• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penjualan Agunan Secara Lelang Tanpa Persetujuan Pemberi Hak Tanggungan Diikuti Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Studi Putusan Nomor 348/ PDT.G/ 2009/PN.TNG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penjualan Agunan Secara Lelang Tanpa Persetujuan Pemberi Hak Tanggungan Diikuti Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Studi Putusan Nomor 348/ PDT.G/ 2009/PN.TNG)"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

PENJUALAN AGUNAN SECARA LELANG TANPA PERSETUJUAN PEMBERI HAK TANGGUNGAN DIIKUTI GUGATAN PERBUATAN

MELAWAN HUKUM

(STUDI PUTUSAN NOMOR 348/PDT.G/2009/PN.TNG)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

FLAMING VRETIG SAMUEL BLESSRY SIAHAAN NIM : 080200246

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN/ BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENJUALAN AGUNAN SECARA LELANG TANPA PERSETUJUAN PEMBERI HAK TANGGUNGAN DIIKUTI GUGATAN PERBUATAN

MELAWAN HUKUM

(STUDI PUTUSAN NOMOR 348/PDT.G/2009/PN.TNG)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

FLAMING VRETIG SAMUEL BLESSRY SIAHAAN NIM : 080200246

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Perdata

(Dr. Hasim Purba, SH. M.Hum) NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

(M. HAYAT, SH) (MALEM GINTING, SH.M.Hum.) NIP. 195008081980021001 NIP.195707151983031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

rahmatNya yang telah memberikan kekuatan lahir dan bathin kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi persyaratan yang

diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. Untuk memenuhi kewajiban tersebut maka

disusunlah skripsi ini yang berjudul “PENJUALAN AGUNAN SECARA LELANG TANPA PERSETUJUAN PEMBERI HAK TANGGUNGAN DIIKUTI GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (STUDI PUTUSAN NOMOR 348/ PDT.G/ 2009/PN.TNG)”.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,

namun dengan lapang hati penulis selalu menerima kritik, saran maupun

masukan yang bersifat mendidik dan membangun dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr. Syahril Pasaribu,

DTMH,MSc (CTM),Sp.A(K).

2. Bapak Prof. Dr. Runtung,SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas SumateraUtara.

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum, selaku Pembantu Dekan I

(5)

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.MH.DFM, selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Sumatera Utara.

5. Bapak Muhammad Husni.SH.MH, selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Sumatera Utara.

6. Bapak Dr.Hasyim Purba,SH.M.Hum, selaku Ketua Departeman Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal,SH.M.Hum, selaku Ketua Program Kekhususan

Perdata BW Fakultas Hukum Sumatera Utara.

8. Bapak M.HAYAT,SH.MH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

banyak memberikan arahan dan bimbingan bagi penulis.

9. Bapak Malem Ginting SH.MHum, selaku Dosen Pembimbing II yang

telah banyak memberikan arahan dan bimbingan bagi penulis.

10. Ibu Idha Apriliana Sembiring SH, M.Hum., selaku Dosen Wali.

11. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Staf di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

12. Teristimewa penulis ucapkan untuk Tercinta Ayahanda Avrits Siahaan

SH.MH, dan Ibunda Dra. Dewi Lasmawati Tinambunan yang merupakan

orangtua dari penulis yang telah memberikan dukungan yang sangat

berarti,dorongan dan dukungan doa baik secara moril maupun materil

kepada penulis dari awal sampai akhir skripsi ini

13. Terima kasih yang tulus kepada adik-adik yang sangat penulis sayang,

Windhika Ester Prildia Siahaan, Euni Retri Mendena Siahaan, Helsa

(6)

berarti, dukungan doa, pengertian yang sangat mendalam dan dorongan

kepada penlis untuk menyelesaikan skripsi ini.

14. Terima kasih penulis ucapkan kepada opung tercinta (Alm)

S.Tinambunan (Op.Bayu doli) dan R.Marbun (Op.Bayu boru), Tinur

Siahaan, Keluarga Besar Tinambunan dan Keluarga Besar Siahaan yang

telah memberikan dukungan yang tak terhingga didalam doa dan

dukungan yang sangat berarti kepada penulis.

15. Yang terkasih buat rekan - rekan penulis : Sepstian Tarigan, Paulus

Herdianto Manurung, Robless Arnold, Wanseptember Situmorang,

Hendro Chandra, Immanuel Pardede, Brury Prisma, Juna Kaban, Marhara

Tambunan, dan seluruh mahasiswa stambuk 2008, dan juga kepada Para

rekan – rekan GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), serta

kepada bang Rawan Jati, dan bang Henry Sitorus. yang telah mendukung

dalam doa dan moril meskipun tidak saya sebutkan satu per- satu.

Akhir kata penulis memohon maaf apabila ada kesalahan atau kesilapan

yang pernah penulis perbuat dahulu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis maupun pihak-pihak yang memerlukannya.

Medan, Juli 2012

Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

F. Keaslian Penulisan ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN ... 12

A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya ... 12

B. Objek Hak Tanggungan ... 35

C. Sertifikat Hak Tanggungan Dan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan ... 41

BAB III : PELELANGAN SECARA PROSEDURAL ... 45

A. Pengertian, Fungsi Dan Klasifikasi Lelang ... 45

B. Tata Cara Penawaran Lelang Serta Pembayarannya ... 51

(8)

BAB IV : PELAKSANAAN PENJUALAN OBJEK HAK

TANGGUNGAN MELALUI LELANG ... 70

A. Proses Peralihan Hak Atas Suatu Objek Agunan Kepada Pembeli Lelang...70

B. Penjualan Lelang Tanpa Diketahui Pemilik Objek Agunan Dapat Dikategorikan Perbuatan Melawan Hukum...76

C. Proses Penjualan Objek Agunan Melalui Lelang Tanpa Persetujuan Pemberi Hak Tanggungan Dapat Diajukan Sebagai Perbuatan Melawan Hukum ... 100

D. Kasus Posisi Atas Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 348/PDT. G/2009/PN. TNG ... 106

E. Tanggapan ... 123

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran ... 127

(9)

PENJUALAN AGUNAN SECARA LELANG TANPA PERSETUJUAN

PEMBERI HAK TANGGUNGAN DIIKUTI GUGATAN PERBUATAN

MELAWAN HUKUM (STUDI PUTUSAN NOMOR 348/PDT.G/2009/PN.TNG)

*) M.HAYAT, SH, MH.

Dalam kehidupan masyarakat, masyarakat sering menggunakan agunan sebagai cara untuk memperoleh suatu barang, Agunan dalam kamus bahasa Indonesia ialah “ jaminan atau juga tanggungan’’ jaminan berarti adanya sesuatu yang bisa menjadikan pegangan bagi kreditur ketika debitur ingin memperoleh suatu barang yang diinginkan, sebelum melunasi barang tersebut, maka debitur harus memberikan jaminannya,

Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari kantor lelang Negara. Penjualan (lelang) benda tetap harus diumumkan dua kali dengan berselang lima belas hari diharian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan objek yang akan dilelang (Pasal 200 (7) HIR, Pasal 217 RBg).

Pelaksanaan lelang terhadap aset – aset berupa tanah dan bangunan sebagaimana dalam sertifikat hak milik yang menjadi jaminan di PT. Bank Negara Indonesia dianggap oleh pemberi hak tanggungan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, karena disamping telah melanggar hak –hak selaku Debitur juga tanpa alasan yang sah melakukan proses pelelangan secara sepihak yang dianggap oleh pemberi hak tanggungan telah mengakibatkan kerugian bagi Debitur baik secara moril maupun secara materil. .

(10)

Undang – Undang agar dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak yang mengikat perjanjian.

Dalam hal Debitur mengingkari perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya, maka mempunyai dampak terhadap objek hak tanggungan yang akan dilakukan penjualan dengan cara pelelangan umum, dan dalam hal ini berkaitan dengan siapakah yang berhak melakukan penjualannya serta apakah diperlukan persetujuan dari pemberi hak tanggungan .

