• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Kredit Mobil Yang Dialihkan Kepihak Ketiga (PT. Oto Multiartha)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Kredit Mobil Yang Dialihkan Kepihak Ketiga (PT. Oto Multiartha)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANUGERAH PUTRA RAMADAN NASUTION 090200491

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

ANUGERAH PUTRA RAMADAN NASUTION 090200491

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 1966033185081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

M. Husni, SH., M.Hum Hj. Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum NIP. 195802021988031004 NIP. 196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Peralihan kepemilikan alat transportasi baik kendaran roda dua maupun roda empat, dari pelaku usaha ke konsumen dapat dilakukan dengan membeli langsung maupun dengan cara angsuran atau dalan praktek bisnis dikenal dengan istilah kredit. Cara-cara pembelian langsung artinya peralihan kepemilikan barang beralih seketika itu juga diikuti dengan pembayaran/penyerahan uang secara lunas dalam praktek hal ini tidak mengalami kendala yang berarti, namun peralihan barang secara angsuran dalam praktek banyak permasalahan yang timbul dan semakin kompleks.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana bentuk perjanjian kredit dengan pengalihan mobil kepada pihak ketiga, Bagaimana perlindungan hukum terhadap pengalihan mobil kepada pihak ketiga, Bagaimana akibat hukum terhadap pihak ketiga yang menerima pengalihan kredit PT. Oto Multiartha. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif dan penelitian lapangan pada PT. Oto Multiartha.

Bentuk perjanjian kredit dengan pengalihan mobil kepada pihak ketiga Kebanyakan orang menganggap bahwa proses oper kredit cukup dilakukan antara dua pihak, yaitu pihak yang mengoper dan pihak yang menerima operan tanpa melibatkan pihak kreditur (bank/leasing) yang memberikan fasilitas pendanaan. Bentuk perjanjian pun seringkali dibuat dibawah tangan bahkan kadang-kadang hanya perjanjian lisan saja. Perlindungan Hukum terhadap pihak ketiga dalam pengalihan kredit mobil meskipun tindakan pengalihan kredit (oper kredit) yang dilakukan secara dibawah tangan merupakan perbuatan hukum yang memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian dan dilaksanakan atas itikad baik, akan tetapi hal mengenai perlindungan hukum bagi pembeli hak Mobil ini tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, tindakan pengalihan kredit yang dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan tertulis dari pihak PT. Oto Multiartha tidak memberikan kedudukan dan perlindungan hukum yang kuat bagi pihak pembeli selaku debitur yang menerima pengalihan kredit mobil. Akibat hukum terhadap penerima pengalihan yang masih dalam kredit, pihak ketiga wajib membayar angsurannya setiap bulannya sampai kredit mobilnya selesai sehingga BPKB-nya menjadi atas nama pihak ketiga

(4)

rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya. Adapun judul skripsi ini adalah “ Perlindungan Hukum Terhadap Kredit Mobil Yang Dialihkan Kepihak Ketiga (PT. Oto Multiartha)”. Penulisan skripsi ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik berupa masukan maupun saran, sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak M Husni, SH., M.Hum, selaku Pembimbing I penulis, Ibu Hj. Puspa Melati Hasibuan, SH.,M.Hum,, selaku Pembimbing II penulis yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis juga dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

(5)

3. Bapak Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan serta saran yang membangun kepada penulis Skripsi ini.

4. Ibu Sinta Uli, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Kekhususan Hukum Perdata Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan serta saran yang membangun kepada penulis Skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Sarjana. 6. Para pegawai/karyawan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang

selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan. Sungguh rasanya suatu kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Bapak H. Bahman Nasution, SH dan Ibunda Rosmala Dewi Batubara, yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan membesarkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada kakak dan adik-adikku Drg. Suri Kumala Dewi Nasution, Nora Sari Dewi Nasution, SH, M.Kn dan Akbar Halim Nasution

(6)

manfaat kepada semua pihak.

Medan, Januari 2014 Penulis,

(7)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT ... 14

A. Pengertian Perjanjian dan Asas-asas Perjanjian ... 14

B. Jenis-Jenis Perjanjian dan Syarat-Syarat Perjanjian ... 18

C. Perjanjian Kredit dan Pembiayaan Konsumen ... 36

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENGALIHAN KREDIT.. 43

A. Pengertian Pengalihan Kredit ... 43

B. Objek Pengalihan Kredit ... 44

(8)

Ketiga ... 47

B. Perlindungan Hukum Terhadap Pengalihan Mobil Kepada Pihak Ketiga ... 61

C. Akibat Hukum Terhadap Pihak Ketiga yang menerima Pengalihan Kredit pada PT. Oto Multiartha ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

(9)

Peralihan kepemilikan alat transportasi baik kendaran roda dua maupun roda empat, dari pelaku usaha ke konsumen dapat dilakukan dengan membeli langsung maupun dengan cara angsuran atau dalan praktek bisnis dikenal dengan istilah kredit. Cara-cara pembelian langsung artinya peralihan kepemilikan barang beralih seketika itu juga diikuti dengan pembayaran/penyerahan uang secara lunas dalam praktek hal ini tidak mengalami kendala yang berarti, namun peralihan barang secara angsuran dalam praktek banyak permasalahan yang timbul dan semakin kompleks.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana bentuk perjanjian kredit dengan pengalihan mobil kepada pihak ketiga, Bagaimana perlindungan hukum terhadap pengalihan mobil kepada pihak ketiga, Bagaimana akibat hukum terhadap pihak ketiga yang menerima pengalihan kredit PT. Oto Multiartha. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif dan penelitian lapangan pada PT. Oto Multiartha.

