• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asosiasi Pornografis Judul Berita Artis pada Koran Medan Bisnis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Asosiasi Pornografis Judul Berita Artis pada Koran Medan Bisnis"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

ASOSIASI PORNOGRAFIS JUDUL BERITA ARTIS

PADA KORAN MEDAN BISNIS

SKRIPSI

Oleh

Ria Verawati Sitanggang NIM 070701034

DEPARTEMEN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU DAN BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ASOSIASI PORNOGRAFIS JUDUL BERITA ARTIS

PADA KORAN MEDAN BISNIS

SKRIPSI

Oleh

Ria Verawati Sitanggang NIM 070701034

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana dan telah disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Hariadi Susilo, M. Hum Drs. Asrul Siregar, M.Hum NIP. 19610721 198803 1 001 NIP. 19590502 198601 1 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya orang yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Mei 2011

(4)

ASOSIASI PORNOGRAFIS JUDUL BERITA ARTIS

PADA KORAN MEDAN BISNIS

RIA VERAWATI SITANGGANG

ABSTRAK

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Allahku, Bapa Dan Sahabatku atas kasih dan karunia-Nya yang tiada henti-hentinya kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini dari awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis banyak menemui kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini akan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik berupa dorongan nasihat, dukungan moral, dan petunjuk praktis maka penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah membantu penulisan ini, yaitu:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., selaku ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang juga sebagai dosen pembimbing akademik (PA) penulis dari awal perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi ini dan telah banyak membantu penulis.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Drs.Hariadi Susilo, M.Si , selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis, baik dalam perkuliahan maupun saat proses penulisan skripsi ini.

(6)

6. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, baik dalam bidang linguistik, sastra maupun bidang-bidang umum lainnya, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. 7. Kedua orang tua saya tercinta , ayahanda D. Sitanggang, omakku N. Sitohang

yang saya tahu sangat berjuang keras meningkatkan pendidikanku, dengan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih setulus-tulusnya dan juga buat saudara-saudaraku yang terkasih, bang Sandro, Gollung, Maricce, Leo, Intan, Novi atas segala doa dan dorongan serta bantuan materi kepada penulis yang tidak ternilai harganya.

8. Teman-teman satu kost Harmonika 16: Lusi Syafrina, Novi, Cindy, Feni Rusdiana, Melda Cute .

9. Teman satu angkatan 2007, terima kasih atas pertemuan kita. Masih terus ku ingat tak ada yang kebetulan kita bertemu dan sekarang telah terpisah-pisah, semoga kita sukses menjadi alumni yang berbangga dan membanggakan Sastra Indonesia Usu, dan juga terima kasih kepada adik-adik junior yang masih menyelesaikan studi.

10. Khususnya buat keluarga kecilku, bang Zhakaria Ginting, Ester, Gopal, Jumadi, Andi, Reza, Cardo, Nico, dan itoku Jupri dan Naek si Boncel Sang Pelangi. Aku mengagumi kita lebih dari aku mengagumi kata yang pernah terangkai.

Medan, Desember 2011 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.2.1Manfaat Teoritis... 5

1.4.2.2Manfaat Praktis ... 5

BAB II : KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep ... 6

2.1.1 Asosiasi Pornografis... 6

2.1.2 Judul ... 7

2.1.3 Berita Artis ... 7

(8)

2.2 Landasan Teori ... 7

2.2.1 Pragmatik ... 7

2.2.2 Asosiasi ... 8

2.2.3 Tindak Tutur ... 10

2.2.4 Konteks ... 13

2.3 Tinjauan Pustaka ... 16

BAB III : METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 17

3.1.2 Waktu Penelitian ... 17

3.2 Populasi dan Sampel ... 17

3.2.1 Populasi... 17

3.2.2 Sampel ... 17

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 18

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 19

BAB IV : PEMBAHASAN ... 23

4.1 Teknik Penciptaan Asosiasi Pornografis Judul Berita Artis pada Koran Medan Bisnis Edisi Desember 2011 .... 23

4.2 Asosiasi Pornografis Judul Berita Artis pada Koran Medan Bisnis Edisi Desember 2011... 32

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

(9)

ASOSIASI PORNOGRAFIS JUDUL BERITA ARTIS

PADA KORAN MEDAN BISNIS

RIA VERAWATI SITANGGANG

ABSTRAK

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah sebuah media yang digunakan manusia untuk memberitahu, menyatakan, dan mengungkapkan isi pikirannya. Dalam pengertian yang populer, bahasa adalah percakapan, Hidayat (dalam Sobur, 2004: 274); Wibowo (dalam Sobur, 2004: 274) Penyair menuangkan jiwanya lewat bahasa. Para jaksa, pengacara, dosen, wartawan, presenter, penulis, penyiar radio, perancang iklan, public relation, juru bicara mencari nafkah dari kemahirannya berbahasa. Bahasa

dipakai di rumah, di tempat kerja, di kantor, di terminal, bank, toko, atau di plaza. Bertukar pikiran,berdebat di ruang pengadilan, belajar di bangku sekolah, mengisi teka-teki silang, membayar ongkos, membeli seutas tali, semua berjalan dengan perantaraan bahasa. Itu sebabnya Ariel Heryanto (dalam Sobur, 2004:271) mengibaratkan, kecuali tidur dan mengunyah makanan, hidup ini tidak pernah lepas dari bahasa.

(11)

Namun, kadang-kadang informasi yang dituturkan oleh komunikator memiliki maksud terselubung. Oleh karena itu, setiap manusia harus memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah diujarkan oleh si penutur, tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut harus dipahami. Kegiatan semacam ini akan dapat dianalisis dan dipelajari dengan pragmatik. Pragmatik merupakan subdisiplin linguistik interdisipliner yang tidak hanya terbatas pada kerangka teori saja namun merupakan ilmu yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dengan konteks yang menjadi dasar untuk mengartikan bahasa itu (Levinson, 1985: 21). Pragmatik cenderung mengkaji fungsi ujaran atau fungsi bahasa daripada bentuk atau strukturnya. Penerapan pragmatik dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dengan menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tulisan yang berwujud tuturan.Berita dan tulisan dalam konteksnya juga tidak terlepas dari pragmatik. Pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai sehingga kalimat-kalimat tersebut dapat dimaknai (Levinson, 1985: 24).

(12)

kalimat yang tidak langsung mengacu pada maksud yang ingin disampaikan, tetapi lebih sering diungkapkan secara tersirat.

Para wartawan dan penulis harus memiliki kiat tersendiri untuk memikat pembaca agar tertarik dengan berita-berita yang ditulisnya, diantaranya adalah pemilihan kata-kata, kalimat, dan ragam bahasa yang digunakan oleh wartawan untuk mampu mempengaruhi dan memikat keinginan pembaca. Penggunaan bahasa sebagai medium utama dalam komunikasi ini tidak terlepas dari fungsi utama bahasa yaitu sebagai alat komunikasi (Soemarmo, 1992:2). Tidak jarang wartawan memuat berita yang sensual. Biasanya berita atau tulisan apapun yang berhubungan dengan pornografis sangat menarik. Hal itu dikarenakan masalah pornografi memiliki daya tarik tersendiri bagi pembaca dari tingkat remaja sampai tingkat dewasa. Salah satu aplikasi yang dapat diamati dalam media massa cetak atau koran adalah penulisan judul berita artis yang memiliki daya tarik tersendiri dalam pemberitaannya. Penulisan judul berita artis itu memanfaatkan pilihan kata yang menarik pembaca, gaya bahasa maupun kalimat-kalimat pendek yang menimbulkan asosiasi sensual atau asosiasi pornografis bagi para pembacanya.

