyakini bahwa penyebab utama
konflik ialah adanya perbedaan atau ketimpangan hubungan dalam masyarakat
yang memunculkan diferensiasi kepentingan. Kepentingan tersebut biasanya
dimiliki oleh seorang/kelompok yang mempunyai tujuan salah satunya untuk
berkuasa di wailayah tertentu. otoritas politik tertentu. Pada saat kepentingannya
itu bertentangan dengan kelompok yang memiliki kepentingan lainnya maka akan
terjadi konflik.
yang berpengaruh untuk memperebutkan kedudukan atau jabatan. Dinamika
politik era kampanye desentralisasi dan otonomi daerah menunjukkan kesulitan
untuk terlepas dari konflik kepentingan. Konflik kepentingan di ruang perebutan
akses ekonomi, politik seringkali berujung pada konflik antara elit yang ingin
berkuasa. Konflik ini terjadi dikarenakan adanya pihak yang pro dan kontra
terhadap pemekaran tersebut. Konflik yang terjadi disini lebih ke konflik laten
dimana konfliknya bersifat tersembunyi, merupakan pertentangan yang tertutup
antara elit yang terjadi konflik dalam memperebutkan kepentingannya.
Berdasarkan penjelasan diatas peneliti merasa tertarik untuk meneliti Konflik Elit
Lokal dalam Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar betakang diatas, maka perumusan masalah
yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Konflik Elit Lokal
dalam Pemekaran kecamatan Blang Jerango.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian
ini adalah Untuk mengetahui bagaimana Mekanisme Konflik Elit Lokal dalam
Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :
1.
Manfaat Teoritis
memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya,
terutama Sosiologi.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam menulis
karya ilmiah khususnya yang berhubungan dengan konflik Elit Lokal dalam
Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues. Hasil penelitian
ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan untuk memahami mekanisme
Konflik Elit Lokal dalam Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten
Gayo Lues sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya dan
masyarakat Gayo Khususnya.
1.5. Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan dapat menyederhanakan
pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang
berkaitan satu dengan yang lainnya.
1. Pertarungan memiliki arti kita menghadapi lawan yang nyata, yang hadir,
kendati mungkin kita tidak menyadari atau tidak mengakui kehadirannya, di
dalam kata tarung tersirat juga pengertian bahwa lawan itu harus kita hadapi untuk
jangka waktu yang cukup panjang
3. Pemekaran daerah menurut Undang-Undang Otonomi Daerah No. 32 Tahun
2004 menyatakan pemekaran lebih, sesuai persyaratan yang ditentukan
undang-undang berlaku yang harus dipenuhi dan telah mencapai batas usia minimal
penyelenggaraan.
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Teori Elit
Vilfredo Pareto (1848 - 1923) menggunakan kata elit untuk menjelaskan
adanya ketidaksetaraan kualitas individu dalam setiap lingkup kehidupan sosial
(T.B. Bottomore, 1996). Pareto percaya bahwa dalam setiap masyarakat
diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas yang diperlukan
bagi kehidupan mereka pada kekuasaan sosial dan politik yang penuh. Mereka
yang bisa menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu merupakan terbaik.
Merekalah yang dikenal sebagai elit. Elit merupakan orang - orang yang berhasil
menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Lebih jauh, Paretto dalam
Bottomore (1996) membagi kelas elit kedalam dua kelas yaitu pertama, elit yang
memerintah (
governing elite
) yang terdiri dari individu - individu yang secara
langsung dan tidak langsung memainkan peranan yang besar dalam pemerintahan.
Kedua, elit yang tidak memerintah (
non - governing elite
). Jadi menurutnya,
dalam lapisan masyarakat memiliki dua lapisan, lapisan yang rendah dan lapisan
yang tinggi yang dibagi menjadi dua, elit yang memerintah dan elit yang tidak
memerintah.
dikuasai jumlahnya lebih banyak, diperintah, dan dikendalikan oleh kelas yang
memerintah dengan cara yang masa kini kurang lebih legal diktatorial dan kejam
(T.B.Battomore, 1996). Mosca percaya bahwa yang membedakan karakteristik
elit adalah kecakapan untuk memimpin dan menjalankan kontrol politik, sekali
kelas yang memrintah tersebut hilang kepercayaan dan orang
–
orang yang diluar
kelas tersebut menunjukkan kecakapan yang lebih baik, maka terdapat segala
kemungkinan bahwa kelas berkuasa akan dijatuhkan dan digantikan oleh
penguasa yang baru. Kemudian, Bottomore (1996) menegaskan baik Preto,
maupun Mosca, keduanya memusatkan kajiannya pada elit dalam artian kelompok
orang yang secara langsung menggunakan atau berada dalam posisi memberikan
pengaruh yang sangat kuat terhadap penggunaan kekuatan politik.
Skema konseptual yang telah diwariskan oleh Pareto dan Mosca mencakup
gagasan
– gagasan umum bahwa setiap masyarakat ada dan harus ada suatu
minoritas yang menguasai anggota masyarakat lain. Minoritas itu adalah adalah
kelas politik atau elit yang memerintah yang terdiri dari mereka yang menduduki
jabatan - jabatan komando politik dan secara lebih tersamar, mereka yang dapat
langsung mempengaruhi keputusan - keputusan politik. Dalam perspektif Pareto
maupun Mosca, elit menunjuk kepada sesuatu yang memerintah menjalankan
fungsi – fungsi sosial yang penting, dan mewakili dari sebagian dari nilai
– nilai
sentral masyarakat. (Yusron,2009)
2.2. Teori Konflik
telah banyak diungkapkan dan dirumuskan oleh para ahli ilmu sosial. Dalam
kajian sosiologis misalnya, Coser dalam Poloma,1999 : 108) mengatakan bahwa
konflik adalah suatu bentuk interaksi yang bersifat instrumental sebagai upaya
untuk pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial supaya dapat
memperkuat identitas kelompok masing-masing sehingga tidak lebur kedalam
dunia sosial di sekelilingnya.