Bentuk perjanjian kredit dengan pengalihan mobil kepada pihak ketiga Kebanyakan orang menganggap bahwa proses oper kredit cukup dilakukan antara dua pihak, yaitu pihak yang mengoper dan pihak yang menerima operan tanpa melibatkan pihak kreditur (bank/leasing) yang memberikan fasilitas pendanaan. Bentuk perjanjian pun seringkali dibuat dibawah tangan bahkan kadang-kadang hanya perjanjian lisan saja. Perlindungan Hukum terhadap pihak ketiga dalam pengalihan kredit mobil meskipun tindakan pengalihan kredit (oper kredit) yang dilakukan secara dibawah tangan merupakan perbuatan hukum yang memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian dan dilaksanakan atas itikad baik, akan tetapi hal mengenai perlindungan hukum bagi pembeli hak Mobil ini tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, tindakan pengalihan kredit yang dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan tertulis dari pihak PT. Oto Multiartha tidak memberikan kedudukan dan perlindungan hukum yang kuat bagi pihak pembeli selaku debitur yang menerima pengalihan kredit mobil. Akibat hukum terhadap penerima pengalihan yang masih dalam kredit, pihak ketiga wajib membayar angsurannya setiap bulannya sampai kredit mobilnya selesai sehingga BPKB-nya menjadi atas nama pihak ketiga

(10)

A. Latar Belakang

Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari.1 Tansportasi sendiri terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu transportasi laut, udara dan darat. Dari tiga macam sarana transportasi tersebut, sarana transportasi darat merupakan sarana transportasi yang paling banyak digunakan salah satunya kendaraan bermotor berupa mobil. Mobil adalah kendaran bermotor yang beroda empat atau lebih yang digerakan tenaga mesin dengan bahan bakar bensin atau solar dan mempunyai bentuk tertentu. Dalam kenyataanya kemampuan untuk memiliki sebuah kendaraan mobil tidaklah mudah, mahalnya harga mobil baik baru maupun bekas mengakibatkan tidak terjangkaunya sebagian masyarakat untuk membeli mobil, akan tetapi karena pentingnya kegunaan mobil sebagai alat transportasi di masyarakat sekarang ini dan mahalnya harga mobil maka terbuka peluang usaha bagi perusahaan pembiayaan untuk melayani atau membantu masyarakat agar bisa mempunyai mobil sendiri yang bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Kebutuhan akan alat transportasi dirasakan mendesak apalagi bagi mereka yang tinggal di daerah yang tidak terjangkau sarana transportasi umum. Salah satu

1Pengertian Transportasi”,

(11)

cara mengatasi hal tersebut, yaitu dengan memiliki alat tranportasi sendiri. Kendaraan bermotor sebagai salah satu sarana transportasi menjadi sangat penting dalam mendukung seluruh aktifitas sehari-hari. Keterbatasan financial selalu menjadi penghambat seseorang untuk memiliki kendaraan bermotor tersebut karena tingginya harga kendaraan yang harus dibayar.2

Adapun bentuk pelayanan atau bantuan yang diberikan kepada masyarakat yaitu melalui pembiayaan konsumen dengan memberikan fasilitas pembiayaan berupa dana untuk membeli kendaraan bermotor melalui transaksi jual beli bersyarat antara pembeli dan penjual. Penjual di sini bisa perseorangan maupun perusahaan. Fasilitas pembiayaan tersebut selanjutnya dituangkan dalam perjanjian yang diberi nama perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia antara pembeli atau konsumen disebut sebagai debitur dengan pihak perusahaan pembiayaan konsumen sebagai kreditur. dalam pembelian kendaraan tersebut hak milik seolah-olah beralih ke pembeli, akan tetapi pada kenyataannya tidak karena hak milik ada ditangan kreditur, dimana penyerahan hak milik berupa BPKB merupakan salah satu syarat terjadinya perjanjian pembiayaan tersebut.

Kebutuhan masyarakat yang meningkat ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh pelaku usaha dalam memberikan penawaran alat tranportasi baik berupa kendaran bermotor roda dua /motor/ kendaran bermotor roda empat kepada masyarakat. Bahkan akhir-akhir ini pelaku usaha saling berlomba-lomba dalam menawarkan barangnya dengan pemberian hadiah, diskon, kemudahan-kemudahan cara pembelian yaitu dengan cara pemberian kredit dengan uang

2

(12)

muka yang ringan. Selain memberikan kemudahan kepada konsumen yang membutuhkan alat tranportasi tersebut, juga para pelaku usaha berlomba-lomba menawarkan dagangannya dengan cara membuat iklan maupun langsung membuka show room dijalan-jalan khususnya untuk alat tranportasi sepeda motor atau melakukan promosi/pameran di mal/pasar swalayan untuk alat tranportasi roda empat/mobil maupun sepeda motor. Segala bentuk penawaran ini dilakukan agar konsumen tertarik untuk membelinya dan akhirnya pelaku usaha dapat dengan mudah untuk meraup keuntungan dari konsumen.

Penjualan melalui sistem kredit mulai marak dan berkembang di masyarakat seiring dengan banyaknya produk yang diluncurkan ke pasar dan juga kebutuhan manusia yang kompleks yang juga didorong oleh kecenderungan masyarakat yang konsumtif, mendorong manusia untuk selalu mencari alat yang bisa memudahkan aktifitasnya sehari-hari salah satu kebutuhan penting manusia adalah alat transportasi, untuk mendukung mobilitas manusia yang semakin tinggi. Sepeda motor adalah salah satu sarana transportasi yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini menjadi salah satu alternative yang sangat menggiurkan konsumen, masyarakat yang tadinya kesulitan untuk membeli kendaraan secara tunai, akan dapat teratasi dengan mudah dan cepat.3

Jasa pembiayaan merupakan salah satu cara yang digunakan masyarakat untuk mendapatkan sumber dana pembiayaan, disamping melalui badan usaha atau lembaga lainnya yang sama-sama memberikan kredit seperti melalui jasa perbankan. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit konsumsi

3 Ibid

(13)

(consumer credit). Hanya saja, jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumsi diberikan oleh bank.