Menurut dalam skripsi, 2006) fungsi Penciptaan

(13)

akan membaca terlebih dahulu judul berita sebelum menikmati keseluruhan isi berita.

Oleh karena itu, judul yang sensual dalam media cetak sering kali lebih menarik dibandingakan dengan judul-judul biasa saja meskipun isi berita belum tentu sama dengan yang tersurat pada judulnya. Dengan berbagai cara wartawan berusaha untuk dapat meningkatkan pemberitaannya, sementara asosiasi pornografi pada judul-judul beritanya dimanfaatkan sebagai pancingan atau rangsangan agar beritanya dibaca.

Dari penjelasan di atas penulis merasa tertarik untuk lebih memahami asosiasi judul berita artis pada media massa cetak koran Medan Bisnis yang ada di kota Medan.

1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah teknik-teknik penciptaan asosiasi pornografis pada judul berita artis dalam koran Medan Bisnis edisi Desember 2011?

2. Apakah asosiasi pornografis yang terdapat dalam judul-judul berita artis pada koran Medan Bisnis edisi Desember 2011?

1.3 Batasan Masalah

(14)

judul berita menurut I Dewa Putu Wijana dalam bukunya “Analisis Wacana Pragmatik” pada judul-judul berita artis koran Medan Bisnis edisi Desember 2011 di kota Medan.

Respon adalah perlokusi atau hasil atau efek yang ditimbulkan oleh asosiasi pornografi judul-judul berita artis pada koran Medan Bisnis edisi Desember 2011 adalah yang dianalisis berdasarkan teori tindak tutur dikemukakan oleh John R. Searle (1983).

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan teknik-teknik penciptaan asosiasi pornografis judul berita artis dalam koran Medan Bisnis edisi Desember 2011.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan apa sajakah asosiasi pornografis judul-judul berita artis pada koran Medan Bisnis edisi Desember 2011.

1.4.2 ManfaatPenelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoritis

(15)

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian makna asosiasi judul berita artis pada koran Medan Bisnis edisi Desember 2011 secara praktis adalah :

1. Untuk dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran untuk bahan pertimbangan penentu langkah-langkah ataupun pembuatan judul-judul yang menarik untuk menghasilkan berita yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca.

(16)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu (Singarimbun, 1989: 32).

2.1.1 Asosiasi Pornografis

Dalam KBBI (2005) asosiasi adalah tautan dalam ingatan pada orang lain atau barang; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan panca indra.

Asosiasi juga diartikan dengan perubahan makna akibat persamaan dua sifat yang sama.

Contoh : 1) Saat Jumat kliwon kami sering melihat putih-putih lewat dari kuburan itu.

2) Mulut gang itu sangat rawan.

Pada contoh di atas kata putih-putih diasosiasikan dengan hantu, karena kesamaan sifatnya bahwa hantu identik dengan kain kafan putih, sedangkan kata mulut gang diasosiasikan dengan bagian muka depan tempat jalan masuk. Karena

(17)

Dalam KBBI (2005) Pornografi adalah penggambaran tindakan erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu atau birahi dalam seks. Sedangkan pornografis adalah hal yang bersifat pornografi.

Jadi asosiasi pornografis adalah perubahan makna akibat adanya pertalian atau hubungan dengan pornografi.

2.1.2 Judul

Judul adalah nama yang dipakai untuk buku atau bab dari buku yang dapat menyiratkan secara pendek isi atau maksud buku atau bab itu (Alwi, 2005:479).

2.1.3 Berita Artis

Berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa hangat; kabar; pemberitahuan; pengumuman (Alwi, 2005:141).

Artis adalah ahli seni; seniman, seniwati (seperti penyanyi, pemain film, pelukis, pemain drama) (Alwi, 2005:67).

Berita artis adalah keterangan atau kabar mengenai kehidupan seputar para seniman.

2.1.4 Koran

Lembaran kertas yang bertuliskan kabar (berita) dan sebagainya, terbagi dalam kolom-kolom (8-9 kolom), terbit setiap hari atau setiap periodik; surat kabar; harian.

(18)

2.2.1 Pragmatik

Menurut Yule, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna yang dikehendaki si penutur (dalam Cahyono, 1955:213). Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang deiksis, praanggapan, implikatur, inferensi, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana, Levinson (dalam Soemarmo, 1988:169).

Dalam penelitian ini, pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada asosiasi dan tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu tuturan dan konteks yang mempunyai peranan penting dalam situasi tuturan.

2.2.2 Asosiasi

Menurut Selametmuljana (dalam Mansoer Pateda, 2001:178) mengatakan asosiasi adalah hubungan antara makna asli, makna di dalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan dengan makna baru; yakni di dalam lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke dalam pemakaian bahasa, dan antara makna baru dan makna lama terdapat pertalian.

Makna leksikal kata asosiasi menurut Dekdikbud (dalam Mansoer Pateda, 2001:179) adalah (i) persatuan rekan usaha; persatuan dagang; (ii) perkumpulan orang yang mempunyai kepentingan bersama; (iii) tautan dalam ingatan pada orang atau barang lain; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan; ingatan; atau kegiatan panca indra.

(19)

1. Teknik Elipsis

Teknik elipsis juannya adalah untuk mennimbulkan persepsi “yang bukan-bukan” didalam pikiran pembacanya dengan memanfaatkan kalimat-kalimat pendek dan tidak lengkap pada judul berita. Contoh:

(a) Saya Menikmati, (b) Pelan, tapi Maksimal, (c) Saya Siap Melayani.

Ketiga data di atas, (a), (b), dan (c) merupakan contoh data judul berita artis yang diciptakan wartawan dengan teknik elipsis. Artinya wartawan membuat judul berita dengan kalimat tidak lengkap, sehingga menimbulkan persepsi “yang bukan-bukan”. Hal ini disengaja oleh penulis berita dengan cara menghilangkan sebagian kalimatnya yang lengkap, kemudian penggalan yang tidak lengkap tersebut yang akan dijadikan sebagai judul. Judul berita di atas, (a), (b), dan (c) sebenarnya kalimatnya yang lengkap sebagai berikut; (a) Saya menikmati semua kegiatan saya, terutama di KIPP membuat saya bisa menyaksikan langsung

bagaimana proses kegiatan politik kita saat ini, (b) Aku juga belum bisa

memastikan rekaman. Aku mau pelan-pelan saja, tapi hasilnya maksimal, dan

(c) Pokoknya apapun permintaan penonton saya siap melayani. Jika judul-judul

berita artis tersebut ditulis secarajelas dan lengkap, maka berita artis tersebut kurang menarik pembaca untuk mengetahui isi beritanya secara keseluruhan. 2. Teknik Makna Ganda

(20)

Contoh:

(d) Pemanasan Sebelum Main (e) Pernah ‘Menghabiskan’ 4 Pria

Pada judul berita (d) dan (e) di atas makna asosiasi “yang bukan-bukan” sangat mungkin muncul dalam benak pembaca. Hal ini ditimbulkan dari makna ganda dari kata pemanasan pada data (d) (‘pemanasan sebelum aktivitas olahraga /persiapan sehari’ dan bukan ‘pemansasn sebelum melakukan hubunganintim atau seksual’), kata menghabiskan pada data (e) yang berarti ‘putus dengan pacar sebanyak empat kali’ dan bukan ‘mengalahkan pria dalam berhubungan seksual’.

