ABAD XI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Sarjana Humaniora
(S.Hum)
Disusun Oleh: Trisna Ernawati NIM: 107022001292
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 15 Agustus 2011
ii
TRISNA ERNAWATI
DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI
Penelitian ini menemukan bahwa kehancuran Islam di Andalusia disebabkan oleh pertikaian sesama mereka, di mulai dari konflik perseteruan antar suku yang dilakukan oleh kaum Berber dengan bangsa Arab, suku Mudar dengan suku Yaman, perebutan kekuasaan oleh para elite penguasa, sampai pada hubungan tidak harmonis antara Ulama dan pemerintah.
Akibat dari kondisi dan situasi terpecah inilah memberi kesempatan kepada musuh untuk bangkit, menyusun kekuatan, untuk merebut kekuasaan yang selama ini mereka pegang, yang pada akhirnya pada tahun 1492 Umat Islam di Andalusia terusir.
iii
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji serta syulur kehadirat Ilahi Rabbi,
Dzat yang maha pengatur dan Pemberi Kemudahan, Allah SWT. Akhirnya, jerih
payah dan kesabaran menanti kepastian yang telah digoreskan Sang Penguasa
kehidupan telah terjawabkan, tanpa keridhoan dari-Nya mimpi ini tidak akan
pernah jadi kenyataan. Hanya Dia yang setia menemani ketika jiwa ini dalam
kerapuhan, fikiran, hati yang tersesat, kelelahan yang tiada tara, waktu yang terus
merongrong. Demi Dzat yang maha sempurna, penu;is tidak akan bisa bertahan
tanpa inayah dan hidayah dari-Nya.
Untaian shalawat dipersembahkan untuk Khatam Al-Nabiyyin, pemimpin sejati,
pembawa pesan cahaya Ilahi, Muhammad saw.
Di pengantar Skripsi ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang Tua tercinta; Ayahanda Dedi .M. Iskandar dan Ibunda Teti Hartati.
Terima kasih yang tulus, rasa ta’dzim dan hormat penulis haturkan atas
kesabaran, nasihat dan kasih sayang yang tiada pernah berujung. Adik-adik ku
Azis M. Fauzi dan Akbar M. Irsyadillah. Ini wujud ‘bangga’ untuk keluarga
dari ananda, semoga Allah selalu memberi kebahagiaan dunia dan akhirat.
Amin.
2. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim M.Ag. selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora
iv Islam
5. Drs. Saidun Derani, M.A, Selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini,
dan salah satu dosen yang memiliki komitmen dan loyalitas dalam mengajar
mahasiswa-mahasiswanya. Terimakasih atas bimbingan, masukan, saran dan
waktu luan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Adab dan Humaniora, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.
7. Seluruh Staff akademik Fakultas Adab dan Humaniora.
8. Kakak-kakak dan adik-adikku seperjuangan di SPI. Sahabat saya Mela, Ian,
Odading Club; Lara, Tatik, Riri , keluarga KKN Crew21, keluarga alumni
Al-Masthuriah 2007, serta teman-teman SPI 2007, semoga kita tetap menjaga
silaturahmi.
9. Seseorang yang selalu menikmati hangatnya secangkir teh mimpi, terimakasih
untuk support, perhatian, proses pendewasaan, kepekaan terhadap sekitar, dan
hal-hal yang belum pernah saya jamah. Semoga hidup jaya raya kita menjadi
bukti nyata.
10.Terimakasih kepada Organisasi HMI KOFAH, dan teman-teman LK1 2007.
Jakarta, 15 Agustus 2011
v
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan penelitian ... 11
C. Tujuan ... 12
D. Kontribusi ... 12
E. Metodologi penelitian ... 12
F. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II MULUK AT-TAWAIF ... 16
A. Islam di Andalusia Dari Segi Historis ... 16
B. Latar Belakang Terjadinya Disintegrasi ... 22
C. Keadaan Sosial Umat Islam Dalam Masa Disintegrasi ... 81
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DISINTEGRASI ... 85
A. Kebangkitan Umat Nasrani ... 85
B. Dampak Social Setelah MunculnyaDisintegrasi ... 93
C. Faktor-faktor Penyebab Disintegrasi Umat Islam ... 130
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 138
1
A. Latar Belakang Masalah
Keruntuhan Umat Islam di Andalusia adalah hukum alam yang
memang harus diakui, teori perkembangan yang tak dapat dielakan oleh
manusia bahwa suatu negara akan tumbuh, dan berkembang kemudian
mencapai puncak kejayaan. Setelah mencapai puncak kejayaan dan secara
perlahan akan mengalami kemunduran dan akhirnya hancur. Begitupun yang
terjadi di Andalusia yang kali ini lebih akrab di sebut Spanyol. Nama
Andalusia berasal dari nama bahasa Arab "Al Andalus", yang merujuk kepada
bagian dari jazirah Iberia yang dahulu berada di bawah pemerintahan Muslim.
Sejarah Islam Spanyol dapat ditemukan di pintu masuk al-Andalus. Tartessos,
ibu kota dari Peradaban Tartessos yang dahulu besar dan berkuasa, terletak di
Andalusia, dan dikenal di dalam Alkitab dengan nama Tarsus.
Andalusia merupakan salah satu tempat dimana Islam pernah berjaya,
pada abad ke 7 Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad disebut-sebut sebagai
tokoh pelaku yang membawa Islam masuk ke wilayah itu. Berawal dari
ekspansi pasukan muslim ke Semenanjung Iberia, gerbang barat daya Eropa,
merupakan serangan terakhir dan paling dramatis dari seluruh operasi militer
penting yang dijalankan oleh orang-orang Arab. Serangan itu menandai
puncak ekspansi muslim ke wilayah Afrika-Eropa, seperti halnya penaklukan
Dari sisi kecepatan operasi dan kadar keberhasilannya, ekspedisi ke
Spanyol memiliki kedudukan yang unik dalam sejarah militer Abad
Pertengahan. Pengintaian pertama dilakukan pada bulan Juli 710 ketika Tharif,
orang kepercayaan Musa Ibn Nushair, gubernur terkemuka di Afrika Utara
pada Periode Umayah, mendarat di semenanjung kecil membawa bala tentara
berkekuatan seratus pasukan kavaleri dan empat ratus pasukan invanteri yang
terletak hampir diujung paling selatan benua Eropa. Semenanjung ini,
sekarang disebut Tarifa, sejak saat itu menyandang namanya, Jazurah
(kepulauan) Tharif. Musa, yang telah menguasai kegubernuran kira-kira sejak
700, berhasil memukul mundur pasukan Bizantium selamanya dari wilayah
barat Kartago dan perlahan-lahan meluaskan penaklukannya sampai ke
Atlantik, sehingga memberikan batu loncatan kepada Islam untuk menyerang
Eropa. Terdorong oleh keberhasilan Tharif dan melihat adanya konflik
penguasa di Kerajaan Spanyol Gothic Barat, juga didorong oleh hasrat untuk
memperoleh barang rampasan, bukan hasrat untuk melakukan, Musa
mengutus seorang budak Berber yang sudah dibebaskan, Thariq Ibn Ziyad,
pada tahun 711 ke Spanyol memimpin 7000 pasukan, yang sebagian besar
terdiri atas orang-orang Berber. Thariq mendarat dekat gunung batu besar
yang kelak mengabadikan namanya, Jabal (gunung) Thariq (Gibraltar).
Kapal-kapal mereka, menurut sejumlah riwayat, disediakan oleh Julian, pangeran
Ceuta, yang namanya cukup melegenda, meski lebar selat itu hanya sekitar
tiga belas mil.