Berbeda dengan pandangan Coser yang berpijak pada paradigma
sosiologis, Maka dalam kajian antropologi, Persudi Suparlan (1999 : 7)
Mengatakan bahwa konflik adalah sebuah perjuangan individu atau kelompok
untuk memenangkan suatu tujuan yang diinginkan. Artinya setiap individu atau
kelompok mempunyai kepentingan yang ingin di capai melalui persaingan dan
perjuangan. Dalam perjuangan memperebutkan kepentingan tersebut, kadang kala
terjadi konflik antar individu atau kelompok karena mereka menempuh cara-cara
yang dipandang melanggar aturan.
ilmuan sudah barang tentu kewajiban untuk senantiasa berupaya mengantisipasi
munculnya potensi dalam masyarakat.
Dalam kondisi sosial politik dan ekonomis indonesia yang kacau seperti
dewasa ini, setiap individu atau kelompok manusia senantiasa berjuang keras
untuk memenuhi keinginan, memperoleh sumber penghidupan yang memadai,
baik melalui sektor pertanian, perdagangan maupun melalui jabatan strategis
dalam pemerintahan. Dengan demikian, terjadilah persaingan atau kompetisi yang
ketat dan terkadang berupaya menghalalkan segala cara untuk mencapai
keinginannya. Upaya-upaya yang demikian sudah barang tentu bertentangan
dengan nilai dan norma sosial politik dan ekonomi yang berlaku dalam
masyarakat. Dengan demikian terjadilah akumulasi ketidakpuasan antara mereka
dan pada akhirnya menjelma menjadi potensi konflik dalam masyarakat.
2.3. Teori Pemekaran Wilayah
Sejarah pemekaran wilayah di indonesia sudah ada sejak Era perjuangan
kemerdekaan (1945-1949) kala itu indonesia memiliki 8 Propinsi yaitu sumatera,
Borneo (Kalimantan), Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku
dan sunda kecil. Pada masa itu pula, indonesia mengalami perubahan wilayah
akibat kembalinya belanda untuk menguasai indonesia dan sejumlah negara
-negara boneka”di bentuk Belanda dalam wilayah -negara Indonesia.
memberikan kekuasaan politik kepada daerah-daerah untuk menentukan arah
politik lokal masing-masing. Kemudian, UU berikutnya diarahkan secara
langsung untuk mencapai sebuah format hubungan pusat
–daerah yang ideal yakni
UU No 22 Tahun 1948, UU No .32 Tahun 1956, UU No 1 Tahun 1957, perpu No.
6 Tahun 1959 dan perpu No. 5 Tahun 1960 (Cormelis Lay, 2001 : 140).
Sejumlah penelitian yang lebih serius mengungkapkan hasrat-hasrat yang
tampaknya sparatis’sekaligus di ikuti oleh hasrat yang sama kuatnya untuk
menjadi bagian dari format negara kesatuan yang ada. Tidak mengherankan bila
penelitian Sjamsuddin pada tahun 1999 tentang Aceh , misalnya, sampai pada satu
kesimpulan bahwa apa yang terjadi disana adalah pemberontakan kaum
republican, jauh dari hasrat untuk memisahkan diri. (Lay, 2001 142)
Tuntutan daerah yang diekspresikan lewat berbagai gerakan sparatis lebih
sebagai tindakan koreksi guna memaksa jakarta melakukan perubahan mendasar
format hubungan jakarta-daerah ketimbang sebuah hasrat pemisahan diri yang
memang dalam setiap gerakan separatis (Kahin, 1989).
Sulit di pastikan mengapa pemekaran wilayah yang terjadi semenjak
bergulirnya Otonomi daerah sering berakhir dengan kekerasan atau konflik.
Terkadang hasil dari pemekaran memunculkan kesenjangan kesejahteraan
masyarakat di wilayah yang akhirnya dibagi dua. Ada beberapa faktor yang
diduga telah menjadi penyebab mengapa konflik sering muncul ketika pemekaran
wilayah.
komitmen mayoritas warga, bukan semata-mata itikad ditingkat elit. Sadu
wasistiono mengatakan bahwa rencana pemekaran wilayah yang terus menembus
dalam era otonomi daerah ini, harus benar-benar diarahkan demi semakin
mendekatnya fungsi pelayanan birokrasi pemerintah daerah terhadap rakyatnya.
Karena tanpa hal itu, persepsi yang mengaitkan wacana pemekaran wilayah
sekedar euforia otonomi yang semata terkait dengan logika kekuasaan. Sadu
menambahkan bahwa setidaknya ada beberapa bagian untuk mengukur kelayakan
pemekaran wilayah yakni batas wilayah dan jumlah penduduk, potensi ekonomi,
sumber daya alamnya serta sumber daya manusianya (Pikiran rakyat 2004).
Batas wilayah, hal ini diyakini sebagai faktor penting dalam setiap usulan wacana
pemekaran wilayah, kemungkinan seperti ini harus tetap di amati karena beberapa
daerah yang dimekarkan selalu diperhadapkan oleh persoalan-persoalan
prosedural dari persyaratan pemekaran wilayah. Selain itu jika pemekaran wilayah
tidak melalui kajian yang tepat dan cermat serta komperehensif maka usulan
tersebut bisa saja di tunda. Alasannya adalah bahwa tujuan pemekaran wilayah
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan menghindari
terjadinya sentimen-sentimen etnisitas. Misalnya terjadi konflik antara daerah
dalam perebutan
resources
didalam satu kawasan.
daerah (PAD) semakin mengalami penurunan setelah terjadinya pemekaran
wilayah.
