• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi antarpribadi perawat terhadap pasien skizofrenia dalam proses peningkatan kesadaran di rumah sakit jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunikasi antarpribadi perawat terhadap pasien skizofrenia dalam proses peningkatan kesadaran di rumah sakit jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KESADARAN DI RUMAH SAKIT

JIWA DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Oleh:

DWI ASRIANI NUGRAHA

NIM: 1111051000088

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Peningkatan Kesadaran di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”.

Komunikasi merupakan kebutuhan seluruh makhluk sosial tak terkecuali orang yang sedang mengalami gangguan jiwa, namun pada realitas yang ada mereka seringkali diasingkan oleh keluarga dan lingkungan sekitar, sebenarnya hal tersebutlah yang menjadi salah satu penyebab kondisi psikologisnya semakin tertekan. Terdapat perbedaan kondisi antara komunikator dan komunikan, yang mana komunikator memiliki kesehatan emosional yang stabil sedangkan komunikan memiliki gangguan emosional. Namun hal tersebut justru tidak menyurutkan semangat para perawat untuk dapat menyembuhkan penyakit pasien. Salah satu metode penyembuhan yang digunakan ialah metode interaksi langsung. Kondisi inilah yang membuat penulis tertarik tentang bagaimana jika kita selaku manusia sehat jika dihadapkan dengan mereka yang sedang sakit.

Ada beberapa pertanyaan yang semoga dapat terpecahan ketika penelitian selesai. Adapun pertanyaan yang dimaksud meliputi: bagaimana komunikasi antarpribadi yang dilakukan para perawat terhadap pasien skizofrenia di rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor? dan apa hambatan-hambatan yang ditemui perawat saat berkomunikasi dengan pasien skizofrenia?

Agar penelitian ini dapat terarah dan reliable maka teori yang menjadi acuan penelitian ini ialah teori Penetrasi Sosial teori ini dikembangkan oleh Altman dan Taylor dan teori ini berupaya mengidentifikasi proses peningkatan keterbukaan dan keintiman seseorang dalam menjalani hubungan dengan orang lain yang artinya seseorang mengenal orang lain secara gradual melalui komunikasi yang semakin meningkat.

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan ialah pendekatan penelitian kualitatif, dengan paradigma klasik, jenis metode penelitian field research (studi lapangan) dan menggunakan descriptive qualitatif case study methode. Dan data didapat dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, studi kepustakaan, dan studi rekaman arsip.

Teknik komunikasi antarpribadi yang dilaksanakan oleh perawat ketika menghadapi pasien ditandai dengan jalinan komunikasi yang bersifat nonformal sehingga pasien merasa nyaman akan proses yang sedang dijalani dan proses komunikasi selalu dilaksanakan dalam jarak yang dekat sehingga umpan baliknyapun dapat dilihat secara langsung. Hambatan yang ditemui pasien meliputi halusinasi, keadaan jiwa yang belum stabil, belum terjalinnya rasa percaya pasien terhadap perawat, keengganan pasien untuk berkomunikasi, pembicaraan pasien yang inkoheren, perawat tidak mengerti apa yang diucapkan oleh pasien, dan tingkat kesabaran perawat masih minim.

(6)

ii

“Aku sesuai dengan prasangkaan hambaKu terhadap-Ku dan Aku selalu

bersamanya ketika dia mengingatKu. Apabila dia mengingatKu dalam dirinya,

maka Akupun akan mengingatnya dalam diriKu, apabila dia mengingatKu dalam

suatu jemaah manusia, maka Akupun akan mengingatnya dalam suatu kumpulan

makhluk yang lebih baik dari mereka. Apabila dia mendekatiKu sejengkal, maka

Aku akan mendekatinya sehasta, apabila dia mendekatiKu sehasta, maka Aku

akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia datang kepadaKu dengan berjalan,

maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari. (HR. Muslim)

Segala puja dan puji kepada Zat yang maha dahsyat, Zat yang mengenggam segala unsur duniawi dan ukhrawi, Zat yang meliputi apa yang terfikir dan apa yang tidak terfikir. Maha besar Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya. Shalawat yang bertangkaikan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan agung kita nabi Muhammad SAW yang senantiasa membimbing hambanya dari zaman primitif hingga zaman modern saat ini.

Alhamdulillahirabbal‘alamin, penulis tak henti mengucapkan rasa syukur

kepada Allah atas segala rahmat dan petunjuknya, sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Karena tanpa pertolongan dari yang Maha Agung mustahil karya ini dapat selesai.

(7)

iii

Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan kali ini, peneliti mengucapkan amat banyak terima kasih kepada beberapa pihak, diantaranya:

1. Bapak Dr. Arief Subhan M.A sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

2. Bapak Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam beserta Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, terima kasih atas segala dukungan dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Ibu Kalsum Minangsih selaku Dosen Pembimbing Akademik KPI C 2011 yang telah membantu mengarahkan penulis untuk mengikuti proses kegiatan akademik.

4. Prof. Dr. H.M. Yunan Yusuf. MA, Selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membantu, mengarahkan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosesn Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang sangat bermanfaat bagi penulis.

(8)

iv

7. Segenap pihak Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan wawancara serta banyak membantu dalam penulisan skripsi ini khususnya Ibu Marni selaku pendukung dari DIKLIT, dan kepada seluruh perawat di ruang Yudistira khususnya Bapak Ahmad Rivai, Bapak Mamat Sutedi, Ibu Ernawati, Ibu Siti Rohmah, Ibu Nurmilah, dan Ibu Fujiati yang berkenan memberikan banyak informasi tentang pola komunikasi perawat terhadap pasien skizofrenia. 8. Kepada ayahanda tercinta Juaeni, dan ibunda tersayang Siti Hasanah. Terima

kasih karena selalu memberikan kepercayaan anakmu ini untuk memilih. Hampir setiap nafas yang kau hembuskan hanya untuk berdoa agar semua putra-putrimu kelak bahagia, dan ini persembahan awalku bahwa memenuhi harapanmu adalah tujuan utamaku, semoga pintu rahmah dan rahimnya senantiasa menemani setiap derap langkahmu. Amin.

9. Kakakku tercinta Agung Cahya Nugraha, SE. Terima kasih atas dukungan dan motivasinya yang kerap diberikan kepada penulis.

10. Adikku tercinta Sayyid Fajrin Nugraha. Terima kasih atas dukungan dan doanya yang senantiasa diberikan kepada penulis.

11. Teman-teman seperjuangan KPI angkatan 2011, khususnya KPI C yang saling membantu dan memberikan dukungan agar kita bisa sukses bersama. 12. Kakak-kakak dan kawan-kawan semua di UKM Bahasa-FLAT terima kasih

(9)

v

bersama, terima kasih atas dukungan, motivasi serta doanya, semoga persahabatankitaakantetapterusberlangsungselaludanselamanya.

14. Sahabatku Siti Khafidoh, Faramudita Dwi Iriyani, Siti Roudhotul Fushiah, terima kasih karena telah banyak meramaikan sepinya duniaku. Semoga persahabatan kita tidak berhenti sampai disini. Dan terima kasih pula atas dukungan, motivasi dan doanya hingga akhirnya penulis terpacu untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

15. Sahabat-sahabat KKN KITA Desa Karya Mekar, Kecamatan Cariu, Bogor 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah mendukung serta memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung dan mendoakan kepada peneliti. Semoga Allah SWT semakin memberikan karunianya kepada kita semua. Terima kasih atas segalanya dan mohon maaf atas segala kekhilafan. Semoga skripsi ini dapat selalu bermanfaat bagi pembaca, dan khusunya bagi peneliti. Amin Yaa Robbal Alamiiin.

