BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara republik dan negara kesatuan yang menganut
asas desentralisasi di dalam penyelenggaraan pemerintahan memberikan
kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi
daerah. Pemberian otonomi kepada daerah dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia esensinya telah terakomodasikan dalam pasal 19 UUD 1945 yang
intinya bahwa membagi daerah Indonesia atas daerah besar (provinsi) dan daerah
provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil (Yudhoyono, 2001). Dengan
demikian UUD 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan
otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung
jawab kepada daerah.
Pemerintah Orde Baru menetapkan realisasi otonomi daerah melalui
Undang-Undang No 5 Tahun 1974 dengan konsep otonomi yang nyata dinamis
dan bertanggungjawab. Sebagai konsekuensi di dalam salah satu bagian
undang-undang tersebut yang menyatakan bahwa otonomi lebih merupakan kewajiban
dari pada hak, maka kontrol pemerintah pusat terhadap daerah menjadi sangat
ketat. Akibatnya muncul keresahan di daerah terhadap komitmen pemerintah
pusat untuk melaksanakan desentralisasi. Di tengah-tengah kondisi tersebut pada
pasca orde Baru untuk menjawab tuntutan otonomi yang lebih baik muncul
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (telah direvisi dengan uu No. 32 Tahun
25 Tahun 1999 (telah direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004) tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. walaupun
undang-undang tersebut masih diwarnai dengan beberapa kelemahan dan menjadi sorotan
kritis dari masyarakat, namun masih ada rasa optimisme karena makna otonomi
itu sebenarnya adalah pengakuan pentingnya kemandirian.
Salah satu produk dari otonomi daerah yaitu terbentuknya daerah - daerah
baru melalui pemekaran. Dalam era otonomi daerah sekarang ini banyak
tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pemerintah. Masa transisi sistem
pemerintahan dari UU No.1 Tahun 1945 sampai pada UU No.32 Tahun 2004
membawa perubahan yang mendasar sehingga memberikan peluang pada daerah
yang memiliki sumber daya alam dan wilayah yang luas untuk dimekarkan
menjadi beberapa wilayah, hal ini dimaksudkan agar mobilisasi dan percepatan
proses pertumbuhan dan pembangunan dapat menyentuh serta menjangkau
segenap aspek kehidupan masyarakat hingga ke daerah - daerah terpencil. Banyak
daerah - daerah terpencil yang belum terjangkau pembangunan secara maksimal,
begitu juga dari sisi pelayanan terhadap masyarakat, maka dengan diperkecilnya
wilayah administratif tentu akan memperpendek rentang kendali pemerintah.
Kabupaten Gayo Lues merupakan hasil pemekaran di Provinsi Aceh yang
berasal dari Kabupaten Aceh Tenggara. Kabupaten ini di resmikan berdasarkan
UU No.4 Tahun 2002 pada tanggal 10 April 2002. Kabupaten yang berada di
gugusan pegunungan bukit barisan. Sebagian besar wilayahnya merupakan area
Taman Nasional Gunung Leuser yang telah dicanangkan sebagai warisan dunia,
reformasi 1999 telah terjadi 13 kali pemekaran di Provinsi Aceh sehingga jumlah
kabupaten-kota telah mencapai 23 kabupaten/kota.
Peningkatan jumlah penduduk dan volume kegiatan pemerintah dan
pembangunan di wilayah kabupaten Gayo lues, maka untuk memperpendek
rentang kendali tugas roda pemerintahan dan pemerataan pembangunan serta
peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang berdaya guna dan berhasil guna
dipandang perlu diadakan pemekaran kecamatan di Wilayah Kabupaten Gayo
Lues. Pemekaran yang ada di Kecamatan Blang Jerango terjadi pada tahun 2004,
yang merupakan Kecamatan yang dimekarkan dari Kecamatan Kuta Panjang.
Kecamatan Blang Jerango sendiri merupakan salah satu wilayah yang
berada di Kabupaten Gayo Lues yang meliputi wilayah Kampung Penosan,
Penosan sepakat, Gegarang, Peparik gaib, Tingkem, Sekuelen, Akul, Ketukah,
Blang jerango, dan Peparik dekat. Wilayah Kecamatan Blang Jerango semula
merupakan bagian dari Wilayah Kecamatan Kutapanjang. Dengan dibentuknya
Kecamatan Blang Jerango maka luas wilayah Kecamatan Kutapanjang dikurangi
dengan wilayah Kecamatan Blang Jerango.
Terjadinya pemekaran di Kecamatan Blang Jerango merupakan wujud rasa
ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerataan pelayanan dan pembangunan.
Maka, kondisi ini dijadikan oleh aktor yaitu para elit politik, untuk melakukan
pemekaran. kesempatan pemekaran diberikan oleh pemerintah yang disambut baik
oleh masyarakat. Salah satu tujuan pemekaran kecamatan adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan melalui percepatan pertumbuhan demokrasi
penjelasan Syaukani dkk (2003: 175 - 177), yaitu pembangunan tradisi politik
yang lebih sesuai dengan kultur setempat demi menjamin tampilnya
kepemimpinan pemerintahan yang berkualitas tinggi dengan tingkat akseptabilitas
yang tinggi pula. Dengan demikian pemilihan pemimpin daerah termasuk pada
tingkat Kecamatan diberikan peluang seluas - luasnya untuk memunculkan
seorang pemimpin yang diharapkan lebih sesuai dengan budaya setempat demi
tercapainya kesejahteraan bersama. Peluang ini diberikan sejak proses awal dan
tahap sosialisasi hingga tahap pemilihan secara langsung. Apalagi menurut
undang - undang No.32 tahun 2004 pengganti undang - undang tahun 1999
tentang pemerintahan daerah, telah memungkinkan semua pimpinan daerah di
pilih secara langsung melalui proses pemilihan kepala daerah .