4

Keppres Nomor 61 tahun 1988 Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik langsung dana dari masyarakat.4

Lembaga pembiayaan dalam melakukan kegiatan usahannya meliputi bidang usaha seperti yang diatur dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1251/KMK.013/198, yang antara lain adalah :

1. Sewa Guna Usaha (leasing).

2. Modal Ventura (venture capital).

3. Perdagangan Surat Berharga (securities company).

4. Anjak Piutang (factoring). 5. Usaha Kartu Kredit (credit card).

6. Pembiayaan Konsumen (consumer finance).5

Berbagai kegiatan usaha lembaga pembiayaan tersebus di atas yang dewasa ini berkembang pesat dalam masyarakat adalah suatu bidang usaha yang melakukan kegiatannya dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen.

Pembiayaan dana bagi konsumen itu dilakukan oleh perusahaan pembiayaan konsumen. Menurut SK Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tatacara Pelaksanaan Lembaga

4

Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995, cet-1, hlm 204

5

(14)

pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran secara angsuran dan berkala oleh konsumen.6

Perusahaan pembiayaan konsumen adalah pihak yang menyediakan dananya untuk keperluan konsumen membeli barang, sedangkan yang dimaksud konsumen adalah pihak yang menggunakan dana pembiayaan dari perusahaan pembiayaan untuk membeli barang dengan kewajiban membayar kembali hutang pembiayaan secara berkala.

Perjanjian pembiayaan konsumen atas kendaraan bermotor dibuat sebagai perwujudan kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata). Perjanjian pembiayaan tersebut berfungsi sebagai dokumen sah bagi perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen.7 Sebagai suatu perjanjian yang menegaskan tentang pemenuhan hak dan kewajiban yang mengikat pihak penanggung dengan tertanggung, maka kedua belah pihak harus menaati seluruh isi perjanjian, karena jika salah satu pihak tidak memenuhi maka dapatlah dikatakan pihak yang ingkar janji tersebut telah wanprestasi dan berhak menuntut ganti kerugian, seperti yang tercantum dalam Pasal 1239 dan 1240 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.8

Berdasarkan hal tersebut di atas PT. Oto Multiartha, sebagai salah satu perusahaan pembiayaan atas kendaraan bermotor menganggap adanya sebuah peluang bisnis dan juga menjadi sebuah solusi yang saling menguntungkan kepada masyarakat. Karena dengan adanya lembaga pembiayaan, masyarakat

6Ibid

. hlm. 6

7

Sunaryo, op.cit., hlm 99

8

(15)

dimudahkan memiliki barang yang dibutuhkan dengan segera tanpa harus memiliki uang tunai saat itu.

Peralihan kepemilikan alat transportasi baik kendaran roda dua maupun roda empat, dari pelaku usaha ke konsumen dapat dilakukan dengan membeli langsung maupun dengan cara angsuran atau dalan praktek bisnis dikenal dengan istilah kredit. Cara-cara pembelian langsung artinya peralihan kepemilikan barang beralih seketika itu juga diikuti dengan pembayaran/penyerahan uang secara lunas dalam praktek hal ini tidak mengalami kendala yang berarti, namun peralihan barang secara angsuran dalam praktek banyak permasalahan yang timbul dan semakin kompleks.

Banyaknya animo masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan alat transportasi ini secara angsuran/kredit/berkala, mengakibatkan menjamurnya pendirian perusahaan-perusahaan lembaga pembiayaan. Bahkan Bank Indonesia mencatat pada bulan Juli tahun 2011 posisi pembiayaan seluruh multifinance mencapai Rp.217,54 trilliun, angka ini mengalami kenaikan 2,4% bila dibandingkan pada bulan sebelumnya. Khusus untuk leasing pada bulan Juli Tahun 2011 nampak meningkat 2,2% dari bulan sebelumnya menjadi Rp.167,44 trilliun. Hari raya Lebaran tahun ini diyakini yang mampu mendorong meningkatnya pembiayaan tersebut.9

Syarat-syarat umum mengenai perjanjian pembiayaan tentunya sudah diatur secara jelas dalam Pasal-Pasal dan telah disepakati para pihak, akan tetapi tetap terjadi penyimpangan yang dilakukan pihak debitur, penyimpangan dalam

9

(16)

hal ini biasa dikenal dengan istilah wanprestasi. Adapun wanprestasi yang terjadi di PT. Oto Multiartha Cabang Medan yaitu mengenai pengalihan objek perjanjian kepada pihak ketiga yang dilakukan debitur tanpa persetujuan tertulis dari pihak kreditur. Padahal sudah jelas disebutkan dalam Pasal 3 huruf (i) menyebutkan

bahwa : “Debitur tidak boleh menyewakan, meminjamkan, menjaminkan atau

memindahtangankan tersebut kepada pihak lain”.

Menghadapi permasalahan tersebut pihak PT. Oto Multiartha Cabang Medan tempat penulis melakukan penelitian mempunyai penyelesaian tersendiri terhadap terjadinya wanprestasi berupa pengalihan objek perjanjian kepada pihak ketiga yang dilakukan debitur dan berkaitan dengan kendala-kendala yang dihadapi oleh kedua belah pihak dalam upaya penyelesaian permasalahan tersebut.