Jakarta, 19 Juni 2013

(10)

vi

KATA PENGANTAR ... 11

DAFTAR ISI ... VII BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Signifikansi Penelitian ... 9

E. Metodologi Penelitian ... 10

F. Tinjauan Pustaka ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG KOMUNIKASI ANTARPRIBADI, KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN KONSEP SKIZOFRENIA A. Kajian Ilmiah Mengenai Komunikasi Antarpribadi ... 21

1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 21

2. Komponen-Komponen dalam Komunikasi Antarpribadi ... 21

3. Proses Komunikasi Antarpribadi ... 28

4. Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi ... 29

5. Tujuan Komunikasi Antarpribadi ... 31

B. Teori Penetrasi Sosial ... 34

1. Pengertian Penetrasi Sosial ... 34

2. Tahapan Proses Penetrasi Sosial ... 35

C. Komunikasi Terapeutik ... 38

1. Pengertian Komunikasi Terapeutik ... 38

2. Relevansi Komunikasi Terapeutik ... 38

3. Tujuan Komunikasi Terapeutik ... 39

4. Komponen Esensial Komunikasi Terapeutik ... 39

5. Metode-Metode Komunikasi Terapeutik ... 41

6. Teknik Komunikasi Terapeutik ... 45

D. Skizofrenia ... 48

1. Pengertian Skizofrenia ... 46

2. Ciri-Ciri Utama Skizofrenia ... 48

3. Faktor-Faktor Pemicu Skizofrenia ... 50

(11)

vii

A. Profil Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor ... 54

B. Visi, Misi dan Tujuan ... 58

1. Visi ... 57

2. Misi ... 57

3. Tujuan ... 57

C. Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor ... 62

D. Ketenagakerjaan ... 66

E. Grafik Kinerja Pelayanan ... 67

F. Data Riwayat Penyakit Gangguan Jiwa Pasien Tahun 2013-2014 ... 69

1. 10 Besar Diagnosa Rawat Darurat Kasus Psikiatri ... 69

2. 10 Besar Diagnosa Rawat Jalan Kasus Psikiatri ... 72

3. 10 Besar Diagnosa Rawat Inap Kasus Psikiatri ... 76

BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI ANTARA PERAWAT TERHADAP PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR A. Identifikasi Informan ... 80

1. Identifikasi Perawat Kejiwaan Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Marzoeki Mahdi Bogor ... 80

2. Identifikasi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr. H.. Marzoeki Mahdi Bogor ... 84

B. Komunikasi antarpribadi Perawat Terhadap Pasien Skizofrenia di Rumah sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor ... 86

1. Analisis Pengembangan Hubungan antara Perawat terhadap Pasien Skizofrenia ... 87

2. Analisis Komunikasi Terapeutik dalam Pengembangan Hubungan Perawat terhadap Pasien Skizofrenia ... 111

3. Peran Dakwah dalam Peningkatan Kesadaran Pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor ... 117

C. Hambatan-Hambatan Yang Ditemuia Perawat Saat Berkomunikasi dengan Pasien Skizofrenia ... 119

1. Hambatan yang Terdapat Dalam Diri Pasien ... 120

2. Hambatan yang Terdapat Dalam Diri Perawat ... 123

BAB V PENUTUP ... 125

A.Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 126

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Proses komunikasi merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat dipungkiri oleh kita sebagai makhluk sosial. Komunikasi akan semakin efektif jika didasari dengan rasa pengertian, keterbukaan, empati dan kepercayaan antara sesama peserta komunikasi. Dan jika setiap individu memahami betul unsur-unsur yang terkandung didalamnya.

Unsur-unsur yang dimaksud ialah sumber (source), pesan (message), saluran (channel), penerima ( receiver, audience), pengaruh (effect) dan umpan balik (feed back). Dalam proses komunikasi perubahan sikap dalam diri penerima

(receiver) penting adanya karena hal itu sebagai pembuktian bahwa komunikasi

telah berjalan secara efektif meski prosesnya berjalan secara tatap muka atau tidak.

Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.1 Adapun komunikasi ini dapat dilaksanakan antara orang tua dan anak, guru dan murid dan juga hubungan antara perawat dan pasien.

Perawat merupakan seseorang yang memiliki tugas dan amanah untuk dapat merawat pasien yang sedang sakit, baik sakit fisik maupun sakit karena

1

(13)

gangguan emosional/mental. Gangguan emosional/mental meliputi ketidakpuasan dengan karakteristik, kemampuan, dan prestasi diri; hubungan yang tidak efektif atau tidak memuaskan; tidak puas hidup didunia atau koping yang tidak efektif terhadap peristiwa kehidupan dan tidak terjadi pertumbuhan personal.2 Gangguan mental ini juga kerap disebut dengan psikosis dan psikosis ini biasanya di klasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu psikosis organik dan psikosis

fungsional. Psikosis fungsional ialah gangguan mental yang berat dan sangat

melibatkan seluruh kepribadian tanpa ada kerusakan jaringan saraf.

Kategori psikosis fungsional terbagi lagi menjadi tiga kelompok yaitu,

skizofrenia, gangguan Bipolar, dan gangguan-gangguan psikotik lain. Konsep

skizofrenia ini merupakan suatu gangguan mental yang berat dengan ciri-ciri

khasnya adalah tingkah laku aneh (bizar), pikiran-pikiran aneh, dan halusinasi-halusinasi pendengaran dan penglihatan (yakni “mendengar suara-suara atau

melihat hal-hal yang tidak ada”).3

Faktor yang menyebabkan gangguan jiwa berat (Skizofrenia) ialah faktor individual meliputi struktur biologis, ansietas, kekhawatiran dan ketakutan, ketidakharmonisan dalam hidup, kehilangan arti hidup. Dan juga faktor interpersonal seperti komunikasi yang tidak efektif dan lain-lain.4

Melihat kondisi pasien maka timbulah sebuah pertanyaan tentang bagaimana sebenarnya para perawat melakukan pendekatan komunikatif terhadap pasien yang memiliki kondisi emosional yang tidak stabil, psikologis yang tidak kondusif dan pola pikir yang dipenuhi dengan halusinasi agar pasien mau

2

Sheila L. Videbeck, Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Jakarta: Keperawatan: 2008), h. 4.

3

Yustinus Semiun, OFM, Kesehatan Mental 3 (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 20.

4

(14)

mengikuti bujukan perawat. Contohnya, bagaimana cara perawat mengajak pasien

skizofrenia yang tengah sibuk dengan dunianya sendiri agar pasien mau

mengalihkan dunianya dengan berinteraksi dengan orang lain/perawat. Atau bagaimana cara perawat membujuk pasien untuk mengikuti terapi dan menjaga kesehatan pasien seperti mejaga kebersihan diri dan lain-lain.

Kondisi pasien yang memiliki banyak kekurangan ini menyebabkan banyaknya hambatan dan rintangan yang akan dihadapi oleh petugas kesehatan namun tetap saja ia dituntut untuk bisa menghadapi kesulitan tersebut. dan berkat kegigihannya hingga akhirnya ia mampu membuat iklim interaksi yang baik dengan pasien skizofrenia. Sebenarnya yang memiliki kewajiban untuk ikut menyembuhkan pasien skizofrenia tidak hanya pihak rumah sakit saja namun juga masyarakat luas. Karena, penderita penyakit ini juga merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri namun akibat kurangnya informasi tentang penyakit

skizofrenia dan bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien ini menyebabkan

stigma negatif menjamur dalam pikiran masyarakat. Masyarakat menganggap mereka sangat berbahaya, bodoh, aneh, dan tidak bisa disembuhkan, padahal sudah banyak bukti yang berbicara sebaliknya. Pendapat ini juga selaras dengan hadist nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim danAhmad (dari jabir bin Abdullah r.a), sabdanya:

(15)

Artinya: “Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh”.5

Namun stigma tersebut terus saja melekat dalam diri penderita skizofrenia sehingga sulit dihilangkan. Stigma dan diskriminasi terhadap penderita penyakit ini akan membuat penderita semakin merasa terkucilkan dan tidak diperdulikan, bahkan akibatnya banyak sekali penderita skizofrenia dipasung oleh keluarganya sendiri agar penderita tidak membuat kegaduhan. Padahal hal itu justru akan membuat kondisi mental penderita penyakit ini semakin menurun karena mereka juga seorang manusia yang sudah sepantasnya diberi perlakuan yang sama dengan manusia lainnya atau justru seharusnya mereka diberi perlakuan yang spesial agar gangguan mental cepat kembali pulih. Bukan malah dibiarkan berkeliaran di jalan-jalan tanpa perawatan yang khusus. Bahkan kebanyakan individu yakin bahwa penderita penyakit ini perlu diasingkan dari masyarakat dan dikirim ke institusi/rumah sakit jiwa.6

Indonesia memiliki banyak rumah sakit namun tak semua rumah sakit menyediakan tempat penyembuhan penderita gangguan mental. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan industrial suatu masyarakat semakin besar pula stresor psikososialnya, yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu mengatasinya.7 Oleh karena itu berdirinya rumah sakit ini bertujuan agar masalah-masalah dalam masyarakat tersebut dapat terpecahkan dan para penderita gangguan mental dapat

5

Dadang Hawari, Psikiater, Al-qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa (Yogyakarta: Pt. Dana Bhakti Prima Yasa, 1995), h. 13.