Suatu tim peneliti dari Bank Dunia (World Bank) dalam studinya telah
memetakan beberapa faktor pendorong atau penyebab tingginya keinginan elit -
elit lokal di Indonesia pada era reformasi untuk memekarkan daerah. Faktor -
faktor tersebut adalah
1. Motif untuk efektivitas dan efesiensi administratif pemerintahan
mengingat luasnya wilayah, penduduk yang menyebar, dan pembangunan
daerah yang tertinggal.
2. Kecenderungan untuk homogenitas (etnis, bahasa,agama,urban - rural,
tingkat pendapatan)
3. Adanya kemanjaan fiskal yang dijamin oleh undang - undang (UU) bagi
daerah – daerah pemekaran dengan DAU (Dana Alokasi Umum), bagi
hasil (revenue sharing) dari sumber daya alam (SDA) dan non – SDA, dan
4. Motif politik ekonomi (beruaucratic and political rent seeking) para elit
lokal dan pusat.
Seiring dengan terjadinya pemekaran di Kecamatan Blang Jerango maka
timbullah pertentangan atau konflik antara elit-elit yang berpengaruh di daerah
tersebut, yang didasari dengan tujuan-tujuan tertentu. Elit lokal adalah salah satu
aktor yang menjadi sumber struktural yang mampu melakukan perubahan
dimasyarakat. Perubahan - perubahan yang ada dimasyarakat disebabkan oleh
adanya kelompok - kelompok strategis dimasyarakat dan pada akhirnya juga akan
membawa perubahan kembali bagi kelompok - kelompok strategis yang sudah
ada. Kelompok strategis disini adalah golongan atau elit yang memiliki pengaruh
di wilayah tersebut. Tidak hanya satu elit atau golongan yang terlibat dalam
pemekaran wilayah, tapi juga banyak elit terkait. Setiap elit memiliki peranan
didalam pemekaran Kecamatan dimana memiliki gagasan - gagasan, kepentingan,
ideologi dan tujuan tersendiri didalam pemekaran wilayah tersebut. Beragam cara
dilakukan oleh setiap elit yang terlibat untuk membuat gagasan mereka tercapai.
Para penganut konflik dalam ilmu sosial menyakini bahwa penyebab utama
konflik ialah adanya perbedaan atau ketimpangan hubungan dalam masyarakat
yang memunculkan diferensiasi kepentingan. Kepentingan tersebut biasanya
dimiliki oleh seorang/kelompok yang mempunyai tujuan salah satunya untuk
berkuasa di wailayah tertentu. otoritas politik tertentu. Pada saat kepentingannya
itu bertentangan dengan kelompok yang memiliki kepentingan lainnya maka akan
terjadi konflik.
Adapun konflik yang terjadi di Kecamatan Blang Jerango tersebut yang
yang berpengaruh untuk memperebutkan kedudukan atau jabatan. Dinamika
politik era kampanye desentralisasi dan otonomi daerah menunjukkan kesulitan
untuk terlepas dari konflik kepentingan. Konflik kepentingan di ruang perebutan
akses ekonomi, politik seringkali berujung pada konflik antara elit yang ingin
berkuasa. Konflik ini terjadi dikarenakan adanya pihak yang pro dan kontra
terhadap pemekaran tersebut. Konflik yang terjadi disini lebih ke konflik laten
dimana konfliknya bersifat tersembunyi, merupakan pertentangan yang tertutup
antara elit yang terjadi konflik dalam memperebutkan kepentingannya.
Berdasarkan penjelasan diatas peneliti merasa tertarik untuk meneliti Konflik Elit
Lokal dalam Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar betakang diatas, maka perumusan masalah
yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Konflik Elit Lokal
dalam Pemekaran kecamatan Blang Jerango.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian
ini adalah Untuk mengetahui bagaimana Mekanisme Konflik Elit Lokal dalam
Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi
mahasiswa khususnya bagi mahasiswa Sosiologi serta dapat memberikan
memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya,
terutama Sosiologi.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam menulis
karya ilmiah khususnya yang berhubungan dengan konflik Elit Lokal dalam
Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues. Hasil penelitian
ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan untuk memahami mekanisme
Konflik Elit Lokal dalam Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten
Gayo Lues sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya dan
masyarakat Gayo Khususnya.
1.5. Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan dapat menyederhanakan
pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang
berkaitan satu dengan yang lainnya.
1. Pertarungan memiliki arti kita menghadapi lawan yang nyata, yang hadir,
kendati mungkin kita tidak menyadari atau tidak mengakui kehadirannya, di
dalam kata tarung tersirat juga pengertian bahwa lawan itu harus kita hadapi untuk
jangka waktu yang cukup panjang
2. Elit lokal adalah orang orang yang memiliki pengaruh besar di suatu cabang
kehidupan dalam tingkat lokal. Adapun elit-elit yang dimaksud disini adalah
3. Pemekaran daerah menurut Undang-Undang Otonomi Daerah No. 32 Tahun
2004 menyatakan pemekaran lebih, sesuai persyaratan yang ditentukan
undang-undang berlaku yang harus dipenuhi dan telah mencapai batas usia minimal
penyelenggaraan.
4. Kecamatan adalah sebuah pembagian administratif negara indonesia di bawah
daerah tingkat II. Sebuah kecamatan dipimpin oleh seorang camat dan dipecah