3. Teknik Metaforis

Metaforis adalah teknik penciptaan judul untuk menimbulkan makna”yang bukan-bukan” dengan membuat metafora. Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk singkat; misalnya buaya darat, hidung belang. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak

mengunakan kata seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua, Keraf (dalam Putu Wijana 2010:181).

4. Teknik Gambar atau Ilustrasi

(21)

2.2.3 Tindak Tutur

Menurut Searle, (dalam Rani, 2004:158) komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekadar lambang, kata, atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku atau tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, tindak tutur dapat pula berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah.

Teori tindak tutur dikemukakan oleh John R. Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts: An Essay in the Philosophy of Language. Ia membagi praktik

penggunaan bahasa menjadi tiga macam tindak tutur, yaitu :

1. Tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. Dalam tindak ini tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan si penutur, tetapi bermaksud untuk memberi tahu petutur (dalam Lubis, 1991:9)

Contoh : Saya lapar, seseorang mengartikan Saya sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan lapar mengacu ke ‘perut yang kosong dan perlu diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta makanan.

(22)

dimaksudkan untuk memberi tahu penutur saja, tetapi ada keinginan petutur melakukan tindakan di balik tuturan tersebut.

Contoh : Saya lapar yang maksudnya adalah meminta makanan merupakan suatu tindak ilokusi. Begitu juga kalimat “ Saya mohon bantuan Anda” tidak hanya suatu pernyataan saja, tetapi maksudnya adalah

si penutur benar-benar meminta bantuan.

3. Tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu (Nababan, 1989:18, dalam Lubis, 1993:9).

Contoh : dari kalimat Saya lapar yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan efek kepada pendengar yaitu dengan memberikan atau menawarkan makanan kepada penutur.

Dalam ilmu bahasa dapat kita samakan tindak lokusi itu dengan “predikasi”, tindak ilokusi dengan ‘maksud kalimat’ dan tindak perlokusi dengan ‘akibat suatu ungkapan’ atau dengan kata lain dapat kita katakan bahwa lokusi adalah makna dasar atau referensi kalimat itu. Ilokusi sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakainya sebagai perintah, ejekan, keluhan, pujian, dan lain-lain. Perlokusi adalah hasil dari ucapan tersebut terhadap pendengarnya.

Kalimat : Nilai raportmu bagus sekali!

(23)

perlokusi dapat membuat pendengar itu menjadi sedih (muram) dan sebaliknya dapat mengucapkan terima kasih.

Ucapan yang tidak langsung itu tidak menyatakan pujian atau ejekan, tetapi mengharuskan si pedengar mengolahnya sehingga makna yang sebenarnya dapat ditentukannya.

Jadi, kalimat: nilai raportmu bagus sekali bermakna dasar sebuah raport bernilai bagus. Prinsip kooperatifnya di sini dijalankan karena si pembicara menyatakan sesuai dengan tujuan pembicara itu. Dari segi evaluatifnya dapat dikatakan sebagai berikut: si pembicara menyatakan sesuatu dengan terang dan jelas dan ini biasanya mempunyai makna dibalik ujaran tersebut.

Dalam hal ini, konteks dan penuturnya memegang peranan untuk menyatakan nilai evaluatifnya. Jika yang menyatakan itu adalah orang tua kepada anaknya yang menunjukkan raportnya dan air muka orang tua itu tidak jernih, maka jelas daya ilokusi pernyataan itu adalah kekesalan. Kesimpulan ini menentukan bagaimana respon si pendengar atau anak yang mempunyai raport tersebut. Ia mungkin akan menyatakan bahwa guru-gurunya tidak jujur atau juga mungkin hanya merasa sedih atau mungkin juga dapat menangis atau ia menyatakan akan berusaha sekuat mungkin. Dan inilah nilai perlokusi.

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni :

(24)

2. Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat

3. Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

4. Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. 5. Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan,

misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

2.2.4 Konteks

Konteks berasal dari bahasa latin ‘contexere’ yang berarti ‘menjalin bersama’. Kata konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan dirinya, yang terjalin bersama. Hymes (dalam Chaer, 1995:62), sorang pakar linguistik terkenal mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah :

1. S (Setting and Scane) 2. P (Participants)

(25)

4. A (Act sguence), mengacu kepada bentuk ujaran dan isi ujaran

5. K (Keys), mengacu pada nada, cara dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, bergurau

6. I (Instrumentalities)

7. N (Norm of interaction and interpretation), mengacu pada tingkah laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur.

8. G (Genres), mengacu pada jenis penyampaian.

Setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung

sedangkan scane mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola kita boleh berbicara keras-keras, tetapi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin.

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa

(26)

orang tua atau gurunya bila dibandingkan kalau ia berbicara dengan teman sebayanya.

Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang

terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Dalam peristiwa tutur di ruang kajian linguistik, dosen yang cantik itu berusaha menjelaskan materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya namun mungkin ada diantara para mahasiswa datang hanya untuk memandang wajah ibu dosen yang cantik itu.

Act Sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran

ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan apa hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

Keys mengacu pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan

disampaikan : dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.

Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur

(27)

Norms of interaction and interpretation mengacu pada norma atau aturan

dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,

pepatah, doa, dan sebagainya.

2.3 Tinjauan Pustaka

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, dan pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (KBBI, 2005:912).

Wijana (2001) meneliti makna asosiasi dalam Koran Jakarta Post. Dia membahas beberapa judul pada berita artis yang menggunakan asosiasi

pornografi yang banyak dimuat penulis yang membuat tulisannya menarik untuk dibaca. Dalam hal ini kajian pragmatik harus memberikan kepastian konteks agar semakin sempit atau terbatas kemungkinan makna asosiasi yang dapat ditimbulkan oleh sebuah judul berita artis ataupun hiburan.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (KBBI, 2005: 680). Adapun lokasi penelitian ini adalah koran Medan Bisnis di Medan, Sumatera Utara.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian terhadap objek selama 1 (satu) bulan, yakni pada bulan Desember 2011.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel;suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (Alwi, dkk. 2003:889). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah berita hiburan atau berita artis yang dimuat dalam media massa cetak yaitu koran Medan Bisnis pada edisi Desember 2011 yang diterbitkan di daerah Medan.