(17)

pada Perjanjian Pembiayaan Konsumen, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Berdasarkan latar belakang di atas tersebut penulis mengangkat judul skripsi Perlindungan Hukum Terhadap Kredit Mobil Yang Dialihkan Kepihak Ketiga (PT. Oto Multiartha).

B. Permasalahan

Permasalahan dalam skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Kredit Mobil Yang Dialihkan Kepihak Ketiga (PT.OTO MULTIARTHA) akan dibatasi pada permasalahan-permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk perjanjian kredit dengan pengalihan mobil kepada

pihak ketiga ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pengalihan mobil kepada pihak ketiga?

3. Bagaimana akibat hukum terhadap pihak ketiga yang menerima pengalihan kredit PT. Oto Multiartha?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bentuk perjanjian kredit dengan pengalihan mobil kepada pihak ketiga.

(18)

3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap pihak ketiga yang menerima pengalihan kredit PT. Oto Multiartha

D. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan mampu untuk memberikan manfaat baik manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam pengaturan untuk membuat peraturan hukum tentang leasing di Indonesia. Selain itu hasil penulisan ini juga akan menambah khasanah kepustakaan di bidang terjadinya leasing khususnya apabila terjadi wanprestasi serta dapat dijadikan sebagai masukan-masukan bagi perusahaan-perusahaan atau lembaga pembiayaan leasing.

2. Manfaat Praktis

(19)

bagi instansi yang terkait seperti lembaga pembiayaan dalam bentuk usaha leasing

E. Keaslian Penulisan

Sepanjang penelusuran di perpustakaan Fakultas hukum USU skripsi dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Kredit Sepeda Mobil yang dialihkan kepada pihak ketiga (Studi PT. Oto Multiartha) belum pernah diteliti dalam bentuk skripsi dari Departemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU, namun ada beberapa skripsi yang mengangkat tentang pengalihan kredit ditinjau dari segi yang berbeda. Adapun skripsi yang terlebih dahulu mengangkat judul di atas antara lain berjudul Aspek-Aspek Hukum dari Pembatalan sepihak dalam perjanjian jual beli sepeda motor secara kredit pada PT. Summit OTO Finance Medan, Akibat hukum pembatalan sepihak jual beli sepeda motor pada PT. Duta Putra Sentosa Tebing Tinggi, Tinjauan yuridis terhadap mengalihkan kredit mobil pada pihak ketiga (studi kasus pada Astra Credit Conpanies Cab. Medan), Akibat Hukum dari Pembatalan sepihak dalam perjanjian jual beli mobil secara kredit pada PT. Molek Motor Medan, Akibat Hukum pembatalan perjanjian jual beli mobil pada PT. Prima Mobil Indonesia.

(20)

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif juga dilakukan penelitian lapangan melalui teknik wawancara dengan beberapa Credit Marketing Officer PT. Oto Multiartha Medan dan beberapa debitur PT. Oto Multiartha Medan. Pendekatan normatif digunakan untuk mengkaji perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian pembiayaan konsumen dengan menggunakan tolok ukur Pasal-Pasal yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan R.I.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptf analitis, artinya memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang sedang diteliti.10

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang merupakan hasil olahan/tulisan/penelitian pihak lain.Dalam penelitin ini diperoleh dengan studi data sekunder berupa :

a. Bahan hukum primer yang terdiri dari : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Keppres RI No.61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Perdagangan R.I

10

(21)

No.Kep122/MK/IV/2/1974.No.32/M/SK/2/1974 dan No.30/Kpd/I/1974 tentang Perizinan Usaha Leasing, KepMenkeu RI No.448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan.

b. Bahan-bahan hukum sekunder, adalah bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, yang meliputi buku-buku ilmiah yang membahas perlindungan konsumen dan hasil-hasil penelitian, makalah-makalah seminar, naskah diberbagai media masa yang ada kaitannya dengan perjanjian baku dan perlindungan konsumen dalam perjanjian pembiayaan konsumen.

c. Bahan hukum tersier, terdiri dari kamus hukum dan kamus lain yang membantu dalam penelitian ini.

4. Analisa Data

Pada analisa data metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan teknik induksi yang digunakan untuk menganalisis data sekunder yang berbentuk dokumen perjanjian pembiayaan konsumen. Hasil editing kemudian diinterprestasikan dengan menggunakan teori dan konsep yang hasilnya dideskripsikan secara kualitatif kemudian diambil kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

(22)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

Pada bab akan membahas mengenai pengertian perjanjian dan asas-asas perjanjian, jenis-jenis perjanjian dan syarat-syarat perjanjian dan perjanjian kredit dan pembiayaan konsumen.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENGALIHAN KREDIT

Bab ini akan membahas tentang pengertian pengalihan kredit, objek pengalihan kredit, faktor-faktor penyebab terjadinya pengalihan kredit BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDIT MOBIL YANG

DIALIHKAN KEPIHAK KETIGA

Bagian ini akan membahas, bentuk perjanjian kredit dengan pengalihan mobil kepada pihak ketiga, perlindungan hukum terhadap pengalihan mobil kepada pihak ketiga dan akibat hukum terhadap pihak ketiga yang menerima pengalihan kredit pada PT. Oto Multiartha.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(23)

D. Pengertian Perjanjian dan Asas-Asas Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut kepentingan para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu hendaknya setiap perjanjian dibuat secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan hukum, sehingga tujuan kepastian hukum dapat terwujud. Sehubungan dengan perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi sebagai berikut :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih” R. Setiawan, definisi

tersebut kurang lengkap, karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja dan

juga sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup

juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Beliau memberikan definisi tersebut :

1) Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum,

2) Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal

1313 KUH Perdata.11

Sehingga menurut beliau perumusannya menjadi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