Pihak Debitur yang merasa dirugikan akan melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri atas penjualan objek hak tanggungan yang dianggap oleh Debitur sebagai perbuatan melawan hukum, akan tetapi apakah masih diperlukan persetujuan dari pemberi hak tanggungan bilamana akan dilakukan penjualan terhadap objek hak tanggungan, jika ada hak yang diberikan Undang – Undang bagi pemegang hak tanggungan untuk melakukan penjualan objek hak tanggungan, maka tidak ada terjadi perbuatan melawan hukum dan gugatan dimaksud tidak berkekuatan hukum.

Kata Kunci : 1) Lelang

2) Hak Tanggungan

3) Perbuatan Melawan Hukum

(11)

PENJUALAN AGUNAN SECARA LELANG TANPA PERSETUJUAN

PEMBERI HAK TANGGUNGAN DIIKUTI GUGATAN PERBUATAN

MELAWAN HUKUM (STUDI PUTUSAN NOMOR 348/PDT.G/2009/PN.TNG)

*) M.HAYAT, SH, MH.

Dalam kehidupan masyarakat, masyarakat sering menggunakan agunan sebagai cara untuk memperoleh suatu barang, Agunan dalam kamus bahasa Indonesia ialah “ jaminan atau juga tanggungan’’ jaminan berarti adanya sesuatu yang bisa menjadikan pegangan bagi kreditur ketika debitur ingin memperoleh suatu barang yang diinginkan, sebelum melunasi barang tersebut, maka debitur harus memberikan jaminannya,

Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari kantor lelang Negara. Penjualan (lelang) benda tetap harus diumumkan dua kali dengan berselang lima belas hari diharian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan objek yang akan dilelang (Pasal 200 (7) HIR, Pasal 217 RBg).

Pelaksanaan lelang terhadap aset – aset berupa tanah dan bangunan sebagaimana dalam sertifikat hak milik yang menjadi jaminan di PT. Bank Negara Indonesia dianggap oleh pemberi hak tanggungan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, karena disamping telah melanggar hak –hak selaku Debitur juga tanpa alasan yang sah melakukan proses pelelangan secara sepihak yang dianggap oleh pemberi hak tanggungan telah mengakibatkan kerugian bagi Debitur baik secara moril maupun secara materil. .

(12)

Undang – Undang agar dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak yang mengikat perjanjian.

Dalam hal Debitur mengingkari perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya, maka mempunyai dampak terhadap objek hak tanggungan yang akan dilakukan penjualan dengan cara pelelangan umum, dan dalam hal ini berkaitan dengan siapakah yang berhak melakukan penjualannya serta apakah diperlukan persetujuan dari pemberi hak tanggungan .

Pihak Debitur yang merasa dirugikan akan melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri atas penjualan objek hak tanggungan yang dianggap oleh Debitur sebagai perbuatan melawan hukum, akan tetapi apakah masih diperlukan persetujuan dari pemberi hak tanggungan bilamana akan dilakukan penjualan terhadap objek hak tanggungan, jika ada hak yang diberikan Undang – Undang bagi pemegang hak tanggungan untuk melakukan penjualan objek hak tanggungan, maka tidak ada terjadi perbuatan melawan hukum dan gugatan dimaksud tidak berkekuatan hukum.

Kata Kunci : 1) Lelang

2) Hak Tanggungan

3) Perbuatan Melawan Hukum

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan di masyarakat, setiap orang membutuhkan uang untuk

berbagai kepentingannya termasuk dengan cara mendapatkan fasilitas kredit dari

bank tertentu. Pemberian fasilitas kredit oleh pihak kreditur kepada debitur tentu

harus melalui berbagai persyaratanya diantaranya ada perjanjian kredit dan ada

jaminan yang diberikan atas utang dari Debitur.

Masalah perkreditan erat kaitannya dengan lembaga jaminan yang akan

menjamin pengembalian kredit kepada pemberi kredit secara cepat dan pasti.

Oleh karena itu sudah seharusnya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak

yang lain yang terkait mendapatkan perlindungan hukum melalui suatu lembaga

hak jaminan yang kuat dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang

berkepentingan.

Pasal 1131 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa :

” Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.1

Dengan demikian, pada saat seseorang berhutang atau debitur maka

dengan sendirinya atau bagi hukum telah terjadi pemberian jaminan dari debitur

kepada setiap krediturnya atas segala harta kekayaan debitur itu.

1

(14)

Permasalahan akan timbul apabila terdapat lebih dari satu Kreditur dan

ternyata Debitur cidera janji terhadap salah satu atau beberapa Kreditur ini.

Tentu saja masing – masing Kreditur merasa mempunyai hak terhadap harta

kekayaan Debitur itu sebagai jaminan pengembalian masing – masing

piutangnya. Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan bahwa harta Kekayaan Debitur

itu menjadi jaminan secara bersama – sama bagi semua Kreditur yang memberi

uang kepada Debitur yang bersangkutan.2

Alasan – alasan yang ditentukan oleh Undang – Undang itu diatur dalam

Pasal 1133 KUHPerdata. Pasal – Pasal 1133 KUHPerdata itu bahwa hak untuk

didahulukan bagi seorang Kreditur tertentu terhadap Kreditur lain timbul dari

hak istimewa, gadai, dan hipotik. Karena itu, para Kreditur lain yang tidak

mempunyai kedudukan untuk didahulukan berdasarkan alasan – alasan yang

ditentukan oleh Undang – Undang, mempunyai kedudukan yang sama dan hak

mereka untuk memperoleh pembagian dari hasil penjualan harta kekayaan Kemudian hasil dari penjualan benda

– benda yang menjadi kekayaan Debitur itu dibagi kepada semua Krediturnya

secara seimbang atau propersonal menurut perbandingan besarnya piutang

masing – masing. Namun Pasal 1132 KUHPerdata itu memberikan indikasi

bahwa diantara para Kreditur itu dapat didahulukan kedudukannya terhadap

Kreditur lain apabila ada alasan – alasan yang sah untuk didahulukan itu. Alasan

– alasan sah yang dimaksud itu ialah alasan – alasan yang ditemukan oleh

Undang – Undang.

(15)

Debitur apabila debitur cedera janji adalah berimbang secara proporsional

menurut besarnya masing – masing piutang.

Undang – Undang nomor 5 tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria atau disingkat UUPA melalui Pasal 51 telah menyediakan lembaga

jaminan dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu hak tanggungan sebagai

pengganti hipotik dan credietverband. Akan tetapi selama ini hak tanggungan

tersebut belum berfungsi sebagaimana seharusnya karena belum ada Undang –

Undang yang mengaturnya secara lengkap. Berdasarkan aturan peralihan Pasal

57 UUPA, selama Undang – Undang mengenai hak tanggungan belum terbentuk

maka masih diberlakukan ketentuan hukum dalam buku II KUHPerdata.

Setelah melewati rentang waktu lebih dari 35 tahun sejak diamanatkan

pasal 51 UUPA akhirnya terwujudlah Undang – Undang yang diharapkan dapat

mengamankan kegiatan perkreditan dalam upaya memenuhi kebutuhan dana

untuk menunjang kegiatan pembangunan, yaitu Undang – Undang Nomor 4

Tahun 1960 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda – benda yang

berkaitan dengan tanah, yang diundangkan dan diberlakukan pada tanggal 09

April 1996, dan tulisan ini akan disingkat dengan Undang – Undang Hak

Tanggungan. Dengan telah diundangkannya Undang – Undang Hak Tanggungan

tersebut terwujudlah sudah unifikasi hukum nasional, yang ada dibidang hak

jaminan atas tanah. Namun dalam pelaksanaanya tentu permasalahan yang

timbul. Dalam tulisan ini secara khusus akan dibahas masalah pelaksanaan

(16)

Pelaksanaan lelang terhadap aset-aset berupa tanah dan bangunan

sebagaimana dalam Sertifikat Hak Milik yang menjadi jaminan di PT. Bank

Negara Indonesia dianggap oleh pemberi hak tanggungan merupakan perbuatan

yang bertentangan dengan hukum, karena disamping telah melanggar hak – hak

selaku Debitur juga tanpa alasan yang sah melakukan proses pelelangan secara

sepihak yang dianggap oleh pemberi hak tanggungan telah mengakibatkan

kerugian bagi Debitur baik secara moril maupun secara materil.