Sumber daya alam, pengalihan kekuasaan secara besar-besaran kepada
daerah untuk sumber daya alamnya (SDA) akan dengan cepat menderivasi
keuntungan-keuntungan ekonomi jangka pendek yang tidak terbayangkan
sebelumnya. Akan tetapi akan dibayar secara sangat mahal dalam jangka panjang.
Lalu eksploetasi SDA bisa saja akan mencapai sebuah fase tanpa kendali, kecuali
sebuah kesadaran baru secara sungguh-sungguh dikalangan pengambil
kebijaksanaan di daerah-daerah pemilik SDA.
Sumber daya manusia; Salah satu aspek penting yang sangat menentukan
kinerja pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah adalah pengembangan
kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Selain itu kompetensi dan profesionalisme pemerintah daerah perlu dibangun dan
peningkatan kemampuan pemda sangat bermanfaat dalam pembangunan daerah
terutama untuk mengembangkan investasi dan menciptakan iklim usaha yang
kondusif. Oleh karena itu dibutuhkan sumber daya manusia yang sesuai
kompetensi dan profesionalisme untuk memberikan kontribusi positif bagi daerah
yang dimekarkan.
kekuasaan dibungkus dengan wacana keinginan untuk pelayanan birokrasi yang
efisien demi terjadinya pemekaran wilayah. ( Riadi, 2004 :205-207).
2.4. Pemekaran Kecamatan
Wacana Pemekaran Wilayah didasari oleh undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang pemerintah Daerah, pada pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa daerah
dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah. Norton dikutif dari Muluk
(2007) mengungkapkan bahwa penataan batas ini berkaitan dengan efisiensi
ekonomi dan efektivitas demokrasi. Pertimbangan efisiensi ekonomi yang
menjadi dasar bagi penentuan batas daerah meliputi beberapa hal:
a)
Biaya perjalanan dan komunikasi yang rendah.
b)
Sejauh mana pemerintah daerah mampu memenuhi kebutuhan finansial, tanah
dan sumber daya lainnya dari dalam daerahnya sendiri sehingga meminimalkan
ketergantungan ekonomi.
c)
Meminimalkan biaya akibat aktivitas suatu daerahnya yang
ber-spill over.
d)
Mempasilitasi kolaborasi dan koordinasi di antara pelayanan beberapa jenis
yang diberikan.
e)
Menyesuaikan wilayah dengan bagian swasta, sukarela, dan publik beserta
kepentingan terkait untuk memfasilitasi kerja sama dan koordinasi guna
kepentingan bersama.
penduduk (b) luas wilayah (c) jumlah desa atau kelurahan. Ada beberapa tujuan
dibentuknya sebuah daerah baru atau dilakukannya pemekaran wilayah menurut
peraturan pemerintah No.129 Tahun 2000 tentang persyaratan pembentukan dan
kriteria pemekaran dan pembentukan dan penggabungan daerah yaitu:
a.
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
b.
Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi.
c.
Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah.
d.
Percepatan pengelolaan potensi daerah.
e.
Peningkatan keamanan dan ketertiban.
f.
Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Pemekaran merupakan istilah Indonesia untuk menyebut subdivisi
distrik-distrik dan Provinsi yang ada dalam rangka menciptakan unit-unit administratif
baru. Di Amerika Serikat istilah pemekaran “
redistricting”
yaitu pembentukan
kembali distrik-distrik dan menyangkut politik pemilihan (Bernart, 2002:25).
Penggunaan istilah pemekaran tersebut tidak mengarah keluar dari sebuah sistem
Negara melainkan menambah subsistem dari Negara. Istilah pemekaran di
Indonesia lebih kongkrit di gunakan karena merujuk pada pemisahan dari tingkat
Provinsi menjadi Kabupaten atau dari Kabupaten menjadi Kecamatan.
2.5. Pemerintahan Daerah
Berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah menyebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara kesatuan Republik
Indonesia. Sejak berlakunya undang-undang Republik indonesia Nomor 22 Tahun
1999 tentang pemerintah daerah yang selanjutnya diubah dengan undang-undang
Republik indonesia Nomor 32 tahun 2004, diharapkan dapat memberikan dampak
nyata yang luas terhadap peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat ke daerah yang memungkinkan adanya ruang
bagi daerah untuk berinovasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik berkualitas
yang efesien dan efektif. Dalam desentralisasi tujuan yang ingin di capai adalah
pemberian pelayanan publik.
Menurut Kaho (1988 : 12) terdapat keuntungan yang diperoleh dalam
sistem desentralisasi antara lain
a.
Mengurangi bertumpunya pekerjaan di pusat pemerintahan.
b.
Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutukan tindakan
yang cepat, daerah tidak perlu menunggu intruksi lagi pemerintahan pusat.
c.
Dapat mengurangi birokrasi dalam arti yang buruk karena setiap keputusan
dapat segera dilaksanakan.
lebih mudah menyesuaikan diri kepada kebutuhan atau keperluan dan keadaan
khusus daerah.
e.
Dengan adanya desentralisasis teritorial, daerah otonom dapat merupakan
semacam laboratorium dalam hal-hal yang ternyata baik, dapat diterapkan di
seluruh wilayah Negara, sedangkan yang kurang baik dapat di batasi pada
suatu daerah tertentu saja oleh karena itu dapat lebih mudah untuk ditiadakan.
f.
Mengurangi kemungkinan kesewenangan-wenangan dari pemerintah pusat.
Adanya desentralisasi menimbulkan adanya otonomi daerah. Di dalam
undang-undang No.22 Tahun 1999 mendefinisikan bahwa otonomi daerah adalah
wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Kemudian direvisi menjadi undang-undang 32 Tahun 2004
yang menyatakan otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan perundang-undangan.