11

(24)

orang atau lebih. Menurut RUTTEN, rumusan perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata tersebut terlalu luas dan mengandung beberapa kelemahan.12

R. Subekti menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, dari peristiwa ini timbul suatu hubungan perikatan.13

Perjanjian adalah merupakan bagian dari perikatan, jadi perjanjian adalah merupakan sumber dari perikatan dan perikatan itu mempunyai cakupan yang lebih luas daripada perjanjian. Mengenai perikatan itu sendiri diatur dalam Buku III KUH Perdata, sebagaimana diketahui bahwa suatu perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Oleh karena itu bahwa perjanjian itu adalah sama artinya dengan kontrak. Selanjutnya definisi berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sebenarnya tidak lengkap, karena hanya mengatur perjanjian sepihak dan juga sangat luas karena istilah perbuatan yang dipakai akan mencakup juga perbuatan melawan hukum.14

Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh para sarjana hukum perdata, pada umumnya menganggap definisi perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata itu tidak lengkap dan terlalu luas.

R. Wirjono Prodjodikoro mengartikan perjanjian sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara kedua belah pihak, dalam mana satu pihak

12

Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang lahir dari perjanjian dan dari Undang-Undang), Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm. 46.

13

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1997, hlm. 1.

14

(25)

berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu.15 Abdul Kadir Muhammad merumuskan kembali definisi Pasal 1313 KUH Perdata sebagai berikut, bahwa yang disebut perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan.16

2. Asas-Asas Perjanjian

Asas-asas penting dalam perjanjian antara lain : a. Asas kebebasan berkontrak

Maksudnya adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka

yang membuatnya”.

Tujuan dari pasal di atas bahwa pada umumnya suatu perjanjian itu dapat dibuat secara bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, bebas untuk menentukan bentuknya maupun syarat-syarat, dan bebas untuk menentukan bentuknya, yaitu tertulis atau tidak tertulis dan seterusnya.

Jadi dari pasal tersebut dapat simpulkan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (tentang apa saja) dan

15

R. Wiryono Projodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bandung: Sumur, 2003, hlm. 9.

16

(26)

perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu Undang-undang. Kebebasan berkontrak dari para pihak untuk membuat perjanjian itu meliputi :

1) Perjanjian yang telah diatur oleh Undang-undang.

2) Perjanjian-perjanjian baru atau campuran yang belum diatur dalam undang-undang.

b. Asas konsensualisme

Adalah suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal.17

c. Asas itikad baik

Bahwa orang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang yaitu apa yang terletak pada seorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian obyektif adalah bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hukum harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.

d. Asas Pacta Sun Servanda

Merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat mereka yang membuatnya. Dan perjanjian tersebut berlaku seperti Undang-Undang. Dengan demikian para pihak tidak dapat mendapat kerugian karena perbuatan mereka dan juga tidak mendapat keuntungan darinya, kecuali kalau

17

(27)

perjanjian tersebut dimaksudkan untuk pihak ketiga. Maksud dari asas ini dalam suatu perjanjian tidak lain untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu.

e. Asas berlakunya suatu perjanjian

Pada dasarnya semua perjanjian itu berlaku bagi mereka yang membuatnya tak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga kecuali yang telah diatur dalam Undang-undang, misalnya perjanjian untuk pihak ketiga.18 Asas berlakunya

suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi : “Pada

umunya tidak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta

ditetapkannya suatu perjanjian suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri”.

E. Jenis-jenis Perjanjian dan Syarat-syarat Perjanjian 1. Jenis-jenis perjanjian

Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:19

a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya.

18Ibid

. hlm 9

19

(28)

b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.

c. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.

d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris. e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama Perjanjian

(29)

khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain.

Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.20

Achmad Busro, jenis perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak yang melakukannya. Misalnya: kewajiban yang timbul dalam perjanjian jual beli, pihak penjual mempunyai kewajiban pokok menyerahkan barang yang dijualnya, dipihak lain pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga yang telah disepakati. Perjanjian sepihak yaitu perjanjian dimana salah satu pihak saja yang dibebani suatu kewajiban. Misal: dalam perjanjian pemberian hibah, hanya satu pihak saja yang mempunyai kewajiban.

b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alas hak membebani

Perjanjian cuma-cuma yaitu suatu perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak tanpa adanya imbalan dari pihak lain. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang lain, antara prestasi dan kontra prestasi tersebut terdapat hubungan menurut hukum meskipun kedudukannya tidak harus sama. Misal: Disatu pihak

(30)

berprestasi sepeda, di pihak lain berprestasi kuda. Jadi disini yang penting adanya prestasi dan kontra prestasi.

c. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian konsensuil yaitu adanya suatu perjanjian cukup dengan adanya kata sepakat dari para pihak. Misalnya: Masing-masing pihak sepakat untuk mengadakan jual beli kambing. Perjanjian riil yaitu perjanjian disamping adanya kata sepakat masih diperlukan penyerahan bendanya. Misalnya: Dalam jual beli kambing tersebut harus ada penyerahan dan masih diperlukan adanya formalitas tertentu. Adapun untuk perjanjian formil dalam perjanjian jual beli kambing di atas dengan dibuatkan akta tertentu.

d. Perjanjian bernama, tidak bernama dan perjanjian campuran.

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang telah ada namanya seperti dalam buku III KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVIII. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak ada namanya. Ketentuannya diatur dalam buku III KUHPerdata Bab I sampai dengan Bab IV yang merupakan ketentuan umum. Perjanjian campuran adalah perjanjian yang terdiri dari beberapa perjanjian bernama juga kemungkinan pula terdapat perjanjian tidak bernama. e. Perjanjian kebendaan dan obligatoir

Perjanjian kebendaan yaitu perjanjian untuk menyerahkan hak kebendaan. Sedangkan perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban kepada pihak-pihak, misal: jual beli.