6Sheila L. Videbeck, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, h. 348. 7

(16)

disembuhkan. Inilah beberapa contoh dari lembaga rumah sakit jiwa yang ada di mayarakat:

1. RSJ Soeharto Herdjan, Grogol. Rumah sakit ini beralamatkan di Jl. Prof. Dr. Latumenten 1 dan memiliki visi untuk menjadi pusat unggulan kesehatan jiwa perkotaan dan memiliki misi:

a. Melaksanakan pelayanan jiwa sesuai pedoman pelayanan rumah sakit tipe A.

b. Melaksanakan pendidikan kesehatan jiwa sesuai dengan pedoman rumah sakit pendidikan.

c. Melaksanakan penelitian kesehatan jiwa sesuai pedoman bioetika kedokteran.

2. Sanatorium Dharmawangsa, rumah sakit ini beralamatkan di Jl. Dharmawangsa Raya No. 13 Blok P II Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12610, Indonesia. Adapun visi yang dimiliki yaitu:

a. Menyelenggarakan fasilitas/pelayanan dalam atmosfir saling menghormati dan semangat inovatif progresif untuk penanggulangan stress, depresi, skizofrenia dan gangguan zat.

b. Memberikan kontribusi ilmiah melalui peningkatan cara-cara pelayanan kepada pasien dan masyarakat luas.

(17)

3. RSJ Marzuki Mahdi Bogor, rumah sakit ini beralamatkan di Jl. Dr. Sumeru No. 114, Bogor. Adapun visi yang dimiliki ialah ingin menjadikan rumah sakit ini sebagai Rumah sakit jiwa rujukan nasional dengan unggulan layanan rehabilitasi psikososial pada tahun 2019, Sedangkan misi yang dimiliki yaitu: a. Mewujudkan layanan kesehatan jiwa dengan unggulan rehabilitasi

psikososial

b. Meningkatkan penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan riset unggulan dalam bidang kesehatan jiwa

c. Meningkatkan peran strategis dalam program kesehatan jiwa nasional: bebas pasung, pengampunan/pembinaan layanan kesehatan jiwa di layanan primer dan rumah sakit umum.

d. Meningkatkan kolaborasi dan pemberdayaan stakeholder.

e. Meningkatkan komitmen dan kinerja pegawai untuk mencapai kesejahteraan.

4. RSJ Menur Surabaya, alamat dari rumah sakit ini ialah di jalan Menur No. 120, Menur Prumpung, Sukolali Surabaya, Jawa Timur. Adapun visi yang dimiliki ialah memberikan pelayanan kesehatan jiwa secara optimal dan profesional. Dan misi yang dimiliki yaitu:

a. Memberikan pelayanan kesehatan jiwa dibidang promotif, preventif, rehabilitatif bagi masyarakat.

b. Memberikan pelayanan kesehatan jiwa sub spesialistik seiring dengan kemajuan IPTEK.

(18)

d. Mengembangkan dan menyempurnakan pendidikana, pelatihan di bidang administrasi rumah sakit.

e. Mengembangkan budaya organisasi yang mengutamakan pemeliharaan perbaikan mutu secara terus menerus.

Akibat visi dan misi yang berbeda di setiap rumah sakit yang ada menyebabkan proses implementasi penyembuhan pasien sangat beragam. Berdasarkan asumsi yang ada semakin lama instansi tersebut berdiri maka semakin banyak pengalaman dan pelajaran yang diambil. Sehingga telah banyak proses perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh instansi mapan tersebut.

Melihat dari pengalaman yang telah dilalui beberapa contoh rumah sakit di atas maka rumah sakit jiwa Marzuki Mahdi Bogor telah memenuhi kualifikasi yang ada sebagai rumah sakit jiwa terbesar setelah rumah sakit Lawang di Jawa Timur dan juga merupakan rumah sakit jiwa pertama di Indonesia.

Rumah sakit jiwa Marzuki Mahdi Bogor merupakan rumah sakit pertama yang didirikan pada masa Hindia Belanda pada tanggal 1 Juli 1882, proses perbaikan kualitas pelayanan terus dilakukan oleh rumah sakit ini. sebagai contoh kini RSJ Marzuki Mahdi Bogor bukan hanya ada pelayanan kesehatan gangguan jiwa saja namun juga ada perawatan bagi seorang pecandu narkoba, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA).8

Dari permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk menuangkan permasalahan ini ke dalam sebuah skripsi yang berjudul Komunikasi Antarpribadi Perawat terhadap Pasien Skizofrenia dalam Proses Peningkatan

8

(19)

Kesadaran di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Dalam Meningkatkan Kesadaran”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Upaya peneliti agar proses dan hasil penelitian dapat dipahami secara komprehensif maka penelitian ini dibatasi pada pokok permasalahan tentang komunikasi antarpribadi perawat terhadap pasien Skizofrenia tipe hebefrenik dan tipe paranoid isolasi sosial (ISOS) di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor pada bulan Februari-Maret 2015.

2. Perumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang masalah peneliti tertarik untuk mengambil garis merah dari sebuah permasalahan yang terjadi, sebagai berikut:

a. Bagaimana komunikasi antarpribadi yang dilakukan para perawat terhadap pasien penderita Skizofrenia di rumah sakit jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor?”

b. Apa hambatan-hambatan yang ditemui perawat saat berkomunikasi dengan pasien skizofrenia?

C. Tujuan Penelitian

(20)

D. Signifikansi Penelitian

Adapun signifikansi penelitian ini untuk: 1. Manfaat Akademis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dan dokumentasi serta dapat turut serta mengembangkan bidang ilmu komunikasi. Selain itu, diharapkan juga dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti lainnya yang hendak melakukan penelitian di bidang yang sama, serta dapat pula dijadikan buku pegangan bagi masyarakat yang memiliki permasalahan yang serupa dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.

2. Manfaat Praktis

Setelah penelitian ini selesai dan akhirnya didapatkan sebuah penemuan tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien skizofrenia yang baik, maka peneliti mengharapkan agar seluruh masyarakat dapat menerapkan cara-cara tersebut jika memang terdapat sanak saudara atau masyarakat sekitar yang mengalami gangguan jiwa jenis ini, sehingga baik perawat maupun masyarakat umum dapat memperlakukan penderita skizofrenia dengan santun dan baik.

E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian ialah sebagai “basic belief system or world view that guides the investigator, not only in choices of methode but in

ontologically and epistemololically fundamental ways” yang artinya bahwa

(21)

membimbing peneliti, tidak hanya dalam pemilihan metode, tetapi juga cara-cara fundamental yang bersifat ontologis dan epistemologis.9

Adapun paradigma yang digunakan dalam penelitian ini ialah paradigma klasik. Paradigma ini bersifat objektif dimana data hasil pengamatan sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan. Jadi, hasil penelitian hanya tinggal dideskripsikan se-natural mungkin sesuai dengan realitas yang ada.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan kualitatif menurut Creswell didalam bukunya bahwa “Qualitatif research is an inquiry process of understanding based on distinct

methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem.

The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, reports

detailed views of informant, and conduct the study in a natural setting.10

Yang artinya Penelitian kualitatif adalah proses penyelidikan pemahaman berdasarkan tradisi metodologi penyelidikan yang berbeda yaitu dengan mengeksplorasi masalah sosial atau manusia. Peneliti membangun kompleks, menggambarkan secara holistik (menyeluruh), menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan informan secara detail, dan melakukan penelitian dengan pengaturan yang alami atau sesuai dengan kondisi lapangan yang ada.