Pelaksanaan lelang terhadap aset – aset yang dijaminkan oleh Pemberi

Hak Tanggungan di PT. Bank Negara Indonesia pada awalnya adalah

berdasarkan perjanjian kredit dalam rangka penjaminan hutang yang pada

gilirannya tidak dapat dipenuhi pembayaran kewajibannya sebagaimana yang

telah diperjanjikan dan terjadi kredit macet sehingga untuk memperoleh

pembayaran atas hutang pemberi hak tanggungan dilakukan pelelangan umum.

Penjualan objek hak tanggungan berupa tanah dan bangunan secara lelang

memerlukan persyaratan – persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam

Undang – Undang agar dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan kerugian bagi

para pihak yang mengikat perjanjian.

Dalam hal Debitur mengingkari perjanjian yang telah diperbuat

sebelumnya, maka mempunyai dampak terhadap objek hak tanggungan yang

akan dilakukan penjualan dengan cara pelelangan umum, dan dalam hal ini

berkaitan dengan siapakah yang berhak melakukan penjualannya serta apakah

(17)

Pihak Debitur yang merasa dirugikan akan melakukan gugatan ke

Pengadilan Negeri atas penjualan objek hak tanggungan yang dianggap oleh

Debitur sebagai perbuatan melawan hukum, akan tetapi apakah masih diperlukan

persetujuan dari pemberi hak tanggungan bilamana akan dilakukan penjualan

terhadap objek hak tanggungan, jika ada hak yang diberikan Undang – Undang

bagi pemegang hak tanggungan untuk melakukan penjualan objek hak

tanggungan, maka tidak ada terjadi perbuatan melawan hukum dan gugatan

dimaksud tidak berkekuatan hukum.

B. Permasalahan

Perumusan masalah merupakan awal dari segenap proses ilmiah, tanpa ada

masalah tidak akan ada penelitian ilmiah. Masalah adalah ibarat jantung dari

setiap rencana penelitian ilmiah makin tegas dan terarah perumusan

masalahnya.3

1. Bagaimanakah proses peralihan hak atas suatu objek agunan kepada

pembeli lelang?

Makin jelas pula arah dan pelaksanaan penelitian. Maka sesuai

dengan judul skripsi penulis, maka dalam hal ini penulis merumuskan pokok

permasalahan sebagai berikut :

2. Apakah penjualan lelang tanpa diketahui pemilik objek agunan dapat

dikategorikan perbuatan melawan hukum?

3. Bagaimana proses penjualan objek agunan melalui lelang tanpa

persetujuan pemberi Hak Tanggungan dapat diajukan sebagai perbuatan

melawan hukum?

3

Wasty Soemanto,Pedoman Teknis Penulisan Skripsi,(Jakarta, Bumi Aksara, 1994),

(18)

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan selamanya mengacu pada masalah yang telah

dirumuskan. Apabila rumusan masalah menyangkut hubungan antara variabel,

maka rumusan tujuan penelitiannya hendaknya berupaya mencari penemuan

tantang ada dan tidaknya hubungan antara variabel yang dimaksud. Tujuan

penulisan ialah apa yang secara langsung dan spesifik yang akan dicapai dengan

penelitian yang dilakukan bertolak dari masalahnya.4

a. Untuk mengetahui cara terjadinya perpindahan hak kepada pembeli

lelang atas suatu objek agunan

Maka sesuai dengan

permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan yang akan dicapai dari

penulisan skripsi ini adalah:

b. Untuk mengetahui penjualan lelang tanpa diketahui pemilik objek agunan

dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum

c. Untuk mengetahui penjualan objek agunan secara lelang tanpa

persetujuan pemberi hak tanggungan dapat diajukan sebagai perbuatan

melawan hukum.

D. Manfaat Penulisan

Dari hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara

lain:

1. Manfaat Teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

hukum serta dapat memberikan sumbangan pemikiran guna membangun

(19)

argumentasi ilmiah terhadap penerapan penjualan agunan secara lelang tanpa

persetujuan pemberi hak tanggungan dalam gugatan perbuatan melawan

hukum.

2. Manfaat Praktis

Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan, sumbangan pemikiran bagi masyarakat luas tentang penjualan

agunan secara lelang tanpa persetujuan pemberi hak tanggungan dapat

diajukan sebagai perbuatan melawan hukum. Penulisan skripsi ini dapat

menjadi salah satu jawaban yang tepat terhadap persoalan peningkatan

latihan berpikir dan bekerja ilmiah di kalangan mahasiswa. Melalui penulisan

skripsi ini, penulis secara terbimbing mampu belajar menyusun konsep

rencana penelitian, melakukan pengumpulan data, mengolah data, menarik

kesimpulan serta menuliskan laporan karya ilmiah dengan sebaik – baiknya.

Oleh karena itu penulisan skripsi ini merupakan tugas yang penting bagi

penulis.5

E. Metode Penulisan

Dalam hal ini, apa yang penulis kemukakan dalam tulisan ini merupakan

pangambilan bahan tidak terlepas dari media cetak dan media elektronik

mengingat tulisan ini kerap diaktualisasikan melalui media cetak dan media

elektronik.

Adapun penelitian yang digunakan oleh penulis dapat diuraikan sebagai

berikut:

5

(20)

1. Studi Kepustakaan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan

dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Dengan demikian, penelitian

yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang

menganalisa hukum yang tertulis.

2. Data dan Sumber Data

Dalam menyusun skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah

bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan

perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat, antara lain

Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dan Peraturan Pemerintah

No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Tanggungan, dan Hak

Pakai Atas Tanah.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa

buku-buku, pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini.

Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan hukum

yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum

primer dan/ atau bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum dan lain - lain serta

bahan – bahan sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat

di pergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.6

3. Teknik Pengumpulan Data

6

(21)

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan

dapat dipertanggungjawabkan, penulis menggunakan metode penelitian hukum

normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Reseach).

Penulis menggunakan suatu penelitian kepustakaan (Library Reseach).

Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

atau disebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan

nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

Metode Library Reseach adalah mempelajari sumber-sumber atau

bahan-bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa

rujukan beberapa buku.

4. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini termasuk ke

dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya

merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan

dibahas. Analisa data dilakukan dengan:

a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan

permasalahan yang diteliti.

b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan

penelitian.

c. Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, asas atau doktrin.

d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau

(22)

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari perpustakaan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, judul skripsi ini belum pernah dikemukakan

dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti. Oleh karena itu,

penulisan skripsi dapat dikatakan masih original sehingga keabsahannya dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan demikian penulisan skripsi ini

merupakan penulisan yang pertama dan asli adanya. Penulisan skripsi ini dibuat

berdasarkan hasil pemikiran dan juga referensi buku-buku, peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan hak tanggungan, serta informasi yang diperoleh

dari media cetak dan elektronik.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus

diuraikan secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka

diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur dan terbagi dalam bab

perbab yang saling berangkaian satu sama lain.

Adapun yang merupakan sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Berisikan Pendahuluan yang menggambarkan hal-hal yang

bersifat umum dalam Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan

Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian

Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Di dalam bab ini dikemukakan tentang Pemberian Hak

(23)

Tanggungan Dan Sertifikat Hak Tanggungan Serta Surat

Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

BAB III : Di dalam bab ini menguraikan tentang Pengertian, Fungsi Dan

Klasifikasi Lelang, Tata Cara Penawaran Dan Pembayaran

Lelang, Dan Aspek – Aspek Hukum Yang Timbul Dalam

Pelelangan.

BAB IV : Di dalam bab ini membahas Proses Peralihan Hak Atas Suatu

Objek Agunan Kepada Pembeli Lelang, Penjualan Lelang

Tanpa Diketahui Pemilik Objek Agunan Dapat Dikategorikan

Perbuatan Melawan Hukum, Proses Penjualan Objek Agunan

Melalui Lelang Tanpa Persetujuan Pemberi Hak Tanggungan

Dapat Diajukan Sebagai Perbuatan Melawan Hukum, Kasus

Posisi Atas Putusan Pengadilan Negeri Nomor :

348/PDT.G/2009/PN.TNG Dan Tanggapan.