Menurut Kaho (1989 : 60) Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
otonomi daerah adalah fktor pertama yaitu manusia pelaksaannya harus baik
adalah faktor yang esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Manusia sebagai subjek dalam aktivitas pemerintahan. Faktor kedua adalah
keuangan yang baik, istilah keuangan disini mengandung arti setiap hak yang
berhubungan dengan masalah uang, antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah
uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan
peraturan yang berlaku. Faktor ketiga adalah peralatan yang cukup dan baik.
Pengertian peralatan disini adalah setiap benda atau alat dapat dipergunakan untuk
memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Faktor keempat adalah
organisasi dan manajemen yang baik. Organisasi yang dimaksudkan adalah
organisasi dalam arti struktur yaitu susunan yang terdiri dari satuan-satuan
organisasi beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugasnya dan hubungannya satu
sama lain, dalam rangka mencapai sesuatu tujuan tertentu.
2.6. Pelayanan Publik
Suryono (2001 : 54) menyebutkan terdapat lima perinsip dalam pelayanan
publik yaitu:
a.
Akseptibilitas
Setiap jenis pelayanan harus dapat dijangkau oleh pengguna layanan, tempat,
jarak dan sistem pelayanan harus sedapat mungkin dekat dan mudah di jangkau
oleh pengguna layanan.
b.
Kontinuitas
Setiap jenis pelayanan harus secara berkelanjutan bagi masyarakat dengan
kepastian dan kejelasan ketentuan yang berlaku bagi proses pelayanan tersebut.
c.
Teknitalitas
Proses pelayanan harus ditangani oleh tenaga yang benar-benar memahami
secara teknis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan, ketepatan, dan
kemantapan sistem, prosedur, dan instrumen pelayanan.
d.
Profitabilitas
Peroses pelayanan pada akhirnya harus dapat dilaksanakan secara efektif dan
efesien serta memberikan keuntungan ekonomis dan sosial baik bagi
pemerintahan maupun masyarakat luas.
e.
Akuntabilitas
Dalam keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan
publik terdapat sepuluh perinsip pelayanan umum yaitu:
a)
Kesederhanaan: prosedur pelayanan publik tidak terbelit - belit, mudah
dipahami, dan mudah dilaksanakan.
b)
Kejelasan: 1) persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik. 2) unit
kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan
pelayanan publik. 3) rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
c)
Kepastian waktu: pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam
kurun waktu yang sudah ditentukan.
d)
Akurasi: produk pelayanan publik diterima dengan benar tepat dan sah.
e)
Keamanan: proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan
kepastian hukum.
f)
Tanggung jawab: pemimpin penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang
ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan.
g)
Kelengkapan sarana dan prasarana kerja: peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk penyedia sarana teknologi, telekomunikasi
dan informatika.
i)
Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan: pemberi pelayanan harus bersikap
disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
j)
Kenyamanan: Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan studi kasus atau
case study.
Penelitian kualitatif adalah metode
yang bermaksud untuk memahami apa yang dialami oleh subjek penelitian secara
holistic (Maleong, 2006). Dengan menggunakan penelitian kualitatif peneliti akan
memperoleh informasi atau data secara lengkap dan mendalam mengenai Konflik
Elit Lokal dalam Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues.
Metode kualitatif digunakan karena penelitian ini menggambarkan fenomena yang
terjadi.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Blang Jerango Kabupaten Gayo
Lues. Adapun alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena lokasi tersebut
merupakan tempat terjadinya konflik Elit Lokal dalam Pemekaran Kecamatan
sehingga memudahkan peneliti untuk mencari informan.
3.3. Unit Analisis dan Informan
3.3.1. Unit Analisis
3.3.2. Informan
Informan adalah orang - orang yang menjadi sumber informasi dalam
penelitian. Informan penelitian merupakan subjek yang memahami informasi
Objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek
penelitian (Bungin, 2007:76). Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini
adalah Camat, mantan Camat, mantan anggota DPRD, tokoh adat, tokoh agama di
Kecamatan Blang Jerango.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian ,karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. ( Sugiyono, 2005:62 )
3.4.1. Data Primer
Teknik pengumpulan data primer adalah peneliti melakukan kegiatan
langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data - data yang lengkap dan
berkaitan dengan masalah yang akan di teliti. Adapun teknik pengumpulan data
ini dilakukan dengan cara:
1.
Observasi atau Pengamatan
2.
Wawancara Mendalam
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada orang - orang
yang menjadi informan dari penelitian ini biasa disebut dengan metode
interview
guide
yakni, aturan - aturan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk
memperoleh data yang diperlukan. Metode pengumpulan data dengan wawancara
yang dilakukan berulang - ulang kali dan membutuhkan waktu yang cukup lama
bersama informan dilokasi penelitian (Bungin, 2007:108). Wawancara mendalam
yang dimaksud adalah percakapan yang sifatnya luas terbuka dan tidak baku.
3.4.2 Data Sekunder
Teknik pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang
dilakukan melalui penelitian studi kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung
data diperoleh buku - buku ilmiah, tulisan ilmiah, laporan penelitian yang
berkaitan dengan topik penelitian yang dianggap relevan dan keabsahan dengan
masalah yang diteliti.
3.5 Interpretasi Data
Akhir dari semua proses ini adalah penggambaran atau penuturan dalam bentuk
kalimat-kalimat tentang apa yang telah diteliti sebagai dasar dalam pengambilan
kesimpulan - kesimpulan.