Dengan kekuatan tambahan, Thariq yang mengepalai 12.000 pasukan,
Barbate di pesisir laguna Janda. Roderick berhasil naik tahta setelah
menggulingkan pendahulunya, putera Witiza. Kendati berjumlah 25.000
orang, tentara Gothic barat bisa dikalahkan karena adanya pengkhianatan dari
musuh-musuh politik Roderick, yang dikepalai oleh Uskup Oppas, saudara
Witiza.1 Hadirnya Islam menjadi titik awal perubahan yang gemilang bagi
sejarah di negeri tersebut. Islam membuka suatu era baru dimana kebenaran
dan keadilan ditegakan, kebebasan beragama terjamin, bagi mereka beragama
Yahudi dan Kristen. Sendi-sendi dasar Islam ditegakkan demi membentuk
sebuah masyarakat yang soleh, pemerintahan yang adil dan mengayomi
masyarakatnya mewarnai masa kegemilangan ini. Kembali mengenang
kejayaannya di masa lampau, adalah Abdurrahman Ad-Dakhil atau Abd
ar-Rahman I, seorang keturunan Bani Umayah yang kemudian meneruskan
pengibaran panji-panji Islam di Andalusia sebagai Emir of Andalus.2 Abd
ar-Rahman I melakukan restorasi politik dan kenegaraan bersamaan dengan
pembangunan infrastruktur kemasyarakatan. Salah satunya mengawali
pembangunan masjid Cordoba, taman-taman yang indah, jembatan-jembatan,
benteng-benteng. Andalusia adalah pusat peradaban dunia dalam kurun waktu
hampir 700 tahun lebih, kemakmuran dan kemegahannya diwarnai pula oleh
kemajuan pesat dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, teknologi, militer,
perekonomian, sehingga Spanyol yang kita kenal sekarang hanya pernah
benar-benar mencapai puncak kemajuannya selama masa pemerintahan Islam.
1
Philiph K Hitti, History of the Arab (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal 627-628
2
Scalles. Peter C, The fall of the caliphate of Córdoba: Berbers and Andalusis in conflict
Cordoba sebagai kota penting di Andalusia, merupakan kota termegah, terkaya
dan salah satu yang terbesar di dunia pada pertengahan.3 Hal ini sangat
berbeda dengan kota-kota Eropa lainnya, dimana bangsa Eropa pada saat itu
tengah dilanda kegelapan dan kebodohan.4 Apa yang menjadi kemajuan barat
pada saat ini adalah kontribusi besar kemajuan peradaban yang di tumbuhkan
masyarakat Islam di Eropa pada saat itu.5
Namun dibalik Kemakmurannya Islam disana bukan berarti tidak
mengalami hambatan dan masalah, banyak benih-benih kehancuran mulai
terlihat, diantaranya: Terjadinya pemberontakan-pemberontakan ditubuh
kerajaan itu sendiri, seperti pemberontakan yang dipimpin oleh sekelompok
orang yang pernah belajar dibawah bimbingan Imam Malik, yang juga
merupakan orang-orang yang menyebabkan al-Muwatha’Imam Malik diterima
secara luas di Andalusia. Ditambah para pemimpin yang saling guling
mengulingkan untuk memperebutkan tahta kerajaan,6 perseteruan antara antar
suku dan para ulama dengan pemerintah menjadi faktor-faktor timbulnya
Disintegrasi umat islam. Didukung kaum Nasrani yang menyatukan kekuatan
untuk menghancurkan umat Isla m di Andalusia. Ini menjadi hal menarik
untuk dikaji bagaimana Islam menguasai Andalusia hingga 7 abad kemudian
menjadi hancur akibat benih-benih perpecahan di dalam tubuh penguasa Islam
sendiri didukung dengan perlawanan yang dilakukan oleh umat Nasrani.
3
Ahmad Thomson dan Muhammad ’Ata’ Ur Rahim, Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), hal 46-48.
4
Bernard Lewis, The Arabs In History. Penerjemah Drs. Said Jamhuri (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994 ) hal 123
5
W. montgorry
6
Perpecahan yang terjadi timbul akibat konflik yang berkepanjangan,
diantara konflik itu adalah Perselisihan antar suku yang menjadikan rakyat
Andalusia tidak memiliki solidaritas social, kecuali dalam kalangan terbatas
sepersukuan, atau dalam batas etnis tertentu. Hal tersebut terlihat pada sifat
pemberontakan yang ditimbulkannya. Seperti pemberontakan suku-suku
Berber melawan suku-suku Arab, dan suku-suku Arab utara (Mudar) melawan
suku Arab Selatan (Yaman) yang timbul pada 740 M. Padahal mereka semua
seagama. Solidaritas keagamaan sama sekali. atau seakan-akan tidak dapat
menunjukkan keberadaannya. Atau jika solidaritas keagamaan itu menonjol di
kalangan mereka, maka hal tersebut terjadi pada waktu suasana damai antar
suku terjalin dengan baik. Dan jika suasana permusuhan antar suku mulai
menguasai keadaan, maka solidaritas keagamaan tidak mampu menahan
gejolak perasaan yang bersifat permusuhan itu lagi. Selain konflik perseteruan
antar suku, konflik di dalam tubuh kerajaan mewarnai hal-hal yang
mendukung hancurnya Islam ditanah Andalusia. diantaranya, Ketika
Andalusia dipimpin pada masa Hisyam II peran Khalifah sangat lemah,
kedudukan beliau tidak ubahnya seperti boneka, Hisyam yang pada saat itu
berumur 11 tahun, kekuasaan kerajaan di ambil alih oleh Ibunya yang
bernama Sultanah Subh, dan sekretarisnya negara yang bernama muhammad
Ibnu Abi Amir.7 Menjelang tahun 981 M, Muhammad Ibnu Abi Amir yang
ambisius menjadikan dirinya sebagai penguasa diktator. Dalam perjalanannya
ke puncak kekuasaan ia menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya. Hal ini
dimungkinkan karena ia mempunyai tentara yang setia dan kuat, ia
mengirimkan tentara itu dalam berbagai ekpedisi yang berhasil menetapkan
7
keunggulaannya atas para pangeran Kristen di Utara. Pada tahun itu juga
Muhammad Ibnu Abi Amir memakai gelar kehormatan al-Mansur Billah.8
Hisyam II memang bukan orang yang cakap untuk mengatur negara,
tindakannya menimbulkan kelemahan dalam negeri. la tidak dapat membaca
gejala-gejala pergerakan Kristen yang akan mulai tumbuh dan mengancam
kekuasaannya. Keadaan ini diperburuk dengan meninggalnya al-Muzaffar
putra Al-Mansur Billah pada tahun 1009 yang pada saat itu sempat
menggantikan kedudukan ayahnya. Setelah wafat Al-Muzaffar, Ia di gantikan
oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu.9 Seiring
berjalannya waktu pergantian penguasa demi penguasa tidak membuahkan
hasil untuk menciptakan Andalusia yang damai, dari sinilah kerajaan muslim
di Andalusia mulai menunjukan tanda-tanda pembusukan yang kasat mata.