BAB V : Bab ini berisikan kesimpulan dan saran seluruh rangkaian

bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan dan

saran yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, kemudian

(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN

A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum

yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap

Objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Pemberian Hak Tanggungan

didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan

pelunasan utang tertentu, yang dituangkan didalam dan merupakan bagian tak

terpisahkan dari perjanjian utang – piutang yang bersangkutan atau perjanjian

lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Pemberian Hak Tanggungan

dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian.7 Hak Tanggungan harus dibuat

dalam suatu Akte Notaris, agar mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga, dan

Hak Tanggungan harus didaftarkan pada pengurusan pembalikkan nama sesuai

dengan Peraturan Perundang – Undangan yang berlaku.8

Pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan

pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Undang – Undang Hak Apabila Objek Hak

Tanggungan berupa Hak Atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang

telah memenuhi syarat untuk didaftarkan, akan tetapi pendaftarannya belum

dilakukan.

7

(25)

Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996, Pada pasal 1 ayat 1 memberikan defenisi

Hak Tanggungan sebagai berikut :

" Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap Kreditur-Kreditur lain."9

Ada beberapa unsur pokok dari Hak Tanggungan yang terdapat dalam defenisi Hak Tanggungan tersebut. Unsur – Unsur Pokok itu ialah :

1. Hak tanggungan adalah hak jaminan

2. Untuk pelunasan utang

3. Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai Undang – Undang

Pokok Agraria.

4. Hak Tanggungan dapat di bebankan atas tanahnya (Hak Atas Tanah)

saja, dan dapat pula dibebankan benda – benda lain yang merupakan

satu- kesatuan dengan tanah itu.

5. Utang yang dijamin haruslah suatu utang yang tertentu.

6. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur terhadap

Kreditur – Kreditur yang lain.

Dalam Unsur pokok hak tanggungan, maka ada juga pembebanan hak

tanggungan pada hak atas tanah harus dilakukan melalui akta yang dibuat oleh

dan dihadapan PPAT. Hak-hak atas tanah yang dapat diletakkan hak

9

(26)

Tanggungan di atasnya adalah: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,

hak pakai, dan hak milik atas satuan rumah susun.

Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran Hak Tanggungan:

1. Surat pengantar dari Pejabat Pembuat Akte Tanah

2. Surat permohonan pendaftaran

3. Identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan

4. Sertifikat asli Hak Atas Tanah

5. Lembar ke-2 Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)

6. Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan (untuk lampiran Sertifikat Hak

Tanggungan)

7. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) apabila dilakukan

melalui kuasa.

Hak Tanggungan dapat beralih atau dialihkan karena adanya cessie, subrogasi,

pewarisan, atau penggabungan serta peleburan perseroan. Dokumen yang

diperlukan untuk pendaftaran peralihan Hak Tanggungan:

1. Sertifikat asli Hak Tanggungan

2. Akta cessie atau Akta Otentik yang menyatakan adanya cessie

3. Akta subrogasi atau Akta Otentik yang menyatakan adanya subrogasi

4. Bukti pewarisan

5. Bukti penggabungan atau peleburan perseroan

6. Identitas pemohon

Hak Tanggungan sebagai pengganti bentuk Grosse Akta Berdasarkan Pasal 29,

(27)

Pasal 224 HIR. Pasal ini dengan tegas mengatakan, dengan diundangkannya

Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, tidak berlaku lagi :

1. Credietverband St. 1908 – 542 jo. St. 1909 – 586 sebagaimana diubah dengan

St. 1937 – 190 jo. St. 1937 – 191

2. Ketentuan hipotek yang diatur dalam Buku II, Bab XXI KUHPerdata (Pasal

1162 – 1232), sepanjang jaminannya mengenai hak atas tanah.10

Untuk menjelaskan eksekusi Hak Tanggungan, perlu diketahui lebih

dahulu tata cara atau proses yuridis dan administrasif melekatnya titel

eksekutorial pada Hak Tanggungan.

1. Tahap Pertama; Perjanjian Kredit dengan Klausul Pemberian Hak Tanggungan

Tahap awal, pengikatan perjanjian kredit atau perjanjian utang :

a. Dalam salah satu Pasalnya, disepakati janji Debitur memberikan Hak

Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang. Dengan demikian,

perjanjian kredit yang berisi janji debitur memberikan Hak Tanggungan,

merupakan :

Perjanjian pokok (basic agreement, principal agreement), yang berfungsi

sebagai dokumen pertama untuk membuktikan adanya perjanjian utang :

10

(28)

1) Perjanjian pokok (basic agreement,Principal agreement), yang berfungsi

sebagai dokumen pertama untuk membuktikan adanya perjanjian

hutang.

2) Menurut Pasal 10 ayat (1), eksistensi janji memberikan Hak

Tanggungan dalam perjanjian utang (kredit) merupakan bagian tak

terpisahkan dari janji pemberian hak tanggungan.

3) Perjanjian hak tanggungan bersifat accessoir dengan perjanjian pokok.

Hak Tanggungan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi merupakan ikutan

dari perjanjian pokok yakni perjanjian yang memberi jaminan atas

pelunasan utang yang disebut dalam perjanjian pokok.

b. Bentuk perjanjian pokok yang berisi Pemberian Hak Tanggungan

Menurut penjelasan Pasal 10 ayat (1) :

1) Dapat berbentuk akta di bawah tangan (onderhandse akte)

2) Dengan kata autentik (authentieke akte).

c. Pembuatannya dapat di dalam maupun di luar negeri

1) Tidak disyaratkan validitas atau keabsahannya harus dibuat di dalam

negeri

2) Tetap sah dibuat diluar negeri

(29)

1) Dapat orang perseorangan (natural person) ;

2) Bisa badan hukum (legal entity) ;

3) Dapat orang atau badan hukum asing dengan syarat kredit yang

bersangkutan dipergunakan untuk pembangunan di wilayah NKRI.11

2. Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)

Akta pemberian Hak Tanggungan adalah Akta PPAT yang berisi

pemberian hak tanggungan kepada Kreditur tertentu sebagai jaminan untuk

pelunasan piutangnya.

Tata cara Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan :

a. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta

Pemberian Hak Tanggungan ;

1) Jadi berbentuk akta yang disebut Akta Pemberian Hak Tanggungan ;

2) Dibuat oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah ;

3) Akta Pemberian Hak Tanggungan berfungsi sebagai bukti tentang

Pemberian Hak Tanggungan yang berkedudukan sebagai dokumen

perjanjian kedua, melengkapi dokumen perjanjian utang (perjanjian

pokok).

11

(30)

b. Isi dan format

Diatur dalam Pasal 11 Undang - Undang Hak Tanggungan yang

menentukan :

1) Yang wajib dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan :

a) Nama dan identitas Pemegang dan Pemberi Hak Tanggungan

b) Domisili pihak – pihak

c) Penunjukan secara jelas utang yang dijamin

d) Nilai tanggungan

e) Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan

Pencantuman elemen ini dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan :

(1) Bersifat kumulatif, oleh karena itu harus lengkap dicantumkan,

(2) Lalai mencantumkan salah satu di antaranya, mengakibatkan Akta

Pemberian Hak Tanggungan batal demi hukum (Penjelasan Pasal 11

ayat (1) ).