3.2.2 Sampel

(29)

sepuluh judul berita bermakna asosiasi pornografis pada kolom hiburan atau berita artis pada koran Medan Bisnis yang terbit di kota Medan pada bulan Desember 2011 dan isi berita judul tersebut sebagai bahan pendukung untuk analisis judul. Pemilihan sampel sepuluh judul berita tersebut karena tidak semua judul berita edisi bulan tersebut mengandung asosiasi pornografis.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

(30)

contoh-contoh yang akan dijadikan data dalam penelitian ini dari koran Medan Bisnis edisi bulan Desember 2011 di daerah Medan, Sumatera Utara. Oleh sebab itu, data dalam penelitian ini adalah data tulis.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan penulis dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap analisis data adalah metode padan. Metode padan alat penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (language) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Teknik merupakan jabaran metode yang ditentukan oleh alat yang dipakai. Fakta itu menunjukkan bahwa dalam berbicara tentang teknik, perihal alat yang dipakai sangat penting untuk dibahas. Penulis sendiri yaitu dengan menggunakan teknik pilah unsur penentu atau teknik (PUP) sebagai teknik dasar di dalam penelitian ini. Adapun alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993:21). Sesuai dengan jenis penentu yang akan dipisah-pisahkan atau dibagi menjadi berbagai unsur itu, maka daya pilah itu dapat disebut daya pilah referensial. Teknik lanjutannya, penulis menggunakan teknik hubung banding menyamakan (HBS).

Contoh : Lampiran 1

(31)

judul berita artis pada koran Medan Bisnis tersebut menimbulkan makna asosiasi pornografis atau makna yang bukan-bukan kepada pembacanya. Ketika pembaca menikmati judul berita di atas akan memiliki asosiasi negatif dari judul peran lebih menantang, yaitu peran yang lebih pulgar atau yang lebih panas, yang

diacu dari judul yang sensual “Peran yang lebih Menantang”. Akan tetapi setelah kita baca isinya lain sekali dengan persepsi pembaca ketika pertama kalinya membaca judul data (1) Peran yang lebih Menantang. Dalam hal ini konteksnya adalah Jang Nara yang seorang aktris sebenarnya bertujuan ingin menyatakan dirinya bisa memerankan karakter wanita tangguh atau istilah populernya gadis

tomboy dalam serial drama selanjutnya yang akan diperankannya, dan tidak

menginginkan peran yang lebih panas seperti penafsiran pembaca. Hal ini berarti End yakni merujuk pada maksud dan tujuan pertuturandari sipenulis berita berbeda dengan End dari isi berita tersebut. Penulisan judul berita yang sensual tersebut disengaja oleh penulis dengan tujuan untuk menarik perhatian dan minat pembaca untuk menyimak lebih lanjut isi berita tersebut.

Putu Wijana membagi teknik penciptaan asosiasi menjadi empat teknik, yakni (1) Teknik Elipsi, (2) Teknik Makna Ganda, (3) Teknik Metaforis, (4) Teknik Gambar/Ilustrasi seperti yang sudah dijelaskan pada landasan teori. Setelah diamati, judul data (1) di atas menggunakan teknik elipsis, yaitu teknik asosiasi dengan menggunakan kalimat pendek dan tidak lengkap. Judul tersebut sebenarnya dapat diganti dengan kalimat lebih jelas Jang Nara ingin berperan akting sebagai wanita yang kuat menghadapi masalah hidup dalam serial drama

(32)

membaca isi beritanya. Judul “Jang Nara ingin Peran yang lebih Menantang” adalah judul tepat menarik perhatian pembacanya. Data (1) juga menggunakan teknik ilustrasi/gambar yaitu teknik penciptaan asosiasi pornografis dengan membuat foto tokoh yang diberitakan dengan gaya atau pose sensual. Penyisipan foto oleh penulis adalah untuk mendukung terciptanya persepsi pornografis dari judul berita yang dibuatnya tersebut dengan menambahkan sebuah foto Jang Nara dengan pose yang menantang.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Menentukan nilai evaluatif data (1) dibutuhkan pengetahuan mengenai konteks. Konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan dalam data (1) adalah Jang Nara yang seorang aktris dalam serial drama sebenarnya bertujuan ingin menyatakan dirinya bisa memerankan karakter wanita tangguh atau istilah populernya gadis tomboy dalam serial drama selanjutnya yang akan diperankannya.

(33)

ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data (1), dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Searle. Lokusinya adalah “Jang Nara ingin Peran yang lebih Menantang.” Secara kultural, tuturan data (1) mempunyai daya ilokusi yaitu memberi janji dan mengajak. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya merupakan memberikan penafsiran “yang bukan-bukan” terhadap pembaca, daya perlokusinya yaitu tindak tutur dari pembaca untuk membaca keseluruhan isi berita. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data (1) pembaca akan terpancing dengan judul berita tersebut dan akan tertarik menikmati atau membaca keseluruhan dari isi berita .

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

(34)

mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa makna asosiasi pornografis yang terkandung dalam tuturan data (1) mencakup kelima tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu menyatakan “Jang Nara igin Peran yang lebih Menantang”. Menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat (direktif), yaitu menuntut pembaca untuk membaca keseluruhan isi berita. Mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi (ekspresif), yaitu efek dari mempembaca yang membayangkan hal yang bukan-bukan setelah membaca judul berita “ Jang Nara yang menginginkan peran yang lebih menantang”.

(35)

BAB IV PEMBAHASAN

ASOSIASI PORNOGRAFIS JUDUL BERITA ARTIS PADA KORAN MEDAN BISNIS

4.1Teknik penciptaan Asosiasi Pornografis Judul Berita Artis pada Koran Medan Bisnis Edisi Desember 2011

Setelah data terkumpul, tuturan dalam wacana akan dianalisis melalui kaidah pertuturan yang dikemukakan I dewa Putu Wijana , yaitu membuat tafsiran pembaca dalam membaca judul berita artis serta menentukan tindak tutur apa yang terdapat dalam tuturan tersebut.

4.1.1

Teknik Penciptaan Makna Asosiasi

Menurut Putu Wijana dalam bukunya Analisis Wacana Pragmatik, membagi teknik penciptaan asosiasi pornografis menjadi empat, yaitu:

1. Teknik Elipsis

Teknik elipsis tujuannya adalah untuk menimbulkan persepsi “yang bukan-bukan” didalam pikiran pembacanya dengan memanfaatkan kalimat-kalimat pendek dan tidak lengkap pada judul berita. Contoh:

(a) Saya Menikmati, (b) Pelan, tapi Maksimal, (c) Saya Siap Melayani.