3.6 Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Bulan ke -
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
Pra Proposal
2
ACC Penelitian
3
Penyusunan Proposal
penelitian
4
Seminar Proposal
Penelitian
5
Revisi Proposal
Penelitian
6
Penelitian Lapangan
7
Pengumpulan dan
Analisa Data
8
Bimbingan Skripsi
9
Penulisan Laporan
Akhir
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1.1. Sejarah Kabupaten Gayo Lues dan Kecamatan Blang Jerango
4.1.1.1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Gayo Lues
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, daerah Gayo dan Alas
secara resmi dimasukkan ke dalam kerajaan Aceh. Gayo dan Alas dibagi atas
beberapa daerah yang disebut kejurun. Kepada kejurun diberikan sebuah bawar,
pedang (semacam tongkat komando) sebagai pengganti surat keputusan. Daerah
Gayo dan Alas dibagi atas delapan kejuruan. Enam di Gayo dan dua ditanah Alas.
Di Gayo yaitu Kejuruan Bukit, Lingge, Syiah Utama, Patiambang, Bebesan dan
Abuk, ditanah Alas, Batu Mbulan dan Bambel. Kejuruan Patiambang
berkedudukan di Penampakan, dengan luas daerah seluruh Gayo Lues dengan 55
kampung. Kepala pemerintahan dipegang Kejuruan dengan dibantu 4 orang Reje,
yaitu Reje Gele, Bukit, Rema dan Kemala, dan delapan Reje Cik yaitu : Porang,
Kutelintang, Tampeng, Kemala Derna, Peparik, Penosan, Gegarang dan Padang.
Tugas utama Reje dan Reje Cik adalah membangun daerahnya masing-masing
dan memungut pajak dari rakyat serta memilih kejuruan. Kejuruan setiap tahun
menyetor upeti kepada Sultan Aceh.
untuk menaklukkan kedua daerah tersebut. Setelah segala sesuatunya dianggap
rampung, maka pada tahun 1904 Van Daalen mulai menyerang daerah Gayo
Lues. Setelah mengalahkan Gayo Laut, Gayo Deret, akhirnya Van Daalen pun
memasuki daerah Gayo Lues di sebuah kampung yang terpencil yaitu Kampung
Kela (9 Maret 1904). Dari sinilah daerah Gayo Lues ditaklukkan benteng demi
benteng. Dimulai dengan menaklukkan Benteng Pasir (16 Maret 1904),
Gemuyung (18,19,20 Maret 1904), Durin (22 Maret 1904), Badak (4 April 1904),
Rikit Gaib (21 April 1904), Penosan (11 Mei 1904), Tampeng (18 Mei 1904).
Hampir seluruh isi benteng dimusnahkan dan yang luka-luka tertawan akhirnya
juga dibunuh. Menurut catatan Keempes dan Zentegraaf (Pengarang Belanda)
hampir 4.000 orang rakyat Gayo dan Alas gugur, termasuk pejuang Gayo seperti
Aman Linting, Aman Jata, H. Sulaiman, Lebe Jogam, Srikandi Inen manyak Tri,
Dimus dan lain - lain.
Pasukan Belanda yang pergi meninggalkan Gayo Lues ke Tanah Alas
kembali lagi pada tahun 1905 untuk menyusun Pemerintahan. Untuk Gayo dan
Alas dibentuk Pemerintahan Sipil yang disebut Onder Afdeling (Kabupaten).
Onder Afdeling Gayo Lues membawahi tiga daerah yang disebut Landschap
(Kecamatan), yaitu :
- Landschaap Gayo Lues di Blang Kejeren dikepalai oleh Aman Safii
- Landschaap Batu Mbulan dikepalai oleh Berakan
Sejak 1905 - 1942 Tanah Alas tunduk ke Gayo Lues. Tahun 1926 terjadi
pemberontakan rakyat terhadap Belanda di Blang Kejeren yang dipimpin oleh
Muhammad Din, pemberontakan gagal, dapat dipadamkan dan Muhammad Din
dibuang ke Boven Digul (Irian) sedangkan kawan - kawannya dibuang ke
Cilacap, Sukamiskin dan Madura.
Pada tahun 1942 - 1945 Gayo Lues dijadikan Jepang sebagai daerah
pertahanan terakhir Jepang. Daerah ini cocok untuk pemusatan militer, untuk itu
pemuda-pemuda Gayo Lues dilatih kemiliteran dalam jumlah yang banyak
diharapkan pemuda - pemuda ini kelak sebagai pendukung militer Jepang.
Pemuda-pemuda hasil didikan militer Jepang antara lain adalah Muhammad Din,
Bahrin, Zakaria, Maaris, Maat, Jalim Umar, Abdurrahim, Asa, Dersat, Hasan
Sulaiman, Ahmad Aman Bedus, Hasan Tejem dan lain-lain yang kelak berjasa
dalam agresi I dan II.
Lues dan Khabar Ginting menjadi Wedana Tanah Alas. Setelah susunan
Pemerintahan terbentuk dan berjalan beberapa bulan mulailah terasa kesulitan
menjalankan roda pemerintahan mengingat hubungan Takengon - Blang
Kejeren-Kutacae sangat jauh. Atas dasar kesulitan di atas, maka sejak tahun 1957
mulailah Gayo dan Alas berjuang membentuk Kabupaten sendiri. Setelah melalui
perjuangan yang penuh liku - liku, akhirnya pada tahun 1974 Gayo dan Alas
terbentuk menjadi Kabupaten yang dinamakan Kabupaten Aceh Tenggara sesuai
dengan UU No. 4 Tahun 1974.
Kabupaten. Hal inilah yang merangsang masyarakat Gayo Lues untuk mengikuti
jejak daerah tersebut di atas.
Atas dasar pertimbangan di atas, maka pada akhir tahun 1997 beberapa
orang tua bermusyawarah di Blang Kejeren untuk memperjuangkan Gayo Lues
menjadi Kabupaten Administratif. Untuk itu dibentuk sebuah panitia kecil yang
dinamakan Panitia Persiapan Peningkatan Status Wilayah Pembantu Bupati Gayo
Lues Blang Kejeren, Kabupaten Aceh Tenggara. Dengan susunan sebagai berikut:
Ketua : Drs. H. Maat Husin
Wakil Ketua : H. Husin Sabli
Wakil Ketua : H. Abdullah Wirasalihin
Wakil Ketua : Ak. Wijaya
Wakil Ketua : H. Syahuddin Thamin
Sekretaris : H. M. Saleh Adami
Wakil Sekretaris : Drs. Buniyamin,S
Bendahara : H. M. Yakob Mas
Dilengkapi dengan biro-biro :
Biro Keuangan : Drs. H. Saniman M. Biro Pendapatan : Drs. H. Ramli S,
MM
Biro Humas : Syaril A W.