Instrumen dalam penelitian ialah hasil wawancara, angket dan juga observasi dimana saat itu peneliti akan mengumpulkan informasi, foto-foto lalu setelah data tersebut terkumpul maka akan di analisa sesuai dengan sudut

9

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 26.

10

(22)

pandang dari objek penelitian dan menggambarkan proses tersebut secara ekspresif dan menarik.

Alasan mengapa peneliti menggunakan pendekatan ini karena hasil penelitian ingin diketahui secara menyeluruh, mendalam, faktual, sistematis, dan akurat agar tujuan dapat tercapai dan rumusan masalah dapat terpecahkan.

3. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ialah jenis penelitian lapangan (field

research). Dan peneliti berupaya untuk menggunakan descriptive qualitatif

case study methode. Adapun kasus yang diangkat ialah satu kasus saja (single

case). Metode ini dinilai cocok karena dapat dilihat dari rumusan masalah

yang telah disusun yang mengangkat unsur bagaimana sebuah kasus itu terjadi di dunia sosial. Dan juga meski masalah utama ialah mengenai gangguan jiwa pasien skizofrenia namun yang menjadi fokus penelitian ialah orang-orang yang ada di sekitar pasien tersebut seperti para perawat.

Study kasus lebih dikehendaki untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bila peristiwa yang bersangkutan tak dapat dimanipulasi. Kekuatan yang unik dalam study kasus adalah kemampuannya untuk berhubungan sepenuhnya dengan berbagai jenis bukti-dokumentasi, peralatan, wawancara, dan observasi. Lebih dari itu, dalam beberapa situasi seperti observasi partisipan, manipulasi informal juga dapat terjadi.11

11

(23)

4. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian

Adapun subjek penelitian dalam skripsi ialah perawat dan pasien penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. b.Objek Penelitian

Objek penelitian ini ialah cara berkomunikasi perawat terhadap pasien penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

5. Tempat dan Waktu Penelitian

Terkait dengan subjek penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor adapun waktu penelitian terhitung mulai tanggal 13 Februari 2015 hingga tanggal 30 Mei 2015.

6. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data ini ialah dengan menggunakan beberapa teknik yaitu: a. Studi Kepustakaan/dokumentasi

(24)

bersangkutan.12Teknik ini berguna saat peneliti ingin meneliti tentang berkas-berkas yang berkaitan tentang lembaga penelitian seperti, berkas jadwal kapan saat-saat perawat diperkenankan untuk menemui pasien, lalu petunjuk-petunjuk pelaksaan dan teknis apa saja yang harus dipatuhi oleh perawat ketika menghadapi pasien rawat inap, dan juga mengenai informasi sejarah lembaga terkait.

Selain keteranga diatas teknik dokumentasi ini juga dapat berupa kajian literatur seperti mengkaji beberapa jurnal, artikel ataupun buku yang memiliki tema yang sama dengan objek penelitian sehingga hasil penelitian tidak hanya dapat dibuktikan secara praktis saja namun juga dapat dibuktikan secara akademis.

b.Rekaman Arsip

Rekaman arsip merupakan teknik pengumpulan data yang lebih spesifik bisa merupakan hal-hal yang dibawah ini:

1) Rekaman layanan, contohnya berapa jumlah klien/pasien jiwa yang telah dilayani selama kurun waktu tertentu.

2) Rekaman keroganisasian, seperti bagan struktur keorganisasian dalam periode tertentu, dan ada berapa perawat yang dipekerjakan untuk menghadapi pasien gangguan jiwa dalam kurun waktu tertentu.

3) Peta dan bagan karakteristik geografis suatu tempat;

4) Rekaman pribadi, buku catatan harian, kalender, dan daftar no tlp.

12

(25)

c. Wawancara

Wawancara ialah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.13

Metode ini digunakan untuk menganalisis data agar data atau informasi yang didapatkan dapat sebanyak mungkin dan sejelas mungkin. Tipe wawancara yang akan digunakan ialah tipe wawancara yang tidak terstruktur agar sesi tanya jawab lebih bersifat luwes dan terbuka. Peneliti akan langsung mewawancarai para perawat pasien di rumah sakit Marzuki Mahdi.

Adapun informan yang akan di wawancarai ialah: 1) Ahmad Riva’I, Amd Kep

2) Mamat Sutedi, Amd Kep 3) Nurmilah, Amd Kep 4) Siti Rohmah Amd, Kep 5) Ernawati, Amd Kep 6) Fujiati, Amd Kep d. Dokumenter

Teknik ini merupakan teknik dengan mengambil foto-foto saat wawancara berlangsung dan juga saat peneliti melakukan observasi. Adapun dokumentasi berfungsi sebagai bukti yang dapat menegaskan narasi yang tertulis di skripsi ini.

13

(26)

e. Observasi

Istilah observasi berasal dari bahasa latin yang berarti melihat dan memerhatikan. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memerhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antaraspek dalam fenomena tersebut.

Adapun menfaat dari observasi/mengamati ialah:

1) Pengamatan merupakan proses dimana seorang peneliti mengalami langsung, dan proses ini merupakan alat yang ampuh untuk melihat sebuah realitas.

2) Dengan mengamati, dimungkinkan melihat dan mengamati langsung kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi di lapangan.

3) Pengamatan juga memungkinkan peneliti mencatat peristiwa yang sesuai dengan pengetahuanyang relevan atau yang berdasarkan dengan data.

4) Data yang diperoleh dari teknik lain dikhawatirkan adanya bias oleh karena itu proses observasi akan mereduksi sisi kebiasan tersebut.14 Seorang peneliti juga harus memperhatikan beberapa unsur penting, yaitu:

1) Ruang dan tempat, setiap gejala (benda, peristiwa, orang dan hewan)

keseluruhan akan sebuah gejala yang ada dalam ruang observasi yang akan mencipatakan suasana tertentu patut diperhatikan oleh peneliti.

14

(27)

2) Pelaku, pengamatan ini mencakup ciri-ciri pasien tertentu sehingga bisa diketegorisasikan, dan ciri-ciri ini akan mempengaruhi bagaimana perawat tersebut menghadapi pasien yang memiliki ciri-ciri tertentu.

3) Benda-benda atau alat-alat, semua benda dan alat yang berada

dalam ruangan yang digunakan oleh subjek penelitian haruslah diamati dan dicatat oleh peneliti.

4) Kegiatan, dalam hal ini peneliti juga harus mengamati kegiatan apa

saja atau tahap-tahap komunikasi apa saja yang dilakukan oleh perawat ketika berhadapan dengan pasien hingga akhirnya terciptanya proses komunikasi yang kondusif dan timbulkan keintiman diantara keduanya.

5) Waktu, peneliti harus mengamati waktu saat kapan proses dilakukan

dan harus juga mengamati kapan waktu proses interaksi berkembang atau bahkan menurun.

6) Peristiwa, jika terjadi suatu peristiwa diluar dari rutinitas yang ada

maka seorang peneliti harus peka untuk mengamati secara seksama dan tidak lupa pula untuk mencatat.

7) Tujuan, semua tujuan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh

subjek penelitian dan dapat dilihat dari ekspresi muka dan gerak tubuh, atau ucapan dan gesture.

8) Perasaan, setiap subjek peneliti pasti menunjukan apa yang

(28)

saat proses observasi berlangsung seperti mengamati, ucapan, gesture, ekspresi muka dan gerakan tubuh.15

Adapun tipe observasi yang akan digunakan oleh peneliti ialah tipe observasi berperan serta/terlibat, yaitu studi yang disengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan, dimana pengamat atau peneliti terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari dari subjek atau kelompok yang diteliti.16Adapun menurut penadapat Spindler pedoman umum yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pengamatan perperan serta ialah sebagai berikut:

1) Pengamatan yang dilakukan harusah kontekstual atau sesuai dengan realitas yang ada.

2) Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus muncul sesuai dengan apa yang diamati di lapangan baik dari setting tempat maupun proses yang terjadi di lapangan.

3) Pengamatan membutuhkan waktu yang lama karena harus berulang-ulang agar mendapat data yang objektif dan detail.

4) Mengumpulkan pandangan dari lingkungan sekitar.17 7. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses pencarian dan pengaturan secara sistematik hasil wawancara, catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang dikumpulkan dan memungkinkan meyajikan apa yang ditemukan.18

15

Imam Gunawan,Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h. 149-150.