(31)

1) Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian untuk membebaskan dari kewajiban. Misal dalam Pasal 1438 KUHPerdata mengenai pembebasan hutang dan pasal-pasal berikutnya (Pasal 1440 dan Pasal 1442 KUHPerdata).

2) Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak sepakat menentukan pembuktian yang berlaku bagi para pihak.

3) Perjanjian untung-untungan, seperti yang ada dalam Pasal 1774 yaitu perjanjian yang pemenuhan prestasinya digantungkan pada kejadian yang belum tentu terjadi.

4) Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa. Contoh: Perjanjian yang dilakukan antara mahasiswa tugas belajar (ikatan dinas).21

Abdulkadir Muhammad juga mengelompokkan perjanjian menjadi beberapa jenis, yaitu:22

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan bangunan, tukar menukar.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak

21

Achmad Busro, Hukum Perikatan, Semarang, Oetama, 1985, hlm 4.

22

(32)

yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu. Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah.

Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan perjanjian menurut pasal 1266 KUHPerdata. Menurut pasal ini salah satu syarat ada pemutusan perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.

b. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisan berdasarkan undang-undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan Pasal 1341 KUHPerdata).

(33)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

d. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir.

Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, delivery contract) adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang.

Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

e. Perjanjian konsensual dan perjanjian real.

(34)

prbuatan hukum (perjanjian) yang obyeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak keetika itu juga terjadi peralihan hak. Hal ini disebut "kontan dan tunai".23

Salim H.S. jenis perjanjian dengan cara yang sedikit berbeda dibandingkan dengan para sarjana di atas. Salim H.S di dalam bukunya menyebutkan bahwa jenis kontrak atau perjanjian adalah:24

a. Kontrak menurut sumber hukumnya

Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Perjanjian (kontrak) dibagi jenisnya menjadi lima macam, yaitu:

1) Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;

2) Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;

3) Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban; 4) Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan

bewijsovereenkomst;

5) Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan

publieckrechtelijke overeenkomst;

b. Kontrak menurut namanya

23Ibid

., 1992, hlm 86

24

(35)

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak nominaat adalah kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian. Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak innominat adalah leasing, beli sewa,

franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain.

(36)

ketentuan-ketentuan yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori absorpsi (absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan perundang-undangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang paling menonjol, sedangkan dalam tahun 1947 Hoge Raad menyatakan diri (HR, 21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi.

c. Kontrak menurut bentuknya

Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUHPerdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian ini telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Pembedaan ini diilhami dari hukum Romawi. Dalam hukum Romawi, tidak hanya memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan kata-kata dengan yang suci dan juga harus didasarkan atas penyerahkan nyata dari suatu benda. Perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata.

(37)

macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Akta autentik terdiri dari akta pejabat dan akta para pihak. Akta yang dibuat oleh notaris itu merupakan akta pejabat. Contohnya, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT. Akta yang dibuat di hadapan notaris merupakan akta yang dibuat oleh para pihak di hadapan notaris. Di samping itu, dikenal juga pembagian menurut bentuknya yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian standar merupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam bentuk formulir. d. Kontrak timbal balik

Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa menyewa. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak.

1) Kontak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi-prestasi seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundaknya oleh orang pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut telah mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus menggantinya.

(38)

perjanjian pinjam mengganti. Pentingnya pembedaan di sini adalah dalam rangka pembubaran perjanjian.

e. Perjanjian cuma-cuma atau dengan alas hak yang membebani

Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang menurut hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya, hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, disamping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontra) dari pihak lain, yang menurut hukum saling berkaitan. f. Perjanjian berdasarkan sifatnya

Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak.

Disamping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.

(39)

Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan penggolongan perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang bertentang dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian yang dilarang dibagi menjadi tiga belas jenis, sebagaimana disajikan berikut ini.

1) Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

2) Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada pasar yang bersangkutan sama. Pengecualian dari ketentuan ini adalah

a) Suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan, dan

b) Suatu perjanjian yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku. 3) Perjanjian dengan harga berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat antara

(40)

membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau jasa yang berbeda.

4) Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga yang berada di bawah harga pasar, perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

5) Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya. Tindakan ini dilakukan dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. 6) Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku

usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

7) Perjanjian pemboikotan, yaitu suatu perjanjian yang dilarang, yang dibuat pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mengahalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usah yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

(41)

dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

9) Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perseroan anggotanya. Perjanjian ini bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

10)Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jas dalam pasar yang bersangkutan. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(42)

maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

12)Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepad pihak dan atau pada tempat tertentu.

13)Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

Dari berbagai perjanjian yang dipaparkan di atas, menurut Salim H.S, jenis atau pembagian yang paling asasi adalah pembagian berdasarkan namanya, yaitu kontrak nominaat dan innominaat.25 Dari kedua perjanjian ini maka lahirlah perjanjian-perjanjian jenis lainnya, seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun dari aspek hak dan kewajiban. Misalnya, perjanjian jual beli maka lahirlah perjanjian konsensual, obligator dan lain-lain.26

2. Syarat-Syarat Perjanjian

Agar perjanjian itu sah dan mempunyai kekuatan hukum, maka terlebih dahulu harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu perjanjian yang ditentukan undang. Perlu diperhatikan bahwa perjanjian yang memenuhi Undang-undang diakui oleh hukum, sebaliknya perjanjian yang tidak memenuhi syarat tak

25Ibid

.