Badan politik kaum muslim terpecah dan terus terpecah belah dalam jangka
waktu lima belas tahun setelah kematian Al-Manshur, seluruh Andalusia telah
terbagi-bagi menjadi banyak sekali kerajaan kecil yang oleh orang Arab di
sebut Muluk Al-Thawaif,10 hal ini disebabkan partikularisme baik pribumi
atau ras menjadi salah satu pendorong terbentuknya kerjaan-kerajaan kecil
yang masing-masingnya mempunyai penguasa sendiri.11
Di Kordova keluarga Jahwariyah mengepalai sejenis Republik yang
pada tahun 1068 diambil alih oleh Bani Abbad di Seville, sejak saat itu
dominasi diantara Negara-negara muslim terletak di Seville, yang
8
Thomsond & Rahim, Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 81
9
kedudukannya selalu dihubungkan dengan Kordova. Kemudian di Granada
terdapat pusat kekuasaan rezim Ziriyah, yang namanya diambil dari nama
pendirinya yang berkebangsaan Berber, Ibn Ziri. Rezim ini di hancurkan oleh
sekelompok Murabitun Maroko pada 1090. Inilah satu-satunya kota muslim
Spanyol yang di dalamnya seorang Yahudi, Wazir Isma’il ibn Naghzalah,
pernah memegang kekuasaan yang benar-benar kuat. Di Malaga dan
distrik-distrik sekitarnya, kekuasaan distrik-distrik Hamudiyah, yang pendirinya dan dua
penerusnya menjadi Khalifah di Kordova, berakhir sampai 1057. Serta
kekuasaan Ziriyah berakhir, Malaga akhirnya berada dibawah cengkraman
Murabitun. Di Saragosa, banu Hud berkuasa dari 1039 sampai di kalahkan
orang Kristen pada 1141, diantara raja-raja kecil ini, pemerintahan terpelajar
Abbadiyah di Seville adalah paling kuat yang merupakan cikal-bakal
datangnya Murabitun ke Andalusia.12
Semua kerajaan ini di pimpin oleh penguasa-penguasa yang berasal
dari berbagai macam suku bangsa dan golongan. Di samping itu, hal ini juga
mencerminkan adanya ketidakharmonisan etnik dan persaingan antar
kelompok militer yang dapat menimbulkan peperangan satu sama lainnya,
seringkali para raja-raja itu meminta bantuan orang-orang Kristen Trinitarian
yang tentunya amat senang hati membantu. Pada ketika itu kaum muslim
terpecah belah dan mulai mengukur diri mereka sebagai anggota dari
bangsa-bangsa yang berbeda, sebab perpecahan dari kalangan mereka ini, diiringi
dengan kepentingan kotor dan ambisi berlebih-lebihan dari beberapa Raja dari
12
mereka, dalam keadaan seperti ini orang-orang Kristen mampu menyerang
kaum muslim secara tuntas dan menundukan mereka satu demi satu. 13
Kerajaan-kerajaan tersebut yang berbatasan langsung dengan teritorial
yang dikuasai orang-orang Kristen Trinitarian di bagian Utara semenanjung
Iberia, mereka diwajibkan untuk membayar upeti tahunan kepada orang-orang
Kristen supaya tetap memperoleh “kemerdekaan” nya. guna membayar upeti
ini serta mempertahankan kemewahan hidup di bawah kekuasaan mereka,
Para penguasa dari kerajaan-kerajaan kecil ini menarik pajak yang tinggi
kepada rakyat yang hidup dibawah kekuasaan mereka, Pajak ini jauh melebihi
batas penarikan pajak yang di bolehkan oleh hukum-hukum Islam. 14
Sebuah perjuangan sia-sia bagi mereka yang berjuang untuk
mempertahankan atau menerapkan kembali ajaran Islam dalam segala
aspeknya yang kemudian tidak hanya mendapatkan diri mereka berperang
melawan orang-orang Kristen Trinitian di Utara, tetapi juga melawan
saudara-saudara muslim mereka. mereka terjebak dalam posisi pecah dan pembusukan
yang tak dapat di putar mundur kembali.15 Selama kaum muslim Andalusia
tetap bersatu dalam ajaran Islam mereka, mereka terus berkembang dan
meluas. Begitu mereka mulai mengabaikan agama Islam dan menjadi terpecah
belah, jumlah mereka mulai berkurang, dan orang-orang Kristen mulai mampu
mengambil alih urusan yang ada di Andalusia. Perpecahan di dalam umat ini
merupakan satu dari faktor-faktor yang fundamental yang menjadi penyebab
13Khilafah,” dalam
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam , jilid II (Ichtiar Baru Van Hoeve, tanpa tahun) hal 201-202
14
Thomsond & Rahim , Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 81
15
pembasmian sepenuhnya Islam dari Andalusia, sebab hal ini merupakan
kelemahan yang sepenuhnya di manfaatkan oleh kaum Kristen Trinitarian di
Utara. Ketika kaum muslim di Andalusia terpecah, bala tentara Gereja
Trinitarian memperoleh tumpuan di Negeri itu dan dibantu oleh orang-orang
Kristen yang hidup di wilayah kekuasaan muslim, yang sebenarnya telah
bertambah jumlahnya dan maju kehidupannya akibat pemerintahan muslim
yang amat toleran, cengkraman mereka atas negri itu semakin kuat.
Dalam menuruti rencana-rencananya, raja Kristen tidak pernah
melewati momen-momen untuk melakukan serbuan ke negeri umat muslim,
yang umumnya didapati dalam keadaan penuh perselisihan dan pertikaian
internal, hal-hal yang mempercepat keruntuhan dan kehancuran mereka
sendiri.
Sesungguhnya, bukan hanya kepala-kepala suku independen pada
waktu itu terus menerus melancarkan perang satu sama lain, tetapi mereka
juga tidak jarang menarik keuntungan bagi diri mereka sendiri. Dengan
menggunakan bala tentara dan senjata dari orang-orang Kristen, mereka
menyerang dan menghancurkan saudara sebangsa serta seagama mereka
sendiri, memboroskan hadiah-hadiah mahal dari Alfonso (leluhur dari semua
raja Kristen yang dikenal dengan nama tersebut) dan memberikan kepadanya
harta karun sebanyak-banyaknya yang dia inginkan supaya bisa mendapat
uluran tangan darinya dan untuk menjamin keamanan bagi diri mereka sendiri,
serta bantuan untuk menghadapi musuh-musuh mereka.
kondisi korup, menjadi luar biasa gembira; sebab, pada waktu itu, amat sedikit
orang yang memiliki ahlak mulia dan prinsip Islam yang kuat di tengah kaum
muslim, masyarakat umum mulai minum-minuman keras dan melakukan
segala hal yang berlebih-lebihan. Para pemimpin Andalusia hanya berfikir tak
lain soal membelanjakan uang untuk mengundang atau membeli penyanyi
perempuan, budak-budak untuk melayani mereka, berpesta pora
menghabiskan sampai bersih harta Negara yang telah terkumpul di masa lalu,
dan menindas rakyat mereka dengan segala bentuk pajak dan pungutan, dan
mereka mengirimkan hadiah-hadiah dan persembahan mahal kepada Alfonso,
serta memohon kepadanya untuk membantu mereka mencapai
keinginan-keinginan ambisius mereka.16 Segalanya berlangsung dalam cara ini di tengah
para kepala suku Andalusia yang saling bertentangan satu sama lain, hingga
kelemahan menguasai orang-orang yang menjadi penakluk diantara mereka,
juga orang-orang yang di taklukan; dan kehinaan memangsa menyerang,
sebagaimana hal itu melumat mereka yang di serang; para jenderal dan kapten
tak lagi menunjukan keberanian mereka; penduduk negeri terjerumus kedalam
penderitaan dan kemiskinan terparah. Islam, tak terpisahkan seperti tubuh di
tinggalkan jiwa, tak lebih hanya mayat semata.
Diantara para penguasa muslim, yang pada dasarnya tidak tunduk pada
Alfonso; setuju untuk membayar upeti tahunan kepadanya. Dan dengan
demikian menjadi pengumpul kekayaan bagi kerajaan Kristen di wilayah
kekuasaan mereka sendiri, ketika keadaan serupa ini terus berlangsung tak
seorang pun yang berani menentang kehendak ataupun melanggar
16
perintah Alfonso.
Dibawah kepemimpinan Alfonso tersebut, satu demi satu kota kaum
muslim jatuh ke tangan orang-orang Kristen Trinitarian dan pada 1072 ia telah
menjadi penguasa Leon, Castilia, dan portugis. Aktivitasnya berpuncak pada
perebutan Toledo, setelah pengepungan yang di lancarkannya selama tujuh
taun.17
Berdasarkan pemikiran di atas, penulis mengambil judul
“DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN
KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI”
B. Permasalahan penelitian
Pembahasan mengenai situasi budaya, agama dan politik umat Islam di
wilayah Andalusia diharapkan menjadi gambaran awal faktor terjadinya
disintegrasi tersebut. Adapun supaya pembahasan skripsi ini tidak mengalami
pelebaran, maka penulis memfokuskan pada permasalahan:
1. Yang dimaksud dengan disintegrasi disini adalah perpecahan yang terjadi
pada umat Islam di Andalusia.
2. Skripsi ini akan membahas faktor internal dan eksternal terjadinya proses
disintegrasi berdasarkan teori konflik Ralf Dahrendorf.
Dengan Perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang menyebabkan Umat Islam di Andalusia mengalami
Disintegrasi?
17
2. Bagaimana dampak dari disintegrasi umat Islam di Andalusia?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui sejarah awal mula keruntuhan Islam di Andalusia
2. Memahami secara baik keadaan dan dampak disintegrasi yang terjadi pada
umat Islam di Andalusia
3. Dalam skala yang lebih global, mengambil pelajaran untuk berbuat yang
lebih baik di masa yang akan datang bersandarkan pada peristiwa sejarah
tersebut.