2) Janji yang dapat dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan

Dalam Pasal 11 ayat (2), terdapat sejumlah klausul yang dapat

dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan antara lain :

a) Janji yang membatasi kewenangan Pemberi Hak Tanggungan untuk :

(31)

(2) Mengubah bentuk tata susunan Objek Hak Tanggungan

b) Janji yang memberi kewenangan kepada Penerima Hak Tanggungan :

(1) Mengelola objek berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri;

(2) Menyelamatkan objek Hak Tanggungan dalam rangka eksekusi

(mencegah hapus atau dibatalkan hak atas objek Hak Tanggungan) ;

(3) Pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atau

kekuasaan sendiri (eigenmachtige verkoop) ;

(4) Janji Pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan objek Hak

Tanggungan pada saat eksekusi Hak Tanggungan.12

3. Pendaftaran Pemberian Hak Tanggungan

Mengenai pendaftaran Pemberian Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 13:

a. Pendaftaran Merupakan Syarat Imperatif

1) Wajib mendaftarkan pada kantor Pertanahan (KP),

2) Menurut penjelasan Pasal 13 ayat (1) :

a) Pendaftaran merupakan asas publisitas ;

b) Serta sekaligus merupakan syarat mutlak untuk lahirnya dan

mengikatnya Hak Tanggungan kepada pihak ketiga ;

12

(32)

b. Kewajiban Pejabat Pembuat Akte Tanah sebagai pembuat Akta

Pemberian Hak Tanggungan

Berdasarkan Pasal 13 ayat (2), Pejabat Pembuat Akte Tanah yang

bertindak membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan :

1) Wajib mengirimkan Akte Pemberian Hak Tanggungan (meliputi surat –

surat bukti yang berkaitan dengan Objek Hak Tanggungan dan identitas

para pihak, sertifikat hak atas tanah) yang diperlukan kepada Kantor

Pertanahan ;

2) Pengiriman selambat – lambatnya 7 hari kerja dari tanggal

penandatanganan Akte Pemberian Hak Tanggungan ;

3) Cara pengiriman menurut Penjelasan Pasal 13 ayat (2) :

a) Melalui petugas Pejabat Pembuat Akte Tanah, atau

b) Melalui pos tercatat.

Pada prinsipnya Pejabat Pembuat Akte Tanah wajib menggunakan cara

yang paling baik dan aman sesuai dengan kondisi dan fasilitas yang ada di

daerah yang bersangkutan.

4) Pejabat Pembuat Akte Tanah yang lalai memenuhi kewajiban tersebut

diancam dengan sanksi administratif :

a) Teguran lisan/tulisan

(33)

c) Pemberhentian dari jabatan.

c. Kewajiban Kantor Pendaftaran Tanah (KPT)

Kewajiban Kantor Pertanahan diatur dalam Pasal 13 ayat (3) :

1) Mendaftarkan Hak Tanggungan

2) Untuk itu Kantor Pendaftaran Tanah membuat Buku Tanah Hak

Tanggungan (BTHT)

3) Mencatat dalam Buku Tanah Hak Tanggungan atas tanah yang menjadi

objek hak tanggungan

4) Serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang

bersangkutan

5) Tanggal Buku Tanah Hak Tanggungan menurut pasal 13 ayat (4) dan (5)

adalah

a) Tanggal hari ketujuh (ke- 7) setelah penerimaan secara lengkap

surat – surat yang diperlukan bagi pendaftaran ;

b) Jika hari ke – 7 jatuh pada hari libur, Buku Tanah Hak

Tanggungan diberi tanggal pada hari kerja berikutnya

6) Dengan demikian efektifnya Hak Tanggungan terhitung dari tanggal

Buku Tanah Hak Tanggungan (filling date),

7) Asas openbar dan perlindungan hukum (legal protection), terhitung dari

(34)

4. Pembuatan Sertifikat Hak Tanggungan

Penerbitan Sertifikat Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 14 Undang –

Undang Hak Tanggungan :

a. Yang menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan :

1) Kantor Pertanahan

2) Caranya, mencantumkan Irah – Irah dengan kata – kata: ”Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” karena kekuatannya sama

dengan surat putusan Hakim.13 Dan juga dipakai untuk surat – surat yang

mempunyai kekuatan eksekutorial, atau surat yang dimohonkan fiat

eksekusinya atau exequtor kepada Ketua Pengadilan Negeri.14

b. Fungsi Sertifikat Hak Tanggungan :

1) Menjadi bukti Hak Tanggungan

2) Menjadi landasan kekuatan eksekutorial (executoriale kracht)

3) Kekuatan eksekutorialnya sama dengan putusan pengadilan yang

berkekuatan hukum tetap.

c. Tindakan Kantor Pertanahan Selanjutnya :

1) Mengembalikan sertifikat tanah yang berisi catatan Pemberian Hak

Tanggungan kepada Pemegang hak tanah

13

(35)

2) Memberikan sertifikat Hak Tanggungan kepada kreditor.15

Dalam Penjelasan Umum Undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun

1996 angka 3, dikemukakan bahwa sebagai lembaga hak jaminan atas tanah

yang kuat, Maka Hak Tanggungan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Droit de preferent

Artinya memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului

kepada pemegangnya (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1). Apabila Debitur

cidera janji, Kreditur pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek

yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan hukumyang

berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut,

dengan hak mendahului kreditur daripada Kreditur – Kreditur lain yang bukan

pemegang hak tanggungan atau Kreditur pemegang hak tanggungan dengan

peringkat yang lebih rendah. Dan juga dalam hal ini pemegang hak tanggungan

sebagai Kreditur memperoleh hak didahulukan dari Kreditur lainnya untuk

memperoleh pembayaran piutangnya dari hasil penjualan (pencairan) objek

jaminan kredit yang diikat dengan hak tanggungan tersebut. Kedudukan kreditur

yang mempunyai hak didahulukan dari kreditur lain (Kreditur preferen) akan

sangat menguntungkan kepada pihak yang bersangkutan dalam memperoleh

pembayaran kembali (pelunasan) pinjaman uang yang diberikannya kepada

Debitur yang cidera janji.16

2. Droit de suite

15

Ibid, h.191 - 192.

16

(36)

Artinya selalu mengikuti jaminan hutang dalam tangan siapapun objek

tersebut berada (Pasal 7). Dalam Pasal 7 Undang – Undang Hak Tanggungan

disebutkan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan

siapapun objek itu berada. Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi

kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Meskipun objek dari hak tanggungan

sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, Kreditur masih tetap dapat

menggunakan haknya melalui eksekusi, jika Debitur cidera janji.

3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan

Berdasarkan hal tersebut maka sahnya pembebanan Hak Tanggungan

disyaratkan wajib disebutkan dengan jelas piutang mana dan berapa jumlahnya

yang dijamin serta benda-benda mana yang dijadikan jaminan (syarat

spesialitas), dan wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan sehingga terbuka untuk

umum (syarat publisitas).

4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya jika debitur cidera janji

Meskipun secara umum ketentuan mengenai eksekusi telah diatur dalam

hukum acara perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara

khusus mengenai eksekusi hak tanggungan dalam Undang-undang ini, yaitu yang

(37)

224 HIR dan Pasal 258 Reglemen Hukum Acara untuk daerah luar Jawa dan

Madura.

Hak Tanggungan juga memiliki sifat tidak dapat dibagi-bagi kecuali jika

diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), seperti

ditetapkan dalam Pasal 2 Undang – Undang Hak Tanggungan. Dengan sifatnya

yang tidak dapat dibagi-bagi, maka Hak Tanggungan akan membebani secara

utuh objek Hak tanggungan. Hal ini mengandung arti bahwa apabila hutang

(kredit) yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan baru dilunasi

sebagian, maka Hak Tanggungan tetap membebani seluruh objek Hak

Tanggungan.

Klausula “kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak

Tanggungan” dalam Pasal 2 Undang – Undang Hak Tanggungan, dicantumkan

dengan maksud untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia perbankan,

khususnya kegiatan perkreditan. Dengan menggunakan klausula tersebut, sifat

tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan dapat disimpangi, yaitu dengan

memperjanjikan bahwa apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak

atas tanah, maka pelunasan kredit yang dijamin dapat dilakukan dengan cara

angsuran. Besarnya angsuran sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah

yang merupakan bagian dari Objek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari

Hak Tanggungan tersebut. Dengan demikian setelah suatu angsuran dibayarkan,

Hak Tanggungan hanya akan membebani sisa Objek Hak Tanggungan untuk

menjamin sisa kredit yang belum dilunasi (Penjelasan Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2)

(38)

Sifat lain dari Hak Tanggungan adalah Hak Tanggungan merupakan

accecoir dari perjanjian pokok, artinya bahwa perjanjian Hak Tanggungan bukan

merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, tetapi keberadaannya adalah karena

adanya perjanjian lain yang disebut dengan perjanjian pokok. Perjanjian pokok

bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian hutang piutang yang

menimbulkan hutang yang dijamin itu. Hak Tanggungan terbagi atas Asas-asas,

Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah-masalah yang dihadapi Oleh Pihak

Perbankan, suatu Kajian Mengenai Undang – Undang Hak Tanggungan, Hal ini

sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Butir 8 Penjelasan Umum Undang

– Undang Hak Tanggungan yang memberikan penjelasan bahwa karena Hak

Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikatan atau accesoir pada suatu piutang

tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian hutang piutang atau perjanjian

lain, maka kelahiran dan keberadaanya ditentukan oleh adanya piutang yang

dijamin pelunasannya.