16

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, h.153.

17

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, h. 154.

18

(29)

Setelah data terkumpul maka data akan diolah dengan cara di reduksi terlebih dahulu data-data yang relevan agar sinkron dengan tujuan penelitian dan data yang didapat dilapangan yang masih dikatakan data mentah diringkas, kemudian disusun secara sistematis lalu ditonjolkan berdasarkan pokok-pokok yang penting sehingga data lebih mudah dikendalikan. Setelah data dirangking maka data dianalisis atau diolah dengan wujud kata-kata kedalam tulisan yang lebih luas dan mudah difahami dan bukan hanya itu data juga diolah berdasarkan teori-teori komunikasi antarpribadi.

F.Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan proposal skripsi ini penulis belajar dari beberapa proposal yang telah ada sebelumnya agar hasil tulisan lebih sistematis karena pembahasan skripsi terdahulu memiliki grand pemikiran yang sama, yaitu:

1. Komunikasi Interpersonal Antara Perawat dan Pasien (Studi Deskriptif Kualitatif Aktivitas Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Terhadap Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta) oleh Abraham Wahyu Nugroho. Dalam skripsi ini peneliti ingin mengetahui tentang bagaimana realisasi aktivitas komunikasi terapeutik antara perawat sebagai komunikator dan pasien yang memiliki penyakit non psikiatri sebagai komunikan dan untuk menguji apakah teknik komunikasi terapeutik tepat digunakan atau tidak untuk penyembuhan pasien.19

2. Pola Komunikasi Dokter Terhadap Pasien Dalam Proses Penyembuhan Di Klinik Makmur Jaya oleh Putri Rachmania. Dalam skripsi ini peneliti ingin

19

(30)

mengetahui pola komunikasi yang seperti apa yang digunakan oleh seorang dokter non psikiatri terhadap pasien non psikiatri agar pesan kesehatan yang lebih banyak menggunakan istilah asing bisa tersampaikan dengan baik kepada pasien sehingga problem kesehatan pasien dapat terpecahkan dengan baik.20

3. Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien Gangguan Jiwa (Studi Kasus di Yayasan Dian Atma Jaya Lawang Kabupaten Lawang) oleh Muhammad Salahuddin. Dalam skripsi ini peneliti ingin meneliti tentang bagaimana peran keluarga untuk ikut serta mempertahankan ataupun menyembuhkan pasien gangguan jiwa hal ini dilatar belakangin oleh banyaknya pasien yang setelah kembali dipulangkan dari rumah sakit ke rumah tinggal, penyakit kejiwaannya kambuh karena banyak keluarganya yang menolak kehadiran pasien tersebut dan faktor penolakan inilah yang membuat pasien kembali terpuruk dan akhirnya jiwanya terguncang kembali.21

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis ialah mengenai “Pola

Komunikasi Perawat terhadap Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Marzuki Mahdi Bogor” yang menitik beratkan pada bagaimana sebenarnya pola

komunikasi yang digunakan oleh perawat terhadap pasien psikiatri agar pesan kesehatan tersampaikan dengan baik dan kesadaran pasien gangguan jiwapun kembali pulih berkat adanya interaksi yang baik antara perawat dan pasien.

20

Putri Rachmania, Pola Komunikasi Dokter Terhadap Pasien Dalam Proses Penyembuhan Di Klinik Makmur Jaya (Jakarta: FIDKOM UIN JAKARTA, 2011)

21

(31)

G. Sistematika Penulisan

Tekhnik dari penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertai) yang telah di susun oleh tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta press, 2011.

Bab I yaitu Pendahuluan merupakan penjelasan dari latar belakang masalah penelitian skripsi ini. Didalamnya juga dijelaskan batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan sistematika penelitian.

Bab II berisi tentang Kajian Teori yang menguraikan tentang polakomunikasi perawat terhadap pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa Marzuki Mahdi Bogor dalam proses penyembuhan.

Bab III membahas tentang profil dan gambaran umum Rumah Sakit Jiwa Marzuki Mahdi Bogor.

Bab IV Pembahasan dan Analisis Data. Pada bab ini terdiri pembahasan tentang analisis pola komunikasi antara perawat dan pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa marzuki mahdi Bogor dalam proses penyembuhan.

(32)

21

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN KONSEP SKIZOFRENIA A.Kajian Ilmiah Mengenai Komunikasi Antarpribadi

1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Menurut Joseph A. Devito yang telah dikutip oleh Effendy dari bukunya “The Interpersonal Communicaton Book”. Bahwa komunikasi antarpribadi ialah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.1Pendapat senada juga dikemukakan oleh Deddy Mulyana bahwa komunikasi antarpribadi ialah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.2Maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan proses transaksi pesan dari komunikator kepada komunikan yang dilakukan secara berhadap-hadapan, sehingga komunikator dapat langsung menangkap reaksi dari komunikannya baik reaksi tersebut berbentuk verbal maupun nonverbal.

2. Komponen-Komponen dalam Komunikasi Antarpribadi

Ada beberapa komponen dalam proses komunikasi, yaitu: sumber/komunikator, proses encoding, pesan/informasi, media, komunikan, proses decoding, umpan balik/feed back, dampak, dan gangguan (noise).

1

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 60.

2

(33)

Beberapa komponen tersebut memiliki keterikatan antara satu sama lain. Adapun penjelasan mengenai komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sumber/komunikator, yaitu orang atau sekelompok orang yang sengaja dan bertujuan untuk berkomunikasi. Mereka inilah yang berinisiatif untuk berkomunikasi. Beberapa model komunikasi, menyamakan sumber ini dengan encoder, pengirim, sumber informasi, atau komunikator. 3 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikator merupakan individu yang menciptakan, memformulasikan, dan menyampaikan pesan.

Ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh komunikator agar proses komunikasi dapat berjalan efektif. Pertama, komunikator diharapkan memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikasinya. Kedua, memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik. Ketiga,mempunyai pengetahuan yang luas. Keempat, memiliki sikap yang baik. Kelima, memiliki daya tarik atau memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap/menambah pengetahuan pada diri sendiri.4

a. Encoding, merupakan aktifitas internal pada komunikator dalam

menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan simbol nonverbal, yang disusun berdasarkan aturan tata bahasa,

3

Djuara P. Lubis, Siti Suguah Megniesyah, Ninuk Purnaningsih, Sutisna Riyanto, Yatri I. Kusumastuti, Hadiyanto, Amiruddin Shaleh, Sumardjo, Sarwiti S. Agung, Siti Amanah, dan Anna Fatchiya, Dasar-Dasar Komunikasi (Bogor: Sains KPM IPB Press, 2008), h. 7

4

(34)

serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan. kegiatan ini merupakan tindakan memformulasikan isi fikiran kedalam simbol.5 b. Pesan adalah suatu informasi yang akan dikirim kepada si penerima

dan juga merupakan buah dari ide dan perasaan pengirim.6 Pesan terbagi kedalam dua jenis yaitu pesan verbal dan pesan nonverbal. Suara, mimik, dan gerak-gerik lazim digolongkan dalam pesan nonverbal, sedangkan bahasa lisan dan bahasa tulisan dikelompokkan dalam pesan verbal.7 Penulis dapat memahami bahwa jika pesan merupakan buah dari ide dan perasaan, maka komunikator yang baik ialah komunikator yang selalu berfikir ataupun menimbang-nimbang terlebih dahulu isi pesan yang akan ia sampaikan sehingga apapun yang ia sampaikan selalu sinkron dengan kondisi komunikan. Karena, bagaimanapun juga proses komunikasi selalu memiliki tujuan akhir yaitu merubah perilaku ataupun pendapat seseorang akan suatu hal.

Pesan yang disampaikan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:

1) Umum

Berisikan hal-hal umum dan mudah dipahami oleh komunikan/audience, bukan soal-soal yang hanya dipahami oleh seseorang atau kelompok tertentu.

2) Jelas dan gamblang

Pesan yang disampaikan tidak samar-samar. Jika menggunakan perumpamaan diusahakan contohnya senyata mungkin, agar tidak ditafsirkan menyimpang dari yang dikehendaki.