D. Kontribusi
Secara teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan berguna bagi
pengembangan pengetahuan terkait dengan historisitas Kemunduran Islam di
Andalusia. Dan aplikasi terhadap penulis dapat menambah khazanah
kesejarahan dan pengetahuan tentang penyebab dari munculnya Disintegrasi
umat Islam di Andalusia pada abad 11.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial. Lebih tepatnya,
dalam membedah sejarah Islam di Andalusia ini, saya akan menggunakan
teori social yang membicarakan tentang konflik. Teori konflik ini saya
gunakan Ralf Dahrendorf untuk melihat pihak yang bertikai, yang
2. Sumber data
Data ataupun sumber penelitian dapat dikategorikan menjadi dua;
data primer dan data sekunder. Data primer, adalah beberapa data yang
merupakan data rujukan utama yang menjadi rujukan keilmiahan.
Bentuknya, berupa dokumen-dokumen penting pada zaman itu.
Sedangkan data Sekunder bentuknya seperti buku-buku bacaan,
artikel-artikel, jurnal, dan hasil wawancara pada tokoh yang mempunyai
kapasitas yang mumpuni di bidang Islam di Andalusia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik library research (study
kepustakaan). Yaitu dengan menelaah buku-buku, majalah, artikel-artikel
yang memuat tentang Islam di Andalusia. Sedangkan untuk sumber
lainnya, terutama untu sumber sekunder, penulis mendapatkannya lewat
hasil penjelajahan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah. Selain
itu, penulis juga mendapatkannya di Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora. Beberapa sumber liannya yang didapat, juga berasal dari
pribadi, dan dari teman penulis.
4. Analisa Data
Data-data yang sudah terkumpul kemudian masuk pada tahap
analisa untuk mendapat sumber yang otentik dan otoritatif. Data tulisan
diklasifikasi untuk menentukan waktu penulisan dan isi dari dokumen
tersebut. Sedangkan, hasil wawancara akan ditranskrip dalam tulisan,
kemudian diintegrasikan, diolah, dengan data-data yang telah ada.
kritik sumber. Pada tahap inilah, sumber itu mulai terlihat layak atau tidaknya
data itu disebut otentik, sehingga karya sejarah ini dapat diuji secara ilmiah.
Kemudian fakta sejarah yang telah dianalisis dengan metode kritik sumber
akan diadakan interpretasi dengan menggunakan pendekatan multidesipliner
dalam ilmu-ilmu sosial.
F. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian skripsi ini disajikan kedalam empat bab:
Bab I menyajikan pokok mengenai latar belakang masalah,
permasalahan penelitian, tujuan, kontribusi, metodologi penelitian, serta
sistematika penulisan.
Bab II memuat pembahasan gambaran umum mengenai Islam di
Andalusia dari segi historis, latar belakang terjadinya disintegrasi, keadaan
sosial pada masa disintegrasi.
Bab III memuat tentang kebangkitan umat Nasrani, dampak dari
terjadinya disintegrasi sampai pada faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
disintegrasi.
Bab IV bab penutup, yang berisi mengenai kesimpulan dari seluruh isi
16
A. Islam di Andalusia dari segi Historis
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah al-Walid (705-715
M), salah seorang Khalifah dari bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara18 dan
menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah.
Penguasa sepenuhnya atas afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul
Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah
itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh
Musa ibn Nushair. Dizaman al Walid itu, Musa ibn Nushair, memperluas
wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia
juga menyempurnakan penaklukan kedaerah-daerah bekas kekuasaan bangsa
Barbar di pegunungan-pegunungan sehingga mereka menyatakan setia dan
berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah
mereka lakukan sebelumnnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari
pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khalifah bani
Umayah memakan waktu selama 53tahun yaitu mulai tahun30 H (masa
pemerintahan Muawiyah Ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa
al-Walid)19 sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam dikawasan ini
18
Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Grafindo Persada, Cet ke II 2000. Hal. 87
19
sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang
kekusaan islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai umat islam
dikawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan
kerajaan romawi, yaitu kerajaan gothic. Kerajaan ini sering menghasut
penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah
kekuasaan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam. Setelah kawasan ini
betul-betul dapat dikuasai umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk
menaklukkan Spanyol, dengan demikian Afrika Utara menjadi batu loncatan
bagi kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang
dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuannya pasukan ke sana. Mereka
adalah Tharif bin Malik, Thariq ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Tharif dapat
disebut-sebut perintis dan penyelidik, ia menyebragi selat yang berada diantra
Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang
diantaranya adalah tentara berkuda mereka menaiki empat buah kapal yang
disediakan oleh Julian.20 Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat
perlawanan yang berarti, Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa
harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan
Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visighotic yang
memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M
mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang dibawah pimpinan Thariq
20
bin ziyad.21
Thariq ibn ziyad lebih banyak dikenal sebagai panaklukan pasukannya
lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar
suku Barbar yang didukung oleh Musa bin Nusair dan sebagian lagi orang
Arab yang dikirim khalifah al-Walid pasukan itu kemudian menyebrangi selat
dibawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.22 sebuah gunung tempat pertama kali
Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya dikenal dengan
gibraltar. Dengan dikuasainya daerah ini maka terbukalah pintu secara luas
memasuki spanyol. Dalam pertempuran ini disuatu tempat yang bernama
bakkah, Raja Roderrck dapat dikalahkan, dari situlah Thariq dan pasukannya
terus menaklukan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo
(ibukota Goth pada jaman itu)23 sebelum Thariq menaklukan kota-kota Toledo
ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara,
Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel sehingga
jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang jumlah ini belum sebanding
dengan pasukan Gothic yang jauh lebih besar 100.000 orang
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq bin Ziyad, membuka
jalan untuk menaklukan wilayah yang lebih luas lagi, untuk itu Musa ibn
Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan
maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar ia
berangkat menyebrangi selat itu dan satu persatu kota dilewatinya dapat
21
Philip K. Hitty, History of the Arabs (London: Macmillan Press, 1970), hlm 493
22
Carl, Brockelmann, History of the Islamic Peoples, (London: Rotledge & Kegan Paul, 1980), hlm 83
23
ditaklukannya, setelah Musa ibn Nushair berhasil menaklukan Sidonia,
Karmona, Seville dan Merida serta mengalahkan penguasaa Kerajaan Ghotic
theodomir di Oriheula, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya
keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk
bagian Utaranya mulai dari Sargosa sampai Navarre.24
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa
pemerinthan khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M. Kali ini
sasaran ditunjukan untuk menguasai daerah sekitar pergunungan Pyrenia dan
Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepadad al-Samah, tetapi
usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya
pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd Rahman ibn Abdullah
al-Ghafiqi. Dengan pasukkannya ia menyerang kota Tours, akan tetapi diantara
kota Poiter dan Tours itu ia ditahan olehh Charler martel, sehingga
penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali
ke Spanyol. Sesudah itu masih juga terdapat penyerangan-penyerangan seperti
ke Avirignon tahun 734 M ke Lyon 743 M dan pulau-pulau yang terdapat
dilaut tengah Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian
dari Sicilia juga jatuh ketangan Islam di zaman bani Umayah.25 Gelombang
kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada
permulaan abad ke 8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar
24
Brockelmann, History of the Islamic Peoples, Hal 14
25
jauh menjangkau Perancis tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.26
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu
mudah hal itu dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang
menguntungkan, yang dimaksud faktor eksternal adalah suatu kondisi yang
terdapat didalam negeri Spanyol sendiri pada masa penaklukan Spanyol oleh
orang-orang Islam, kondisi sosial politik dan ekonomi negeri ini terkoyak dan
terbagi-bagi kedalam beberapa negeri kecil, bersamaan dengan itu penguasa
Ghotic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh
penguasa yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain
Yahudi. Penganut agama Yahudi, yang merupakan bagian terbesar dari
penduduk Spanyol dipaksa dibabtis menurut agama Kristen, yang tidak
bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal.27 Rakyat dibagi-bagi kedalam
sistem kelas sehingga keaadaaannya meliputi oleh kemelaratan ketertindasan
dan ketiadaan persamaan hak. Didalam situasi seperti itu kaum tertindas
menanti kedatanagan juru bebas dan juru pembebasannya mereka temukan di
islam.28 Kerajaan berada dalam kemelut, membawa akibat perlakuan yang keji
koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan
pemberontakan perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu
keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan ini amat
banyak coraknya dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat ketika
26
Bertold Spuler, The Muslim World: A Historical Survey, (Leiden: E.J. Brill, 1960) hal 100
27
Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, (Jakarta: Wijaya, 1983) jal 118
28
Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh padahal
sewaktu Spanyol berada dibawah pemerintahan Romawi berkat kesuburan
tanahnya pertanian maju pesat demikian juga pertambangan industri dan
perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi
setelah Spanyol berada dibawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian
lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun, hektaran tanah dibiarkan
terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup dan diantara satu darerah
dengan yang lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya sosial ekonomi dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh
keadaaan politik yang kacau, kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan
Raja Roderik, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.