(43)

diakui oleh hukum walaupun diakui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Karena itu selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat walaupun tidak memenuhi syarat perjanjian itu berlaku di antara mereka.

Apabila suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya lagi, maka hakim akan membatalkan atau perjanjian itu batal. Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian para pihak harus memenuhi syarat-syarat tersebut di bawah ini :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.

2. Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian. 3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Ad. 1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian, harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam. Kemauan yang bebas sebagai syarat pertama untuk suatu perjanjian yang sah, dianggap tidak ada jika perjanjian itu telah menjadi karena :

(44)

b. Kekhilafan (dwaling)

c. Penipuan (bedrog)

Ad. 2) Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian

Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Artinya yang membuat perjanjian dan akan terikat oleh perjanjian itu, harus mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikul atas perbuatannya. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat perjanjian itu berbarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak berbuat dengan harta kekayaannya.

Ad. 3) Suatu hal tertentu

Bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan adalah mengenai suatu obyek tertentu yang telah disepakati. Ad. 4) Suatu sebab yang halal

Suatu perjanjian adalah sah bila sebab itu tidak dilarang oleh Undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum. Karena perikatan menganut sistem terbuka, maka dalam pembuatan perjanjian dikenal asas kebebasan berkontrak, hal ini dapat dijumpai dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Asas ini membebaskan orang untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih Undang-undang yang akan dipakainya untuk perjanjian itu.27

F. Perjanjian Kredit dan Pembiayaan Konsumen

27

(45)

1. Perjanjian kredit

Dalam pembuatan perjanjian sekurang-kurangnya harus memperhatikan: keabsahan dan persyaratan secara hukum, juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kredit serta persyaratan lainnya yang harus diperhatikan dalam perjanjian kredit.

Perjanjian Kredit menurut hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata yaitu pada Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata.

Perjanjian kredit seperti diuraikan tersebut di atas, yang menunjukkan unsur pinjam meminjam di dalamnya yaitu pinjam meminjam antara bank dengan pihak debitur.

Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa “pinjam-meminjam adalah

persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakanganan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Pasal 1754 KUH Perdata intinya menyebutkan, bahwa perjanjian pinjam-meminjam merupakan perjanjian yang isinya pihak pertama menyerahkan suatu barang yang dapat diganti, sedangkan pihak kedua berkewajiban mengembalikan barang dalam jumlah dan kualitas yang sama.

(46)

perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.28

Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan azas atau ajaran umum yang terdapat dalam KUH Perdata seperti yang ditegaskan bahwa semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam KUH Perdata.

Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktek perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang.29

Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapat kesepakatan. Namun mengenai isi perjanjian kredit seperti dikemukakan dalam oleh Hasanuddin, pada pokoknya selalu memuat hal-hal berikut : 30

a. Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya. b. Besarnya bunga kredit dan biaya-biaya lainnya.

c. Jangka waktu pembayaran kredit.

28

R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia. Alumni. Bandung. 1986, hlm. 13.

29

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Bank, Bandung: Alfabeta, 2003, hlm. 97.

30

(47)

d. Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan, yaitu jangka waktu angsuran biasanya secara bulanan dan jangka waktu kredit.

e. Cara pembayaran kredit.

f. Klausula jatuh tempo (opeisbaar)

g. Barang jaminan kredit dan kekuasaan yang menyertainya serta persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak dan asuransi atas barang jaminan. h. Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank

untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit.

i. Biaya akta dan biaya penagihan hutang yang juga harus dibayar debitur.

Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat bahwa memberi kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan "akad perjanjian "instruksi demikian dimuat dalam instruksi presiden kabinet No 15/EKA/10/1996 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia No.2/539/Upk/Pemb/1996 dan Surat edaran Bank Negara Indonesia No.2/643/UPK/Pemb/1960 tentang pedoman kebijaksanaan dibidang perkreditan.

(48)

Pihak-pihak yang akan memberikan kredit kepada masyarakat atau dalam hal ini debitur walaupun tidak ada satu peraturanpun yang mewajibkan bahwa pihak-pihak yang akan memberikan kredit harus melaksanakan nilai-nilai atau dapat dikatakan sebagai norma didalam memberikan kredit.

Namun secara rasional demi terciptanya suatu persetujuan antara kedua belah pihak yang menginginkan adanya kegiatan yang saling menguntungkan dan demi terciptanya perekonomian masyarakat yang sehat maka pihak-pihak atau lembaga pemberi kredit harus melakukan penelitian terhadap debitur selaku penerima kredit pada faktor-faktor yang harus dimiliki debitur sebelum menerima kredit, faktor-faktor tersebut lazim disebut dengan The five C'5 of credit Analisys

sebagai ukuran untuk menganalisis kemampuan debitur tentang kesanggupan debitur agar dapat mengembalikan pinjamanya dalam suatu permohonan kredit.

The Five C'5 Of Credit Analysis tersebut terdiri dari :31

1. Character ( watak)

Ialah keadaan watak dan sifat dari calon nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usahanya. Penilaian character merupakan penilaian terhadap kejujuran, ketulusan, kepatuhan akan janji serta kemauan kembali untuk membayar hutanghutangnya.

2. Capacity (kapasitas)

Kapasitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh calon nasabah untuk membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut menjadi kenyataan, termasuk dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang

31

(49)

diharapkan. Sehingga pada nantinya calon nasabah tersebut dapat melunasi hutang-hutangnya dikemudian hari.

3. Capital (dana)

Kapital adalah dana yang dimiliki oleh calon nasabah untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya. Adapun penilaian terhadap kapital adalah untuk mengetahui keadaan, permodalan, sumber-sumber dana dan penggunaanya.