3) Bahasa yang jelas

5

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, h. 7.

6

Arni Muhammad, komunikasi Organisasi (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 17.

7

(35)

Sejauh mungkin menggunakan bahasa yang tidak mudah dipahami oleh pendengar atau penerima. Sangat dianjurkan menggunakan bahasa yang jelas dan sederhana yang cocok dengan daerah dan kondisi komunikan.

4) Positif

Secara kodrati manusia tak ingin mendengarkan dan melihat hal-hal yang tidak menyenangkan dari dirinya. Oleh karena itu, setiap pesan agar diusahakan bermakna positif.

5) Seimbang

Pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dirumuskan sesuai dengan kemampuan komunikan untuk menafsirkan pesan tersebut.

6) Penyesuaian dengan keinginan komunikan

Seorang komunikan selalu mempunyai keinginan tertentu. Untuk itu komunikator haruslah mengenal situasi dan kondisi sasaran/komunikan.8

Dan pesanpun harus bersifat: Informatif, persuasif, dan koersif. 1) Informatif

Komunikator memberikan beberapa keterangan dimana setelah itu komunikanlah yang akan mengambil kesimpulan sendiri. 2) Persuasif

Bujukan, yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan rupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan. Tetapi perubahan yang terjadi merupakan kehendak sendiri, misalkan proses lobbying.

3) Koersif

Pesan yang disampaikan bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi, seperti agitasi dengan penekanan yang menumbuhkan tekanan batin dan ketakutan.Pesan yang mengandung unsur koersi berbentuk perintah, instruksi untuk penyampaian akan suatu target.9

Dari tiga kutipan diatas, penulis dapat memahami bahwa bentuk pesan yang disampaikan dapat disesuaikan dengan kondisi dan tujuan dari komunikasi itu sendiri. Jika tujuan dari komunikasi tersebut hanya ingin memberikan informasi layaknya tayangan-tayangan di media massa yang secara masif disampaikan kepada

8

Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 15-16.

9

(36)

khalayak, maka pesan yang disampaikan cenderung bersifat informatif. Akan tetapi, jika proses komunikasi bertujuan untuk merubah sisi psikomotorik seseorang maka yang digunakan ialah bentuk komunikasi persuasif, misalnya: proses penjualan suatu produk, pada saat itu yang diinginkan oleh penjual bukan hanya konsumen tahu akan informasi produk tetapi juga konsumen diharapkan ikut membeli produk yang ditawarkan. Lain halnya dengan pesan bersifat koersif, jika pesan bersifat informatif dan persuasif lebih halus penyampaiannya maka pesan koersif ini lebih mengandung unsur ancaman atau perintah. Misalnya: ketika terdapat penjahat baru di kantor polisi tidak jujur akan apa yang telah ia lakukan, maka pak Polisi akan memberikan pesan ancaman kepada pelaku kriminal tersebut.

c. Saluran/media, saluran komunikasi lebih identik pada proses berjalannya pesan sedangkan media komunikasi lebih identik dengan alat (benda) untuk menyampaikan. Media juga berfungsi sebagai perantara yang sengaja dipilih komunikator untuk mengantarkan pesannya agar sampai ke komunikan. contoh, HP.10 d. Penerima/komunikan adalah orang atau sekelompok orang yang

pada sisi lain komunikasi. Ia atau mereka adalah sasaran komunikasi. Penerima mendengar ketika sumber berbicara, atau membaca apa yang ditulis oleh sumber.11

10

Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 62.

11

(37)

e. Decoding, merupakan aktifitas internal dalam diri penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa kata-kata dan simbol yang harus dirubah

kedalam pengalaman-pengalaman yang mengandung makna.12 f. Umpan Balik (feed back),merupakan tanggapan, umpan balik,

jawaban atau respon komunikan kepada komunikator, bahwa komunikasinya dapat diterima dan berjalan.13

g. Dampak atau hasil, yakni respon penerima terhadap pesan yang disampaikan oleh sumber.14 Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya yaitu dampak kognitif, afektif dan psikomotorik.

1) Dampak kognitif

Berkat komunikasi, seseorang menjadi tahu tentang sesuatu.Berarti, komunikasi berfungsi untuk memberikan informasi.15

2) Dampak afektif

Komunikasi sudah membuat hati dan perasaan komunikan tergerak sehingga sudah timbul perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah, dan sebagainya.16

3) Dampak behavioral/psikomotorik

12

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, h. 8.

13

Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 46

14

Lubis, Megniesyah, Purnaningsih, Riyanto, Kusumastuti, Hadiyanto, Shaleh, Sumardjo, Agung, Amanah, dan Fatchiya, Dasar-Dasar Komunikasi, h. 8.

15

Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi,h. 65.

16

(38)

Dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk tindakan atau perilaku. Kini komunikan sudah benar-benar mau melakukan apa yang komunikator bicarakan.17

h. Gangguan (noise), terdapat dua jenis gangguan yang akan membuat proses komunikasi tidak berjalan dengan baik yaitu gangguan mekanik dan juga gangguan semantik.

1) Gangguan Mekanik (mechanical channel noise)

Gangguan mekanik ialah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. Seperti bunyi mengaung pada pengeras suara atau riuh hadirin atau bunyi kendaraan lewat ketika seseorang berpidato dalam suatu pertemuan.18

2) Gangguan Semantik (semantic noise)

Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Karena makna dari semantik itu sendiri ialah pengetahuan mengenai pengertian kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata.19

Secara umum proses komunikasi dilaksanakan oleh tiga unsur saja yaitu komunikator, pesan dan komunikan. Akan tetapi, pada praktiknya proses ini didukung juga oleh usur-unsur yang lain, seperti media/saluran,

feed back dan unsur yang lainnya.

17

Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 2

18

Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 46.

19

(39)

3. Proses komunikasi antarpribadi

Proses komunikasi adalah langkah-langkah yang selalu dilakukan oleh seseorang saat berkomunikasi, adapun langkah-langkah yang dimaksud ialah:

Ilustrasi proses komunikasi antarpribadi.20

Dari ilustrasi diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa ketika seseorang hendak berkomunikasi, maka ada beberapa tahap yang harus dilewati, yaitu: pertama, tahap timbulnya sebuah keinginan komunikator untuk berbagi informasi kepada orang lain. Kedua, tahap dimana kemampuan internal diri komunikator mulai melaksanakan proses encoding atau proses memformulasikan isi pikiran ataupun gagasan ke dalam simbol agar dapat dengan mudah dipahami oleh komunikan. Ketiga, tahap dimana komunikator menyampaikan pesannya kepada komunikan. Keempat, tahap dimana komunikan menerima pesan melalui mata dan telinganya (pancaindera). Kelima, merupakan tahap tentang proses komunikan mencerna pesan tersebut menjadi sebuah informasi, proses pembentukan informasi ini kerap disebut dengan decoding. Keenam, setelah informasi tersebut sudah sepenuhnya difahami oleh komunikan maka tahap terakhir adalah tahap dimana komunikan memberikan respon/feed back kepada komunikator.

20

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, h. 11

(40)

4. Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi merupakan jenis komunikasi yang berlangsung dengan frekuensi pertemuan yang relatif tinggi. Adapun ciri dari komunikasi ini ialah arus pesan dua arah, suasana nonformal, umpan balik segera, peserta komunikasi memiliki jarak yang dekat, dan proses komunikasi dilakukan secara simultan.

a. Komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka maka setiap yang terlibat sama-sama mengirim dan menerima pesan.21 b. Arus pesan dua arah, proses komunikasi dilaksanakan dengan cara

egaliter atau adanya kesetaraan antara komunikator dan komunikan sehingga memicu terjadinya pola penyebaran pesan mengikuti arus dua arah.22Atau bisa disebut juga bersifat transaksional, sehingga dapat dilihat dari kenyataannya bahwa komunikasi bergerak dinamis.23 Penulis memahami maksud dari dinamis ini ialah dimana terjadi pertukaran pesan secara timbal balik dan berkelanjutan sehingga iklim komunikasi lebih bersifat santai dan terbuka dan komunikator dan komunikan dapat berganti peran secara cepat.

c. Close proximity, artinya setiap orang yang terlibat dalam komunikasi

antarpribadi secara fisik akan berdekatan satu sama lain sehingga memungkinkan pembicaraan yang bersifat pribadi dan rahasia. Kedekatan ini sekaligus menunjukkan derajat hubungan antara dua

21

Lubis, Megniesyah, Purnaningsih, Riyanto, Kusumastuti, Hadiyanto, Shaleh, Sumardjo, Agung, Amanah, dan Fatchiya, Dasar-Dasar Komunikasi, h. 247.