Awal kehancuran Raja Ghot adalah ketika Raja Roderick
memindahkan ibukota Seviile ke Toledo sementra Witiza yang saat itu
menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaaan
ini memancing amarah dari Oppas dan Achila kakak dan anak Witiza. Kedua
nya kaemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick.
Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum Muslim.
Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian,
mantan penguasa Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di
Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol.
Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai Tharif
dan Thariq dan Musa. Hal yang menguntungkan tentara Islam adalah bahwa
mempunyai semangat perang. Selain itu orang Yahudi yang selama ini
tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi
perjuangan kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi
yang terdapat dalam tubuh penguasa tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit
Islam yanng terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para
pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat tentaranya kompak bersatu dan
percaya diri. Merekapun cakap berani dan tabah dalam menghadapi setiap
persolalan, yang terpenting adalah ajaran Islam yang ditunjukan para tentara
Islam yaitu toleransi persaudaraan dan tolong menolong. Sikap toleransi
persaudaraan dan tolong menolong itu menyebabkan penduduk spanyol
menyambut kehadiran Islam.29
B. Latar Belakang Disintegrasi Umat Islam
M. Lombard,30 menyebutkan bahwa tujuhbelas ribu pasukan Tariq Ibn
Ziyad dan Musa Ibn Nusayr ke Spanyol yang terdiri dari orang-orang Berber
dan Arab adalah, mereka yang Berdarah militer alami. Tidak seorangpun dari
mereka kembali ke Afrika. Kemudian diikuti para imigran Berber maghribi,
yang tertarik kepada kesuburan tanah taklukan baru itu. Keadaan tersebut terus
berlangsung sampai abad pertengahan, yang memungkinkan Kerajaan
Granada dapat bertahan sampai abad kelimabelas. Dengan demikian di
samping penduduk Spanyol, terdapatlah orang-orang Berber Afrika Utara dan
29
Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam. Hal 93 30
Arab. Dan karena Afrika lebih dekat ke Spanyol dibanding Suria dan Arabia,
maka orang Berber lebih banyak dari orang Arab.
Hal yang kemudian menimbulkan permasalahan adalah, penempatan
bekas pejuang atau penakluk Andalusia yang berasal dari Afrika, dan Arab.
Kedua bangsa ini sama-sama berjasa dalam penaklukan Spanyol. Tetapi
orang-orang Arab yang menduduki kursi kepemimpinan kata al-'Ibadi31,
mengambil wilayah sebelah timur dan selatan yang subur dan berudara baik
untuk kaum bangsanya sendiri, sementara itu untuk kaum Berber diberikan
atau mendapat bahagian di sebelah utara yang berudara dingin dan kering atau
tidak subur.
Al-'Abbadi mengecam sikap orang Arab fanatik yang. menempatkan
diri mereka lebih tinggi dari orang lain, sebagai halnya orang Yunani dan
Romawi, yang memandang pihak lain sebagai barbar dan tidak beradab. Bani
Umayyah, katanya lebih lanjut, telah membangkitkan rasa kesukuan, yang
merusak nama baik mereka dan bangsa Arab.32 Orang-orang Berber itu tidak
dapat menerima perlakuan yang demikian. mereka bangkit melawan, tidak
hanya karena harta yang berharga itu saja, tetapi juga karena perasaan mereka
telah tersinggung. Dan ini merupakan salah satu faktor timbulnya gerakan
Khawarij, dengan peperangan dahsyat di Afrika, yang mendapat dukungan
orang-orang Berber.33
Sementara itu, Musa Ibn Nusayr yang punya pengalaman banyak
dengan orang-orang Berber ketika menjawab pertanyaan Khalifah Sulayman
Ibn 'Abd al-Malik mengatakan: "Mereka wahai Amir al-Mu'minin, banyak
persamaannya dengan orang Arab dibanding dengan orang 'ajam lainnya;
terus terang dan pemberani (liqa' wa najdah), ulet dan lihai berkuda (sabran
wa Furusiya) lpang dada dan lugu (samahat wa badiyat), kecuali wahai Amir
al-mu'minin, mereka suka culas (ghudr)." Dan bahwa yang negatif dari
mereka adalah, ketidak jujuran. yang nampaknya bertentangan dengan sifat
mereka yang lain, yaitu badiyah atau dusun (murni) dan hertendensi baik. Tapi
mengapa dikatakannya tidak jujur? Barangkali karena Tariq yang diberi
wewenang untuk membatasi gerakan, justru melanggar perintah atasannya,
yaitu Musa sendiri.
Sungguhpun demikian, dapat dipahami juga mengapa pembagian
tempat domisili itu berbeda kondisinya. Pertama, karena mereka (Berber dan
Arab) bukan satu kesatuan bangsa yang berintegrasi secara total, atau
berasimilasi penuh. sehingga tidaklah mungkin satu tempat didiami oleh dua
suku secara bersamaan. Kedua, setiap pihak membawa adat kebiasaan yang
berlainan, sungguhpun banyak persamaannya (sebagai yang digambarkan
33
Musa). Dan ini alamiyah sifatnya (sunnat Allah),34 sehingga pemisahan tempat
adalah alami juga.
Ketiga, orang-orang Arab menduduki posisi kepemimpinan, sedangkan
orang-orang Berber di bawah mereka. Kekuasaan di Semenanjung Iberia itu
diperoleh melalui gerakan militer, sehingga hirarki kemiliteran amat berperan
di dalam kepemimpinan mereka. Dalam kalangan militer penghormatan
terhadap komandan merupakan unsur kedisiplinan yang harus ditaati. dengan
demikian bila pihak Arab yang menduduki tempat teratas dalam hirarki
militer, mengambil tempat yang lebih subur untuk diri mereka terlebih dahulu
dan sisanya bagi orang Berber, dapat dipandang sebagai sesuatu hal yang
wajar saja, sungguhpun menimbulkan ketidak puasan pada pihak yang
"dirugikan", dalam hal ini Berber. Salah satu akibat dari kebijaksanaan
kepemimpinan Arab pada masa Imarah tersebut di atas ialah: timbulnya
pemberontakan orang-orang Berber pada tahun 740 M. kebangkitan mereka
menentang kepemimpinan Arab berlanjut sehingga dua abad kernudian.35
Pertentangan juga terjadi di antara sesame bangsa Arab; Qays dan Kalb.36 Dan
di antara Mudar dari utara dan orang Yaman dari selatan Arabia.Yang utara
dipengaruhi oleh Sunni, yang lain oleh Syi'ah.37
Sesudah itu timbul pula kelompok Islam lainnya yang terdiri dari
orang-orang Spanyol sendiri dan orang-orang-orang-orang Slavia. Masing-masing kelompok
34
Lihat al-Qur’an, 49:13
35
Encyclopaedia Britannica. Chicago: William Benton; Publisher, tt. J. xx,, h. 1087, orang Berber juga mernberontak di Afrika (Marokko) pada tahun 740
36
Ibid
37
tersebut memiliki pengikut dan tujuan sendiri. Pertentangan, perselisihan dan
peperangan yang timbul di antara mereka terus-menerus hingga terjadi
ketidakstabilan pemerintahan yang berkepanjangan. Tidak pernah ada
ketenangan politik di Iberia ini, kecuali bila yang menjadi pemimpinnya
adalah seorang yang benar-benar kuat dan mampu menundukkan rakyatnya.38
Gejala perpecahan ini sudah nampak di mata Karel Martel, yang pernah
menghadang Abdurrahman al-Ghafigi di Poitiers. Ia menasihati kaumnya
untuk tidak menghadang bangsa Arab, agar membiarkan mereka melakukan
apa saja yang mereka kehendaki. Karena orang-orang itu mempunyai
kemauan keras, dan niat yang suci dan benar. Dalam keadaan demikian orang
Arab tersebut, tidak dapat dihancurkan, "Tunggulah" katanya, "sampai mereka
menjadi tenang menyelesaikan segala persoalan, kemudian akan berlomba
lomba memperebutkan kursi kepemimpinan, kekayaan dan harta. Ketika itulah
mereka akan berselisih dan menjadi lemah, dan memberikan kesempatan
kepada kalian untuk melawannya dengan mudah".39 Dan ramalan tersebut
ternyata tidak meleset.