Biro Seni Budaya : H. Ibrahim Sabri
Biro Hukum/Dok : Drs. H. M. Salim Wahab
Biro Adat : A. Rahim
lainya. Setelah itu masyarakat Gayo Lues mengusulkan kepada Bupati Aceh
Tenggara daftar 5 Calon Pelaksana Tugas Bupati yaitu ;
- Drs. Ramli S.
- Drs. H. Syamsul Bahri
- Drs. H. Harun Al-Rasyid
- Ir. Muhammad Ali Kasim, MM
- Drs. Abdul Gafar
Pada tanggal 2 Juli 2002 Gayo Lues beserta 21 kabupaten/kota lainnya
diresmikan oleh Mendagri Hari Sabarno sebagai sebuah Kabupaten. Pada tanggal
6 Agustus 2002 Gubernur NAD, Ir. Abdullah Puteh melantik Ir. Muhammad Ali
Kasim, MM menjadi Penjabat Bupati Gayo Lues di Kutacane. Dengan demikian
selesailah sebuah perjuangan yang suci untuk mewujudkan sebuah Kabupaten
yang dicita - citakan.
4.1.1.2. Letak Geografis Gayo Lues
Kabupaten Gayo Lues terletak pada posisi garis lintang 03º 40’26”
- 04º
16’55”LU dan garis bujur 96º 43’ 24”
-
97º 55’ 24” BT, dengan luas wilayah
5549,92 Km2 atau 10 % dari luas Provinsi Aceh secara keseluruhan. Secara
administrasi Kabupaten Gayo Lues sesuai dengan Undang - Undang Nomor 4
Tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Gayo Lues mempunyai
batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah dan
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan
Kabupaten Langkat Prov. Sumatera Utara;
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara dan
Kabupaten Aceh Barat Daya;
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya.
Daerah Gayo Lues mencakup 57 persen dari wilayah lama Aceh Tenggara
yang terdiri dari 11 kecamatan, 25 kemukiman dan 144 desa/Kampung. Luas
Gayo Lues adalah 5.719,58 km2. Kecamatan dengan wilayah terluas adalah
Kecamatan Blangkejeren dengan luas 1139,88 km2 atau 19.92 % dari luas Gayo
Lues sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan
Putri Betung dengan luas wilayah 139 km2 atau 2.43 % ari luas wilayah
Kabupaten Gayo Lues.
4.1.1.3. Topografi dan Morfologi Wilayah Kabupaten Gayo Lues
Gambar 4.1. Peta Kabupaten Gayo Lues
Sumber : BPS Kabupaten Gayo Lues. 2014
Grafik 4.1. Luas Kabupaten Gayo Lues Berdasarkan Morfologi Wilayah
[image:45.595.117.488.479.687.2]Luas wilayah yang memiliki kelerengan di atas 40% meliputi 43,93% dari
wilayah Kabupaten atau seluas 251.240 Ha. Sedang wilayah yang memiliki lahan
dengan kelerengan di bawah 15% hanya meliputi 15,95%. Kondisi ini membawa
konsekuensi besarnya luas wilayah Kabupaten Gayo Lues yang dapat
dikembangkan sebagai kawasan budidaya relatif terbatas.
4.1.1.4. Pemerintahan Kabupaten Gayo Lues
Sistem pemerintahan yang berlaku di Gayo Lues sama seperti wilayah
lainnya di Provinsi Aceh yakni menganut 2 (dua) sistem pemerintahan yaitu
sistem Pemerintahan Lokal (Aceh) dan Sistem Pemerintahan Nasional
(Indonesia).
Berdasarkan
penjenjangannya,
perbedaan
adalah
adanya
Pemerintahan mukim di antara Kecamatan dan Kampung. Kabupaten Gayo Lues
membawahi 11Kecamatan yaitu sebagai berikut:
1. Kuta Panjang
2. Blang Jerango
3. Blangkejeren
4. Putri Betung
5. Dabun Gelang
6. Blang Pegayon
7. Pining
8. Rikib Gaib
9. Pantan Cuaca
10. Terangun
11. Tripe Jaya
dibagi atas kelurahan dan Kampung. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan
dengan
Qanun
Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh Lurah yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. Kelurahan
di Provinsi Aceh dihapus secara bertahap menjadi Kampung
atau nama lain
adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah
Mukim
dan dipimpin
oleh
Keuchik
atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga
sendiri.
4.1.1.5. Sosial dan Budaya Masyarakat Gayo Lues
jumlah penduduk 73.003 orang atau 24,5 %. Jumlah penduduk miskin terlihat
menurun dari tahun 2006-2011 di Kabupaten Gayo Lues. Tahun 2011 jumlah
penduduk miskin sebanyak 15.544 orang dari jumlah penduduk 81.382 orang atau
19,1 % dari total jumlahpenduduk.
Grafik 4.2. Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2006 - 2011
Sumber : BPS Kabupaten Gayo Lues. 2014
Tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Gayo Lues merupakan
indikator keberhasilan pembangunan yang paling sulit diukur, indikator tersebut
antara lain kondisi rumah dan fasilitas penerangan, jenis lantai, penggunaan alat
komunikasi dan informasi, tingkat pendapatan, jumlah konsumsi protein dan lain
– lain. Kesejahteraan masyarakat Kabupaten Gayo Lues dapat dilihat pada jenis
rumah dan atap yang digunakan, penggunaan WC serta sumber air minum yang
digunakan serta jenis penerangan yang digunakan.