Ada beberapa asas dari hak tanggungan yang perlu dipahami dan

membedakan hak tanggungan ini dari jenis dan bentuk jaminan hutang dan

bahkan membedakannya dari hipotik yang digantikannya. Asas – asas tersebut

diatur dalam berbagai Pasal dari Undang – Undang Hak Tanggungan:

5. Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan bagi Kreditur Pemegang Hak Tanggungan

Dari defenisi mengenai Hak Tanggungan sebagaimana dikemukakan

dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Hak Tanggungan, dapat diketahui

(39)

Kreditur tertentu terhadap Kreditur – Kreditur lain. Kreditur tertentu yang

dimaksud adalah yang memperoleh atau menjadikan pemegang Hak Tanggungan

tersebut. Mengenai apa yang dimaksud dengan pengertian “ Kedudukan yang

diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap Kreditur - Kreditur lain”. Kreditur

tertentu yang dimaksud ialah yang memperoleh atau menjadi Pemegang Hak

Tanggungan tersebut. Mengenai apa yang dimaksud dengan pengertian

“Kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur –

Kreditur lain” tidak dijumpai dari penjelasan Pasal 1 tersebut tetapi, dijumpai di

bagian lain yaitu di dalam Angka 4 penjelasan umum Undang – Undang Hak

Tanggungan. Dijelaskan dalam penjelasan umum Undang – Undang Hak

Tanggungan itu bahwa yang dimaksudkan dengan “memberikan kedudukan

diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur – Kreditur lainnya.

6. Bahwa jika Debitur cedera janji, Kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan Peraturan Perundangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului dari pada Kreditur – Kreditur yang lain. Kedudukan yang diutamakan tersebut adalah barang tentu tidak mengurangi preference piutang – piutang Negara menurut ketentuan – ketentuan umum yang berlaku.

Asas ini adalah asas yang berlaku pula bagi hipotik yang telah digantikan

oleh hak tanggungan sepanjang yang berkaitan dengan tanah. Dalam penjelasan

diatas dapatlah diketahui bahwa hak Kreditur, yang menjadi hak pemegang

(40)

Kreditur – Kreditur lain, tetapi tetaplah harus mengalah terhadap piutang –

piutang Negara. Dengan kata lain, Hak Negara lebih utama dari hak Kreditur

pemegang tanggungan.

7. Hak Tanggungan Tidak Dapat Dibagi – bagi.

Hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi – bagi yang

ditentukan dalam Pasal 2 Undang – Undang Hak Tanggungan. Artinya, bahwa

hak tanggungan memberikan secara utuh objek hak tanggungan dari setiap

bagian dari padanya dan dilunasinya sebagian dari hutang yang dijamin tidak

berarti terbebannya sebagai objek hak tanggungan dari beban hak tanggungan

melainkan tanggungan tetap membebani objek hak tanggungan untuk sisa hutang

yang belum dibayar. Asas ini diambil dari asas yang berlaku bagi Hipotik

sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1163 KUHPerdata. Menurut Pasal 2

ayat (1) jo Ayat (2) Undang – Undang Hak Tanggungan tidak dapat dibagi –

baginya Hak Tanggungan dapat disimpan oleh para pihak apabila menginginkan

hal yang demikian itu dengan memperjanjikannya dalam akta pemberian hak

tanggungan. Namun, penyimpangan itu hanya dapat dilakukan sepanjang :

a. Hak Tanggungan itu dibebankan kepada beberapa hak atas tanah.

b. Pelunasan hutang yang dijamin dilakukan dengan cara angsuran yang

besarnya sama dengan nilai masing – masing hak atas tanah yang

merupakan bagian dari objek hak tanggungan yang akan dibebaskan

dari hak tanggungan tersebut. Sehingga kemudian hak tanggungan itu

hanya membebani sisa objek hak tanggungan untuk menjamin sisa

(41)

8. Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga berikut benda – benda yang berkaitan dengan tanah tersebut

Berdasarkan Pasal 4 ayat (4) Undang – Undang Hak Tanggungan, Hak

Tanggungan dapat dibebankan bukan saja pada hak atas tanah yang menjadi

Objek Hak Tanggungan tetapi juga berikut Hak Bangunan, tanaman dari hasil

karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. Bangunan, Tanaman

dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut adalah yang

dimaksudkan oleh Undang – Undang Hak Tanggungan sebagai “benda – benda

yang berkaitan dengan tanah”.

9. Hak Tanggungan dapat dibebankan juga benda – benda yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari.

Hak Tanggungan dapat dibebankan pula atas benda – benda yang

berkaitan dengan tanah sekalipun benda – benda tersebut belum ada tetapi baru

akan nada dikemudian hari. Dalam pengertian “yang baru akan ada” ialah benda – benda yang pada saat hak tanggungan di bebankan belum ada sebagai

bagian dari tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut. Misalnya karena

benda – benda tersebut baru ditanam atau baru dibangun kemudian setelah hak

tanggungan itu dibebankan atas tanah tersebut. Berbeda dengan hipotik

sebagaimana diatur dalam Pasal 1165 KUHPerdata bahwa setiap hipotik

mengikuti juga segala apa yang menjadi satu dengan benda itu karena

pertumbuhan atau pembangunan. Dengan kata lain tanpa harus diperjanjikan

(42)

dikemudian hari demi hukum dan terbebani pula dengan hipotik yang telah

dibebankan sebelumnya diatas hak atas tanah yang menjadi objek hipotik.

10. Perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian Accessoir.

Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri

sendiri. Keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain yang disebut

perjanjian pokok. Perjanjian pokok bagi perjanjian hak tanggungan adalah

perjanjian hutang piutang yang menimbulkan hutang yang dijamin. Dengan kata

lain, Perjanjian Hak Tanggungan adalah suatu Perjanjian Accesoir. Dalam Butir

8 Penjelasan Umum Undang – Undang Hak Tanggungan ada yang dikemukakan

hal yang demikian. Perjanjian Hak Tanggungan dikatakan sebagai Perjanjian

Accesoir di dasarkan pada Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) Undang –

Undang Hak Tanggungan yaitu karena :

a. Pasal 10 ayat (1) menentukan bahwa perjanjian untuk memberikan Hak

Tanggungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bagian utang

– piutang yang bersangkutan.

b. Pasal 18 ayat (1) huruf a menentukan bahwa hak tanggungan hapus

karena hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan.

11. Tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk hutang yang baru akan ada.

Menurut Pasal 3 Undang – Undang Hak Tanggungan. Hak Tanggungan

dapat dijadikan jaminan untuk :

(43)

b. Hutang yang baru akan ada tetapi telah diperjanjikan sebelumnya dengan

jumlah tertentu.

c. Hutang yang baru akan ada tetapi telah diperjanjikan sebelumnya, dengan

jumlah yang pada saat permohonan eksekusi hak Tanggungan diajukan

ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain

yang menimbulkan hubungan hutang piutang yang bersangkutan.

Dengan demikian hutang yang dijamin dengan hak tanggungan dapat

berupa hutang yang sudah ada maupun yang belum ada atau baru yang

akan dikemudian hari, tetapi harus sudah diperjanjikan sebelumnya.

Dapat dijadikannya hak tanggungan untuk menjamin utang yang baru

akan ada dikemudian hari adalah untuk menampung timbulnya hutang

sebagai akibat pembebanan bunga atas pinjaman pokok dan

pembebanan atas ongkos – ongkos lain yang jumlahnya baru dapat

ditentukan kemudian.

12. Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari 1 Hutang.