Dalam periode keamiran pertama, Spanyol dipimpin oleh kaum
militer,140 yang berasal dari para penakluk yang datang dari Afrika Utara, yang
kemudian menjadi penghuni tetap. Dalam periode ini terdapat dua puluh orang
amir, yang masing-masing memerintah dalam masa jabatan relatif singkat. Hal
menentukan dan menilai kepemimpinan seorang amir. Dan sekaligus
menunjukkan adanya ketidak stabilan41 dan pergolakan dalam kepemimpinan
mereka.
Amir terakhir yang berkuasa, dan sekaligus merupakan penutup periode
keamiran pertama, yang demokratis itu adalah Yusuf b. Abd Rahman
al-Fihri. Ia digulingkan oleh pendatang baru dari Damaskus. Sejak itu periode
keamiran kedua dimulai, dan tidak ada lagi amir yang dipilih secara langsung
dan bebas oleh rakyatnya. Karena yang berkuasa adalah keluarga Raja. Tetapi
gelar amir tetap juga digunakan.42
‘Abdal-Rahman B. Muawwiyah, pengganti Yusuf al-fihri merupakan
tokoh legendaris; yang berhasil melepaskan diri, ketika seluruh keluarganaya
keluarganya dibantai oleh lawan politik mereka di Damaskus. Ia adalah salah
seorang cucu Hisyam khalifah Islam yang kesepuluh Dinasti Bani Umayah.
Ketika pembunuhan massal berlangsung terhadap keluarganya, ia sempat
bersembunyi dalam sebuah kemah Badui di tepi sungai Effrat. Riwayat
hidupnya hampir saja berakhir, ketika bendera hitam lambang Abbasiyah
melintas di dekat tempat persembunyiannya. Menyadari ada bahaya yang akan
merenggut nyawanya, ia melompat ke dalam sungai bersama saudaranya yang
masih berusia tigabelasan tahun. Semangatnya untuk tetap hidup, mendorong
keberaniannya melawan arus berenang ke tepi seberang sungai. sementara
saudaranya berbalik ke belakang, mungkin karena takut terbawa hanyut
bersama arus sungai yang deras, atau mungkin juga karena terbujuk oleh janji
41
Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus op.cit., h 49
42
mereka yang memburunya, ia datang kepada mereka. Nasibnyapun ditetapkan
di ujung pedang pembunuhnya.43
Abd al-Rahman B. Mu'awiyah menempuh perjalanan panjang bersama
pembantunya yang setia, Badr. Pemuda yang serusia duapuluhan itu,
membungkus dirinya dalam penyamaran, untuk mengelabui mata-mata jeli
kaum Abbasiyah, yang pada setiap saat siap menyudahi riwayatnya. Selama
limatahun ia mengadu nasibnya ke Palestina, Mesir, dan akhirnya ia tiba di
Ceuta (755) di Afrika Utara. Dan keberuntungan masih tetap menyertainya,
ketika gubernur Afrika utara yang masih punya hubungan keluarga dengan
Al-Fihri, nyaris membunuhnya. Di sini ia mendapat bantuan salah seorang paman
dari pihak ibunya, seorang keturunan Berber. Disini juga segala rencana
diputuskan. Badr dikirim ke daratan Iberia untuk menghubungi simpatisan
keluarga Bani Umayyah. Nampaknya nama Umayyah masih mendapat cukup
banyak simpati. Dan barangkali ia sendiripun tidak menduga sebelumnya,
Sebuah kapal khusus dikirim untuk menjemput pemimpin mereka ke Ceuta.
orang-orang Yaman yang diKalahkan Yusuf al-Fihri dari suku Mudar,
mendukung kehadiran 'Abd al-Rahman b. Mu'awiyah, yang kemudian
mendapat gelar al-Dakhil, karena berhasil melepaskan diri dari pengejaran
Bani Abbas dan masuk ke Spanyol.44
Pengalamannya dalam pengembaraan selama lima tahun, dan
pendidikan yang diterimanya dalam keluarga kerajaan, menjadikannya
seorang yang matang dalam kepemimpinan dan politik kenegaraan. Tidak sulit
43
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh (Beirut: Dar Sadir, 1965) j. vi,., j. v, h. 377
44
baginya menghimpun para pendukung dalam suasana yang serba kacau, dan
lawan yang dihadapinya dapat ditundukkan, setelah beberapa wilayah di
selatan Spanyol menerima kehadirannya tanpa perlawanan; Archidona,
Sidona, dan Seville. Dari Seville ia menyerang kordoba. Dan pada 14 Mei 756
di tepi sungai Guadalquivir, kedua pasukan bertemu. Pertempuran tidak
berlansung lama, yusuf nampak melarikan diri dan kemudian Kordoba
dikuasai dalam kesempatan lain, Yusuf terbunuh di Toledo.45
Dengan naiknya 'Abd al-Rahman b. Mu'awiyah kepanggung politik di
Andalus, maka kekuasaan Bani Abbas mendapat tantangan dari Bani
Umayyah yang baru saja digulingkannya. Di Bagdad pada waktu itu sedang
berkuasa khalifah Abu Ja'far 'Abdullah Ibn Muhammad al-Mansur
(136-158/754-775), khalifah kedua yang menggantikan Abu al-'Abbas al-saffah
(132-136/750-754). 'Abd al-Rahman I (al-Dakhil) di Andalus itu, segera
memutuskan hubungannya dengan Bagdad, setahun setelah ia berkuasa, di
dalam khutbah-khutbah dihapuskan nama khalifah Abbasiyyah, tetapi ia
sendiri tidak menggunakan gelar khalifah untuk dirinya. Ia tetap memakai
gelar Amir sebagaimana yang berlaku ketika itu di Andalus.46
Sementara itu, Al-Mansur di Bagdad sedang menghadapi bahaya yang
datang dari Kerajaan Bizantium yang berada di bawah pimpinan Kaisar
Constantine V (740-775), di Asia Kecil,2 Dengan demikian Al-Mansur tidak
45
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh op.cit., h. 57
46
dapat mengambil tindakan apapun untuk menghukum 'Abd al-Rahman yang
telah dengan gemilang memisahkan dirinya dari Bagdad.
Baru pada tahun 761 Khalifah Al-Mansur memberanikan diri mengirim
Al-A'la Ibn Mughit’s ke Spanyol bersama tujuh ribu anggota pasukannya, dari
Afrika utara. Dalam sebuah pertempuran sengit di selatan, Al-A'la tewas
ber-sama sejumlah anggota pasukannya.47 'Abd al-Rahman mengirim kepala
mereka yang terbunuh ke Qairawan, dan kepala A'la dikirim kepada
Al-mansur yang sedang menjalankan ibadah hajinya di Mekkah, bersama dengan
bendera hitam, lambang abbasiah.48 Ketika itulah Al-Mansur menyatakan rasa
syukurnya kepada Allah yang telah memisahkan dirinya dan musuhnya itu
dengan lautan.49 Iapun menjuluki 'Abd al-Rahman I sebagai seekor Rajawali
Quraisy (Saqr Quraisy).
Rajawali Quraisy kemudian berhadapan dengan para pemberontak yang
bersimpati, atau sisa-sisa pengikut Yusuf al-Fihri, seperti Sulaiman b. Yaqzan
al-A'rabi al-Kalbi seorang penguasa Barcelona, bersama 'Abd al-Rahman b.
Habib al-Fihri, Abu Sa'ud al-Fihri dan Abu al-Aswad b. Yusuf. mereka
meminta bantuan Al-Mansur melalui Afrika Utara, dan meminta infiltrasi
Charlamagne dari Perancis, agar memperluas wilayah kekuasaannya ke
Asbania. Diperoleh kesepakatan, bahwa Al-Fihri dan kawan-kawannya akan
menyerang dari selatan bersama pasukan dari Afrika Utara, sementara pihak
Charlemagne menyerang 'Abd al-Rahman dari sebelah utara.