22

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal h. 16.

23

(41)

belah pihak. 24 Penulis dapat memahami bahwa dalam metode komunikasi ini komunikan dan komunikator dituntut untuk memiliki kedekatan ketika berkomunikasi, baik dekat jarak maupun dekat psikologis.

d. Suasana nonformal, 25 maksudnya adalah dikarenakan proses komunikasi ini dilaksanakan secara egaliter ataupun sejajar maka proses komunikasi bersifat santai, tidak kaku dan tidak terpaku dengan jabatan lawan bicara karena dalam komunikasi ini pendekatan secara personal lebih diutamakan.

e. Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri sendiri (self), artinya segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain berangkat dari dalam diri.26

f. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun non verbal, dalam metode komunikasi ini kedua belah pihak saling meyakinkan dengan mengoptimalkan pesan verbal dan kemampuan berkomunikasi.27 g. Umpan balik segera, komunikator langsung mendapatkan dan

mengetahui respon dari lawan bicara meski respon tersebut negatif, positif maupun netral. Contoh dari respon verbal yaitu dengan adanya kata-kata setuju/tidak setuju. Sementara respon non verbal ialah dengan adanya anggukan kepala, dan lain sebagainya.28

24

Lubis, Megniesyah, Purnaningsih, Riyanto, Kusumastuti, Hadiyanto, Shaleh, Sumardjo, Agung, Amanah, dan Fatchiya, Dasar-Dasar Komunikasi, h. 247

25

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, h. 16.

26

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, h.16

27

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, h. 16.

28

(42)

h. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang, 29artinya ketika seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu kepada orang lain, maka ucapan itu sudah tidak dapat diubah atau diulang.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi antarpribadi merupakan proses komunikasi yang cepat dan kaya akan spontanitas, serta kesalahpahaman dapat dihindari karena prosesnya dilakukan dengan cara tatap muka sehingga sekecil apapun kesalahan dalam berkomunikasi dapat langsung diklarifikasi, dan dalam metode ini kedua belah pihak dapat sama-sama aktif untuk menyampaikan gagasannya.

5. Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi merupakan suatu action oriented atau suatu kegiatan yang dilakukan untuk tujuan tertentu, adapun tujuan tersebut ialah: a. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain

Maksudnya dalam tujuan ini proses yang dilakukan ialah dengan cara menyapa, tersenyum, melambaikan tangan, membungkukkan badan, menanyakan kabar kesehatan partner komunikasi dan lain-lain.30 b. Mengenal diri sendiri dan orang lain

Melalui komunikasi antarpribadi kita belajar bagaimana dan sejauhmana kita harus membuka diri pada orang lain. Selain itu, komunikasi antarpribadi juga akan membuat kita mengetahui nilai,sikap dan perilaku orang lain. Kita dapat menaggapi dan memprediksi

29

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, h. 16.

30

(43)

tindakan orang lain.31 Penulis dapat memahami bahwa tujuan ini akan tercapai jika peserta komunikasi memperhatikan dan mencoba memahami atau peduli terhadap apa yang terjadi dilingkungan sekitar. c. Menemukan dunia luar

Dengan berkomunikasi maka kita akan mendapatkan wawasan baru baik wawasan tersebut bersumber dari dunia internal ataupun eksternal kita.32Berdasarkan poin diatas penulis memahami bahwa dalam komunikasi antarpribadi kita diajarkan agar dapat menjadi individu yang peduli dan terbuka terhadap orang-orang yang ada disekitar kita karena berkat mereka kita bisa mendapatkan wawasan dan pengalaman yang baru.

d. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna

Kita menggunakan banyak waktu berkomunikasi antarpribadi yang bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan membantu mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri.33

e. Mempengaruhi sikap dan prilaku

Proses komunikasi ini dikatakan efektif jika komunikan mengikuti apa yang diharapkan oleh komunikator sehingga proses ini dilakukan agar dapat memberitahu, mengubah pendapat ataupun sikap baik secara langsung maupun tidak langsung.34

31

Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori & Praktek (Jakarta: Graha Ilmu: 2009), h. 78

32

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, h. 20

33

Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori & Praktek, h. 79

34

(44)

f. Bermain dan mencari hiburan

Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan seringkali tujuan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan, karena bisa memberi suasana yang lepas.35

g. Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi

Komunikasi interpersonal ini dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat kesalahfahaman karena dalam proses komunikasi ini pendekatan yang dilakukan ialah pendekatan secara langsung.36

h. Memberikan bantuan atau konseling

Psikiater, psikolog klinik dan ahli terapi adalah contoh profesi yang mempunyai fungsi menolong orang lain. Tugas-tugas tersebut sebagian besar dilakukan melalui komunikasi antarpribadi.37 Tanpa disadari setiap orang ternyata sering bertindak sebagai konselor maupun konseli dalam interaksi interpersonal sehari-hari.38

Dalam komunikasi antarpribadi terdapat beberapa teori yang dapat dijadikan landasan dasar bagi proses pembelajaran atau penelitian seperti teori atribusi, teori penetrasi sosial, teori pertukaran sosial, teori pengungkapan diri, teori pengurangan ketidakpatian, teori nilai hasil terprediksi, teori Jauhari Window dan masih banyak yang lainnya. Namun

35

Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori & Praktek, h. 80

36

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, h. 21

37

Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori & Praktek, h. 80

38

(45)

dari beberapa teori tersebut peneliti berasumsi bahwa teori yang paling tepat untuk dijadikan acuan penelitian ilmiah ini ialah:

B. Teori Penetrasi Sosial

1. Pengertian Teori Penetrasi Sosial

Teori penetrasi sosial merupakan bagian dari teori pengembangan hubungan atau relationship development theory. Altman & Taylor mengusulkan model ini sebagai suatu proses bagaimana orang saling mengenal satu sama lain. Model ini juga melibatkan self-disclosure tetapi dalam perspektif waktu, yaitu ketika berlangsungnya pengembangan suatu hubungan. Artinya seseorang mengenal orang lain secara gradual melalui komunikasi yang semakin meningkat.39

Teori penetrasi sosial (social penetration theory) berupaya mengidentifikasi proses peningkatan keterbukaan dan keintiman seseorang dalam menjalani hubungan dengan orang lain.40 Maksudnya adalah teori ini mengupas tentang bagaimana seseorang meningkatkan kualitas hubungannya, bermula dari rasa sungkan untuk berbicara hingga akhirnya mencapai tahap terbuka antara satu sama lain.

Terdapat beberapa asumsi yang mengarahkan pada social penetration

theory, yaitu:

a. Hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim. Hubungan komunikasi antara orang dimulai pada tahapan

39

Lubis, Megniesyah, Purnaningsih, Riyanto, Kusumastuti, Hadiyanto, Shaleh, Sumardjo, Agung, Amanah, dan Fatchiya, Dasar-Dasar Komunikasi, h. 265.

37

(46)

suferfisial dan bergerak pada sebuah kontinum menuju tahapan yang lebih intim.41

b. Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi.42 Hal ini dapat dipahami jika pada proses komunikasi sebelumnya terdapat banyak konflik yang cenderung destruktif atau konflik yang tidak berkesudahan maka hubungan ini akan semakin jauh. Karena, baik komunikator maupun komunikan merasa kurang nyaman antara satu sama lain. Akibatnya, masing-masing dari mereka semakin menjauhkan diri.

c. Asumsi yang terakhir ialah pembukaan diri (self disclosure), hubungan yang tidak intim bergerak menuju hubungan yang intim karena adanya keterbukaan diri.43Penulis memahami bahwa inti dalam hubungan ialah keterbukaan diri, karena keterbukaan diri ini ibarat sebuah jembatan yang dapat menghubungkan dua kubu. Ketika kedua belah pihak baik komunikator maupun komunikan sudah saling terbuka, maka memungkinkan untuk saling mengenal dan saling memahami satu sama lain. Sehingga akan timbul rasa nyaman dan rasa saling ingin mempertahankan kedekatan/hubungan.