Pasal 3 ayat (2) Undang – Undang Hak Tanggungan menentukan bahwa

Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu hutang yang berasal dari suatu

hubungan hukum, atau untuk suatu hutang atau lebih yang berasal dari beberapa

hubungan hukum. Dengan adanya ketentuan tersebut tertampunglah ketentuan

pemberian Hak tanggungan bagi kredit sindikasi perbankan, yang dalam hal itu

seorang Debitur memperoleh kredit lebih dari satu Kreditur atau bank, tetapi

(44)

hanya dalam 1 perjanjian kredit atau berdasarkan beberapa perjanjian kredit

tetapi bagi semua Kreditur itu diberikan jaminan atau agunan tanah yang sama.

13. Hak Tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapa pun objek Hak tanggungan itu berada.

Pasal 7 Undang – Undang Hak Tanggungan menetapkan asas bahwa hak

Tanggungan tetap mengikuti objeknya, dalam tangan siapa pun Objek hak

Tanggungan tersebut berada. Dengan demikian, Hak Tanggungan tidak akan

berakhir sekali pun objek hak tanggungan beralih kepada pihak lain oleh karena

sebab apa pun juga. Berdasarkan asas ini, pemegang hak tanggungan akan selalu

dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapa pun benda itu berpindah.

Ketentuan Pasal 7 Undang – Undang Hak Tanggungan itu merupakan

perwujudan dari asas droit de suite.

14. Hak tanggungan hanya dapat diberikan atas tanah tertentu.

Asas ini menghendaki bahwa Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan

atas tanah yang bisa ditentukan secara spesifik. Di anutnya asas spesialitas oleh

Hak Tanggungan ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 8 dan Pasal 11 ayat

(1) huruf e Undang – Undang Hak Tanggungan. Pasal 8 Undang – Undang Hak

Tanggungan menentukan bahwa pemberi hak tanggungan harus mempunyai

kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan

yang bersangkutan dan kewenangan tersebut harus ada pada saat pendaftaran hak

tanggungan dilakukan.

Ketentuan tersebut hanya mungkin terpenuhi apabila objek hak

(45)

Selanjutnya pula karena Pasal 11 ayat (1) huruf e menentukan bahwa di dalam

akta pemberian hak tanggungan wajib dicantumkan uraian yang jelas mengenai

objek hak tanggungan. Ketentuan ini tidak mungkin dilakukan apabila objek hak

tanggungan belum ada dan belum diketahui ciri – cirinya. Kata – Kata “uraian

yang jelas mengenai objek hak tanggungan” dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e

menunjukkan bahwa objek hak tanggungan harus secara spesifik dapat diuraikan

dalam akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan.

15. Hak Tanggungan Wajib di daftarkan

Terhadap hak tanggungan berlaku asas publisitas atau asas keterbukaan.

Hal ini diatur dalam Pasal 13 Undang – Undang Hak Tanggungan yang

menyatakan bahwa pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada kantor

pertanahan. Pendaftaran pemberian Hak tanggungan yang merupakan syarat

mutlak untuk akhirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikat terhadap pihak

ketiga.

16. Hak Tanggungan dapat diberikan dengan disertai dengan janji – janji tertentu.

Menurut Pasal 11 Undang – Undang Hak Tanggungan ayat (2) Hak

tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji – janji tertentu. Janji – janji

tersebut dicantumkan dalam akta pemberian Hak Tanggungan yang

bersangkutan. Janji – janji yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) Undang –

Undang Hak Tanggungan itu bersifat fakutatif dan tidak limitatif. Bersifat

fakultatif karena janji – janji itu boleh dicantumkan atau tidak dicantumkan. Baik

(46)

diperjanjikan janji – janji selain dari janji – janji yang telah disebutkan dalam

Pasal 11 ayat (2) Undang – Undang Hak Tanggungan.

17. Objek Hak Tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh Pemegang Hak Tanggungan bila Debitur cedera janji

Menurut Pasal 12 Undang – Undang Hak Tanggungan, janji yang

memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki

Objek Hak Tanggungan apabila Debitur cedera janji, adalah batal demi hukum.

Dalam kedudukannya yang lemah dan sangat membutuhkan uang atau kredit,

Debitur bisa saja terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang berat dan

merugikan baginya. Atas dasar pertimbangan itulah, pencantuman janji yang

demikian itu dilarang.

Dari uraian mengenai ciri – ciri dan asas – asas hak tanggungan tersebut

diatas, jelaslah bahwa Undang – Undang Hak Tanggungan berusaha untuk

berikan perlindungan yang seimbang antara Debitur pemberi hak tanggungan

dan Kreditur pemegang hak tanggungan. Dan diketahui juga bahwa hapusnya

hak tanggungan karena :

a. Hapusnya hutang yang dijamin, sebagai konsekuensi sifat accessoir

Hak Tanggungan.

b. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh Kreditur pemegangnya yang

dibuktikan dengan pernyataan tertulis mengenai di lepaskannya Hak

Tanggungan yang bersangkutan yang bersangkutan kepada pemberi

(47)

c. Pembersihan Hak Tanggungan yang bersangkutan berdasarkan

penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan

pembeli tanah yang dijadikan jaminan.

d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya Hak atas tanah yang

dijadikan jaminan, tidak menyebabkan hapusnya piutang kreditur tetap ada,

tetapi tidak lagi mendapat jaminan secara preferent.17

B.

Objek Hak Tanggungan

Pada tanggal 24 September 1960 disahkan oleh Presiden Republik

Indonesia Soekarno dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 104 Tahun 1960 Undang – Undang No. 5 tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, yang dikenal dengan nama singkatan

resminyPeraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, disingkat UUPA.18

1. Hak Milik

Maka

dengan adanya Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria diketahui tentang Objek

Hak Tanggungan menurut Pasal 4, disesuaikan terbatas dengan pasal 16

Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria

No. 5 Tahun 1960). Sehubungan dengan itu, bertitik tolak dan merujuk kepada

Pasal 16 Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria tersebut, Hak yang dapat

dijadikan Objek Hak Tanggungan terdiri dari :

2. Hak Guna Usaha

17

Kelompok Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum UNPAD,Seminar Hak Tanggungan atas tanah & benda – benda yang berkaitan dengan tanah, (Bandung, Citra Adytya Bakti, 1996). h. 32.

18

(48)

3. Hak Guna Bangunan

4. Hak Pakai19

Subjek Objek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu

Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang. Objek Hak

Tanggungan telah dikembangkan oleh Undang – Undang No. 4 Tahun 1996 jika

dibandingkan dengan Undang – Undang Pokok Agraria, baik objek hak atas

tanah maupun dimungkinkannya berikut benda – benda lain seperti bangunan,

tanaman, hasil karya dan lain – lain yang ada di atasnya.

20

Dan apabila suatu

Objek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan,

peringkat masing – masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal

pendaftarannya Kantor Pertanahan. Hak Tanggungan tetap mengikuti objeknya

dalam tangan siapapun objek tersebut berada.21

Dalam Hak Tanggungan dikenal adanya Syarat Objek Hak Tanggungan antara

lain:

1. Asas publisitas

a. Tanah Objek Hak Tanggungan telah terdaftar pada Kantor pertanahan

b. Tanah besertifikat

2. Asas transferability

a. Dapat dipindahtangankan

b. Oleh karena itu, dapat segera direalisasikan pemenuhan pembayaran

utang dengan jalan menjual objek Hak Tanggungan

19

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja,Hukum Harta Kekayaan Hak Tanggungan, (Jakarta,Kencana,2006).h.78.

20

(49)

3. Asas certainability atau asas spesialitas (khusus).22

Dalam Objek Hak Tanggungan dikenal adanya tanah adat. Hal ini diatur dalam

Pasal 10 ayat 3 dengan syarat :

.

1. Dokumen administrasi konversinya dari tanah adat :

a. Sudah lengkap

b. Proses administrasi konversinya belum selesai dilaksanakan.

2. Semua syarat pendaftaran untuk memperoleh hak telah terpenuhi

3. Pemberian Hak Tanggungan harus dilakukan bersamaan dengan

permohonan pendaftaran.23

Dalam Objek Hak Tanggungan, dikenal pembeli Objek Hak Tangungan

,baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri

maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak

Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dapat dibersihkan dari segala beban

Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian. Pembersihan Objek Hak

Tanggungan dari beban Hak Tanggungan dilakukan dengan pernyataan tertulis

dari pemegang Hak Tanggungan yang berisi dilepaskannya Hak Tanggungan

yang membebani objek Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.