Tetapi al-Fihri dan al-Kalbi tidak sabar menanti kedatangan sekutunya,
Charlamagne. Mereka menyerang lebih dulu dari selatan, dan 'Abd al-Rahman
mematahkannya dengan mudah. Dan ketika Charlamagne memulai
penyerangannya (778) dari arah timurlaut Spanyol menuju ke Saragossa, pintu
kota ditutup di depan mata mereka. Dan pada saat bersamaan dengan itu,
tersiar kabar tentang penyerangan orang-orang Saxon, dari utara terhadap
Charlamagne. Sehingga pasukan tersebut ditarik kembali, dan digiring pulang.
Dalam perjalanan yang “penuh dengan kekecewaan" itu, orang-oranq Franka
di pegunungan Pirennea menyerang mereka, dalam satu gerakan bersifat
kejutan, Sehingga banyak korban yang jatuh. Dan di antara korbannya adalah
pahlawan gagah berani, Roland. peristiwa tersebut mengilhami para penyair
menyusun epic, sejenis sastra yang bernada pemujaan terhadap sifat berani.
yang kemudian menjadi bibit dari syair "hamasah" dalam kesusasteraan
Perancis.50
Dengan demikian 'Abd al-Rahman menunjukkan keunggulannya,
terhadap lawan-lawannya, baik yang ada di Barat; atau punyang ada di Timur.
Kekuatan Barat yang diwakili Perancis yang tentu saja amat khawatir terhadap
"bahaya Islam" itu, untuk sementara harus menerima keunggulan 'Abd
al-Rahman I. Sedangkan Daulat Abbasiyah dari timur, telah merasa cukup
mendapat pil pahit, sejak kegagalan Al-A'la b. Mughits di tahun 761/146, yang
kepalanya dikirimkan kepada Al-Mansur.
50
Untuk lebih memantapkan kekuasaannya, dalam menghadapi
musuh-musuhnya, 'Abd al-Rahman I membangun angkatan bersenjata dengan tentara
bayaran, yang terdiri dari suku bangsa Berber dari Afrika. Empatpuluh ribu
orang anggota vasukan elite yang berdisiplin keras itu, dapat dengan mudah
diperintahkannya untuk menundukkan lawan-lawannya diarena petempuran.
Dan dengan itu pula, ia dapat mendesak lawan-lawan politiknya untuk
berdamai, atau mengadu kekuatan. Dengan demikian ia selalu diperhitungkan
oleh musuh-musuhnya, yang ingin "mengusik-usik" wilayah kekuasaannya.
kemudian iapun menampakkan kemampuannya membangun negara, dan
membina kesejahteraan umatnya, serta membangun sarana-sarana penunjang
bagi pembangunan dimaksud.
'Abd al-Rahman memperindah ibu-kota keamirannya, Kordoba, dan
memagarinya dengan tembok yang kokoh, sebagaimana kebiasaan kota-kota
di dunia ketika itu. Kemudian ia menggali sebuah kanal air tawar, dan
dibangunnya jembatan indah di atasnya, dengan kamar-kamar mandi umum
serta hotel-hotel, tempat menginap para pelancong. Dan untuk lebih
memperindah ibu-kota ia membangun kebun-kebun hias, di tepi sungai Wadi
al-Kabit. Ia menambah kesemarakan kota dengan istana bergaya Timur,
sebagai yang dibangun kakeknya Hisyam di Damaskus. Ia juga memberi
perhatian terhadap perkembangan di bidang pertanian, dengan membangun
saluran air dan jalan-jalan. Disediakannya sekolah-sekolah, yang tersebar di
kota-kota di Andalusia. Para ulama dan murid-murid mereka, didorong untuk
memberi kesempatan untuk menuntut ilmu bagi para pelajar yang datang dari
Eropa. Mesir, Syam dan Irak. Sehingga Kordoba menjadi pusat kegiatan ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan. Apalagi negeri ini dihuni oleh penduduk yang
multi rasial, yang terdiri dari bangsa-bangsa Arab, Berber, Numidia, Gothia,
Spanyol-Arab; menjadi tempat bertemunya segala bangsa. Asia, Afrika, dan
Eropa. Dua tahun menjelang wafatnya 'Abd al-Rahman membangun sebuah
mesjid agung yang monumental, di pusat ibu kotanya Kordoba, yang
kemudian diperindah dan diperluas oleh Para penggantinya. bentuknya yang
istimewa, dengan pilar-pilarnya yang megah dan agung, memberi kesan
menakjubkan sampai berabad-abad kemudian bahkan setelah dijadikan
katedral oleh Ferdinand III. Pada tahun 1236, mesjid itu tetap dikenal sampai
kini, dengan nama "La mezquita".51
Demikianlah 'Abd al-Rahman I, menguasai Spanyol dan menurunkan
warisan kekuasaan kepada keturunannya, sejak tahun 756 - 1031/ 138 - 422.
Setelah itu Spanyol dikuasai oleh Muluk al-Tawaif.
'Abd al-Rahman al-Dakhil menyadari bahwa Andalus dikuasainya itu,
berada pada suatu wilayah yang berbatasan langsung dengan musuh. Dan
sampai saat ia memerintah keadaan saling bermusuhan masih terus terjadi,
atau pengumuman perang di antara kedua belah pihak belum lagi cabut. Jika
terdapat suasana damai di antara kedua belah pihak, maka hal tersebut terjadi
karena pihak lawan belum mampu atau mampu menyerangnya, dan saling
mengintai serta mencari kesempatan. Atau kedua belah pihak terikat oleh
51
suatu perjanjian tidak saling menyerang. Jika kedua kondisi tersebut sudah
tidak ada lagi, maka perang kembali menguasai keadaan. dengan demikian,
Andalusia selalu terancam perang, sungguhpun suasananya dalam keadaan
dama. Perang dan damai silih berganti dan dapat terjadi pada setiap waktu.
Maka untuk menjaga stabilitas negeri ini, diperlukan adanya persatuan dan
kedamaian di dalam negeri disamping adanya kekuatan angkatan bersenjata
yang kuat. Sehingga musuh negara harus berfikir beberapa kali untuk
menyerang pemerintah; baik yang datang dari luar, maupun yang muncul dari
dalam. Mungkin pertimbangan tersebutlah, yang mendorong Abd al-Rahman
I, mempersiapkan puteranya Hisyam menjadi penggantinya, di samping
pertimbangan dinasti Umayyah yang juga harus dipertahankan dan
dilestarikan. Sehingga perebutan kekuasaan di antara sesama saudara tidak
terjadi.
Sungguhpun demikian, pengangkatan Hisyam mendapat tantangan dari
dua orang puteranya yang lain, yaitu Sulaiman dan Abdullah. Hisyam
mendapat latihan khusus dari ayahnya dalam bidang politik dan peperangan.52
Ia diangkat menjadi penguasa di wilayah perbatasan, Merida, dengan tujuan
agar menguasai pola-pola dan teknik perang pihak lawan, dan terbiasa dalam
memimpin. Ketika Hisyam memangku jabatannya setelah ayahnya wafat, ia
mengangkat sulayman menjadi penguasa di Toledo, dan saudaranya 'Abdullah
menjadi penggantinya di Merida. Tetapi kedua-duanya bersatu memberontak
melawan Hisyam. Sehingga memaksa Hisyam menghadapi saudaranya
52
sendiri, yang memakan cukup banyak waktu untuk menundukkan kedua
mereka.53
Hisyam disebutkan meniru tingkah laku pemerintah Umar Ibn Abd
al-Aziz yang wara' dan saleh dan banyak melakukan kegiatan keagamaan.
Hisyam suka menolong orang susah, dan berjalan di malam hari mencari
orang-orang yang sakit yang memerlukan pertolongan. Ia juga mengharuskan
adanya kegiatan jaga malam, untuk mencegah terjadinya kemaksiatan,
pertengkaran dan tindakan-tindakan kriminal di dalam masyarakat. Ia juga
mengirimkan para da'i ke semua wilayah kekuasaannya untuk tugas-tugas
amar makruf nahi munkar, sehingga orang-orang lalim menjadi amat
berkurang, keamanan masyarakat menjadi lebih terjamin.54 la berjalan keliling
kota Kordoba dan bercampur aduk dengan rakyatnya. mungkin karena ia
sebagai pelindung terhadap rakyatnya yang tertindas.55 "Keberanian"
mengambil resiko semacam itu, memang bukan hanya milik Hisyam, tetapi
juga pernah dipraktekkan oleh kepala-kepala negara yang jujur dan
ber-tanggung jawab, sebagaimana halnya dengan Umar Ibn Khattab dan Umar Ibn
Abd al-Aziz pada masa yang lalu.