2. Tahapan Proses Penetrasi Sosial

Penetrasi sosial merupakan proses bertahap, dimulai dari komunikasi basa-basi yang tidak akrab hingga berbagi informasi menyangkut topik pembicaraan yang lebih pribadi/akrab, seiring dengan berkembangnya

41

Richard West& Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi(Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2012), h. 197.

42

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi,h. 199.

43

(47)

hubungan disini orang akan membiarkan orang lain untuk mengenal dirinya secara bertahap.44

Altman dan Taylor menggunakan bawang merah (union) sebagai analogi untuk menjelaskan bagaimana orang melalui interaksi saling mengelupas lapisan informasi mengenai diri masing-masing. Lapisan luar berisi informasi superfisial seperti nama, alamat atau umur. Ketika lapisan ini sudah terkelupas kita semakin mendekati lapisan terdalam yaitu lapisan informasi tentang kepribadian.45 Dapat dipahami bahwa semakin dalam dan semakin pribadi informasi yang disampaikan kepada lawan bicara berarti hubungan yang terjalin semakin akrab. Adapun keakraban terbentuk karena ada rasa nyaman dan rasa saling percaya.

Ilustrasi tahapan penetrasi sosial46

a. Tahap orientasi: membuka sedikit demi sedikit

Hanya sedikit proses perkenalan secara terbuka pada tahap ini karena selama tahapan ini pernyataan-pernyataan yang dibuat biasanya hanya hal-hal yang klise dan merefleksikan aspek superfisial dari

44

S. Djuarsa Sendjaja, Ph.D., dkk. Teori Komunikasi (Jakarta: Universitas Terbuka: 1994), h.80

45

Sendjaja, dkk. Teori Komunikasi, h. 80.

46

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi, h. 205.

(48)

seorang individu.47 Dapat disimpulkan bahwa pada tahap ini baik komunikator maupun komunikan masih sangat berhati-hati untuk menyampaikan sesuatu sehingga yang dibicarakanpun hanyalah hal yang bersifat umum saja, sehingga konflik dapat dihindari dan kesempatan yang lebih besar untuk melanjutkan komunikasi ke tahap selanjutnya.

a. Pertukaran penjajakan afektif: munculnya diri

Tahap ini merupakan area dimana aspek-aspek pribadi mulai muncul. Terdapat sedikit spontanitas dalam komunikasi karena individu-individu sudah sama-sama merasa nyaman, dan mereka sudah tidak terlalu hati-hati jika apa yang akan ia sampaikan salah sehinggaakhirnya akan menimbulkan penyesalan, perilaku menyentuh dan tampilan afeksipun ditampilkan.48

b. Pertukaran afektif: komitmen dan kenyamanan

Tahap ini merupakan tahap interaksi tanpa beban dan santai, dimana komunikasi sering kali berjalan spontan hal ini karena peserta komunikasi sudah saling nyaman satu sama lain. Pesan yang disampaikan juga sudah lebih banyak bahasa nonverbal.Seperti dengan tersenyum menggantikan kata “saya mengerti”.49Kesimpulan yang dipahami penulis ialah proses komunikasi yang intensif dapat menimbulkan rasa percaya dan rasa nyaman hingga akhirnya dapat saling terbuka. Oleh sebab itu, pada tahap ini kedua belah pihak tak hanya saling mendengar dan menanggapi saja namun kini mereka sudah

47

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi, h. 205.

48

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi,h. 206.

49

(49)

saling mengevaluasi dan mengkritik satu sama lain. Dan hal ini akan terjadi jika ketika kedua belah pihak sudah mendapatkan kedekatan pada proses interaksi sebelumnya.

c. Pertukaran stabil: kejujuran total dan keintiman

Tahap ini merupakan tahap dimana pengungkapan pemikiran, perasaan dan prilaku secara terbuka.Dalam tahap ini peserta komunikasi dalam tingkat keintiman tinggi; maksudnya kadangkala salah satu dari mereka mampu untuk menilai dan menduga perilaku pasangannya dengan cukup akurat.50

C.Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi Terapeutik ialah suatu konsep interaksi antarpribadi antara perawat dan pasien, yang selama interaksi berlangsung, perawat berfokus pada kebutuhan khusus pasien untuk meningkatkan pertukaran informasi yang efektif antara perawat dan pasien, keterampilan menggunakan teknik komunikasi terapeutik membantu perawat memahami dan berempati terhadap pengalaman pasien.51Dari kutipan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa setiap perawat sangat dianjurkan untuk dapat menguasai teknik-teknik komunikasi terapeutik dalam proses keperawatnya untuk memenuhi standar asuhan pasien.

2. Relevansi Komunikasi Terapeutik

Relevansi komunikasi dan praktik keperawatan jiwa tampak nyata.

Pertama, komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan terapeutik

50

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi, h. 209

51

(50)

karena komunikasi mencakup penyampaian informasi dan pertukaran pikiran dan perasaan. Kedua, komunikasi adalah cara untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Ketiga, komunikasi adalah hubungan itu sendiri; tanpa komunikasi, hubungan terapeutik perawat pasien tidak mungkin tercapai.52

Dapat dipahami bahwa komunikasi digunakan oleh insan kesehatan untuk mengintervensi pasien, agar pasien dapat mencapai perubahan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh kesehatan pasien itu sendiri.

3. Tujuan Komunikasi Terapeutik

a. Meningkatkan kesadaran diri, penerimaan diri dan penghargaan diri pasien

b. Identitas diri jelas, peningkatan intergritas diri.

c. Membina hubungan antarpribadi yang intim, interdependent, memberi dan menerima dengan kasih sayang.

d. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang realistik.53

4. Komponen Esensial Komunikasi Terapeutik

Untuk membangun dan mempertahankan hubungan terapeutik maka perawat dan pasien sebaiknya saling berkomunikasi karena komunikasi merupakan strategi pertama untuk memulai, mempertahankan, dan mengakhiri, hubungan terapeutik. Ada beberapa komponen yang penting dalam sebuah proses hubungan komunikasi terapeutik, yaitu: kerahasiaan, keterbukaan diri, sentuhan, mendengar dan observasi aktif, dan menempatkan diri sebagai pasien.

a. Kerahasiaan, berarti menghormati hak klien untuk menjaga rahasia setiap informasi tentang kesehatan fisik dan jiwanya serta perawatan yang

52

Gail Wiscarz Stuart dan Sandra J. Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa:Pocket Guide to Psychiatric Nursing (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 1998), h. 16

53

Gambar

Gambaran Umum Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
gambar empat ikan lumba-lumba yang sedang mengelilingi RSMM, logo
Grafik 3.1 kinerja pelayanan di rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor28
Tabel 3.2 10 diagnosa rawat darurat kasus psikiatri29
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) deskriptif kualitatif, adapun pendekatan yang dilakukan

Hasil uraian di atas maka perlu juga dilakukan penelitian tentang pengolahan tulang ikan belida menjadi tepung tulang menggunakan metode alkali (NaOH) untuk menghidrolisis

Grafik hasil analisis data air murni Dari hasil analissi data diperoleh nilai koefisien viscositas larutan gula ditunjukan pada tabel 1.. Hasil perhitungan viskositas

Perilaku KKN itu tidak hanya terjadi antara birokrasi dengan dunia usaha dan masyarakat dalam pemberian jasa pelayanan, tetapi yang lebih tragis adalah bahwa KKN juga terjadi

Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat serta hidayah-Nya serta berkat bantuan dan dorongan dari semua pihak sehingga saya dapat

Data kualitatif adalah data untuk memahami suatu feenomena yang terjadi atau yang di alami oleh subjek penelitian yang terjadi di lapangan. Dalam penyajian data kualitatif

Anggaran Pemasaran Pariwisata Mancanegara Tahun Anggaran 2016 yang disetujui Berdasarkan Raker dengan Komisi X DPR RI pada 21 Oktober 2015 sebesar Rp2,9. Triliun atau hanya 69%

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) kualitatif dengan pendekatan yang digunakan yaitu: yuridis, sosiologis, normatif syar‟I, adapun