Apabila objek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan

dan tidak terdapat kesepakatan diantara para pemegang Hak Tanggungan

tersebut mengenai pembersihan Objek Hak Tanggungan dari beban yang

melebihi pembeliannya. Pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan

kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek

22

Boedi Harsono. Op.Cit. h. 422.

23

(50)

Hak Tanggungan yang bersangkutan untuk menetapkan pembersihan itu dan

sekaligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang

diantara para yang berpiutang dan peringkat mereka menurut Peraturan

Perundang – Undangan yang berlaku.

Permohonan pembersihan Objek Hak Tanggungan dari Hak Tanggungan

yang membebaninya tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut, Apabila

pembelian demikian itu dilakukan dengan jual – beli suka rela dan dalam akta

pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan para pihak telah dengan tegas

memperjanjikan bahwa objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban

Hak Tanggungan.

Dalam Objek Hak Tanggungan berkaitan erat juga dengan Penjualan

objek Hak Tanggungan. Objek Hak Tanggungan harus melalui prosedur

penjualan objek Hak Tanggungan melalui lelang dilaksanakan, pendaftaran hak

atas tanah yang berasal dari lelang, dan juga hambatan-hambatan dalam

pelaksanaannya. Penjualan objek hak tanggungan melalui lelang dilakukan oleh

pihak KPKNL secara parate eksekusi menurut ketentuan Peraturan Menteri

Keuangan No. 40/PMK.07/2006 tentang petunjuk pelaksanaan lelang, serta dari

hasil pelaksanaan lelang tersebut dibuat Risalah Lelang sebagai alat bukti otentik

mengenai berita acara pelaksanaan lelang. Dengan adanya lelang tersebut secara

otomatis terjadi perubahan atau peralihan hak objek lelang yaitu berupa hak atas

tanah kepada pemenang lelang.

Menurut Pasal 36 ayat (1) dan (2) PP No. 24 Tahun 1997 pemegang hak

(51)

Pemindahan hak melalui lelang menurut Pasal 41 (1) PP No. 24 Tahun 1997

menjelaskan bahwa peralihan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika

dibuktikan dengan adanya Risalah Lelang yang dibuat oleh pejabat lelang.

Dalam Objek Hak Tanggungan juga dikenal Hak Pakai atas tanah

Negara.Hak Pakai Atas Tanah Negara yang dimaksudkan adalah hak pakai yang

diberikan kepada perseorangan dan badan – badan hukum selama jangka waktu

tertentu, untuk keperluan pribadi dan usaha. Yang tidak termasuk hak pakai

yang dapat dijadikan Objek Hak Tanggungan adalah Hak Pakai Instansi –

Instansi Pemerintah, PEMDA, Badan – Badan Keagamaan, dan Sosial, serta

Perwakilan Negara Asing, yang peruntukkannya tertentu dan menurut sifatnya

tidak dapat dipindahtangankan.

Selain objek yang disebut diatas Undang – Undang Hak Tanggungan juga

membuka kemungkinan untuk membebankan tanah berikut atau tidak berikut

bangunan dan tanaman diatasnya. Hukum tanah nasional kita didasarkan pada

hukum adat yang dalam hubungannya bangunan dan tanaman diatas sebidang

tanah, menggunakan asas pemisahan horizontal. Menurut asas tersebut bangunan

dan tanaman yang ada diatas tanah bukan merupakan bagian atas tanah yang

bersangkutan. Oleh karena itu perbuatan hukum mengenai tanah tidak dengan

sendirinya meliputi bangunan dan atau tanaman yang ada di atasnya. Dalam

praktik tampak sering kali perbuatan hukum mengenai tanah dilakukan dengan

mengikut sertakan bangunan diatasnya. Praktek tersebut dibenarkan oleh

hukum, dengan syarat bahwa bangunan dan tanaman yang bersangkutan

(52)

tanamannya tanaman keras) dan maksud mengikutsertakan bangunan dan atas

tanaman tersebut diatas dinyatakan secara tegas oleh pihak – pihak yang

bersangkutan.

Dalam praktek dikemukakan oleh Undang – Undang Hak Tanggungan

dalam Pasal 4 ayat (3), tanpa mengganti asas pemisahan horizontal dengan asas

perlekatan atau asas accessie. Diikutsertakannya bangunan dan atau tanaman

tersebut tidak terjadi dengan sendirinya. Melainkan harus secara tegas

dinyatakan oleh para pihak dalam akta pemberian hak tanggungan atas nama

yang bersangkutan. Bangunan dan atau tanaman tersebut tidak terbatas pada

yang sudah ada pada waktu hak tanggungan diperjanjikan, namun juga terhadap

bangunan dan atau tanaman yang masih akan dibangun atau ditanam kemudian.

Perluasan ini penting umtuk menjamin pelunasan kredit pembangunan, yang

justru diperlukan untuk membangun bangunan atau menanam tanam – tanaman

yang akan dijadikan jaminan.

Kemudian berdasarkan Pasal 4 ayat (5) Undang – Undang Hak

Tanggungan dapat diikutsertakan juga bangunan dan atau tanaman milik pihak

yang lain yang berada diatas tanah tersebut. Dalam hal demikian,

pembebanannya dengan hak tanggungan hanya dapat dilakukan dengan

penandatanganan pada akta pemberian hak tanggungan oleh pemiliknya atau

yang diberikan kuasa untuk itu olehnya dengan otentik.24

(53)

Dari uraian mengenai Objek Hak Tanggungan sebagaimana hak tersebut

diatas, dapat diketahui bahwa hak tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah

dan benda – benda yang berkaitan dengan tanah.

C.

Sertifikat Hak Tanggungan Dan

Surat Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan

Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama

dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan

berlaku sebagai pengganti grosse acte hypothek sepanjang mengenai hak atas

tanah.25

1. Hak atas tanah tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku wajib di

daftar dalam daftar umum.

Dua unsur mutlak yang harus dimiliki suatu hak atas tanah untuk dapat

dijadikan jaminan hutang ialah :

Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan atau preference yang

diberikan kepada Kreditur pemegang hak tanggungan terhadapa Kreditur

lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai hak tanggungan tersebut pada

buku tanah dan Sertifikat Hak Tanggungan yang dibebaninya sehingga setiap

orang dapat mengetahuinya atau asas publisitas.

2. Hak tersebut menurut sifatnya harus dipindahtangankan.

Sehingga apabila diperlukan dapat segera dijual untuk membayar hutang

yang dijamin pelunasannya. Kedua syarat tersebut secara tersirat dapat

ditemukan dalam penjelasan umum angka lima Undang – Undang Hak

Tanggungan dan kemudian dipertegas dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1)

25

Referensi

Dokumen terkait

Trend konsumsi beras di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2001-2015 adalah meningkat setiap tahunnya, dan Estimasi konsumsi beras di Provinsi Kalimantan Tengah tahun

Proses pengeringan campuran antara air dan tepung tapioka (yang merupakan hasil akhir yang diperoleh dari mesin ini setelah melalui proses pemarutan, penggilasan dan

Sosialisasi awal adalah bentuk pengenalan program kepada masyarakat, pada sosialisasi ini masyarakat diberikan wawasan tentang kebersihan lingkungan,

[r]

2 Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan citra (image) secara 2 dimensi (2D) dari kondisi bawah permukaan lapangan panas bumi Way Ratai berdasarkan data

Pengembangan prototipe modul sempoa operasi hitung penjumlahan dan pengurangan untuk melatih karakter teliti dapat digunakan siswa kelas I sekolah dasar sebagai

Secara spesifik, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan membaca dan pemahaman bacaan dikemukakan oleh Shores (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007), antara lain ukuran

InSAR adalah teknik pengin- deraan jauh yang menggunakan citra hasil dari satelit radar, untuk mengekstraksi informasi tiga dimensi dari permukaan bumi dengan pengamatan