4.2.1.1. Sejarah Kecamatan Blang Jerango
Kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah
kabupaten/kota (PP.19 tahun 2008) Kedudukan kecamatan merupakan perangkat
daerah kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai
wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh camat.
Sebelum terjadinya pemekaran di Kecamatan Blang Jerango, adanya
gejolak ketidak puasan masyarakat terhadap pelayanan dan pembangunan yang
sudah ada, pembangunan dan pelayanan yang hanya terpusat didaerah tertentu
menyebabkan ketidakpuasan dimasyarakat, kondisi ini pada awalnya mulai
dijadikan oleh aktor yaitu para elit politik, untuk melakukan pemekaran di
Kecamatan ini, kesempatan pemekaran diberikan oleh pemerintah yang disambut
baik oleh masyarakat maka pemekaran dilakukan.
Dimana Kecamatan Blang Jerango merupakan kecamatan yang
dimekarkan dari kecamatan kuta panjang pada tahun 2004, Dasar dari
pembentukan Kecamatan Blang Jerango adalah qanun kabupaten Gayo Lues No.9
tahun 2004. Ibukota kecamatan ini bernama buntul gemuyang. Kecamatan Blang
Jerango di bagi menjadi 10 desa yaitu : Desa Blang Jerango, Desa penosan, Desa
penosan sepakat, Desa gegarang, Desa peparik dekat, Desa peparik gaib, Desa
sekuelen, Desa tingkem, Desa akul dan Desa ketukah.
4.2.1.2. Letak Dan Luas Kecamatan Blang Jerango
Kecamatan Blang Jerango adalah salah satu dari 11 kecamatan yang
berada di Kabupaten Gayo Lues. Luas Kecamatan Blang Jerango 516,38 Km dari
total luas wilayah Kabupaten Gayo Lues. Dari luas tersebut.
Berikut adalah letak Kecamatan Blang Jerango berdasarkan batasan
dengan kecamatan lainnya.
1.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pantan cuaca
2.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh selatan
3.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Terangon
4.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kuta panjang
[image:50.595.112.515.487.586.2]4.2.1.3. Pemerintahan Kecamatan Blang Jerango.
Tabel 4.1
Pegawai kantor Kecamatan Blang Jerango kategori PNS dan Honorer
No
Pegawai kantor kecamatan
Jumlah
Persentase
1.
Honorer
2
10%
2.
PNS
24
90%
TOTAL
26
100%
Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Blang Jerango 2014
sekretaris camat bapak Abd. Rahim dan kasi pemerintahan Bapak Hasbi,
sebelumnya di duduki oleh Bapak Muhammadin.
Sumber daya manusia yang baik dan berkualitas untuk menjalankan
kegiatan pemerintahan yang sebaik - baiknya dapat tercermin dalam kualitas
pendidikan yang di selesaikan oleh para pegawai yang ada dalam organisasi
kepemerintahannya. Adapun dilihat dari tingkat pendidikan pegawai di
Kecamatan Blang Jerango, sebagian besar pegawai negeri sipil di kantor
Kecamatan Blang Jerango adalah lulusan SLTA yaitu 50 persen sedangkan
pegawai lulusan sarjana sebesar 33 persen.
4.1.4
Struktur Organisasi Pemerintahan Kecamatan Blang Jerango.
Camat
Sekretaris Kecamatan
Seksi
Ketentraman
dan Ketertiban
Seksi Kesejahteraan
Sosial
Seksi
Pemerintahan
Struktur organisasi Kecamatan Blang Jerango sangat sederhana, struktur
organisasinya adalah:
1.
Camat.
Camat membawahi seluruh jabatan yang ada dalam struktur organisasi
kecamatan.
2.
Sekretaris kecamatan.
Sekretaris kecamatan merupakan unsur staff, yang dipimpin oleh seorang
sekretaris kecamatan yang selanjutnya di sebut SEKCAM, berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada camat
3.
Seksi pemerintahan.
Seksi pemerintahan adalah unsur pelaksanaan pemerintahan kecamatan di
bidang penyelenggaraan pemerintahan, dipimpin oleh seorang kepala seksi,
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada camat.
4.
Seksi Pembangunan.
Seksi pembangunan merupakan unsur penyelenggara pemerintahan kecamatan
dibidang pembangunan,yang dipimpin oleh seorang kepala seksi, dibawah dan
bertanggung jawab kepada camat.
5.
Seksi kesejahteraan sosial.
6.
Seksi ketentraman dan ketertiban.
Seksi ketentraman dan ketertiban merupakan unsur penyelenggara
pemerintahan kecamatan dibidang ketentraman dan ketertiban, yaitu
melakuakan pembinaan ketentraman dan ketertiban wilayah, pembinaan
ideologi dan politik.
[image:53.595.129.495.305.533.2]4.2.1.4. Jumlah Penduduk Kecamatan Blang Jerango dirinci Per Desa.
Tabel 4.2
Komposisi Penduduk dirinci Per Desa
Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Blang Jerango 2014
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Kecamatan Blang
Jerango tercatat sebanyak 7.343 jiwa dengan rincian 3.462 jiwa berjenis kelamin
laki-laki dan sisanya 3.881 jiwa adalah perempuan. Desa penosan diketahui
menjadi desa terpadat dengan jumlah penduduk sebesar 1.895 jiwa dengan rincian
878 laki-laki dan 1.017 perempuan. Desa akul menjadi desa terdapat kedua
dengan jumlah penduduk sebanyak 1.307 jiwa. Adapun desa peparik dekat
No
Nama Desa
(1)
Jenis Kelamin
Jumlah
(4)
Seks Rasio
(5)
L
(2)
Pr
(3)
1
Penosan
878
1,017
1,895
86
2
Penosan sepakat
478
551
1,029
87
3
Gegarang
165
174
339
95
4
Peparik Gaib
493
554
1,057
87
5
Tingkem
131
134
265
98
6
Sekuelen
245
260
505
94
7
Akul
629
678
1,307
93
8
Ketukah
200
226
426
88
9
Blang Jerango
153
167
320
92
10 Peparik dekat
90
110
200
82
tercatat sebagai desa dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu sebanyak 200
jiwa.