(36)

bukan-bukan”. Hal ini disengaja oleh penulis berita dengan cara menghilangkan sebagian kalimatnya yang lengkap, kemudian penggalan yang tidak lengkap tersebut yang akan dijadikan sebagai judul. Judul berita di atas, (a), (b), dan (c) sebenarnya kalimatnya yang lengkap sebagai berikut; (a) Saya menikmati semua kegiatan saya, terutama di KIPP membuat saya bisa menyaksikan langsung

bagaimana proses kegiatan politik kita saat ini, (b) Aku juga belum bisa

memastikan rekaman. Aku mau pelan-pelan saja, tapi hasilnya maksimal, dan

(c) Pokoknya apapun permintaan penonton saya siap melayani. Jika judul-judul

berita artis tersebut ditulis secarajelas dan lengkap, maka berita artis tersebut kurang menarik pembaca untuk mengetahui isi beritanya secara keseluruhan. 2. Teknik Makna Ganda

Teknik judul makna ganda adalah berita dengan memanfaatkan kata-kata yang bermakna ganda atau ambiguitas dan polisemi. Kalimat seperti ini diharapkan penulis untuk menimbulkan berbagai penafsiran dibenak pembacanya. Contoh:

(d) Pemanasan Sebelum Main (e) Pernah ‘Menghabiskan’ 4 Pria

(37)

3. Teknik Metaforis

Metaforis adalah teknik penciptaan judul untuk menimbulkan makna”yang bukan-bukan” dengan membuat metafora. Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk singkat; misalnya buaya darat, hidung belang. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak

mengunakan kata seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua, Keraf (dalam Putu Wijana 2010:181).

4. Teknik Gambar atau Ilustrasi

Selain ketiga teknik penciptaan asosiasi di atas , penulis berita juga memnfaatkan teknik gambar atau ilustrasi artis dalam media massa cetak dengan sensual masih dengan tujuan yang sama yakni untuk menciptakan makna “yang bukan-bukan” dibenak pembacanya. Gambar atau foto para artis yang menjadi objek pembberitaan sangat menarik pembacanya baik dari segi letak juga posenya.

a.

Teknik Penciptaan Asosiasi Judul Berita “Jang Nara Ingin

Peran Lebih Menantang ( data 1)

Putu Wijana membagi teknik penciptaan asosiasi menjadi empat teknik, yakni (1) Teknik Elipsi, (2) Teknik Makna Ganda, (3) Teknik Metaforis, (4) Teknik Gambar/Ilustrasi seperti yang sudah dijelaskan pada landasan teori. Setelah diamati, judul data (1) di atas menggunakan teknik elipsis, yaitu teknik asosiasi dengan menggunakan kalimat pendek dan tidak lengkap. Judul tersebut sebenarnya dapat diganti dengan kalimat lebih jelas Jang Nara ingin berperan akting sebagai wanita yang kuat menghadapi masalah hidup dalam serial drama

(38)

membaca isi beritanya. Judul “Jang Nara ingin Peran yang lebih Menantang” adalah judul tepat menarik perhatian pembacanya. Data (1) juga menggunakan teknik ilustrasi/gambar yaitu teknik penciptaan asosiasi pornografis dengan membuat foto tokoh yang diberitakan dengan gaya atau pose sensual. Penyisipan foto oleh penulis adalah untuk mendukung terciptanya persepsi pornografis dari judul berita yang dibuatnya tersebut dengan menambahkan sebuah foto Jang Nara dengan pose yang menantang.

b.

Teknik Penciptaan Asosiasi Judul Berita “Scarlett Johannson

Main di ‘Les MISERABABLES’” ( data 2)

Setelah diamati, judul data (2) di atas penulis menggunakan teknik makna ganda, yaitu teknik asosiasi dengan menggunakan kata atau kalimat yang mempunyai makna yang ambigu dan polisemi yaitu kata main. Judul tersebut sebenarnya dapat diganti dengan kalimat lebih jelas “Scarlett mengikuti ikut audisi untuk mendapatkan peran dalam film klasik abad ke-19”. Namum jika

(39)

c.

Teknik Penciptaan Asosiasi Judul Berita “Kenakan Gaun

Kuning Miley Cyrus Kian Seksi “( data 3)

Setelah diamati, judul data (3) di atas penulis menggunakan teknik makna ganda, yaitu teknik asosiasi dengan menggunakan kata atau kalimat yang mempunyai makna yang ambigu dan polisemi yaitu kata kian seksi dari judulnya “Kenakan Gaun Kuning, Miley Cyrus Kian Seksi”. Kata seksi sebenarnya mempunyai banyak pengertian dalam masyarakat. Kata itu bisa ditafsirkan sebagai tubuh yang proporsonal, wajah yang menarik, dan banyak penafsiran lain mengenai kata seksi. Judul tersebut sebenarnya dapat diganti dengan kalimat lebih jelas “.Kenakan Gaun Kuning, Miley Cyrus Kian Cantik” . meskipun kedua judul di atas hanya ada satu kata yang berbeda, namun jelas tidak ada lagi ketertarikan dengan kata cantik dibandingkan kata seksi. Jadi Judul “Kenakan

Gaun Kuning, Miley Cyrus Kian Seksi “ adalah judul tepat menarik perhatian

pembacanya. Data (3) juga menggunakan teknik ilustrasi/gambar yaitu teknik penciptaan asosiasi pornografis dengan membuat foto tokoh yang diberitakan dengan gaya atau pose sensual. Penyisipan foto oleh penulis adalah untuk mendukung terciptanya persepsi pornografis dari judul berita yang dibuatnya tersebut dengan menambahkan sebuah foto Miley Cyrus dengan pose yang sensual.

d.

Teknik Penciptaan Asosiasi Judul Berita “Sandy Aulia Nikah

Diam-diam di Bali” (Data 4)

(40)

mempunyai makna yang ambigu dan polisemi yaitu kata Nikah Diam-diam dari judulnya “Shandy Aulia Nikah Diam-diam di Bali”. Kata Nikah Diam-diam memicu timbul banyak pengertian dalam benak pembaca. Kata itu dapat ditafsirkan sebagai menikah tidak sah (nikah siri), dapat juga ditafsirkan melakukan perbuatan mesum atau dengan istilah ‘kumpul kebo’, dan banyak penafsiran lain mengenai kata ‘Nikah Diam-diam’. Judul tersebut sebenarnya dapat diganti dengan kalimat lebih jelas yaitu “Shandy Aulia Melangsungkan Pernikahannya di Bali”. Namun jelas tidak ada lagi ketertarikan dengan kalimat yang lugas tersebut. Jadi Judul “Shandy Aulia Nikah Diam-diam di Bali” adalah judul tepat menarik perhatian pembacanya. Data (4) juga menggunakan teknik ilustrasi/gambar yaitu teknik penciptaan asosiasi pornografis dengan membuat foto tokoh yang diberitakan dengan gaya atau pose sensual. Penyisipan foto oleh penulis adalah untuk mendukung terciptanya persepsi pornografis dari judul berita yang dibuatnya tersebut dengan menambahkan sebuah foto Shandy Aulia.

e.

Teknik Penciptaan Asosiasi Judul Berita “Jadi Penyanyi, Nuri

Maulida Tampil Centil” ( data 5)

Setelah diamati, judul data (5) di atas penulis menggunakan teknik makna ganda, yaitu teknik penciptan asosiasi pornografis dengan menggunakan kata atau kalimat yang mempunyai makna yang ambigu dan polisemi yaitu kata Tampil Centil dari judul “Jadi Penyanyi, Nuri Maulida Tampil Centil”. Kata tampil

centil memicu timbul banyak pengertian dalam benak pembaca. Kata itu dapat

(41)

cara yang kurang pantas untuk jadi seorang penyannyi atau dengan istilah ‘jual harga diri’, dan banyak penafsiran lain mengenai kata ‘Tampil Centil’.