4. Condition Of Economi (kondisi ekonomi)

Kondisi ekonomi adalah keadaan sosial ekonomi suatu saat yang mungkin dapat mempengaruhi maju mundurnya usaha calon nasabah. Penilaian terhadap kondisi yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi ekonomi itu berpengaruh terhadap kegiatan usaha calon nasabah dan bagaimana nasabah tersebut mengatasi atau mengantisipasinya sehingga usahanya tetap hidup dan berkembang.

5. Collateral (jaminan)

(50)

2. Pembiayaan Konsumen

Pada dasarnya pembiayaan konsumen merupakan sejenis kredit konsumsi

(consumer credit), yang membedakan hanya pihak pemberi kreditnya dimana pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan sedangkan kredit konsumen diberikan oleh bank. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengertian kredit konsumsi sebenarnya secara substantif sama saja dengan pembiayaan konsumen, yaitu :

“Kredit yang diberikan kepada konsumen-konsumen guna pembelian

barang-barang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman-pinjaman yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif atau dagang. Kredit yang demikian itu dapat mengandung resiko yang lebih besar daripada kredit dagang biasa, maka dari itu biasanya kredit itu diberikan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi”32

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan cq. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan menegaskan mengenai definisi Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) yang adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistim pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen.

32

(51)

Dari definisi pembiayaan konsumen sebagaimana tersebut diatas, maka dapat dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi dasar dari kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu :

a. Pembiayaan konsumen adalah merupakan salah satu alternative pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen.

b. Obyek pembiayaan dari usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang kebutuhan konsumen, biasanya kendaraan bermotor, barang-barang kebutuhan rumah tangga, komputer, barang-barang elektronika, dan lain-lain.

c. Sistim pembayaran angsuran dilakukan secara berkala, biasanya dilakukan pembayaran setiap bulan dan ditagih langsung kepada konsumen.

(52)

D. Pengertian Pengalihan Kredit

Dalam melaksanakan penjualan kepada kosumen dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan cara tunai maupun kredit. Penjualan secara tunai akan menimbulkan pendapatan secara langsung bagi perusahaan sedangkan penjualan kredit akan menimbulkan piutang bagi perusahaan. Penjualan kredit sering dilakukan oleh perusahaan namun dengan melakukan seleksi. Seleksi dalam pemberian kredit adalah suatu keputusan dimana seseorang / perusahaan akan memberikan kredit kepada pelanggannya dan berapa besar kredit yang akan diberikan. Ada beberapa manfaat kredit bagi perusahaan diantaranya :

1. Untuk meningkatkan penjualan. 2. Untuk menarik daya beli konsumen .

3. Dengan meningkatnya penjualan baik secara kredit maupun tunai maka diharapkan keuntungan akan meningkat.

4. Dengan adanya hubungan hutang piutang, maka hubungan perusahaan dengan pelanggan akan semakin erat.

(53)

sansekerta “ cred “ yang berarti kepercayaan dan bahasa latin do yang berarti saya

menaruh.

Menurut Rivai mengatakan “Kredit adalah peneyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak kreditor atau (pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau pengutang/borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak.”33

Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia merumuskan kredit adalah peminjaman atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.34

Dari pengertian diatas piutang dapat dipersamakan dengan kredit. Pengertian kredit yang dirumuskan dalam Undang – undang Perbankan No. 10 tahun 1998

adalah “Penyerahan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

dengan pemberian bunga”. 35

Dari rumusan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dengan kredit terjadi suatu penyerahan barang, uang, atau tagihan yang menimbulkan tagihan tersebut kepada pihak lain dengan harapan pihak yang memberi pinjaman mendapat tambahan nilai dari pokok pinjaman yang berupa bunga sebagai pendapatan.

33

M. Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan : Dari Teori Ke Praktik. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005) hal. 4

34

Ikatan Akuntansi Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2002), hal. 31,4

35

(54)

Ada beberapa jenis kredit yang dikemukakan oleh Kasmir diantaranya:36 a. Dilihat dari segi kegunaan

1) Kredit investasi

Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. contoh kredit investasi misalnya untuk membangun pabrik atau membeli mesin-mesin. masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan dibutuhkan modal yang relatif besar.

2) Kredit modal kerja

Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. sebagai contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

b. Dilihat dari segi tujuan kredit 1) Kredit produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik yang nantinya akan menghasilkan barang dan kredit pertanian akan menghasilkan produk pertanian, kredit pertambangan menghasilkan bahan tambang atau kredit industri akan menghasilkan barang industri.

2) Kredit konsumtif

Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. sebagai contoh kredit untuk perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah tangga dan kredit konsumtif lainnya.

3) Kredit perdagangan

Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk membeli aktivitas perdagangannya seper

Referensi

Dokumen terkait

Semua pihak yang penulis tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberi dukungan dan bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas

Dan Pola sebaran konsentrasi Pb (timbal) pada sedimen dasar perairan Pantai Slamaran Kota Pekalongan, dengan sumber inputan yang memiliki nilai konsentrasi Pb tertinggi

Penulis adalah dosen tetap pada Jurusan Syari’ah

Abstrak: Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar matematika peserta

Iklan Baris Iklan Baris Mobil Dijual AUDI Iklan Baris Iklan Baris Disiarkan oleh:.. PT Media Antarkota Jaya sejak 15 April 1970

Bersujud dan berlutut, dia berkata, "Yang Mulia, saya telah membawa relik, patta, dan jubah guru saya." Ketika Ananda mendengar perkataan bhikkhu itu, beliau sangat sedih

- Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan

Terdapat hubungan antara mekanisme koping dan dukungan keluarga terhadap tingkat kekambuhan pasien skizofrenia di ruang wijaya kusuma Rumah Sakit Jiwa Menur