[image:54.595.149.477.235.440.2]4.2.1.5. Persentase Jumlah Keluarga di Kecamatan Blang Jerango.
Tabel 4.3
Komposisi Keluarga di Kecamatan Blang Jerango Tahun 2013
Nama Desa
(1)
Jumlah keluarga
(2)
Persentase
(%)
1
Penosan
480
24.96
2
Penosan Sepakat
263
13.68
3
Gegarang
144
7.49
4
Peparik Gaib
261
13.57
5
Tingkem
65
3.38
6
Sekuelen
130
6.76
7
Akul
303
15.76
8
Ketukah
121
6.29
9
Blang Jerango
98
5.10
10
Peparik Dekat
58
3.02
Jumlah
1.923
100
Sumber kecamatan Blang Jerango dalam angka 2014
4.2.1.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama.
Tabel 4.4
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No
Agama
Jumlah
%
1
Islam
7.269
99%
2
Kristen Protestan
37
0,5%
3
Kristen Katolik
37
0,5%
Total
7.343
100
Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Blang Jerango 2014
Berdasarkan data kependudukan Kecamatan Blang Jerango periode 2013
-2014 didapatkan bahwa dari 7343 penduduk, terdapat 7269 penduduk menganut
Agama Islam, 37 menganut Agama Kristen Protestan, dan 37 menganut Agama
Kristen Katolik.
4.2.1.7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis.
Tabel 4.5
Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis
No
Etnis
Jumlah
Persentase
1
Suku Gayo
6.609
90%
2
Suku Alas
368
5%
3
Suku Jawa
73
1%
4
Suku Minang
146
2%
5
Suku Batak
73
1%
6
Suku Aceh
73
1%
Total
7.343
100%
Sumber:Data Kependudukan Kecamatan Blang Jerango 2014
[image:55.595.137.491.545.679.2]berjumlah 368 orang, sedangkan suku jawa, suku batak, dan suku aceh berjumlah
sama yaitu 73 orang, dan suku minang berjumlah 146 orang.
[image:56.595.149.505.202.379.2]4.2.1.8.Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan.
Tabel 4.6
Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
No
Jenis Pekerjaan
Jumlah
%
1
Petani
6609
90%
2
Pedagang
368
5%
3
PNS
146
2%
4
TNI/POLRI
73
1%
5
Wira swasta
146
2%
Total
7.343
100%
Penggolongan penduduk berdasarkan mata pencaharian di suatu wilayah
merupakan data yang penting. Hal ini disebabkan data tersebut memberikan
informasi mengenai jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya dari
beraneka mata pencaharian, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan pembangunan Kecamatan Blang Jerango yang akan
datang.
4.2.1.9. Sarana Dan Prasarana Kecamatan Blang Jerango.
Sarana dan prasarana merupakan hal yang sangat penting untuk
mendukung suatu program atau kegiatan di kecamatan. Suatu rencana yang
disusun dengan baik tanpa didukung oleh sarana dan prasarana yang baik maka
dapat mengakibatkan program yang telah disusun tidak dapat berjalan dengan
baik juga
4.2.1.10. Sarana dan Prasarana Ibadah.
Dalam hal keagamaan, sarana beribadah yang ada di kecamatan Blang
Jerango dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7
Sarana Ibadah
No
Kategori
Jumlah
1
Masjid
9
2
Gereja
-
3
Pura
-
4
Vihara
-
Sumber: data kependudukan Kecamatan Blang Jerango 2014
[image:57.595.129.477.417.556.2]4.2.1.11. Sarana dan Prasarana Pendidikan.
Tabel 4.8
Sarana dan Prasarana Pendidikan
No
Kategori
Jumlah
1
Universitas
1
2
SMA
1
3
SMP
3
4
SD
9
5
Pesantren
2
7
TK
2
Sumber: data kependudukan Kecamatan Blang Jerango 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa di Kecamatan Blang Jerango
terdapat satu Universitas dan satu Sekolah SMA dan SMP terdapat dua unit
sedangkan untuk sekolah SD terdapat 9 unit dan untuk Pesantren dan TK terdapat
dua unit. Dari semua sarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Blang
Jerango terdapat sekolah SD yang memiliki sarana paling banyak, karna untuk
sekolah SD hampir setiap kampung sudah didirikan di kecamatan Blang Jerango
tersebut.
4.2. Profil Informan.
1.
M.Kasim Ibrahim (Mantan anggota DPRD)
Bapak Kasim merupakan putra Suku Aceh Gayo asli yang lahir di kampung
Peparik Dekat pada 20 desember 1953. Sejak zaman kakek neneknya, mereka
Sudah tinggal di kampung tersebut. Masyarakat Peparik sangat menghormati
beliau, karena beliau merupakan seorang mantan anggota DPRD. Beliau
merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Dari hasil pernikahannya, Bapak
Kasim memiliki 8 anak, 5 anak dari istri pertamanya, dan 3 anak lagi dari istri
keduanya. Jenjang pendidikan terakhir Bapak M.Kasim Ibrahim adalah Sarjana
Ekonomi yang di perolehnya dari salah satu Universitas Swasta di Medan,
Sumatera Utara.
Untuk investasi jangka panjang , beliau saat ini memiliki dua rumah besar
yang terletak di kampung Peparik Dekat. Beliau