Judul tersebut sebenarnya dapat diganti dengan kalimat lebih jelas yaitu “Jadi

Penyanyi, Nuri Maulida Tampil seperti Remaja”. Namun jelas tidak ada lagi

ketertarikan dengan kalimat yang lugas tersebut. Jadi Judul “Jadi Penyanyi, Nuri Maulida Tampil Centil” adalah judul tepat untuk menarik perhatian pembacanya.

Data (5) juga menggunakan teknik ilustrasi/gambar yaitu teknik penciptaan asosiasi pornografis dengan membuat foto tokoh yang diberitakan dengan gaya atau pose sensual. Penyisipan foto oleh penulis adalah untuk mendukung terciptanya persepsi pornografis dari judul berita yang dibuatnya tersebut dengan menambahkan sebuah foto Nuri Maulida dengan pose wajahnya mengumbar senyuman manis.

f.

Teknik Penciptaan Asosiasi Judul Berita “Jhon Mayall, Si Tua

yang Tetap Menggigit” ( data 6)

Setelah diamati, judul data (6) di atas penulis menggunakan teknik Metaforis, yaitu teknik penciptaan asosiasi pornografis dengan Metafora atau semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk singkat. Metaforis yang dimaksud adalah kata “Si Tua yang masih Tetap Menggigit” dari judul “Jhon Mayall, Si Tua yang Masih Tetap menggigit”. Kata Si Tua yang yetap menggigit merupakan analogi singkat dari pria tua yang masih

(42)

Judul tersebut sebenarnya dapat diganti dengan kalimat lebih jelas yaitu “Jhon Mayall, musisi legendaries yang masih digemari penikmat musik blues”.

Namun jelas tidak ada lagi ketertarikan dengan kalimat yang lugas tersebut. Jadi Judul “Jhon Mayall, Si Tua yang Masih Tetap menggigit” adalah judul tepat untuk menarik perhatian pembacanya.

g.

Teknik Penciptaan Asosiasi Judul Berita “Dikawin Palsu,

Suami Tolak Dicerai Kardashian” ( data 7)

(43)

h.

Teknik Penciptaan Asosiasi Judul Berita “Seksi Yes, Bugil

No!”

( data 8)

Setelah diamati, judul data (8) di atas menggunakan teknik elipsis, yaitu teknik asosiasi dengan menggunakan kalimat pendek dan tidak lengkap. Judul tersebut sebenarnya dapat diganti dengan kalimat lebih jelas ‘Shita Destya tidak mau berpose tanpa paik baju’ Namum jika judul tersebut diganti, pembaca tidak akan tertarik membaca isi beritanya. Judul “Seksi Yes, Bugil No!” adalah judul tepat menarik perhatian pembacanya. Data (8) juga menggunakan teknik ilustrasi/gambar yaitu teknik penciptaan asosiasi pornografis dengan membuat foto tokoh yang diberitakan dengan gaya atau pose sensual. Penyisipan foto oleh penulis adalah untuk mendukung terciptanya persepsi pornografis dari judul berita yang dibuatnya tersebut dengan menambahkan sebuah foto Jang Nara dengan pose yang menantang.

i.

Teknik Penciptaan Asosiasi Judul Berita “Tahun Baru Ayu

Ting Ting Dibayar Milyaran?” ( data 9)

Setelah diamati, judul data (9) di atas penulis menggunakan teknik makna ganda, yaitu teknik asosiasi dengan menggunakan kata atau kalimat yang mempunyai makna yang ambigu dan polisemi yaitu penggalan judul Ayu dibayar milyaran dari judulnya “Tahun Baru Ayu Ting Ting Dibayar Milyaran”. Kata

(44)

itu dapat ditafsirkan sebagai honor atau gaji dari pekerjaan, dapat juga ditafsirkan bayaran wanita malam dan banyak penafsiran lain mengenai kata ‘Dibayar Milyaran’. Judul tersebut sebenarnya dapat diganti dengan kalimat lebih jelas yaitu “Menyanyi Ditahun Baru Ayu Ting Ting Dapat Honor Manggung Milyaran”. Namun jelas tidak ada lagi ketertarikan dengan kalimat yang lugas tersebut. Jadi Judul “Tahun Baru Ayu Ting Ting Dibayar Milyaran” adalah judul tepat menarik perhatian pembacanya. Data (9) juga menggunakan teknik ilustrasi/gambar yaitu teknik penciptaan asosiasi pornografis dengan membuat foto tokoh yang diberitakan dengan gaya atau pose sensual. Penyisipan foto oleh penulis adalah untuk mendukung terciptanya persepsi pornografis dari judul berita yang dibuatnya tersebut dengan menambahkan sebuah foto Ayu Ting Ting.

j.

Teknik Penciptaan Asosiasi Judul Berita “Ashley Greene

Makin Mesra dengan ‘Spiderman’” ( data 10)

(45)

Kekasihnya pada Sebuah Acara”. Namun jelas tidak ada lagi ketertarikan dengan

kalimat yang lugas tersebut. Jadi Judul “Ashley Grenee Makin Mesra dengan

Spiderman” adalah judul tepat menarik perhatian pembacanya. Data (10) juga

menggunakan teknik ilustrasi/gambar yaitu teknik penciptaan asosiasi pornografis dengan membuat foto tokoh yang diberitakan dengan gaya atau pose sensual. Penyisipan foto oleh penulis adalah untuk mendukung terciptanya persepsi pornografis dari judul berita yang dibuatnya tersebut dengan menambahkan sebuah foto Ashley Grenee.

4.2

Asosiasi Pornografis Judul Berita Artis pada Koran Medan

Bisnis Edisi Desember 2011

A.

Jang Nara Ingin Peran Lebih Menantang ( data 1)

Asosiasi pornografis pada data 1

(46)

Menantang. Dalam hal ini konteksnya adalah Jang Nara yang seorang aktris

sebenarnya bertujuan ingin menyatakan dirinya bisa memerankan karakter wanita tangguh atau istilah populernya gadis tomboy dalam serial drama selanjutnya yang akan diperankannya, dan tidak menginginkan peran yang lebih panas seperti penafsiran pembaca. Hal ini berarti End yakni merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan dari sipenulis berita berbeda dengan End dari isi berita tersebut. Penulisan judul berita yang sensual tersebut disengaja oleh penulis dengan tujuan untuk menarik perhatian dan minat pembaca untuk menyimak lebih lanjut isi berita tersebut.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Menentukan nilai evaluatif data (1) dibutuhkan pengetahuan mengenai konteks. Konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan dalam data (1) adalah Jang Nara yang seorang aktris dalam serial drama sebenarnya bertujuan ingin menyatakan dirinya bisa memerankan karakter wanita tangguh atau istilah populernya gadis tomboy dalam serial drama selanjutnya yang akan diperankannya.

(47)

mewujudkan suatu ungkapan. (3) tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data (1), dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Searle. Lokusinya adalah “Jang Nara ingin Peran yang lebih Menantang.” Secara kultural, tuturan data (1) mempunyai daya ilokusi yaitu memberi janji dan mengajak. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya merupakan memberikan penafsiran “yang bukan-bukan” terhadap pembaca, daya perlokusinya yaitu tindak tutur dari pembaca untuk membaca keseluruhan isi berita. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data (1) pembaca akan terpancing dengan judul berita tersebut dan akan tertarik menikmati atau membaca keseluruhan dari isi berita .