Dan barangkali karena keadaan di dalam negeri dipandang stabil, maka
Hisyam menghadapi musuhnya dari luar. kepemimpinannya yang religius itu,
memancing simpati kaum Muslimin untuk mengabulkan seruannya melakukan
perang suci ke utara. Beribu-ribu orang tua dan muda, didukung oleh
53
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah,j. v, h. 43
54
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus hh. 86-7; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At -Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiya., h. 44; Lane Poole, The Arabs in Spain, (New York:1911) h. 61-2.
55
orang kaya, yang memberi harta mereka untuk penyedia peralatan perang dan
menjadi perajurit di bawah kepemimpinan Hisyam ketika menyerang Galicia.
Kemudian ia menunjuk wazirnya Abd al-Malik bin mughis untuk menyerang
Perancis. Kedua peperangan itu, dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan
harta rampasan perang yang melimpah.56
Pada masa Hisyam memerintah Andalusia, di Madinah al-Nunawwarah
berkembang mazhab Maliki. Imam Malik yang hidup sezaman dengannya,
menaruh simpati kepada Hisyam. Dan Hisyam sendiripun menerima mazhab
Maliki menjadi mazhab negara, yang dianut di seluruh Andalus. Dan menjadi
lebih berkembang, setelah Hisyam mengundang para murid Imam Malik
untuk bekerja di Andalus, seperti Ziyad ibn 'Abd al-Rahman dan Yahya bin
Yahya Al-Laitsi. Pengaruh para ahli fikih pada masa Hisyam cukup dominan,
baik dalam bidang hukum dan peradilan maupun dalam bidang politik. Hal
tersebut dimungkinkan mengingat Hisyam sendiri, adalah seorang yang taat
kepada agama, dan amat hormat pada para ulama. Ia diceritakan tidak begitu
terpengaruh dengan kemegahan dan kemewahan duniawi. Hal tersebut
dibuktikan ketika ia menyempurnakan pembangunan sebuah jembatan di atas
sungai Quadalquivir yang dimulai Al-Samh b, Malik al-Khawlami, sehingga
menjadi pembicaraan umum. Sementara itu, orang banyak mempergunjingkan
pembangunan jembatan yang indah itu, untuk memudahkan jalan baginya
untuk berburu. Mengetahui pergunjingan itu, lalu ia bersumpah untuk tidak
56
menggunakan jembatan tersebut, sebagai tempat ia berlalu,57
Di samping itu, Hisyam juga amat menaruh perhatian terhadap
perkembangan bahasa Arab, sebagaimana yang diberikan oleh Abd al-Malik
B. Marwan di Damaskus.58
yang menyempurnakan pengetahuan orang-orang bukan Arab yang
telah mulai pandai berbahasa Arab. Dan barangkali juga Hisyam menyadari
bahwa, bahasa merupakan faktor utama baqi komunikasi masyarakat,untuk
dapat memahami pikiran atau pendapat, antara satu dengan lainnya. Apalagi
bahasa Arab itu, tidak saja menjadi bahasa agama yang tercantum dalam kitab
suci al-Qur'an dan Hadis, tetapi juga menjadi bahasa wajib dalam ibadah kaum
Muslimin, sehingga bahasa Arab menjadi faktor utama bagi pembentukan
masyarakat Islam di Andalusia. Dalam perkembangan selanjutnya, bahasa
Arab dipakai oleh sekolah-sekolah yang didirikan kaum Yahudi. Dan
sungguhpun ia seorang yang fanatik terhadap agama, dan memimpin sendiri
pertempuran melawan orang-orang Kristen di utara seperti disebutkan di atas,
ia amat toleran terhadap kaum zimmi baik dari kalangan Kristen maupun
Yahudi di dalam wilayah kekuasaannya, mereka diizinkan membangun
sekolah dan rumah-rumah ibadah, dan mengangkat sejumlah besar dari
mereka menjadi pegawai dalam pemerintahannya.59
Setelah Hisyam wafat tampuk kepemimpinan di pegang oleh Puteranya
ialah Al-Hakam b. Hisyam, Ia gemar berolah raga dan berburu, senang pada
57
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy., j.i, h. 160
58
Lihat Islam dan Aspeknya, op.cit., j. I, h. 63
59
keindahan dan seni suara. Nampaknya ia lebih "duniawi" dibanding ayahnya
yang taat dan saleh, sehingga disebut lebih menyerupai Umar ibn 'Abd
al-'Aziz. Dan karena itu pula, ia beda dengan ayahnya dalam hal
kebijaksanaannya menghadapi ulama fikih. Sungguhpun ia masih tetap hormat
pada mereka, tetapi campur tangan ulama fikih dalam pemerintahan mulai
dibatasi.60 Dan sebagaimana diketahui, para ulama fikih yang berpengaruh
besar di Andalus pada masa ayahnya Hisyam I, adalah pengikut mazhab
Maliki. Menurut Al-Hakam, setiap Muslim mempunyai hak yang sama
dihadapan Allah, sehingga hasil pemikiran para ulama, tidak mutlak benar
dalam segala hal, sehingga mereka menjadi “perantara” dengan Allah dalam
pengambilan putusan politik, karena kemutlakannya itu. Atau mungkin juga,
karena al-hakam lebih dekat kepada kalangan bukan ulama, bahkan lebih
dekat pada kelompok yang suka pada kemewahan dan pesta pora, maka
kualitas keagamaannya lebih “longgar” dibanding ayahnya yang saleh,
sehingga kebijaksanaan politiknya berbeda jauh dengan para ulama fikih yang
berpola fikir “mazhabi”. Sementara itu dapat terjadi, pandangan ulama fikih
yang tidak jarang berbeda-beda dalam satu hal yang sama, membuat
Al-Hakam lebih condong pada mazhab lain, yang lebih sesuai dengan
pemikirannya, tetapi terhalang oleh Keterikatannya terhadap satu madzhab
saja, yaitu madzhab Maliki. Dalam hal inilah penilaian al-‘Ibadi yang
menyatakan al-Hakam lebih cerdas dari ayahnya, dapat dipahami.61 Sementara
itu para ulama sendiri berpendapat, jika terjadi perbedaan pendapat dalam
60
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 79
61
kalangan umat, maka Negara Islam dan imam kaum Muslimin berhak memilih
salah satu pendapat fikih dan mewajibkannya kepada umat.62
Kebijaksanaan al-Hakam I, terhadap ulama dan para pengikut mazhab
Maliki, menimbulkan kemarahan dan tantangan keras dari pihak mereka dan
orang-orang awam. Nampaknya kemarahan itu, tidak semata-mata karena
peranan para ahli fikih yang menjadi kecil, akan tetapi juga akibat
ke-bijaksanaan al-Hakam yang menggunakan tentara bayaran,untuk membangun
sistem pertahanannya. Bahkan dialah orang yang menggunakan cara ini di
Andalusia, sehingga banyak orang yang mengasingkan diri, dan menambatkan
kuda-kuda perang mereka dipintu rumahnya. Dan yang lebih menarik lagi,
adalah bahwa pasukan inti pertahanan Al-Hakam, terdiri dari orang-orang
Negro dan budak belian, yang sama sekali tidak mengerti bahasa Arab.
Mereka dinamakan sibisu atau al-khars, yang berjumlah sekitar 5.000 orang.63
Sehingga komunikasi mereka dengan rakyat yang berbahasa Arab putus.
Pengawal pribadinya juga tordiri dari bangsa Zanji, yang ‘bisu’, serta dinilai
berhati keras, dan amat membenci orang-orang Arab.64 Hal tersebut amat tidak
menguntungkan bagi keamanan, dan stabilitas politik pemerintahan al-Hakam
di Andalusia. Kebencian penduduk kepada pengawal istana, dan sebaliknya
kebencian pengawal istana terhadap orang-orang Arab, yang menjadi rakyat
dari kepala negara yang dikawalnya itu, dapat merupakan dua kutub yang
saling berjauhan dan saling bertentangan. Kedua belah pihak saling