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

(48)

yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa makna asosiasi pornografis yang terkandung dalam tuturan data (1) mencakup kelima tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu menyatakan “Jang Nara igin Peran yang lebih Menantang”. Menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat (direktif), yaitu menuntut pembaca untuk membaca keseluruhan isi berita. Mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi (ekspresif), yaitu efek dari mempembaca yang membayangkan hal yang bukan-bukan setelah membaca judul berita “ Jang Nara yang menginginkan peran yang lebih menantang”.

B.

Scarlett Johannson Main di ‘Les MISERABABLES’ ( data 2)

Asosiasi pornografis pada data 2
(49)

pembacanya. Ketika pembaca menikmati judul berita di atas akan menimbulkan persepsi asosiasi negatif dari judul “Scarlett Johansson Main di’LES MISERABLES’ ”, yaitu ‘Scarlett melakukan adegan atau hubungan inti di Les

Miserables yang diacu dari judul yang sensual main. Akan tetapi setelah kita baca isinya lain sekali dengan persepsi pembaca ketika pertama kalinya membaca judul data (2). “Scarlett Johansson Main di’LES MISERABLES” .

Meskipun pada konteksnya Scarlett adalah seorang artis yang pernah tersandung kasus foto panas tetapi judul berita tersebut dalam data (2) sebenarnya mengacu pada Scarlett yang ikut dalam audisi pemilihan aktris untuk sebuah film yang diadaptasi dari broadway dari sebuah novel klasik. Dan sekali lagi harus diketahui bahwa Miserables adalah film klasik bergengsi bukan film porno. Hal ini berarti End yakni hal yang merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan dari sipenulis berita berbeda dengan End isi berita tersebut. Penulisan judul berita yang sensual tersebut disengaja oleh penulis dengan tujuan untuk menarik perhatian dan minat pembaca untuk menyimak lebih lanjut isi berita tersebut.

(50)

dari pertunjukan broadway yang berisi cerita dari novel klasik abad ke-19 karya Victor Hugo. Scarlett juga adalah seorang artis yang pernah tersandung kasus foto panas

Searle mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu: (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. (3) tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

(51)

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

(4) Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. (5) Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

(52)

ilokusi (ekspresif), yaitu pembaca membayangkan hal yang bukan-bukan setelah membaca judul berita pada data (2) “Scarlett Johansson Main di’LES MISERABLES’ “

C.

Kenakan Gaun Kuning Miley Cyrus Kian Seksi ( data 3)

Asosiasi pornografis pada data 3

Untuk mengetahui respon pembaca dengan yaitu dengan menggunakan teknik pilah unsur penentu atau teknik (PUP) sebagai teknik dasar di dalam penelitian ini. Adapun alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993:21). yang berperan sebagai pembaca maka data (3) di atas dapat dicermati bahwa judul berita artis pada koran Medan Bisnis tersebut menimbulkan makna asosiasi pornografis atau makna yang bukan-bukan kepada setiap pembacanya. Ketika pembaca menikmati judul berita di atas secara langsung atau tidak langsung akan memiliki asosiasi negatif dari judul “Kenakan

Gaun Kuning, Miley Cyrus Kian Seksi ”, yaitu Miley Cyrus mengenakan gaun

kuning yang transparan dan buka-bukan, yang diacu dari judul yang sensual kian seksi. Akan tetapi setelah kita baca isinya lain sekali dengan persepsi pembaca

ketika pertama kalinya membaca judul data (3). “Kenakan Gaun Kuning, Miley Cyrus Kian Seksi” . Meskipun pada konteksnya Miley adalah seorang artis dan

(53)

Penulisan judul berita yang sensual tersebut disengaja oleh penulis dengan tujuan untuk menarik perhatian dan minat pembaca untuk menyimak lebih lanjut isi berita tersebut.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Menentukan nilai evaluatif data (3) dibutuhkan pengetahuan mengenai konteks. Konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan dalam data (3) “Kenakan Gaun Kuning, Miley Cyrus Kian Seksi “ adalah kehadiran Miley Cyrus pada acara CNN Heroes Award Ceremony, miley menggunakan gaun putih.

Searle mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu: (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. (3) tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

(54)

Miley hadir dalam sebuah acara dengan menggunakan gaun kuning . Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya memberikan penafsiran yang bukan-bukan terhadap pembaca, daya perlokusinya yaitu tindak tutur dari pembaca untuk membaca keseluruhan isi berita. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data (3) pembaca akan terpancing dengan judul berita tersebut dan akan tertarik menikmati atau membaca keseluruhan dari isi berita .

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

(4) Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. (5) Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

(55)

kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu menyatakan “Kenakan Gaun Kuning, Miley Cyrus Kian Seksi”. Menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat (direktif), yaitu menuntut pembaca untuk membaca keseluruhan isi berita. Mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi (ekspresif), yaitu pembaca membayangkan keseksian Miley Cyrus dengan gaun kuning setelah membaca judul berita pada data (3) “Kenakan Gaun Kuning, Miley Cyrus Kian Seksi “.

D.

Sandy Aulia Nikah Diam-diam di Bali (Data 4)

Asosiasi pornografis data 4

Untuk mengetahui respon pembaca dengan yaitu dengan menggunakan teknik pilah unsur penentu atau teknik (PUP) sebagai teknik dasar di dalam penelitian ini. Adapun alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993:21). yang berperan sebagai pembaca maka data (4) di atas dapat dicermati bahwa judul berita artis pada koran Medan Bisnis tersebut menimbulkan makna asosiasi pornografis atau makna yang bukan-bukan kepada setiap pembacanya. Ketika pembaca menikmati judul berita di atas secara langsung atau tidak langsung akan memiliki asosiasi negatif dari judul “Shandy Aulia Nikah Diam-diam di Bali”, yaitu Shandy Aulia telah melakukan hubungan

seksual secara diam-diam di Bali , asosiasi pornografis ini diacu oleh kata Nikah Diam-diam di Bali. Akan tetapi setelah kita baca isinya lain sekali dengan

(56)

Nikah Diam-diam di Bali” . Konteks mengenai kehidupan artis yang suka nikah sirik mendukung terciptanya anggapan yang negatif pada Shandy Aulia. Setting pada judul tersebut juga sangat mendukung persepsi negatif tersebut yaitu di Bali. Bagi para artis, Bali adalah tempat hiburan dan liburan yang penuh kebebasan, tidak jarang berita di televisi mengabarkan bahwa beberapa artis bermesraan di Bali, atau istilah trend masyarakat ‘kumpul kebo'. Padahal setelah membaca lanjutan beritanya pada data (4) sebenarnya adalah memberitahukan bahwa memberitakan bahwa Shandi Aulia melangsungkan pernikahannya yang sah dengan David Herbowo pada senin(11/12/2011). Pernikahan diam-diam yang dimaksudkan adalah pernikahan yang sakral tanpa sepengetahuan media. Hal ini berarti End yakni hal yang merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan dari sipenulis berita berbeda dengan End isi berita tersebut. Penulisan judul berita yang sensual tersebut sengaja oleh penulis dengan tujuan untuk menarik perhatian dan minat pembaca untuk menyimak lebih lanjut isi berita tersebut.

(57)

Searle mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu: (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. (3) tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data (4), dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Searle. Lokusinya adalah “Shandy Aulia Nikah Diam-diam di Bali”. Secara kultural, tuturan data (4) mempunyai daya ilokusi yaitu memberitahukan bahwa“Shandy Aulia telah melakukan hubungan seksual secara diam-diam di Bali. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya memberikan penafsiran “yang bukan-bukan” terhadap pembaca, daya perlokusinya yaitu tindak tutur dari pembaca untuk membaca keseluruhan isi berita. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data (4) pembaca akan terpancing dengan judul berita tersebut dan akan tertarik menikmati atau membaca keseluruhan dari isi berita .

(58)

berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

(4) Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. (5) Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa makna asosiasi pornografis yang terkandung dalam tuturan data (4) mencakup kelima tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu “Shandy Aulia Nikah Diam-diam di Bali”. Tuturan judul tersebut juga

(59)

E.

Jadi Penyanyi, Nuri Maulida Tampil Centil ( data 5)

Asosiasi pornografis pada data 5

Untuk mengetahui respon pembaca dengan yaitu dengan menggunakan teknik pilah unsur penentu atau teknik (PUP) sebagai teknik dasar di dalam penelitian ini. Adapun alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993:21). yang berperan sebagai pembaca maka data (5) di atas dapat dicermati bahwa judul berita artis pada koran Medan

Bisnis tersebut menimbulkan makna asosiasi pornografis atau makna yang

bukan-bukan kepada pembacanya. Ketika pembaca menikmati judul berita di atas akan menimbulkan makna asosiasi negatif dari judul “Jadi Penyanyi, Nuri Maulida Tampil Centil”, yaitu berasumsi Nuri Maulida menjadi wanita penggoda

sebagai pelarisnya saat ia bernyanyi , asosiasi pornografis ini diacu oleh kata ‘Tampil centil’. Akan tetapi setelah kita baca isinya lain sekali dengan persepsi pembaca ketika pertama kalinya membaca judul data (5) “Jadi Penyanyi, Nuri Maulida Tampil Centil”. Konteksnya pada umumnya seorang penyanyi dan

(60)

dalam sinetron yang dibintanginya. Kesan centil ini juga disesuaikan dengan lagu yang dibawakannya bernuansa remaja. Hal ini berarti End yakni hal yang merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan dari sipenulis berita berbeda dengan End isi berita tersebut. Penulisan judul berita yang sensual tersebut disengaja oleh penulis dengan tujuan untuk menarik perhatian dan minat pembaca untuk menyimak lebih lanjut isi berita tersebut.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Menentukan nilai evaluatif data (5) dibutuhkan pengetahuan mengenai konteks. Konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan dalam data (5) “Jadi Penyanyi, Nuri Maulida Tampil Centil” adalah bahwa Nuri dari seorang pemain sinetron berubah menjadi seorang penyanyi dengan lagu bertemakan kehidupan remaja yang centil.

(61)

Demikian pula halnya dengan data (5), dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Searle. Lokusinya adalah pernyataan “Jadi Penyanyi, Nuri Maulida Tampil Centil”. Secara kultural, tuturan data (5) mempunyai daya ilokusi yaitu memberitahukan bahwa Nuri Maulida harus jadi wanita penggoda saat ia sedang bernyanyi. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya memberikan penafsiran yang bukan-bukan terhadap pembaca, daya perlokusinya yaitu tindak tutur dari pembaca untuk membaca keseluruhan isi berita. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data (5) pembaca akan terpancing dengan judul berita tersebut dan akan tertarik menikmati atau membaca keseluruhan dari isi berita .

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

(62)

mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa makna asosiasi pornografis yang terkandung dalam tuturan data (5) mencakup kelima tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu menyatakan “Jadi Penyanyi, Nuri Maulida Tampil Centil”. Tuturan judul tersebut juga menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat (direktif), yaitu menuntut pembaca untuk membaca keseluruhan isi berita. Judul pada data (5) juga mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi (ekspresif), yaitu pembaca menafsirkan bahwa untuk jadi penyanyi Nuri Maulida harus tampil menggoda dari data (5) “Jadi Penyanyi, Nuri Maulida Tampil Centil“.

F.

Jhon Mayall, Si Tua yang Tetap Menggigit ( data 6)

Asosiasi pornografis pada data 6

Untuk mengetahui respon pembaca dengan yaitu dengan menggunakan teknik pilah unsur penentu atau teknik (PUP) sebagai teknik dasar di dalam penelitian ini. Adapun alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993:21). yang berperan sebagai pembaca maka data (6) di atas dapat dicermati bahwa judul berita artis pada koran Medan

(63)

bukan-bukan kepada pembacanya. Ketika pembaca menikmati judul berita di atas akan menimbulkan makna asosiasi negatif dari judul “Jhon Mayall, Si Tua yang Tetap Menggigit”, yaitu berasumsi Jhon Mayall meskipun sudah tua namun masih

memiliki nafsu dan tenaga yang kuat untuk melakukan hubungan seksual , asosiasi pornografis ini diacu oleh judul Si Tua yang Menggigit. Akan tetapi setelah kita membaca isi beritanya lain sekali dengan persepsi pembaca ketika pertama kalinya melihat judul data (6) “Jhon Mayall, Si Tua yang Tetap Menggigit”. Konteksnya pada umumnya nafsu dan keinginan manusia untuk

melakukan hubungan intim dipengaruhi faktor usia. Namun berbeda halnya dengan Jhon Mayall, dari penafsiran judul tersebut menyatakan bahwa ia masih tetap kuat dan berenergi melakukan hubungan dan masih mampu memuaskan pasangannya. Padahal setelah membaca lanjutan beritanya pada data (6) sebenarnya yang ingin diberitakan adalah Jhon Mayall seorang legendaries musik blues yang masih digemari para pecinta alunan musik blues. Karyanya masih tetap mengena di hati penikmat musiknya meski diusianya yang sudah tua. Hal ini berarti End yakni hal yang merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan dari sipenulis berita berbeda dengan End isi berita tersebut. Penulisan judul berita yang sensual tersebut disengaja oleh penulis dengan tujuan untuk menarik perhatian dan minat pembaca untuk menyimak lebih lanjut isi berita tersebut.

(64)

“Jhon Mayall, Si Tua yang Masih Tetap menggigit” adalah Jhon Mayall, bagi penikmat atau pelaku musik blues, nama sudah sangat dikenal. Dedikasi Jhon Mayall terhadap musik blues menjadikannya mendapat predikat sebagai legenda. Karena penampilan musisi asal Inggris ini juga telah menginspirasi penerus musik blues lainya seperti Eric Clapton dan Gary Moore.

Searle mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu: (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. (3) tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

(65)

keseluruhan isi berita. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data (6) pembaca akan terpancing dengan judul berita tersebut dan akan tertarik menikmati atau membaca keseluruhan dari isi berita .

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah

Referensi

Dokumen terkait